bab iv hasil
TRANSCRIPT
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Kastela merupakan salah satu kelurahan yang secara administratif berada
dalam wilayah Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate Selatan, Provinsi Maluku
Utara. Secara geografis Kelurahan Kastela terletak pada posisi 127,300-127,310 BT
dan 0,750-0,760 LU. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Jambula di sebelah
utara, Desa Rua sebelah selatan, Hutan Kastela sebelah timur dan perairan lepas
sebelah barat, (Citra Landsat 7ETM+, 2008)
Masyarakat Kelurahan Kastela sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan, serta sebagian kecil dari mereka adalah
pegawai negeri sipil. Pendududuk Kelurahan Kastela biasanya melaut pada malam
hari sehinga perahu nelayan yang mendarat disekitar penanaman, serta jalan masuk
atau keluar yang dibuat menuju perahu dapat merusak tanaman. Selain itu, pada
musim barat atau ombak besar, perahu nelayan sering dinaikkan ke darat. Pendaratan
ini akan merusak tanaman apabila terletak dilokasi penanaman.
Kelurahan Kastela ini memiliki zona intertidal dengan bentuk topografi
landai (Gambar 4). Jenis substrat heterogen yaitu pasir, pasir berkarang, lumpur dan
lumpur berpasir. Selain ekosistem hutan mangrove, terdapat juga ekosistem terumbu
karang yang kondisinya sudah rusak dan padang lamun. Khususnya ekosistem hutan
mangrove kondisinya sangat memprihatinkan.
24
Gambar 5. Zona Intertidal Kelurahan Kastela
Untuk menghindari punahnya hutan mangrove di Kelurahan ini, maka Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Ternate telah melakukan antisipasi dengan
merehabilitasi areal-areal yang telah mengalami kerusakan. Namun kegiatan ini
mengalami kegagalan, dimana semua jenis mangrove yang ditanam bertahan hingga
3 bulan dan sempat mengeluarkan daun sebanyak 1-2 lembar, namun sepertinya
hewan ternak yang memakannya hingga tidak dapat tumbuh dan berkembang. Dari
hasil wawancara yang diperoleh khususnya ekosistem hutan mangrove kondisinya
sangat memprihatinkan, dan hanya terdapat satu jenis yaitu Sonneratia alba, dan
tidak adanya jenis lain.
4.2. Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
Unit pelaksana kegiatan rehabilitasi mangrove di Kelurahan Kastela adalah
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, dengan melibatkan masyarakat hanya
pada saat penanaman sebanyak 20 orang. Sebelum kegiatan rehabilitasi dilaksanakan
25
tidak ada sosialisasi kepada masyarakat terlebih dahulu dan tidak pernah dilakukan
penyuluhan tentang arti pentingnya hutan mangrove.
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di
Kelurahan Kastela dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove DiKelurahan Kastela
No Kegiatan Keterangan
1. Luas danWaktupenanaman
: Luas areal rehabilitasi 2 Ha. Pelaksanaan penanaman padaTahun 2002.
2. Jenis Tanaman : Jenis mangrove yang ditanam yaitu Rhizophora spp denganjumlah bibit yang ditanam 5.500 buah.
3. Penyiapan bibit : Dalam penyiapan bibit dilakukan pengumpulan buah(propagule) yang berasal dari kawasan mangrove KabupatenHalmahera Barat dan Pulau Moti. Buah yang dikumpulkandengan cara menggoyang pohon dan buah yang ikut terjatuhdigunakan sebagai bibit tanpa ada seleksi terhadap buah yangmasak.
4. Persemaianbibit
: Persemaian bibit dilakukan setelah bibit di tutupi dengankarung selama 4 hari. Lokasi yang digunakan sebagai tempatpersemaian bibit pada areal yang tidak terendam saat airpasang dan dilakukan penyiraman. Persemaian ini dilakukanselama 2 bulan. Dalam persemaian digunakan plastik(polybag) berukuran 10 x 15 cm.
