bab iv hasil penelitian dan...

16
28 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Subyek Penelitian Penelitian yang baik tentunya didukung oleh berbagai persiapan yang maksimal. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain pemilihan lokasi dan subyek penelitian, tempat wawancara, peralatan yang digunakan untuk merekam pada saat wawancara, serta angket yang telah disiapkan. 1. Peralatan Wawancara Peralatan pendukung yang digunakan saat wawancara antara lain handphone yang ada perekamnya, alat tulis, buku tulis. Handphone digunakan pada saat merekam suara supaya lebih jelas. Alat tulis dan buku tulis digunakan untuk membantu peneliti dalam menuliskan hasil wawancara yang telah dilakukan. 2. Pelaksanaan Wawancara Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Permintaan izin disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA dan Guru Matematika kelas XI SMA 1 Bae Kudus. Maksud dan tujuan dari wawancara ini adalah untuk mencari permasalahan tentang gaya belajar siswa. Subyek penelitian untuk wawancara ini adalah Waka Kurikulum dan dua Guru Matematika. Wawancara di lakukan dua kali di sekolah diluar jam pelajaran, kebetulan pada saat melakukan wawancara waktu untuk melakukan wawancara tersebut sangat panjang dikarenakan adanya kelas meeting. Wawancara subyek penelitian oleh Waka Kurikulum dilakukan satu kali yang bertujuan untuk mengetahui kurikulum yang ada di kelas XI program IPA dan IPS serta penjurusan masuk program IPA dan IPS yang dilakukan oleh sekolah. Wawancara subyek penelitian oleh Guru Matematika kelas XI program IPA dan IPS dilakukan dua kali di sekolah yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan penelitian dan mendeskripsikan gaya belajar yang ada pada siswa kelas IPA dan IPS.

Upload: dinhkien

Post on 03-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Subyek Penelitian

Penelitian yang baik tentunya didukung oleh berbagai persiapan yang

maksimal. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain pemilihan

lokasi dan subyek penelitian, tempat wawancara, peralatan yang

digunakan untuk merekam pada saat wawancara, serta angket yang telah

disiapkan.

1. Peralatan Wawancara

Peralatan pendukung yang digunakan saat wawancara antara lain

handphone yang ada perekamnya, alat tulis, buku tulis.

Handphone digunakan pada saat merekam suara supaya lebih

jelas. Alat tulis dan buku tulis digunakan untuk membantu peneliti

dalam menuliskan hasil wawancara yang telah dilakukan.

2. Pelaksanaan Wawancara

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Permintaan izin

disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA dan Guru Matematika

kelas XI SMA 1 Bae Kudus. Maksud dan tujuan dari wawancara ini

adalah untuk mencari permasalahan tentang gaya belajar siswa.

Subyek penelitian untuk wawancara ini adalah Waka Kurikulum

dan dua Guru Matematika. Wawancara di lakukan dua kali di

sekolah diluar jam pelajaran, kebetulan pada saat melakukan

wawancara waktu untuk melakukan wawancara tersebut sangat

panjang dikarenakan adanya kelas meeting.

Wawancara subyek penelitian oleh Waka Kurikulum dilakukan

satu kali yang bertujuan untuk mengetahui kurikulum yang ada di

kelas XI program IPA dan IPS serta penjurusan masuk program IPA

dan IPS yang dilakukan oleh sekolah. Wawancara subyek

penelitian oleh Guru Matematika kelas XI program IPA dan IPS

dilakukan dua kali di sekolah yang bertujuan untuk mengetahui

permasalahan penelitian dan mendeskripsikan gaya belajar yang

ada pada siswa kelas IPA dan IPS.

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

29

3. Pelaksanaan Angket

Angket untuk subyek dalam penelitian ini berasal dari siswa kelas

XI IPA 2 sebanyak 32 orang siswa, kelas XI IPA 4 sebanyak 32 orang

siswa, kelas XI IPS 2 sebanyak 26 orang siswa, kelas XI IPS 3 sebanyak

26 orang siswa yang sejumlah 64 orang siswa kelas IPA dan 52 orang

kelas IPS. Berdasarkan gambaran subyek penelitian diatas dapat

ditabelkan sebagai berikut untuk memperjelas subyek penelitian.

