bab iv hasil penelitian dan pembahasan 1.1. …...berkaitan dengan pendapatan yang rendah, rendahnya...

17
51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota Di Jawa Tengah tahun 2007 2010. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah Jl. Pemuda (Simpang Lima), Semarang dari tahun 2007 2010. Data pertumbuhan ekonomi di Jawa tengah meningkat pada tahun 2007, namun pada tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah mengalami penurunan. Tingkat inflasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan dan penurunan disetiap tahunnya, sehingga dalam grafik terlihat jelas fluktuatifnya. Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2007 sampai 2010 selalu mengalami penurunan. Penurunan tingkat kemiskinan di Jawa tengah pada tahun 2007 sampai 2010 diikuti dengan kenaikan tingkat kesempatan kerja pada tahun tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis data panel (pooled data) yang terdiri antara data cross section dan data time series yaitu terdiri dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah selama 4 tahun. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari satu.

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 51

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian

    Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat

    kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota Di Jawa Tengah

    tahun 2007 – 2010. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari Badan

    Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah Jl. Pemuda (Simpang Lima), Semarang dari

    tahun 2007 – 2010. Data pertumbuhan ekonomi di Jawa tengah meningkat pada

    tahun 2007, namun pada tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan ekonomi di Jawa

    Tengah mengalami penurunan. Tingkat inflasi di Jawa Tengah mengalami

    kenaikan dan penurunan disetiap tahunnya, sehingga dalam grafik terlihat jelas

    fluktuatifnya. Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2007 sampai 2010

    selalu mengalami penurunan. Penurunan tingkat kemiskinan di Jawa tengah pada

    tahun 2007 sampai 2010 diikuti dengan kenaikan tingkat kesempatan kerja pada

    tahun tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis data panel (pooled data) yang

    terdiri antara data cross section dan data time series yaitu terdiri dari 35

    kabupaten/kota di Jawa Tengah selama 4 tahun. Analisis yang digunakan adalah

    analisis regresi linear berganda karena variabel independen dalam penelitian ini

    lebih dari satu.

  • 52

    1.2. Analisis Data

    1.2.1. Kemiskinan

    Kemiskinan merupakan masalah yang menyangkut banyak aspek karena

    berkaitan dengan pendapatan yang rendah, rendahnya angka melek huruf, derajat

    kesehatan yang rendah, kondisi lingkungan yang tidak menyehatkan dan kumuh

    serta ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selain

    itu kemiskinan juga merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh

    berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan,

    pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses

    terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan lokasi lingkungan.

    Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi

    juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar (kebutuhan dasar) dan perbedaan

    perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan

    secara bermartabat di masyarakat. Selain itu masalah pendistribusian yang tidak

    merata sehingga hanya sebagian orang saja yang dapat menikamati manfaatnya.

    Oleh karena itu, pemerintah sangat berupaya keras untuk mengatasi permasalahan

    kemiskinan tersebut sehingga pembangunan dilakukan secara terus menerus

    termasuk dalam menentukan batas ukur untuk mengenali siapa si miskin tersebut.

    Berikut disajikan data tentang kemiskinan yang terjadi menurut kabupaten/kota di

    Jawa Tengah tahun 2007-2010

  • 53

    Tabel 4.1.

    Persentase Kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota

    di Jawa Tengah Tahun 2007 – 2010 (dalam satuan persen)

    .