6. Penanaman Proses penanaman dilakukan setelah bibit berumur 2 bulandalam persemaian. Penanaman dilakukan langsung denganbambu dan plastik dengan kedalaman 10-20 cm. Hal inidilakukan pada saat surut dengan jarak tanam 2 x 2 m. Tiapjenis di tanam dari arah laut ke darat.
7. Pemeliharaan : Kegiatan pemeliharaan dan penyulaman pada saat bibitditaman berumur 4 bulan. Kegiatan ini tidak berlangsungsecara terus menerus karena tidak ada dana pemeliharaan.
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, 2002
26
4.3. Parameter Lingkungan Areal Rehabilitasi
4.3.1. Kualitas Air
Kualitas air yang mencakup suhu air, salinitas air, pH air dan pH tanah diukur
bersamaan dengan pengambilan sampel substrat. Suhu air berkisar 27-290C (Stasiun
1), 27-300C (stasiun 2), 28-320C (stasiun 3), sedangkan salinitas air 29-320/00,
(stasiun 1), 29-300/00 (stasiun 2), 30-320/00, (stasiun 3) dan pH air 6,0-6,10 (stasiun
1), 6,32-6,65 (stasiun 2) dan 6,85-6,78 (stasiun 3).
4.3.2. Kondisi Morfologi Lahan Rehabilitasi
4.3.2. 1. Komposisi Sedimen Lahan Rehabilitasi
Data hasil analisis komposisi sedimen tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar
6, 7, dan 8. Nilai persentase dari ketiga komposisi sedimen (pasir, debu dan liat)
disajikan dalam diagram segitiga tekstur untuk menentukan kelas tekstur dengan
pedoman menurut sistem pembagian USDA (Yulius dkk, 1997) (Gambar 8).
7.81%4.36%
87.83%Pasir Debu Liat
Gambar 6. Komposisi Sedimen Stasiun 1
27
Berdasarkan Gambar 6, menunjukkan persentase pasir 87,83%, debu 7,81%
dan liat 4,36%. Dari hasil analisis persentase komposisi sedimen (pasir, debu, liat)
yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam segitiga tekstur diperoleh jenis
tekstur tanah berpasir
73.72%
15.51%
10.77%
Pasir Debu Liat
Gambar 7. Komposisi Sedimen Stasiun 2
Berdasarkan Gambar 7, menunjukkan persentase pasir 73,72%, debu 15,51%
dan liat 10,77%. Dari hasil analisis persentase komposisi sedimen (pasir, debu, liat)
yang diperoleh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam segitiga tekstur tekstur
diperoleh jenis tekstur tanah yaitu pasir berlumpur.
65.65%
19.26%
15.09%
Pasir Debu Liat
Gambar 8. Komposisi Sedimen Stasiun 3
Berdasarkan Gambar 8, menunjukkan persentase pasir 65,652%, debu
19,26% dan liat 15,09%. Dari hasil analisis persentase komposisi sedimen (pasir,
28
debu, liat) yang diperoleh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam segitiga tekstur
tekstur diperoleh jenis tekstur tanah yaitu lempung berpasir.
Gambar 9. Segititiga Tekstur
4.3.2.2 Salinitas Tanah dan pH Tanah
Hasil analisis salinitas tanah yang dilakukan di Laboratorium Fisika dan
Konservasi Tanah dan Air Fakultas Pertanian Unsrat Manado diperoleh hasilnya
seperti pada Gambar 10. Berdasarakan Gambar 10 menunjukkan bahwa salinitas
tanah pada stasiun 1 sebesar 30/00 dengan pH 6,8, stasiun 2 sebesar 20/00 dengan pH
6,0 dan stasiun 3 sebesar 40/00 dengan pH tanah 7,0.
