bab iv telaah atas sifat wajib rasul sebagai...
TRANSCRIPT
76
BAB IV
TELAAH ATAS SIFAT WAJIB RASUL SEBAGAI PROTOTIPE
KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD
DALAM PENDIDIKAN
A. Urgensitas Penerapan Nilai-nilai Sifat Wajib Rasul dalam Menjalankan
Kepemimpinan Pendidikan.
Islam diturunkan sebagai ajaran yang sempurna dari sumbernya Allah
SWT. yang maha sempurna dan akan dipelihara kesempurnaannya hingga
akhir zaman. Ajaran ini harus dijadikan pedoman hidup bagi setiap manusia
yang menginginkan kemuliaan tidak sekedar di mata manusia tetapi di sisi
Allah SWT. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat
tidak dapat dihindari pasti membutuhkan orang lain dalam menjalani hidup
ini. Mustahil ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa bantaun dari orang
lain, untuk itu mereka membentuk satu kelompok sambil mengaktualisasikan
dirinya untuk menemukan jati dirinya. Setiap orang sebagai individu
memerlukan bantuan orang lain, bukan menjadi sama dengan orang lain,
tetapi justru untuk menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.
Setiap orang bilamana dibandingkan dengan orang lain akan terlihat
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Setiap orang mempunyai
keinginan, kehendak, pikiran, pendapat, kebutuhan, sifat tingkah laku dan
lain-lain yang berbeda-beda. Namun di antara yang berbeda itu terdapat juga
yang sama atau memiliki kesamaan sehingga menjadi motivasi untuk
mewujudkan kelompok atau organisasi yang memungkinkan orang untuk
tergabung di dalamnya meningkatkan efektivitas, memanfaatkan kesamaan itu
untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kondisi seperti itu, perbedaan di antara sekolompok orang yang
memiliki kesamaan, akan memunculkan orang yang menjadi pemimpin di
antara sejumlah orang yang lebih banyak, sebagai pihak yang memerlukan
pimpinan. Misalnya kesamaan agama, idiologi, pekerjaan, suku, profesi,
77
minat, kegemaran/hobi dan lain-lain memberikan motivasi sejumlah orang
untuk membentuk kelompok atau organisasi. Di antara orang-orang itu
terdapat seseorang atau beberapa orang yang tampil menjadi pemimpin atau
pemimpin-pemimpin, karena memiliki kelebihan-kelebihan terutama berupa
berupa kemampuan mewujudkan kepemimpinan.
Muhammad al-Buraey mengutip pendapat Hersey dan Blanchaer yang
memandang bahwa kepemimpinan sebagai “pengaruh antar pribadi yang
dilaksanakan dalam satu situasi dan diarahkan melalui komunikasi, menuju
pencapaian tujuan atau tujuan tertentu”.1 Jadi dalam hal ini nampak bahwa
adanya hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin karena dalam
komunikasi pasti melibatkan dua unsur, dalam hal ini pemimpin dan yang
dipimpin (bawahan) keduanya saling menunjang dan bergantung yang terikat
atau yang mengikatkan diri dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan
bersama yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab pemimpin ialah
mengarahkan, menuntun, memberi motivasi dan mendorong orang yang
dipimpin untuk berbuat guna mencapai tujuan, sedangkan tugas dan tanggung
jawab yang dipimpin yakni mengambil bagian aktif dalam mensukseskan
pekerjaan yang mengantarnya kepada tercapainya tujuan, di mana di
dalamnya memerlukan adanya kesatuan komando (unity of command) dalam
setiap organisasi.
Tanpa adanya komando yang didasarkan atas waktu perencanaanya
dan kebijaksanaan yang jelas, maka jangan diharapkan tujuan akan dapat
dicapai dengan baik. Bahkan bisa terjadi kesemerawutan dan anarki dalam
pekerjaan yang membuat arah tindakan menjauhi tujuan. Pada titik inilah
kewajiban untuk mentaati kebijakan pemimpin dalam peraturan yang telah
ditetapkan tidak bisa ditawar-tawar dan menjadi sebuah kewajiban bawahan
untuk mentaati pemimpin itu.
Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 59:
1 A. Muhammad al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Adminditratif Pembangunan,
(Jakarta : Rajawali, 1986), hlm. 375
78
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي األمر منكم )59: النساء (فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasulnya dan orang-orang yang berkuasa di antara kamu, maka sekiranya diantara kamu berbantahan dalam suatu perkara, hendaklah kamu kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya” (Q.S an-Nisa :59).2
Ayat ini dengan jelas memerintahkan kepada kita semua untuk taat
dan patuh kepada seorang pemimpin, baik dalam segala level kehidupan
asalakan pemimpin yang kita ikuti tersebut tidak keluar dari ajaran serta
hukum-huku yang terkandung di dalamnya. Apabila terjadi perselisihan
diantara mereka hendaklah dikembalikan kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-
Nya (as-Sunnah).
Pembahasan tentang kepemimpinan telah merujuk pada suatu
fenomena kemampuan seseorang dalam mengg0rakkan, membimbing dan
mengarahkan orang lain dalam suatu kerja sama. Dalam hal ini apabila
dipadukan dengan istilah pendidikan maka muncullah istilah kepemimpinan
pendidikan. Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan tentang arti dari
kepemimpinan yang dikerucutkan pada kepemimpinan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw. yang akhirnya dari situ pula diperolah gambaran yang
cukup jelas bahwa kepemimpinan yang telah dijalankan Nabi Muhammad
saw. banyak mengandung unsur-unsur serta nilai-nilai yang syarat dengan
muatan pendidikan. Sehingga kenyataan itulah yang akhirnya menjadi sebuah
hal yang menarik untuk dikaji secara mendalam dengan usaha menguak dan
mancari serta menelusuri sebetulnya faktor apa yang mempengaruhi
kesuksesan Nabi Muhammad saw dalam memimpin umatnya itu.