    No. Kabupaten / Kota 2007 2008 2009 2010

    1 Kabupaten Cilacap 22.59 21.40 19.88 18.11

    2 Kabupaten Banyumas 22.46 22.93 21.52 20.20

    3 Kabupaten Purbalingga 30.24 27.12 24.97 24.58

    4 Kabupaten Banjarnegara 27.18 23.34 21.36 19.17

    5 Kabupaten Kebumen 30.25 27.87 25.37 22.70

    6 Kabupaten Purworejo 20.49 18.22 17.02 16.61

    7 Kabupaten Wonosobo 32.29 27.72 25.91 23.15

    8 Kabupaten Magelang 17.37 16.49 15.19 14.14

    9 Kabupaten Boyolali 18.06 17.08 15.96 13.72

    10 Kabupaten Klaten 22.27 21.72 19.68 17.47

    11 Kabupaten Sukoharjo 14.02 12.13 11.51 10.94

    12 Kabupaten Wonogiri 24.44 20.71 19.08 15.67

    13 Kabupaten Karanganyar 17.39 15.68 14.73 13.98

    14 Kabupaten Sragen 21.24 20.83 19.70 17.49

    15 Kabupaten Grobogan 25.14 19.84 18.68 17.86

    16 Kabupaten Blora 21.46 18.79 17.70 16.27

    17 Kabupaten Rembang 30.71 27.21 25.86 23.40

    18 Kabupaten Pati 19.79 17.9 15.92 14.48

    19 Kabupaten Kudus 10.73 12.58 10.80 9.01

    20 Kabupaten Jepara 10.44 11.05 9.60 10.18

    21 Kabupaten Demak 23.5 21.24 19.70 18.76

    22 Kabupaten Semarang 12.34 11.37 10.66 10.50

    23 Kabupaten Temanggung 16.55 16.39 15.05 13.46

    24 Kabupaten Kendal 20.7 17.87 16.02 14.47

    25 Kabupaten Batang 20.79 18.08 16.61 14.67

    26 Kabupaten Pekalongan 20.31 19.52 17.93 16.29

    27 Kabupaten Pemalang 22.79 23.92 22.17 19.96

    28 Kabupaten Tegal 18.5 15.78 13.93 13.11

    29 Kabupaten Brebes 27.93 25.98 24.39 23.01

    30 Kota Magelang 10.01 11.16 10.11 10.51

    31 Kota Surakarta 13.64 16.13 14.99 13.96

    32 Kota Salatiga 9.01 8.47 7.82 8.28

    33 Kota Semarang 5.26 6 4.84 5.12

    34 Kota Pekalongan 6.62 10.29 8.56 9.36

    35 Kota Tegal 9.36 11.28 9.88 10.62

    Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Jateng 2008

  • 54

    4.2.2 Pertumbuhan Ekonomi

    Tabel 4.2. Laju Pertumbuahan Ekonomi berdasarkan Harga konstan 2000 di 35

    Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2007-2010 (dalam satuan persen)

