bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. hasil …eprints.uny.ac.id/18595/6/g. bab 4...
TRANSCRIPT
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Tempat Penelitian
a. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta beralamat di Kompleks Balaikota
Jalan Kenari No. 56, Yogyakarta, Telp. (0274) 555241, Kode Pos:
55165. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta memiliki motto anda
berpartisipasi, kami memfasilitasi untuk hidup sehat. Sedangkan tugas
pokok dan fungsinya adalah sebagai berikut memasyarakatkan budaya
perilaku hidup bersih dan sehat serta surveilans di masyarakat,
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pembiayaan kesehatan,
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas, dan
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat melalui community deal.
Visi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yaitu menjadi fasilitator,
motivator, regulator dan pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau. Sedangkan misi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta adalah
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan menuju masyarakat sehat dan mandiri, meningkatnya
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, meningkatnya
Sistem Informasi Kesehatan Berbasis Data yang Akurat, meningkatnya
Jejaring Kerja antara Masyarakat, Pemerintah dan Swasta,
36
meningkatnya Fungsi Regulasi Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan,
dan meningkatnya Ketersediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Struktur
organisasi Dinas Kesehatan adalah sebagai berikut:
Sumber: kesehatan.jogjakota.go.id
Bagan 1. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
b. Unit Pelaksana Teknis Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah
(UPT PJKD)
Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2012
tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Fungsi dan Rincian Tugas
Unit Pelaksana Teknis Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah dan
Pusat Kesehatan Masyarakat, pembentukan UPT PJKD bertujuan untuk
menunjang operasional Dinas Kesehatan dalam bidang pelayanan
jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah.
37
1) Kedudukan, Fungsi dan Rincian Tugas
a) Kedudukan
Unit Pelaksana Teknis Penyelenggara Jaminan Kesehatan
Daerah (UPT PJKD) adalah UPT untuk menunjang operasional
Dinas Kesehatan dalam bidang pelayanan jaminan kesehatan
masyarakat dan pegawai daerah. UPT PJKD dipimpin oleh
seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas.
b) Fungsi
UPT PJKD mempunyai fungsi pelaksanaan kegiatan
operasional penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat dan
pegawai daerah.
c) Rincian Tugas
Untuk melaksanakan fungsinya, UPT PJKD mempunyai
rincian tugas:
(1) Mengumpulkan, mengolah data dan informasi,
menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan
pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan
jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah.
(2) Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan,
mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan penyelenggara
jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah.
38
(3) Menyiapkan bahan kebijakan, bimbingan, dan pembinaan
serta petunjuk teknis sesuai bidang tugasnya.
(4) Melaksanakan pelayanan jaminan kesehatan masyarakat dan
pegawai daerah.
(5) Melaksanakan penerbitan kartu peserta jaminan kesehatan
masyarakat dan pegawai daerah.
(6) Menyusun pedoman pemanfaatan dan mekanisme
penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai
daerah.
(7) Menyiapkan bahan kerjasama dengan Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) atau sarana pelayanan kesehatan lain.
(8) Melaksanakan ketatausahaan dan urusan rumah tangga UPT.
(9) Melaksanakan analisis dan pengembangan kinerja UPT.
(10) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.
2) Struktur Organisasi
Susunan organisasasi UPT PJKD Kota Yogyakarta terdiri dari:
(1) Kepala UPT: Drg. Umi Nur Chariyati, M. Ph.
(2) Sub Bagian Tata Usaha: Kustini, S. SiT.
(3) Verifikator: Sri Nuryanti, S. SiT.
39
2. Deskripsi Data
a. Gambaran Umum tentang Kebijakan Jaminan Persalinan
(Jampersal)
Kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) mulai dilaksanakan di
Indonesia pada 1 Januari 2012 yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2562/MENKES/PER/ XII/2011
tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Jaminan persalinan adalah
jaminan pembiayaan pelayanan persalinan, pelayanan nifas termasuk
pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir.
Tujuan Jampersal secara umum adalah meningkatkan akses
terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB
pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI
dan AKB. Sesuai dengan tujuan Jampersal, maka sasaran Maka,
sasaran yang dijamin adalah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai
42 hari pasca melahirkan), dan bayi baru lahir (sampai dengan usia 28
hari).
1) Kebijakan Operasional
a) Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang
pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) yang
merupakan bagian intregal dari Jamkesmas dan dikelola
mengikuti tata kelola Jamkesmas.
40
b) Jaminan Persalinan adalah perluasan kepesertaan dari
Jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja.
Manfaat yang diterima oleh penerima manfaat Jaminan
Persalinan terbatas pada pelayanan kehamilan, persalinan,
nifas, bayi lahir dan KB pasca persalinan.
c) Penerima manfaat Jaminan Persalinan mencakup selurauh
sasaran yang belum memiliki Jaminan Persalinan.
d) Penerima manfaat Jaminan Persalinan didorong unutk
mengikuti program KB pasca persalinan (dengan membuat
surat pernyataan).
e) Penerima manfaat Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan
pelayanan di seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama
pemerintah (puskesmas dan jaringannya) dan swasta serta
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (rumah sakit) pemerintah
dan swasta (berdasarkan rujukan) di rawat inap kelas III.
f) Fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta seperti bidan
praktik mandiri, klinik bersalin, dokter praktik yang
berkeinginan ikut serta dalam program ini harus mempunyai
perjanjian kerjasama (PKS) dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK
atas nama Pemerintah Daerah setempat yang mengeluarkan
ijin praktiknya. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan baik pemerintah maupun swasta harus mempunyai
41
perjanjian kerjasama (PKS) dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK
Kabupaten/ Kota yang diketahui oleh Tim Pengelola
Jamkesmas dan BOK Provinsi.
g) Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada
standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
h) Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan
dengan cara klaim.
i) Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani
sasaran Jaminan Persalianan dari luar wilayahnya, tetap
melakukan klaim kepada Tim Pengelola/ Dinas Kesehatan
setempat dan bukan pada daerah asal sasaran Jaminan
Persalinan tersebut.
j) Bidan Desa dalam wilayah kerja Puskesmas yang melayani
Jaminan Persalinan diluar jam kerja Puskesmas yang berlaku
di wilayahnya, dapat menjadi Bidan Praktik Mandiri sepanjang
yang bersangkutan memiliki Surat Ijin Praktik dan mempunyai
Perjanjian Kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK atas nama
Pemerintah Daerah.
k) Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan
pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dan
42
prinsip porbabilitas dengan demikian Jaminan Persalinan tidak
mengenal batas wilayah.
l) Untuk menjamin kesinambungan dan pemerataan pelayanan,
Tim Pengelola Jamkesmas Pusat dapat melakukan realokasi
dana antar kabupaten/ kota, dengan mempertimbangkan
penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan
ketersediaan dana yang ada secara nasional.
