bab vii agroforestry - sertifikasi guru rayon unssertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/modul...

18
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN BAB VII AGROFORESTRY DR RINA MARINA MASRI, MP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

Upload: dangbao

Post on 02-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

BAB VII

AGROFORESTRY

DR RINA MARINA MASRI, MP

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2017

Page 2: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

1

BAB VII

AGROFORESTRY

Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah

seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan

dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Tekanan

pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah awal mula munculnya konsep

agroforestry, yang dirintis oleh tim dari Canadian InternationaI Development Centre.

Tim ini bertugas untuk mengindentifikasi prioritas-prioritas pembangunan di bidang

kehutanan di negara-negara berkembang pada tahun 1970-an dan melaporkan bahwa hutan-

hutan di negara tersebut belum cukup dimanfaatkan. Penelitian yang dilakukan di bidang

kehutanan pun sebagian besar hanya ditujukan kepada dua aspek produksi kayu, yaitu

eksploitasi secara selektif di hutan alam dan tanaman hutan secara terbatas. Selanjutnya tim

merekomendasikan perlunya pencegahan perusakan lingkungan secara sungguh-sungguh,

dengan cara pengelolaan lahan yang dapat mengkonservasi lingkungan fisik secara efektif,

tetapi sekaligus dapat memenuhi tuntutan keperluan pangan, papan dan sandang bagi

manusia. (https://irwanto.info/files/agroforestri_irwanto.pdf).

Gambar. Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Pertanian (Sumber : https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi_mdHl--7SAhWKLY8KHXVYDwYQjRwIBw&url=http%3A%2F%2Fwww.antaranews.com%2Fberita%2F499795%2Falih-fungsi lahan-pertanian-picu-timbulnya bencana &psig= AFQjCN GEEmkzXJ7 _A9913Zm 5wXUCgw 0Lfw&ust= 1490 43885

2540685)

Page 3: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

2

Pengertian Agroforestry

King dan Chandler (1978) mengemukakan bahwa agroforestry adalah suatu “sistem

pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan secara

keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman pohon-

pohonan) dengan tanaman hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada

suatu unit lahan yang sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan

kebudayaan penduduk setempat.

Agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya

adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Agroforestri adalah salah satu sistem

pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul

akibat adanya alih fungsi lahan dan sekaligus untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan.

Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi,

melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan

intensifikasi dan diversifikasi silvikultur. Sistem ini telah dipraktekan oleh petani di berbagai

tempat di Indonesia selama berabad-abad. Menurut De Foresta dan Michon (1997),

agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan

sistem agroforestri kompleks. (https://irwanto.info/files/agroforestri irwanto.pdf).

Gambar. Sistem Penggunaan Lahan (Sumber : http://2.bp.blogspot.com/-iZNcGykR0Vc/UslC br2qNI/AAAAAAAAEJc /GpLMpmgLsJg /s1600 /1.jpg)

Page 4: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

3

Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan

ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa

ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak

lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk

lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi

tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, melinjo, petai, jati dan

mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Jenis

tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai,

kacang-kacangan, ubi kayu, sayur-sayuran dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.

(https://irwanto.info /files/agroforestri_irwanto.pdf).

Gambar. Sistem Agroforestry Sederhana (Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-jphCMo_EczU/ UltaHr1_rdI /AAAAAAAADiE /AQrcmNYzmP8/ s400/

agroforestry +di+indonesia.jpg)

Sistem agroforestri kompleks merupakan perkembangan agroforestri sederhana, meski

kebanyakan pola wanatani sederhana yang telah mantap tidak selalu bertumbuh terus menjadi

sistem yang lebih rumit. Selain ditentukan oleh kepadatan penduduk dan sebagai

konsekuensinya keterbatasan lahan, tidak berkembangnya wanatani sederhana menjadi

kompleks kemungkinan besar juga ditentukan oleh iklim dan kondisi tanah setempat. Budaya

wanatani kompleks sejauh ini berkembang di daerah-daerah yang semula merupakan hutan

hujan tropika yang memiliki struktur mirip.

