bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. gambaran umum...
TRANSCRIPT
104
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kota Kupang
Nama Kupang sebenarnya berasal dari nama seorang raja, yaitu Nai Kopan
atau Lai Kopan, yang memerintah Kota Kupang sebelum bangsa Portugis datang
ke Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1436, pulau Timor mempunyai 12 kota
bandar namun tidak disebutkan namanya. Dugaan ini berdasarkan bahwa kota
bandar tersebut terletak di pesisir pantai, dan salah satunya yang strategis
menghadap ke Teluk Kupang. Daerah ini merupakan wilayah kekuasaan Raja
Helong dan yang menjadi raja pada saat itu adalah Raja Koen Lai Bissi.
Pada tahun 1613, VOC yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), mulai
melakukan kegiatan perdagangannya di Nusa Tenggara Timur dengan mengirim 3
kapal yang dipimpin oleh Apolonius Scotte, menuju pulau Timor dan berlabuh di
Teluk Kupang. Kedatangan rombongan VOC ini diterima oleh Raja Helong, yang
sekaligus menawarkan sebidang tanah untuk keperluan markas VOC. Pada saat itu
VOC belum memiliki kekuatan yang tetap di tanah Timor.
Pada tanggal 29 Desember 1645, seorang padri Portugis yang bernama
Antonio de Sao Jacinto tiba di Kupang. Dia mendapat tawaran yang sama dengan
yang diterima VOC dari Raja Helong. Tawaran tersebut disambut baik oleh
Antonio de Sao Jacinto dengan mendirikan sebuah benteng, namun kemudian
benteng tersebut ditinggalkan karena terjadi perselisihan di antara mereka. VOC
semakin menyadari pentingnya Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu
kepentingan perdagangannya, sehingga pada tahun 1625 sampai dengan 1663,
VOC melakukan perlawanan ke daerah kedudukan Portugis di pulau Solor dan
dengan bantuan orang-orang Islam di Solor, Benteng Fort Henricus berhasil
direbut oleh VOC.
Pada tahun 1653, VOC mendarat di Kupang dan berhasil merebut bekas
benteng Portugis Fort Concordia, yang terletak di muara sungai Teluk Kupang di
bawah pimpinan Kapten Johan Burger. Kedudukan VOC di Kupang langsung
dipimpin oleh Openhofd J. van Der Heiden. Selama menguasai Kupang sejak
tahun 1653 sampai dengan tahun 1810, VOC telah menempatkan sebanyak 38
105
Openhofd dan yang terakhir adalah Stoopkert, yang berkuasa sejak tahun 1808
sampai dengan tahun 1810.
Nama Lai Kopan kemudian disebut oleh Belanda sebagai Koepan dan
dalam bahasa sehari-hari menjadi Kupang. Untuk pengamanan Kota Kupang,
Belanda membentuk daerah penyangga di daerah sekitar Teluk Kupang dengan
mendatangkan penduduk dari pulau Rote, Sabu dan Solor. Untuk meningkatkan
pengamanan kota, maka pada tahun 23 April 1886, Residen Creeve menetapkan
batas-batas kota yang diterbitkan pada Staatblad Nomor 171 tahun 1886. Oleh
karena itu, tanggal 23 April 1886 ditetapkan sebagai tanggal lahir Kota Kupang.
Setelah Indonesia merdeka, melalui Surat Keputusan Gubernur tanggal 6
Februari 1946, Kota Kupang diserahkan kepada Swapraja Kupang, yang
kemudian dialihkan lagi statusnya pada tanggal 21 Oktober 1946 dengan bentuk
Timor Elland Federatie atau Dewan Raja-Raja Timor dengan ketua H. A. A.
Koroh, yang juga adalah Raja Amarasi.
Berdasarkan Surat Keputusan Swapraja Kupang Nomor 3 tahun 1946
tanggal 31 Mei 1946 dibentuk Raad Sementara Kupang dengan 30 anggota.
Selanjutnya pada tahun 1949, Kota Kupang memperoleh status Haminte dengan
wali kota pertamanya Th. J. Messakh. Pada tahun 1955 ketika menjelang Pemilu,
dengan Surat Keputusan Mendagri Nomor PUD.5/16/46 tertanggal 22 Oktober
1955, Kota Kupang disamakan statusnya dengan wilayah kecamatan.
Pada tahun 1958 dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958, Provinsi
Sunda Kecil dihapus dan dibentuk 3 daerah Swantara, yaitu Daerah Swantara Tk I
Bali, Daerah Swantara Tk I Nusa Tenggara Barat dan Daerah Swantara Tk I Nusa
Tengara Timur. Kemudian Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II (Kabupaten) yang antara lain Kabupaten
Kupang. Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi
Nusa Tenggara Timur Nomor 17 Tahun 1969 tanggal 12 Mei 1969 dibentuk
wilayah kecamatan yakni Kecamatan Kota Kupang.
Kecamatan Kota Kupang mengalami perkembangan pesat dari tahun ke
tahun. Kemudian pada tahun 1978 Kecamatan Kota Kupang ditingkatkan
statusnya menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
22 Tahun 1978, yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 September 1978.
106
Pada waktu itu Drs. Mesakh Amalo dilantik menjadi Walikota Administratif yang
pertama dan kemudian diganti oleh Letkol Inf. Semuel Kristian Lerik pada
tanggal 26 Mei 1986 sampai dengan perubahan status menjadi Kotamadya Daerah
Tingkat II Kupang. Perkembangan Kota Administratif Kupang sangat pesat
selama 18 tahun, baik di bidang fisik maupun non fisik.
Usulan rakyat dan Pemerintah Kota Admnistratif Kupang untuk mengubah
status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang disetujui oleh DPR RI
dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang menjadi Undang-Undang
pada tanggal 20 Maret 1996 dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia dan
tertuang pada Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632 Tahun 1996.
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang diresmikan oleh Mendagri
Mohammad Yogi S. M. pada tanggal 25 April 1996.Kemudian dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka Kotamadya
Daerah Tingkat II Kupang berubah menjadi Kota Kupang.
Kota Kupang merupakan satu – satunya Kotamadya di Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang terletak dibagian Tenggara Indonesia yang memiliki luas
wilayah 180,27 KM2. Kupang terdiri dari 6 Kecamatan yaitu : Kecamatan
Oebobo, Kecamatan Alak, Kecamatan Maulafa, Kecamatan Kota Raja,
Kecamatan Kota Lama dan Kecamatan Kelapa Lima dan 51 Kelurahan. Kota
Kupang teletak diantara100
36‟ 34” – 100 39‟ 58” Lintang Selatan 123
0 32‟ 23” –
1230 37‟ 01” Bujur Timur. Luas wilayah Kota Kupang keseluruhan yang meliputi
dua matra (matra darat dan matra laut) adalah 260,127 km² (26.012,74 Ha), dan
dengan jumlah penduduk pada tahun 20015 sebanyak 291.848.
1. Batas Wilayah Kota Kupang :
a. Bagian Timur: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Tengah dan Kupang
Barat-Kabupaten Kupang
b. Bagian Barat: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat dan Selat Semau
– Kabupaten Kupang
c. Bagian Utara : berbatasan dengan Teluk Kupang
d. Bagian Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat – Kabupaten
Kupang.
