bab iv perubahan sosial dalam tradisi manekat 4.1...

23
57 | Page BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 Makna dan Nilai Yang Terkandung Dalam Tradisi Manekat Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat, ada makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, di mana dari makna dan nilai-nilai tersebut terdapat ajaran-ajaran sosial dan aturan-aturan perilaku. Dari makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah tradisi juga, kita bisa menemukan jati diri dari masyarakat yang menganutnya. Termasuk dalam tradisi manekat. Manekat adalah salah satu tradisi orang Timor yang lahir dari kesadaran akan hidup sosial. Di mana orang Timor menyadari bahwa sebagai makhluk sosial, mereka tidak bisa hidup tanpa orang lain. saling menghargai, saling menolong, dan saling menanggung beban tercermin dalam falsahah hidup orang Timor yang berbunyi “tok tabuah, tamolok tabuah” yang berarti kita duduk bersama, saling terbuka dan saling membantu. Sikap duduk bersama dan saling menolong ini bagi marsel mauss memiliki fungsi untuk mempertinggi kesadaran kolektif dan mempererat solidaritas sosial. Bagi masyarakat Timor khususnya anggota jemaat Immanuel Kesetnana, manekat tidak hanya sebagai sebuah tradisi untuk saling menolong, tapi manekat mempersatukan dan mempererat hubungan kekeluargaan. Kekeluargaan bagi orang Kesetnana, sekarang ini tidak hanya terbatas pada hubungan secara genealogi, tetapi karena adanya perubahan kependudukan, mereka yang berasal dari suku dan daerah yang berbeda pun sudah dianggap sebagai keluarga. Ini berarti bahwa konsep keluarga ume mese, lopo mese telah berubah menjadi ume teta, lopo teta yang bermakna hubungan keluarga dari rumah yang berbeda. Manekat selalu ada dalam setiap moment kehidupan orang Timor, ketika ada anggota

Upload: duongminh

Post on 11-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

57 | P a g e

BAB IV

PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT

4.1 Makna dan Nilai Yang Terkandung Dalam Tradisi Manekat

Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat, ada makna dan nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya, di mana dari makna dan nilai-nilai tersebut terdapat ajaran-ajaran

sosial dan aturan-aturan perilaku. Dari makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah

tradisi juga, kita bisa menemukan jati diri dari masyarakat yang menganutnya. Termasuk dalam

tradisi manekat. Manekat adalah salah satu tradisi orang Timor yang lahir dari kesadaran akan

hidup sosial. Di mana orang Timor menyadari bahwa sebagai makhluk sosial, mereka tidak bisa

hidup tanpa orang lain. saling menghargai, saling menolong, dan saling menanggung beban

tercermin dalam falsahah hidup orang Timor yang berbunyi “tok tabuah, tamolok tabuah” yang

berarti kita duduk bersama, saling terbuka dan saling membantu. Sikap duduk bersama dan

saling menolong ini bagi marsel mauss memiliki fungsi untuk mempertinggi kesadaran kolektif

dan mempererat solidaritas sosial. Bagi masyarakat Timor khususnya anggota jemaat Immanuel

Kesetnana, manekat tidak hanya sebagai sebuah tradisi untuk saling menolong, tapi manekat

mempersatukan dan mempererat hubungan kekeluargaan. Kekeluargaan bagi orang Kesetnana,

sekarang ini tidak hanya terbatas pada hubungan secara genealogi, tetapi karena adanya

perubahan kependudukan, mereka yang berasal dari suku dan daerah yang berbeda pun sudah

dianggap sebagai keluarga. Ini berarti bahwa konsep keluarga ume mese, lopo mese telah

berubah menjadi ume teta, lopo teta yang bermakna hubungan keluarga dari rumah yang

berbeda. Manekat selalu ada dalam setiap moment kehidupan orang Timor, ketika ada anggota

Page 2: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

58 | P a g e

keluarga yang hendak mengadakan sebuah hajatan atau pesta maupun ketika ada anggota

keluarga yang mengalami kedukaan, tradisi manekat selalu dilakukan, baik diminta maupun

tanpa diminta, secara spontanitas para anggota keluarga maupun kerabat akan memberikan

manekatnya. Sebagai pemberian sukacita, tanda kasih dan ungkapan hati, maka apapun yang

diberikan, akan diterima dengan sukacita. Tidak ada penentuan jenis dan besar kecilnya manekat.

Mengapa manekat diberikan dan diterima dengan sukacita tanpa mengharapkan imbalan?

Marcel Mauss dalam teori pemberiannya mengatakan bahwa dalam kehidupan sosial, ada tiga

kewajiban yang harus dilakukan, yang pertama ialah memberi sesuatu atau hadiah sebagai

langkah pertama untuk menjalin hubungan sosial.Ini berarti bagi Mauss, untuk menarik simpati

atau mendapatkan perhatian dari orang lain, maka memberikan sesuatu hadiah merupakan salah

satu langkah untuk membangun keakraban. Setiap orang umumnya akan senang saling bertukar

pemberian atau hadiah. Sang penerima senang karena mendapatkan kejutan yang tidak disangka-

sangkanya dan sang pemberi merasa senang karena pemberiannya bermanfaat serta diterima

dengan senang hati. Perasaan senang inilah yang membuat sebuah pemberian sekecil apapun

bentuknya dan berapapun harganya menjadi sesuatu yang spesial serta mengakrabkan hubungan

penerima dan pemberi. Penulis melihat bahwa hal demikian juga terjadi dalam tradisi manekat.

Ketika ada warga baru yang masuk tinggal menetap dalam sebuah lingkungan/wilayah, maka

para anggota warga dalam lingkungan tersebut akan menyambut kedatangan sang warga baru

dengan memberikan makanan sebagai tanda bahwa mereka menerima kedatangannya dan

menganggap warga baru tersebut sebagai bagian dari sistem kekeluargaan wilayah.1 Selain itu,

jika dilihat dari hasil penelitian, manekat juga diberikan sebagai bentuk aktualisasi diri, artinya

bahwa ketika seseorang memberikan manekat, hendak menunjukan bahwa dia adalah bagian dari

1Lihat Bab 3 hal 15.

Page 3: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

59 | P a g e

anggota keluarga dan dengan memberikan manekat, seseorang berharap akan diserap masuk

dalam lingkungan keluarga atau dengan kata lain manekat diberikan untuk mendapatkan

pengakuan.