2) Ruang Lingkup Jampersal
Ruang lingkup Jaminan Persalinan terdiri dari pelayanan
tingkat pertama, pelayanan tingkat lanjutan, dan pelayanan
persiapan rujukan. Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah
pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten
dan berwenan memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan
KB pasca persalinan, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir,
termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya
komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta
KB pasca persalinan) tingkat pertama. Jenis pelayanan Jaminan
Persalinan di tingkat pertama meliputi:
a) Pelayanan Ante-Natal Care (ANC) sesuai standar pelayanan
KIA dengan frekuensi 4 kali.
b) Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru
lahir.
43
c) Pertolongan persalinan normal.
d) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit
pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas Pelayanan
Obsterik Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
e) Pelayanan nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai
standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali.
f) Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya.
g) Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu
dan janin/ bayinya.
h) Penatalaksanaan rujukan kasus ibu dan bayi baru lahir dengan
komplikasi dilakukan sesuai standar pelayanan KIA.
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan
kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan
bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang
tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi
ketergawatdaruratan kebidanan dan neonatal tidak diperlukan surat
rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan
terencana atas indikasi ibu dan janin/ bayinya. Jenis pelayanan
persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
a) Pemerikasaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti).
44
b) Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak
mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
c) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam
kaitan akibat persalinan.
d) Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).
e) Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontrap) serta
penanganan komplikasi.
Sedangkan pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada
suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana
secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga
perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: kasus tidak dapat
ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena keterbatasan
SDM dan keterbatasan peralatan dan obat-obatan, dengan merujuk
dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih
baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan, dan pasien dalam
keadaan aman selama proses rujukan.
3) Pendanaan Jampersal
Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian
Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan. Alokasi dana Jamkesmas pelayanan
45
kesehatan dasar di Kabupaten/ Kota diperoleh atas perhitungan
jumlah masyarakat miskin dna tidak mampu sebagai sasaran
Jamkesmas. Sedangkan alokasi dana Jaminan Persalinan di
Kabupaten/ Kota diperhitungkan berdasarkan estimasi proyeksi
jumlah bumil peserta Jamkesmas dan sasaran bumil penerima
manfaat Jaminan Persalinan yang belum memiliki jaminan
persalinan di daerah tersebut dikaliakn total besaran biaya paket
pelayanan persalinan tingkat pertama.
Alokasi dana Jaminan Persalinan di PPK tingkat lanjutan/
rujukan diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah bumil peserta
Jamkesmas dan sasaran bumil penerima mafaat Jaminan Persalinan
yang belum memiliki Jaminan Persalinan dengan risiko tinggi/
dengan komplikasi yang perlu mendapatkan penanganan di PPK
lanjut/ rujukan di daerah tersebut dikalikan rata-rata besaran biaya
paket pelayanan persalinan risiko tinggi/ dengan komplikasi
menurut INA CBGs.
b. Proses Implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Pemerintah Pusat maupun daerah di Indonesia telah membuat dan
melaksanakan berbagai macam kebijakan khususnya tentang
pemasalahan kesehatan. Salah satu kebijakan yang berkaitan dengan
kesehatan adalah Kebijakan Jampersal. Kebijakan Jampersal
46
merupakan kebijakan yang khusus ditujukan untuk ibu hamil dan bayi
yang baru lahir.
Implementasi Kebijakan Jampersal dilakukan oleh pemerintah telah
melewati beberapa tahap terlebih dahulu. Tahap-tahap tersebut adalah
tahap persiapan, tahap sosialisasi, tahap pelaksanaan, dan tahap
pengawasan. Implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta
juga melewati tahap-tahap tersebut.
Latar belakang Kebijakan Jampersal adalah untuk mengurangi
angka kematian ibu dan bayi sesuai dengan tujuan dalam MDGs. Hal
itu dikarenakan meningkatnya angka kematian ibu dan bayi saat
melahirkan. Pada tahap persiapan ini, pemerintah daerah hanya
menunggu petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Hal
itu dikarenakan Kebijakan Jampersal merupakan kebijakan dari
pemerintah pusat yang kemudian diimplementasikan oleh daerah
sehingga pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta) hanya
sebagai regulator.
Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Ibu Yanti, verifikator
UPT PJKD Kota Yogyakarta dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014
yang mengatakan:
Kebijakan Jampersal merupakan kebijakan dari pemerintah pusat,
jadi semua persiapan dilakukan oleh pemerintah pusat.
Pemerintah daerah cuma sebagai pelaksana, juknis dan dana dari
regulasi pemerintah pusat. Dinas kesehatan Kota Yogyakarta
sebagai regulator saja.
47
Pihak/ lembaga yang terlibat dalam persiapan implementasi
Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta yaitu Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta melalui UPT PJKD Kota Yogyakarta, rumah sakit baik
pemerintah maupun swasta, Puskemas dan bidan praktik di Kota
Yogyakarta yang telah bekerja sama. Di Kota Yogyakarta, ada 12
rumah sakit yang bekerja sama yaitu RSUD Kota Yogyakarta, RSU
PKU Muhammadiyah Yogyakarta, RS Bethesda Yogyakarta, RS
Bethesda Lempuyangwangi, RS Panti Rapih Yogyakarta, RS Khusus
Respira (BP4) Yogyakarta, RS Ludira Husadatama Yogyakarta, RSI
Hidayatullah Yogyakarta, RS KB Soedirman Yogyakarta, RS
Happyland Yogyakarta, RS DKT Soetarto Yogyakarta, RSK
Permartabunda Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah Kotagede, dan
RS Empat Lima Yogyakarta.
Kebijakan Jampersal juga berkerja sama dengan 18 Puskesmas yang
tersebar di wilayah Kota Yogyakarta yaitu Danurejan I, Danurejan II,
Gedongtengen, Gondokusuman I, Gondokusuman II, Gondomanan,
Kotagede I, Kotagede II, Kraton, Mantrijeron, Ngampilan, Pakualaman,
Umbulharjo I, Umbulharjo II, Wirobrajan, Jetis, Tegalrejo, dan
Mergangsan. Serta ada 12 bidan dan rumah bersalin yaitu BPS Pipin,
BPS Mudjidah, BPS Sarmini, BPS Dian, BPS, Endang, BPS Realino,
BPS Pury Adisty, BPS Tri Ratih, BPS Sang Timur, RB Sarbini Dewi,
dan RB Rumah Zakat.
48
Dalam persiapan implementasi Kebijakan Jampersal ini Dinas
Kesehatan tidak lepas tangan begitu saja dan menunggu juknis dari
pemerintah pusat. Hal itu dikarenakan keterlambatan distribusi buku
petunjuk teknis (juknis) Jaminan Persalinan. Distribusi buku tersebut
seharusnya sampai ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sebelum 1
Januari 2012, namun buku juknis tersebut baru sampai ke Dinas
Kesehatan pertengahan Januari. Masalah keterlabambatan juknis
tersebut diatasi dengan membuat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Kota Yogyakarta Nomor 34A Tahun 2012 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jaminan Persalinan di Kota Yogyakarta. Keputusan
Kepala Dinas tersebut ditetapkan pada tanggal 4 Januari 2012.
