bab v hasil dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Manfaat HPGW
Manfaat langsung HPGW yang berhasil diidentifikasi adalah manfaat
langsung, yaitu: getah pinus, getah kopal, pendidikan lingkungan (kunjungan),
kayu bakar, dan air. Saat ini pengelola HPGW memanfaatkan getah pinus, getah
kopal, pendidikan lingkungan (kunjungan), dan air. Sedangkan masyarakat sekitar
HPGW khususnya Desa Hegarmanah memanfaatkan kayu bakar dan air untuk
keperluan sehari-hari.
Manfaat tidak langsung yang berhasil diidentifikasi adalah peranan HPGW
sebagai penyerap karbon, pencegah erosi, dan keanekaragaman hayati
(biodiversity) yang sangat penting bagi kehidupan.
Manfaat bukan kegunaan (non use-value) yang berhasil diidentifikasi adalah
manfaat keberadaan dari sebuah ekosistem HPGW yang didalamya terdapat
proses ekologis dari komponen biofisik. Kemudian manfaat bukan guna lainnya
adalah nilai warisan yang memiliki wujud dari nilai bibit alami yang dapat
diwarisi ke generasi/kepengurusan HPGW berikutnya.
5.2 Analisis WTP terhadap Mata Air HPGW
Pada penelitian ini responden yang diwawancara sebanyak 50 responden
dimana mereka diminta pendapatnya mengenai kesediaan untuk melakukan
pembayaran jasa lingkungan, selain tentang persepsi terhadap adanya penetapan
kebijaksanaan pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi mata air
dari HPGW. Hal tersebut disebabkan karena terdapat beberapa beberapa
responden yang setuju dilakukan upaya konservasi namun tidak bersedia
membayar pembayaran jasa lingkungan. Alasan responden yang menjawab bahwa
mereka setuju dengan upaya konservasi yang akan dilakukan namun tidak
bersedia untuk membayar adalah responden merasa bahwa mereka tidak
mempunyai uang lebih untuk jasa lingkungan yang mereka terima dan mereka
beranggapan bahwa hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk
31
memberikan sedikit anggaran pemerintah untuk melestarikan kualitas dan
kuantitas mata air dari HPGW.
Berdasarkan pendapat responden mengenai kesediaannya untuk membayar
jasa lingkungan terdapat 41 responden (82%). Sedangkan 9 responden (18%)
tidak bersedia membayar jasa lingkungan. Alasan responden yang bersedia
membayar jasa lingkungan adalah adanya upaya konservasi di mata air dari
HPGW maka mereka dapat memanfaatkan jasa lingkungan yang disediakan oleh
mata air tersebut sampai generasi mendatang.
Pendekatan CVM dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTP
responden terhadap pembayaran jasa lingkungan yang akan diterapkan di mata air
dari HPGW. Hasil pelaksanaan CVM adalah sebagai berikut:
1. Membangun pasar hipotesis (setting-up the hypothetical market)
Berdasarkan pasar hipotesis yang telah dibangun pada saat penelitian yaitu
situasi hipotetik yang menggambarkan keadaan lingkungan mata air dari HPGW
pada masa mendatang akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sehingga
akan dilakukan suatu instrumen ekonomi berupa pembayaran jasa lingkungan
untuk menanggulangi penurunan tersebut, maka responden memperoleh gambaran
tentang situasi hipotetik yang dibangun mengenai upaya perbaikan kualitas dan
kuantitas mata air dari HPGW.
2. Memperoleh nilai WTP (obtaining bids)
Berdasarkan skenario yang ditawarkan pada responden dalam bentuk
kuisioner, diperoleh jawaban pilihan responden terhadap tawaran nilai atas
kesediaan mereka untuk membayar sejumlah uang untuk ikut andil dalam
pembayaran jasa lingkungan.
