bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. gambaran umum...

41
104 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kota Kupang Nama Kupang sebenarnya berasal dari nama seorang raja, yaitu Nai Kopan atau Lai Kopan, yang memerintah Kota Kupang sebelum bangsa Portugis datang ke Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1436, pulau Timor mempunyai 12 kota bandar namun tidak disebutkan namanya. Dugaan ini berdasarkan bahwa kota bandar tersebut terletak di pesisir pantai, dan salah satunya yang strategis menghadap ke Teluk Kupang. Daerah ini merupakan wilayah kekuasaan Raja Helong dan yang menjadi raja pada saat itu adalah Raja Koen Lai Bissi. Pada tahun 1613, VOC yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), mulai melakukan kegiatan perdagangannya di Nusa Tenggara Timur dengan mengirim 3 kapal yang dipimpin oleh Apolonius Scotte, menuju pulau Timor dan berlabuh di Teluk Kupang. Kedatangan rombongan VOC ini diterima oleh Raja Helong, yang sekaligus menawarkan sebidang tanah untuk keperluan markas VOC. Pada saat itu VOC belum memiliki kekuatan yang tetap di tanah Timor. Pada tanggal 29 Desember 1645, seorang padri Portugis yang bernama Antonio de Sao Jacinto tiba di Kupang. Dia mendapat tawaran yang sama dengan yang diterima VOC dari Raja Helong. Tawaran tersebut disambut baik oleh Antonio de Sao Jacinto dengan mendirikan sebuah benteng, namun kemudian benteng tersebut ditinggalkan karena terjadi perselisihan di antara mereka. VOC semakin menyadari pentingnya Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu kepentingan perdagangannya, sehingga pada tahun 1625 sampai dengan 1663, VOC melakukan perlawanan ke daerah kedudukan Portugis di pulau Solor dan dengan bantuan orang-orang Islam di Solor, Benteng Fort Henricus berhasil direbut oleh VOC. Pada tahun 1653, VOC mendarat di Kupang dan berhasil merebut bekas benteng Portugis Fort Concordia, yang terletak di muara sungai Teluk Kupang di bawah pimpinan Kapten Johan Burger. Kedudukan VOC di Kupang langsung dipimpin oleh Openhofd J. van Der Heiden. Selama menguasai Kupang sejak tahun 1653 sampai dengan tahun 1810, VOC telah menempatkan sebanyak 38

Upload: doankhuong

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

104

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Kupang

Nama Kupang sebenarnya berasal dari nama seorang raja, yaitu Nai Kopan

atau Lai Kopan, yang memerintah Kota Kupang sebelum bangsa Portugis datang

ke Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1436, pulau Timor mempunyai 12 kota

bandar namun tidak disebutkan namanya. Dugaan ini berdasarkan bahwa kota

bandar tersebut terletak di pesisir pantai, dan salah satunya yang strategis

menghadap ke Teluk Kupang. Daerah ini merupakan wilayah kekuasaan Raja

Helong dan yang menjadi raja pada saat itu adalah Raja Koen Lai Bissi.

Pada tahun 1613, VOC yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), mulai

melakukan kegiatan perdagangannya di Nusa Tenggara Timur dengan mengirim 3

kapal yang dipimpin oleh Apolonius Scotte, menuju pulau Timor dan berlabuh di

Teluk Kupang. Kedatangan rombongan VOC ini diterima oleh Raja Helong, yang

sekaligus menawarkan sebidang tanah untuk keperluan markas VOC. Pada saat itu

VOC belum memiliki kekuatan yang tetap di tanah Timor.

Pada tanggal 29 Desember 1645, seorang padri Portugis yang bernama

Antonio de Sao Jacinto tiba di Kupang. Dia mendapat tawaran yang sama dengan

yang diterima VOC dari Raja Helong. Tawaran tersebut disambut baik oleh

Antonio de Sao Jacinto dengan mendirikan sebuah benteng, namun kemudian

benteng tersebut ditinggalkan karena terjadi perselisihan di antara mereka. VOC

semakin menyadari pentingnya Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu

kepentingan perdagangannya, sehingga pada tahun 1625 sampai dengan 1663,

VOC melakukan perlawanan ke daerah kedudukan Portugis di pulau Solor dan

dengan bantuan orang-orang Islam di Solor, Benteng Fort Henricus berhasil

direbut oleh VOC.

Pada tahun 1653, VOC mendarat di Kupang dan berhasil merebut bekas

benteng Portugis Fort Concordia, yang terletak di muara sungai Teluk Kupang di

bawah pimpinan Kapten Johan Burger. Kedudukan VOC di Kupang langsung

dipimpin oleh Openhofd J. van Der Heiden. Selama menguasai Kupang sejak

tahun 1653 sampai dengan tahun 1810, VOC telah menempatkan sebanyak 38

105

Openhofd dan yang terakhir adalah Stoopkert, yang berkuasa sejak tahun 1808

sampai dengan tahun 1810.

Nama Lai Kopan kemudian disebut oleh Belanda sebagai Koepan dan

dalam bahasa sehari-hari menjadi Kupang. Untuk pengamanan Kota Kupang,

Belanda membentuk daerah penyangga di daerah sekitar Teluk Kupang dengan

mendatangkan penduduk dari pulau Rote, Sabu dan Solor. Untuk meningkatkan

pengamanan kota, maka pada tahun 23 April 1886, Residen Creeve menetapkan

batas-batas kota yang diterbitkan pada Staatblad Nomor 171 tahun 1886. Oleh

karena itu, tanggal 23 April 1886 ditetapkan sebagai tanggal lahir Kota Kupang.

Setelah Indonesia merdeka, melalui Surat Keputusan Gubernur tanggal 6

Februari 1946, Kota Kupang diserahkan kepada Swapraja Kupang, yang

kemudian dialihkan lagi statusnya pada tanggal 21 Oktober 1946 dengan bentuk

Timor Elland Federatie atau Dewan Raja-Raja Timor dengan ketua H. A. A.

Koroh, yang juga adalah Raja Amarasi.

Berdasarkan Surat Keputusan Swapraja Kupang Nomor 3 tahun 1946

tanggal 31 Mei 1946 dibentuk Raad Sementara Kupang dengan 30 anggota.

Selanjutnya pada tahun 1949, Kota Kupang memperoleh status Haminte dengan

wali kota pertamanya Th. J. Messakh. Pada tahun 1955 ketika menjelang Pemilu,

dengan Surat Keputusan Mendagri Nomor PUD.5/16/46 tertanggal 22 Oktober

1955, Kota Kupang disamakan statusnya dengan wilayah kecamatan.

Pada tahun 1958 dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958, Provinsi

Sunda Kecil dihapus dan dibentuk 3 daerah Swantara, yaitu Daerah Swantara Tk I

Bali, Daerah Swantara Tk I Nusa Tenggara Barat dan Daerah Swantara Tk I Nusa

Tengara Timur. Kemudian Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II (Kabupaten) yang antara lain Kabupaten

Kupang. Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi

Nusa Tenggara Timur Nomor 17 Tahun 1969 tanggal 12 Mei 1969 dibentuk

wilayah kecamatan yakni Kecamatan Kota Kupang.

Kecamatan Kota Kupang mengalami perkembangan pesat dari tahun ke

tahun. Kemudian pada tahun 1978 Kecamatan Kota Kupang ditingkatkan

statusnya menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

22 Tahun 1978, yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 September 1978.

106

Pada waktu itu Drs. Mesakh Amalo dilantik menjadi Walikota Administratif yang

pertama dan kemudian diganti oleh Letkol Inf. Semuel Kristian Lerik pada

tanggal 26 Mei 1986 sampai dengan perubahan status menjadi Kotamadya Daerah

Tingkat II Kupang. Perkembangan Kota Administratif Kupang sangat pesat

selama 18 tahun, baik di bidang fisik maupun non fisik.

Usulan rakyat dan Pemerintah Kota Admnistratif Kupang untuk mengubah

status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang disetujui oleh DPR RI

dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang

Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang menjadi Undang-Undang

pada tanggal 20 Maret 1996 dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia dan

tertuang pada Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632 Tahun 1996.

Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang diresmikan oleh Mendagri

Mohammad Yogi S. M. pada tanggal 25 April 1996.Kemudian dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka Kotamadya

Daerah Tingkat II Kupang berubah menjadi Kota Kupang.