Page 5: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

4

Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan

banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh

secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem

menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman

perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah besar. Ciri

utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya

yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh

karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforestri (Icraf dalam Hairiah et al. 2003).

(https://irwanto.info/files/agroforestri_irwanto.pdf).

Gambar. Sistem Agroforestry Kompleks (Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-OimyzOnq8c0/UWonUS4YXKI/AAAAAAAACcY/1AxRlNhlUE/s1600/41.JPG)

Hampir selalu, agroforestri kompleks berawal dari ladang yang diperkaya. Sistem

perladangan biasanya dimulai dengan membuka hutan primer atau hutan sekunder, menebangi

dan membakar kayu-kayunya, dan menanaminya dengan tanaman pangan atau sayur mayur

selama satu atau dua daur. Setelah itu ladang diperkaya dengan tanaman keras seperti kopi

atau kakao, atau rotan, yang hasilnya dapat dipanen antara tahun ke-5 sampai ke-15; atau

dibiarkan meliar sebagai lahan bera dan kemudian menjadi hutan belukar kembali. Kelak, hutan

belukar akan dibuka kembali sebagai ladang apabila dirasa kesuburan tanahnya telah dapat

dipulihkan. Dalam kasus wanatani kompleks, ladang yang telah diperkaya tidak kemudian

dibiarkan meliar menjadi belukar, melainkan diperkaya lebih lanjut dengan jenis-jenis pohon

yang menghasilkan. Seperti misalnya pohon-pohon penghasil buah (durian, duku, cempedak,

Page 6: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

5

petai, dll.), getah (damar matakucing, karet, kemenyan, rambung), kayu-kayuan atau kayu

bakar, dan lain-lain. Setelah berselang belasan tahun, ladang ini telah berubah menjadi hutan

buatan yang menghasilkan aneka jenis produk, yang mampu bertahan hingga berpuluh-puluh

tahun ke depan.

Gambar. Tumpukan buah keluwek (Pangium edule), hasil wanatani kompleks di Lolong, Karanganyar, Pekalongan

Menurut Kartasubrata (1991), dipandang dari segi ekologi dan ekonomi, “sistem

agroforestry” lebih kompleks daripada sistem monokultur. Produksi dari suatu sistem

agroforestry selalu beraneka ragam, yang satu dengan lainnya saling bergantung. Complex

agroforestry systems atau wanatani sejati merupakan perpaduan rumit pelbagai unsur

wanatani di atas, yang pada gilirannya juga memberikan aneka hasil atau manfaat pada rentang

waktu dan interaksi yang tidak terbatas. Pada akhirnya, wanatani ini memiliki struktur dan

dinamika ekosistem yang mirip dengan hutan alam, dengan keanekaragaman jenis flora dan

fauna yang relatif tinggi.

Konsep Pembangunan Agroforestri Berkelanjutan

Agroforestry merupakan suatu istilah kolektif untuk beberapa praktek penggunan lahan

dimana tumbuhan perennial berkayu ditanam secara sengaja pada sebidang lahan bersama-

sama dengan tanaman semusim dan/atau ternak, baik dalam bentuk tatanan spasial dalam

waktu yang bersamaan ataupun secara sekuensial. Berbagai macam kombinasi pohon,

tanaman semusim, pasture, dan ter-nak dapat tergolong dalam agroforestry. Dalam

Page 7: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

6

kebanyakan sistem agroforestry ini, pohon mempunyai peranan protektif, rejuvenatif, dan

produktif, tetapi kepentingan relatif dari peranan-peranan ini akan sangat beragam di antara

sistem-sistem yang berbeda.