3. Menghitung dugaan nilai WTP (estimating mean WTP/EWTP)
Dugaan nilai WTP (EWTP) responden dihitung berdasarkan data distribusi
WTP responden. Data distribusi WTP responden dapat dilihat pada Tabel 6.
32
Tabel 6. Distribusi WTP responden masyarakat Desa Hegarmanah
No. Kelas WTP
(Rp/KK/lt)
Frekuensi
(Responden)
Frekuensi
Relatif Jumlah (Rp/lt)
1 0,20 2 0,05 0,01
2 0,30 1 0,02 0,01
3 0,40 3 0,07 0,03
4 0,50 2 0,05 0,02
5 0,70 2 0,05 0,03
6 0,90 1 0,02 0,02
7 1,00 2 0,05 0,05
8 1,10 1 0,02 0,03
9 1,40 2 0,05 0,07
10 1,60 1 0,02 0,04
11 2,30 1 0,02 0,06
12 2,50 2 0,05 0,12
13 2,70 1 0,02 0,07
14 2,90 1 0,02 0,07
15 3,60 1 0,02 0,09
16 9,20 1 0,02 0,22
17 13,20 1 0,02 0,32
18 42,10 1 0,02 1,03
19 47,40 3 0,07 3,47
20 52,60 3 0,07 3,85
21 60,50 1 0,02 1,48
22 63,20 1 0,02 1,54
23 78,90 6 0,15 11,55
24 105,30 1 0,02 2,57
Total 41 1,000 26,73 Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Kelas WTP responden dengan menentukan terlebih dahulu nilai terkecil
sampai nilai terbesar WTP yang ditawarkan responden. Dengan demikian dapat
diperoleh nilai rataan WTP (EWTP) sebesar Rp 26,69/KK/liter.
4. Memperkirakan kurva WTP (estimating bid curve)
Kurva WTP responden berdasarkan nilai WTP responden terhadap jumlah
responden yang memilih nilai WTP tersebut. Gambar 9 dibawah ini menjelaskan
kurva permintaan WTP terhadap pembayaran jasa lingkungan.
33
Gambar 9. Kurva permintaan WTP terhadap pembayaran jasa lingkungan
Berdasarkan dugaan kurva permintaan WTP dapat dihitung surplus
konsumen yang akan diperoleh masyarakat. Surplus konsumen adalah kelebihan
yang diterima responden karena nilai WTP yang diinginkan lebih tinggi daripada
nilai WTP rata-ratanya. Perhitungan surplus konsumen dapat didasarkan pada
rumus:
SK = ∑ (WTPi – P) dimana WTPi > P................................................................(15)
Keterangan:
SK = Surplus konsumen
WTPi = WTP responden ke-i
P = WTP rata-rata
Sehingga surplus konsumen responden terhadap pembayaran jasa
lingkungan mata air HPGW adalah sebesar Rp 16,44/KK/liter.
5. WTP agregat atau total WTP (TWTP)
Nilai total (TWTP) responden dihitung dengan menggunakan rumus (8).
Dari kelas WTP dikalikan dengan frekuensi relatif (ni/N) kemudian dikalikan
dengan populasi dari tiap kelas WTP. Hasil perkalian tersebut kemudian
dijumlahkan sehingga didapatkan total WTP (Rp/liter) oleh responden. Hasil
perhitungan TWTP dapat dilihat pada Tabel 7.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0 10 20 30 40 50
WT
P
(Ru
pia
h/l
iter
)
Jumlah Responden (Orang)
WTP
WTP
34
Tabel 7. Total WTP responden masyarakat terhadap mata air dari HPGW
No. Kelas WTP
(Rp/KK/lt)
Frekuensi
(Responden) Populasi Jumlah (Rp/lt)
1 0,20 2 120,93 24,19
2 0,30 1 60,46 18,14
3 0,40 3 181,39 72,56
4 0,50 2 120,93 60,46
5 0,70 2 120,93 84,65
6 0,90 1 60,46 54,42
7 1,00 2 120,93 120,93
8 1,10 1 60,46 66,51
9 1,40 2 120,93 169,30
10 1,60 1 60,46 96,74
11 2,30 1 60,46 139,07
12 2,50 2 120,93 302,32
13 2,70 1 60,46 163,25
14 2,90 1 60,46 175,34
15 3,60 1 60,46 217,67
16 9,20 1 60,46 556,26
17 13,20 1 60,46 798,12
18 42,10 1 60,46 2545,51
19 47,40 3 181,39 8597,90
20 52,60 3 181,39 9541,13
21 60,50 1 60,46 3658,04
22 63,20 1 60,46 3821,29
23 78,90 6 362,78 28623,38
24 105,30 1 60,46 6366,80
Total 41 2479 66.273,95 Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP dari populasi
adalah sebesar Rp 66.273/liter.
