bab iv kecamatan semampir kota surabaya a. analisis …digilib.uinsby.ac.id/13597/7/bab 4.pdf · a....

13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 57 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUASAAN HARTA WARIS OLEH IBU TIRI DI KELURAHAN PEGIRIAN KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA A. Analisis Kasus Penguasaan Harta Waris oleh Ibu Tiri Harta Waris adalah sebutan terhadap harta pribadi yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia sesudah dikurangi utang-utangnya. Dalam hal orang yang meninggal dunia tersebut terikat dalam suatu perkawinan, maka harta peninggalannya mencakup harta asal dan sebagian harta bersama sesudah dikurangi utang-utangnya. Harta peninggalan sesudah dikurangi biaya penguburan, utang, dan wasiat dinamakan harta waris. Harta inilah yang secara nyata merupakan harta warisan dan akan diberikan terhadap para ahli waris dari orang yang meninggal dunia itu. 1 Pengertian harta waris menurut sekelompok ulama mencakup harta peninggalan sebelum dikurangi utang dan wasiat. Dalam tulisan ini, penulis mengartikan harta waris sebagai harta peninggalan sesudah dikurangi biaya penguburan, utang , wasiat dll. Seperti pada kasus penguasaan harta waris yang terjadi di Kelurahan Pegirian Kecamatan Semampir Kota Surabaya. adapun faktor yang menjadi Alasan terjadinya penguasaan harta waris ini bermula ketika meninggalnya Bapak Muzayyin , dan harta waris dari Bapak Muzayyin ini kemudian dikuasai oleh salah satu ahli warisnya dan belum dibagikan sampai saat ini yaitu Ibu 1 Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2002), 19.

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    57

    BAB IV

    ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUASAAN

    HARTA WARIS OLEH IBU TIRI DI KELURAHAN PEGIRIAN

    KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA

    A. Analisis Kasus Penguasaan Harta Waris oleh Ibu Tiri

    Harta Waris adalah sebutan terhadap harta pribadi yang ditinggalkan

    oleh seseorang yang meninggal dunia sesudah dikurangi utang-utangnya.

    Dalam hal orang yang meninggal dunia tersebut terikat dalam suatu

    perkawinan, maka harta peninggalannya mencakup harta asal dan sebagian

    harta bersama sesudah dikurangi utang-utangnya. Harta peninggalan sesudah

    dikurangi biaya penguburan, utang, dan wasiat dinamakan harta waris. Harta

    inilah yang secara nyata merupakan harta warisan dan akan diberikan terhadap

    para ahli waris dari orang yang meninggal dunia itu.1

    Pengertian harta waris menurut sekelompok ulama mencakup harta

    peninggalan sebelum dikurangi utang dan wasiat. Dalam tulisan ini, penulis

    mengartikan harta waris sebagai harta peninggalan sesudah dikurangi biaya

    penguburan, utang , wasiat dll.

    Seperti pada kasus penguasaan harta waris yang terjadi di Kelurahan

    Pegirian Kecamatan Semampir Kota Surabaya. adapun faktor yang menjadi

    Alasan terjadinya penguasaan harta waris ini bermula ketika meninggalnya

    Bapak Muzayyin , dan harta waris dari Bapak Muzayyin ini kemudian dikuasai

    oleh salah satu ahli warisnya dan belum dibagikan sampai saat ini yaitu Ibu

    1 Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2002), 19.

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    58

    Binti (istri Bapak Muzayyin). Padahal pembagian harta waris setelah

    meninggalnya pewaris seharusnya harus langsung dibagikan harta tersebut

    kepada ahli waris. Namun dalam kasus ini ahli waris lainya yakni anak-anak

    dari pewaris pada saat meningganya pewaris masih belum dewasa maka

    secara otomatis yang menjadi wali adalah Ibunya atau bagi dayat adalah Ibu

    tirinya

    Pada bab III sudah dijelaskan bahwasannya Ibu Binti menguasai semua

    harta waris dengan alasan Semua kebutuhan hidup dari anak-anaknya

    ditanggungnya, namun di sini yang berat hati atas keputusan Ibu Binti adalah

    Dayat, karena Dayat sudah dinyatakan oleh Ibu Binti tidak akan menerima

    harta warisan dari pewaris, ini karena dayat bukanlah anak kandung Ibu Binti

    melainkan anak tiri, berbeda dengan saudara-saudara dayat yang seayah,

    mereka adalah anak kandung dari Ibu Binti, dan suatu saat harta warisan

    tersebut akan dibagikan kepadanya

    Hal penguasaan yang terjadi itu karena Ibu Binti merasa apa yang di

    perbuat selama merawat , mengasuh dan mendidik dayat hinggga dewasa telah

    menghabiskan banyak waktu, tenaga maupun biaya yang harus di keluarkan

    oleh Ibu Binti, mulai dari kebutuhan makanan, sampai kebutuhan pendidikan,

    Ibu Binti yang mengurusi itu semua ketika dayat masih belum dewasa, jadi

    wajar ketika hak waris dayat telah di minta maka hak waris tersebut tidak

    diberikan kepada dayat.

