bab v gabungan smua
DESCRIPTION
gabungan smuaTRANSCRIPT
Bab V
Pembahasan
1.1 Sebaran Kejadian Low Back Pain Pada Pengunjung Puskesmas Kelurahan
Sukabumi Utara, Jakarta BaratAgustus 2015
Pada tabel 4.1 didapatkan bahwa sebaran kejadian Low Back Pain adalah
sebanyak 82 orang dengan persentase 80.4%, dan jumlah sebaran kejadian tidak Low
Back Pain adalah sebanyak 20 orang dengan persentase 19.6%. Jumlah Low Back Pain
mempunyai frekuensi yang lebih banyak dibandingkan jumlah kejadian tidak Low Back
Pain pada pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi SelatanAgustus 2015.
Menurut Anderson 1999, kira-kira 60%-80% pernah mengalami LBP di suatu saat
dalam hidup mereka. Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil kejadian
LBP sebanyak 80.4% pada pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara Agustus
2015. Perolehan dari data diketahui sebaran kejadian LBP bersesuaian dengan
penelitian sebelumnya.
1.2 Analisis Univariat Umur, Jenis Kelamin, Indeks Massa Tubuh, Beban Kerja
Fisik, Trauma, Posisi Duduk, dan Pengetahuan Pada Pengunjung Puskesmas
Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat Agustus 2015.
Pada tabel 4.2, berdasarkan tabel umur, didapati distribusi terbanyak pada
kategori umur 25 - 55 tahun dengan jumlah 53 orang dengan persentase 52.0%, diikuti
kategori umur 56 - 65 tahun sebanyak 49 orang dengan persentase 41.2%.
Pada tabel 4.2, berdasarkan tabel jenis kelamin, didapati distribusi terbanyak pada
wanita yaitu 60 orang dengan persentase 58.8% diikuti dengan distribusi laki-laki
sebanyak 42 orang dengan persentase 41.2%.
Pada tabel 4.2, berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), didapati distribusi IMT
terbanyak pada kategori lebih yaitu 56 orang dengan persentase 54.9%, diikuti IMT
dengan kategori normal sebanyak 35 orang dengan persentase 34.3%, dan IMT dengan
kategori kurang sebanyak 11 orang dengan persentasi 10.8%.
Pada tabel 4.2, berdasarkan tabel beban kerja fisik, didapati distribusi terbanyak
adalah beban kerja fisik <25 kg yaitu 79 orang dengan persentase 77.5% diikuti
distribusi beban kerja ≥25 kg yaitu sebanyak 23 orang dengan persentase 22.5%.
Pada tabel 4.2, berdasarkan tabel trauma, didapati distribusi terbanyak pada tidak
pernah trauma yaitu sebanyak 92 orang dengan persentase 90.2%, diikuti pernah trauma
yaitu 10 orang dengan persentase 9.8%.
Pada tabel 4.2, berdasarkan tabel posisi duduk, didapati bahwa posisi duduk
dengan kategori duduk tegak mempunyai distribusi terbanyak dengan jumlah 61 orang
dengan persentase 59.8% diikuti kategori duduk membungkuk sebanyak 41 orang
dengan persentase 20.2%.
Pada tabel 4.2, berdasarkan tabel pengetahuan, didapati pengetahuan dengan
kategori cukup mempunyai distribusi terbanyak dengan jumlah 42 orang dengan
persentase 41.2% diikuti pengetahuan dengan kategori kurang sebanyak 37 orang
dengan persentase 36.3% dan pengetahuan dengan kategori baik sebanyak 23 orang
dengan persentase 22.5%.
1.3 Hubungan Antara Faktor Umur dengan Kejadian Low Back Pain Pada
Pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat Agustus
2015
Penelitian yang dilakukan oleh Garg dalam Pratiwi pada tahun 2009
menunjukkan insiden LBP tertinggi pada umur 35-55 tahun dan semakin meningkat
dengan bertambahnya umur. Hal ini diperkuat dengan penelitian Sorenson dimana pada
usia 35 tahun mulai terjadi nyeri punggung bawah dan akan semakin meningkat pada
umur 55 tahun12
Dari penelitian Mario Polo Widjaya pada tahun 2014, hasil penelitian
terhadap 100 sampel menunjukan bahwa 43 pekerja mengalami LBP, kejadian pada
kelompok umur < 25 tahun sebanyak 3 orang (6,98%), kelompok umur 25-35 tahun
sebanyak 14 orang (32,55%), kelompok umur 36-45 tahun sebanyak 16 orang
(37,21%) dan kelompok > 45 tahun sebanyak 10 orang (23,26%). Berdasarkan hasil
analisis uji statistik, diperoleh nilai p = 0,004 Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian low back pain.15
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zaki pada tahun 2008, yang
mendapatkan bahwa insiden tertinggi LBP terjadi pada kelompok umur 36-45 tahun,
sedangkan yang terendah pada kelompok umur 18-25 tahun. Hasil serupa didapat
oleh Djais (2002), dimana puncak kejadian LBP pada laki-laki dengan usia rata-rata
45 ± 13,9 tahun. 15
Hal ini sejalan dengan kesimpulan yang didapat Pratiwi et all pada tahun 2009
bahwa pertambahan umur seseorang akan disertai dengan penurunan kapasitas fisik
dan kemampuan fungsional. Salah satu gejala proses penuaan adalah terjadinya
degenerasi tulang, yang dapat meningkatkan risiko nyeri punggung bawah. Hal ini
terjadi pada saat seseorang berusia 40 tahun ke atas, sehingga kemampuan kerjanya
menurun.15
1.4 Hubungan Faktor Jenis Kelamin dengan KejadianLow Back Pain Pada
Pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat Agustus
2015
Hubungan antara faktor jenis kelamin terhadap kejadian low back pain melalui
uji Chi-Square didapatkan X2= 0.905, karena p > 0,05 maka Ho gagal ditolak. Artinya,
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor jenis kelamin dengan kejadian
low back pain.