    No. Kabupaten / Kota 2007 2008 2009 2010

    1 Kabupaten Cilacap 2,64 4,92 5,25 5,65

    2 Kabupaten Banyumas 5,30 5,38 5,49 5,77

    3 Kabupaten Purbalingga 6,19 5,30 5,89 5,67

    4 Kabupaten Banjarnegara 5,01 4,98 5,11 4,89

    5 Kabupaten Kebumen 4,52 5,80 3,94 4,15

    6 Kabupaten Purworejo 6,08 5,62 4,96 5,01

    7 Kabupaten Wonosobo 3,58 3,69 4,02 4,29

    8 Kabupaten Magelang 5,21 4,99 4,72 4,51

    9 Kabupaten Boyolali 4,08 4,04 5,16 3,60

    10 Kabupaten Klaten 3,31 3,93 4,24 1,73

    11 Kabupaten Sukoharjo 5,11 4,84 4,76 4,65

    12 Kabupaten Wonogiri 5,07 4,27 4,73 3,14

    13 Kabupaten Karanganyar 5,74 5,30 5,54 5,42

    14 Kabupaten Sragen 5,73 5,69 6,01 6,06

    15 Kabupaten Grobogan 4,37 5,33 5,03 5,05

    16 Kabupaten Blora 3,95 5,62 5,08 5,19

    17 Kabupaten Rembang 3,81 4,67 4,46 4,45

    18 Kabupaten Pati 5,19 4,49 4,69 5,11

    19 Kabupaten Kudus 3,23 3,92 3,95 4,16

    20 Kabupaten Jepara 4,74 4,49 5,02 4,52

    21 Kabupaten Demak 4,15 4,11 4,08 4,12

    22 Kabupaten Semarang 4,72 4,26 4,37 4,90

    23 Kabupaten Temanggung 4,03 3,54 4,09 4,31

    24 Kabupaten Kendal 4,28 4,23 5,58 5,95

    25 Kabupaten Batang 3,49 3,67 3,72 4,97

    26 Kabupaten Pekalongan 4,59 4,78 4,30 4,27

    27 Kabupaten Pemalang 4,47 4,99 4,78 4,94

    28 Kabupaten Tegal 5,51 5,32 5,29 4,83

    29 Kabupaten Brebes 4,79 4,81 4,99 4,94

    30 Kota Magelang 5,17 5,05 5,11 6,12

    31 Kota Surakarta 5,82 5,69 5,90 5,94

    32 Kota Salatiga 5,39 4,98 4,48 5,01

    33 Kota Semarang 5,98 5,59 5,34 5,87

    34 Kota Pekalongan 3,80 3,73 4,78 5,51

    35 Kota Tegal 5,21 5,15 5,02 4,61 Sumber: PDRB Jawa Tengah 2007-2010

  • 55

    4.2.3 Inflasi

    Tabel 4.3.

    Laju Inflasi di 35 Kabupaten/Kota

    Di Jawa Tengah tahun 2007 – 2010 (dalam satuan persen)

    No. Kabupaten / Kota 2007 2008 2009 2010

    1 Kabupaten Cilacap 6,18 9,97 4,63 5,65

    2 Kabupaten Banyumas 5,30 12,06 2,83 6,04

    3 Kabupaten Purbalingga 6,36 9,51 3,35 7,82

    4 Kabupaten Banjarnegara 6,49 11,09 4,37 7,13

    5 Kabupaten Kebumen 6,42 14,21 5,01 8,36

    6 Kabupaten Purworejo 7,75 11,28 3,98 7,56

    7 Kabupaten Wonosobo 9,78 9,06 3,01 6,06

    8 Kabupaten Magelang 5,90 9,53 3,83 8,25

    9 Kabupaten Boyolali 4,61 6,51 2,05 7,34

    10 Kabupaten Klaten 13,26 10,33 0,30 7,90

    11 Kabupaten Sukoharjo 4,43 11,39 2,59 6,67

    12 Kabupaten Wonogiri 8,45 11,54 2,89 6,66

    13 Kabupaten Karanganyar 4,09 10,83 2,98 7,26

    14 Kabupaten Sragen 4,16 10,82 2,82 6,77

    15 Kabupaten Grobogan 4,37 13,59 4,26 7,45

    16 Kabupaten Blora 5,67 12,79 2,91 7,17

    17 Kabupaten Rembang 6,64 10,04 3,09 6,61

    18 Kabupaten Pati 6,33 13,01 3,05 6,36

    19 Kabupaten Kudus 6,79 11,99 3,00 7,65

    20 Kabupaten Jepara 6,33 12,76 2,83 6,24

    21 Kabupaten Demak 5,98 12,64 3,10 6,87

    22 Kabupaten Semarang 5,60 11,03 3,18 7,07

    23 Kabupaten Temanggung 6,89 12,36 4,16 7,35

    24 Kabupaten Kendal 6,78 12,74 1,23 5,89

    25 Kabupaten Batang 5,64 10,44 -0,04 6,62

    26 Kabupaten Pekalongan 5,35 10,61 3,39 6,54

    27 Kabupaten Pemalang 6,48 8,71 4,10 7,38

    28 Kabupaten Tegal 6,16 9,57 4,50 6,44

    29 Kabupaten Brebes 7,18 11,81 4,25 6,04

    30 Kota Magelang 6,49 9,53 3,48 6,80

    31 Kota Surakarta 3,28 6,96 2,63 6,65

    32 Kota Salatiga 7,22 10,20 3,28 6,65

    33 Kota Semarang 6,75 10,34 3,19 7,11

    34 Kota Pekalongan 4,16 10,03 3,39 6,77

    35 Kota Tegal 6,05 8,52 5,83 6,73 Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka 2008-2011

  • 56

    4.2.4 Kesempatan Kerja

    Tabel 4.4.