6. Evaluasi pelaksanaan CVM
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R2 sama dengan
26,9 persen. Penelitian ini berkaitan dengan benda-benda lingkungan yang dapat
mentolerir nilai R2 sampai dengan 15 persen (Mitchell dan Carson, 1989 diacu
dalam Hanley dan Spash, 1993), hal ini karena penelitian ini tentang lingkungan
berhubungan dengan prilaku manusia sehingga nilai R2 tidak harus besar. Oleh
35
karena itu, hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini masih dapat diyakini
kebenaran dan keandalannya.
5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP maka telah
ditetapkan 6 variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen yaitu
kualitas air (KA), tingkat pendidikan (TP), jumlah kebutuhan air (JKA), jumlah
pengguna air (JPA), jarak rumah ke sumber air (JRSA), dan rata-rata pendapatan
(RPDT). Namun setelah diuji oleh beberapa pengujian parameter maka
didapatkan dua variabel yaitu variabel tingkat pendidikan dan jarak rumah ke
sumber air. Hasil analisis nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP
Variabel Koefisien Sig Korelasi
Constant 34,244 0,235 (-)
KA -1,239 0,864 Tidak Berpengaruh Nyata
TP -3,416 0,036 Berpengaruh Nyata**
JKA -0,018 0,158 Tidak Berpengaruh Nyata
JRSA 0.010 0,008 Berpengaruh Nyata*
RPDT 0,0000017 0,755 Tidak Berpengaruh Nyata
JPA 0.164 0,960 Tidak Berpengaruh Nyata
R2 26,90%
F-Statistik 2,084 0,081 Keterangan: * pada taraf kepercayaan 99 persen
** pada taraf kepercayaan 95 persen
Model yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup baik. Hal ini ditunjukkan
oleh R2 sebesar 26,9 persen yang berarti 26,9 persen keragaman WTP responden
dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam
model, sedangkan sisanya 73,1 persen diterangkan oleh variabel lain yang tidak
terdapat dalam model. Nilai Fhitung sebesar 2,084 dengan nilai Sig sebesar 0,081.
Dalam hal ini menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden terhadap
pembayaran jasa lingkungan yang akan dilakukan pada taraf α = 5 persen. Model
yang dihasilkan ini telah diuji multikoliniear, normalitas, dan heteroskedastitas
dari hasil ketiganya tidak diperoleh suatu pelanggaran.
Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah:
WTPi = 34,244 – 3,416 TP + 0,010 JRSA.
36
Pada model tersebut variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 95 persen
adalah variabel tingkat pendidikan, sedangkan variabel jarak rumah ke sumber air
berpengaruh nyata pada taraf 99 persen. Variabel tingkat pendidikan memiliki
nilai Sig sebesar 0,036 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata
terhadap nilai WTP responden pada taraf α = 5 persen. Nilai koefisien bertanda
negatif (-) berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka justru akan
cenderung semakin rendah nilai WTP yang akan dikeluarkan oleh responden. Hal
ini disebabkan karena responden yang berpendidikan tinggi berpendapat bahwa
kelestarian mata air yang berada di Hutan Pendidikan Gunung Walat menjadi
tanggung jawab pemerintah. Selain itu fasilitas pengairan yang saat ini menjadi
sangat penting untuk diperhitungkan.