Hal tersebut disampaikan oleh Ibu Yanti, verifikator UPT PJKD,
dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan:
Petunjuk teknis Jampersal termasuk terlambat sampai ke Kota
Yogyakarta. Jadi pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
membuat Juknis Sementara yang tertuang dalam Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 34A Tahun
2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Persalinan di Kota
Yogyakarta. Jadi Juknis pusat dengan Juknis yang dibuat Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta sedikit berbeda. Perbedaan itu
terletak pada klaim anggaran. Keputusan tersebut juga bertujuan
untuk menyesuaikan pelaksanaan Kebijakan Jampersal dengan
sosial dan ekonomi di Kota Yogyakarta.
49
Berikut tabel perbedaan Tarif Jaminan Persalinan:
Tabel 2. Tarif Pelayanan Jampersal pada Pelayanan Tingkat Pertama dari
Pemerintah Pusat
No Jenis Pelayanan Frekuensi Tarif Rp. Jumlah Rp.
1. Pemeriksaan
Kehamilan (ANC)
4 kali 20.000 80.000
2. Persalinan Normal 1 kali 500.000 500.000
3. Pelayanan Ibu Nifas
dan Bayi Baru Lahir
4 kali 20.000 80.000
4. Pelayanan Pra
Rujukan pada
Komplikasi Kebidanan dan
Neonatal
1 kali 100.000 100.000
5. a. Pelayanan
Penanganan
Pendarahan Pasca
Keguguran,
Persalinan per
Vaginam dengan
tindakan
Emergensi Dasar.
1 kali 650.000 650.000
b. Pelayanan Rawat
Inap untuk Bayi
Baru Lahir Sakit
1 kali Sesuai tarif rawat
inap puskes-mas
perawat-an yang berlaku
Sesuai tarif rawat inap
puskes-mas perawat-an
yang berlaku
c. Pelayanan
Tindakan Pasca
Persalinan
(Misal: Manual
Plasenta)
1 kali 150.000 150.000
6. KB Pasca Persalinan:
a. Jasa pemasangan
alat kontrasepsi
(KB):
1) IUD dan
Implant
2) Suntik
1 kali
60.000
10.000
60.000
10.000
b. Penanganan Komplikasi KB
pasca persalinan
1 kali 100.000 100.000
7. Transport Rujukan Setiap kali
(PP)
Besaran biaya
transport sesuai
dengan Standar
Biaya Umum
(SBU) APBN,
standar biaya
transportasi yang
berlaku di daerah
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2562/
MENKES/ PER/ XII/2011 Tanggal, 27 Desember 2011.
50
Tabel 3. Tarif Pelayanan Jampersal pada Pelayanan Tingkat Pertama dari Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta
No Jenis Pelayanan Freku-
ensi
Tarif Rp. Jumlah
Rp.
Keterangan
1. Pemeriksaan Kehamilan 4 kali 20.000 80.000
Dana APBN
2. Persalinan Normal 1 kali 500.000 500.000
3. Pelayanan Ibu Nifas dan Bayi
Baru Lahir
4 kali 20.000 80.000
4. Pelayanan Pra Rujukan pada Komplikasi Kebidanan dan
Neonatal
1 kali 100.000 100.000
5. Pelayanan Penanganan Pendarahan Pasca Keguguran,
Persalinan per Vaginam
dengan tindakan Emergensi
Dasar
1 kali 650.000 650.000
6. Pelayanan Tindakan Pasca
Persalinan (Misal: Manual
Plasenta)
1 kali 150.000 150.000
7. Pelayanan Rawat Inap untuk
Komplikasi selama
Kehamilan, Persalinan dan
Nifas serta Bayi Baru Lahir
1 kali Sesuai
tarif
rawat
inap puskes-
mas
perawat-an yang
berlaku
Sesuai
tarif
rawat
inap puskes-
mas
perawat-an yang
berlaku
8. Pelayanan Rawat Inap untuk
Bayi Baru Lahir Sakit
1 kali Sesuai
tarif rawat
inap
puskes-mas
perawat-
an yang
berlaku
Sesuai
tarif rawat
inap
puskes-mas
perawat-
an yang
berlaku
9. Pelayanan Darah Khusus Bagi
Penduduk yang Mempunyai
KTP dan C1 Kota Yogyakarta
1 kan-
tong
250.000 250.000 Dana APBD
Kota
Yogyakarta (program
Life Saving)
Sumber: Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 34A Tahun
2012.
51
Pada tabel di atas bisa dilihat bahwa tarif yang dikenakan hampir
sama. Perbedaan hanya terletak pada biaya transportasi dan pelayanan
darah bagi penduduk yang punya KTP dan C1 Kota Yogyakarta.
Pelayanan darah bagi penduduk juga diambil dari dana APBD Kota
Yogyakarta, dan hal tersebut tidak tertuang dalam juknis dari pusat.
Proses sosialisasi Kebijakan Jampersal yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta melalui UPT PJKD tidak terlalu sulit. Hal
ini dikarenakan sudah ada Kebijakan Jamkesmas yang telah
dilaksanakan sebelum Kebijakan Jampersal ada. Sosialisasi dilakukan
oleh UPT PJKD dengan melakukan koordinasi dengan puskesmas yang
telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Hal itu
dijelaskan oleh Ibu Yanti pada wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang
mengatakan: Sosialisasi Kebijakan Jampersal tidak terlalu sulit.
Soalnya Jampersal merupakan bagian dari Jamkesmas. Sosialisasi
Program Jampersal tidak ada anggaran khusus.
Proses sosialisasi di rumah sakit, puskesmas dan bidan dilakukan
dengan memberikan petunjuk teknis (juknis) Jampersal yang telah ada.
Juknis tersebut sudah mencakup semua hal-hal mengenai Kebijakan
Jampersal, sehingga pihak-pihak terkait bisa melakukan pelayanan
sesuai juknis. Ibu Jumirah, dalam wawancara tanggal 25 Juni 2014
mengatakan : Tidak ada sosialisasi khusus dari Dinkes Kota Yogya.
Adanya juknis yang dibagikan ke puskesmas dan puskesmas
memberikan pelayanan seperti ada yang di juknis tersebut.
52
Hal itu juga dibenarkan Ibu Dian, bidan, pada wawancara tanggal
26 Juni 2014 yang mengatakan: Sosialisasi Program Jampersal ke saya,
saya diberikan juknis Jampersal dari UPT PJKD dan diberikan surat
perjanjian kerjasama dengan Dinas Kesehatan melayani pasien
Jampersal.
Berbeda dengan rumah sakit dan puskesmas, sosialisasi ke bidan
disertai surat penawaran kerjasama. Hal itu disampaikan Ibu Yanti pada
tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan:
Untuk rumah sakit dan puskesmas sudah otomatis, apalagi yang
sebelumnya sudah kerjasama untuk Jamkesmas. Tapi untuk
bidan, diberikan juga surat penawaran kerjasama. Ada beberapa
yang menolak, tapi kebanyakan mau bekerjasama. Surat
penawaran ini dikirim melalui pos ke bidan-bidan yang ada di
wilayah Kota Jogja. Dan bidan tinggal membalas mau apa tidak
untuk kerjasama.