    Jumlah Kesempatan Kerja di 35 Kabupaten/Kota

    di Jawa Tengah tahun 2007 – 2010

    No. Kabupaten / Kota 2007 2008 2009 2010

    1 Kabupaten Cilacap 810174 743290 778660 762347

    2 Kabupaten Banyumas 722264 715841 740042 792012

    3 Kabupaten Purbalingga 423566 410516 421467 435598

    4 Kabupaten Banjarnegara 478644 457930 453660 467074

    5 Kabupaten Kebumen 629175 576829 606340 584684

    6 Kabupaten Purworejo 391250 355702 359011 353027

    7 Kabupaten Wonosobo 409515 387335 395068 397392

    8 Kabupaten Magelang 678500 624413 631689 648484

    9 Kabupaten Boyolali 572381 536845 542533 527581

    10 Kabupaten Klaten 636135 612644 617172 574549

    11 Kabupaten Sukoharjo 471155 447875 451417 432526

    12 Kabupaten Wonogiri 568927 557492 580035 519702

    13 Kabupaten Karanganyar 465240 451144 455446 457756

    14 Kabupaten Sragen 504199 476316 494956 483526

    15 Kabupaten Grobogan 773425 705696 767310 721475

    16 Kabupaten Blora 489864 458223 491863 466977

    17 Kabupaten Rembang 313301 298475 320318 320291

    18 Kabupaten Pati 663864 630524 639265 620602

    19 Kabupaten Kudus 444378 442341 439215 420513

    20 Kabupaten Jepara 571282 528555 558008 562402

    21 Kabupaten Demak 570007 536053 524939 522266

    22 Kabupaten Semarang 519840 511770 510942 536204

    23 Kabupaten Temanggung 424531 386504 389255 410860

    24 Kabupaten Kendal 559532 515053 518428 473515

    25 Kabupaten Batang 379462 359965 347665 377700

    26 Kabupaten Pekalongan 451487 425144 430475 418843

    27 Kabupaten Pemalang 653731 606901 647167 581757

    28 Kabupaten Tegal 737636 627460 650691 632931

    29 Kabupaten Brebes 899804 824748 839546 884757

    30 Kota Magelang 63525 62193 65970 61945

    31 Kota Surakarta 287450 277675 275546 258573

    32 Kota Salatiga 86608 87089 88342 81670

    33 Kota Semarang 748302 744439 787565 796186

    34 Kota Pekalongan 138963 141671 145890 145149

    35 Kota Tegal 126160 121315 121753 125452 Sumber: Jawa Tengah dalam Angka 2006 - 2011

  • 57

    1.3. Hasil Uji Asumsi Klasik

    Pengujian asumsi klasik merupakan syarat utama dalam persamaan regresi.

    Maka dari itu harus dilakukan 4 pengujian yaitu: (1) data berdistribusi normal (Uji

    Normalitas) (2) tidak terdapat autokorelasi (Uji Autokorelasi) (3) tidak terdapat

    multikolinearitas antar variabel independen (Uji multikolinearitas) (4) tidak

    terdapat heteroskedastisitas (Uji Heteroskedastisitas). Dalam analisis regresi perlu

    di perhatikan adanya penyimpangan – penyimpangan atas asumsi klasik, jika tidak

    di penuhi maka variabel – variabel yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien.

    Tabel 4.5.

    Hasil Regresi Utama Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan

    tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan

    di Jawa Tengah Tahun 2007 – 2010.

    Coefficient t-Statistic Prob.

    C

    PE

    IF

    KK

    14.51697

    -0.757224

    0.208095

    1.04E-05

    4.152595

    -1.211653

    1.320119

    4.245308

    0.0001

    0.2277

    0.1890

    0.0000

    R-Squared

    F-statistic

    Prob(F- Statistic)

    Durbin Watson

    0.139340

    7.339441

    0.000135

    0. 539896

    Sumber: lampiran A

    1.3.1. Uji Normalitas

    Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data variabel penelitian

    berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dalam penelitian ini

    menggunakan teknik analisis Jarque-Bera dan untuk perhitungannya

    menggunakan program Eviews 5. Hasil Uji J-B test dapat dilihat pada Gambar 4.1

    Berikut.