Kota Kupang merupakan satu – satunya Kotamadya di Provinsi Nusa

Tenggara Timur yang terletak dibagian Tenggara Indonesia yang memiliki luas

wilayah 180,27 KM2. Kupang terdiri dari 6 Kecamatan yaitu : Kecamatan

Oebobo, Kecamatan Alak, Kecamatan Maulafa, Kecamatan Kota Raja,

Kecamatan Kota Lama dan Kecamatan Kelapa Lima dan 51 Kelurahan. Kota

Kupang teletak diantara100

36‟ 34” – 100 39‟ 58” Lintang Selatan 123

0 32‟ 23” –

1230 37‟ 01” Bujur Timur. Luas wilayah Kota Kupang keseluruhan yang meliputi

dua matra (matra darat dan matra laut) adalah 260,127 km² (26.012,74 Ha), dan

dengan jumlah penduduk pada tahun 20015 sebanyak 291.848.

1. Batas Wilayah Kota Kupang :

a. Bagian Timur: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Tengah dan Kupang

Barat-Kabupaten Kupang

b. Bagian Barat: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat dan Selat Semau

– Kabupaten Kupang

c. Bagian Utara : berbatasan dengan Teluk Kupang

d. Bagian Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat – Kabupaten

Kupang.

107

Gambar : 4.2 Peta Kota Kupang

Pembagian Wilayah :

Wilayah Pemerintah Kota Kupang Terbagi dalam 6 Kecamatan dan 51

Kelurahan, yaitu:

a. Kecamatan Alak terdiri dari 12 Kelurahan

b. Kecamatan Maulafa terdiri dari 9 Kelurahan

c. Kecamatan Oebobo terdiri dari 7 Kelurahan

d. Kecamatan Kota Raja terdiri dari 8 Kelurahan

e. Kecamatan Kelapa Lima terdiri dari 5 Kelurahan

f. Kecamatan Kota Lama terdiri dari 10 Kelurahan

2. Tujuan, Kebijakan Dan Strategis

Setiap wilayah memiliki tingkat regulasi masing-masing sesuai koridor

perdanya, maka:

a. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Kupang adalah :

108

1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan dalam pengelolaan pengembangan kota;

2) terwujudnya kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya

kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang kota;

3) Terwujudnya konsistensi pembangunan dengan mengacu pada

kemampuan dan peruntukkan ruang;

4) Terwujudnya fungsi dan peranan Wilayah Kota Kupang sebagai Pusat

Pemerintahan, Perdagangan dan Jasa, Pendidikan, Kesehatan,

Pariwisata dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berbasis kota tepi

Pantai atau Waterfront City yang berkelanjutan;

5) Terciptanya pola tata ruang dan pemanfaatan ruang yang serasi dan

optimal di BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI

dan BWK VII tanpa mengabaikan aspek kelestarian lingkungan

kehidupan perkotaan;

6) Terumuskannya strategi dan kebijakan pembangunan dan

pengembangan di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK); dan

7) Tersedianya sarana dan prasarana perkotaan di setiap Bagian Wilayah

Kota (BWK) Kota Kupang untuk 20 (dua puluh) tahun kedepan.

b. Kebijakan

1) Struktur Ruang

Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf a meliputi:

a) Peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang merata dan

berhierarki yang membentuk Kota Tepi Pantai atau Waterfront City;

dan;

b) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan

prasarana transportasi jalan pesisir dan lainnya, telekomunikasi,

energi, sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan secara terpadu

dan merata serta mendukung kota tepi pantai;

(1) Strategi peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang

merata dan berhierarki yang membentuk kota tepi pantai atau

Waterfront City sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi :

109

(a) meningkatkan peran pusat pelayanan yang telah ada dengan

melengkapi sarana dan prasarana sesuai skala pelayanan,

seperti fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas

keagamaan, fasilitas taman dan olahraga, dan fasilitas

lainnya;

(b) menetapkan dan mengembangkan pusat pelayanan baru

pada kawasan bagian utara yang mendukung konsep kota

tepi pantai yang berdasarkan keseimbangan lingkungan dan

keberlanjutan;

(c) mendorong pusat-pusat pelayanan kota lebih kompetitif dan

lebih efektif dalam pengembangan wilayah kota dan

sekitarnya; dan

(d) mengendalikan perkembangan kawasan sesuai dengan

fungsi dan batasan pengembangannya;

(2) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan

sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi,

sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan secara terpadu dan

merata serta mendukung kota tepi pantai sebagaimana dimaksud

pada huruf b, meliputi:

(a) meningkatkan kualitas jaringan jalan dan mewujudkan

keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut dan udara,

sehingga dapat mendukung pengembangan konsep kota tepi

pantai;

(b) mengembangkan sistem angkutan umum yang terdiri atas

angkutan umum dalam kota, antar kota dan kabupaten;

(c) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi pada

kawasan-kawasan yang belum terlayani dan wilayah

pengembangan baru;

(d) meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi

terbarukan dan tidak terbarukan serta mengembangkan

sumber energi teknologi tepat guna;

110

(e) mendorong pengembangan sistem pelayanan sumberdaya air

bagi pemenuhan kebutuhan pelayanan air bersih dengan tetap

memperhatikan upaya konservasi tanah dan air;

(f) meningkatkan pelayanan jaringan air bersih sehingga

menjangkau seluruh wilayah Kota Kupang;

(g) mendorong pengembangan sistem pengelolaan air limbah

secara terpadu yang memperhatikan aspek kesehatan

lingkungan;

(h) meningkatkan pelayanan sistem pengelolaan persampahan

mulai dari sumber sampah hingga Tempat Pemrosesan Akhir

di seluruh wilayah Kota Kupang dengan memperhatikan

aspek kelestarian lingkungan dan daya dukung lingkungan;

(i) meningkatkan pengembangan sistem drainase yang dapat

menghindari genangan air di wilayah kota;

(j) mendorong penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan

sarana pejalan kaki pada ruang sisi jalan, sisi pantai atau

jogingtrack, kawasan perdagangan, perkantoran, dan ruang

terbuka hijau; dan

(k) mendorong penyediaan jalur evakuasi bencana dalam bentuk

jalur pelarian dan tempat penampungan baik dalam skala

kota, kawasan maupun lingkungan;

2) Pola Ruang

Kebijakan pengembangan kawasan lindung Kebijakan pengembangan

kawasan lindung meliputi:

a) pemeliharaan dan perwujudan fungsi lingkungan hidup, meliputi: (1)

melindungi kelestarian kawasan lindung sebagai penopang

keberlangsungan kehidupan masyarakat kota; (2) membatasi

perkembangan kawasan terbangun pada kawasan yang berfungsi

lindung agar daya dukung lingkungan wilayah kota tetap terjamin;

dan; (3) mengembangkan Ruang Terbuka Hijau yang kemudian

disebut RTH, di wilayah Kota Kupang dengan luasan paling sedikit 30

(tiga puluh) persen dari luas wilayah kota; (4) pencegahan dampak

111

negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan

lingkungan, meliputi; mempertegas fungsi kawasan lindung sebagai

upaya memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat; (a)

menertibkan dan mengembalikan fungsi kawasan lindung untuk

mempertahankan kawasan tersebut sesuai fungsinya; (b) mengatur

kawasan lindung yang mengalami konflik kepentingan secara bijak

dengan mengedepankan kelestarian lingkungan dan hajat hidup

masyarakat; (b) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya.

b) Kebijakan pengembangan kawasan meliputi :

(1) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan

antar kegiatan budidaya meliputi: menetapkan kawasan budidaya

dan memanfaatkan sumber daya alam di ruang darat, laut, udara,

dan dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan

pengembangan wilayah dan mengelola pemanfaatan kawasan

budidaya yang mengalami konflik kepentingan dengan kawasan

budidaya lainnya diselesaikan secara bijak dan mengedepankan

kepentingan umum.

(2) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak

melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi;

(a) membatasi perubahan fungsi kawasan budidaya pertanian

pangan yang berada di wilayah kota terutama yang mendapatkan

prasarana saluran irigasi teknis sebagai kawasan ketahanan

pangan kota; (b) mengatur intensitas pemanfaatan ruang kota

dilakukan secara gradasi dari kawasan pusat kota hingga kawasan

alami; (c) menetapkan ketentuan-ketentuan peraturan zonasi pada

masing-masing kawasan budidaya sesuai dengan karakteristiknya;

(d) mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya

adaptasi bencana pada kawasan rawan bencana; dan (e)

mengendalikan pemanfaatan di kawasan budidaya melalui

mekanisme perizinan.

(3) Strategi pengembangan dan penataan kawasan pesisir pantai dalam

rangka perwujudan kota tepi pantai yang berkelanjutan meliputi;

112

(a) mengelola pemanfaatan ruang pesisir dan laut sesuai dengan

zonasi kawasan dan berorientasi pada penataan kota tepi pantai;

(b) membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan

dampak negatif terhadap kelestarian kawasan pesisir.

c. Strategis Kebijakan.

1) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan

hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan

ekosistem meliputi:

(a) melestarikan kawasan lindung kota dengan mempertahankan

keanekaragaman hayati dan keunikan bentangan alam untuk

keberlanjutan lingkungan hidup Kota Kupang;

(b) mengelola pemanfatan kawasan strategis pesisir Kota Kupang agar

tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; dan

(c) mengelola dampak negatif kegiatan budidaya pada kawasan strategis

agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi

kawasan.

2) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam

pengembangan perekonomian kota dan wilayah yang produktif, efisien

dan mampu bersaing dalam perekonomian regional, nasional dan

internasional meliputi:

(a) mengembangkan kawasan strategis Kota Kupang sebagai kawasan

pusat pertumbuhan dan kawasan unggulan yang berbasis pada

kegiatan perdagangan, pariwisata, perikanan, industri dan potensi

kekayaan alam lainnya.

(b) meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan

ekonomi pada kawasan strategis;

(c) menciptakan iklim investasi yang kondusif; dan

(d) mengintensifkan promosi peluang investasi.

3) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

meliputi:

113

(a) menetapkan Bandar Udara El Tari sebagai kawasan strategis dengan

fungsi khusus pertahanan dan keamanan;

(b) mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar

Bandar Udara El Tari yang merupakan kawasan strategis dari sudut

pertahanan dan keamanan; dan

(c) memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI.

3. Tingkat Pendidikan Kota Kupang

Kota Kupang memiliki sarana pendidikan milik pemerintah dan yang

dikelola oleh swasta untuk pendidikan formal dan informal dari tingkat PAUD,

PlayGroup,TK, SD, SLTP dan SLTA serta Perguruan Tinggi. Taman Kanak-

Kanak Kota Kupang memiliki Sekolah Taman Kanak-Kanak Lebih dari 90

sekolah.

a. Sekolah Dasar

Sekolah Dasar/Ibtida'iyah yang ada di Kota Kupang tak kurang dari 130

sekolah.

b. Sekolah Menengah Pertama

Jumlah Sekolah Menengah Pertama/MTs yang tersebar di Kota Kupang

sebanyak lebih dari 50 sekolah.

c. Sekolah Menengah Atas

Sekolah Menengah Atas/MA yang ada di Kota Kupang sebanyak 54

sekolah, yang terdiri dari lebih dari 30 SMA dan tak kurang 20 Sekolah

Kejuruan/SMK.

114

B. Hasil Penelitian

Peraturan Daerah (Perda) merupakan sebuah kebijakan pemerintah daerah

yang dituangkan ke dalam bentuk dokumen peraturan daerah yang dibuat untuk

menyelesaikan permasalahan yang ada disuatu daerah dan sebagai dasar bagi

Pemerintah Daerah untuk menjalankan suatu kebijakan. Selain dalam bentuk

Perda, penyelesaian masalah yang timbul dalam suatu daerah juga diwujudkan

dalam bentuk Perbup maupun rencana strategis. Kebijakan yang dibuat oleh

Pemerintah Daerah baik dalam bentuk Perda maupun Perbup harus dilaksanakan

sesuai dengan kesepakatan agar apa yang menjadi tujuan dari sebuah kebijakan

tersebut dapat tercapai.

Kebijakan sendiri tidak mesti harus berbentuk peraturan daerah saja

melainkan bisa juga berupa instruksi langsung dari seorang pimpinan atau kepala

Daerah di suatau tempat atau instansi tertentu, yang kemudian instruksi tersebut

harus dilaksanakan oleh bawahannya. Tentunya para kepala Dinas yang terkait

dengan perkembangan olahraga di Kota Kupang juga berhak untuk membuat

sebuah kebijakan sendiri yang dimana tujuannya tidak lain adalah untuk mengatur

apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

Dinas Dikpora dan KONI merupakan instansi yang sebenarnya diberikan

tanggung jawab untuk memajukan bidang keolahragaan yang ada di Kota Kupang,

namun semua itu tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya kerjasama

yang harmonis antara lembaga daerah yang satu dengan yang lainnnya juga.

Untuk memajukan atau menarik minat masyarakat agar gemar berolahraga

disinilah diperlukan sebuah kebijakan dari para pemangku kepentigan supaya

membuat sebuah kebijakan yang dimana didalam kebijakan tersebut sekiranya

nati bisa memberikan manfaat positif untuk masyarakat yang tinggal di daerah

tersebut.

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang apa yang sudah peneliti melihat

dan mengamati langsung di lapangan. Peneliti mengambil subyek sebanyak 14

sekolah menengah atas (SMA) unggul di kota Kupang yang berkaitan langsung

dengan prosedur, pemerataan, ketercukupan, dan penyediaan sarana dan prasarana

pendidikan olahraga.

115

1. Kebijakan Prosedur Penyediaan Sarana dan Prasarana Olahraga

Pendidikan.

Sedangkan pengertian prosedur menurut Ismail masya (1994 : 74)

mengatakan bahwa “Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling

berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara

tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-

ulang”.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan yang

dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk

menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang

tetap yang telah ditentukan.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Ambosius Moa S.pd jabatan sebagai

kabid Pemuda Dan Olahraga Kota Kupang menyatakan bahwah sampai saat ini

dalam prosedur tentang sarana dan prsarana olahraga pendidikan di tingakat

sekolah menegah atas ( SMA ) belum terealisasi dan belum berjalan dengan

baik. Karena belum ada sarana dan prasarana sampai saat ini untuk diolahraga

di tingkat Nasional.

Ada beberapa dasar hukum terhadap program DAK bidang pendidikan

ini,dan dasar hukum inilah yang menjadi pokok perhatian utama untuk

menjawab pertanyaan di atas.

a. Dasar hukum pertama adalah Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional.

1) Pasal 49 ayat (3), menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan

Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk

hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

2) Pasal 53 ayat (3) menyatakan bahwa penyelenggara dan/atau satuan

pendidikan formal yang berbentuk badan hukum pendidikan berprinsip

nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan

satuan pendidikan.

2) Dasar hukum kedua adalah Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 2009

tentang Badan Hukum Pendidikan.

116

a. Pasal 4 ayat (1), menentukan: “Pengelolaan dana secara mandiri oleh

badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip

kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh

sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus

ditanamkan kembali di dalam badan hukum pendidikan untuk

meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.”

b. Pasal 40 ayat (5), menentukan: “Dana pendidikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) yang disalurkan dalam bentuk hibah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk Badan Hukum

Pendidikan diterima dan dikelola oleh pemimpin organ pengelola

pendidikan.

3) Dasar hukum ketiga adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun

2008 tentang Pendanaan Pendidikan

Pasal 83 ayat (1) menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah diberikan kepada satuan pendidikan dalam bentuk

hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

4) Dasar hukum keempat adalah Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun

2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

a. Pasal 39 ayat (2), menentukan: “Swakelola dapat dilaksanakan oleh: a.

Pengguna barang/ jasa ; b. Instansi pemerintah lain; c. Kelompok

masyarakat / lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.

b. Lampiran I Bab. III, A, 2, c, menentukan: “Swakelola oleh penerima

hibah adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat,

LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga

penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan

oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi

hibah.”

5) Dasar hukum kelima adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri

(Permendagri) No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah

117

a. Pasal 33 ayat (1) menentukan: “DAK Bidang Pendidikan dialokasikan

melalui mekanisme belanja hibah pada sekolah.”

b. Pasal 33 ayat (6) menentukan: “Kepala Sekolah selaku penerima hibah

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan DAK Bidang

Pendidikan dan realisasi keuangan di satuan sekolah yang

dipimpinnya.”

c. Pasal 33 ayat (7) menentukan: Pelaksanaan program kegiatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan secara swakelola oleh

sekolah selaku penerima hibah dengan melibatkan komite sekolah.”

6) Dasar hukum keenam adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) No. 5 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan

Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010

a. Pasal 3 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010

diarahkan untuk pembangunan ruang/gedung perpustakaan SD/SDLB

dan SMP, pengadaan meubelair perpustakaan SD/SDLB dan SMP,

penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan SD/SDLB

dan SMP, pembangunan ruang kelas baru (RKB) SMP, dan rehabilitasi

ruang kelas (RRK) SMP.

b. Lampiran 1, II, C, 7 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun

anggaran 2010 diberikan secara langsung dalam bentuk hibah kepada

satuan pendidikan (SD/SDLB dan SMP) dan dilaksanakan secara

swakelola, dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi

masyarakat di sekitar sekolah sebagai bagian integral dari sistem

manajemen berbasis sekolah (MBS).

7) Dasar hukum ketujuh adalah Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) No.

698/C/KU/2010 perihal Tata Cara Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus

(DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010.