107
Gambar : 4.2 Peta Kota Kupang
Pembagian Wilayah :
Wilayah Pemerintah Kota Kupang Terbagi dalam 6 Kecamatan dan 51
Kelurahan, yaitu:
a. Kecamatan Alak terdiri dari 12 Kelurahan
b. Kecamatan Maulafa terdiri dari 9 Kelurahan
c. Kecamatan Oebobo terdiri dari 7 Kelurahan
d. Kecamatan Kota Raja terdiri dari 8 Kelurahan
e. Kecamatan Kelapa Lima terdiri dari 5 Kelurahan
f. Kecamatan Kota Lama terdiri dari 10 Kelurahan
2. Tujuan, Kebijakan Dan Strategis
Setiap wilayah memiliki tingkat regulasi masing-masing sesuai koridor
perdanya, maka:
a. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Kupang adalah :
108
1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan dalam pengelolaan pengembangan kota;
2) terwujudnya kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya
kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang kota;
3) Terwujudnya konsistensi pembangunan dengan mengacu pada
kemampuan dan peruntukkan ruang;
4) Terwujudnya fungsi dan peranan Wilayah Kota Kupang sebagai Pusat
Pemerintahan, Perdagangan dan Jasa, Pendidikan, Kesehatan,
Pariwisata dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berbasis kota tepi
Pantai atau Waterfront City yang berkelanjutan;
5) Terciptanya pola tata ruang dan pemanfaatan ruang yang serasi dan
optimal di BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI
dan BWK VII tanpa mengabaikan aspek kelestarian lingkungan
kehidupan perkotaan;
6) Terumuskannya strategi dan kebijakan pembangunan dan
pengembangan di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK); dan
7) Tersedianya sarana dan prasarana perkotaan di setiap Bagian Wilayah
Kota (BWK) Kota Kupang untuk 20 (dua puluh) tahun kedepan.
b. Kebijakan
1) Struktur Ruang
Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a) Peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang merata dan
berhierarki yang membentuk Kota Tepi Pantai atau Waterfront City;
dan;
b) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan
prasarana transportasi jalan pesisir dan lainnya, telekomunikasi,
energi, sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan secara terpadu
dan merata serta mendukung kota tepi pantai;
(1) Strategi peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang
merata dan berhierarki yang membentuk kota tepi pantai atau
Waterfront City sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi :
109
(a) meningkatkan peran pusat pelayanan yang telah ada dengan
melengkapi sarana dan prasarana sesuai skala pelayanan,
seperti fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas
keagamaan, fasilitas taman dan olahraga, dan fasilitas
lainnya;
(b) menetapkan dan mengembangkan pusat pelayanan baru
pada kawasan bagian utara yang mendukung konsep kota
tepi pantai yang berdasarkan keseimbangan lingkungan dan
keberlanjutan;
(c) mendorong pusat-pusat pelayanan kota lebih kompetitif dan
lebih efektif dalam pengembangan wilayah kota dan
sekitarnya; dan
(d) mengendalikan perkembangan kawasan sesuai dengan
fungsi dan batasan pengembangannya;
(2) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi,
sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan secara terpadu dan
merata serta mendukung kota tepi pantai sebagaimana dimaksud
pada huruf b, meliputi:
(a) meningkatkan kualitas jaringan jalan dan mewujudkan
keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut dan udara,
sehingga dapat mendukung pengembangan konsep kota tepi
pantai;
(b) mengembangkan sistem angkutan umum yang terdiri atas
angkutan umum dalam kota, antar kota dan kabupaten;
(c) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi pada
kawasan-kawasan yang belum terlayani dan wilayah
pengembangan baru;
(d) meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi
terbarukan dan tidak terbarukan serta mengembangkan
sumber energi teknologi tepat guna;
110
(e) mendorong pengembangan sistem pelayanan sumberdaya air
bagi pemenuhan kebutuhan pelayanan air bersih dengan tetap
memperhatikan upaya konservasi tanah dan air;
(f) meningkatkan pelayanan jaringan air bersih sehingga
menjangkau seluruh wilayah Kota Kupang;
(g) mendorong pengembangan sistem pengelolaan air limbah
secara terpadu yang memperhatikan aspek kesehatan
lingkungan;
(h) meningkatkan pelayanan sistem pengelolaan persampahan
mulai dari sumber sampah hingga Tempat Pemrosesan Akhir
di seluruh wilayah Kota Kupang dengan memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan dan daya dukung lingkungan;
(i) meningkatkan pengembangan sistem drainase yang dapat
menghindari genangan air di wilayah kota;
(j) mendorong penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
sarana pejalan kaki pada ruang sisi jalan, sisi pantai atau
jogingtrack, kawasan perdagangan, perkantoran, dan ruang
terbuka hijau; dan
(k) mendorong penyediaan jalur evakuasi bencana dalam bentuk
jalur pelarian dan tempat penampungan baik dalam skala
kota, kawasan maupun lingkungan;
2) Pola Ruang
Kebijakan pengembangan kawasan lindung Kebijakan pengembangan
kawasan lindung meliputi:
a) pemeliharaan dan perwujudan fungsi lingkungan hidup, meliputi: (1)
melindungi kelestarian kawasan lindung sebagai penopang
keberlangsungan kehidupan masyarakat kota; (2) membatasi
perkembangan kawasan terbangun pada kawasan yang berfungsi
lindung agar daya dukung lingkungan wilayah kota tetap terjamin;
dan; (3) mengembangkan Ruang Terbuka Hijau yang kemudian
disebut RTH, di wilayah Kota Kupang dengan luasan paling sedikit 30
(tiga puluh) persen dari luas wilayah kota; (4) pencegahan dampak
111
negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan, meliputi; mempertegas fungsi kawasan lindung sebagai
upaya memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat; (a)
menertibkan dan mengembalikan fungsi kawasan lindung untuk
mempertahankan kawasan tersebut sesuai fungsinya; (b) mengatur
kawasan lindung yang mengalami konflik kepentingan secara bijak
dengan mengedepankan kelestarian lingkungan dan hajat hidup
masyarakat; (b) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya.
b) Kebijakan pengembangan kawasan meliputi :
(1) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan
antar kegiatan budidaya meliputi: menetapkan kawasan budidaya
dan memanfaatkan sumber daya alam di ruang darat, laut, udara,
dan dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan
pengembangan wilayah dan mengelola pemanfaatan kawasan
budidaya yang mengalami konflik kepentingan dengan kawasan
budidaya lainnya diselesaikan secara bijak dan mengedepankan
kepentingan umum.
(2) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi;
(a) membatasi perubahan fungsi kawasan budidaya pertanian
pangan yang berada di wilayah kota terutama yang mendapatkan
prasarana saluran irigasi teknis sebagai kawasan ketahanan
pangan kota; (b) mengatur intensitas pemanfaatan ruang kota
dilakukan secara gradasi dari kawasan pusat kota hingga kawasan
alami; (c) menetapkan ketentuan-ketentuan peraturan zonasi pada
masing-masing kawasan budidaya sesuai dengan karakteristiknya;
(d) mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya
adaptasi bencana pada kawasan rawan bencana; dan (e)
mengendalikan pemanfaatan di kawasan budidaya melalui
mekanisme perizinan.
(3) Strategi pengembangan dan penataan kawasan pesisir pantai dalam
rangka perwujudan kota tepi pantai yang berkelanjutan meliputi;
112
(a) mengelola pemanfaatan ruang pesisir dan laut sesuai dengan
zonasi kawasan dan berorientasi pada penataan kota tepi pantai;
(b) membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap kelestarian kawasan pesisir.
c. Strategis Kebijakan.
1) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan
ekosistem meliputi:
(a) melestarikan kawasan lindung kota dengan mempertahankan
keanekaragaman hayati dan keunikan bentangan alam untuk
keberlanjutan lingkungan hidup Kota Kupang;
(b) mengelola pemanfatan kawasan strategis pesisir Kota Kupang agar
tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; dan
(c) mengelola dampak negatif kegiatan budidaya pada kawasan strategis
agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi
kawasan.
2) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam
pengembangan perekonomian kota dan wilayah yang produktif, efisien
dan mampu bersaing dalam perekonomian regional, nasional dan
internasional meliputi:
(a) mengembangkan kawasan strategis Kota Kupang sebagai kawasan
pusat pertumbuhan dan kawasan unggulan yang berbasis pada
kegiatan perdagangan, pariwisata, perikanan, industri dan potensi
kekayaan alam lainnya.
(b) meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan
ekonomi pada kawasan strategis;
(c) menciptakan iklim investasi yang kondusif; dan
(d) mengintensifkan promosi peluang investasi.
3) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
meliputi:
113
(a) menetapkan Bandar Udara El Tari sebagai kawasan strategis dengan
fungsi khusus pertahanan dan keamanan;
(b) mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
Bandar Udara El Tari yang merupakan kawasan strategis dari sudut
pertahanan dan keamanan; dan
(c) memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI.