Kepemimpinan dari sudut agama Islam secara sederhana oleh setiap
pemimpin harus diajalankan sebagai rangkain kegiatan atau proses menyeru
agar orang lain di lingkungan masing-masing menjadi manusia beriman,
dalam abad modern bukanlah pekerjan yang mudah. Tugas dan kewajiban
pemimpin memang tidaklah mudah, membutuhkan berbagai macam unsur
2 Soenaryo, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang: al-Wa’ah, 1993), hlm. 128
79
yang mendukung terwujudnya kepemimpinan yang efektif serta mempunyai
nilai mulia di sisi Allah Swt. Untuk memenuhi hal itu dibutuhkan seorang
pemimpin yang menjunjung pada nilai-niali kebenaran, dan seorang
pemimpin yang penuh tanggung jawab, mempunyai loyalitas tinggi, dan dapat
menjaga amanah dengan baik.
Karakteristik kepemimpinan seperti yang diidealkan tersebut, hanya
dapat ditemukan dalam pribadi Nabi Muhammad saw, sebab kepemimpinan
beliau berjalan di atas landasan spiritual yang paling tinggi dengan Allah
langsung sebagai pembimbingnya. Di sini berarti pula bahwa ketaatan kepada
Rasulullah merupakan ketataan kepada Allah. Mengingat tujuan dari
kepemimpinan beliau adalah mengajak beriman kepada Allah. Untuk itu,
segala perbuatan dan perkataan beliau, dalam memimpin haruslah ditaati. Hal
ini ditegaskan dalam firman Allah sebagai berikut :
)64: النساء (وما أرسلنا من رسول إال ليطاع بإذن الله“Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah” (Q.S : an-Nisa 64).3
)80: النساء (ع الرسول فقد أطاع اللهمن يط“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah” (Q.S : an-Nisa 80).4
Dari kedua ayat di atas, Allah dengan serius menekankan kita untuk
taat kepada perintah Rasulullah. Dan nilai yang dianjurkan Rasulullah dalam
memimpin selayaknya dapat dijadikan contoh dan teladan bagi pemimpin
yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinan yang dijalankan. Terlebih
lagi menjadi keharusan bagi seorang pendidikan yang mempunyai peran
sebagai pemimpin bagi anak-anak didiknya untuk memiliki karakteristik yang
mencerminkan seorang pendidik yang baik layaknya sifat yang dicontohkan
oleh Rasulullah.
3 Ibid, hlm. 129 4 Ibid., hlm. 132
80
Dari sisi lain umat Islam memerlukan pengorganisasian dengan
kepemimpinan yang beriman, untuk mempersatukan agar menjadi kekuatan
yang terarah pada perwujudan kegiatan yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT. Demikian halnya dalam sebuah organisasi yang berintikan pada
pendidikan haruslah menanamkan jiwa keimanan pada setiap individu
pendidik selaku perannya sebagai pemimpin dalam pendidikan. Pemimpin
pendidikan di sini bukanlah sekedar seorang yang berada pada pucuk
pimpinan seperti kepala sekolah, supervisor atau administrator saja, melainkan
seorang guru yang menjadi pendidik bagi anak-anak yang justru perlu
menerapkan jiwa kepemimpinannya dalam menanamkan nilai-nilai baik pada
anak didiknya. Untuk itu kepemimpinan seorang guru juga tetap harus
diterapkan pada masing-masing pendidik sebagai modal dasar membentuk
jiwa dan kepribadian yang tangguh pada anak.
Kepemimpinan dalam Islam mempunyai aspek tersendiri di antara
berbagai aspek kehidupan disorot oleh al-Quran dan al-Hadits. Dalam praktek
ibadah formal yang dimanifestasikan melalui ibadah shalat berjamaah yang
terdiri dari Imam dan makmum sampai masyarakat terkecil di dalam keluarga,
pemimpin dan kepemimpinan berperan penting.5 Terlebih lagi dalam
pendidikan, kepemimpinan memegang kunci yang urgen di bawah seorang
pemimpin yang benar-benar dapat menerapkan kepemimpinan yang sesuai
dengan perkembagan dan kebutuhan pendidikan.
Kriteria dan syarat menjadi seorang pemimpin dalam proses
memimpin orang lain dibutuhkan individu-individu pemimpin yang memiliki
sifat-sifat mulia seperti sifat-sifat yang melekat pada diri Nabi Muhammad
saw. terangkum menjadi satu-kesatuan sifat wajib meliputi shiddiq, amanah,
tabligh dan fathonah. Sifat-sifat rasul akan menjadi sebuah prototipee dan
prinsip tersendiri bagi seorang pemimpin pendidikan dalam menjalankan
kepemimpinannya dengan menerapkan nilai-nilai luhur ini, di antaranya :
1. Prinsip Kejujuran (shiddiq).
5 Ali Anwar, Wawasan Islam , (Bandung : Pustaka Setia, 2002), hlm. 97
81
Kejujuran merupakan faktor utama seseorang dapat dipercaya
orang lain, kejujuran akan melahirkan kepercayaan dari orang lain, sekali
tidak jujur akan sulit menimbulkan kepercayaan dari bawahan. Dengan
keimanan yang dia miliki, dia akan senantiasa berkata benar dan
meneladani kepemimpinan Allah dan Rasulnya. Demikian halnya dalam
sebuah kepemimpinan tanpa ada transparasi dari atasan kepada bawahan
dapat menghambat hubungan saling menjauh di antara keduanya. Ini
disebabkan tidak adanya sikap keterbukaan informasi yang diberikan
pemimpin kepada anggotanya, sehingga seolah-olah ada jarak yang
memisahkan, yang akibatnya menimbulkan sikap apatis dan tidak peduli
dari bawahan pada atasan.