2. Kebijakan Tentang Ketersediaan Sarana dan Prasarana Olahraga

Pendidikan

Ketersediaan merupakan kesiapan suatu sarana (tenaga, barang, modal,

anggaran) untuk dapat digunakan atau dioperasikan diwaktu yg telah ditentukan

118

Atau persiapan untuk dapat digunakan atau di operasikan dalam waktu yang telah

di tentukan.

Dari penjelasan sarana dan prasarana olahraga pendidikan tidak terlepas juga

soal ketersedian anggaran yang sudah di programkan dari pemerintah untuk

membangun sarana dan prasarana olahraga pendidikan di kota kupang khusunya

di SMA se kota kupang. Peneliti menemukan langsung belum ada pemerataan dan

minim sekali bantuan dari pemerintah pusat untuk sarana dan prasarana olahraga

pendidikan yang ada di kota kupang. Peneliti melihat bahwa SMA Unggul se

kota Kupang masih kurang sekali sarana dan prasarana olahraga pendidikan dan

tidak bisa di pergunakan untuk melaksanakan kegiatan olahraga di sekolah. Dari

semua itu meskipun minim jumlahnya tetapi ada beberapa sekolah seperti sekolah

swasta yang bisa mencukupi kegiatan belajarnya mengajarnya.lebih

memperjelasnya bisa lihat di tabel di bahwah ini.

119

Tabel : 4.1 Nama Barang dan Merk Sarana dan Prasarana Olahraga

Pendidikan di SMA Yang Ada di Kota Kupang

NO MEREK VOLUME

(1) (2) (3)

1 Bola Kaki SNI 25

2 Bola Futsal SNI 13

3 Bola Volly SNI 16

4 Net bola Volly SNI 12

5 Bola Basket SNI 27

6 Ring Basket SNI 9

7 Shutlekock SNI 8

8 Raket Bulutangkis SNI 19

9 Net Bulutangkis SNI 18

10 Bad tenis Meja SNI 7

11 Net tenis Meja SNI 7

12 bola sepak Takraw SNI no 8

13 Net Takraw SNI

15 Tolak peluru Putra SNI 13

16 Tolak peluru Putri SNI 14

17 Meteran Baja SNI

18 Cones SNI

19 Lempar Lembing Putra SNI 18

20 Lempar lembing putri SNI 25

21 Lempar cakram putra SNI 18

22 Lempar cakram putrid SNI 8

23 Tongkat Estafek SNI 13

25 Tali Pramuka SNI 17

26 Tas P 3 K SNI

27 Matras Senam SNI 21

28 Simpai SNI

Jumlah 305

120

Dilihat dari tabel di atas .Maka di jelaskan bahwa kelengkapan sarana dan

prasarana olahraga di Kota Kupang di kategorikan renda.

3. Kebijakan Pemerintah Tentang Pemerataan Sarana dan Prasarana

Olahraga Pendidikan SMA Unggul di Kota Kupang.

Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh

pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di

negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya

kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran berkembangnya demokratisasi

pendidikan dengan semboyan education for all.

Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu Equality dan

Equity. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk

memperoleh pendidikan , sedangkan equity bermakna keadilan dalam

memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok

dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua

penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu

akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati

pendidikan secara sama.

Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity

mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif

dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih

menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah,

sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam member kesempatan

kepada murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya

(Ace Suryadi , 1993 : 31). Dalam pemahaman seperti ini pemerataan pendidikan

mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh

kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama

guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya

untuk dapat berwujud secara optimal.

Dengan demikian dimensi pemeratan pendidikan mencakup hal-hal yaitu

equality of access, equality of survival. equality of output, dan equality of

outcome. Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati

masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai

121

pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara yang

sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup dominan

baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas.

Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri,

kompetisi yang ofensif dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan

kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk

memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang berkualitas.

Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok

negeri.

Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam mengantisipasi

persaingan global di samping penyandang buta huruf adalah masyarakat miskin di

tempat tempat yang jauh dan tersebar. Guna mengatasi hal yang tidak mungkin

diselenggarakan pendidikan konvensional atau tatap muka ini perlu ditempuh

strategi yang memanfaatkan potensi dan kemajuan teknologi baru. Untuk itu,

agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan

pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin yang berjumlah sekitar

38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk. Problem mereka, kemiskinan

menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses pendidikan. Selain itu,

daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga harus mendapat perhatian

guna mencegah munculnya kecemburuan sosial.

Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang

berada di daerah miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan

bagi mereka adalah upaya penerapan cara non konvensional. Cara lain itu adalah

memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan teknologi.baru. Sekalipun

teknologi baru seperti teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga

menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya yang relatif rendah (Ono

Purbo, 1996), penggunaannya masih merupakan jurang pemisah antara „yang

kaya‟ dan „yang miskin‟. Di samping itu, sekalipun teknologi dapat menjangkau

yang tak terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga belajar,

mereka yang terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi

tetapi tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan.

122

Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh

yang terpencil. Mereka praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat

transportasi dan komunikasi di samping rendahnya pengetahuan mereka terhadap

teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang beruntung ini -

bila perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak ini yang menjadi sasaran kita

dengan menyediakan pendidikan yang lebih berkualitas; lebih efektif dan cepat -

kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan memobilasasi sumber-sumber

lokal dan nasional.

Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah

geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur

Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan

penduduk ataupun antargender.

Sampai saat ini pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau Perda

maupun dari Dinas PPO kota Kupang belum memprogramkan dengan baik

tentang pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan. Jadi untuk data

yang telah di ambil dari lapangan adalah menunjukan sarana dan prasarana

olahraga pendidikan yang ada di kota kupang belum merata baik dari sekolah

swasta maupun dari sekolah negeri. Setelah penelitih melakukan wawancara

dengan kepala kabit sekolah menengah Atas (DIKMENUM) di kota Kupang

Bapak Oktovianus Seran S.pd,M.si menyatakan bahwa belum ada program

pembangunan sarana dan prasarana di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

dari pernyataan tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa :

a. Bantuan dari pemerintah pusat sampai saat ini belum ada program

tentang pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan baik dari

tingkat SD, SMP, SMA.

b. Dari pemerintah daerah (Perda) juga belum terealisasikan dan belum ada

kebijakan langsung dari pemerintah setempat tentang pemerataan sarana

dan prasarana olahraga pendidikan khususnya sekolah menegah atas

(SMA) yang ada di kota Kupang.

4. Kebijakan Tentang Ketercukupan Sarana dan Prasarana Olahraga

Pendidikan

123

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan

kehidupan masyarakat serta berperan untuk meningkatkan kualitas hidup.

Pendidikan sangat penting karena merupakan dasar untuk pengembangan pola

berpikir konstruktif dan kreatif. Dengan pendidikan yang cukup memadai, maka

seseorang akan bisa berkembang secara optimal baik secara ekonomi maupun

sosial. Pendidikan itu sendiri dapat dipandang dari arti luas dan arti teknis, atau

dalam arti hasil dan dalam arti proses. Dalam arti yang luas pendidikan menunjuk

pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang

berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau

kemampuan fisik individu. (Kneller 1967 :63 dalam Dwi Siswoyo 2008 : 17).

Fasilitas pendidikan merupakan sarana dasar yang diperlukan dalam

program pendidikan dan merupakan salah satu fasilitas sosial yang penting bagi

penduduk. Ketercukupan fasilitas pendidikan yang menyangkut sarana dan

prasarana akan sangat menunjang keberhasilan program pendidikan. Fasilitas

pendidikan bersama dengan fasilitas sosial lainnya seperti fasilitas peribadatan,

kesehatan, kependudukan, melayani kebutuhan penduduk yang memberi kepuasan

sosial, mental dan spiritual.

Dalam ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan di kota kupang sangat

kurang sekali karena masih banyak sekolah-sekolah yang belum terpenuhi.

Dari APBD propinsi dan APBD daerah tidak ada program untuk membangun

sarana dan prasarana olahraga pendidikan maka bisa di simpulkan bahwa untuk

ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan khususnya di sekolah

menenga atas (SMA). di kota Kupang belum memenuhi standar untuk

pengembangan olahraga pendidikan. Lebih jelasnya bisa di lihat di Tabel di

bahwa ini :

124

Angket tentang ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di

SMA Unggulan Kota Kupang.

Tabel 4.2 Angket tentang ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan.

No Aspek Responden

1. Bagaimana alur prosedur

dalam penyediaan sarana

dan prasarana olaraga

pendidikan di sekolah

saudara?

a. Dengaan membuat

proposal kemudian di

ajukan pada kepala

sekolah.

b. Mengajukan proposal

yang di setujui

kepalah sekolah dan

komite sekolah.

c. Terserah kepalah

sekolah

d. Menungngu bantuan

dari pemda atau pusat.

e. Lainnya…

12

11

2

10

0

125

2 Menurut saudara bantuan

sarana dan prasarana

olaraga dari pusat ke

sekolah SMA saudara?

a. Cukup merata

b. Dapat bantuan banyak

c. Tidak merata

d. Tidak pernah dapat

bantuan

e. Lainnya…….