Variabel jarak rumah ke sumber air memiliki Sig sebesar 0.008 yang artinya
bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf α
1 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti bahwa semakin jauh
responden dengan mata air dari HPGW maka akan semakin besar nilai WTP yang
akan dikeluarkan oleh responden. Hal ini disebabkan karena responden lebih
memilih menjaga mata air dari HPGW dibandingkan memperoleh jasa lingkungan
di alternatif pengganti mata air tersebut.
5.4 Analisis nilai ekonomi kayu
Untuk menghitung nilai ekonomi kayu dari tegakan di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW) digunakan metode pendekatan langsung yaitu
menggunakan nilai pasar yang berlaku. Potensi HPGW diperkirakan rata-rata
549,5 m3/ha, dengan hasil inventarisasi hutan seperti yang disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Inventarisasi HPGW tahun 2010
No. Tegakan Luas (ha) Volume (m3/ha)
1 Damar (Agathis loranthifolia) 125 713
2 Pinus (Pinus merkusii) 100 647
3 Puspa (Schima wallichii) 125 308
Rata-rata 549,5 Sumber: TIF Master Universitas Gottingen (2010)
Nilai ekonomi kayu diperoleh dengan menghitung perkiraan pendapatan
dari hasil hutan kayu merupakan output pengusahaan hutan yang berupa kayu
bulat dikalikan dengan harga jualnya. Dalam analisis ini jenis kayu yang dinilai
37
adalah pinus, damar, dan puspa yang dihargai dengan harga kayu di tegakan.
Harga kayu di tegakan dihitung setelah dikurangi biaya operasional (biaya tebang
dan biaya transportasi dari lokasi tebangan ke pabrik), maka didapatkan harga
tegakan sebesar Rp 400.000/m3 untuk semua jenis kayu. Hal ini berdasarkan
harga pasar lokal untuk tahun 2011 di daerah Sukabumi khususnya di Pabrik
Penggergajian Hamid yang terletak di sekitar HPGW. Luasan jenis damar adalah
125 ha, puspa 125 ha, dan pinus 100 ha. Dengan asumsi bahwa HPGW adalah
hutan tanaman dengan rotasi tanam 30 tahun, maka diperoleh nilai kayu yang ada
adalah Rp 2.034.904.167/tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai kayu pada berbagai jenis kayu di HPGW
No. Jenis Kayu Luas
(ha)
Harga
(Rp/m3)
Volume
(m3/ha)
Nilai Total
(Rp/tahun)
1 Damar (Agathis loranthifolia) 125 400.000 713 950.666.667
2 Pinus (Pinus merkusii) 100 400.000 647 690.133.333
3 Puspa (Schima wallichii) 125 400.000 308 410.666.667
Retribusi 16.562.500
Total 2.034.904.167 Sumber: Data primer diolah (2011)
Nilai kayu tersebut hanya sebagai informasi dan bahan pertimbangan
dalam pengelolaan sumberdaya HPGW karena terkait kebijakan HPGW yang
tidak menebang pohon.
5.5 Analisis nilai ekonomi kayu bakar
5.5.1 Konsumsi kayu bakar
Masyarakat Desa Hegarmanah sebagian besar adalah petani dan buruh tani.