Prinsip kejujuaran yang harus dijunjung oleh pemimpin tidak
memiliki tendensi apapun, sebab pemimpin yang baik hanya mengharap
ridha dari Allah, yang ini berarti pemimpin berusaha untuk jujur di
hadapan Allah. Sedangkan jujur terhadap orang lain, yakni tidak sebatas
berkata dan berbuat benar, namun berusaha memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi orang lain.6
Sikap jujur terhadap anggota berarti sangat prihatin dan peka
melihat penderitaan yang dialami mereka, sehingga sifat shiddiq
merupakan sikap empati yang sangat kuat dan mempunyai jiwa pelayanan
yang prima. Pelayanan itu dapat diwujudkan melalui sikap pemimpin yang
senantiasa membimbing anggotanya dan bertindak sebagai konsultan bagi
guru-guru yang dapat membantu memecahkan permasalahan mereka.7 Ia
hendaknya berusaha meningkatkan kemampuan staf untuk bekerja dan
berfikir bersama. Sikap ini akan memberi pengaruh bawahan menjadi
merasa tenang, bahkan akan bertambah sayang dan percaya pada atasan
yang akhirnya berdampak pada etos kerja dari bawahan karena perilaku
dan sikap atasannya memberi contoh yang baik. Pemimpin pendidikan
yang baik selalu mengedepankan prinsip kejujuran dengan menunjukkan
6 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm 195. 7 Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan,
(Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 26
82
kepeduliannya pada orang lain dengan mengulurkan tangan demi
kemajuan bawahannya.8
Dalam hubungannya dengan pendidikan, sikap dan prinsip shiddiq
yang ditampakkan oleh pemimpin akan melahirkan semangat kerja tinggi
dan loyalitas yang tinggi dari bawahan kepada pemimpin itu sendiri,
karena dalam melaksanakan tugas-tugasnya, mereka tidak merasa
terhambat dengan berbagai kebohongan yang akan merusak dirinya.
Sikap mental yang terwujud dalam bentuk kejujuran dari seorang
pemimpin pendidikan merupakan krediilitas dan integritas pribadi yang
berkumpul dalam satu pribadi pemimpin itu sendiri. Pemimpin pendidikan
yang profesional memiliki berbagai kualitas yang terkumpul dalam
dirinya, seperti memliki motivasi yang tinggi dan kejujuran. Dua
komponen inilah yang menentukan keberhasilan seorang pemimpin.
Seorang yang pintar dan mempunyai motivasi tinggi tetapi tidak jujur
tidak layak disebut profesional, sebaliknya seorang yang jujur dan
terampil tetapi tidak mempunyai etos kerja yang tinggi juga tidak
memenuhi syarat sebagai seorang yang profesional.
Kejujuran telah melahirkan sifat kepemimpinan yang berorientasi
pada upaya menunjukkan bentuk keteladanan (uswatun hasanah),
sebagaimana kerinduan kita kepada Rasulullah yang memberikan begitu
banyak mutiara untuk dijadikan suri tauladan. Sebaliknya sikap
kebohongan hanya akan merusak hubungan antara pimpinan dan yang
dipimpin. Larangan berbuat kebohongan dan ketidakjujuran tertuang
dalam hadits Nabi Saw yang berbunyi :
أن رسول اهللا صلى اهللا عليه : عن أبي هريرة رضي اهللا عنه قالإذاحدث آذب وإذا وعد أخلف وإذا : أية المنافق ثالث : وسلم قال
)رواه مسلم( ائتمن خان
8 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 196.
83
Dari Abu Hurairah r.a bahwasannya Saw bersabda : tanda-tanda orang yang munafik itu ada tiga. Bila ia berkata (cerita), berdusta, bila ia berjanji tidak menempati janjinya, dan bila dipercayai, ia berkhianat (HR. Muslim).9
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang suka
bohong/dusta, mengesampingkan kejujuran merupakan indikasi bahwa
seorang pemimpin tersebut termasuk dalam golongan munafik, karena
tidak transparan terhadap informasi yang diberikan kepada anggotanya,
dengan demikian jiwa kepemimpian yang disertai dengan nilai-nilai
kejujuran seharusnya dipupuk dan ditanamkan dalam jiwa seorang
pemimpin pendidikan yang akan menjadi teladan bagi anggota
(bawahannya) dan pada anak didiknya. Lebih tegas lagi Allah berfirman
dalam surat az-Zumar 32-33 :
إذ جاءه أليس في فمن أظلم ممن آذب على الله وآذب بالصدقوالذي جاء بالصدق وصدق به أولئك هم .جهنم مثوى للكافرين
)33-32:الزمر) (المتقون“Maka siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang membuat dusta kepada Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang kafir, dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad saw) dan membenarkannya. Mereka itulah orang-orang yang bertaqwa” (Q.S. az-Zumar : 32 – 33).10
Dari ayat tersebut, dapat diyakini bahwa indikasi seorang
pemimpin yang jujur akan melahirkan ketaqwaan, sebagaimana kita
temukan yang demikian itu pada diri Nabi Muhammad saw yang terkenal
kejujurannya. Dan dari ketaqwaan akan melahirkan jiwa pemimpin yang
bermoral dan berakhlak.