12

2

11

7

0

3 Bagaimana ketersedian

sarana dan prasarana

olaraga pendidikan di

sekolah saudara?

a. Kurang

b. Tidak ada

c. Kurang sekali

d. berlebihan

e. lainnya

14

0

14

0

0

4 Bagaimanah ketercukupan

sarana dan prasarana

olahraga pendidikan di

tempat saudara mengajar ?

a. cukup

b. sangat cukup

c. kurang

d. kurang sekali

e. lainnya…

2

2

12

13

0

126

Data dari tabel di atas merupakan peneliti mengambil langsung dari

subyek penelitiannya di 14 sekolah SMA yang ada di kota Kupang.

Berdasarakan tabel di atas maka bisa di jelaskan dari responden itu yaitu

dari prosedur, pemerataan, ketersediaan, dan ketercukupan sarana dan prasarana

olahraga pendidikan SMA se kota Kupang kategori sangat rendah .

Sesuai dengan penjelasan di tabel di atas itu bisa di tuliskan dengan merek

sesuai dengan standar nasioanal dan juga sekolah menenga atas (SMA) se-kota

Kupang yang lebih khususnya adalah sekolah-sekolah unggul yang ada di kota

Kupang sebanyak 14 sekolah yang ada di kota Kupang.

Tabel 4.3: Daftar Sekolah Menengah Atas Unggulan se Kota Kupang

No. Nama Sekolah Alamat Status

1 SMA Katholik Giovanni Jl. Jend. Ahmad Yani No. 48 Swasta

2 SMA Kristen Mercusuar Jl. Herewila Kupang Swasta

3 SMA Muhammadiyah

Kupang

Jl. K.H. Dahlan No. 17 A Swasta

4 SMA Negeri 10 Kupang FATUKOA Negeri

5 SMA Seminari St. Rafael JL. Thamrin No. 15 Oepoi Swasta

6 SMAN 1 Kupang Jl. Cak Doko No. 59 Negeri

7 SMAN 2 Kupang Jl. Perintis Kemerdekaan Negeri

8 SMAN 3 Kupang JL W.J.LALAMENTIK Negeri

9 SMAN 5 Kupang Jl. W.J. Lalamentik Negeri

10 SMAN 6 Kupang Jl. H. R. Koroh Negeri

11 SMAN 7 Kupang Jl. Frans Da Romes Negeri

12 SMAN 8 Kupang JL.M.B. MAIL Negeri

13 SMAN 9 Kupang JL.THAMRIN Negeri

14 SMAN 4 Kupang JL. KETAPANG 2 Negeri

Selanjutnya berdasarkan data yang sudah di ambil dari beberapa sekolah

itu yang memiliki ketersediaan areal terbuka,kurang,,cukup dan lebih.itu biasa

dilihat di tabel tersebut.

127

Tabel 4.4: Ketersediaan sarana dan prasarana serta indeks ruang terbuka

SMA unggulan di Kota Kupang.

NO SMA JUMLAH

SISWA

RUANG

TERBUKA(M2) INDEKS

1 SMA Negeri I 975 1565 0.549

2 SMA Negeri 2 856 1201 0.400

3 SMA Negeri 3 785 2890 0.075

4 SMA Negeri 4 843 2644 0.896

5 SMA Negeri 5 568 1750 0.880

6 SMA Negeri 6 687 2556 0.075

7 SMA Negeri 7 423 1327 0.896

8 SMA Negeri 8 510 2000 0.080

9 SMA Negeri 9 465 1210 0.743

10 SMA Negeri 10 187 2200 0.240

11 SMA Seminari ST.

Rafaeel Kupang 123 1786 0.296

12 SMA Giovani Kupang 354 1438 0.082

13 SMA Muhhamadyah 674 2123 0.899

14 SMA Mercusuar 191 2400 0.256

JUMLAH 7641 2709 6,367

Maka sesuai dengan pernyataan diatas proses analisis yang pertama adalah

mereduksi data dari keempat indikator yaitu ruang terbuka, peneliti akan

memfokuskan pada prasarana olahraga pendidikan seperti stadion standar untuk

sepakbola dan nomor-nomor atletik, gedung olahraga, kolam renang, lapangan-

lapangan olahraga futsal, voli, takraw, tennis, badminton, basket, baik indoor

maupun outdoor, sirkuit, dan jalur jogging.

Ketika ingin menghitung indeks ruang terbuka, maka yang pertama

dilakukan adalah menghitung rasio luas ruang terbuka olahraga dibagi dengan

jumlah Siswa nilai aktual. Angka standar ruang terbuka adalah 3,5 per orang.

Artinya nilai maksimum luas ruang terbuka adalah 3,5 dan nilai minimum

128

adalah 0 . Setelah semua angka didapatkan kemudian dihitung dengan

menggunakan rumus:

Sesuai dengan perhitungan rumus diatas maka didapat nilai indeks

Runag terbuka tiap-tiap sekolah se-kota kupang yaitu:

1. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 975 dan luas areal terbuka

yang tersedia 1565 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

1,607 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 1,607 : 3.5 = 0.459 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.549 M2.

2. SMA Negeri 2 Kupang dengan jumlah siswa 856 dan luas areal terbuka

yang tersedia 1201 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

1,403 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 1.403 : 3.5 = 0.400 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 2 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.400 M2.

3. SMA Negeri 3 Kupang dengan jumlah siswa 785 dan luas areal terbuka

yang tersedia 2890 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

3.681 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.681 : 3.5 = 0.075 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 3 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.075 M2.

4. SMA Negeri 4 Kupang dengan jumlah siswa 843 dan luas areal terbuka

yang tersedia 2644 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

3.136 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.136 : 3.5 = 0.896 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 4 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.896 M2.

5. SMA Negeri 5 Kupang dengan jumlah siswa 568 dan luas areal terbuka

yang tersedia 1750 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

3.080 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.080 : 3.5 = 0.880 M2.

129

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.880 M2.

6. SMA Negeri 6 Kupang dengan jumlah siswa 687 dan luas areal terbuka

yang tersedia 2556 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

3.720 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.720 : 3.5 = 0.075 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 6 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.075 M2.

7. SMA Negeri 7 Kupang dengan jumlah siswa 423 dan luas areal terbuka

yang tersedia 1327 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

3.135 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.135 : 3.5 = 0.896 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 7 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.896 M2.

8. SMA Negeri 8 Kupang dengan jumlah siswa 510 dan luas areal terbuka

yang tersedia 2000 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

3.921 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.921 : 3.5 = 0.080 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 8 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.080 M2.

9. SMA Negeri 9 Kupang dengan jumlah siswa 465 dan luas areal terbuka

yang tersedia 1210 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

2.602 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 2.602 : 3.5 = 0.743 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 9 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.743 M2.

10. SMA Negeri 10 Kupang dengan jumlah siswa 187 dan luas areal terbuka

yang tersedia 2200 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

11,764 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 11,764: 3.5 = 0.240

M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 10 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.240 M2.

11. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 123 dan luas areal terbuka

yang tersedia 1786 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

14,520 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 14,520 : 3.5 = 0.296

M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.296 M2.

130

12. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 354 dan luas areal terbuka

yang tersedia 1438 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

4.062 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 4.062 : 3.5 = 0.082M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.082 M2.

13. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 674 dan luas areal terbuka

yang tersedia 2123 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

3.149 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.149: 3.5 = 0.899 M2.

sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.899 M2.

14. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 191 dan luas areal terbuka

yang tersedia 2400 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah =

12,565 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 12,565 : 3.5 = 0.256

M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali

sebesar 0.256 M2.

C. Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan dijelaskan 4 faktor yaitu bagaimana kebijakan

pemerintah tentang prosedur, pemerataan, ketersediaan, ketercukupan SMA se-

kota kupang pada tahun 2015. Dan dari ke empat aspek ini akan di jelaskan

sebagai berikut :

1. Prosedur penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di

kota Kupang

Sarana prasarana dan tenaga pendidikan yang layak. Oleh karena itu,

Walikota berharap melalui rapat koordinasi dan evaluasi pendidikan ini

akan ditemukan permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan, yang

tentunya harus disertai dengan alternatif solusinya. Sebagai contoh

pendistribusian guru-guru agar jangan ada penumpukan di sekolah-sekolah

tertentu tapi harus dibagi untuk semua sekolah.