Hasil penelitian ini berseuaian dengan hasil penelitian oleh Olsen et al, yang
menunjukkan tidak terdapat perbedaan prevalensi LBP antara perempuan dan laki-laki
(masing-masing 30.7% dan 30%). Satu meta-analisis yang dilakukan oleh Immaculada
et al juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
prevelansi LBP.1
Hasil ini bertentangan dengan beberapa penelitian lain yang menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian LBP.
Antaranya adalah penelitian oleh Shebad et al dan Kovacs et al yang menunjukkan
adanya prevelansi LBP yang lebih tinggi pada wanita (masing-masing 64.7% dan
69.3%) dibandingkan dengan laki-laki (masing-masing 50.8% dan 50.9%).1
Selain itu, NIOSH 1997 dan juga penelitian di RSUD Professor dr Margono
Soekarjo Purwokorto juga menyatakan prevalensi terjadinya LBP lebih banyak pada
wanita berbanding laki-laki. 12
Perbedaan ini mungkin terjadi karena jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian kami kecil. Selain itu, terdapat hal lain yang boleh menjadi faktor
kofounding mempengaruhi hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian LBP.
1.5 Hubungan Faktor Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Low Back Pain Pada
Pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat Agustus
2015
Hubungan antara faktor indeks massa tubuh terhadap kejadian low back pain
melalui uji Chi-Square didapatkan X2= 0.782, karena p > 0,05 maka Ho gagal ditolak.
Artinya, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor indeks massa tubuh
dengan kejadian low back pain.
Hasil ini bertentangan dengan beberapa penelitian lainnya yang menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara IMT dengan kejadian LBP. Menurut hasil
penelitian Purnamasari dkk 2010, terdapat hubungan signifikan antara obesitas dengan
kejadian LBP (p=0.032, α=0.05). Purnamasari dkk juga menyatakan bahwa seseorang
dengan berat badan berlebihan lima kali lipat lebih beresiko menderita LBP berbanding
orang dengan berat badan ideal.16 Selain itu, penelitian oleh Webb R et al juga
menunjukkan bahwa adanya asosiasi antara obesitas dengan LBP (OR, 1.7; 95%
confidence interval, 1.1–2.5).17
Perbedaan ini, sama seperti pada variabel lainnya, mungkin terjadi karena jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian kami kecil. Selain itu, terdapat hal lain yang
menjadi faktor kofounding mempengaruhi hubungan antara IMT dengan kejadian LBP.
Selain itu, sesuai dengan systemic review yang dilakukan oleh Leboeuf-Yde, didapatkan
bahwa BMI merupakan faktor resiko LBP yang lemah. 32% dari 56 hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dengan LBP, namun secara statistik,
hasil penelitian ini mempunyai angka signifikan yang lemah.18
1.6 Hubungan Faktor Beban Kerja Fisik dengan Kejadian Low Back Pain Pada
Pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat Agustus
2015
Hubungan antara faktor beban kerja fisik terhadap kejadian low back pain
melalui uji Fisher didapatkan X2= 1.000, karena p > 0,05 maka Ho gagal ditolak.
Artinya, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor beban kerja fisik dengan
kejadian low back pain.
Pada penelitian Nurwahyuni et all pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
responden yang memiliki berat beban yang tidak memenuhi syarat (≥ 25 Kg) lebih
banyak yakni 74 responden(97,4%) dibanding dengan berat beban yang memenuhi
syarat (< 25 kg ) yaitu dua reponden (2,6%). Berdasarkan hasil analisis uji statistik,
diperoleh nilai p= 0.037 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara beban kerja fisik dengan kejadian low back pain.19
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian kami di karenakan rata-rata
pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara Agustus 2015 terdiri dari ibu rumah
tangga, orang lansia, dan karyawan yang beban kerjanya tidak lebih dari 25kg. Oleh
kerana itu, hasil dapatan dari penelitian ini mendapatkan tidak ada hubungan antara
faktor beban kerja fisik dengan kejadian LBP.