Yang kedua adalah menerima pemberian sebagai penerimaan ikatan sosial. Hal ini berarti

bahwa ketika seseorang menerima pemberian, menandakan bahwa dia tidak hanya menerima

pemberian tersebut tetapi juga menerima keberadaan sang pemberi untuk menjalin sebuah relasi

maupun untuk mempertahankan relasi yang sudah dibina. Ketika seseorang menerima manekat,

ini berarti bahwa dia mengakui bahwa sang pemberi manekat merupakan bagian dari anggota

keluarganya.

Yang ketiga adalah membalas atau membayar kembali pemberian dengan nilai yang sama

bahkan lebih tinggi untuk menunjukan integritas sosial. Mauss mengatakan bahwa bila seseorang

diberikan sesuatu atau hadiah, maka ia memiliki kewajiban moral untuk membalas pemberian

tersebut dengan nilai setara bahkan lebih sebagai ungkapan penghargaan dan aktualisasi diri.

Lebih lanjut Mauss mengatakan bahwa kegagalan seseorang dalam membalas pemberian atau

membayar kembali pemberian berarti dia telah kehilangan harga dirinya, apalagi jika pembalasan

pemberian itu lebih kecil dari pemberian yang telah diterima.2Hal ini berarti bahwa membalas

pemberian tidak dilihat sebagai bentuk membangun hubungan sosial tetapi lebih kepada cara

untuk menunjukan prestise diri. Penulis melihat bahwa ada ketidaksinambungan antara

kewajiban yang pertama dan kewajiban ketiga. Sekalipun ingin membalas pemberian, hendaknya

pemberian tersebut tidak diukur dari besar kecilnya atau harus setara dengan pemberian yang

telah diterima. Demikian halnya juga dengan hakikat dari manekat, memberi tanpa

mengharapkan adanya pembayaran kembali atau imbalan, serta si penerima manekat tidak

2LihatBab 2 hal 19.

Page 4: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

60 | P a g e

dituntut untuk wajib membalas pemberian tersebut. Kalaupun nantinya ada pemberian manekat

dari si penerima kepada si pemberi, tidak diwajibkan harus setara atau bahkan lebih dari

pemberian yang telah diterima.

Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa pelaksanaan manekat sekarang ini telah

berubah menjadi kewajiban yang ketiga. Pemberian manekat selalu diikuti dengan pembalasan

kembali manekat melalui cara yang sama. Tradisi manekat sekarang ini dijadikan sebagai ajang

balas jasa, balas utang dan ajang pertunjukan prestise. Dari hasil penelitian penulis menemukan

fakta bahwa manekat yang dulunya sebagai pemberian tanda kasih, pemberian tanda ungkapan

hati yang diberikan tanpa ada unsur paksaan dan tanpa adanya penentuan besar kecilnya

manekat, sekarang ini dengan adanya sistem catat buku, telah menjadi paksaan bagi masyarakat

untuk mau tidak mau harus hadir dalam acara kumpul keluarga dan membawa manekat sesuai

dengan bahkan lebih dari jumlah manekat yang pernah diterima. Pemberian manekat dengan

sistem balas utang seperti ini, mensiratkan tidak adanya ketulusan di dalamnya. Manekat

diberikan sebagai balasan akan manekat yang pernah diterimanya, dan bahkan manekat diberikan

dengan motivasi agar si pemberi manekat akan mendapatkan manekat juga pada saatnya nanti.

Selain itu, penulis melihat bahwa pelaksanaan manekat dengan sistem catat buku, berdampak

pada adanya persaingan prestise. Ketika seseorang memberikan manekat dalam jumlah besar

bahkan jauh melebihi jumlah manekat yang pernah diterimanya, hendak menunjukan bahwa dia

seseorang yang berkelebihan materi dan ingin menunjukan bahwa dia adalah orang yang sukses.

Tentunya situasi demikian akan membuat pihak-pihak yang merasa tersaingin untuk berlomba-

lomba memberikan manekat yang jauh lebih besar. Pemberian manekat dalam jumlah besar

tersebut, bagi si pemberi manekat tentunya tidak ada masalah. Tetapi bagi si penerima, hal

tersebut justru menjadi masalah bagi dia sebab secara tidak langsung ada beban yang

Page 5: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

61 | P a g e

dirasakannya bahwa mau tidak mau suatu hari nanti, dia harus membayar kembali manekat

tersebut dengan jumlah yang sama besarnya. Inilah yang dikatakan Mauss sebagai perang

prestise, di mana unsur kedudukan dan harta milik dipertaruhkan dalam sistem pembayaran

kembali tersebut.

Sistem catat buku berdampak pada pemaksaan bagi masyarakat untuk memberikan

manekat. Makna memberikan manekat dengan sukacita sebagai tanda ungkapan hati menjadi

hilang karena adanya unsur paksaan. Kenyataan seperti ini menurut Durkheim dalam teori fakta

sosialnya digolongkan dalam fakta sosial yang bersifat memaksa, artinya bahwa fakta ini

memiliki kekuatan untuk menekan dan memaksa seseorang untuk menerima dan

melaksanakannya. Seseorang dipaksa untuk tunduk pada aturan-aturan, norma, nilai dan tradisi

yang berlaku di mana ia tinggal.3 Hal ini berarti bahwa seseorang jika ingin tetap hidup dalam

lingkungannya serta berinteraksi dengan sesamanya, maka ia tidak boleh mengabaikan apalagi

melanggar aturan-aturan serta tradisi-tradisi yang berlaku. Bagaimana jika seseorang

mengabaikan bahkan melanggar tradisi yang ada? Tentunya ada hukuman yang dirasakannya.

Diasingkan bahkan diusir dari lingkungannya. Dalam penelitian di jemaat Immanuel Kesetnana,

penulis juga menemukan konsekuensi yang harus ditanggung oleh orang yang tidak memberikan

manekatnya, yaitu ia pun tidak akan menerima manekat ketika nantinya ia mengadakan hajatan

ataupun ketika ia dilanda dukacita.