3. Tingkat Pendidikan Kota Kupang
Kota Kupang memiliki sarana pendidikan milik pemerintah dan yang
dikelola oleh swasta untuk pendidikan formal dan informal dari tingkat PAUD,
PlayGroup,TK, SD, SLTP dan SLTA serta Perguruan Tinggi. Taman Kanak-
Kanak Kota Kupang memiliki Sekolah Taman Kanak-Kanak Lebih dari 90
sekolah.
a. Sekolah Dasar
Sekolah Dasar/Ibtida'iyah yang ada di Kota Kupang tak kurang dari 130
sekolah.
b. Sekolah Menengah Pertama
Jumlah Sekolah Menengah Pertama/MTs yang tersebar di Kota Kupang
sebanyak lebih dari 50 sekolah.
c. Sekolah Menengah Atas
Sekolah Menengah Atas/MA yang ada di Kota Kupang sebanyak 54
sekolah, yang terdiri dari lebih dari 30 SMA dan tak kurang 20 Sekolah
Kejuruan/SMK.
114
B. Hasil Penelitian
Peraturan Daerah (Perda) merupakan sebuah kebijakan pemerintah daerah
yang dituangkan ke dalam bentuk dokumen peraturan daerah yang dibuat untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada disuatu daerah dan sebagai dasar bagi
Pemerintah Daerah untuk menjalankan suatu kebijakan. Selain dalam bentuk
Perda, penyelesaian masalah yang timbul dalam suatu daerah juga diwujudkan
dalam bentuk Perbup maupun rencana strategis. Kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah Daerah baik dalam bentuk Perda maupun Perbup harus dilaksanakan
sesuai dengan kesepakatan agar apa yang menjadi tujuan dari sebuah kebijakan
tersebut dapat tercapai.
Kebijakan sendiri tidak mesti harus berbentuk peraturan daerah saja
melainkan bisa juga berupa instruksi langsung dari seorang pimpinan atau kepala
Daerah di suatau tempat atau instansi tertentu, yang kemudian instruksi tersebut
harus dilaksanakan oleh bawahannya. Tentunya para kepala Dinas yang terkait
dengan perkembangan olahraga di Kota Kupang juga berhak untuk membuat
sebuah kebijakan sendiri yang dimana tujuannya tidak lain adalah untuk mengatur
apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Dinas Dikpora dan KONI merupakan instansi yang sebenarnya diberikan
tanggung jawab untuk memajukan bidang keolahragaan yang ada di Kota Kupang,
namun semua itu tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya kerjasama
yang harmonis antara lembaga daerah yang satu dengan yang lainnnya juga.
Untuk memajukan atau menarik minat masyarakat agar gemar berolahraga
disinilah diperlukan sebuah kebijakan dari para pemangku kepentigan supaya
membuat sebuah kebijakan yang dimana didalam kebijakan tersebut sekiranya
nati bisa memberikan manfaat positif untuk masyarakat yang tinggal di daerah
tersebut.
Dalam bab ini akan menjelaskan tentang apa yang sudah peneliti melihat
dan mengamati langsung di lapangan. Peneliti mengambil subyek sebanyak 14
sekolah menengah atas (SMA) unggul di kota Kupang yang berkaitan langsung
dengan prosedur, pemerataan, ketercukupan, dan penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan olahraga.
115
1. Kebijakan Prosedur Penyediaan Sarana dan Prasarana Olahraga
Pendidikan.
Sedangkan pengertian prosedur menurut Ismail masya (1994 : 74)
mengatakan bahwa “Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling
berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara
tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-
ulang”.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan yang
dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang
tetap yang telah ditentukan.
Dari hasil wawancara dengan Bapak Ambosius Moa S.pd jabatan sebagai
kabid Pemuda Dan Olahraga Kota Kupang menyatakan bahwah sampai saat ini
dalam prosedur tentang sarana dan prsarana olahraga pendidikan di tingakat
sekolah menegah atas ( SMA ) belum terealisasi dan belum berjalan dengan
baik. Karena belum ada sarana dan prasarana sampai saat ini untuk diolahraga
di tingkat Nasional.
Ada beberapa dasar hukum terhadap program DAK bidang pendidikan
ini,dan dasar hukum inilah yang menjadi pokok perhatian utama untuk
menjawab pertanyaan di atas.
a. Dasar hukum pertama adalah Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1) Pasal 49 ayat (3), menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk
hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
2) Pasal 53 ayat (3) menyatakan bahwa penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang berbentuk badan hukum pendidikan berprinsip
nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan
satuan pendidikan.
2) Dasar hukum kedua adalah Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 2009
tentang Badan Hukum Pendidikan.
116
a. Pasal 4 ayat (1), menentukan: “Pengelolaan dana secara mandiri oleh
badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip
kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh
sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus
ditanamkan kembali di dalam badan hukum pendidikan untuk
meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.”
b. Pasal 40 ayat (5), menentukan: “Dana pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) yang disalurkan dalam bentuk hibah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk Badan Hukum
Pendidikan diterima dan dikelola oleh pemimpin organ pengelola
pendidikan.
3) Dasar hukum ketiga adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun
2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Pasal 83 ayat (1) menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah diberikan kepada satuan pendidikan dalam bentuk
hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
4) Dasar hukum keempat adalah Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
a. Pasal 39 ayat (2), menentukan: “Swakelola dapat dilaksanakan oleh: a.
Pengguna barang/ jasa ; b. Instansi pemerintah lain; c. Kelompok
masyarakat / lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.
b. Lampiran I Bab. III, A, 2, c, menentukan: “Swakelola oleh penerima
hibah adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat,
LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga
penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan
oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi
hibah.”
5) Dasar hukum kelima adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah
117
a. Pasal 33 ayat (1) menentukan: “DAK Bidang Pendidikan dialokasikan
melalui mekanisme belanja hibah pada sekolah.”
b. Pasal 33 ayat (6) menentukan: “Kepala Sekolah selaku penerima hibah
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan DAK Bidang
Pendidikan dan realisasi keuangan di satuan sekolah yang
dipimpinnya.”
c. Pasal 33 ayat (7) menentukan: Pelaksanaan program kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan secara swakelola oleh
sekolah selaku penerima hibah dengan melibatkan komite sekolah.”
6) Dasar hukum keenam adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) No. 5 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan
Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010
a. Pasal 3 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010
diarahkan untuk pembangunan ruang/gedung perpustakaan SD/SDLB
dan SMP, pengadaan meubelair perpustakaan SD/SDLB dan SMP,
penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan SD/SDLB
dan SMP, pembangunan ruang kelas baru (RKB) SMP, dan rehabilitasi
ruang kelas (RRK) SMP.
b. Lampiran 1, II, C, 7 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun
anggaran 2010 diberikan secara langsung dalam bentuk hibah kepada
satuan pendidikan (SD/SDLB dan SMP) dan dilaksanakan secara
swakelola, dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi
masyarakat di sekitar sekolah sebagai bagian integral dari sistem
manajemen berbasis sekolah (MBS).
7) Dasar hukum ketujuh adalah Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) No.
698/C/KU/2010 perihal Tata Cara Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus
(DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010.
2. Kebijakan Tentang Ketersediaan Sarana dan Prasarana Olahraga
Pendidikan
Ketersediaan merupakan kesiapan suatu sarana (tenaga, barang, modal,
anggaran) untuk dapat digunakan atau dioperasikan diwaktu yg telah ditentukan
118
Atau persiapan untuk dapat digunakan atau di operasikan dalam waktu yang telah
di tentukan.
Dari penjelasan sarana dan prasarana olahraga pendidikan tidak terlepas juga
soal ketersedian anggaran yang sudah di programkan dari pemerintah untuk
membangun sarana dan prasarana olahraga pendidikan di kota kupang khusunya
di SMA se kota kupang. Peneliti menemukan langsung belum ada pemerataan dan
minim sekali bantuan dari pemerintah pusat untuk sarana dan prasarana olahraga
pendidikan yang ada di kota kupang. Peneliti melihat bahwa SMA Unggul se
kota Kupang masih kurang sekali sarana dan prasarana olahraga pendidikan dan
tidak bisa di pergunakan untuk melaksanakan kegiatan olahraga di sekolah. Dari
semua itu meskipun minim jumlahnya tetapi ada beberapa sekolah seperti sekolah
swasta yang bisa mencukupi kegiatan belajarnya mengajarnya.lebih
memperjelasnya bisa lihat di tabel di bahwah ini.