Konsumsi energi utama rumah tangga adalah kayu bakar. Kayu bakar terutama
digunakan untuk keperluan memasak nasi, sayur, lauk pauk, dan air. Proses
menyalakan kayu menjadi bara api, biasanya dibantu minyak tanah. Mahalnya
minyak tanah menyebabkan masyarakat hanya menggunakan daun kelapa atau
pelepah bambu untuk menyalakan kayu menjadi api. Proses menyalakan kayu
menjadi api tidak membutuhkan waktu lama karena kayu yang digunakan
umumnya memiliki kadar air yang rendah. Menurut Budiyanto (2009), konsumsi
kayu bakar tidak hanya dikonsumsi oleh rumah tangga tetapi industri rumah
38
tangga (gula aren, tape, arang, dan batu bata di Desa Cicantayan). Konsumsi kayu
bakar yang digunakan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Konsusmsi kayu bakar rumah tangga
Sumber: Data primer diolah (2011)
5.5.2 Nilai manfaat kayu bakar
Nilai manfaat kayu bakar dihitung melalui pendekatan nilai pasar. Total
konsumsi adalah 354 orang/tahun dengan harga pasar Rp 80.000/m3 maka
didapatkan nilai total kayu bakar adalah Rp 106.147.776/tahun
5.5 Nilai ekonomi getah
Getah yang dihasilkan dari HPGW terdiri atas getah pinus dan getah damar.
Getah tersebut merupakan salah satu andalan pendapatan HPGW. Kegiatan
pemanfaatan getah tersebut memberdayakan 45 – 50 orang masyarakat sebagai
penyadap. Keterlibatan penyadap ini turut memberikan kontribusi signifikan
terhadap iklim sosial yang makin kondusif di HPGW.
Untuk menghitung nilai komoditas getah pinus dan damar digunakan
pendekatan nilai pasar, karena getah tersebut bisa langsung diperjualbelikan.
Umumnya getah pinus disalurkan ke pabrik getah seperti PGT Sindang Wangi di
Bandung, sedangkan getah damar dijual ke pasar bebas. Hasil analisis nilai getah
pinus dan damar dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai getah pinus dan damar
No. Komoditas getah Pendapatan (Rp/tahun)
1 Pinus (Pinus merkusii) 996.692.500
2 Kopal (Agathis loranthifolia) 468.645.000
Piutang 123.000.000
Total 1.588.337.500 Sumber: Laporan keuangan HPGW (2011)
No. DusunRata-rata Volume
(m3/bulan)
Jumlah Pengguna
(orang)
Total Volume
(m3/bulan)
1 Nanggerang 0,2982 87 25,9434
2 Cipeureu 0,6034 58 34,9972
3 Citalahap 0,3766 45 16,947
4 Sampay 0,2387 50 11,935
5 Sindang 0,1379 60 8,274
6 Bojongwaru 0,2772 45 12,474
Total 1,932 345 110,5706
39
Berdasarkan Tabel 13 nilai ekonomi getah pinus adalah Rp 996.692.500
/tahun, sedangkan getah kopal Rp 468.645.000/tahun. Kemudian piutang
perusahaan penerima getah sebesar Rp 123.000.000 pada tahun 2011. Dengan
demikian total nilai ekonomi getah di HPGW adalah Rp 1.588.337.500/tahun.
5.6 Nilai Ekonomi Pendidikan Lingkungan
Pendidikan Lingkungan (environmental edication) adalah suatu proses
untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap
lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya dan
masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku,
motivasi, serta komitmen untuk bekerjasama, baik secara individu maupun
kolektif, untuk dapat memecahkan masalah lingkungan saat ini, dan mencegah
timbulnya masalah baru (Unesco 1978).
Nilai ekonomi hutan sebagai sarana pendidikan lingkungan didapatkan dari
laporan keuangan pengelola HPGW pada tahun 2011 sebesar Rp
900.848.800/tahun. Kegiatan pendidikan lingkungan seperti kunjungan universitas
lain, outbond, pertemuan perusahaan, dan kegiatan dalam bidang lingkungan
lainnya.
5.7 Nilai Ekonomi Air
Penilaian ekonomi air rumah tangga menggunakan metode CVM dengan
menanyakan kepada responden dalam kesediaannya membayar (willingness to
pay/WTP). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP dari populasi
adalah sebesar Rp 66.273/liter. Banyaknya kebutuhan air Desa Hegarmanah
adalah 14.4600,57 liter. Nilai ekonomi air didapatkan dengan mengalikan nilai
total WTP dengan jumlah kebutuhan air Desa Hegarmanah, maka diperoleh nilai
ekonomi air sebesar Rp 958.345.356/bulan atau sebesar Rp 11.500.144.267/tahun.