1. Stasiun I2. Stasiun II3. Stasiun III
29
30/00
20/00
40/00
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Gambar 10. Kisaran Salinitas Tanah (0/00) Tiap Stasiun
4.4. Pasang-surut
Untuk mengetahui areal yang dapat ditumbuhi mangrove atau distribusi
jenisnya maka diperlukan pengetahuan mengenai luas daerah limpasan air laut dan
tinggi pasang surut. Pasang-surut merupakan naik turunnya permukaan air laut secara
berkala, hal ini dipengaruhi oleh edaran bulan terhadap matari. Hasil pengukuran
pasang surut selama 39 jam di lokasi penelitian (Lampiran 2) diperoleh grafik
perubahan tinggi air laut seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10.
Grafik Pasang-surut
120
8072
6050 4545
75 80
100110115120
95
80756570
80
120
150
175180
160
130
110
9085
65
4050
60
75 80 869095 100105
020406080
100120140160180200
09.00
12.00
15.00
18.00
21.00
24.00
03.00
06.00
09.00
12.00
15.00
18.00
21.00
waktu Pengukuran (Jam)
Ting
gi Pas
ang-
Suru
t (Cm
)
Gambar 11. Perubahan Tinggi Permukaan Air Laut (Pasut) Selama 39 Jam
30
Keputusan Presiden nomor 32 Tahun 1990 tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
tertuang dalam BAB IV. Pokok-pokok Kebijaksanaan Kawasan Lindung yaitu
dalam: Pasal 26; dijelaskan, Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau
dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau
dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung
pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya dibelakangnya.
Kemudian pada Pasal 27; menyebutkan Kriteria kawasan pantai berhutan bakau
adalah minimal 130 kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat.
Berdasarkan Gambar 10 dan hasil analisis pasang surut oleh Dinas Hidro-
Oseanografi TNI AL (Lampiran 3) diperoleh tipe pasang surut termasuk tipe
campuran dominasi ganda (Mixed semi diurnal) (F = 0,50) dengan tinggi pasang
surut rata-rata 122 cm. Ini menandakan bahwa terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dalam sehari. Data Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL digunakan untuk
menghitung jalur hijau yang ideal untuk penanaman mangrve dan lamanya
perendaman, sedangkan Hasil pengukuran selama 39 jam pada lampirang dua
sebagai data pembanding.
31
Table 3, Kesesuaian Parameter lingkungan dan Jenis mangrove
No Kesesuaian Parameter Lingkungan Parameter Nilai
Hasil Pengukuran pada Areal Penelitian Parameter Nilai
1 Suhu > 200C Suhu 27 – 320 C2 Salinitas air 5 – 25 ‰ Salinitas air 29–320/003 Salinitas tanah >100/00 Kisaran Salinitas tanah
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
20/00 – 40/0030/0020/0040/00
4 pH perairan 6,0-7,5 ppt pH perairan 6,0 – 6,855 pH tanah 6,0 – 8,5 ppt pH tanah
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
6,0 – 7,06,86,07,0
6 SubstratSonneratia spp danAvisenia spp
Sonneratia spp,avisenia spp,Rhizophora spp
Sonneratia spp,avisenia spp,Rhizophora sppserta Bruguiera spp
SubstratØ Stasiun 1
Pasir Debu Liat
Ø Stasiun 2 Pasir Debu Liat
Ø Stasiun 3 Pasir Debu Liat
Pasir87,83%7,81%4,36%
Pasir berlumpur73,72%15,51%10,77%
Lempung berpasir65,652%19,26%15,09%
7 Tipe Pasang Surut campuran dominasi ganda8 Jenis Mangrove untuk kegiatan
rehabilitasi dan jenis substrat yang sesuaipada tekstur tanah Berpasir (Satasiun I)adalah Sonneratia spp dan Avicennia spp,untuk pasir-berlumpur adalah jenisAvicennia spp, Rhizophora spp, (StasiunII) dan lempung berlumpur adalah jenisSonneratia spp, Avicennia spp.,Rhizophora spp., dan Bruguiera spp(Stasiun III)
Akan tetapi Jenis bibit yang di tanam hanyaRhizophora spp pada semua stasiun
Sumber : Data primer terolah, 2007; DKP Kota Ternate, 2003; Wiroatmodjo, 1994