Jadi menurut pernyataan di atas, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
ataupun UPT PJKD tidak bisa memaksakan bahwa semua bidan yang
ada di wilayah Kota Yogyakarta harus bekerjasama dalam melakukan
pelayanan Jampersal. Kerjasama hanya dilakukan apabila bidan
bersedia untuk memberikan pelayanan Jampersal. Sosialisasi tidak
hanya dilakukan ke rumah sakit, puskesmas, dan bidan saja, namun
dilakukan kepada masyarakat juga.. Ibu Yanti dalam wawancara
tanggal 16 Juni 2014 mengungkapkan:
Sasaran sosialisasi Jampersal di kelurahan berjumlah 45
kelurahan di wilayah Kota Yogyakarta. Sosialisasi di kelurahan-
53
kelurahan tersebut melibatkan pengurus kelurahan RT/RW
setempat. Mekanisme ya dengan mengumpulkan pengurus
kelurahan tersebut dan diberikan sosialisasi.
Namun ada sedikit kendala dalam sosialisasi ke kelurahan-
kelurahan. Ibu Yanti pada wawancara tanggal 16 Juni 2014
mengatakan:
Untuk sosialisasi ke kelurahan, mengapa dikumpulkan
pengurusnya terus diberikan sosialisasi karena kita (UPT PJKD)
kekurangan tenaga. Jadi lebih gampangnya dengan cara tersebut
dan informasi tentang Jampersal bisa merata ke seluruh warga,
mengingat juga ada 45 kelurahan.
Akan tetapi berbeda dengan pendapat dari Ibu Suriyati, 32 tahun,
warga Kelurahan Gowongan, pengguna layanan Jampersal, pada
wawancara tanggal 20 Juni 2014 di rumahnya mengatakan: Kayaknya
untuk sosialisasinya belum merata mas. Saya saja tahu dari mulut ke
mulut, dan tahu dari banner yang ada di Puskesmas Jetis. Kalau dari
perangkat kelurahan cuma sekedar memberitahu kalau ada Program
Jampersal, tapi banyak juga yang belum tau apa itu Jampersal.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2562/ Menkes/ Per/ XII/ 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan
Persalinan Kebijakan Jampersal berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.
Kebijakan Jampersal ini serentak dilaksanakan di Indonesia. Hal yang
sama dikemukakan oleh Ibu Yanti, pada wawancara tanggal 16 Juni
2014 yang mengatakan: Implementasi Jampersal dilaksanakan mulai
tanggal 1 Januari 2012 mas. Implementasi itu berlaku serentak di
seluruh wilayah Indonesia.
54
Ibu Jumirah, pada wawancara pada tanggal 25 Juni 2014
membenarkan dengan mengatakan: Pelaksanaan Jampersal disini dan
puskesmas lain sama yaitu mulai tanggal 1 Januari 2012. Sebelumnya
juga sudah ada kabar dari dinas kesehatan bahwa akan ada Kebijakan
Jampersal.
Pelayanan Jampersal pada tahun 2012 dan 2013 sama, namun ada
perbedaan pada klaim biaya. Pelaksanaan Jampersal tahun 2013
menggunakan dasar Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta Nomor 212 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jaminan Persalinan di Kota Yogyakarta. Hal itu disampaikan Ibu Yanti
dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan:
Pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta menggunakan
petunjuk teknis yang dibuat Kepala Dinas Kesehatan Kota.
Untuk tahun 2012 itu menggunakan Keputusan Kepala Dinas
Nomor 34a, sedangkan untuk tahun 2013 menggunakan
Keputusan Kepala Dinas Nomor 212.
Pelaksanaan Jampersal tahun 2012 dan 2013 untuk syarat dan
prosedur pelayanannya sama. Perbedaan petunjuk teknis tahun 2012
dengan tahun 2013 adalah klaim biaya pelayanannya saja. Ibu Yanti
dalam wawancara pada tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Sebenernya
pelaksanaan Jampersal tahun 2012 dengan 2013 sama petunjuk teknis
dan prosedurnya. Yang beda adalah klaim biayanya saja. Tahun 2013
itu semua klaim biaya naik 5ribu. Jadi yang tadinya 20.000 jadi 25.000
untuk pelayanan K1.
55
Implementasi Jampersal pada awalnya belum banyak mengundang
masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan tersebut. Hal itu
dikarenakan pada awal Jampersal diimplementasikan, sudah ada
Program Jamkesmas yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Ibu
Yanti pada wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengatakan:
Pada awal pelaksanaan Program Jampersal masih belum banyak
yang memakainya. Tapi pada Tahun 2013, ibu hamil yang
menggunakan pelayanan sudah cukup banyak. Bisa mas lihat di
laporannya pada Tahun 2013.
Hal serupa juga disampaikan Ibu Jumirah pada wawancara tanggal
25 Juni yang mengatakan: Pada Tahun 2013, karena Jampersal sudah
setahun berjalan. Jadi masyarakat sudah tahu program ini, sehingga ibu
hamil sudah banyak yang memakai pelayanan Jampersal khususnya di
Puskesmas Jetis ini.
Implementasi Kebijakan Jampersal bersifat nasional. Jadi pelayanan
tidak hanya dilakukan kepada penduduk Kota Yogyakarta, tetapi warga
luar kota yang tinggal di Kota Yogyakarta. Hal itu disampaikan Ibu
Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan:
Seluruh warga yang tinggal di Kota Yogyakarta baik lokal maupun dari
luar kota, berhak menerima Jampersal. Mengingat program Jampersal
bersifat nasional, jadi seluruh warga khususnya bumil berhak mendapat
pelayanan Jampersal di manapun berada.
Berikut data pengguna layanan Jampersal selama Tahun 2013:
56
Tabel 4. Jumlah Pelayanan Jampersal Persalinan di Puskesmas dan
Bidan di Kota Yogyakarta tahun 2013
Sumber: Data Laporan Puskesmas 2013
Keterangan: tabel di atas diambil dari laporan 18 puskesmas dan 13
bidan praktik mandiri yang mengirim laporan ke UPT
PJKD setiap bulan.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang
melakukan persalinan cukup banyak. Respone dari warga yang berasal
dari luar kota pun cukup bagus, itu dibuktikan dengan banyaknya
jumlah penerima Jampersal dari luar kota yang sepertiga dari jumlah
penerima Jampersal asli warga Kota Yogyakarta.
Pelaksanaan pelayanan Jampersal sepenuhnya diserahkan UPT
PJKD Kota Yogyakarta ke pihak yang telah bekerjasama. Pelayanan
yang dilakuakan berdasarkan juknis yang ada. Hal itu berkaitan dengan
No. Bulan
Jumlah ibu hamil yang
melakukan persalinan
Dalam Kota Luar Kota
1 Januari 790 153
2 Februari 599 235
3 Maret 534 184
4 April 417 155
5 Mei 559 156
6 Juni 466 129
7 Juli 510 217
8 Agustus 427 147
9 September 451 115
10 Oktober 421 171
11 November 390 158
12 Desember 438 189
Jumlah 6002 2009
57
PASIEN PUSKESMAS DAN
JARINGANNYA
UPT PJKD untuk: 1. Verifikasi Adm.