Tabel 4.1 Deskripsi Subyek

Program kelas Frekuensi Prosentase (%)

XI IPA 64 55,17%

XI IPS 52 44,83%

Jumlah 116 100%

B. Hasil Penelitian

1. Pembahasan Wawancara

SMA 1 Bae Kudus merupakan SMA RSBI (Rintisan Sekolah Berbasis

Internasional) yang satu-satunya ada di kecamatan Bae Kudus ini dan

mempunyai kelas XI program IPA dan IPS saja. Penjurusan program IPA dan

IPS ini dilakukan pada kelas XI. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat

teknis terkait (Pedoman Penjurusan Program IPA dan IPS SMA 1 Bae

Kudus).

Tahap 1 Waktu pelaksanaan dan penentuan penjurusan 1. Penentuan penjurusan dilakukan akhir semester genap kelas X dengan

memperhitungkan nilai mata pelajaran ciri khas program studi pada semester genap.

2. Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI. Tahap 2 Kriteria Penjurusan 1. Penentuan penjurusan memperhatikan daya tamping dan peringkat nilai

rata-rata mata pelajaran cirri khas program, dengan memperhatikan nilai pengetahuan dan praktik semester genap yang akan ditentukan dalam pertemuan tersendiri antar unsur Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, Wali Kelas X dan Biro Pengajaran dengan pola IPA 6 kelas dan IPS 4 kelas.

2. Peserta didik yang naik kelas XI dan akan mengambil program studi tertentu, boleh memiliki nilai yang tidak tuntas minimal 3 mata pelajaran yang bukan mata pelajaran cirri khas program yang akan dipilih.

3. Untuk mengetahui minat peserta didik dapat dilakukan melalui angket minat dan masukan dari guru BK.

4. Penjurusan pada kelas X dilaksanakan pada akhir semester genap oleh guru BK dengan mempertimbangkan:

a. Prestasi Hasil Belajar b. Minat Siswa dalam memilih program

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

30

Pada penjurusan program di SMA 1 Bae Kudus ini tidak dibedakan antara

program IPA dan IPS akan tetapi terdapat kriteria nilai minimal untuk

mengambil program studi. Sebagaimana dijelaskan oleh Waka Kurikulum

Bapak Supriyono dalam wawancara sebagai berikut:

“Dalam penjurusan ke program IPA dan IPS di SMA 1 Bae Kudus ini

sekolah melakukan Tes Potensi Akademik (TPA) yang bertujuan untuk mengetahui kecondongan siswa dominan ke program IPA ataupun IPS, Tes minat dari APKIN yang bertujuan untuk mengetahui minat dari siswa masuk program IPA atau IPS. Setelah tes potensi akademik dan minat siswa dapat terungkap hasilnya secara keseluruhan dan disetujui oleh orang tua siswa masing-masing, tes potensi tersebut dirangking secara keseluruhan menurut hasil dari siswa dan dibuat daftar untuk masuk ke kelas IPA sebanyak 6 kelas dan IPS 4 kelas. Untuk kelas program IPA membuat batasan nilai terendah yaitu 78 untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi. Jika siswa minat ke kelas IPA, nilai mencukupi dan rangking dari tes potensi akademik condong ke IPA maka siswa bisa masuk kelas IPA tetapi kalau ada siswa yang minat ke IPA tetapi nilai tidak mencukupi secara akademik maka tidak bisa masuk IPA. Kalau untuk program IPS siswa yang masuk itu disesuaikan minat dan tes dari siswa. Untuk sarana prasarana program IPA dan IPS disesuaikan dengan kebutuhan dan ekstrakurikuler siswa kelas IPA dan IPS tidak dibedakan, siswa program IPA maupun program IPS leluasa menggunakan fasilitas yang ada di sekolah. Untuk kurikulum IPA dan IPS struktur sama dengan penambahan 6 jam per minggu. ”(Sumber:wawancara dengan Bapak Supriyono S.Pd, M.Pd selaku Waka Kurikulum SMA 1 Bae Kudus pada 13 Juni 2012)