1.7 Hubungan Faktor Trauma dengan Kejadian Low Back Pain Pada Pengunjung
Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat Agustus 2015
Hubungan antara faktor trauma terhadap kejadian low back pain melalui uji
Fisher didapatkan X2= 0.407, karena p > 0,05 maka Ho gagal ditolak. Artinya, tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara faktor trauma dengan kejadian low back pain.
Hasil ini bersesuaian dengan hasil penelitian oleh Purnamasari dkk, dimana
didapatkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara trauma dengan kejadian LBP
(p=0.41, α=0.05).16
Selain itu, penelitian oleh Eugene et al juga menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara trauma dengan kejadian LBP (p=0.59).20
Hasil penelitian ini bagaimanapun tidak bersesuaian dengan penelitian oleh
Bridger 2008 yang menyatakan riwayat terjadinya trauma pada tulang belakang juga
menjadi faktor resiko terjadinya LBP kerana terjadinya kerusakan struktur tulang
belakang yang dapat menyebakan nyeri berterusan pada tulang belakang. Dari
Sama seperti pada variabel lain, perbedaan ini mungkin terjadi karena jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian kami kecil. Selain itu, terdapat hal lain yang
boleh menjadi faktor kofounding mempengaruhi hubungan antara trauma dengan
kejadian LBP. Sulit untuk dibuktikan apakah ada hubungan signifikan antara trauma
dengan kejadian LBP karena tidak banyak penelitian yang dilakukan bagi meneliti hal
ini. Selain itu, tipe trauma itu sebaiknya di kategotikan, seperti apakah traumanya
besar, kecil ataupun kumulatif.
1.8 Hubungan Faktor Posisi Duduk dengan Kejadian Low Back Pain Pada
Pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara, Jakarta Barat Agustus
2015
Hubungan antara faktor posisi duduk terhadap kejadian low back pain melalui
uji Chi-Square didapatkan X2= 0.010 , karena p < 0,05 maka Ho ditolak. Artinya,
terdapat hubungan yang bermakna antara faktor posisi duduk dengan kejadian low back
pain.
Hubungan antara faktor posisi dudukterhadap kejadian low back pain melalui uji
Chi-Square didapatkan X2= 0.010 , karena p < 0,05 maka Ho ditolak. Artinya, terdapat
hubungan yang bermakna antara faktor posisi duduk dengan kejadian low back pain.
Menurut Samara 2004, setiap posisi duduk memberikan tekanan yang berbeza
terhadap tulang belakang, tekanan yang besar pada diskus vertebralis akan
menyebabkan nyeri LBP.14
Berikutan penelitian Ahmad 2014, didapatkan uji korelasi diantara variabel
posisi duduk dengan kejadian LBP diperoleh p = 0.000, dengan jumlah sampel
sebanyak 50 responden di Kelurahan Penjaringan 2014.21
Ini diperkuat dengan penelitian Parjoto 2007 yang membahagikan posisi duduk
kepada duduk tegak dan duduk condong ke depan (membungkuk).22
penelitian-penelitian itu menyimpulkan tekanan paling besar adalah pada posisi
duduk membungkuk dan paling berhubungan dengan kejadian LBP berbanding posisi
duduk yang lain.14,21
Didapatkan penelitian ini bersesuaian dengan penelitian sebelumnya, dimana
pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara Agustus 2015 yang mempunyai
kebiasaan duduk membungkuk dalam aktivitas sehari-hari menderita nyeri LBP.
1.9 Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Kejadian Low Back Pain Pada
Pengunjung Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara Agustus 2015
Hubungan antara faktor pengetahuan terhadap kejadian low back pain melalui
uji Chi-Square didapatkan X2= 0.820, karena p > 0,05 maka Ho gagal ditolak. Artinya,
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan dengan kejadian low
back pain.
Hasil penelitian ini bersesuaian dengan hasil penelitian oleh penelitian oleh TS
Wong et al, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan LBP (p=0.11).23
Satu lagi penelitian oleh dengan menggunakan 109 orang perawat sebagai
sampel menunjukkan bahwa sekalipun 54% dari jumlah ini pernah mendapatkan
informasi mengenai LBP, angka prevelansi LBP tetap tinggi yaitu 84%.24
Bagaimanapun, menurut Legiran dkk, pengetahuan tentang nyeri LBP dapat
mencegah terjadinya nyeri LBP dengan menghindari faktor-faktor resiko. Perbedaan ini
mungkin terjadi karena sulitnya untuk menentukan tahap pengetahuan sesorang
mengenai LBP secara tepat. Selain itu, perlu juga diteliti apakah pengetahuan mengenai
LBP ini akan mempengaruhi sikap seoseorang. Penambahan jumlah sampel juga
mungkin akan menambah baiki hasil penelitian ini.