  • 58

    Gambar 4.1

    Hasil Uji Jarque-Bera Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan

    tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan

    di Jawa Tengah Tahun 2007 – 2010.

    Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas

    Variabel Sig. Kesimpulan

    Pertumbuhan Ekonomi, inflasi

    dan tingkat kesempatan kerja

    terhadap tingkat kemiskinan

    0.319711 Normal

    Sumber: lampiran B

    Hasil uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera menunjukan bahwa residual

    model penelitian mempunyai nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (sig>0,05).

    Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian

    berdistribusi normal. Pada model persamaan pengaruh pertumbuhan ekonomi,

    inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun

    2007 - 2010 dengan n = 140 dan k = 3, maka diperoleh degree of freedom (df) =

    137 (n-k), dan menggunakan α = 5 persen diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 165.316.

    Dibandingkan dengan nilai Jarque Bera pada Gambar 4.1 sebesar 2,280, dapat

  • 59

    ditarik kesimpulan bahwa probabilitas gangguan μ1 regresi tersebut terdistribusi

    secara normal karena nilai Jarque Bera lebih kecil dibanding nilai χ2 tabel.

    1.3.2. Uji Multikolinearitas

    Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan linier

    atau terdapat korelasi anatar variabel Independen. Dalam penelitian ini, untuk

    mengkaji ada tidanya multikolinearitas dapat dilihat darai perbandingan antara

    nilai R2 Regresi Parsial (auxiliary regression) dengan nilai R

    2 regresi utama. Jika

    nilai dari R2 Regresi Parsial (auxiliary regression) lebih besar dari pada R

    2 regresi

    utama, maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut terjadi

    multikolinearitas. Berikut tabel 4.7 yang menunjukan perbandingan antara R2

    Regresi Parsial (auxiliary regression) dengan nilai R2 regresi utama.

    Tabel 4.7

    R2

    Auxiliary Regression Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan

    tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan

    di Jawa Tengah Tahun 2007 – 2010.

    No. Persamaan R2* R

    2 Kesimpulan

    1.

    2.

    3.

    PE IF KK

    IF PE KK

    KK PE IF

    0.006863

    0.008197

    0.001373

    0.139340

    0.139340

    0.139340

    Non

    Multikolinearitas

    Non

    Multikolinearitas

    Non

    Multikolinearitas

    Sumber: lampiran C

    Dari tabel 4.7 diatas menunjukan bahwa semua variabel independen

    mempunyai nilai R2 Regresi Parsial (auxiliary regression) lebih kecil dari R

    2

    regresi utama, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

  • 60

    1.3.3. Uji Heteroskedastisitas

    Pengujian heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

    regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke

    pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi

    heteroskedastisitas dan untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas dengan

    menggunakan uji White. Jika variabel independen tidak signifikan secara statistik

    tidak mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi tidak terjadi

    heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil uji heteroskedastisitas terhadap model

    regresi pada penelitian ini.

    Tabel 4.8

    Hasil Uji White Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan

    tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan

    di Jawa Tengah Tahun 2007 – 2010.

    Obs*R-Squared Sig. Kesimpulan

    4.011029 0.675184 Non Heteroskedastisitas

    Sumber: Lampiran D

    Tabel di atas menunjukkan bahwa uji white menghasilkan kesimpulan tidak

    ada masalah heteroskedastisitas, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansinya

    sebesar 0.675184 lebih besar dari 0,05.

    1.3.4. Uji Autokorelasi

    Autokorelasi adalah korelasi atau hubungan yang terjadi antara anggota-

    anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (data

    time series) maupun tersusun dalam rangkaian ruang atau disebut data cross

    sectional. Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi

    autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Uji ini sesungguhnya dilandasi oleh

  • 61

    model error yang mempunyai korelasi sebagaimana telah ditunjukkan di bawah

    ini:

    Gambar 4.2

    Hasil Uji Durbin-Watson

    Ada Tidak ada tidak ada ada

    Autokorelasi Keputusan keputusan Autokorelasi

    positif dan tidak ada negatif dan

    menolah H0 Autokorelasi dan menolak H0

    tidak menolah Ho

    dl=1,68 du=1,76 4-du=2,24 4-dl=2,32 4

    Hasil dari Durbin-Watson menunjukkan bahwa nilai d-hitung atau DW

    sebesar 0,53. Hasil dari Durbin-Watson statistik adalah du=1,76 dan dl=1,68.