Dari tiga kewajiban yang dikemukakan Marcel Mauss di atas, penulis menyimpulkan

bahwa konsep memberi dan menerima ada dalam tradisi manekat. Manekat diberikan sebagai

tanda kekeluargaan dan manekat diterima sebagai tanda penerimaan ikatan sosial. Namun

kewajiban untuk membalas atau membayar kembali manekat dengan jumlah yang setara bahkan

3Doyle Paull Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern (Jakarta: Gramedia, 2009), 177-178.

Page 6: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

62 | P a g e

lebih tinggi, tidak termasuk dalam hakikat manekat. Manekat harus bersifat tulus, tanpa paksaan

dan tanpa mengharapkan adanya imbalan.Memang Mauss mengemukakan bahwa

Selain makna memberi dan menerima di atas, dalam manekat juga tersirat beberapa makna

yang di dalam makna dan nilai tersebut, kita bisa menemukan jati diri orang Timor. Adapun

makna dan nilai tersebut, antara lain:

1. Makna kekeluargaan dan kekerabatan

Kekeluargaan dan kekerabatan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling

bergantung antara satu dengan lainnya. Keluarga merupakan dasar terbentuknya suatu

masyarakat di mana keluarga itu sendiri terbentuk oleh sebuah ikatan pernikahan antara

pria dan wanita. Kerabat merupakan hubungan antara satu keluarga dengan keluarga

lainnya yang dihubungkan dengan garis keturunan. Hubungan keluarga dan kerabat

menjadi penting karena pada dasarnya keluarga dan kerabat menentukan posisi seseorang

dalam suatu masyarakat yang menentukan bagaimana seseorang harus berprilaku antara

satu dengan lainnya.

Bagi masyarakat Timor, Manekat sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dalam

kehidupan kekerabatan. Di dalam tradisi manekat ada nilai kekeluargaan yang

mempersatukan hubungan individu yang satu dengan individu lainnya. Manekat dapat

dilihat sebagai upaya untuk mempertahankan kekerabatan. Tradisi manekat yang masih

dilakukan hingga sekarang ini juga sebagai salah satu bukti bahwa sistem kekerabatan

masih sangat penting dalam kehidupan orang Timor. Melalui manekat, anggota-anggota

keluarga diingatkan untuk terus menjalin hubungan persaudaraan. Melaui manekat,

anggota-anggota keluarga yang terpisah karena jarak dan kesibukan dapat dipertemukan.

Page 7: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

63 | P a g e

1) Makna gotong royong dan solidaritas

Gotong Royong berasal dari istilah gotong yang berarti “bekerja” dan royong berarti

“bersama“. Secara harfiah, gotong royong berarti mengangkat bersama-sama atau

mengerjakan sesuatu bersama-sama. Gotong royong juga dapat diartikan sebagai

partisipan aktif setiap individu masyarakat yang ikut terlibat dan mendapatkan nilai

positif setiap objek, permasalahan, atau kebutuhan orang disekelilingnya. Partisipasi aktif

tersebut dapat berupa tenaga, materi, mental, keterampilan atau lain sebagainya. Gotong

royong juga dapat diartikan sebagai bentuk kerja sama antara sejumlah orang atau warga

masyarakat dalam kehidupan sosial dalam menyelesaikan sesuatu atau pekerjaan tertentu

yang dianggap berguna untuk kepentingan bersama. Dalam ilmu sosial, gotong royong

diartikan sebagai salah satu bentuk prinsip kerja sama, saling membantu tanpa imbalan

langsung yang diterima namun yang dihasil untuk kepentingan bersama atau kepentingan

umum.4

Dalam manekat ada gotong royong, dimana keluarga dan kerabat saling bekerja sama dan

saling membantu untuk meringankan beban anggota keluarga yang akan mengadakan

pesta maupun yang sedang berduka. Bekerja sama dan saling membantu tanpa

mengharapkan adanya imbalan untuk kepentingan bersama.

Selain itu, ada solidaritas yang dibangun dalam tradisi manekat. Solidaritas sendiri dapat

diartikan adanya kesatuan kepentingan, simpati, sebagai salah satu anggota dari kelas

yang sama. Solidaritas adalah integrasi, tingkat dan jenis integrasi ditunjukan oleh

masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetangga mereka.5 Hal ini mengacu pada

4http://www.pelajaran.co.id/2017/10/pengertian-gotong-royong-manfaat-nilai-dan-contoh-bentuk-

gotong-royong.html diakses pada tanggal 10 November 2017, pukul 02.20. 5http://definisidanpengertian.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-solidaritas.html diakses pada tanggal 10

November 2017, pukul 11.00.

Page 8: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

64 | P a g e

hubungan dalam masyarakat. Yang membentuk solidaritas, dalam masyarakat sederhana

mungkin terutama berbasis di sekitar nilai-nilai kekerabatan dan berbagi.

2) Makna dan nilai religius

Ketika berbicara tentang nilai religius, tidak akan terlepas dari kehidupan rohani

seseorang. Tentang bagaimana hubungan manusia dengan Tuhannya dan Hubungan

manusia dengan sesamanya. Bagaimana kita sebagai manusia menjalankan perintah

Tuhan dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan bersama. Kehidupan orang Kristen

harus dimotivasi oleh kasih. Malcolm Brownlee mengemukakan empat unsur dalam

kasih Kristus yang mempengaruhi pekerjaan orang Kristen dalam masyarakat. yang

pertama ialah kasih berarti penghargaan pada kehidupan setiap orang, karena itu kasih

tidak bergantung pada jasa, kelas sosial, sikap atau kerja orang yang dikasihi. Dan kasih

juga tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lahiriah seperti kekayaan atau kedudukan

sosial.Yang kedua ialah kasih bukan hanya sikap batin, tetapi kasih perlu diwujudkan

dalam perbuatan yang konkret. Yang ketiga ialah kasih berarti kepekaan kepada

kebutuhan dan penderitaan sesama kita atau dengan kata lain kasih berarti solider dengan

orang lain. yang keempatialah kasih tidak terbatas pada kaum kerabat atau kawan-kawan

kita saja. Hal ini berarti bahwa kasih tidak terbatas pada kalangan tertentu.6

Manekat adalah pemberian tanda kasih. Dalam manekat terdapat kasih sebagai dasar

hidup orang beriman. Kasih/mengasihi adalah perintah Tuhan yang pertama dan yang

utama seperti yang terdapat dalam Firman Tuhan “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan

segenap hatimu dan Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”. Ketika kita melakukan

kasih terhadap sesama kita, berarti kita telah melakukannya untuk Tuhan. Memberikan

tanpa mengharapkan adanya imbalan juga menandakan bahwa seseorang mensyukuri

6Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 62-64.