2. Prinsip dapat Dipercaya (amanah)
9 Imam Muslim, Shohih Muslim, Jilid I, (Beirut Lebanon: Darul Kutub Ilmiyah, 1994),
hlm. 277. 10 Soenaryo, op. cit., hlm. 750
84
Sikap yang muncul selanjutnya dan sepatutnya dimiliki pemimpin
yaitu amanah. Amanah di sini penulis artikan sebagai sikap percaya pada
diri sendiri dan mempercayai orang lain. Perwujudan sikap amanah
menunjukkan bahwa pemimpin dapat menampakkan sikap yang dapat
dipercaya (kredibel), menghormati dan dihormati (honorable). Sikap
terhormat dan dapat dipercaya hanya dapat tumbuh apabila kita meyakini
sesuatu yang kita anggap benar sebagai suatu prinsip kebanaran yang tidak
dapat diganggu gugat. Pemimpin yang dipercaya, mampu mempercayai
orang lain dan memiliki kepercayaan diri, oleh karena itu pemimpin
demikian itulah yang dapat disebut sebagai pemimpin yang bertanggung
jawab.
Dalam menjalankan kepemimpinan pendidikanan yang efektif,
pemimpin harus menumbuhkan sikap saling pecaya antara atasan dan
bawahan, sehingga kedekatan dan kebersamaan akan selalu dapat
dirasakan oleh semua komponen dalam kepemimpinan itu. Semua hal itu
dapat terwujud apabila pemimpin memperoleh kepercayaan dan dipercaya
oleh bawahan. Dengan demikian seorang pemimpin memperoleh
kesempatan untuk menghayati perasaan, pikiran, aspirasi, dan keluhan-
keluhan yang berkembang di antara anggota organisasinya. Dan pemimpin
pendidikan yang dapat dipercaya justru selalu menaruh rasa percaya pada
bawahannya bukan malah mengekangnya sehingga muncullah
kepemimpinan otoriter, pemimpin yang tidak menaruh percaya pada
bawahannya dan memandang bawahannya sebagai orang-orang yang
malas dan tidak dapat dipercayai, cenderung lebih bersikap menekan,
memaksa dan melakukan kontrol yang ketat. Sebaliknya jika pemimpin
menaruh kepercayaan pada bawahannya dan memandang para bawahan
sebagai orang yang suka bekerja, dan melihat pekerjaan sebagai sumber
kepuasan dan yang besedia untuk tidak saja menerima tapi mencari
85
tanggungjawab, pemimpin cenderung lebih bersikap demokratis dan
memberi kebebasan pada bawahan.11
Setiap amanah akan menuntut pertanggung jawaban, sebab
amanah sekecil apapun harus dipertanggungjawabkan oleh yang
memegang amanah itu, terlebih bagi seorang pemimpin dalam pendidikan
yang membutuhkan perhatian tersendiri. Hal ini senada dengan firman
Allah surat An-Nisa: 58 :
)58: النساء (إن الله يأمرآم أن تؤدوا األمانات إلى أهلها“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanah kepada yang berhak”. 12 (Q.S. an-Nisa : 58).
Maksud amanat dari ayat ini, adalah semua amanat, sebab amanat
itu terdapat di dalam segala sesuatu, yaitu wudhu, shalat, zakat, takaran,
puasa, timbangan dan titipan.13 Perlu dikatahui bahwa sesungguhny dalam
setiap anggota badan manusia terhadap amanat. Amanat mata ialah tidak
menggunakanya untuk memandang yang haram, amanat lidah ialah tidak
mempergunakan untuk berbohong, mengumpat, berbuat bid’ah dan
sejenisnya. Semua itu adalah amanat dari Allah SWT.
Amanat yang berhubungan dengan tugas seorang pemimpin
khususnya bagi para pendidik adalah mengajak, membimbing anak didik
untuk mewujudkan tujuan pendidikan dengan cara memberikan
pendidikan yang baik dan bermanfaat.
Atas dasar itulah menjadi tuntutan bagi pemimpin pendidikan
untuk menunaikan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan posisi
yang dipegangnya yakni sebagai lider dan manajer di sekolahnya.
3. Prinsip Komunikatif (tabligh)
11 Oeteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional,
(Bandung: Angkasa, 1986), hlm. 272 12 Soenaryo, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Al-Waah, 1993), hlm. 128 13 Ahmad Muhammad al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad saw, (Bandung :
Pustaka Setia, 2000), hlm. 321.
86
Hubungan antara komunikasi dengan kepemipinan sangat erat
sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa
komunikasi. Komuniksi berperan sangat menentukan dalam berhasil
tidaknya suatu kepemimpinan. Seorang pemimpin dikatakan sukses,
apabila di antaranya telah berhasil membangun komunikasi yang efektif
antara dirinya dengan bawahan.
Secara umum kepemimpinan pendidikan pada dasarnya
merupakan proses mempengaruhi dan mengajak orang lain menuju tujuan
yang diinginkan. Dan dalam proses mempengaruhi orang lain sendiri
sebenarnya merupakan proses komunikasi, sehingga tidak berlebihan bila
dikatakan leadership is communication.14 Dalam sebuah kepemimpinan
terdapat pemimpin (leader) dan yang dipimpin (follower), yang di
antaranya saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk itu di
sinilah peran pentingnya komunikasi khususnya dalam menggalang
mutual understanding sebagai dasar pokok untuk menumbuhkan sense of
belonging dari kelompoknya.