2. Klaim Biaya
Membawa
identitas:
1. Fotokopi KTP/
C1.
2. Fotokopi lembar
identitas dan
pelayanan pada
buku KIA.
3. Buku KIA/
Kartu Ibu.
Untuk Buku KIA:
Puskesmas
menuliskan
Jampersal
Untuk peserta
Jamkesmas:
Fotokopi Kartu
Jamkesmas
1. Petugas
mencatat
pelayanan pada
lembar fotokopi
Buku KIA.
2. Petugas
mencatat
pelayanan pada
Buku KIA.
3. Fotokopi lembar
Buku KIA dan
identitas
ditinggal di
Puskesmas.
4. Buku KIA
diberikan pasien
Jika tidak
mempunyai
identitas dan Buku
KIA: pasien
menandatangani
lembar yang
disediakan
Puskesmas sebagai
bukti pelayanan
yang sah.
Syarat:
1. Identitas pasien/
bukti pelayanan
sah yang
ditandatangani
pasien dan
petugas.
2. Rekapitulasi
laporan.
Jika tidak ada
Buku KIA, dicatat
diregistrasi yang
sah/ Buku KIA
diberikan pada saat
memberikan
pelayanan.
*Untuk rawat inap:
1. Ditambah
fotokopi
keterangan
persalinan dan
pelayanan yang
diberikan.
2. Partograf
3. Tembusan surat
rujukan.
kesetaraan pelayanan terhadap seluruh penerima Jampersal. Alur
pelayanan juga dilaksanakan sesuai dengan juknis yang telah ada.
Berikut alur pelayanan Jampersal:
Sumber: Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan
Bagan 2. Alur Pelayanan Jampersal
58
Namun pada 1 Januari Tahun 2014 Kebijakan Jampersal
dihapuskan oleh pemerintah pusat, sehubungan dengan adanya Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS sendiri berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Kebijakan Jampersal
sebenarnya tidak dihentikan begitu saja, tapi secara tidak langsung
pelayanan Jampersal dialihkan ke BPJS. Di Kota Yogyakarta juga
sudah tidak ada Jampersal, akan tetapi pelayanan untuk ibu yang
melahirkan masih ada. Namun, pelayanan tersebut hanya untuk warga
yang memiliki KTP Kota Yogyakarta. Ibu Yanti dalam wawancara
tanggal 16 Juni 2014 menyampaikan:
Pada 1 Januari 2014 Kebijakan Jampersal memang sudah
dihentikan, dan dialihkan ke BPJS. Tapi kalau di Kota Jogja
pelayanan seperti Jampersal masih dilaksanakan, tapi hanya
untuk yang punya KTP Jogja. Soalnya kalau luar kota kita juga
tidak berani menjamin dan akan sulit proses klaim biayanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Umi dalam wawancar
tanggal 16 Juni 2014 yang menyampaikan:
Kebijakan Jampersal per tanggal 1 Januari 2014 sudah tidak
berlaku lagi. Jampersal digantikan BPJS oleh pemerintah. Tapi,
dinas kesehatan Kota Jogja masih memberikan bantuan dana
bagi ibu hamil yang melakukan persalinan di Puskesmas. Dana
untuk klaim biaya persalinan tadi diambil dari APBD Kota
Jogja.
Setiap kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah selalu ada
pengawasan dalam pelaksanaannya. Implementasi Kebijakan Jampersal
juga sama, pelaksanaan Jampersal selalu ada pengawasan dan evaluasi.
Pengawasan untuk Kebijakan Jampersal dilakukan setiap bulan. Ibu
Umi dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Pengawasan
59
dalam setiap kebijakan pasti ada. Untuk Jampersal, pengawasan juga
ada. Jadi ada 3 lembaga yang mengawasi yaitu inspektorat, BPKP,
BPK, dan Dirjen.
Pengawasan terhadap pelayanan Jampersal yang dilakukan dengan
menerima laporan dari bidan dan puskesmas setiap bulannya. Setelah
menerima laporan pihak UPT PJKD juga akan melakukan evaluasi. Jadi
setiap bulan pihak Puskemas harus memberikan laporan berupa data
banyaknya pengguna layanan Jampersal.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Ibu Jumirah dalam wawancara tgl
25 Juni yang mengatakan: Setiap bulan dari Puskesmas memberikan
laporan pelayanan Jampersal. Laporan tersebut berisi banyaknya pasien
penerima Jampersal dan klaim biaya yang diajukan ke Dinas Kesehatan
Kota Jogja.
c. Hambatan/ Kendala dalam Implementasi Kebijakan Jampersal di
Kota Yogyakarta Tahun 2013
Sebuah implementasi kebijakan pasti memiliki hambatan/ kendala
pada segala tahapnya, baik dari tahap persiapan sampai pengawasannya.
Implementasi Jampersal yang berlaku per 1 Januari 2012 pun
mengalami berbagai macam hambatan dalam setiap prosesnya. Ibu
Yanti dari UPT PJKD mengungkapkan hambatan yang dimiliki UPT
PJKD adalah keterlambatan juknis dari kementrian kesehatan Republik
Indonesia dan kekurangan sumber daya manusia di UPT tersebut. Hal
itu mempengaruhi sosialisasi Jampersal yang kurang kepada
60
masyarakat. Hal itu dijelaskan dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014
mengatakan: Hambatan Jampersal ya, sosialisasi ke masyarakat dengan
waktu yang singkat dan harus merata sulit dilakukan. Soalnya UPT
PJKD Kota Yogyakarta sendiri SDMnya sedikit. Belum lagi juknis dari
pusat kurang jelas dan terlambat sampai ke sini.
Keterlambatan juknis tentang Jampersal juga dirasakan sebagai
hambatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Hal itu disampaikan
oleh Ibu Jumirah, dalam wawancara tanggal 25 Juni 2014 yang
mengatakan: Juknis dari dinkes itungannya terlambat mas. Jadi semua
terasa mendadak, dari puskemas pun hanya memberikan pelayanan
sesuai juknis. Walaupun masih kadang kurang benar-benar tau
bagaimana detailnya mas.
Dengan kata lain, keterlambatan distribusi juknis tersebut
mengakibatkan tidak meratanya sosialisasi Kebijakan Jampersal ke
masyarakat. Sosialisasi yang tidak merata tersebut mengakibatkan
masyarakat kurang paham tentang Jampersal dan syarat-syarat
mendapatkan pelayanan Jampersal. Hal tersebut disampaikan oleh Ibu
Suriyati selaku warga Kota Yogyakarta yang menerima pelayanan
Jampersal, beliau mengatakan: Sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah kurang mas. Warga di kelurahan saya itu ada yang belum
tahu kalau ada Jampersal. Yaa.. Walaupun tidak terlalu banyak mas,
berarti itu menandakan sosialisasi kurang merata. Iya kan mas?.