119
Tabel : 4.1 Nama Barang dan Merk Sarana dan Prasarana Olahraga
Pendidikan di SMA Yang Ada di Kota Kupang
NO MEREK VOLUME
(1) (2) (3)
1 Bola Kaki SNI 25
2 Bola Futsal SNI 13
3 Bola Volly SNI 16
4 Net bola Volly SNI 12
5 Bola Basket SNI 27
6 Ring Basket SNI 9
7 Shutlekock SNI 8
8 Raket Bulutangkis SNI 19
9 Net Bulutangkis SNI 18
10 Bad tenis Meja SNI 7
11 Net tenis Meja SNI 7
12 bola sepak Takraw SNI no 8
13 Net Takraw SNI
15 Tolak peluru Putra SNI 13
16 Tolak peluru Putri SNI 14
17 Meteran Baja SNI
18 Cones SNI
19 Lempar Lembing Putra SNI 18
20 Lempar lembing putri SNI 25
21 Lempar cakram putra SNI 18
22 Lempar cakram putrid SNI 8
23 Tongkat Estafek SNI 13
25 Tali Pramuka SNI 17
26 Tas P 3 K SNI
27 Matras Senam SNI 21
28 Simpai SNI
Jumlah 305
120
Dilihat dari tabel di atas .Maka di jelaskan bahwa kelengkapan sarana dan
prasarana olahraga di Kota Kupang di kategorikan renda.
3. Kebijakan Pemerintah Tentang Pemerataan Sarana dan Prasarana
Olahraga Pendidikan SMA Unggul di Kota Kupang.
Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di
negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya
kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran berkembangnya demokratisasi
pendidikan dengan semboyan education for all.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu Equality dan
Equity. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan , sedangkan equity bermakna keadilan dalam
memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok
dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua
penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu
akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati
pendidikan secara sama.
Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity
mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif
dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih
menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah,
sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam member kesempatan
kepada murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya
(Ace Suryadi , 1993 : 31). Dalam pemahaman seperti ini pemerataan pendidikan
mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh
kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama
guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya
untuk dapat berwujud secara optimal.
Dengan demikian dimensi pemeratan pendidikan mencakup hal-hal yaitu
equality of access, equality of survival. equality of output, dan equality of
outcome. Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati
masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai
121
pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara yang
sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup dominan
baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas.
Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri,
kompetisi yang ofensif dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan
kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk
memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang berkualitas.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok
negeri.
Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam mengantisipasi
persaingan global di samping penyandang buta huruf adalah masyarakat miskin di
tempat tempat yang jauh dan tersebar. Guna mengatasi hal yang tidak mungkin
diselenggarakan pendidikan konvensional atau tatap muka ini perlu ditempuh
strategi yang memanfaatkan potensi dan kemajuan teknologi baru. Untuk itu,
agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan
pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin yang berjumlah sekitar
38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk. Problem mereka, kemiskinan
menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses pendidikan. Selain itu,
daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga harus mendapat perhatian
guna mencegah munculnya kecemburuan sosial.
Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang
berada di daerah miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan
bagi mereka adalah upaya penerapan cara non konvensional. Cara lain itu adalah
memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan teknologi.baru. Sekalipun
teknologi baru seperti teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga
menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya yang relatif rendah (Ono
Purbo, 1996), penggunaannya masih merupakan jurang pemisah antara „yang
kaya‟ dan „yang miskin‟. Di samping itu, sekalipun teknologi dapat menjangkau
yang tak terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga belajar,
mereka yang terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi
tetapi tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan.
122
Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh
yang terpencil. Mereka praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat
transportasi dan komunikasi di samping rendahnya pengetahuan mereka terhadap
teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang beruntung ini -
bila perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak ini yang menjadi sasaran kita
dengan menyediakan pendidikan yang lebih berkualitas; lebih efektif dan cepat -
kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan memobilasasi sumber-sumber
lokal dan nasional.
Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah
geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur
Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan
penduduk ataupun antargender.
Sampai saat ini pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau Perda
maupun dari Dinas PPO kota Kupang belum memprogramkan dengan baik
tentang pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan. Jadi untuk data
yang telah di ambil dari lapangan adalah menunjukan sarana dan prasarana
olahraga pendidikan yang ada di kota kupang belum merata baik dari sekolah
swasta maupun dari sekolah negeri. Setelah penelitih melakukan wawancara
dengan kepala kabit sekolah menengah Atas (DIKMENUM) di kota Kupang
Bapak Oktovianus Seran S.pd,M.si menyatakan bahwa belum ada program
pembangunan sarana dan prasarana di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
dari pernyataan tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa :
a. Bantuan dari pemerintah pusat sampai saat ini belum ada program
tentang pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan baik dari
tingkat SD, SMP, SMA.
b. Dari pemerintah daerah (Perda) juga belum terealisasikan dan belum ada
kebijakan langsung dari pemerintah setempat tentang pemerataan sarana
dan prasarana olahraga pendidikan khususnya sekolah menegah atas
(SMA) yang ada di kota Kupang.
4. Kebijakan Tentang Ketercukupan Sarana dan Prasarana Olahraga
Pendidikan
123
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan
kehidupan masyarakat serta berperan untuk meningkatkan kualitas hidup.
Pendidikan sangat penting karena merupakan dasar untuk pengembangan pola
berpikir konstruktif dan kreatif. Dengan pendidikan yang cukup memadai, maka
seseorang akan bisa berkembang secara optimal baik secara ekonomi maupun
sosial. Pendidikan itu sendiri dapat dipandang dari arti luas dan arti teknis, atau
dalam arti hasil dan dalam arti proses. Dalam arti yang luas pendidikan menunjuk
pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang
berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau
kemampuan fisik individu. (Kneller 1967 :63 dalam Dwi Siswoyo 2008 : 17).
Fasilitas pendidikan merupakan sarana dasar yang diperlukan dalam
program pendidikan dan merupakan salah satu fasilitas sosial yang penting bagi
penduduk. Ketercukupan fasilitas pendidikan yang menyangkut sarana dan
prasarana akan sangat menunjang keberhasilan program pendidikan. Fasilitas
pendidikan bersama dengan fasilitas sosial lainnya seperti fasilitas peribadatan,
kesehatan, kependudukan, melayani kebutuhan penduduk yang memberi kepuasan
sosial, mental dan spiritual.
Dalam ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan di kota kupang sangat
kurang sekali karena masih banyak sekolah-sekolah yang belum terpenuhi.
Dari APBD propinsi dan APBD daerah tidak ada program untuk membangun
sarana dan prasarana olahraga pendidikan maka bisa di simpulkan bahwa untuk
ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan khususnya di sekolah
menenga atas (SMA). di kota Kupang belum memenuhi standar untuk
pengembangan olahraga pendidikan. Lebih jelasnya bisa di lihat di Tabel di
bahwa ini :
124
Angket tentang ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di
SMA Unggulan Kota Kupang.
Tabel 4.2 Angket tentang ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan.
No Aspek Responden
1. Bagaimana alur prosedur
dalam penyediaan sarana
dan prasarana olaraga
pendidikan di sekolah
saudara?
a. Dengaan membuat
proposal kemudian di
ajukan pada kepala
sekolah.
b. Mengajukan proposal
yang di setujui
kepalah sekolah dan
komite sekolah.
c. Terserah kepalah
sekolah
d. Menungngu bantuan
dari pemda atau pusat.
e. Lainnya…
12
11
2
10
0
125
2 Menurut saudara bantuan
sarana dan prasarana
olaraga dari pusat ke
sekolah SMA saudara?
a. Cukup merata
b. Dapat bantuan banyak
c. Tidak merata
d. Tidak pernah dapat
bantuan
e. Lainnya…….
12
2
11
7
0
3 Bagaimana ketersedian
sarana dan prasarana
olaraga pendidikan di
sekolah saudara?
a. Kurang
b. Tidak ada
c. Kurang sekali
d. berlebihan
e. lainnya
14
0
14
0
0
4 Bagaimanah ketercukupan
sarana dan prasarana
olahraga pendidikan di
tempat saudara mengajar ?
a. cukup
b. sangat cukup
c. kurang
d. kurang sekali
e. lainnya…
2
2
12
13
0
126
Data dari tabel di atas merupakan peneliti mengambil langsung dari
subyek penelitiannya di 14 sekolah SMA yang ada di kota Kupang.