Fitrah manusia sejak kelahirannya yakni kebutuhan dirinya kepada
orang lain. Kita tidak mungkin dapat berkembang dan survive kecuali ada
kehadiran orang lain. Dengan mengutip pendapat filosof Barat bahwa
“Cogito Ersgo Sum” aku ada karena aku berfikir, kita dapat mengatakan
“Aku ada karena aku memberikan makna bagi orang lain”. Ungkapan ini
senada dengan yang disabdakan oleh Nabi saw bahwa “engkau belum
disebut orang yang berimana kecuali engkau mencintai orang lain
sebagaimana enkau mencitai dirimu sendiri”.
Dari kedua ucapan filosof Barat dan sabda Rasul tersebut
memberikan makna bahwa kita tidak mungkin berkembang dan
mempunyai kualitas unggul kecuali dalam kebersamaan. Itulah sebabnya,
seorang muslim tidak mungkin bersikap selfsh, egois, dan annaniyah
hanya mementingkan diri sendiri. Ini berarti bahwa antara manusia satu
dengan manusia yang lain saling membutuhkan. Di sinilah salah satu
14 Toto Tasmara , Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm. 81
87
peranan dari sikap tabligh yang merupakan salah satu sifat akhlakul
karimah dari Rasulullah yaitu menyampaikan kebenaran melalui suri
tauladan dan perasaan cinta yang mendalam.
Untuk itulah nilai dan prinsip tabligh telah memberikan muatan
yang mencakup aspek kemampuan berkomunikasi (communication skill),
kepemimpinan (leadarship), pengembangan dan peningkatan kualitas
sumber daya insani (human resource development), dan kemampuan diri
untuk mengelola sesuatu (managerial skill). Dari keempat kemampuan
tersebut, harus terkumpul dalam diri seorang pemimpin pendidikan untuk
menentukan keefektifan kepemimpinannya itu.
Oleh karena itu tampak bahwa komuniksi dalam mewujudkan
kepemimpinan terkhusus kepemimpinan dalam pendidikan mutlak
diperlukan. Seorang pemimpin pendidikan yang komunikatif akan selalu
berusaha mengembangkan keterampilan untuk berkomunikasi dengan
anggotanya baik ketika mengeluarkan maupun menerima komunikasi. Ini
berarti mampu dan cakap dalam mereproduksi pikiran-pikiran seseorang
dengan perekaman yang jitu melalui cara-cara lisan atau tulisan gambar,
gambar grafik-grafik, lukisan gerakan-gerakan badan, ekspresi roman
muka aksi dan lainnya.15 Ketika cara-cara ini telah dapat diterapkan
dengan baik, maka akan tercipta iklim kepemimpinan yang menyenangkan
dalam organisasi sekolah tersebut. Suksesnya pelaksanaan tugas pemimpin
itu sebagian besar ditentukan oleh kemahirannya menjalin komunikasi
yang tepat dengan semua pihak, secara horizontal maupun vertikal ke atas
dan ke bawah.16 Dengan berkomunikasi, berarti seorang ingin
menyampaikan gagasan kemudian gagasannnya dapat diterima oleh
komunikan sehingga tumbuhlah perubahan sikap dalam bentuk pengertian,
partisipasi, atau tindakan sebagaimana yang diharapkan oleh komunikator/
pemimpin. Demikian halnya dalam pendidikan, diharapkan pemimpin
15 Iwa Sukiswa, Dasar-dasar Umum Manajemen Pendidikan, (Bandung: Tarsito, 1986),
hlm. 96 16 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003),
hlm. 117
88
pendidikan dapat berkomunikasi dan menyapaikan gagasan, pesan dan
sebagainya dengan baik tanpa menimbulkan banyak persepsi dari
bawahan, sehingga kesulitan yang ada dapat di atasi dengan baik.
Timbulnya kesalahan persepsi biasanya diiringi oleh beberapa hal sebagai
berikut :
a. Kita menilai seseorang menurut tolak ukur kita sendiri (subyektifitas)
dan tidak terbuka atas gagasan serta pengaruh dari lawan bicara kita
sehingga terjadi konflik batin yang kemudian melahirkan penolakan
terhadap pesan yang disampaikan lawan bicara kita.
b. Tidak ingin berusaha membuka diri dan memahami keadaan orang
lain.
c. Tidak menaruh kepercayaan pada lawan bicara sehingga tidak mampu
menerima seluruh pesan yang disampaikan secara utuh.17
Melalui komunikasi yang efektif dan terbuka akan memudahkan
penjabaran kebijakan pendidikan yang diambil, sekaligus memberikan
fasilitas kelancaran kerja bagi anggota. Komunikasi menjadi sarana primer
untuk mengubah tingkah laku dengan jalan mempengaruhi bawahan.