61
Pelaksanaan Jampersal juga terkendala dari masyarakat khususnya
beberapa ibu hamil yang mau mendapatkan pelayanan Jampersal tetapi
kurang tahu bagaimana mekanismenya. Ibu hamil yang ke bidan atau ke
puskesmas kadang meminta untuk langsung dirujuk ke rumah sakit. Hal
itu disampaikan Ibu Jumirah dalam wawancara tanggal 25 Juni 2014
yang mengatakan:
Ada beberapa warga yang ngotot untuk melahirkan sesar saja
gitu dan mendapat bantuan Jampersal. Padahal pelayanan
Jampersal itu berlaku untuk pelayanan di tingkat pertama yaitu
puskesmas dan bidan praktik mandiri (BPM) dengan syarat
harus persalinan normal. Pasien akan dirujuk ke rumah sakit
apabila diperlukan atau dalam kondisi yang memang
membutuhkan penanganan khusus di rumah sakit.
Hal yang sama dikemukakan oleh Ibu Dian dalam wawancara pada
tanggal 26 Juni 2014 yang mengatakan:
Kadang ada komplain dari warga yang minta langsung dirujuk
ke rumah sakit mas. Padahal diperaturannya kan untuk merujuk
ke rumah sakit pasien harus benar-benar dalam kondisi khusus
kayak pendarahan yang berlebihan. Ya, saya sendiri cuma bisa
menjelaskan sesuai dengan peraturan bahwa penerima Jampersal
diusahakan untuk kelahiran normal di bidan atau puskesmas.
Adanya keadaan seperti di atas tersebut merupakan imbas dari tidak
meratanya sosialisasi Jampersal sehingga masyarakat kurang begitu
paham bagaimana mekanisme pelayanan Jampersal.
Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 menyampaikan di
Kanto UPT PJKD Kota Yogyakarta:
Walaupun sudah dilaksanakan selama 1 tahun, pelaksanaan
Jampersal di Kota Yogyakarta masih menemui masalah.
Masalah yang sering muncul adalah masalah klaim biaya. Ya
tau sendiri mas, memang kalau masalah dana itu memang agak
62
riskan. Apalagi dana yang dikeluarkan banyak dan melibatkan
banyak pihak.
Ibu Jumirah dalam wawancara pada tanggal 25 Juni 2014
menguatkan pernyataan dari Ibu Yanti, beliau mengatakan: Masalah
dana memang menjadi salah satu hambatan yang sangat riskan apabila
tidak segera diselesaikan. Apalagi pelaksanaan Jampersal pada tahun
2013 berbarengan dengan semakin mahalnya biaya kebutuhan sehari-
hari.
Kendala klaim dana pelayanan Jampersal juga dikeluhkan oleh
puskesmas dan bidan praktik mandiri (BPM). Ibu Dian dalam
wawancara pada tanggal 26 Juni 2014 mengatakan: Pada proses
pengajuan berkas klaim masih kesulitan karena setelah mengajukan berkas
klaim, tidak jarang saya harus mondar-mandir untuk melengkapi
berkasnya.
Tidak hanya sampai disitu saja hambatan masalah pendanaan
pelayanan Jampersal. Keterlambatan pencairan klaim biaya pelayanan
Jampersal juga menjadi salah satu kendala yang menghambat
pelaksanaan Jampersal. Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni
2014 mengatakan:
Masalah pada pelaksanaan Jampersal salah satunya pencairan
dana klaim yang terlambat. Bahkan sampai bualn Juni 2014
biaya klaim masih belum dibayarkan untuk biaya 3 bulan
terakhir di tahun 2013. Klaim biaya yang terlambat itu berasal
dari klaim yang dilakukan bidan dan puskesmas. Tapi untuk
bidan, klaim biaya sudah dibayar oleh Dinkes Kota dengan
meminjam dana dari APBD.
63
Tabel 5. Kekurangan Pembayaran Biaya Klaim Jampersal Tahun 2013
No Puskesmas Oktober November Desember Jumlah
1 Danurejan I 60.000 Tidak klaim 220.000 280.000
2 Danurejan II 80.000 260.000 280.000 620.000
3 Gondokusuman I 720.000 680.000 620.000 2.020.000
4 Gondokusuman II 220.000 240.000 180.000 640.000
5 Gondomanan 300.000 200.000 200.000 700.000
6 Kotagede I 940.000 1.020.000 1.080.000 3.040.000
7 Kotagede II 620.000 700.000 240.000 1.560.000
8 Umbulharjo I 1.080.000 1.060.000 1.500.000 3.640.000
9 Umbulharjo II 340.000 700.000 600.000 1.640.000
10 Pakualaman 640.000 780.000 480.000 1.900.000
11 Ngampilan 500.000 380.000 680.000 1.560.000
12 Kraton 300.000 480.000 660.000 1.440.000
13 Gedongtengen 440.000 560.000 240.000 1.240.000
14 Mantrijeron 1.580.000 1.220.000 1.680.000 4.480.000
15 Wirobrajan 760.000 600.000 640.000 2.000.000
16 Jetis Sudah dibayar 13.391.000 13.523.000 26.914.000
17 Tegalrejo Sudah dibayar 15.111.500 15.468.000 30.579.500
18 Megangsan 12.026.000 22.124.000 29.116.000 63.266.000
Jumlah 20.606.000 59.506.500 67.407.000 147.519.500
Sumber: Laporan UPT PJKD Kota Yogyakarta
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah semua klaim biaya
pelayanan Jampersal yang terlambat, totalnya ada Rp. 147.519.500,-
untuk bulan Oktober, November, dan Desember tahun 2013. Sampai
bulan Juni 2014, jumlah tersebut belum dibayarkan ke Puskesmas.
Dinas kesehatan dan Puskesmas hanya bisa menunggu dana itu turun
dari pemerintah pusat. Ibu Umi pada tanggal 16 Juni 2014
menyampaikan: Total klaim biaya yang terlambat turun cukup banyak.
Tapi UPT PJKD dan dinas kesehatan Cuma bisa menunggu dana itu
turun, soalnya kita pun sudah melakukan laporan sesuai dengan
prosedur yang ada.
64
B. Pembahasan
Kesejahteraan sosial berhubungan dengan kualitas hidup dan kesehatan
masyarakat dan terpenuhinya akses terhadap kecukupan hidup, jaminan
dalam hidup khususnya jaminan kesehatan dan pendapatan yang layak.
Pemerintah melalui kebijakan publiknya bertanggung jawab dalam
menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kebijakan publik yang sudah diimplementasikan dapat dinilai berhasil
apabila tujuan dari kebijakan tersebut sudah tercapai dan tertuju pada titik
sasaran yang sesuai dengan tujuan awalnya. Implementasi Jampersal bisa
berjalan dengan cukup baik karena faktor-faktor keberhasilan implementasi
saling berkaitan satu sama lain. Selain karena hal tersebut, karakteristik
kelompok sasaran juga mempengaruhi lama tidaknya implementasi bisa
diterapkan.