Page 9: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

65 | P a g e

berkat-berkat yang telah diterimanya, salah satu bentuk ungkapan syukurnya ialah

dengan kembali membagikan berkat-berkat tersebut kepada sesama yang membutuhkan.

4.2 Analisis Terhadap Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Dalam

ManekatSerta Dampaknya Bagi Kehidupan Masyarakat

4.2.1 Faktor kependudukandan perkembangan zaman

Di dalam setiap perubahan yang terjadi tentunya ada faktor-faktor penyebab yang

melatarbelakangi munculnya sebuah perubahan. Dalam teori perubahan sosial disebutkan bahwa

faktor-faktor penyebab suatu perubahan berasal dari dalam masyarakat itu sendiri dan dari luar

masyarakat. Faktor-faktor tersebut antara lain karena masalah kependudukan, dalam hal ini

adanya perpindahan penduduk baik itu urbanisasi maupun transmigrasi. Perubahan penduduk ini

berdampak pada perubahan struktur masyarakat, dalam hal ini masyarakat dalam suatu wilayah

keluar dari daerah tersebut ke daerah/negara lain untuk mencari pekerjaan ataupun karena proses

kawin mawin dengan masyarakat luar, begitu juga dengan masyarakat dari daerah lain masuk ke

wilayah yang telah ditinggalkan tersebut karena tuntutan pekerjaan kedinasan maupun karena

kepentingan perdagangan. Masuknya masyarakat baru tersebut dengan membawa pengalaman

hidup yang berbeda, perlahan demi perlahan meresap masuk dalam kehidupan masyarakat

setempat dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dalam wilayah tersebut. Adapun

pengamalam-pengamalam hidup seperti nilai, norma, kebiasaan dan tradisi yang berbeda-beda.

Kependudukan yang berubah juga merubah pola masyarakat dari homogen ke heterogen.

Seperti yang terjadi dalam Jemaat Imanuel Kesetnana. Awalnya jemaat yang mendiami desa

Kesetnana adalah masyarakat Timor sub Mollo, yang mana mereka berasal dari satu rumpun

keluarga yang masih memiliki hubungan darah. Karena mereka dalam hubungan satu darah ini

Page 10: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

66 | P a g e

maka semua bentuk harta benda yang ada dalam desa tersebut dijadikan milik bersama, tetapi

karena adanya pertambahan penduduk, transmigrasi dan urbanisasi, masyarakat yang ada dalam

desa Kesetnana telah bercampur baur, bukan hanya dihuni oleh marga Mella, Ufi, Taesekeb,

Sanam, Opat, tetapi juga ada orang Timor bermarga Fay, Tahun, Nubatonis, Amnifu, Faot yang

berasal dari sub Amanatun, Amarasi dan Amanuban, bahkan masyarakat dari suku Rote, Alor,

Sumba, Sabu dan Flores pun tinggal menetap di desa Kesetnana. Segala harta benda bukan milik

bersama lagi. Tanah dan hewan ternak telah dibagi-bagi atau dijual ke penduduk yang baru. Hal

ini menurut penulis berdampak juga pada pemberian manekat. Jika dulu harta benda adalah milik

bersama, maka setiap manekat tidak akan diperhitungkan apalagi dicatat sebab semuanya milik

bersama, tetapi karena harta benda bukan lagi milik bersama, setiap pemberian manekat

diperhitungkan dan dicatat.

* Perubahan pola kependudukan dan kekeluargaan dalam desa Kesetnana

Desa Kesetnana

Page 11: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

67 | P a g e

*keterangan gambar (bandingkan dengan gambar pada Bab 3 halaman 46):

Gambar tersebut memperlihatkan tentang perubahan pola kependudukan dan hubungan

kekeluargaan di desa Kesetnana. Awalnya dalam desa Kesetnana hanya dihuni oleh 6 marga yang

berasal dari rumpun keluarga kerajaan Bijoba, namun karena adanya perubahan kependudukan, di desa

Kesetnana sudah ada banyak marga keluarga dan dengan demikian seluruh harta benda yang ada dalam

desa Kesetnana bukan lagi milik bersama rumpun keluarga Bijoba, tapi telah terbagi pada keluarga-

keluarga lain yang tinggal menetap di desa Kesetnana.

Selain itu, perubahan kependudukan juga mempengaruhi sikap masyarakat. Pola hidup

kolektif berubah menjadi individualis. Artinya bahwa masyarakat yang dulunya hidup bersama,

saling membantu dan suka bekerja sama tanpa adanya kepentingan-kepentingan pribadi, kini

berubah menjadi masyarakat yang individualis, yang acuh tak acuh dengan kehidupan bersama,

yang mengerjakan sesuatu dengan motivasi untuk kepentingan/keuntungan pribadi. Seperti yang

dikemukakan Durkheim dalam teori solidaritas sosialnya yang mengatakan bahwa masyarakat

yang homogen atau yang disebut solidaritas mekanik adalah masyarakat yang mengutamakan

kepentingan bersama. Segala sesuatu yang dikerjakan bersifat gotong royong. Sedangkan

masyarakat heterogen atau yang disebut solidaritas organik adalah masyarakat yang

mengutamakan kepentingan pribadi, dalam hal ini individualis.7 Melakukan sesuatu dengan

motivasi apa yang harus dan akan didapatkan. Demikian hal juga dengan yang terjadi dalam

tradisi manekat sekarang ini. Manekat diberikan dengan motivasi untuk mendapakan imbalan

yang sama bahkan yang lebih besar. Kumpul keluarga diadakan sekarang ini bukan lagi dengan

tujuan untuk mempererat hubungan kekeluargaan, tetapi kumpul keluarga diadakan dengan

harapan akan mendapatkan manekat yang banyak. Semakin banyak orang yang hadir dalam

acara kumpul keluarga, maka diharapkan manekat yang terkumpul pun akan semakin banyak.

7Emile Durkheim, The Divison of Labor In Society, terj. W.D. Halls (New York: Free Press, 2014), 57.