Berdasarakan tabel di atas maka bisa di jelaskan dari responden itu yaitu
dari prosedur, pemerataan, ketersediaan, dan ketercukupan sarana dan prasarana
olahraga pendidikan SMA se kota Kupang kategori sangat rendah .
Sesuai dengan penjelasan di tabel di atas itu bisa di tuliskan dengan merek
sesuai dengan standar nasioanal dan juga sekolah menenga atas (SMA) se-kota
Kupang yang lebih khususnya adalah sekolah-sekolah unggul yang ada di kota
Kupang sebanyak 14 sekolah yang ada di kota Kupang.
Tabel 4.3: Daftar Sekolah Menengah Atas Unggulan se Kota Kupang
No. Nama Sekolah Alamat Status
1 SMA Katholik Giovanni Jl. Jend. Ahmad Yani No. 48 Swasta
2 SMA Kristen Mercusuar Jl. Herewila Kupang Swasta
3 SMA Muhammadiyah
Kupang
Jl. K.H. Dahlan No. 17 A Swasta
4 SMA Negeri 10 Kupang FATUKOA Negeri
5 SMA Seminari St. Rafael JL. Thamrin No. 15 Oepoi Swasta
6 SMAN 1 Kupang Jl. Cak Doko No. 59 Negeri
7 SMAN 2 Kupang Jl. Perintis Kemerdekaan Negeri
8 SMAN 3 Kupang JL W.J.LALAMENTIK Negeri
9 SMAN 5 Kupang Jl. W.J. Lalamentik Negeri
10 SMAN 6 Kupang Jl. H. R. Koroh Negeri
11 SMAN 7 Kupang Jl. Frans Da Romes Negeri
12 SMAN 8 Kupang JL.M.B. MAIL Negeri
13 SMAN 9 Kupang JL.THAMRIN Negeri
14 SMAN 4 Kupang JL. KETAPANG 2 Negeri
Selanjutnya berdasarkan data yang sudah di ambil dari beberapa sekolah
itu yang memiliki ketersediaan areal terbuka,kurang,,cukup dan lebih.itu biasa
dilihat di tabel tersebut.
127
Tabel 4.4: Ketersediaan sarana dan prasarana serta indeks ruang terbuka
SMA unggulan di Kota Kupang.
NO SMA JUMLAH
SISWA
RUANG
TERBUKA(M2) INDEKS
1 SMA Negeri I 975 1565 0.549
2 SMA Negeri 2 856 1201 0.400
3 SMA Negeri 3 785 2890 0.075
4 SMA Negeri 4 843 2644 0.896
5 SMA Negeri 5 568 1750 0.880
6 SMA Negeri 6 687 2556 0.075
7 SMA Negeri 7 423 1327 0.896
8 SMA Negeri 8 510 2000 0.080
9 SMA Negeri 9 465 1210 0.743
10 SMA Negeri 10 187 2200 0.240
11 SMA Seminari ST.
Rafaeel Kupang 123 1786 0.296
12 SMA Giovani Kupang 354 1438 0.082
13 SMA Muhhamadyah 674 2123 0.899
14 SMA Mercusuar 191 2400 0.256
JUMLAH 7641 2709 6,367
Maka sesuai dengan pernyataan diatas proses analisis yang pertama adalah
mereduksi data dari keempat indikator yaitu ruang terbuka, peneliti akan
memfokuskan pada prasarana olahraga pendidikan seperti stadion standar untuk
sepakbola dan nomor-nomor atletik, gedung olahraga, kolam renang, lapangan-
lapangan olahraga futsal, voli, takraw, tennis, badminton, basket, baik indoor
maupun outdoor, sirkuit, dan jalur jogging.
Ketika ingin menghitung indeks ruang terbuka, maka yang pertama
dilakukan adalah menghitung rasio luas ruang terbuka olahraga dibagi dengan
jumlah Siswa nilai aktual. Angka standar ruang terbuka adalah 3,5 per orang.
Artinya nilai maksimum luas ruang terbuka adalah 3,5 dan nilai minimum
128
adalah 0 . Setelah semua angka didapatkan kemudian dihitung dengan
menggunakan rumus:
Sesuai dengan perhitungan rumus diatas maka didapat nilai indeks
Runag terbuka tiap-tiap sekolah se-kota kupang yaitu:
1. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 975 dan luas areal terbuka
yang tersedia 1565 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
1,607 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 1,607 : 3.5 = 0.459 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.549 M2.
2. SMA Negeri 2 Kupang dengan jumlah siswa 856 dan luas areal terbuka
yang tersedia 1201 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
1,403 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 1.403 : 3.5 = 0.400 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 2 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.400 M2.
3. SMA Negeri 3 Kupang dengan jumlah siswa 785 dan luas areal terbuka
yang tersedia 2890 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
3.681 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.681 : 3.5 = 0.075 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 3 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.075 M2.
4. SMA Negeri 4 Kupang dengan jumlah siswa 843 dan luas areal terbuka
yang tersedia 2644 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
3.136 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.136 : 3.5 = 0.896 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 4 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.896 M2.
5. SMA Negeri 5 Kupang dengan jumlah siswa 568 dan luas areal terbuka
yang tersedia 1750 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
3.080 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.080 : 3.5 = 0.880 M2.
129
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.880 M2.
6. SMA Negeri 6 Kupang dengan jumlah siswa 687 dan luas areal terbuka
yang tersedia 2556 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
3.720 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.720 : 3.5 = 0.075 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 6 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.075 M2.
7. SMA Negeri 7 Kupang dengan jumlah siswa 423 dan luas areal terbuka
yang tersedia 1327 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
3.135 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.135 : 3.5 = 0.896 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 7 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.896 M2.
8. SMA Negeri 8 Kupang dengan jumlah siswa 510 dan luas areal terbuka
yang tersedia 2000 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
3.921 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.921 : 3.5 = 0.080 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 8 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.080 M2.
9. SMA Negeri 9 Kupang dengan jumlah siswa 465 dan luas areal terbuka
yang tersedia 1210 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
2.602 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 2.602 : 3.5 = 0.743 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 9 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.743 M2.
10. SMA Negeri 10 Kupang dengan jumlah siswa 187 dan luas areal terbuka
yang tersedia 2200 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
11,764 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 11,764: 3.5 = 0.240
M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 10 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.240 M2.
11. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 123 dan luas areal terbuka
yang tersedia 1786 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
14,520 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 14,520 : 3.5 = 0.296
M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.296 M2.
130
12. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 354 dan luas areal terbuka
yang tersedia 1438 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
4.062 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 4.062 : 3.5 = 0.082M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.082 M2.
13. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 674 dan luas areal terbuka
yang tersedia 2123 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
3.149 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.149: 3.5 = 0.899 M2.
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.899 M2.
14. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 191 dan luas areal terbuka
yang tersedia 2400 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =
12,565 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 12,565 : 3.5 = 0.256
M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali
sebesar 0.256 M2.
C. Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan 4 faktor yaitu bagaimana kebijakan
pemerintah tentang prosedur, pemerataan, ketersediaan, ketercukupan SMA se-
kota kupang pada tahun 2015. Dan dari ke empat aspek ini akan di jelaskan
sebagai berikut :
1. Prosedur penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di
kota Kupang
Sarana prasarana dan tenaga pendidikan yang layak. Oleh karena itu,
Walikota berharap melalui rapat koordinasi dan evaluasi pendidikan ini
akan ditemukan permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan, yang
tentunya harus disertai dengan alternatif solusinya. Sebagai contoh
pendistribusian guru-guru agar jangan ada penumpukan di sekolah-sekolah
tertentu tapi harus dibagi untuk semua sekolah.
Mengakhiri sambutannya, Walikota menyampaikan beberapa hal
penting antara lain, berharap agar evaluasi kemajuan kinerja pendidikan
dapat dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan sehingga dapat
131
melakukan pembenahan guna menghasilkan output yang diharapkan.
Diharapkan kepada kepala sekolah, para guru serta anak didik untuk
mempersiapkan diri serta mental yang baik untuk menghadapi ujian
nasional 2013. Dalam waktu dekat juga akan ada penerimaan siswa baru
untuk itu kepada kepala sekolah bersama panitia penerimaan siswa baru
melakukan tugas secara profesional dengan mengedepankan disiplin, etika
dan kompetensi dari calon siswa sesuai ketentuan yang berlaku, namun
tetap memperhatikan calon siswa yang berdomisili disekitar sekolah.