1. Pelaksanaan Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam menganalisis
implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta Tahun 2013
adalah teori Merilee S. Grindle yang menyebutkan bahwa keberhasilan
implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implemenbility dari
kebijakan tersebut. Derajat tersebut ditentukan dua variabel yaitu, isi
kebijakan dan konteks implementasi. Variabel tersebut mencakup:
sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat
dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group,
sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah
65
letak sebuah program sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah
menyebutkan implementornya dengan rinci, dan apakah sebuah program
didukung oleh sumberdaya yang memadai. Variabel tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Isi kebijakan
Pada variabel ini, kebijakan publik dilihat dari bagaimana isi dan
implementasinya dari kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini
kebijakan publik yang menjadi fokus adalah Kebijakan Jampersal.
Implementasi Kebijakan Jampersal ditetapkan pada tanggal 1 Januari
2012. Kebijakan Jampersal dilatarbelakangi meningkatnya jumlah
ibu hamil yang melahirkan. Pelayanan Jampersal di masyarakat
berdasar pada petunjuk teknis yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
2562/MENKES/PER/XII/2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang
Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Namun Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta juga mengeluarkan petunjuk teknis untuk menyesuaikan
keadaan di Kota Yogyakarta. Petunjuk teknis tersebuat tertuang pada
Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 34a
Tahun 2012 dan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Persalinan di
Kota Yogyakarta.
Tujuan dari adanya Kebijakan Jampersal ini menurut peraturan
yang telah ditetapkan di atas adalah meningkatkan akses terhadap
66
pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca
persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan
berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan
AKB. Dalam pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta, pelayanan
Jampersal dilakukan oleh 18 puskesmas, 13 bidan praktik mandiri
(BPM) dan 12 rumah sakit yang ada di wilayah Kota Yogyakarta dan
telah setuju untuk bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta.
Dilihat dari pembahasan di atas, hal tersebut menunjukkan
bahwa pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta sudah dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. Dengan adanya kerjasama
antara Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dengan tenaga kesehatan
yang ada di wilayahnya juga meningkatkan akses terhadap
pelayanan kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, dan KB. Tercatat
pelayanan Jampersal di Kota Yogyakarta mencapai 8011 kelahiran,
angka tersebut merupakan angka yang lebih besar dibandingkan
pada Tahun 2012 yaitu 4.611 kelahiran.
Sedangkan sasaran Jamperal menurut petunjuk teknis tentang
Jampersal yaitu ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari
pasca melahirkan), dan bayi baru lahir (sampai usia 28 hari).
Pelayanan Jampersal juga tidak dikhususkan untuk masyarakat
kurang mampu, namun masyarakat yang mampu juga berhak
mendapat fasilitas Jampersal. Sasaran Jampersal yang dimuat dalam
67
petunjuk teknis tersebut bertujuan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi.
Di Kota Yogyakarta, sasaran Jampersal juga sama yaitu ibu
hamil, ibu nifas, dan bayi baru lahir. Sasaran yang ingin dicapai di
Kota Yogyakarta pada tahun 2013 adalah mencakup seluruh ibu
hamil dan bayi baru lahir di Kota Yogyakarta. Namun pada
pelaksanaannya, masih ada ibu hamil yang melahirkan di rumah
tanpa ada petugas kesehatan. Ada pula ibu hamil yang melahirkan di
rumah sakit tanpa menggunakan Jampersal karena sudah mampu
untuk membayar biaya persalinan dan tidak mau hanya melakukan
persalinan di bidan atau puskesmas. Hal itu berkaitan dengan
pelayanan untuk penerima Jampersal yang diharuskan melakukan
persalinan di bidan atau puskesmas untuk persalinan normal. Dengan
kata lain sasaran pelayanan Jampersal di Kota Yogyakarta belum
merata.
Manfaat adanya Jampersal adalah tingkat pelayanan kesehatan
untuk masyarakat yang lebih baik dan meningkatnya tingkat
kesehatan masyarakat. Dalam hal ini manfaat yang dapat dirasakan
warga Kota Yogyakarta adalah terlayaninya persalinan bagi ibu
hamil oleh petugas kesehatan yang berkompeten serta ibu hamil dan
bayi baru lahir tidak perlu mengeluarkan biaya untuk persalinan
karena biaya tersebut sudah dijamin oleh pemerintah.
68
Dalam implementasi Kebijakan Jampersal di kota Yogyakarta ini
pihak-pihak yang terlibat adalah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta,
UPT PJKD Kota Yogyakarta, rumah sakit, puskesmas, dan bidan
praktik mandiri (BPM) yang berada di wilayah Kota Yogyakarta,
serta masyarakat yang tinggal di wilayah Kota Yogyakarta sebagai
penerima Jampersal. Dalam petunjuk teknis tentang Jampersal yang
telah dikeluarkan Kepala Dinas Kesehatan sebagai penanggung
jawab tim pengelola Jamkesmas dan sekretariat Jamkesmas
(Jampersal) ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/ kota
yang bersangkutan. Di Kota Yogyakarta tim pengelola Jamkesmas
sudah dibentuk dan sesuai dengan apa yang termuat dalam petunjuk
teknis.
Hal itu ditunjukkan dengan dibentuknya UPT PJKD sebagai
sekretariat pengelola Jamkesmas/ Jampersal yang bertugas
menyelenggarakan Jamkesmas dan Jampersal di Kota Yogyakarta.
Jadi Tim Pengelola Jamkesmas/ Jampersal di Kota Yogyakarta
terdiri dari: Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sebagai
penanggung jawab Tim Pengelola dan UPT PJKD Kota Yogyakarta
sebagai Sekretariat Pengelola Jamkesmas yang beranggotakan Ibu
Umi sebagai Kepala UPT PJKD, Ibu Kustini sebagai Sub Bagian
Tata Usaha, dan Ibu Yanti sebagai verifikator UPT PJKD Kota
Yogyakarta.
69
Sedangkan bidan praktik mandiri (BPM), puskesmas, dan rumah
sakit yang ada di Kota Yogyakarta adalah sebagai pelaksana
Jampersal. BPM dan puskesmas adalah sebagai penyedia layanan
Jampersal tingkat pertama/ dasar dan rumah sakit sebagai penyedia
layanan tingkat lanjutan. Jenis pelayanan yang diberikan kepada ibu
hamil dan bayi baru lahir meliputi:
1) Pelayananan ANC/ pemeriksaan kehamilan sesuai standar
pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali.
2) Deteksi dini faktor risiko komplikasi kebidanan dan bayi baru
lahir.
3) Pertolongan persalinan normal.
4) Pertolongan persalinan dengan risiko tinggi/ risti.
5) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit
pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas
PONED.
6) Pelayanan nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai
standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali.
7) Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya.
8) Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu
dan janin/ bayinya.
Pelayanan yang diberikan tersebut pada pelaksanaannya memang
memberikan dampak positif bagi kesehatan ibu dan bayi. 13 bidan
praktik mandiri, 18 puskesmas, dan 12 rumah sakit yang ada di
70
wilayah Kota Yogyakarta telah melakukan sesuai dengan peraturan
yang ada. Hanya saja kendala malah terjadi pada penerima Jampersal
yaitu masyarakat. Banyak masyarakat yang kurang paham dengan
peraturan yang telah ditetapkan yaitu penerima Jampersal harus
diusahakan persalinan normal dulu di pelayanan kesehatan tingkat
pertama yaitu bidan dan atau puskesmas. Baru setelah diketahui ada
indikasi risiko tinggi dalam persalinan maka akan dirujuk ke
pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yaitu rumah sakit.