Page 12: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

68 | P a g e

Selain itu, penulis melihat bahwa perkembangan zaman juga turut mempengaruhi

terjadinya perubahan dalam tradisi manekat ini. Perkembangan zaman yang dimaksud di sini

ialah peralihan pemikiran dan pola kehidupan manusia dari yang tradisional atau primitif

menjadi manusia modern. Van Peursen mengatakan bahwa ada 3 tahap perkembangan pemikiran

hidup manusia, yaitu tahap mistis, tahap ontologis dan tahap fungsional. Yang pertama, tahap

mistis yaitu tingkah laku manusia yang secara langsung melibatkan dirinya dengan kekuatan-

kekuatan alam yang misterius.8 Pada tahap ini, manusia disebut sebagai manusia primitif yang

masih sangat sederhana, dan hidup hanya dengan mengikuti hukum-hukum alam. Karena itu,

kehidupan mereka statis, tidak perubahan dan perkembangan. Tetapi jika diamati lebih cermat,

sebenarnya tidaklah begitu sederhana. Di dalamnya telah ada kaidah-kaidah yang dipakai sebagai

pedoman bertingkahlaku sosial. Nilai-nilai dan norma-norma seolah-olah merupakan polisi lalu

lintas yang mengatur masyarakat.9Dalam tahap mistis ini, manusia dikuasai oleh daya-daya

pertalian dengan marganya dan dengan alam sekitarnya. Masyarakat sangatberpegang pada

tradisi turun menurun dan mempercayai hal itu sebagai kebenaran mutlak yang wajib

dipatuhi.Yang kedua, tahap ontologis yaitu sikap manusia yang sudah mampu melepaskan diri

dari ikatan mistis dan secara bebas ingin meneliti segala sesuatu yang ada disekitarnya dengan

memakai akal budi. Dan yang ketiga yaitu tahap fungsional di mana dalam tahap ini hubungan

dan relasi bersifat fungsional. Segala yang ada diukur dari nilai fungsionalnya, di mana hal ini

merupakan ciri dari masyarakat modern.10

Hal ini berarti bahwa sesuatu itu bernilai kalau ada

fungsinya, dan sebaliknya sesuatu itu berfungsi kalau ada nilainya. Manusia lebih menekankan

fungsi dari segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Ketika desa Kesetnana belum tersentuh oleh

modernitas, dalam arti bahwa masyarakat masih tradisional, kehidupannya masih banyak

8C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 34.

9C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan...., 48.

10C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan...., 85.

Page 13: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

69 | P a g e

dikuasai oleh adat istiadat lama.melangsungkan kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau

kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya. Kehidupan mereka belum

terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya. Hal

ini berarti bahwa peranan adat-istiadat sangat kuat menguasai kehidupan mereka. Tradisi

manekat dilakukan dan dijalankan sebagaimana mestinya. Namun, kini ketika masyarakat telah

tersentuh oleh modernitas dan mengalami perubahan, kehidupan masyarakat pun berlangsung

atas dasar fungsi dari segala sesuatu. Saya memberi manekat, maka saya pun harus mendapatkan

manekat, dan ketika saya telah menerima manekat, saya pun harus memberi manekat.

4.2.2 Pengaruh kebudayaan lain

Perkembangan globalisasi dewasa ini tidak dapat dibendung lagi. Globalisasi telah masuk

ke semua bidang kehidupan, Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan.

Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab,

dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Ada berbagai

dampak yang ditimbulkan dari globalisasi. Ketika masyarakat siap untuk menerima globalisasi,

maka akan membawa pengaruh positif dalam kehidupan. Tetapi jika arus globalisasi tidak

diimbangi oleh kesiapan masyarakat dalam menghadapinya, maka globalisasi justru berdampak

negatif bagi kehidupan. Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah

dalam bidang kebudayaan,misalnya hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara,

terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya

sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, dan gaya hidup yang

berlebihan. Penulis melihat bahwa arus globalisasi jugaturut menjadi salah satu faktor perubahan

yang terjadi dalam tradisi manekat, yaitu karena adanya percampuran budaya.

Page 14: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

70 | P a g e

Bercampurnya suatu budaya daerah yang berbeda dapat menghasilkan budaya baru.

Artinya bahwa masuknya budaya luar ke dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi kebudayaan

yang sudah ada dalam wilayah tersebut, seperti halnya yang terjadi dalam tradisi manekat.

Berdasarkan penelitian, penulis menemukan bahwa ada salah satu tradisi dari daerah Rote yang

sangat mempengaruhi perubahan dalam manekat, yaitu tradisi Tu’u Belis.11

Di mana tradisi Tu’u

Belis ini merupakan salah satu budaya khas masyarakat suku Rote yang secara turun temurun

telah diwariskan dari generasi ke generasi sampai sekarang ini. Pada prakteknya tradisi Tu’u

Belis merupakan suatu budaya gotong royong atau sistem kerja sama antar anggota masyarakat

dalam acara pengumpulan dana untuk proses perkawinan yang ada di pulau Rote. Bagi

masyarakat Rote,Tu’u Belis melambangkan sikap untuk saling membantu dalam meringankan

biaya dalam urusan perkawinan bagi anggota masyarakat dan menjadi acara untuk mempererat

jalinan hubungan persaudaraan. Dalam pengumpulan dana ini, sudah ada standar yang

ditentukan berapa besar dana yang harus dikumpulkan oleh masing-masing kerabat yang terlibat

di dalamnya. Penulis melihat bahwa orang Timor khususnya masyarakat desa Kesetnana

terpengaruh oleh budaya Tu’u Belis ini. Mereka mengadopsi tradisi ini namun mereka

melupakan hal yang paling prinsip dari manekat, yaitu memberi dengan sukacita tanpa

mengharapkan adanya balasan atau imbalan. Penulis menilai bahwa masyarakat tidak mampu

menahan berbagai pengaruh kebudayaan yang datang dari luar sehingga mengakibatkan

terjadinya ketidakseimbangan dalam kehidupan masyarakat. Ada penyerapan unsur-unsur

budaya luar secara cepat yang tidak melalui suatu proses internalisasi, yang pada akhirnya

menyebabkan ketimpangan budaya.