Pada kesempatan ini pula Walikota memberikan apresiasi terhadap 3
siswa SMK Negeri I Kupang yang telah mempromosikan sekolah dengan
menggunakan tiga bahasa (Inggris, Jerman dan Jepang). Waktu
pelaksanaan Rakor Pendidikan Kota Kupang 2013 berlangsung dua hari
dari tanggal 3 – 4 April 2013. Sebagai nara sumber dalam kegiatan Rakor
tersebut adalah Kadis PPO, Inspektur pada Inspektorat, Kepala Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi NTT, Sekretaris Dinas PPO Kota
Kupang dan para Kabid pada Dinas PPO Kota Kupang. Peserta Rakor
berasal dari Dewan Pendidikan Kota Kupang, PGRI Kota Kupang, para
pengawas pendidikanKota Kupang, Kepala Sekolah dan penyelenggara
PKBM Pendidikan Luar Sekolah serta perwakilan dari sekolah Taman
kanak-kanak.
Secara operasional Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota
Kupang dibentuk melalui Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 06
Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota
Kupang (Lembaran Daerah Kota Kupang Tahun 2008 Nomo 06,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Kupang Nomor 201).
Tugas pokok Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kupang
adalah membantu Walikota Kupang dalam melaksanakan sebagian urusan
pemerintahan daerah di bidang pendidikan, pemuda dan olahraga
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sehubungan dengan
tugas pokok tersebut maka fungsi yang diemban oleh Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kupang yaitu : Perumusan
kebijakan teknis di bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;
132
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga pembinaan dan pelaksanaan tugas di
bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Pembinaan Unit Pelaksana
Teknis Dinas; Pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi
urusan umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan;
Pelaksanaan tugas lain yang di berikan o leh Walikota di bidang Pendidikan,
Pemuda dan Olahraga.
Pemerintah daerah atau (PERDA) penyediaan anggaran harus bisa
menyediakan dana atau anggaran kebutuhan dalam prosedur penyediaan
sarana dan prasarana olahraga pendidikan. Prosedur adalah cara atau
langkah awal dalam usaha penyediaan sarana dan prasarana olahraga
pendidikan do SMA se kota Kupang. Dalam prosedur penyediaan sarana
dan prasarana olahraga pendidikan antara lain :
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (PERDA)
Untuk saat ini belum ada peraturan yang mengatur kebijakan dalam
sarana dan prasarana pendidikan olahraga baik dari APBD tingkat I dan
tingkat II juga belum sama sekali memprogramkan dan memberikan
sarana dan prasarana pendidikan. Kesimpulannya adalah bantuan dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daera (perda) Sampai saat ini belum
pernah ada bantuan khusus sarana dan prasarana olahraga pendidikan di
SMA se kota kupang.
2. Dari Pihak Sekolah
Untuk keseluruhan sekolah menenga atas (SMA) Se kota Kupang tentang
sarana dan prasarana olahraga pendidikan secara umum belum memenuhi
standar kualitas dan kuantittasnya karena belum ada sarana dan prasarana
sampai saat ini untuk diolahraga di tingkat Nasional .
2. Pemerataan penyediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di
Kota Kupang
Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat
perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak
terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai
133
peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan
berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for
all.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan
equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan
untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam
memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok
dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua
penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara
itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antarkelompok bisa menikmati
pendidikan secara sama. (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di
Indonesia, http://edu-articles.com,diakses 22 April 2012).
Secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan
pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih
menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di
sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam memberi
kesempatan kepada murid-murid terdaftar agar memperoleh hasil belajar
setinggi-tingginya (Sismanto, 1993:31). Dalam pemahaman seperti ini
pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan
dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa
harus diperlakukan sama guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan
potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal.
Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati
masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai
pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara
yang sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup
dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas.
Dasar pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi landasan kuat yang
diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih
penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan
persaingan antar bangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian,
134
pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan
faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bisa memenangi kompetisi global.
Sejak tahun 1984, pemerintah Indonesia secara formal telah
mengupayakan pemerataan pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan
wajib belajar pendidikan sembilan tahun mulai tahun 1994. Upaya-upaya ini
nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan.
Di samping itu, pada tahapan selanjutnya pemberian program beasiswa
menjadi upaya yang cukup mendapat perhatian dengan mendorong
keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Program
beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan saat ini
diganti program BOS untuk pendidikan dasar. Hal ini menunjukan bahwa
pemerataan pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya
berkaitan dengan penyediaan fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap
bertahan mengikuti pendidikan di sekolah.
Kurangnya Pemerataan Sarana dan Prasarana Sekolah Kondisi pendidikan
di Indonesia saat ini sudah mulai membaik, namun kondisi ini tidak diikuti
dengan peningkatan sarana dan prasarana sekolah di daerah. Masih banyak
sekolah di daerah yang sarana dan prasaranya kurang memadai dan kurang
layak. Seperti halnya di daerah terpencil yang terdapat di papua, mereka
disana masih belum memiliki bangunan sekolah yang memadai serta sarana
dan prasarana yang belum layak dan memadai Hal ini mungkin disebabkan
oleh penyaluran anggaran pendidikan dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah yang belum merata akibat dari tindak praktik korupsi,
sehingga sarana dan prasarana yang semestinya baik dan berkualitas menjadi
tidak sesuai dengan spesifikasi dan kualitas yang telah dianggarkan oleh
Pemerintah Pusat. Sebenarnya hal seperti ini dapat diselesaikan dengan cara
membuat suatu lembaga khusus yang independen yang bertugas mengawasi
pengadaan Sarana dan Prasarana Sekolah di seluruh Indonesia. Hal ini
dilakukan demi mewujudkan pemerataan Sarana dan Prasarana Sekolah
untuk menciptakan pendidikan yang baik serta berkualitas di Indonesia.
Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan fungsi
135
keberadaan Komite Sekolah yang jujur, independen, serta transparan sebagai
pihak yang mengawasi kecurangan atau tindak praktik korupsi baik yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun pihak Sekolah. Pemerintah
Daerah dan pihak Sekolah seharusnya transparan mengenai Sarana dan
Prasarana yang seharusnya disediakan dan spesifikasi sesuai dengan
anggaran yang di tetapkan.
Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat berbanding lurus dengan
bertambahnya pemenuhan kebutuhan, salah satunya dibidang pendidikan.
Peran pendidikan tentu sangat besar dalam pembentukan karakter suatu
bangsa, dan pemenuhan kebutuhan akan pendidikan tersebut salah satunya
didukung oleh adanya fasilitas pendidikan yang memadai. Dunia pendidikan
bukan sekedar cermin kebutuhan masyarakat, tetapi juga sebuah kinerja terus
menerus, sebuah usaha pembaharuan sebab yang terlibat di dalamnya adalah
manusia itu sendiri.
Sebenarnya upaya untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana
pendidikan di daerah tertinggal sudah pernah dirumuskan oleh Depdiknas
(sekarang Kemdikbud), yang dikenal sebagai program PAIKEM GEMBROT
(Pendidikan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, serta
Gembira dan Berbobot). Melalui program ini, guru dilatih untuk
memanfaatkan lingkungan sekitar dan local wisdom guna menghasilkan
bahan pengajaran yang berbasis keunggulan lokal. Masalahnya adalah guru
hanya terpaku pada buku teks yang memerlukan praktikum di laboratorium
atau kelengkapan perpustakaan yang memadai. Mereka beranggapan, tanpa
kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan, program apapun akan sulit
direalisasikan.
Akibatnya penataran program PAIKEM GEMBROT hanya berhenti
sebagai penambah wawasan guru saja, tidak diaplikasikan di kelas. Ada dua
hal yang mengguncang dunia pendidikan swasta di Indonesia awal tahun ini.
Pertama, Peraturan Bersama 5 Menteri (Peraturan Mendiknas No.
05/X/PB/2011, Peraturan Menpan No.SPB/03/M.PAN-RB/10/2011,
Peraturan Mendagri No. 48 Tahun 2011,
136
Peraturan Menkeu No. 158/PMK.01/2011 dan Peraturan Menag No. 11
Tahun 2011), tentang Penataan dan Pemerataan Guru (PNS), yang ditetapkan
tanggal 3 Oktober 2011 (Berita Negara RI No. 610 Tahun 2011). Kedua,
Peraturan Mendikbud (Permendikbud) No. 60 Tahun 2011 tentang Larangan
Pungutan Biaya Pendidikan pada SD dan SMP, yang ditetapkan tanggal 30
Desember 2011 (Berita Negara RI No. 19 Tahun 2012).