Mengakhiri sambutannya, Walikota menyampaikan beberapa hal

penting antara lain, berharap agar evaluasi kemajuan kinerja pendidikan

dapat dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan sehingga dapat

131

melakukan pembenahan guna menghasilkan output yang diharapkan.

Diharapkan kepada kepala sekolah, para guru serta anak didik untuk

mempersiapkan diri serta mental yang baik untuk menghadapi ujian

nasional 2013. Dalam waktu dekat juga akan ada penerimaan siswa baru

untuk itu kepada kepala sekolah bersama panitia penerimaan siswa baru

melakukan tugas secara profesional dengan mengedepankan disiplin, etika

dan kompetensi dari calon siswa sesuai ketentuan yang berlaku, namun

tetap memperhatikan calon siswa yang berdomisili disekitar sekolah.

Pada kesempatan ini pula Walikota memberikan apresiasi terhadap 3

siswa SMK Negeri I Kupang yang telah mempromosikan sekolah dengan

menggunakan tiga bahasa (Inggris, Jerman dan Jepang). Waktu

pelaksanaan Rakor Pendidikan Kota Kupang 2013 berlangsung dua hari

dari tanggal 3 – 4 April 2013. Sebagai nara sumber dalam kegiatan Rakor

tersebut adalah Kadis PPO, Inspektur pada Inspektorat, Kepala Lembaga

Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi NTT, Sekretaris Dinas PPO Kota

Kupang dan para Kabid pada Dinas PPO Kota Kupang. Peserta Rakor

berasal dari Dewan Pendidikan Kota Kupang, PGRI Kota Kupang, para

pengawas pendidikanKota Kupang, Kepala Sekolah dan penyelenggara

PKBM Pendidikan Luar Sekolah serta perwakilan dari sekolah Taman

kanak-kanak.

Secara operasional Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota

Kupang dibentuk melalui Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 06

Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota

Kupang (Lembaran Daerah Kota Kupang Tahun 2008 Nomo 06,

Tambahan Lembaran Daerah Kota Kupang Nomor 201).

Tugas pokok Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kupang

adalah membantu Walikota Kupang dalam melaksanakan sebagian urusan

pemerintahan daerah di bidang pendidikan, pemuda dan olahraga

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sehubungan dengan

tugas pokok tersebut maka fungsi yang diemban oleh Dinas

Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kupang yaitu : Perumusan

kebijakan teknis di bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;

132

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang

Pendidikan, Pemuda dan Olahraga pembinaan dan pelaksanaan tugas di

bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Pembinaan Unit Pelaksana

Teknis Dinas; Pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi

urusan umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan;

Pelaksanaan tugas lain yang di berikan o leh Walikota di bidang Pendidikan,

Pemuda dan Olahraga.

Pemerintah daerah atau (PERDA) penyediaan anggaran harus bisa

menyediakan dana atau anggaran kebutuhan dalam prosedur penyediaan

sarana dan prasarana olahraga pendidikan. Prosedur adalah cara atau

langkah awal dalam usaha penyediaan sarana dan prasarana olahraga

pendidikan do SMA se kota Kupang. Dalam prosedur penyediaan sarana

dan prasarana olahraga pendidikan antara lain :

1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (PERDA)

Untuk saat ini belum ada peraturan yang mengatur kebijakan dalam

sarana dan prasarana pendidikan olahraga baik dari APBD tingkat I dan

tingkat II juga belum sama sekali memprogramkan dan memberikan

sarana dan prasarana pendidikan. Kesimpulannya adalah bantuan dari

pemerintah pusat maupun pemerintah daera (perda) Sampai saat ini belum

pernah ada bantuan khusus sarana dan prasarana olahraga pendidikan di

SMA se kota kupang.

2. Dari Pihak Sekolah

Untuk keseluruhan sekolah menenga atas (SMA) Se kota Kupang tentang

sarana dan prasarana olahraga pendidikan secara umum belum memenuhi

standar kualitas dan kuantittasnya karena belum ada sarana dan prasarana

sampai saat ini untuk diolahraga di tingkat Nasional .

2. Pemerataan penyediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di

Kota Kupang

Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk

memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat

perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak

terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai

133

peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan

berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for

all.

Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan

equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan

untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam

memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok

dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua

penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara

itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antarkelompok bisa menikmati

pendidikan secara sama. (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di

Indonesia, http://edu-articles.com,diakses 22 April 2012).

Secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan

pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih

menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di

sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam memberi

kesempatan kepada murid-murid terdaftar agar memperoleh hasil belajar

setinggi-tingginya (Sismanto, 1993:31). Dalam pemahaman seperti ini

pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan

dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa

harus diperlakukan sama guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan

potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal.

Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati

masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai

pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara

yang sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup

dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas.

Dasar pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi landasan kuat yang

diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih

penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan

persaingan antar bangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian,

134

pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan

faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bisa memenangi kompetisi global.

Sejak tahun 1984, pemerintah Indonesia secara formal telah

mengupayakan pemerataan pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan

wajib belajar pendidikan sembilan tahun mulai tahun 1994. Upaya-upaya ini

nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh

pendidikan.

Di samping itu, pada tahapan selanjutnya pemberian program beasiswa

menjadi upaya yang cukup mendapat perhatian dengan mendorong

keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Program

beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan saat ini

diganti program BOS untuk pendidikan dasar. Hal ini menunjukan bahwa

pemerataan pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya

berkaitan dengan penyediaan fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap

bertahan mengikuti pendidikan di sekolah.

Kurangnya Pemerataan Sarana dan Prasarana Sekolah Kondisi pendidikan

di Indonesia saat ini sudah mulai membaik, namun kondisi ini tidak diikuti

dengan peningkatan sarana dan prasarana sekolah di daerah. Masih banyak

sekolah di daerah yang sarana dan prasaranya kurang memadai dan kurang

layak. Seperti halnya di daerah terpencil yang terdapat di papua, mereka

disana masih belum memiliki bangunan sekolah yang memadai serta sarana

dan prasarana yang belum layak dan memadai Hal ini mungkin disebabkan

oleh penyaluran anggaran pendidikan dari Pemerintah Pusat kepada

Pemerintah Daerah yang belum merata akibat dari tindak praktik korupsi,

sehingga sarana dan prasarana yang semestinya baik dan berkualitas menjadi

tidak sesuai dengan spesifikasi dan kualitas yang telah dianggarkan oleh

Pemerintah Pusat. Sebenarnya hal seperti ini dapat diselesaikan dengan cara

membuat suatu lembaga khusus yang independen yang bertugas mengawasi

pengadaan Sarana dan Prasarana Sekolah di seluruh Indonesia. Hal ini

dilakukan demi mewujudkan pemerataan Sarana dan Prasarana Sekolah

untuk menciptakan pendidikan yang baik serta berkualitas di Indonesia.

Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan fungsi

135

keberadaan Komite Sekolah yang jujur, independen, serta transparan sebagai

pihak yang mengawasi kecurangan atau tindak praktik korupsi baik yang

dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun pihak Sekolah. Pemerintah

Daerah dan pihak Sekolah seharusnya transparan mengenai Sarana dan

Prasarana yang seharusnya disediakan dan spesifikasi sesuai dengan

anggaran yang di tetapkan.

Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat berbanding lurus dengan

bertambahnya pemenuhan kebutuhan, salah satunya dibidang pendidikan.

Peran pendidikan tentu sangat besar dalam pembentukan karakter suatu

bangsa, dan pemenuhan kebutuhan akan pendidikan tersebut salah satunya

didukung oleh adanya fasilitas pendidikan yang memadai. Dunia pendidikan

bukan sekedar cermin kebutuhan masyarakat, tetapi juga sebuah kinerja terus

menerus, sebuah usaha pembaharuan sebab yang terlibat di dalamnya adalah

manusia itu sendiri.

Sebenarnya upaya untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana

pendidikan di daerah tertinggal sudah pernah dirumuskan oleh Depdiknas

(sekarang Kemdikbud), yang dikenal sebagai program PAIKEM GEMBROT

(Pendidikan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, serta

Gembira dan Berbobot). Melalui program ini, guru dilatih untuk

memanfaatkan lingkungan sekitar dan local wisdom guna menghasilkan

bahan pengajaran yang berbasis keunggulan lokal. Masalahnya adalah guru

hanya terpaku pada buku teks yang memerlukan praktikum di laboratorium

atau kelengkapan perpustakaan yang memadai. Mereka beranggapan, tanpa

kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan, program apapun akan sulit

direalisasikan.

Akibatnya penataran program PAIKEM GEMBROT hanya berhenti

sebagai penambah wawasan guru saja, tidak diaplikasikan di kelas. Ada dua

hal yang mengguncang dunia pendidikan swasta di Indonesia awal tahun ini.