Apabila dikelola dengan tepat, sistem agroforestry secara biofisik, ekonomis dan budaya

cocok untuk berbagai kondisi iklim, topografi, geologi, hidrologi, dan situasi tanah. Di daerah

yang sumberdaya lahannya relatif langka, tumbuhan pohon dan perennial berkayu lainnya

dapat dibudidayakan di lahan pertanian atau lahan gembalaan . Misalnya, tanaman pohon

dapat dimasukkan ke dalam sistem pertanaman semusim pada lembah dataran rendah yang

subur yang sangat cocok bagi pertanian intensif. Sistem penanaman pagar lapangan untuk

menjadi pagar hidup guna menangkal angin dan menghasilkan kayubakar atau hijauan pakan

(misalnya di India). Pohon telah ditanam dalam jalur-jalur lorong "(alley)" melintang lereng di

antara padi gogo dan jagung pada lahan-lahan curam untuk menyediakan mulsa, kompos,

kayubakar, dan timber kecil-kecil dan untuk mereduksi kehilangan tanah dengan jalan

perkembangan terras secara bertahap dari hasil penangkapan sedimen pada barisan

pepohonan.

Sistem seperti ini menjadi sistem yang sustainable di Cebu, Filipina. Teladan-teladan

lain tentang kultivasi simultan pohon dan tanaman semusim adalah berbagai tipe sistem

pekarangan multistory dimana berbagai perennial dan kadangkala sedikit tanaman semusim

bersama dengan pohon. Di daerah-daerah dimana densitas populasi penduduk masih relatif

rendah dan lahan relatif banyak, maka sistem agroforestry temporer dengan suatu rotasi

pohon dan tanaman semusim dapat dilakukan. Ada dua pendekatan utama yang sering

digunakan bagi pengembangan agroforestry. Pendekatan pertama terdiri atas introduksi

pohon ke dalam sistem tanaman semusim atau sistem grazing. Tujuannya seringkali adalah

untuk menstabilkan penggunaan lahan secara umum dan untuk mengendalikan erosi terutama

untuk memelihara produksi pertanian pada lahan yang secara biofisik tidak sesuai. Pendekatan

yang ke dua terdiri atas kegiatan konversi lahan berhutan menjadi sistem agroforestry sebagai

upaya untuk meningkatkan produksi komoditi komersial atau produk-produk subsisten.

Pengadopsian sistem agroforestry sebagai suatu tipe penggunaan lahan biasanya akan

diputuskan oleh individu pemilik lahan atau pengguna lahan, berdasarkan atas kelayakan sosial

Page 8: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

7

dan strategi minimisasi resiko atau perkiraan manfaat ekonomis. Dengan demikian sistem

agroforestry harus dirancang secara khusus berdasarkan kondisi daerah setempat, dengan

memperhatikan praktek penggunaan lahan yang berlaku secara lokal, kebutuhan masyarakat

akan pa- ngan, kayu bakar, timber, dan produk lainnya; serta preferensi masyarakat setempat.

Disamping faktor-faktor ekonomi, sosial, dan politik ini, ternyata kendala biofisik yang

berhubungan dengan kapabilitas lahan dan dampak fisik seperti perubahan rejim air, erosi,

sedimentasi, dan polusi agrokimia sangat penting bagi perencana land-use. Secara ideal, faktor

terakhir ini harus dipertimbangkan secara seksama dalam setiap sistem agroforestry.

Introduksi atau retensi pohon dalam sistem pertanian semusim tidak boleh dipandang sebagai

suatu "safety net" yang general untuk melawan degradasi sumberdaya lahan. Individu pohon

atau kelompok pohon tidak dapat diharapkan memberikan pengaruh yang sama terhadap lahan

seperti ekosistem hutan yang masih utuh, terutama pengendalian erosi (Wiersum, 1984).

Kunci bagi kebaikan kualitas air dan konservasi tanah tidak terletak pada pohon itu sendiri,

melainkan pada praktek pengelolan yang dilakukan dengan baik.

Gambar. Konsep Pembangunan Agroforestri Berkelanjutan (Sumber :

https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiq9JKJ_e7SAhVFto8KHdZCDzgQjRwIBw&url=https%3A%2F%2Fkelembagaandas.wordpress.com%2Fpengertian-kelembaga

an %2Ftony-djogo-dkk%2 F&bvm= bv.150475504, d.c2I&psig= AFQjCNHZ0UysGOQou hEdBT 7wrHTS ir0jP g&ust =1490439069955299