5.8 Nilai Ekonomi Pencegah Erosi
Nilai ekonomi hutan sebagai pencegah erosi dihitung berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Morgan dan Arens (1989) dalam Yakin (2004),
dampak erosi pada lahan kering untuk usaha tani (on-site) dan luar usaha tani (off-
site) di Pulau Jawa cukup besar. Dengan mengasumsikan bahwa dampak erosi
lahan kering di Pulau Jawa sama dengan dampak erosi apabila terjadi di daerah
Gunung Walat, hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya yang berkaitan
40
dengan lahan kering untuk usaha tani (on-site costs) per hektar berkisar 68 US$,
dan biaya terhadap luar usahatani (off-site costs) mencapai 5-19 US$ per tahun
(World Bank, 1990) dalam (Yakin, 2004). Nilai tersebut berlaku pada tahun 1990,
sehingga nilai saat ini untuk on-site costs per hektar berkisar 135 US$, dan biaya
terhadap off-site costs mencapai 10 – 38 US$ karena pengaruh inflasi dengan
asumsi sebesar 6,5% per tahun. Nilai ekonomi hutan sebagai pencegah erosi
dengan menggunakan nilai 1 US$ = Rp 9.000, maka diperoleh biaya:
1. On-site costs = Rp 9.000 x 135 US$ = Rp 1.215.000
2. Off-site costs = Rp 9.000 x 24 US$ = Rp 216.000
Dari perhitungan di atas, maka diperoleh biaya pencegahan erosi apabila ada
HPGW adalah sebesar Rp 1.431.000/ha/tahun. Dengan demikian, nilai ekonomi
pencegah erosi dari HPGW adalah sebesar Rp 513.729.000/tahun dalam luasan
sebesar 359 hektar.
Nilai ekonomi ini dapat dibenarkan, karena menurut beberapa keterangan
masyarakat dan sejarah berdirinya HPGW, sebelum adanya HPGW (sebelum
sekitar 1960-an) lahan yang ada berupa tanah kosong dan gersang. Banyak
masyarakat dan mahasiswa kehutanan yang menanam pohon untuk menutupi
kekosongan dan kegersangan lahan yang ada.
5.9 Nilai Ekonomi Penyerap Karbon
Besarnya kemampuan hutan sebagai penyerap karbon dicerminkan oleh
besarnya volume biomassa dari hutan tersebut. Perhitungan nilai hutan sebagai
penyerap karbon berdasarkan informasi nilai karbon untuk seluruh areal pada
setiap tahunnya digunakan standar sebagai berikut:
1. 1 ton karbon bernilai 10 US$ (ITTO & FRIM, 1994);
2. Berat jenis kayu tropika alam adalah rata-rata 560 kg/m3 (ITTO & FRIM,
1994, digunakan World Bank, 1992);
3. Berat karbon dalam 1 kg kayu kering adalah sekitar 0,5 kg (ITTO & FRIM,
1994);
4. 1 m3 biomassa = 0,28 ton karbon (Roslan & Woon, 1993).
Nilai ekonomi hutan sebagai penyerap karbon dihitung berdasarkan
biomassa yang masih utuh (belum membusuk/terurai). Karena HPGW merupakan
areal yang kayunya tidak ditebang maka diasumsikan biomassa kayu tetap berada
di hutan kecuali kayu yang digunakan masyarakat untuk kayu bakar.