Pertama, Peraturan Bersama 5 Menteri (Peraturan Mendiknas No.

05/X/PB/2011, Peraturan Menpan No.SPB/03/M.PAN-RB/10/2011,

Peraturan Mendagri No. 48 Tahun 2011,

136

Peraturan Menkeu No. 158/PMK.01/2011 dan Peraturan Menag No. 11

Tahun 2011), tentang Penataan dan Pemerataan Guru (PNS), yang ditetapkan

tanggal 3 Oktober 2011 (Berita Negara RI No. 610 Tahun 2011). Kedua,

Peraturan Mendikbud (Permendikbud) No. 60 Tahun 2011 tentang Larangan

Pungutan Biaya Pendidikan pada SD dan SMP, yang ditetapkan tanggal 30

Desember 2011 (Berita Negara RI No. 19 Tahun 2012).

Renstra (Rencana Strategis) untuk SD harus mengacu pada jumlah jam

mengajar yang terkecil (1 jam pelajaran atau 1 jam tatap muka), yaitu mata

pelajaran Mulok (Muatan Lokal). Agar supaya guru pengampu Mulok dapat

mencapai beban kerja 24 jam, maka dibutuhkan 24 kelas (24 x 1 jam = 24

jam). Karena SD terdiri dari 6 jenjang (kelas 1 sampai kelas 6), jumlah ideal

kelas paralel di SD adalah 24 kelas : 6 = 4 kelas paralel.

Renstra SMP, acuannya tetap sama, yaitu jumlah jam mengajar yang

terkecil, yaitu 2 jam pelajaran (Pendi-dikan Agama, PKn, SBK, Penjaskes,

TIK, dan Mulok). Agar guru-guru yang disebut itu dapat mencapai jumlah

24 jam tatap muka, maka diperLukan 12 kelas (24 jam : 2 jam = 12 kelas).

Pada dasarnya pelaksanaan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan

dikota Kupang belum terprogramkan sehingga proses pembangunan mengacu

pada kebijaksanaan pemerintah daerah. hal ini sesuai dengan pernyataan

kepala dikmenum kota kupang yaitu Bapak Oktovianus Seran, S.Pd., M.Si:

“belum ada program pembangunan sarana dan prasarana di tingkat SMA”.

yang dalam hal ini sepenuhnya diserahkan pada kabid Dikmenum untuk

penanganan sarana dan prasarana olahraga kota kupang. Untuk pemerintah

pusat dalam hal pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan belum

merata, artinya untuk sekolah SMA Se-kota Kupang itu tidak mendapatkan

sarana dan prasarana yang memadai.

3. Ketersediaan sarana dan prasarana Olahraga pendidikan di Kota

Kupang

Ketersediaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan semua

jenis sarana dan prasarana pendidikan persekolahan yang sesuai dengan

kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam

konteks persekolahan, pengadaan merupakan segala kegiatan yang dilakukan

137

dengan cara menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan

hasil perencanaan dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran

agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Pengadaan sarana dan prasarana merupakan fungsi operasional pertama

dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Fungsi ini

pada hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan sarana

dan prasarana pendidikan persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik

berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu maupun tempat,

dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

(2007:6) mengatakan bahwa pengadaan merupakan kegiatan untuk

menyediakan perlengkapan dalam usaha untuk menunjang pelaksanaan

proses belajar mengajar. Ada beberapa alternatif cara dalam pengadaan

sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Beberapa alternatif cara

pengadaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Pembelian.

2) Pembuatan Sendiri.

3) Pengiriman Hibah atau Banatuan.

4) Penyewaan.

5) Pinajaman.

6) Pendaurulangan.

7) Penukaran.

8) Perbaikan atau Rekondisi.

Pengadaan Sarana dan Prasarana PendidikanPengadaaan adalah segala

kegiatan untuk menyediakan semua keperluan barang, benda, atau jenis

barang bagi keperluan pelakasanaan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan.

Dalam pengadaan barang sebenarnya tidak lepas dari perencanaan pengadaan

yang dibuat sebelumnya baik mengenai jumlah maupun jenisnya (Arum,

2006:46).

Pengadaan dilakukan sebagai bentuk realisasi atas perencanaan yang telah

dilakukan sebelumnya. Tujuannya untuk menunjang proses pendidikan agar

138

berjalan efektif dan efesien sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Barnawi,

2012: 60).

Adapun menurut Rugaiyah dan Atik Sismiati pengadaan adalah proses

kegiatan mengadakan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan dengan

cara-cara membeli, menyumbang, hibah, dan lain-lain (Rugaiyah, 2011:65).

Adapun fungsi dari pengadaan sarana dan prasarana pendidikan mengatur

dan menyelenggarakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan baik

menyangkut jenis, jumlah, kualitas, tempat, dan waktu yang dikehendaki

(Arum, 2006:47).

Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilaksanakan dengan

cara sebagai berikut (Barnawi, 2012:60-63):

1) Pembelian

2) Produksi Sendiri

3) Penerimaan Hibah

4) Penyewaan

5) Peminjaman

6) Pendaurulangan

7) Penukaran

8) Rekondisi/rehabilitasi.

Pengadaan sarana dan prasarana dapat juga dilakukan dengan usaha-usaha

yang ada di sekolah itu sendiri, ataupun sumbangan dari pemerintah

masyarakat. Pengadaan sarana dan prasarana atas usaha sendiri bisa

dilakukan oleh sekolah yang disesuiakan dengan daftar kebutuhan yang telah

direncanakan sebelumnya, sehingga barang-barang yang diperoleh sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal perencanaan. Proses pengadaan

berbagai jenis sarana dan prasarana sekolah, seperti:

1. Buku, Yang dimaksud dengan buku disini adalah buku pelajaran, buku

bacaan, buku perpustakaan dan buku-buku lainnya. Buku yang dapat

dipakai oleh sekolah meliputi buku teks utama, buku teks pelengkap, buku

bacaan baik fisik maupun non fiksi, vbuku sumber dan sebagainya.

139

2. Alat, Pengadaan alat-alat sekolah dapat dilakukan dengan cara membeli,

membuat sendiri dan memerima bantuan. Alat-alat yang dibutuhkan

sekolah berupa alat kantor dan alat pendidikan. Alat kantor ialah alat-alat

yang biasanya digunakan dikantor, misalnya komputer, alat hitung, alat

penyimpan uang, alat pendeteksi uang palsu, dan alat pembersih.

Sementara alat pendidikan lainnya yang biasa digunakan dalam kegiatan

pembelajaran, misalnya alat peraga, alat praktik, alat kesenian, dan alat

olahraga (Barnawi, 2012:67).

3. Perabot, Perabot merupakan sarana pengisi ruangan, misalnya kursi,

lemari, rak, filing cabinet, dan lain-lain.

4. Bangunan, Pengadaan bangunan dapat dilakukan dengan membangun

bangunan baru, membeli bangunan, menerima hibah bangunan, menyewa

bangunan, dan menukar bangunan (Barnawi, 2012:64).

5. Tanah, Pengadaan tanah dapat dilaksanakan dengan cara yaitu : membeli

tanah, menerima bantuan/hadiah. Menukar.

6. Kendaraan, Pengadaan kendaraan tersebut untuk studi banding dan

mempermudah transportasi murid dalam melakukan kegiatan. Pengadaan

sarana tersebut untuk menunjang kegiatan pendidikan. Adapun pengadaan

kendaraan dapat dilaksanakan dengan pembelian secara lelang, pembelian

melalui proses penunjukan langsung (Arum, 69-70).

Pembangunan sekolah baru di kelurahan di Kota Kupang yang belum ada

sarana prasarana pendidikan terkendala pada ketersedian lokasi. Demikian

pernyataan Wali kotaKupang ,Jonas Salean melalui tanggapan Wali kota

terhadap pemandangan umum anggota lewat fraksi-fraksi DPRD Kota

Kupang.

Jonas mengatakan, harapan fraksi dewan melalui tanggapan umum terlebih

khusus dari masyarkat berkeinginan untuk membangun sekolah pada

kelurahan di Kota kupang belum ada sarana pendidikan persoalannya pada

ketersedian lokasi.

“Perlu dibangun sekolah baru sesuai standar pelayanan minimal (SPM)

padakelurahan yang belum ada prasarana pendidikan khusus jenjang

140

pendidikan Sekolah Dasar (SD/SMP) untuk menampung anakusia 7-12 tahun

selalu mengalami kendala pada teruatama ketersediaan lokasi,” kata Jonas

Salean, Jumat (27/11/2015).