Renstra (Rencana Strategis) untuk SD harus mengacu pada jumlah jam
mengajar yang terkecil (1 jam pelajaran atau 1 jam tatap muka), yaitu mata
pelajaran Mulok (Muatan Lokal). Agar supaya guru pengampu Mulok dapat
mencapai beban kerja 24 jam, maka dibutuhkan 24 kelas (24 x 1 jam = 24
jam). Karena SD terdiri dari 6 jenjang (kelas 1 sampai kelas 6), jumlah ideal
kelas paralel di SD adalah 24 kelas : 6 = 4 kelas paralel.
Renstra SMP, acuannya tetap sama, yaitu jumlah jam mengajar yang
terkecil, yaitu 2 jam pelajaran (Pendi-dikan Agama, PKn, SBK, Penjaskes,
TIK, dan Mulok). Agar guru-guru yang disebut itu dapat mencapai jumlah
24 jam tatap muka, maka diperLukan 12 kelas (24 jam : 2 jam = 12 kelas).
Pada dasarnya pelaksanaan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan
dikota Kupang belum terprogramkan sehingga proses pembangunan mengacu
pada kebijaksanaan pemerintah daerah. hal ini sesuai dengan pernyataan
kepala dikmenum kota kupang yaitu Bapak Oktovianus Seran, S.Pd., M.Si:
“belum ada program pembangunan sarana dan prasarana di tingkat SMA”.
yang dalam hal ini sepenuhnya diserahkan pada kabid Dikmenum untuk
penanganan sarana dan prasarana olahraga kota kupang. Untuk pemerintah
pusat dalam hal pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan belum
merata, artinya untuk sekolah SMA Se-kota Kupang itu tidak mendapatkan
sarana dan prasarana yang memadai.
3. Ketersediaan sarana dan prasarana Olahraga pendidikan di Kota
Kupang
Ketersediaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan semua
jenis sarana dan prasarana pendidikan persekolahan yang sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
konteks persekolahan, pengadaan merupakan segala kegiatan yang dilakukan
137
dengan cara menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan
hasil perencanaan dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran
agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Pengadaan sarana dan prasarana merupakan fungsi operasional pertama
dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Fungsi ini
pada hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan sarana
dan prasarana pendidikan persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik
berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu maupun tempat,
dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(2007:6) mengatakan bahwa pengadaan merupakan kegiatan untuk
menyediakan perlengkapan dalam usaha untuk menunjang pelaksanaan
proses belajar mengajar. Ada beberapa alternatif cara dalam pengadaan
sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Beberapa alternatif cara
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Pembelian.
2) Pembuatan Sendiri.
3) Pengiriman Hibah atau Banatuan.
4) Penyewaan.
5) Pinajaman.
6) Pendaurulangan.
7) Penukaran.
8) Perbaikan atau Rekondisi.
Pengadaan Sarana dan Prasarana PendidikanPengadaaan adalah segala
kegiatan untuk menyediakan semua keperluan barang, benda, atau jenis
barang bagi keperluan pelakasanaan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam pengadaan barang sebenarnya tidak lepas dari perencanaan pengadaan
yang dibuat sebelumnya baik mengenai jumlah maupun jenisnya (Arum,
2006:46).
Pengadaan dilakukan sebagai bentuk realisasi atas perencanaan yang telah
dilakukan sebelumnya. Tujuannya untuk menunjang proses pendidikan agar
138
berjalan efektif dan efesien sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Barnawi,
2012: 60).
Adapun menurut Rugaiyah dan Atik Sismiati pengadaan adalah proses
kegiatan mengadakan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan dengan
cara-cara membeli, menyumbang, hibah, dan lain-lain (Rugaiyah, 2011:65).
Adapun fungsi dari pengadaan sarana dan prasarana pendidikan mengatur
dan menyelenggarakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan baik
menyangkut jenis, jumlah, kualitas, tempat, dan waktu yang dikehendaki
(Arum, 2006:47).
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilaksanakan dengan
cara sebagai berikut (Barnawi, 2012:60-63):
1) Pembelian
2) Produksi Sendiri
3) Penerimaan Hibah
4) Penyewaan
5) Peminjaman
6) Pendaurulangan
7) Penukaran
8) Rekondisi/rehabilitasi.
Pengadaan sarana dan prasarana dapat juga dilakukan dengan usaha-usaha
yang ada di sekolah itu sendiri, ataupun sumbangan dari pemerintah
masyarakat. Pengadaan sarana dan prasarana atas usaha sendiri bisa
dilakukan oleh sekolah yang disesuiakan dengan daftar kebutuhan yang telah
direncanakan sebelumnya, sehingga barang-barang yang diperoleh sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal perencanaan. Proses pengadaan
berbagai jenis sarana dan prasarana sekolah, seperti:
1. Buku, Yang dimaksud dengan buku disini adalah buku pelajaran, buku
bacaan, buku perpustakaan dan buku-buku lainnya. Buku yang dapat
dipakai oleh sekolah meliputi buku teks utama, buku teks pelengkap, buku
bacaan baik fisik maupun non fiksi, vbuku sumber dan sebagainya.
139
2. Alat, Pengadaan alat-alat sekolah dapat dilakukan dengan cara membeli,
membuat sendiri dan memerima bantuan. Alat-alat yang dibutuhkan
sekolah berupa alat kantor dan alat pendidikan. Alat kantor ialah alat-alat
yang biasanya digunakan dikantor, misalnya komputer, alat hitung, alat
penyimpan uang, alat pendeteksi uang palsu, dan alat pembersih.
Sementara alat pendidikan lainnya yang biasa digunakan dalam kegiatan
pembelajaran, misalnya alat peraga, alat praktik, alat kesenian, dan alat
olahraga (Barnawi, 2012:67).
3. Perabot, Perabot merupakan sarana pengisi ruangan, misalnya kursi,
lemari, rak, filing cabinet, dan lain-lain.
4. Bangunan, Pengadaan bangunan dapat dilakukan dengan membangun
bangunan baru, membeli bangunan, menerima hibah bangunan, menyewa
bangunan, dan menukar bangunan (Barnawi, 2012:64).
5. Tanah, Pengadaan tanah dapat dilaksanakan dengan cara yaitu : membeli
tanah, menerima bantuan/hadiah. Menukar.
6. Kendaraan, Pengadaan kendaraan tersebut untuk studi banding dan
mempermudah transportasi murid dalam melakukan kegiatan. Pengadaan
sarana tersebut untuk menunjang kegiatan pendidikan. Adapun pengadaan
kendaraan dapat dilaksanakan dengan pembelian secara lelang, pembelian
melalui proses penunjukan langsung (Arum, 69-70).
Pembangunan sekolah baru di kelurahan di Kota Kupang yang belum ada
sarana prasarana pendidikan terkendala pada ketersedian lokasi. Demikian
pernyataan Wali kotaKupang ,Jonas Salean melalui tanggapan Wali kota
terhadap pemandangan umum anggota lewat fraksi-fraksi DPRD Kota
Kupang.
Jonas mengatakan, harapan fraksi dewan melalui tanggapan umum terlebih
khusus dari masyarkat berkeinginan untuk membangun sekolah pada
kelurahan di Kota kupang belum ada sarana pendidikan persoalannya pada
ketersedian lokasi.
“Perlu dibangun sekolah baru sesuai standar pelayanan minimal (SPM)
padakelurahan yang belum ada prasarana pendidikan khusus jenjang
140
pendidikan Sekolah Dasar (SD/SMP) untuk menampung anakusia 7-12 tahun
selalu mengalami kendala pada teruatama ketersediaan lokasi,” kata Jonas
Salean, Jumat (27/11/2015).
Sebagai contoh,kata Jonas, pemerintah sudah siapun untuk membangun
SMA di setiap Kelurahan berdasarkan usulan masyarakat ,namun ketika
dilakukan survey ternyata lokasi yang disiapkan bermasalah.“Bila pun Pemkot
berencana membangun sekolah baru, namun jika lokasi yang disiapkan
bermasalah, maka rencana tidak dapat teralisasi ,”ujarnya.