    Harta waris yang menjadi hak dari dayat ini tidaklah sedikit, jikalau

    dibandingkan dengan biaya -biaya yang selama ini dipakai oleh Ibu Binti

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    59

    untuk merawat dayat , kemungkinan besar tidaklah habis karena biaya selama

    dayat hidup dan tinggal bersama dengan Ibu Binti, jika dihitung saat Bapak

    zayyin meninggal dunia sampai Dayat sudah dewasa dan berumah tangga

    yang kurang lebih selama lima tahun Dayat dalam pengampuan Ibu Binti

    Tetapi apa yang dilakukan oleh Ibu Binti dalam mengasuh Dayat dari

    kecil hingga Dayat dewasa merupakan suatu hal yang baik dan perlu di

    apresiasi karena sebenarnya Ibu Binti tidaklah memiliki kewajiban untuk

    merawat Dayat karena bukan anak kandungnya sendiri dan yang sebenarnya

    berkewajiban merawat Dayat adalah pihak keluarga dari ayah kandung Dayat,

    namun demikian tidak ada yang mau mengasuh dan mendidik Dayat kecuali

    Ibu Binti.

    Kemudian yang menjadi penyebab Ibu Binti tidak memberikan hak

    waris kepada Dayat itu karena yang di minta pada saat itu adalah sebagian

    dari gudang kayu yang merupakan ladang usaha Ibu Binti yang kalua diberikan

    sebagian kepada Dayat maka Ibu Binti akan kesulitan membaginya,

    disamping gudang kayu yang di minta oleh Dayat, rumah juga di minta oleh

    Dayat sedangkan jika rumah di bagi-bagikan sama rata juga akan sulit untuk

    membaginya karena rumahnya akan menjadi sempit dan perlu biaya yang

    banyak untuk merenovasinya sehingga menjadi kecil-kecil sesuai

    pembagianya masing-masing

    Dari situ sudah bisa dilihat alasan Ibu Binti ketika tidak membagikan

    harta warisannya kepada Dayat adalah karena banyak factor dan menurut

    hrmat penulis alasan tersebut memang bisa dipahami sehingga wajar ketika

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    60

    Ibu Binti tidak membagikanya kepada Dayat, di samping itu Dayat ketika

    berumah tangga sudah memiliki pekerjaan yang baik sehingga dia bisa hidup

    tanpa adanya harta warisan dari ayahnya dan ketika harta waris tersebut di

    bagikan kepada Dayat maka akan dikawatirkan timbul madharat yang lain

    karena yang dibagikan ini adalah berupa harta tidak bergerak yang berupa

    rumah sebagai tempat tinggal dan ladang usahanya Ibu Binti dalam

    menghidupi anak-anaknya yakni berupa gudang kayu.

    B. Analisis Hukum Islam Terhadap Kasus Penguasaan Harta Waris Anak Oleh

    Ibu Tiri

    Hukum kewarisan Islam yang telah merinci bagian harta warisan yang

    harus diterima oleh ahli waris itu merupakan ketentuan yang menjadi

    pedoman bagi umat manusia dalam hal kewarisan. Umat Islam tidak perlu

    repot lagi dalam menentukan bagian ahli waris, karena dalam Islam sudah ada

    aturannya tersendiri.