Page 9: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

8

1. Seleksi dan pengembangan lokasi

Mengingat keanekaan sifat dari berbagai sistem agroforestry, maka hanya dimungkinkan

untuk melakukan generalisasi secara umum tentang kesesuaian lahannya. Kalau sistem

agroforestry dikembangkan dengan jalan introduksi ternak, tanaman semusim, atau tanaman

pohon ke dalam daerah yang berhutan, maka arahan untuk "Pembukaan Hutan dan Tebang

Pilih" harus dipertimbangkan untuk mengidentifikasikan daerah yang harus dikonversi dan

yang tidak boleh dikonversi. Arahan untuk konversi lahan hutan menjadi lahan grazing, menjadi

tanaman pohon, dan menjadi pertanian semusim harus diperhatikan secara seksama untuk

mengetahui relevansinya bagi setiap sistem agroforestry yang spesifik. Akan tetapi secara

umum perkembangan agroforestry akan dimulai bukan dengan mengkonversi lahan hutan,

tetapi dengan introduksi pohon ke dalam sistem pertanian semusim, atau dengan introduksi

pohon naungan dalam sistem pertanian pohon (misalnya kopi dan kakao).

Gambar . Sistem Agroforestry (Sumber https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwitwrvFu7SAhWKP48KHYzfB94QjRwIBw&url=http%3A%2F%2Fwww.fao.org%2Fdocrep%2FARTICLE%2FWFC%2FXII%2F0447B5.HTM&bvm=bv.150475504,d.c2I&psig=AFQjCNHph_4wPfv5b4ikxrOLjP6NMOiYQQ&ust=1490438556838431

Secara umum, sistem agroforestry tidak boleh dipraktekkan pada lahan yang

kemiringannya lebih dari 60%. Pada lahan yang kemiringannya 60-85%, agroforestry umumnya

dapat dipraktekkan dan hanya sustainable dalam hubungannya dengan rekayasa engineering

Page 10: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

9

konservasi tanah, dan hal ini bisa tidak layak teknis bagi infrastruktur lokal dan juga tidak layak

ekonomis. Proporsi tanaman semusim dalam sistem yang memerlukan pengolahan tanah

secara teratur akan sangat mempengaruhi erosi tanah. Kalau tanah-tanah bera berada di

bawah atau di antara pohon-pohonan, maka terras diperlukan pada lahan dengan kemiringan

kurang dari 60%. Pepohonan dapat membantu perkembangan terras-terras ini kalau ditanam

dan dikelola secara tepat sepanjang garis kontur.

Agar supaya produksi pohon dalam sistem agroforestry berhasil secara ekonomis

maka diperlukan kedalaman tanah dan kualitas tanah yang memadai. Kelompok kerja

internasional mempertimbangkan bahwa kedalaman tanah yang diperlukan paling tidak 75-100

cm. Walaupun sistem agroforestry dapat diimplementasikan pada loaksi yang telah mengalami

degradasi sehingga solum tanahnya dangkal, manfaat terutama akan berasal dari pelestarian

konservasi tanah dan perbaikan produksi tanaman semusim dan bukannya produktivitas yang

tinggi dari tanaman pohon, terutama manfaat dalam jangka pendek.

Gambar. Manfaat Agroforestry

(Sumber : http://wanahijaulestari.files.wordpress.com/2012/10/figure4.gif)

Page 11: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

10

2. Pemilihan dan penataan pohon dan tanaman semusim

Salah satu faktor yang sangat penting dalam disain sistem agroforestry adalah pemilihan

spesies pohon dan tanaman semusim. Wiersum (1981) mengemukakan lima faktor utama yang

harus diperhatikan dalam disain sistem agroforestry, dan Mercer (1985) mengemukakan 23

kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan spesies pohon. Preferensi tanaman pangan

lokal dan kondisi agroklimat umumnya akan menentukan jenis tanaman pangan yang ditanam,

sedang kan pemilihan jenis tanaman pohon lebih banyak ditentukan oleh permintaan pasar.

Dalam semua kasus ternyata kompatibilitas antara tanaman pohon dan jenis tanaman lainnya

juga sangat penting.