11

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ayub Tunliu dan pengamatan langsung penulis ketika salah satu anggota jemaat yang berasal dari suku Rote mengadakan tradisi Tu’u Belis

Page 15: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

71 | P a g e

4.2.3 Faktor Ekonomi

Masalah ekonomi merupakan salah satu masalah yang menjadi permasalahan utama di

dunia sekarang ini. Berbagai persoalan dan masalah-masalah sosial yang terjadi, hampir bisa

dipastikan semuanya dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi, seperti angka kemiskinan yang

kian meningkat, berbagai macam kekerasan, human traficking, dan gaya hidup modern yang

tidak sesuai dengan daya beli masyarakat.Penulis melihat bahwa faktor ekonomi turut menjadi

penyebab terjadinya perubahan dalam manekat. Salah satunya adalah gaya hidup. Perilaku hidup

mewah ini tercermin dalam kehidupan warga desa Kesetnana yang hidup dalam pesta pora.

Seperti yang dijelaskan dalam bab 3 bahwa hampir dalam setiap acara hajatan seperti

pernikahan, ulang tahun, syukuran baptisan, syukuran sidi baru maupun syukuran wisuda

dilaksanakan dalam pesta pora. Di mana pesta pora tersebut membutuhkan biaya yang besar dan

berlangsung berhari-hari. Penulis melihat bahwa kata syukuran justru sekarang ini hanya sebagai

label untuk melegalkan keinginan masyarakat dalam mengadakan pesta pora. Darimana sumber

dana untuk melaksanakan pesta pora? Salah satunya dari acara kumpul keluarga yang di

dalamnya ada tradisi manekat. Secara tidak langsung tradisi manekat dilakukan hanya untuk

memenuhi keinginan hidup mewah. Sekarang ini uang menjadi segalanya dalam kehidupan

manusia. Segala sesuatu memerlukan uang. Keinginan untuk hidup bergaya modern ternyata

tidak seimbang dengan tingkat pendapatan masyarakat desa Kesetnana. Penulis melihat bahwa

masyarakat terlalu memaksakan untuk hidup dalam pesta pora. Dalam penelitian, penulis

menemukan fakta dari beberapa anak muda yang mengatakan bahwa sekarang ini mereka takut

untuk menikah. Alasannya karena menikah sekarang ini membutuhkan biaya yang sangat mahal,

kalaupun mereka harus menikah setidaknya mereka sudah memiliki modal untuk menggelar

sebuah pesta. Akibatnya mereka terpaksa harus mengambil utang untuk persiapan pernikahan.

Page 16: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

72 | P a g e

Kalau mereka tidak memiliki modal untuk menggelar sebuah pesta, sudah dipastikan semua

biaya pesta tersebut di dapat dari hasil kumpul keluarga yang di dalamnya ada tradisi manekat.

Hal ini bagi mereka tentunya akan memberatkan karena secara tidak langsung mereka sudah

terjebak dalam lilitan utang keluarga. Ada saatnya nanti, mau tidak mau mereka harus membalas

jasa keluarga-keluarga yang turut terlibat dalam pergelaran pesta tersebut, termasuk membalas

manekat. Dari sini, penulis bisa menyimpulkan bahwa keinginan masyarakat untuk bergaya

mewah tidak sebanding dengan tingkat ekonominya.

Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan dalam manekat, maka penulis

juga melihat bahwa dalam setiap perubahan yang terjadi, tentunya disertai dengan dampak-

dampaknya. Ketika perubahan tersebut diterima dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku,

akan berdampak positif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang menganutnya. Tetapi

ketika perubahan terjadi dan masyarakat tidak siap untuk menerimanya serta bertentangan

dengan ada istiadat dan norma-norma yang berlaku, maka perubahan itu justru akan berdampak

negatif dalam kehidupan sosial masyarakat.

Perubahan makna dan nilai dalam manekat sekarang ini pun berdampak pada kehidupan

sosial masyarakat Timor, khususnya anggota jemaat Immanuel Kesetnana. Beberapa dampak

negatif dari adanya perubahan yang penulis dapati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.2.4 Bergesernya Ikatan Kekeluargaan

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa manekat bagi orang Timor tidak hanya sebagai

pemberian tanda sukacita untuk saling tolong menolong dalam menangung beban, tapi di dalam

tradisi manekat ada nilai dan makna kekeluargaan. Melalui Tradisi manekat, anggota keluarga

kembali diingatkan akan rasa solidaritas dan terus menjaga hubungan kekeluargaan yang telah

Page 17: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

73 | P a g e

dibina. Dengan adanya tradisi manekat, menyatukan keluarga-keluarga yang terpisah karena

jarak maupun kesibukan. Namun sekarang ini dengan sistem manekat yang memakai catatan,

dimana setiap manekat yang diberikan harus dicatat dan adanya balasan atau pembayaran

kembali, membuat rasa kekeluargaan memudar bahkan hilang sama sekali. Mengapa? Karena

sistem catat buku dan bayar utang tadi mensiratkan bahwa tidak adanya kepercayaan diantara

sesama keluarga. Salah satu akibat dari perubahan di atas adalah merenggangnya hubungan

kekeluargaan, baik dalam keluarga kecil maupun keluarga dalam arti luas. Selain itu solidaritas

kekeluargaan yang dibangun bukan lagi berdasarkan kepentingan bersama tetapi atas dasar

untung dan rugi. Memberikan manekat dengan harapan akan mendapatkan balasan yang lebih

besar. Sistem catat buku juga seolah menjadi pemaksaan bagi anggota keluarga untuk

memberikan manekat jika masih mau dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Jika tidak

memberikan manekat dalam acara kumpul keluarga, maka keluarga yang tidak memberikan

manekat tersebut akan dijadikan bahan cibiran, dikucilkan bahkan diasingkan dari keluarga.

Dengan adanya sistem catat buku juga membuat hubungan keluarga semakin jauh. Tidak hadir

dalam acara kumpul keluarga tidak menjadi masalah, yang penting manekatnya diberikan dan

dicatat.

4.2.5 Masyarakat menjadi Individualis

Dalam tradisi manekat ada nilai gotong royong dan tersirat nilai sosial yang tinggi. Para

anggota keluarga dan kerabat memiliki satu visi yang sama yaitu saling mendukung dan saling

menanggung beban. Kata saling disini tidak hanya berarti sebagai tindakan responsif atau

tindakan dua arah, tetapi kata saling disini mensiratkan adanya bentuk kerjasama. Tidak bekerja

sendiri-sendiri tapi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama.