Derajat perubahan yang diinginkan dalam isi Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2562/ MENKES/ PER/ XII/
2011 adalah meningkatnya kualitas kesehatan ibu hamil dan bayi
dalam persalinan dan pasca persalinan serta menurunkan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Untuk
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir di Kota
Yogyakarta sudah baik, hal itu ditunjukkan banyaknya pelayanan
Jampersal yang cukup tinggi yaitu mencapai 8011 pelayanan baik
bagi warga asli Kota Yogyakarta maupun pendatang. Namun untuk
angka kematian ibu dan bayi sudah mngalami penurunan tapi masih
belum signifikan daripada tahun 2012. Hal itu dapat dilihat dari AKI
dan AKB dari tahun 2011 sampai 2013 berikut pada tahun 2011 AKI
sebanyak 43 (per 100 ribu kelahiran hidup) dan AKB 340 (per 100
ribu kelahiran hidup), pada tahun 2012 AKI 56 (per 100 ribu
kelahiran hidup) dan 419 (per 100 ribu kelahiran hidup), sedangkan
71
pada tahun 2013 AKI sebanyak 40 (per 100 ribu kelahiran hidup)
dan AKB 400 (per 100 ribu kelahiran hidup).
b. Konteks Implementasi
Variabel konteks implementasi ini berkaitan dengan bagaimana
situasi dan kondisi pihak-pihak terkait dan masyarakat sebagai
penerima Jampersal. Kebijakan Jampersal adalah kebijakan dari
pemerintah pusat yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Implementasi Kebijakan Jampersal ini banyak melibatkan pihak-
pihak baik dari pemerintah maupun swasta.
Stakeholder yang terlibat dalam implementasi Kebijakan
Jampersal di Kota Yogyakarta yaitu Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta, UPT PJKD Kota Yogyakarta, rumah sakit, puskesmas,
dan bidan praktik mandiri (BPM). Stakeholder tersebut memiliki
fungsi regulasi dan pelaksana Jampersal di Kota Yogyakarta. UPT
PJKD Kota Yogyakarta disini sebagai unit yang ditunjuk Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta untuk mengurus tentang jaminan
kesehatan yang ada di Kota Yogyakarta termasuk jaminan
persalinan.
Dari segi kesiapan dari Dinas Kesehatan dan UPT PJKD Kota
Yogyakarta pada implementasi Jampersal tahun 2013 di Kota
Yogyakarta sudah siap. Hal itu dikarenakan Jampersal sudah
dilaksanakan selama 1 tahun yaitu selama tahun 2012. Pelaksanaan
Jampersal juga sudah ada petunjuk teknis yang jelas.
72
Puskesmas dan BPM yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
Kota Yogyakarta adalah sebagai pelaksana pelayanan Jampersal. Di
Kota Yogyakarta puskesmas dan BPM yang bekerjasama dengan
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sudah kooperatif melaksanakan
fungsinya. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya penerima Jampersal
yang telah dilaporkan ke Dinas kesehatan Kota Yogyakarta pada
tahun 2013. Dari uraian di atas, terlihat bahwa stakeholder yang
terlibat dalam pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta sudah siap
dalam hal penyediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Namun dalam hal pendanaan, pemerintah pusat belum menunjukkan
adanya kesiapan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya keterlambatan
pencairan dana klaim dari puskesmas-puskesmas yang telah
melayani Jampersal di Kota Yogyakarta.
Daya tanggap dari masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta
sangat positif dengan adanya Jampersal ini. Hal ini berbanding lurus
dengan banyaknya pelayanan Jampersal kepada masyarakat baik
penduduk Kota Yogyakarta maupun warga luar kota yang tinggal di
Kota Yogyakarta. Namun untuk kepatuhan masyarakat penerima
Jampersal, masih ditemui ketidakpatuhan penerima Jampesal
terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Kasus yang biasa muncul
adalah penerima Jampersal yang meminta surat rujukan ke rumah
sakit dengan keadaan ibu yang akan melakukan persalinan bisa
dengan cara persalinan normal. Padahal dalam peraturan yang telah
73
dibuat, surat rujukan hanya diberikan untuk penerima layanan
Jampersal yang memiliki indikasi komplikasi dan risiko tinggi untuk
melakukan persalinan normal.
2. Hambatan dan Upaya Mengatasinya dalam Pelaksanaan Kebijakan
Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013
Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan Jampersal ini, yaitu:
keterlambatan distribusi petunjuk teknis dari pemerintah pusat, sosialisasi
yang kurang merata, sulitnya sistem klaim biaya persalinan yang
menggunakan layanan Jampersal dan keterlambatan pencairan dana
klaim kepada puskesmas-puskesmas yang melayani Jampersal di Kota
Yogyakarta tahun 2013.
a. Sosialisasi yang kurang merata
Terlambatnya distribusi petunjuk teknis berimbas pada
terlambatnya sosialisasi Jampersal ke BPM, puskesmas, rumah sakit,
dan ke masyarakat. Faktor lain yang menjadi penghambat sosialisasi
yang merata adalah terlalu singkatnya waktu dan sedikitnya SDM di
UPT PJKD Kota Yogyakarta sehingga sosialisasi tidak bisa
dilakukan secara merata. Upaya Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
dan UPT PJKD Kota Yogyakarta untuk mengatasi kendala tersebut
adalah dengan melakukan pertemuan dengan seluruh perwakilan dari
semua kelurahan di wilayah Kota Yogyakarta. Setelah itu wakil dari
kelurahan tersebut mensosialisasikan ke warga masing-masing.
74
Walaupun pada kenyataannya masih belum bisa merata pengetahuan
masyarakat tentang Jampersal.
b. Sulitnya sistem klaim biaya persalinan yang menggunakan layanan
Jampersal
Sistem klaim biaya persalinan yang harus melalui banyak tahap
menyulitkan penyedia layanan Jampersal. Terkadang penyedia
layanan Jampersal seperti bidan, harus bolak-balik untuk mengurus
berkas-berkas persyaratan klaim biaya pelayanan.
c. Keterlambatan pencairan dana klaim kepada puskesmas-puskesmas
yang melayani Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013
Keterlambatan pencairan dana yang mencapai Rp. 147.519.500,-
untuk tagihan klaim bulan Oktober, November, dan Desember tahun
2013 merupakan angka yang cukup besar. Keterlambatan pencairan
dana ini sampai bulan Juni 2014 belum dibayarkan. Dalam hal ini
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta belum bisa melakukan apapun,
karena dana klaim berasal dari pemerintah pusat. Jadi Dinas
Kesehatann hanya bisa memberikan laporan jumlah klaim dan
menunggu dana tersebut dibayarkan oleh pemerintah pusat.