Tatanan spasial komponen-komponen dari sistem agroforestry merupakan salah satu

faktor penting yang mempengaruhi produktivitas, sustainabilitas, efektivitas konservasi tanah,

dan daya menejerial. Arahan khusus akan meliputi hal-hal berikut ini:

(1) Gunakan sistem jalur atau barisan secara bergantian sepanjang kontur untuk maksimisasi

stabilisasi tanah;

(2) Gunakan jenis yang memfiksasi nitrogen, untuk memperbaiki kesuburan tanah dan

menyediakan pupuk hijau;

(3) Gunakan jenis pohon yang tumbuhnya cepat untuk mendapatkan manfaat dari konservasi

tanah dan produksi;

(4) Kalau produksi kayu tidak diutamakan dari tanaman pohon, maka disarankan jarak 20 cm di

dalam barisan dan 1 meter di antara barisan rangkap pohon, dan 4 meter atau lebih di

antara pagar untuk tanaman semusim. Kalau barisan pohon digunakan sebagai "jangkar"

bagi seresah sisa pangkasan cabang dan ranting, maka pola seperti ini akan menghasilkan

perkembangan terras- terras dalam periode tiga tahun karena penjebakan material yang

tererosi dari lahan di sebelah atasnya. Jarak yang berbeda diperlukan untuk daerah

semiarid dan arid, dan laju perkembangan terras akan lebih lambat di daerah iklim kering;

(5) Untuk produksi kayu bakar dari barisan-pagar, diperlu kan jarak tanam pohon yang lebih

lebar baik dalam barisan maupun di antara barisan. Pengujian lokal mungkin diperlukan

untuk menentukan jarak tanam optimal, terutama di daerah kering. Jarak tanam

Page 12: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

11

sepanjang barisan sebesar 50 cm hingga 2 meter mungkin akan sesuai, tergantung pada

apakah kayubakar merupakan produk yang diutamakan;

(6) Jarak tanam yang lebih lebar, hingga 4m x 4m atau 5m x 5m, dapat digunakan kalau jenis-

jenis timber atau legume ditanam secara langsung untuk pangan merupakan spesies

pohon yang utama. Bahkan di daerah kering jarak tanam perlu lebih lebar lagi.

Pengelolaan Usaha Agroforestri

Arahan penting bagi sustainabilitas dan minimisasi dampak biofisik yang bersifat negatif

meliputi:

(1) Tanaman penutup tanah yang berupa tanaman hidup atau mulsa harus dipertahankan

sepanjang tahun di area tanaman semusim di antara pohon pohon atau barisan pohon

untuk melindungi permukaan tanah daripukulan air hujan, pemadatan, limpasan

permukaan, dan erosi. Tanaman pohon sendiri tidak akan menyediakan perlindungan ini

secara otomatis; pada kenyataannya bahkan mereka dapat meningkatkan efek erosi percik

pada tanah yang kosong di bawah tajuk pohon;

(2) Bahan organik topsoil harus dipertahankan dengan memasukkan pupuk hijau dan mulsa

untuk menjaga ketersediaan unsur hara dan air serta memperbaiki laju infiltrasi tanah

(3) Pemanenan bahan organik dan hara pada saat panen harus dibatasi pada produk-produk

yang dapat dijual saja. Residu tanaman dan pemangkasan harus digunakan sebagai mulsa

atau pupuk hijau;

(4) Perakaran yang rapat dalam topsoil harus dipacu untuk mencegah kehilangan unsur hara

melalui drainase dan untuk memelihara da memperbaiki struktur tanah. Misalkan,

hindarilah pengrusakan akar pohon pada saat kultivasi tanaman semusim dan minimalkan

pemadatan topsoil akibat lalulintas manusia dan ternak. Penggunaan pupuk hijau, pupuk

kandang dan mulsa akan memperbaiki kandungan hara dan air pada topsoil, dan memacu

perkembangan akar;

(5) Pembakaran harus dihindarkan atau diminimumkan untuk mereduksi kehilangan hara;

(6) Praktek pengendalian hama secara terpadu harus dilakukan, dan penggunaan pestisida

harus diminimumkan untuk menghindari kepunahan musuh-musuh alami yang

Page 13: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

12

bermanfaat. Penggunaan bahan agrokimia dan pengelolaan bahan-bahan limbah secara

hati-hati;