Namun, dengan adanya perubahan dalam manekat sekarang ini menyebabkan masyarakat

Page 18: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

74 | P a g e

menjadi individualis. Masyarakat yang dulunya saling berhubungan erat satu dengan yang lain

atas dasar kekeluargaan, kini lebih mementingkan diri sendiri. Mereka yang bersikap

individualisme selalu mementingkan dirinya sendiri, mereka tidak memperdulikan orang lain dan

hanya peduli terhadap urusannya masing-masing. Pemberian manekat pun tidak lagi atas dasar

kekeluargaan tapi atas dasar keuntungan pribadi. Seseorang hanya akan memberikan manekatnya

jika dia telah mendapatkan manekat sebelumnya.

4.2.6 Munculnya konflik sosial dan kesenjangan sosial

Konflik sosial seringkali disebabkan karena adanya perbedan sikap dan kepentingan

dalam menghadapi suatu perubahan. Tentunya dalam setiap perubahan ada pro dan kontra. Ada

pihak-pihak yang mendukung terjadinya perubahan tersebut dan ada pihak-pihak yang

menentang adanya perubahan. Contohnya, perubahan yang terjadi menimbulkan kesenjangan

sosial atau perubahan menghilangkan norma-norma adat istiadat. Tidak adanya rasa toleransi dan

perasaan saling mengerti akan kebutuhan individu masing-masing juga terkadang menjadi

pemicu adanya konflik sosial.

Manekat dengan menggunakan sistem catat buku apalagi dengan adanya penentuan

jumlah manekat yang harus diberikan dapat menimbulkan konflik sosial. Seperti yang penulis

kemukakan dalam penelitian bahwa ada sebagian rayon dalam jemaat Immanuel Kesetnana yang

memberikan standarisasi dalam memberikan manekat.12

Dan standarisasi itu harus dipenuhi dan

dijalankan oleh semua anggota rayon. Bila ada anggota rayon yang tidak memberikan

manekatnya, maka ada konsekuensi yang harus ia tanggung dan justru hal ini didukung oleh tua

adat setempat. Mengapa standarisasi manekat ini dapat menyebabkan konflik? Karena ketika ada

anggota rayon yang tidak memberikan manekatnya, akan menimbulkan pertentangan diantara

12

Lihat Bab 3 hal 21

Page 19: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

75 | P a g e

mereka. Merasa tidak dihargai dan merasa dilecehkan. Dalam penelitian juga, penulis

mendapatkan pengeluhan dari beberapa anggota jemaat yang merasa terbeban dengan adanya

sistem catat buku dan standarisasi manekat. Para anggota jemaat tersebut adalah para janda yang

tidak memiliki pekerjaan tetap. Mereka merasa bahwa standarisasi manekat justru membawa

beban dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka harus memberikan manekat sebesar Rp.50.000

padahal untuk mendapatkan uang sebesar itu saja mereka harus mencarinya dengan susah payah,

apalagi jika dalam seminggu atau sebulan mereka harus memberikan manekat lebih dari 1 kali.

Adanya standarisasi tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota rayon, majelis

jemaat serta para tokoh adat dan tokoh masyarakat. Tetapi disini penulis melihat bahwa

kesepakatan tersebut tidak seimbang karena ternyata masih ada anggota jemaat yang

mengeluhkan standarisasi tersebut. Penulis menilai bahwa kesepakatan tersebut dibuat hanya

oleh mayoritas suara terbanyak yang di mana mereka adalah orang-orang yang punya status

sosial tinggi, sedangkan mereka yang tidak memiliki apa-apa seperti para janda terpaksa harus

tunduk pada hasil kesepakatan. Tentunya hal ini secara tidak langsung memicu terjadinya konflik

sosial antara mereka yang memiliki status sosial tinggi dan mereka yang berstatus sosial rendah.

Ketika konflik muncul, tentunya mereka yang berstatus sosial rendah hanya bisa pasrah. Dan hal

ini menimbulkan adanya kesenjangan sosial. Mereka yang berkuasa seolah-olah menindas yang

lemah. Sementara mereka yang lemah harus tunduk terhadap setiap keputusan yang diambil oleh

para penguasa.

Berbicara tentang pengambilan keputusan atas kesepakatan bersama, sebagaimana yang

terjadi dalam penentuan/standarisasi jumlah manekat, berdasarkan hasil peneliatian penulis

melihat ada sebuah kontradiksi dalam kesepakatan tersebut. Penulis menilai bahwa Kesepakatan

yang dibuat tidak mempertimbangkan kesanggupan dari semua pihak. Apakah semua mampu

Page 20: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

76 | P a g e

untuk membayar manekat sesuai kesepakatan atau tidak. Sebab kenyataannya banyak anggota

jemaat yang mengeluhkan keputusan tersebut. Dari sini penulis melihat bahwa pihak-pihak yang

membuat kesepakatan dan keputusan tersebut tidak menjalankan tugas dan fungsinya

sebagaiman mestinya. Yang pertama adalah para tokoh adat dan tokoh masyarakat seharusnya

dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai orang yang dihormati dan dipertuankan. Sebagai

seorang yang dipertuan, memiliki kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya.

Dalam setiap pengambilan keputusan, para tokoh adat dan tokoh masyarakat ini seharusnya

memperhatikan akibat dan dampak yang ditimbulkan dari keputusan-keputusan tersebut, apakah

membawa pengaruh positif bagi masyarakat ataukah justru menjadi beban bagi masyarakat.

Terlebih lagi mereka harus berpihak pada masyarakat kecil, sebagai masyarakat yang akan

paling merasakan setiap dampak yang ditimbulkan dari setiap keputusan yang dibuat. Tetapi

dalam penentuan standarisasi manekat ini, para tokoh adat dan tokoh masyarakat mengalami

kegagalan dalam menjalankan peran dan fungsinya. Mereka tidak berpihak pada masyarakat

kecil. Yang kedua adalah para majelis gereja yang terlibat dalam kesepakatan tersebut pun

menurut penulis gagal dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai pelayan umat. Di sini

penulis melihat dua faktor yang menjadi penyebab para majelis jemaat ini tidak menjalankan

fungsinya untuk melayani dengan kasih. Pertama ialah karena para majelis tersebut juga adalah

para tokoh adat dan tokoh masyarakat dan kedua ialah karena adanya ketakutan untuk melawan

para penguasa atau mereka yang mempunyai status sosial tinggi.