Sehingga ada dua bentuk komunikasi yang dapat dilaksanakan, yaitu
komunikasi satu arah (one way communication) dan komunikasi dua arah
(two way communication). Komunikasi satu arah hanya terjadi di antara
atasan dan bawahan yang bersifat otoriter, sebagai contoh ketika pimpinan
mengeluarkan instruksi, ma’lumat, dan lain-lain. Komunikasi satu arah ini
dapat menimbulkan ketidak jelasan, salah faham, penafsiran yang keliru,
sentimen dan banyak ketegangan dari bawahan kepada atasan. Sedangkan
komunikasi dua arah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengeluarkan umpan balik, mengeluarkan pendapat, berdiskusi apabila
pesan yang disampaikan kurang dapat dimengerti. Di samping hal itu ada
keuntungan lain dari komunikasi dua arah yakni tumbuhnya suasana
dialogis dan demokratis dalam kepemimpinan pendidikan.18 Pemimpin
17 Toto Tasmara, Op. Cit., hlm. 224 18 Kartini Kartono, Op. Cit., hlm. 122 – 123
89
yang mampu berkomunikasi dengan baik berarti telah mampu
menciptakan kebersamaan anggota yang merupakan suatu hal yang urgen
dalam kepemimpinan. Pemimpin yang komunikatif selalu dapat
menjunjung tinggi harmoni, tanggung jawab, kekompakan kelompok
sehingga setiap anggota senantiasa saling memperhatikan dan saling
mendorong untuk maju bersama yang mengedepankan nilai-nilai
persaudaraan, dan musyarawah.
Dari sinilah menunjukkan arti pentingnya prinsip komunikatif
dalam membangun kepemimpinan, terutama dalam pendidikan untuk
diperhatikan oleh pemimpin baik sebagai administrator, manajer,
supervisor, bahkan untuk kepala sekolah.
4. Prinsip Intelegensi (Fathanah)
Pentingnya sebuah kecerdasan bagi pemimpin mutlak diperlukan
agar tujuan kepemimpinan agar tercapai. Seorang pemimpin tidak cukup
hanya memiliki kemampuan kepemimpinan. Di samping itu pemimpin
harus mengetahui juga seluk-beluk bidang yang dikelola organisasinya,
bahkan terdapat juga organisasi yang menuntut pemimpin memiliki
keterampilan atau keahlian yang memadai di bidang tersebut. Sehingga
pemimpin akan mampu memberikan bimbingan, petunjuk, dan
pengarahan pada anggotanya yang memerlukan. Pada tahab berikutnya
kemampuan di bidangnya itu, akan sangat diperlukan dalam melakukan
kegiatan pengawasan (kontrol) yang efektif. 19
Pemimpin yang cerdas tidak sekedar mampu menguasai seluk
beluk bidangnya saja, namun lebih jauh memiliki dimensi ruhani yang
kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran seorang
profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.
Seorang yang fathonah itu tidak saja cerdas tetapi juga memiliki
kebijaksanan atau kearifan dalam berfikir dan bertindak.
19 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1993), hlm. 121
90
Demikian pula seorang pemimpin pendidika haruslah seorang
yang mempuyai kecerdasan lebih dibanding orang lain tanpa harus
mengesampingkan nilai-nilai keluhuran seperti yang dianjurkan oleh Nabi
Muhammad saw. Tidak cukup seorang pemimpin hanya dibekali dengan
kecakapan dan kecerdasan namun memiliki landasan keimanan yang kuat
agar tidak mudah tergelincir pada dosa dan kesalahan.
Seorang pemimpin harus mampu menganalisa masalah yang
dihadapi organisasinya. Kemampuan itu memungkinkan seorang
pemimpin mengarahkan pemikiran anggotanya dalam menyusun
perencanaan dan menetapkan keputusan yang tepat dalam mewujudkan
beban tugas organisasinya. Di samping itu pemimpin pendidikan dituntut
memiliki kecerdasan yang tidak hanya pada kecerdasan intelektual saja,
namun harus mempunyai emosional dan spiritual yang cerdas, sehingga
setiap keputusan yang diambil telah mengalami proses yang matang
dengan mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait. Pemimpin yang
memiliki IQ dan EQ stabil dapat memutuskan kebijakan dengan bijaksana
dan adil, sehingga dapat membantu anggota kelompoknya mengatasi
kesulitan yang timbul, untuk itu pemimpin akan selalu dibutuhkan
kelompoknya bilamana mengahadapi masalah. Membantu di sini bukan
diartikan bahwa bawahan selalu tergantung pada pemimpin, namun
pemimpin memberikan motivasi dan membantu dalam menemukan
alternatif pemecahannya, sehingga bawahan selalu terbiasa mandiri tidak
tergantung pemimpin.
Pemimpin yang cerdas dapat menempatkan dirinya sebagai fokus
perhatian lalu menjadikannya figur teladan (uswatun hasanah), karena
keprofesionalan dan kepribadiannya mampu menumbuhkan situasi yang
menentramkan.
Orang dengan kecakapan seperti ini menurut David Coleman,
akan melakukan tindakan-tindakan berikut ini :
a. Sadar tentang kekuatan-kekutan dan kelemahannya.
b. Menyempatkan diri untuk merenung dan belajar dari pengalaman.
91
c. Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima
perspektif baru mau terus belajar, dan mengembangkan diri sendiri.
d. Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri
sendiri dengan perspektif yang luas.20
Pemimpin pendidikan yang mahir dan profesional serta
mempunyai wawasan luas memiliki intuisi yang tajam dalam menganalisis
persoalan dan mengambil keputusan yang berani dan percaya diri
sehingga keputusan yang diambil dapat menguntungkan seluruh
kelompoknya.
B. Implementasi Nilai Sifat Wajib Rasul dalam Kepemimpinan Pendidikan.
Pemimpin adalah orang yang mempunyai kelebihan dari orang-orang
yang lain, seperti orang yang terkuat, terpandai, paling banyak makan garam
dan sebagainya. Sifat-sifat inilah yang diidentikkan melekat pada diri seorang
pemimpin. Tugas seorang pemimpin, kecualai harus memenuhi kebutuhan
kelompoknya, juga harus dapat mempengaruhi kelompok sedemikian rupa
sehingga apa yang dirasakan sebagai kebutuhan, benar-benar bersifat realistis
yaitu sesuai dengan kenyataan.