    Sebagaimana sudah dijelaskan dalam bab III, bahwa mayoritas

    penduduk Kelurahan Pegirian adalah beragama Islam. Oleh karena itu

    penduduk Kelurahan Pegirian menggunakan sistem hukum kewarisan Islam

    dalam membagikan warisan, tetapi ada juga sebagian warga yang tidak

    menggunakan sistem hukum kewarisan Islam. Dalam kasus ini ada perbedaan

    yang menonjol dalam hukum kewarisan Islam, yakni Bapak Muzayyin

    (pewaris) yang telah meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan

    yang masih dikuasai oleh salah seorang ahli warisnya yakni istrinya bernama

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    61

    Ibu Binti selama bertahun- tahun dan tidak dibagikan kepada anak-anaknya

    terutama kepada anak Bapak Muzayyin dari istri pertama yang bernama Dayat

    Bagi seorang muslim, tidak terkecuali apakah dia laki-laki atau

    perempuan yang tidak memahami atau tidak mengerti hukum waris Islam,

    maka wajib hukum baginya untuk mempelajarinya. Dan sebaiknya bagi

    barangsiapa yang telah memahami dan menguasai hukum waris Islam maka

    berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang lain.2

    Kewajiban belajar dan mengajarkan tersebut dimaksudkan agar di

    kalangan kaum muslimin (khususnya dalam keluarga) tidak terjadi

    perselisihan disebabkan masalah pembagian harta warisan yang pada

    gilirannya akan melahirkan perpecahan atau keretakan dalam hubungan

    kekeluargaan kaum muslimin.

    Bagi setiap pribadi muslim, merupakan kewajiban baginya untuk

    melaksanakan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum Islam yang

    ditunjuk oleh peraturan yang jelas (nash yang s}a>rih). Selama peraturan

    tersebut ditunjukkan oleh peraturan atau ketentuan lain yang menyebutkan

    ketidakwajibannya, maksudnya setiap ketentuan hukum agama Islam wajib

    dilaksanakan selama tidak ada ketentuan lain (yang datang kemudian sesudah

    ketentuan terdahulu) yang menyatakan ketentuan terdahulu tidak wajib.

    Demikian pula halnya mengenai hukum fara>’id}, tidak ada satu

    ketentuan pun (nash) yang menyatakan bahwa membagi harta warisan

    2 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Waris…, 1.

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    62

    menurut ketentuan fara>’id} itu tidak wajib. Bahkan sebaliknya di dalam surat

    An-Nisa’ ayat 13 dan 14 Allah menetapkan:3

    Artinya:

    “13. (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.

    14. dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”4

    Menurut penulis, bahwa ketentuan tentang pembagian harta warisan

    yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis adalah ketentuan hukum yang

    bersifat memaksa, dan karenanya wajib bagi setiap pribadi muslim untuk

    melaksanakannya. Dan apabila pembagian harta warisan diluar ketentuan

    tersebut, maka perbuatan tersebut sudah dikategorikan sebagai perbuatan

    yang melanggar hukum.

    Pendapat yang mewajibkan melaksanakan ketentuan pembagian harta

    warisan sesuai petunjuk Al-Qur’an dan hadis selain didasarkan atas ketentuan

    3 Ibid., 3. 4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    63

    surat An-Nisa’ ayat 13 dan 14 diatas, juga didasari oleh ketentuan yang ada

    dalam surat An-Nisa’ ayat 33 sebagai berikut:

    Artinya:

    “Dan bagi masing-masing orang kami adakan pewaris (ahli waris) atas milik yang ditinggalkan orang tua dan kerabat. (demikian pula) mereka dengan siapa kamu mengikat perjanjian berikanlah kepadanya bagiannya. Sungguh Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.”5

    Syariat Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat

    teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap

    manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syariat

    Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah

    meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya,

    tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil.

    Al-Qur’an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang

    berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorangpun. Bagian

    yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap

    pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, Ibu, paman, cucu,

    atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seIbu.

    5 Ibid., 122.

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    64

    Oleh karena itu, Al-Qur’an merupakan acuan utama hukum dan

    penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang

    diambil dari hadis Rasulullah saw. dan ijma>’ para ulama sangat sedikit. Dapat

    dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur’an

    yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini.

    Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan

    yang legal dan dibenarkan Allah swt. Disamping bahwa harta merupakan

    tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok

    masyarakat.6

    Adapun hadist Nabi yang memerintahkan kita untuk memberi hak

    kewarisan kepada ahli waris yang berhak.

    ى عليه َوَسلََّم :الَحقُّْوا الفََرائَِض بِأْهِلَها,فَاَما بَِقَى َعِن اِْبِن َعبَّا ٍس قَاَل : قَاَل َرُسْوُل هللا َصلَّ

    .فَُهَو ِِلَ ْولَى َرُجٍل ذََكٍر. متفق عليه

    Artinya:

    Dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah SAW bersabda : berikan

    bagian-bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya berikan kepada

    anak laki-laki yang terdekat.7

    Harta Waris adalah salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan

    dibenarkan oleh Allah swt serta telah ditetapkan hak kepemilikan harta bagi

    6 Muhammad Ali Ash Shabuni, Pembagian Waris … 32. 7 Al-Hafidh Ibnu Hajar AL-Asqalani, Bulughul Maram, Ali, Terjemah Bulughul Maram, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), 404

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    65

    ahli waris yang berhak (dalam kasus ini termasuk istri dan anak-anak atas

    harta waris dari Bapak Muzayyin).