41
Berdasarkan umur pohon-pohon yang ada di HPGW dapat diasumsikan pula
bahwa HPGW telah mencapai kondisi hutan primer, yang menurut Brown dan
Pearce (1994) mengandung karbon 283 tonC/ha. Potensi kayu yang ada di HPGW
adalah 528 m3/ha, dan kayu bakar masyarakat 5,27 m
3/ha maka kandungan karbon
yang ada di HPGW adalah 146,36 tonC/ha. Dengan demikian nilai serapan karbon
yang ada di HPGW sebesar Rp 472.889.160/tahun. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 4.
5.10 Nilai Keanekaragaman Hayati
Manfaat pilihan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dalam penelitian
ini dihitung berdasarkan nilai manfaat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang
ada. Berdasarkan keadaan alamiahnya, HPGW termasuk ke dalam hutan
sekunder, artinya sudah ada campur tangan manusia dalam pengelolaan hutan.
Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan sekunder adalah sebesar US $
32,5/ha/tahun apabila keberadaan hutan tersebut secara ekologis penting dan tetap
terpelihara relatif alami (Ministry of State for Population and Environment, 1993)
dalam (Wildayana 1999). Dengan asumsi inflasi sebesar 6,5% per tahun, nilai
manfaat keanekaragaman hayati adalah US S 100/ha/tahun. Nilai ekonomi
manfaat diperoleh dengan mengalikan keanekaragaman hayati per hektar per
tahun dengan seluruh luasan HPGW yang ada. Menggunakan nilai kurs 1 US $ =
Rp 9.000, maka diperoleh nilai ekonomi manfaat keanekaragaman hayati sebesar
Rp 3.231.000.000/tahun atau sebesar Rp 9.000.000/ha/tahun.
5.11 Nilai keberadaan
Nilai keberadaan Hutan Pendidikan Gunung Walat dihitung berdasarkan
pendekatan biaya pengganti, untuk menentukan biaya yang harus ditanggung
masyarakat untuk mengganti aset yang telah rusak atau menyusut jumlahnya.
Biaya penggantian digunakan sebagai pendekatan nilai dari manfaat untuk
menghindari kerusakan yang terjadi atau yang akan terjadi di masa depan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Sumber Daya Alam (2009), biaya
pemulihan ekologi hutan per hektar per tahun sebesar Rp 101.165.000 sehingga
untuk melakukan pemulihan ekologi hutan seluas 359 Ha adalah sebesar Rp
36.318.235.000/tahun. Rincian biaya total pemulihan ekologi per hektar per tahun
dapat dilihat pada Tabel 13.
42
Tabel 13. Biaya total pemulihan ekologi hutan per hektar per tahun
Sumber: Lembaga Sumber Daya Alam (2009)
5.12 Nilai warisan
Nilai warisan yang diduga adalah melalui pendekatan nilai yang berasal dari
bibit alami di HPGW karena nilai warisan adalah nilai yang dapat diberikan oleh
pengelola HPGW terhadap sumberdaya alam yang ada di HPGW, agar tetap utuh
untuk diberikan kepada generasi akan datang/kepengurusan pengelola HPGW
berikutnya.
Bibit alami yang akan dinilai dalam penelitian ini adalah bibit/anakan
agathis (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii), dan puspa (Schima
wallichii). Diperkirakan potensi bibit/anakan adalah 200 batang per hektar yang
layak dijadikan bibit alami (Roslinda 2002).
Untuk penilaian ekonomi bibit alami ini digunakan metode pendekatan
langsung (nilai pasar). Biaya yang dikeluarkan pengelola berupa polybag, pupuk,
dan upah adalah Rp 900 per bibit, dimana upah untuk masyarakat yang
mengerjakan adalah Rp 400 per bibit. Harga jual bibit alami ini berkisar antara Rp
2.500 – Rp 4.500 per polybag.
Dengan menganggap produksi bibit anakan adalah 200 batang per hektar,
maka potensi bibit alami adalah 200 x 359 = 71.800 batang per tahun. Biaya yang
harus dikeluarkan untuk 71.800 batang adalah sebesar Rp 64.620.000. bila rata-
rata harga bibit adalah Rp 4.000, berarti nilai warisan dari bibit alami adalah Rp
4.000 x 71.800 - Rp 64.620.000 = Rp 222.580.000 per tahun. Dimana kontribusi
yang bisa diberikan kepada masyarakat yang mengerjakannya adalah Rp
28.720.000 per tahun.