(7) Kalau ternak gembalaan dimasukkan dalam sistem agroforestry, maka ketersediaan hijauan

pakan di musim kemarau harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih jenis ternak

dan stocking-rate, kecuali kalau tersedia sumber pakan alternatif. Overgrazing dan

pemadatan tanah yang berlebihan harus dihindarkan;

(8) Gangguan ternak terhadap tanaman pohon yang baru tumbuh harus dihindarkan ,

terutama tanaman timber;

(9) Pola lalulintas ternak harus dimanipulasi dengan menggunakan barier vegetatif atau

penghalang lainnya supaya jalan ternak yang padat tidak langsung menuruni lereng cukup

panjang atau langsung ke saluran air.

Pemilihan Spesies dan Disain Sistem

Beberapa hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan pilihan spesies pohon

adalah (Wiersum, 1981):

(1) Daya adaptasi terhadap kondisi lingkungan setempat;

(2) Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal. Faktor yang dipertimbangkan

adalah:

a. Tanaman yang dihasilkan (pagan, cash,kayu, hijauan)

b. Waktu tenggang antara saat tanam dan panen

c. Umur dan keteraturan produksi manfaat

d. Periode produksi dalam hubungannya dengan kesesuaian terhadap distribusi tenaga

kerja

e. Popularitas lokal dengan spesies

f. Ketersediaan pasar produk.

(3) Kesesuaian spesies dalam campuran tanaman

(4) Fungsi perlindungan lingkungan hidup (misalnya pe- ngendali erosi tanah, siklus hara)

(5) Karakteristik menejemen (penanaman, panen, pengolahan dan penyimpanan produk).

Page 14: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

13

Menurut Mercer (1985), kriteria penting memilih jenis pohon untuk agroforestry meliputi:

(1) Pertumbuhan cepat, yang memungkinkan panen lebih awal dan hasil per hektar lebih

banyak,

(2) Kemampuan memfiksasi nitrogen dari udara,

(3) Bersifat multiguna,

(4) Produk pohon ada pasarnya,

(5) Ketersediaan bahan bibit yang memadai,

(6) Mempunyai sifat self-pruning,

(7) Rasio antara diameter tajuk dengan diameter bole rendah (yaitu lebar tajuk harus relatif

kecil dibandingkan dengan diameter),

(8) Toleran terhadap naungan dari sisi,

(9) Filotaksisnya harus memungkinkan penetrasi cahaya matahari ke permukaan tanah,

(10) Fenologinya harus menguntungkan bagi periode pertanaman semusim (terutama dalam

hubungannya dengan semi dan gugur daun),

(11) Gugurnya seresah cukup banyak dan mudah terdekomposisi,

(12) Sistem perakarannya dan karakteristik akar yang mengeksploitir lapisan tanah yang

berbeda dengan tanaman pertanian yang mendampinginya,

(13) Kompatibilitas di antara spesies annual dan perennial (misalnya interaksi alelopati dan

interaksi positif).

Dalam hubungannya dengan produk akhir maka karakteristik berikut ini diperlukan

untuk persyaratan tambahan, yaitu;

(1) Pohon untuk produksi timber harus tinggi, cepat tumbuhnya, spesies sekunder dengan

batang lurus, kuat, kayu berbutir halus, dan karakteristik mesinnya bagus;

(2) pohon untuk kayubakar harus mempunyai berat jenis tinggi, regenerasinya mudah dengan

anakan atau bibit kecambah, cepat mengering, mudah dipanen dan diangkut;

(3) Spesies pagar harus mudah ditanam dan tumbuh , tahan terhadap korosi oleh paku dan

kawat;

(4) Pohon untuk buah dan sayur harus beradaptasi secara ekologis, dan harus digunakan

kombinasi pohon yang mampu menyediakan berbagai kebutuhan gizi;