Dalam proses menjalankan kepemimpinan pendidikan, pemimpin
diharapkan memiliki sifat dan karakteristik yang dijiwai oleh nilai-nilai yang
diajarkan Rasulullah saw. melalui sifat mulia Rasulullah saw. yang terdapat
dalam sifat wajib Rasul. Artinya, dalam setiap tindakan dalam rangkaian
kepemimpinan yang dijalankan seharusnya mengedepankan prinsip shiddiq,
amanah, tabligh dan fathonah.
1. Proses pengambilan keputusan (Decision making).
Dalam situasi kepemimpinan, seorang pemimpin tidak akan lepas
dari aktifitas pengambilan keputusan. Keputusan pada dasarnya hasil akhir
dalam mempertimbangkan sesuatu yang akan dilaksanakan dengan nyata.
20 Toto Tasmara, Op.Cit., hlm. 215
92
Keputusan dapat diartikan juga hasil terbaik dalam memilih satu diantara
dua atau beberapa alternatif yang dihadapi.
Pengambilan keputusan terjadi apabila seorang pemimpin
pendidikan menghadapi beberapa alternatif pemecahan problem,
pengambilan keputusan merupakan wewenang (hak dan kewajiban) pucuk
pimpinan. Namun fungsi pengambilan keputusan tidak selamanya mudah
untuk kepemimpinan. Karena sulitnya itu maka tidak jarang terjadi, bahwa
seorang pemimpin yang kurang pandai terpaksa menunda-nunda
keputusan yang diambil sehingga masalahnya menjadi terkatung-katung.
Sering terjadi pula seorang diangkat menjadi pemimpin karena keberanian
dan kepandaiannya dalam mengambil keputusan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pimpinan memiliki
keterbatasan, sehingga tidaklah semua keputusan dapat diselesaikan
olehnya sendiri. Oleh karena itu dalam memandang hal ini sebaiknya
pemimpin mengikut sertakan anggotanya turut dalam mengambil
keputusan-keputusan, yang akhirnya akan dapat memperingan tanggung
jawab pimpinan, terutama jika keikut sertaannya itu diwujudkan melalui
pelimpahan wewenang tanggung jawab secara jelas dan konkrit.
Di lingkungan umat Islam pelimpahan wewenang sangat besar
manfaatnya. Seorang pemimpin seharusnya memberi kesempatan pada
anggota untuk membantu atau meringankan beban tugas dan kewajiban
melalui pelimpahan wewenang. Hal ini mengisyaratkan bahwa pemimpin
bukanlah manusia sempurna dan mengetahui segala sesuatu. Di samping
itu pemimpin bukanlah manusia yang serba bisa dalam melaksanakan
semua volume dan beban kerja organisasinya. Oleh karena itu wewenang
dan tanggungjawab perlu dilimpahkan, agar tidak satupun terbengkalai,
dikerjakan secara keliru dan tidak berkualitas, karena pimpinan yang
manangani bukanlah manusia sempurna.
Dalam mengambil suatu keputusan seorang pemimpin pendidikan
tidaklah berdasarkan pada pertimbangannya sendiri, namun perlu
memperhatikan pendapat, inisiatif dan saran dari anggota dalam bentuk
93
musyawarah, sehingga pemimpin pendidikan akan dapat
mempertimbangkan berbagai pendapat yang masuk dengan baik dan pada
akhirnya terwujudlah sebuah keputusan yang baik dan tidak merugikan
pihak lain. Sebab, agama Islam sangat menganjurkan pada setiap
pemimpim untuk senantiasa bermusyawarah dalam pengambilan
keputusan. Cara-cara seperti inilah yang sering dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw. dalam segala hal. Sebagai contoh pada waktu
pengambilan keputusan saat perang akan dimulai, beliau beserta sahabat
bermusyawarah dahulu untuk mengambil tindakan yang tepat. Hal inilah
yang seharusnya perlu dilakukan oleh setiap pemimpin pendidikan dalam
mengambil keputusan yang terkait dengan organisasi yang dipimpinnya
itu, sehingga dapat memperoleh keputusan yang bermanfaat dan tidak
merugikan anggota kelompoknya.
Seorang pemimpin pendidikan yang baik tidak boleh menganggap
dirinya serba bisa, serba tahu atau tidak pernah berbuat kesalahan. Sikap
ini merupakan, penampilan seorang pemimpin yang takabur, egois sebab
pada dasarnya manusia tidak luput dari sikap lalai dan lupa dan penuh
kekurangan. Oleh karena itu, sekalipun seseorang menganggap bahwa
pikirannya benar, keputusannya tepat, dia haruslah bersedia dikritik akan
kebenarannya, keputusan yang telah diambilnya. Satu-satunya jalan yaitu
musyawarah dengan mendegar pendapat dari anggota.
2. Proses pengendalian
Seperti halnya kegiatan administrasi atau manajemen, dalam
kegiatan kepemimpian juga membutuhkan adanya pengendalian
betapapun sederhananya organisasi tersebut. Langkah yang pertama-tama
dilakukan adalah menyusun perencanaan yang dituangkan dalam progam
kerja. Dan untuk melaksanakan program kerja perlu melakukan kegiatan
pengorganisasian dengan menetapkan pembidangan kegiatan menjadi
unit-unit, menempatkan para personil yang memimpin setiap unit.