    Ahli waris seharusnya mendapat bagian harta warisan sesuai dengan

    apa yang telah ditentukan dalam hukum kewarisan Islam. Karena hal itu

    merupakan hak ahli waris terhadap harta warisan yang ditinggalkan mayyit.

    Setiap pribadi muslim mempunyai kewajiban menjalankan apa yang telah

    diatur, dan setiap muslim juga memiliki hak untuk mendapat harta warisan

    jika termasuk ahli waris. Maka untuk kasus yang terjadi Kelurahan Pegirian

    Kecamatan Semampir Kota Surabaya, ahli waris yang berhak menerima harta

    waris adalah istri (Ibu Binti), dua anak perempuan dan tiga anak laki-laki.

    Dalam pembagian harta waris dalam kasus ini memang tidak dapat

    langsung untuk di bagikan kepada ahli waris ini karena pada saat itu ahli waris

    yang merupakan anak- anak dari Bapak Muzayyin masih belum dewasa atau

    belum cakap untuk menerima harta warisan, maka dari itu Ibu Binti bisa di

    jadikan wali atas ahli waris anak-anaknya yang belum dewasa. Sesuai dengan

    KHI “ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan

    kewajibannya, maka bagianya diangkat wali berdasarkan keputusan hakim

    atas usul anggota keluarga. Namun ketika dewasa nanti harta waris itu harus

    diberikan sesuai bagianya masing-masing

    Untuk bagian istri memperoleh seperempat bagian jika pewaris tidak

    mempunyai anak. Dan jika pewaris mempunyai anak, Maka Para istri

    memperoleh seperdelapan bagian, maka dalam ketentuan ini Ibu Binti

    seharusnya mendapat 1/8 bagian. ketentuan ini dilandasi dengan firman Allah

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    66

    dalam surat An-Nisa’ ayat 11. Dan bagian anak perempuan adalah apabila

    seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka

    bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan

    bersama anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua banding satu

    dengan anak perempuan.8 dalam kasus ini dua anak perempuanya

    mendapatkan 2/3 bagian, dan seharunya untuk Dayat dan saudara laki-lakinya

    seayah mendapat dua banding satu dengan anak perempuan. Namun dalam

    kasus ini yang tidak dapat bagian warisnya adalah Dayat

    Walaupun demikian Ibu Binti yang selama ini bekerja sama dalam hal

    mencari nafkah dengan Bapak Muzayyin berhak untuk diberikan separuh dari

    Harta Bapak Muzayyin sebelum dibigikan bagian harta waris kepada ahli

    waris yang lainnya ini sesui dengan dengan KHI Karena dalam cerai mati

    pasal 96 ayat 1 menegaskan “separuh harta bersama menjadi milik pasangan

    yang hidup lebih lama”. Dan setatus kematian salah satu pihak, baik suami

    maupun istri harus jelas terlebih dahulu agar penentuan tentang pembagian

    harta bersama menjadi jelas

    Alasan bahwa harta waris tersebut harus dibagikan kepada ahli waris

    adalah tidak ada sebab-sebab ahli waris dari Bapak Muzayyin (termasuk anak-

    anaknya) menjadi terhalang untuk mendapatkan harta waris. Maksudnya, ahli

    waris / anak-anak dari Bapak Muzayyin tidak mempunyai sebab yang

    menghalangi mereka untuk mendapatkan harta waris tersebut.

    8 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Kewarisan…, 56.

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    67

    Namun demikian menurut penulis kasus penguasaan harta waris yang

    tidak dibagikan kepada ahli waris yang terjadi di Kelurahan Pegirian

    Kecamatan Semampir Kota Surabaya ini merupakan suatu keadaan yang

    harus di tinjau ulang dalam memutuskan bagian yang sebenarnya di terima

    oleh Dayat karena seharusnya dayat juga harus memberikan kompensasi atas

    jasa-jasa Ibu Binti yang selama ini merawat dayat dari kecil hingga dewasa

    Karena menurut penulis teransaksi waris ini adalah Seperti transaksi

    Mua’malah maka akan berlaku juga Kaidah Mu’amalah seperti dibawah ini

    اِلَْصُل فِي الُمعَاَملَِة اإِلبَاَحةُ االَّ أَْن يَدُ لَّ دَِلْيٌل َعلَى تَْحِرْيِمَها