No. Rincian Biaya Jumlah (Rp) Penelitian
1 Biaya pembuatan reservoir 40.500.000 (-)
2 Pengatur tata air 22.810.000 Maman (1999)
3 Pembentukan tanah 500.000 Maman et al (1998)
4 Pendaur ulang unsur hara 4.610.000 Pangestu dan Ahmad (1998)
5 Pengurai limbah 435.000 Pangestu dan Ahmad (1998)
6 Pelepasan karbon 32.310.000 Winda (2003)
Total 101.165.000
43
5.13 Nilai Ekonomi Total Hutan Pendidikan Gunung Walat
Berdasarkan hasil kuantifikasi nilai ekonomi dari setiap manfaat Hutan
Pendidikan Gunung Walat per tahun, maka nilai ekonomi total hutan tersebut
dapat diperoleh sebesar Rp 54.853.911.503/tahun.. Nilai ekonomi total HPGW
dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Nilai ekonomi total Hutan Pendidikan Gunung Walat
No. Jenis Manfaat Nilai Ekonomi (Rp/tahun) Persentase (%)
1 Kegunaan Langsung
Nilai Kayu* (2.034.904.167) (3,58)
Nilai Kayu Bakar 106.147.776 0,19
Nilai Getah 1.588.337.500 2,79
Nilai Pendidikan Lingkungan 900.848.800 1,58
Nilai Air 11.500.144.267 20,22
2 Kegunaan Tidak Langsung
Nilai Penyerap Karbon 472.889.160 0,83
Nilai Pencegah Erosi 513.729.000 0,90
Nilai Keanekaragaman Hayati 3.231.000.000 5,68
3 Bukan Kegunaan
Nilai Keberadaan 36.318.235.000 63,84
Nilai Warisan 222.580.000 0,39
Nilai Ekonomi Total 54.853.911.503 Sumber: Hasil perhitungan data primer (2011)
Tabel 15 diatas menunjukkan bahwa nilai ekonomi manfaat langsung
terdiri atas nilai kayu, nilai kayu bakar, nilai pendidikan lingkungan, dan nilai
getah. Jika dijumlahkan maka total nilai langsung (direct use value) sebesar Rp
14.095.478.343/tahun. Nilai ekonomi manfaat tidak langsung (indirect use value)
sebesar Rp 4.217.618.160/tahun. Hasil perhitungan ini membuktikan bahwa
HPGW memiliki nilai ekonomi juga memiliki nilai hidrologi yang jika ditaksir
nilainya secara ekonomi memiliki nilai yang sangat tinggi. Dengan menjumlahkan
antara nilai ekonomi manfaat langsung dan nilia ekonomi manfaat tidak langsung
diperoleh nilai ekonomi manfaat kegunaan (use value) HPGW sebesar Rp
18.313.096.503/tahun.
Tabel 15 di atas juga memperlihatkan bahwa nilai ekonomi manfaat
keberadaan adalah sebesar Rp 36.318.235.000/tahun dan nilai manfaat warisan
adalah sebesar Rp 222.580.000/tahun. Dengan menjumlahkan antara nilai mnfaat
keberadan dan nilai manfaat warisan, maka diperoleh nilai ekonomi manfaat
44
bukan kegunaan (non use value) Hutan Pendidikan Gunung Walat sebesar Rp
36.540.815.000/tahun.
Nilai ekonomi total HPGW diperoleh dengan menjumlahkan antara nilai
ekonomi kegunaan dan nilai ekonomi bukan kegunaan HPGW. Dari perhitungan
diperoleh nilai ekonomi total HPGW sebesar Rp 54.853.911.503/tahun.