    Sehingga d-hitung atau DW terletak pada 0 < d < dl atau 0 < 0,53 < 2,24.

    kesimpulan yang dapat ditarik adalah ada autokolerasi positif didalam model dan

    menolak H0.

    1.4. Pengujian Statistik Analisis Regresi

    1.4.1. Uji Signifikansi parameter Individual (Uji t)

    Uji signifikansi parameter individual (Uji t) merupakan pengujian untuk

    menunjukkan pengaruh secara individu variabel independen yang ada di dalam

    model terhadap variabel terikat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa

    jauh pengaruh satu variabel bebas menjelaskan variasi variabel terikat. Apabila

    nilai t hitung lebih besar dari t tabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05

  • 62

    (sig

  • 63

    Dari regresi pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat

    kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2007 - 2010

    yang menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), dengan degree of

    freedom for numerator (dfn) = 3 (k-1 = 4-1) dan degree of freedom for

    denominator (dfd) = 137 (n-k = 140-3), maka diperoleh F-tabel sebesar 2,67

    dengan F-statistik sebesar 7,33 dan nilai probabilitas F-statistik 0,00000. Maka

    dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

    terhadap variabel dependen (Fhitung > F-tabel).

    1.4.3. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

    Koefisien determinasi (R2) merupakan alat untuk mengukur besarnya

    persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel Dependen. Besarnya

    koefisien determinasi berkisar antara angka 0 sampai dengan 1, semakin

    mendekati nol besarnya koefisien determinasi, maka semakin kecil pengaruh

    semua variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya semakin besar

    koefisien determinasi mendekati angka 1, maka semakin besar pula pengaruh

    semua variabel independen terhadap variabel dependen.

    Dari Hasil uji R2 pada penelitian pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi

    dan tingkat kesempatan kerja di jawa Tengah tahun 2007-2010 diperoleh nilai R2

    sebesar 0,1393. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah

    dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja

    sebesar 13,93%; sedangkan sisanya sebesar 86,07% dipengaruhi oleh faktor lain

    yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

  • 64

    1.5. Pembahasan

    1.5.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan

    Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

    variabel tingkat kemiskinan. Hal ini dibuktikan dari uji t diperoleh hasil uji t untuk

    variabel pertumbuhan ekonomi diperoleh nilai t hitung sebesar – 1.211653 dengan

    nilai signifikansi sebesar 0,2277 dan koefisien regresi sebesar – 0,757224. Dengan

    demikian dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian ini pertumbuhan ekonomi

    tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Hasil tersebut tidak sesuai dengan

    teori yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Kuznet dalam

    Tulus Tambunan (2001), pertumbuhan dan perekonomian mempunyai korelasi

    yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses kemiskinan cenderung

    meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang –

    orang miskina berangsur – angsur berkurang. Selain itu, yang menyebabkan

    ketidaksignifikansinya pertumbuhan ekonomi dalam mempengaruhi kemiskinan

    dikarenakan pertumbuhan ekonomi tersebut belum efektif dalam mengurangi

    tingkat kemiskinan. Arinya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum menyentuh

    disetiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin.

    1.5.2. Inflasi dan Tingkat Kemiskinan

    Variabel Inflasi berpengaruh positif terhadap variabel tingkat kemiskinan

    tetapi tidak signifikan. Hal tersebut dibuktikan dari nilai t hitung sebesar 1,320119

    dengan nilai signifikansi sebesar 0,1890 dan koefisien regresi memiliki arah

    positif sebesar 0,208095. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam

    penelitian ini inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

  • 65

    Hal tersebut dapat terjadi karena adanya keadaan daya beli antara

    golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), hal tersebut akan

    mengakibatkan realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat

    yang memilik daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang

    memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat.

    Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat

    tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai

    pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif

    masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary

    gap) menghilang. Selain itu, efek inflasi tidak sama pada semua kelompok

    masyarakat. Masyarakat miskin terkonsentrasi di wilayah pedesaan, lebih dari 60

    persen dari total penduduk miskin tinggal di pedesaan. Tingkat inflasi di pedesaan

    secara persisten lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Perubahan harga-harga

    memberikan tekanan yang lebih besar bagi perekonomian daerah pedesaan

    dibandingkan daerah perkotaan. Dengan demikian tingkat inflasi juga akan

    memberikan tekanan yang berbeda terhadap tingkat kemiskinan. Masyarakat

    miskin di pedesaan relatif lebih rentan akan guncangan ekonomi, khususnya

    inflasi. Pada semua level, peningkatan harga pada komoditi makanan memiliki

    dampak yang relatif jauh lebih besar terhadap kemiskinan dibandingkan dengan

    inflasi yang terjadi pada komoditi non pangan. Masyarakat miskin pedesaan yang

    secara relatif akan merasakan dampak inflasi komoditi makanan lebih besar.

  • 66

    1.5.3. Tingkat kesempatan kerja dan kemiskinan

    Dari penelitian ini menyatakan bahwa tingkat kesempatan kerja

    berpengaruh positif namun signifikan. Hal ini dapat terbukti dari nilai t hitung

    sebesar 4.245308, dengan nilai signifikansi 0,000 dan koefisien regresi memiliki

    arah yang positif yaitu sebesar 1.04E-05. Hal ini menunjukan bahwa tingkat

    kesempatan kerja belum efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Arinya,

    setiap penambahan tingkat kesempatan kerja, belum tentu diikuti dengan

    pengurangan kemiskinan.

    Kesempatan kerja yang sempit di bandingkan angkatan kerja, akan

    menimbulkan Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan

    nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal.

    Ketidakseimbangan tersebut terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar

    daripada kesempatan kerja yang tersedia. Di bidang ketenagakerjaan, kurang

    adanya keahlian manajerial dan secara keseluruhan rendahnya pendidikan tenaga

    kerja menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan. Rendahnya permintaan tenaga

    kerja dan tingginya penawaran tenaga kerja mengakibatkan banyaknya

    pengangguran, rendahnya produktivitas dan rendahnya pendapatan. Dampak

    selanjutnya dari meningkatnya jumlah pengangguran adalah peningkatan angka

    kemiskinan.

    1.5.4. Pengaruh Pertumbuhan ekonomi, Inflasi, dan Tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah 2007-2010.

    Pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja secara

    bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun

    2007 – 2010. Hal ini dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 7,33 dengan nilai

  • 67

    signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa

    pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja sangat menentukan

    besar kecilnya tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2007 - 2010.

    Dalam regresi tersebut diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel dapat

    dilihat dengan persamaan sebagai berikut:

    Y = 14,51– 0,75 (PE) – 0,20(IF) – 1,04(KK)+e..........................................(4.1)

    Menurut Jhingan, terdapat 3 (tiga) komponen dalam pertumbuhan

    ekonomi: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari

    meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju

    merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat

    pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada

    penduduk; dan ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan

    adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang

    dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

    Keberhasilan suatu rencana pembangunan sangat tergantung pada kemampuan

    menyediakan tenagatenaga yang melaksanakannya. Dasar pemikiran kesempatan

    kerja adalah rencana investasi dan target hasil yang direncanakan, atau secara

    umum rencana pembangunan. Tiap kegiatan mempunyai daya serap yang berbeda

    akan tenaga kerja, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Daya serap tersebut

    berbeda secara sektoral dan menurut penggunaan teknologi. Sektor kegiatan yang

    dibangun secara padat karya pada dasarnya akan menciptakan kesempatan kerja

    yang relatif besar dan tidak terlalu terikat kepada persyaratan keterampilan yang

    tinggi.