Page 15: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

14

(5) Pohon untuk produksi hijauan dan pupuk hijau harus mampu tumbuh cepat, memfiksasi

nitrogen, dan mempunyai kemampuan belukar yang hebat

Evaluasi Ekonomi Agroforestri

Evaluasi ekonomi wanatani perlu dimulai dari pemahaman atas model atau bentuk

wanatani yang menjadi target analisis. Pemahaman tersebut manyangkut proses dan tahapan

pengembangannya, karakteristik lingkungannya, output yang dihasilkan termasuk jasa

lingkungan, teknologi yang digunakan, kebutuhan modal, biaya sosial yang ditimbulkan jika

memang ada, dan juga manfaat ekologis yang seringkali tidak dengan sengaja untuk dihasilkan

oleh operatornya. Sebagai contoh, budidaya repong damar di Krui, Lampung. Pemahaman

sepintas tentang repong damar adalah bentuk wanatani yang menghasilkan damar, buah-

buahan, kayu, dan berbagai produk non kayu lainnya. Padahal dalam prosesnya, pada 15 tahun

pertama lahan yang sama berupa kebun kopi dan lada. Menyangkut apa yang dihasilkan oleh

wanatani (output), dengan bertolak dari pandangan nilai ekonomi total, penilaian ekonomi

wanatani tidak hanya terbatas pada hasil produksi yang memiliki nilai pasar (buah, getah, serat,

umbi-umbian, kayu, dan produk non kayu lainnya), akan tetapi juga terhadap jasa lingkungan

yang secara empiris tidak atau belum memiliki nilai finansial. Contoh jasa lingkungan yang perlu

diperhitungkan dalam penilaian ekonomi wanatani adalah: nilai keaneka-ragaman hayati yang

mampu dikonservasi atau bahkan dikembangkan, kemampuan untuk meningkatkan dan

menjaga kesuburan tanah, dampak hidrologis dari satu model wanatani dan lain sebagainya.

Demikian juga dengan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun wanatani tidak hanya

terbatas dalam artian jumlah uang yang dikeluarkan para operator, akan tetapi juga

pengorbanan dari pihak lain dengan adanya wanatani tersebut.

Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana penilaian ekonomi terhadap semua

itu dilakukan. Untuk output dan input yang memiliki nilai pasar, harga pasar dapat digunakan

untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan ataupun yang digunakan. Harga pasar yang mana

yang akan digunakan merupakan persoalan yang akan di bicarakan di bagian lain. Untuk menilai

jasa lingkungan terdapat beberapa metoda penilaian yang masuk dalam cakupan ekonomi

lingkungan. Turner et al., (1994) mengelompokan metoda penilaian lingkungan ke dalam dua

Page 16: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

15

ketegori besar, yaitu penilaian dengan pendekatan permintaan pasar (demand curve approach),

dan penilaian dengan pendekatan non-market demand. Pendekatan non-market demand pada

hakekatnya merupakan penialain atas biaya yang harus dikeluarkan sebagai akibat dari satu

aktivitas atau dikeluarkannya satu kebijakan pemerintah.

Pendekatan atau metoda yang termasuk dalam kategori ini adalah: pendekatan effect on

production (EoP) atau metoda opportunity cost (OC) yang merupakan penilaian atas biaya yang

harus dikeluarkan atau kerugian yang harus ditanggung oleh satu proses produksi akibat satu

kegiatan atau kebijakan tertentu; pendekatan dose response (DR) yaitu penilaian terhadap

dampak yang terjadi akibat diterbitkannya ketentuan baku mutu lingkungan tertentu;

pendekatan prevantive expenditure, menilai kesediaan seseorang untuk menjaga kenyamanan

lingkungannya; dan lain sebagainya.

Salah satu cara untuk menilai keberadaan wanatani adalah mengevaluasi produktivitas

wanatani, baik secara finansial maupun secara ekonomi. Produktivitas di sini diartikan sebagai

kemampuan untuk berproduksi yang secara finansial dan ekonomi diukur dari seberapa besar

wanatani mampu memberikan keuntungan berupa pendapatan bersih atau sering disebut

dengan profitabilitas. Pertanyaan pertama yang harus dikemukakan adalah siapa yang

berkepentingan terhadap wanatani dan apa kepentingannya. Jawaban terhadap pertanyaan

tersebut akan menentukan ukuran effisiensi yang mana yang akan digunakan.