Kegiatan administrasi yang dilakukan ini, selanjutnya akan berfungsi
sebagai kegiatan pengendalian. Kegiatan itu bermaksud untuk
94
mendapatkan respon yang bermakna atau sesuai yang diinginkan
pemimpin dari semua anggota kelompok organisasi.
Kegiataan pengendalian organisasi sangat tergantung pada
kemampuan membina dan mengelola orang-orang yang dipimpin. Agar
menjadi suatu regu atau tim yang handal, tugas seorang pemimpin
pendidikan yaitu dengan jalan memberi kesempatan luas pada anggota
untuk mengeluarkan pendapat, inisiatif, saran dan kritik yang
membangun, sehingga kegiatan pengendalian dapat dengan mudah
dilakukan pemimpin, karena setiap anggota akan merasa memiliki yang
pada finalnya menumbuhkan semangat dalam mewujudkan keberhasilan
kepemimpinan itu sendiri.
Sebagaimana kegiatan yang sering dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw. dalam kepemimpinannya, beliau sering mengadakan
musyawarah, pertemuan-pertemuan dan rapat untuk mencari penyelesaian
dari setiap hal dan masalah yang muncul. Dengan adanya rapat akan
memungkinkan adanya penyatuan perasaan, pikiran dan tindakan anggota
organisasi, agar menjadi satu regu yang kompak dan solid. Rapat atau
pertemuan sebagai kegiatan pengendalian dalam kepemimpinan
pendidikan bermaksud untuk mencapai tujuan-tujuan berikut :
a. Mengumpulkan informasi, pemikiran, fakta-fakta, pendapat dan saran
dalam melaksanakan tugas pokok atau program kerja organisasi
b. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program kerja/tugas pokok
organisasi.
c. Untuk memecahkan masalah yang dihadapi organisasi dan bahkan
mungkin masalah anggota organisasi yang perlu dibantu
penyelesaiannya.
d. Untuk menyampaikan informasi, perintah, petunjuk, bimbingan dan
pengarahan pada sebagian atau semua anggota organisasi.
95
e. Untuk menghindari jurang komunikasi antara pemimpin dan anggota
organisasi.21
Dari sini nampak bahwa adanya rapat/pertemuan sebagai bentuk
pengendalian yang efektif, dapat diwujudkan melalui pembinaan perasaan
bersatu, kesetiakawanan atau persaudaraan dan pemimpin yang
menghidupkan budaya silaturrahmi di antara pemimpin dengan anggota,
anggota dengan anggota lainnya. Pola-pola yang demikian itu menjadi
landasan bagi Nabi Muhammad dalam kepemimpinannya. Seorang
pemimpin merupakan seorang yang ahli di bidangnya. Mampu menjalin
hubungan manusia yang efektif dan juga beriman/bertaqwa kepada Allah.
Pemimpin yang demikian itulah yang akan selalu dibutuhkan dalam setiap
kepemimpinan pendidikann dalam melaksanakan pengendalian dengan
mendasarkan pada nilai-nilai mulia, seperti sikap seorang pemimpin yang
jujur, transparan, amanah dan memiliki intelegensi yang memadai.
Apabila seorang pemimpin pendidikan dapat melakukan hal sedemikian
dengan baik, maka kepemimpinan akan berjalan efektif dan pimpinan
akan semakin dihormati dan disukai anggotanya.
3. Proses Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan yang mengusahakan agar pekerjaan-
pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.22 Kegiatan pengawasan
meliputi juga penelitian, mengawasi berjalan dan dilaksanakannya
rencana, memberikan pandangan berdasarkan standar yang ditentukan.
Dengan demikian, pengawasan itu adalah keseluruhan kegiatan mulai dari
penelitian serta pengamatan yang diteliti terhadap berjalannya rencana
dengan menggunakan rencana yang ada serta standar yang ditentukan,
serta memberikan dan mengoreksi penyimpangan rencana dan standar,
21 Hadari Nawawi, Op. Cit., hlm. 83-86 22 Ibid., hlm. 93
96
penilaian terhadap hasil pekerjaan diperbandingkan dengan masukan yang
ada atau keluaran yang dihasilkan.23
Seorang pemimpin yang benar-benar dapat menjaga amanah atas
kepemimpinannya, akan selalu merasa segala ucapan, perbuatan dan
tindakannya selalu mendapatkan pengawasan dari Allah oleh karenya
dalam menjalankan tugas kepemimpinan selalu dimaknai dengan
sungguh-sungguh untuk dipertanggungjawabkan kelak. Hal ini
digambakan dalam firman Allah yang menegaskan makan pentingnya
pengawasan:
والذين اتخذوا من دونه أولياء الله حفيظ عليهم وما أنت عليهم )6: الشورى (بوآيل
“Dan orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allah mengawasi perbuatan mereka, dan kamu (ya Muhammad) bukanlah orang yang diserahi menghawasi” (Q.S : as-Syura : 6).24
Dalam proses pengawasan membutuhkan pribadi pemimpin yang
amanah, jujur, bertanggungjawab cerdas dan adil agar dalam proses
kepemimpinan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Seperti yang
ditegaskan Allah dalam ayat di atas bahwa segala sesuatu yang dilakukan
oleh hamba-Nya senantiasa mendapat pengawasan dari Allah. Dan dengan
berpegang pada ayat tersebut, semestinya seorang pemimpin yang
bertaqwa akan selalu terkendali segala ucapan dan tidakannya dalam
sebuah koridor Islam yang benar.
23 Muchtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta :
Bhratra Karya Aksara, 1996), hlm. 116 24 Seonaryo, op. cit., hlm. 783.