Dari ketiga dampak negatif di atas, penulis juga melihat bahwa ada dampak positif dari

manekat dengan sistem catat buku ini. Kebiasaan orang Timor setelah seseorang menikah ialah

pasangan suami istri baru itu harus memberi ucapan terimakasih kepada para keluarga dan

kerabat yang telah membantu dalam semua proses pernikahan tersebut. Caranya ialah dengan

Page 21: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

77 | P a g e

berkunjung ke rumah-rumah keluarga tersebut. Dengan adanya sistem catat buku, setidaknya

pasangan suami istri baru tersebut tidak melewatkan atau melupakan para keluarga dan kerabat

dalam memberi ucapan terimakasih. Selain itu, penulis melihat bahwa dengan sistem catat buku

juga memberi tanggung jawab moral kepada pasangan suami istri baru tersebut, bila suatu ketika

ada pertikaian dalam rumah tangga dan harus berujung pada perceraian, buku yang berisi nama-

nama keluarga yang memberi manekat akan menjadi pertimbangan bagi pasangan suami istri

tersebut untuk bercerai. Begitu banyak anggota keluarga dan kerabat yang berpartisipasi dalam

proses pernikahan, dan tentu saja hal tersebut menjadi tanggung jawab moral bagi pasangan

suami istri untuk menghargai semua bentuk pastisipasi keluarga yang telah diberikan.

4.3 Sikap Gereja Terhadap Perubahan dalam Manekat

Gereja adalah institusi sosial, di mana gereja merupakan bagian masyarakat dan

masyarakat merupakan bagian penting Gereja. Keduanya saling berinteraksi dan saling

mempengaruhi. Gereja telah hadir di hampir semua masyarakat. Pengaruh gereja pada

masyarakat dapat dirasakan di semua bidang kehidupan, baik dalam politik, ekonomi, seni,

budaya maupun pemikiran (idiologi). Gereja dan masyarakat saling mempengaruhi, membentuk

dan menuntun. Ada interaksi kompleks antara gereja dan masyarakat. Sebagai bagaian dari

masyarakat, tentunya gereja juga turut berperan aktif dalam setiap tantangan dan masalah yang

dihadapi oleh masyarakat. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam

masyarakat. Gereja yang hidup adalah gereja yang selalu mempertanyakan makna kehadirannya

di tengah masyarakat dan lingkungannya. Perubahan sosial yang tengah terjadi di masyarakat

memberikan tantangan pelayanan dan tantangan kehidupan yang harus dijawab oleh gereja. Dan

gereja menjawabnya dalam bentuk partisipasi yang aktif melalui aktifitas pelayanan dan

kesaksian yang kontekstual dan tulus.

Page 22: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

78 | P a g e

Gereja harus mampu membaca perubahan-perubahan yang tengah terjadi di masyarakat.

Gereja jangan mengambil sikap bermusuhan dengan perubahan yang ada atau turut terbawa arus

perubahan yang ada. Dalam mengambil sikap atas setiap perubahan dan permasalahan yang

terjadi, gereja harus independendalam artian bahwa gereja tidak boleh memihak. Terkadang

gereja takut untuk mengambil resiko dalam berperan aktif terhadap perubahan sosial, takut akan

kehilangan anggota jemaat. Kesiapan gereja dalam menghadapai perubahan sosial juga

terkadang membuat gereja tidak mampu untuk menjalankan perannya sebagai institusi sosial.

Peran Gereja di tengah masyarakat yang berubah adalah menjadi krusial saat ini. Persoalannya

adalah apakah setiap Gereja memahami akan perannya ? Jika di kaji lebih mendalam sebetulnya

tidak ada pilihan lain bagi gereja, sebab gereja adalah bagian dari masyarakat, apa yang terjadi di

masyarakat akan mempengaruhi gereja, begitu juga apa yang terjadi di gereja akan berdampak

juga ke masyarakat.

Dalam penelitian terhadap perubahan Sosial dalam tradisi manekat di jemaat Immanuel

Kesetnana, penulis melihat bahwa gereja berupaya untuk menyadarkan jemaat akan pentingnya

menjaga nilai-nilai kasih dalam hidup bersama. Melalui khotbah-khotbah dan suara gembala,

gereja terus menyuarakan akan pentingnya hidup bersama. Namun di lain pihak, penulis melihat

bahwa gereja sebenarnya kurang berperan aktif dalam menghadapi perubahan dalam tradisi

manekat ini. Mengapa? Karena justru mereka yang memiliki jabatan struktural, dalam hal ini

majelis jemaat dalam gerejalah yang turut memainkan bahkan melegalkan perubahan yang

terjadi dalam manekat. Penulis melihat juga bahwa hal ini terjadi karena kurang adanya

komunikasi diantara para pemimpin gereja. Di lain pihak gereja dalam hal ini Pendeta terus

menyuarakan tentang nilai-nilai kasih, namun kenyataannya para majelislah yang tidak

mempraktekan nilai-nilai kasih tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Ini berarti bahwa

Page 23: BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM TRADISI MANEKAT 4.1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15969/4/T2_752016013_BAB IV... · Dalam setiap tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat,

79 | P a g e

belum ada sikap dari gereja atas perubahan yang terjadi dalam tradisi manekat. Gereja belum

serius menghadapi masalah-masalah sosial.

Mengapa gereja harus berperan aktif, tidak saja hanya dengan berkhotbah tapi juga harus

menjadi contoh melalui tindakan dalam menghadapi perubahan dalam manekat ini? Penulis

beranggapan bahwa gereja menjadi benteng terakhir untuk meluruskan bahwa hidup harus

mempunyai dampak positif bagi sesamanya. Ketika lembaga-lembaga adat dan pemerintah tidak

mampu lagi menangani perubahan yang terjadi yang menyebabkan adanya konflik sosial dan

hilangnya nilai-nilai hidup, maka gereja harus mampu menjadi agen perubahan. Gereja harus

mampu membawa kembali masyarakat untuk terus melakukan kebaikan, kebenaran dan

mempraktekan nilai-nilai kasih sebagaimana mestinya.