Selain karena terkendala pada lahan ,maka pemerintah hanya bias
memaksimalkan sekolah yang sudah ada,dengan membangun ruang kelas
baru guna daya tamping siswa pada saat penerimaan siswa baru setiap
ruangan tidak melebihi kota. Masyarakat yang ingin menyekolahan dan
penerimaan siswa baru juga menjadi Kendala tersendiri, kata wali kota
melanjutkan,sehingga jumlah ruang kelas musti ditambah melalui dana DAK.
Sementara itu pada tahun 2016 sesuai rencana Sekolah Menengah Atas
(SMA) akan diam bila oleh Pemerinta Provinsi untuk mengelolahnya, maka
Pemerintah Kota hanya mengelolah jenjang pendidikan SD dan SMP maka
pastinya pemerintah akan tingkat prasarana sehingga jumlah siswa pada tiap
runag kelas secara maksimal. (riflanhayon)
Menurut Mauling (2006) fasilitas adalah prasarana atau wahana untuk
melakukan atau mempermudah sesuatu. Fasilitas bisa pula dianggap sebagai
suatu alat. Fasilitas biasanya dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana
umum yang terdapat dalam suatu perusahaan atau organisasi tertantu.
Menurut Wahyuningrum (2004: 4), menyatakan bahwa fasilitas “segala
sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitas merupakan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam melakukan atau memperlancar
suatu kegiatan.
Wahyuningrum (2004: 5), juga membedakan fasilitas menjadi 2 bagian
yaitu:
141
1. Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang berupa benda atau yang dapat
dibedakan, yang mempunyai peran dapat memudahkan dan melancarkan
suatu usaha.
2. Fasilitas uang adalah segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan suatu
kegiatan sebagai akibat dari “nilai uang”.
Fasilitas pendidikan artinya segala sesuatu(alat dan barang) yang
memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan kegiatan
pendidikan.
Berdasarkan data ketersediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan
dikota kupang maka diperoleh hasil pembangunan yang tidak merata, hal ini
sesuai dengan data hasil wawancara saya dengan Bapak Oktavianus Seran,
S.Pd., M.Si selaku kepala bidang Sekolah menengah Umum yaitu: “ada yang
sudah terpenuhi dan masih banyak SMA yang belum sama sekali memiliki
sarana dan sarana olahraga pendidikan”.
4. Ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di kota
kupang
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007
menjelaskan sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-
pindah sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi
sekolah/madrasah.
Ibrahim Bafadal (2008: 2) menjelaskan bahwa sarana pendidikan adalah
semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung
digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana
pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak
langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Selain itu
Suharno (2008: 30) menjelaskan sarana pendidikan adalah peralatan dan
perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses
pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas,
meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun seksama untuk
dibangun di atasnya gedung atau suatu lembaga pendidikan.
Bangunan “Building” berarti semua bangunan atau ruangan yang sengaja
didirikan di atas lahan tersebut dan digunakan untuk kepentingan pendidikan
142
serta menunjang kelancaran PBM. Perabot dan perlengkapan disini berarti
benda dan alat yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang digunakan
untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan pendidikan. Secara lebih
spesifik lagi yang dimaksud dengan perlengkapam adalah perlengkapan yang
digunakan bagi terselenggaranya kegiatan belajar mengajar. Perabot atau
mebeler yaitu berupa meja, kursi, rak, papan tulis dsb.
Berdasarkan pengertian sarana dan prasarana di atas dapat disimpulkan
bahwa sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot baik
bergerak ataupun tidak yang digunakan secara langsung untuk proses
pendidikan, sedangkan prasarana adalah semua perangkat yang tidak secara
langsung digunakan untuk proses pendidikan.
Ary H. Gunawan (1996: 115) menjelaskan bahwa ditinjau dari fungsinya
terhadap PBM, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya
tidak sangat menentukan), sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung
(kehadirannya sangat menentukan terhadap PBM). Berdasarkan pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa prasarana berfungsi secara tidak langsung
sedangkan sarana berfungsi secara langsung dalam proses belajar mengajar.
Yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara
tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran.
Pendidikan merupakan hak setiap orang, setiap orang berhak mendapatkan
layanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Telah tertuang
di dalam salah satu pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional yaitu: “Sistem pendidikan nasional
harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu, relevansi dan efisiensi pengelolaan manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional dan global sehingga diperlukan pembaharuan pendidikan secara
berencana, terarah dan berkesinambungan.”
Begitu halnya dengan anak berkebutuhan khusus, anak tersebut juga
berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak
Luar Biasa (ALB) sehingga pendidikanya juga dikenal sebagai Pendidikan
143
Luar Biasa (PLB), dimana UU No.20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 menegaskan
bahwa “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.” Selain itu
ayat 4 juga menjamin bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.” Jadi kelainan
ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya. Dari landasan tersebut tampak
bahwa anak luar biasa memiliki hak yang sama dengan anak normal untuk
memperoleh pendidikan. Selanjutnya lembaga pendidikan bagi ABK dapat
kita pahami atas dasar UU No. 20 tahun 2003 Pasal 15 yakni jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus. Sedangkan pasal 32 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003
menegaskan bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa “.
Keberhasilan program pendidikan dalam proses belajar mengajar sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu siswa, kurikulum, tenaga
kependidikan, dana, sarana dan prasarana, dan faktor lingkungan lainnya.
Apabila faktor tersebut terpenuhi dengan baik dan bermutu serta proses belajar
bermutu akan meningkatkan mutu pendidikan di negara kita. Sebagai upaya
meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya penetapan standar yang
digunakan sebagai acuan atau batasan pencapaian mutu. Hal ini dilakukan
agar peningkatan mutu bisa terlaksana dengan baik. Pada Bab IX dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan mengenai Standar Nasional Pendidikan.
Sementara dalam ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan adalah
segala macam alat yang tidak secara langsung digunakan dalam proses
pendidikan. Tentu definisi tersebut tidak punya makna yang jelas dan tegas,
karena istilah secara langsung dan tidak langsung itu tidak jelas maknanya,
tidak jelas ujudnya seperti apa. Tegasnya: langsung terhadap apa, atau pada
apa? Untuk sementara, itu dapat dimaknai bahwa sarana pendidikan adalah
segala macam alat yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar,
sementara prasarana pendidikan tidak digunakan dalam proses atau kegiatan
144
belajar-mengajar. Namun demikian masih tetap belum jelas tegas benar. Oleh
karena itu, mari kita perjelas.
Erat terkait dengan sarana dan prasarana pendidikan itu, dalam daftar
istilah pendidikan dikenal pula sebutan alat bantu pendidikan (teaching aids),
yaitu segala macam peralatan yang dipakai guru untuk membantunya
memudahkan melakukan kegiatan mengajar. Alat bantu pendidikan ini yang
pas untuk disebut sebagai sarana pendidikan. Jadi, sarana pendidikan adalah
segala macam peralatan yang digunakan guru untuk memudahkan
penyampaian materi pelajaran. Jika dilihat dari sudut murid, sarana pendidikan
adalah segala macam peralatan yang digunakan murid untuk memudahkan
mempelajari mata pelajaran. Itu rumusan (definisi) sementara.
Lalu apa yang disebut dengan sarana dan prasarana pendidikan?
Sementara, dapat kita rumuskan bahwa prasarana pendidikan adalah segala
macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru (dan
murid) untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian saya bahwa tingkat ketercukupan sarana dan
prasarana olahraga pendidikan dikota Kupang belum memenuhi standar.
Tetapi sebagian besar sekolah SMA se-kota kupang sebagian besar memiliki
areal yang sangat luas dan bisa tercukupi , tetapi untuk saat ini dalam sarana
dan prasarana seperti peralatan olahraga itu sangat kurang sekali meskipun
ada tapi sangat minim sekali jumlahnya. hal ini dapat di pengaruhi dengan
kegiatan (KBM) tidak efektif karena kurangnya sarana dan prasarana olahraga
pendidikan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara saya dengan Bapak
Oktavianus Seran selaku Kepala bidang sekolah menengah umum yaitu: “
belum memenuhi standar untuk pengembangan olahraga pendidikan”. Maka
tingkat ketercukupan sarana dan prasarana masih dalam kategori rendah.