    Artinya :

    Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang

    ditentukan lain oleh al-Qur’an dan Sunah rasul9

    Kaitanya kasus ini dengan kaidah tersebut adalah adanya teransaksi

    oleh Ibu Binti kepada dayat untuk meminta konpensasi terhadab pengasuhan

    dan biaya merawat dayat ketika msih belum dewasa hingga berumah tangga,

    dan menurut kaidah tersebut memang teransaksi tersebut dibolehkan karena

    al-Qur’an maupun Sunnah tidak ada yang melarangnya , karena pada dasarnya

    Ibu Binti ini tidak mempunyai kewajiban untuk merawat dan mengasuh dayat

    jadi bisa di anggap pantas untuk memperoleh sebuah konpensansi dari dayat.

    Akan tetapi seharusnya pemberian konpensasi itu harusnya tidak

    mengabaikan faktor keadilan dalam pembagian warisan, karena harta warisan

    yang haknya pada dayat kalua dikalkulasikan dengan konpensasi akan msih

    9 Azhar Basyir, Ahmad, Asas-Asas Hukum Muamalat (hukum perdata islam) ,(Yogyakarta, UII PRESS 2000) .15

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    68

    sisa, dan sisa ini seharusnya dibagikan kedayat namun alasan lain akan muncul

    yakni sulitnya membagikanya dikarenakan yang dibagikan ini bukalah harta

    yang berupa uang hingga dengan mudahnya di hitung, dikalkulasi kemudian

    di bagikan tetapi ini adalah tempat tinggal dan ladang usaha dari Ibu Binti

    yang jika dibagikan maka akan mengurangi penghasilan dari ladang usahanya

    yang berdampak pada menurunya daya beli untuk memenuhi kebutuhan

    sehari- harinya.

    Disamping itu dayat sudah berumah tangga dan telah bekerja yang

    mampu untuk menghidupi keluarganya tanpa harta warisan tersebut sehingga

    menurut hemat penulis tidak etis jika Dayat memaksakan kehendaknya untuk

    meminta hak warisan pada ibu tirinya yang selama ini merawatnya dan

    hendaknya dayat harus berbuat baik pada orang tuanya tersebut dan

    mengikhlaskan bagian hak harta warisnya karena dalam harta anak juga

    terdapat harta orang tua

    يا رسول هللا إن لي ماال وولدا. وإن أبي يريد أن يجتاح عن جابر بن عبد هللا أن رجال قال

    مالي. فقال: ) أنت ومالك ِلبيك (

    Artinya;

    Dari Jabir bin Abdillah, ada seorang berkata kepada Rasulullah, “Ya

    Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak namun ayahku ingin

    mengambil habis hartaku.” Rasulullah bersabda, “Engkau dan semua hartamu

    adalah milik ayahmu.” (HR. Ibnu Majah, no. 2291)

    Dalam hal ini kompilasi hukum islam bisa menjadi rujukan untuk

    membagi harta warisan walaupun tidak sesuai dengan ketentuan yang pada

    umumnya, dengan ketentuan bahwa semua ahli waris telah benar-benar

  • digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

    69

    mengetahui akan porsi dan haknya masing-masing. Maka hal tersebut

    diperbolehkan sesuai dengan Ketentuan yang diatur dalam Pasal 183 KHI

    yang berbunyi : “ Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian

    dalam pembagaian harta warisan, setelah masing-masing menyadari

    bagaianya”10. Dalam pasal tersebut bisa berlaku apabila para pihak ahli waris

    tidak ada yang merasa dirugikan atau semuanya ikhlas/ rela dengan pembagian

    tersebut.

    Dalam hal ini kedudukan Dayat dan saudara-saudaranya sebagai anak

    dari Bapak Muzayyin yang kedudukanya adalah ashabah binnafsi, namun yang

    saat ini yang tidak mendapatkan bagian hak harta warisan dari Ayahnya

    adalah Dayat, tetapi kemudian Dayat dalam musyawarahnya tidak

    mendapatkan bagaian warisnya, akhirnya Dayat ikhlas tidak mendapatkan

    warisan , dengan demikian keikhlasan/kerelaan dari Dayat untuk tidak

    mendapatkan bagian waris maka diperbolehkan.

    Jadi, seharusnya Dayat mendapatkan harta warisan dari orang

    tuanya. Namun karena telah bersepakat melakukan perdamaian dalam

    pembagian harta warisan maka boleh Ibu Binti menguasi seluruh harta

    warisan Dayat sesuai dengan KHI.

    10 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum..., 57.