Sebagai contoh,kata Jonas, pemerintah sudah siapun untuk membangun

SMA di setiap Kelurahan berdasarkan usulan masyarakat ,namun ketika

dilakukan survey ternyata lokasi yang disiapkan bermasalah.“Bila pun Pemkot

berencana membangun sekolah baru, namun jika lokasi yang disiapkan

bermasalah, maka rencana tidak dapat teralisasi ,”ujarnya.

Selain karena terkendala pada lahan ,maka pemerintah hanya bias

memaksimalkan sekolah yang sudah ada,dengan membangun ruang kelas

baru guna daya tamping siswa pada saat penerimaan siswa baru setiap

ruangan tidak melebihi kota. Masyarakat yang ingin menyekolahan dan

penerimaan siswa baru juga menjadi Kendala tersendiri, kata wali kota

melanjutkan,sehingga jumlah ruang kelas musti ditambah melalui dana DAK.

Sementara itu pada tahun 2016 sesuai rencana Sekolah Menengah Atas

(SMA) akan diam bila oleh Pemerinta Provinsi untuk mengelolahnya, maka

Pemerintah Kota hanya mengelolah jenjang pendidikan SD dan SMP maka

pastinya pemerintah akan tingkat prasarana sehingga jumlah siswa pada tiap

runag kelas secara maksimal. (riflanhayon)

Menurut Mauling (2006) fasilitas adalah prasarana atau wahana untuk

melakukan atau mempermudah sesuatu. Fasilitas bisa pula dianggap sebagai

suatu alat. Fasilitas biasanya dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana

umum yang terdapat dalam suatu perusahaan atau organisasi tertantu.

Menurut Wahyuningrum (2004: 4), menyatakan bahwa fasilitas “segala

sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitas merupakan

sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam melakukan atau memperlancar

suatu kegiatan.

Wahyuningrum (2004: 5), juga membedakan fasilitas menjadi 2 bagian

yaitu:

141

1. Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang berupa benda atau yang dapat

dibedakan, yang mempunyai peran dapat memudahkan dan melancarkan

suatu usaha.

2. Fasilitas uang adalah segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan suatu

kegiatan sebagai akibat dari “nilai uang”.

Fasilitas pendidikan artinya segala sesuatu(alat dan barang) yang

memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan kegiatan

pendidikan.

Berdasarkan data ketersediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan

dikota kupang maka diperoleh hasil pembangunan yang tidak merata, hal ini

sesuai dengan data hasil wawancara saya dengan Bapak Oktavianus Seran,

S.Pd., M.Si selaku kepala bidang Sekolah menengah Umum yaitu: “ada yang

sudah terpenuhi dan masih banyak SMA yang belum sama sekali memiliki

sarana dan sarana olahraga pendidikan”.

4. Ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di kota

kupang

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007

menjelaskan sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-

pindah sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi

sekolah/madrasah.

Ibrahim Bafadal (2008: 2) menjelaskan bahwa sarana pendidikan adalah

semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung

digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana

pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak

langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Selain itu

Suharno (2008: 30) menjelaskan sarana pendidikan adalah peralatan dan

perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses

pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas,

meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun seksama untuk

dibangun di atasnya gedung atau suatu lembaga pendidikan.

Bangunan “Building” berarti semua bangunan atau ruangan yang sengaja

didirikan di atas lahan tersebut dan digunakan untuk kepentingan pendidikan

142

serta menunjang kelancaran PBM. Perabot dan perlengkapan disini berarti

benda dan alat yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang digunakan

untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan pendidikan. Secara lebih

spesifik lagi yang dimaksud dengan perlengkapam adalah perlengkapan yang

digunakan bagi terselenggaranya kegiatan belajar mengajar. Perabot atau

mebeler yaitu berupa meja, kursi, rak, papan tulis dsb.

Berdasarkan pengertian sarana dan prasarana di atas dapat disimpulkan

bahwa sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot baik

bergerak ataupun tidak yang digunakan secara langsung untuk proses

pendidikan, sedangkan prasarana adalah semua perangkat yang tidak secara

langsung digunakan untuk proses pendidikan.

Ary H. Gunawan (1996: 115) menjelaskan bahwa ditinjau dari fungsinya

terhadap PBM, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya

tidak sangat menentukan), sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung

(kehadirannya sangat menentukan terhadap PBM). Berdasarkan pengertian

tersebut dapat disimpulkan bahwa prasarana berfungsi secara tidak langsung

sedangkan sarana berfungsi secara langsung dalam proses belajar mengajar.

Yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara

tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran.

Pendidikan merupakan hak setiap orang, setiap orang berhak mendapatkan

layanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Telah tertuang

di dalam salah satu pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional yaitu: “Sistem pendidikan nasional

harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan

mutu, relevansi dan efisiensi pengelolaan manajemen pendidikan untuk

menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,

nasional dan global sehingga diperlukan pembaharuan pendidikan secara

berencana, terarah dan berkesinambungan.”

Begitu halnya dengan anak berkebutuhan khusus, anak tersebut juga

berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan

kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak

Luar Biasa (ALB) sehingga pendidikanya juga dikenal sebagai Pendidikan

143

Luar Biasa (PLB), dimana UU No.20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 menegaskan

bahwa “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.” Selain itu

ayat 4 juga menjamin bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan

dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.” Jadi kelainan

ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya. Dari landasan tersebut tampak

bahwa anak luar biasa memiliki hak yang sama dengan anak normal untuk

memperoleh pendidikan. Selanjutnya lembaga pendidikan bagi ABK dapat

kita pahami atas dasar UU No. 20 tahun 2003 Pasal 15 yakni jenis pendidikan

mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,

keagamaan, dan khusus. Sedangkan pasal 32 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003

menegaskan bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta

didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa “.

Keberhasilan program pendidikan dalam proses belajar mengajar sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu siswa, kurikulum, tenaga

kependidikan, dana, sarana dan prasarana, dan faktor lingkungan lainnya.

Apabila faktor tersebut terpenuhi dengan baik dan bermutu serta proses belajar

bermutu akan meningkatkan mutu pendidikan di negara kita. Sebagai upaya

meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya penetapan standar yang

digunakan sebagai acuan atau batasan pencapaian mutu. Hal ini dilakukan

agar peningkatan mutu bisa terlaksana dengan baik. Pada Bab IX dalam UU

Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan mengenai Standar Nasional Pendidikan.

Sementara dalam ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan adalah

segala macam alat yang tidak secara langsung digunakan dalam proses

pendidikan. Tentu definisi tersebut tidak punya makna yang jelas dan tegas,

karena istilah secara langsung dan tidak langsung itu tidak jelas maknanya,

tidak jelas ujudnya seperti apa. Tegasnya: langsung terhadap apa, atau pada

apa? Untuk sementara, itu dapat dimaknai bahwa sarana pendidikan adalah

segala macam alat yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar,

sementara prasarana pendidikan tidak digunakan dalam proses atau kegiatan

144

belajar-mengajar. Namun demikian masih tetap belum jelas tegas benar. Oleh

karena itu, mari kita perjelas.

Erat terkait dengan sarana dan prasarana pendidikan itu, dalam daftar

istilah pendidikan dikenal pula sebutan alat bantu pendidikan (teaching aids),

yaitu segala macam peralatan yang dipakai guru untuk membantunya

memudahkan melakukan kegiatan mengajar. Alat bantu pendidikan ini yang

pas untuk disebut sebagai sarana pendidikan. Jadi, sarana pendidikan adalah

segala macam peralatan yang digunakan guru untuk memudahkan

penyampaian materi pelajaran. Jika dilihat dari sudut murid, sarana pendidikan

adalah segala macam peralatan yang digunakan murid untuk memudahkan

mempelajari mata pelajaran. Itu rumusan (definisi) sementara.

Lalu apa yang disebut dengan sarana dan prasarana pendidikan?

Sementara, dapat kita rumuskan bahwa prasarana pendidikan adalah segala

macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru (dan

murid) untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan hasil penelitian saya bahwa tingkat ketercukupan sarana dan

prasarana olahraga pendidikan dikota Kupang belum memenuhi standar.

Tetapi sebagian besar sekolah SMA se-kota kupang sebagian besar memiliki

areal yang sangat luas dan bisa tercukupi , tetapi untuk saat ini dalam sarana

dan prasarana seperti peralatan olahraga itu sangat kurang sekali meskipun

ada tapi sangat minim sekali jumlahnya. hal ini dapat di pengaruhi dengan

kegiatan (KBM) tidak efektif karena kurangnya sarana dan prasarana olahraga

pendidikan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara saya dengan Bapak

Oktavianus Seran selaku Kepala bidang sekolah menengah umum yaitu: “

belum memenuhi standar untuk pengembangan olahraga pendidikan”. Maka

tingkat ketercukupan sarana dan prasarana masih dalam kategori rendah.