Seperti halnya kegiatan pertanian, keberadaan wanatani tidak hanya menjadi

kepentingan petani saja. Akan tetapi juga merupakan kepentingan pemerintah (pengambil

keputusan). Para pengmbil keputusan berkentingan terhadap produktivitas penggunaan lahan,

kelestarian lingkungan, tersedianya lapangan pekerjaan di pedesaan, kecukupan pangan bagi

masyarakat. Kepentingan petani dalam membudidayakan wanatani terutama terletak harapan

untuk mendapatkan penerimaan dari hasil wanatani. Kedua kepentingan tersebut akan

menentukan parameter produktivitas yang mana yang akan dipakai.

Ada beberapa cara dan pengukuran profitabilitas yang lazim dipakai. Analisa Manfaat-

Biaya atau Benefit-Cost Analysis menghasilkan dua parameter: Benefit-Cost Ratio (BCR) dan

Internal Rate of Return (IRR). BCR merupakan perbandingan antara nilai manfaat dan nilai biaya

dari satu investasi pada tingkat bunga yang telah ditentukan. Nilai BCR lebih besar dari satu

Page 17: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

16

menunjukkan bahwa investasi cukup menguntungkan. Sedangkan IRR membandingkan manfaat

dan biaya yang ditunjukkan dalam persentasi.

Dalam hal ini nilai IRR merupakan tingkat bunga di mana nilai manfaat sama dengan nilai

biaya. IRR merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana satu investasi mampu

memberikan keuntungan. Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat bunga umum memberikan

petunjuk bahwa investasi tersebut cukup menguntungkan.

Analisis yang lebih sering digunakan untuk mengukur profitabilitas satu investasi jangka

panjang dalam kegiatan pertanian adalah Net Precent Value, yaitu selisih antara nilai manfaat

dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan. Nilai positif

NPV dari satu system kegiatan investasi (dalam hal ini wanatani) menunjukan bahwa wanatani

tersebut cukupmenguntungkan. Mengingat bahwa para petani wanatani kebanyakan

mengelola sendiri wanataninya, maka profitabilitas yang diukur dengan NPV diturunkan

menjadi penerimaan bersih per hari kerja yang dalam halini disebut dengan return to labor.

Return to labor dihitung dengan cara mengubah tingkat upah dalam perhitungan NPV sehingga

menghasilkan NPV = 0. Perhitungan ini mengubah ‘surplus’ yang ada menjadi upah setelah

memasukkan biaya input dan modal dalam discounted cash flow. Return to labor yang lebih

besar dari tingkat upah umum memberikan indikasi bahwa kegiatan itu memberikan

keuntungan bagi petani.

NPV yang dihitung dengan harga finansial (analisis finansial), yaitu perhitungan dengan

nilai pasar yang mencerminkan penerimaan dan pengeluaran nyata petani, menghasilkan

parameter profitabilitas untuk kepentingan petani. Dalam hal ini akan memberikan estimasi

besarnya keuntungan petani dari sistem wanatani yang dianalisis. Atau dengan perkataan lain

penerimaan nyata petani. Sehingga return to labor yang dihitung dengan nilai finansial,

merupakan indikator profitabiltas bagi petani yang merupakan insentif untuk berproduksi.

Sedangkan perhitungan NPV dengan menggunakan harga-harga ekonomi (analisis ekonomi),

yaitu harga barang dan jasa yang mencerminkan nilai tertinggi, menghasilkan parameter

profitabilitas untuk kepentingan para pengambil keputusan atan masyarakat yang lebih luas.

Mengingat bahwa produktivitas lahan merupakan kepentingan para pengambil keputusan,

Page 18: BAB VII AGROFORESTRY - Sertifikasi Guru Rayon UNSsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Teknik... · pada konservasi lingkungan fisik tersebut sesuai dengan sejarah

17

maka NPV yang dihitung dengan nilai ekonomi, merupakan indicator profitabilitas yang lebih

baik. Karena memasukkan semua komponen lingkungan di dalamnya.