Pada pembelajaran antara kelas program IPA dan IPS berbeda, Ibu Alfiyah

BA selaku guru matematika kelas program IPA ini menyatakan bahwa

siswa IPA lebih disiplin, cenderung aktif dan kritis pada saat proses belajar

mengajar berlangsung. Menurut penuturan beliau anak IPA memiliki

respon yang bagus terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru dan

mempunyai semangat yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut berikut

kutipan wawancara yang dilakukan dengan ibu Alfiyah BA sebagai berikut:

“Mengenai kebiasaan siswa, sebenarnya memang beraneka ragam misalnya: ada siswa yang suka cekatan dalam mengerjakan tugas, ada siswa yang merenung saat di jelaskan guru, ada siswa yang suka berdiskusi dengan teman dan dalam kelompok dan bermacam-macam. Tetapi secara keseluruhan untuk kelas program IPA sendiri ini mereka lebih paham dalam menerima pelajaran dengan latihan soal-soal dan berdiskusi ketimbang mendengarkan saya ceramah didepan. Sehingga belajar menurut

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

31

mereka ya dengan cara menggunakan pengalaman mereka sendiri mengerjakan latihan soal-soal yang saya berikan dan kalau kesulitan untuk menjawab soal mereka bertanya kepada saya. Gaya belajar yang dimiliki siswa ini untuk merangkulnya semuanya susah karena belum tahu pasti setiap siswa itu memiliki gaya belajar apa saja mbak, berbagai metode pembelajaran sudah saya pakai sampai saya kombinasikan antara metode pembelajaran yang satu dengan yang lain sesuai dengan teori yang saya sampaikan. Ya untuk sementara ini saya menggunakan latihan soal-soal untuk memenuhi gaya belajar siswa yang ada. Dengan adanya soal-soal tadi siswa lebih paham dan menyukai tugas-tugas pekerjaan rumah yang saya berikan, lebih banyak latihan soal siswa akan semakin senang”. (Sumber wawancara: Ibu Alfiyah BA selaku guru matematika kelas XI program IPA SMA 1 Bae Kudus pada 12 Juni 2012)

Pernyataan ibu Alfiyah di atas diperkuat oleh salah satu guru yang tidak

mau di ketahui identitasnya di SMA 1 Bae Kudus ini menyatakan bahwa

beliau baru tahu adanya gaya belajar siswa yang harus diperhatikan oleh

seorang guru dan selama beliau bekerja di SMA 1 Bae Kudus ini belum ada

tes maupun angket yang mengarah ke gaya belajar siswa. Beliau ini juga

mengajar suatu mata pelajaran di kelas IPA, beliau mengutarakan bahwa

kelas IPA memang lebih senang mengerjakan sesuatu secara konkrit

seperti ujicoba di lab dan mempraktikkan apa yang mereka amati dari

pada guru menjelaskan ceramah di depan kelas.

Berdasarkan hasil wawancara juga disampaikan oleh guru

matematika kelas XI SMA 1 Bae Kudus pada program IPS sebagai berikut:

“Untuk kebiasaan yang dilakukan anak IPS sering rame di kelas pada saat proses belajar mengajar mata pelajaran saya. Mereka cenderung banyak bicara daripada mendengarkan penjelasan saya. Anak IPS lebih sering melamun dan maen hp smsan dengan sesama teman saat pelajaran berlangsung. Saya sering menasehati mereka dengan lelucon supaya mereka tidak takut dengan saya. Kalau masalah gaya belajar, menurut saya sejauh yang saya amati untuk anak kelas IPS ini mereka banyak melihat dan berpikir secara teoritis, mereka lebih senang dengan hafalan daripada hitung menghitung. Untuk memenuhi gaya belajar mereka saya menggunakan lebih banyak kata-kata ketimbang saya menampilkan rumus dalam slide power point saya supaya mereka mengerti apa yang saya sampaikan. Kalau tidak saya jelaskan saya membentuk kelompok dan mereka presentasi di depan kelas dengan bahasa mereka sendiri-sendiri jadi ini memungkinkan untuk mereka lebih mengerti dan memahami materi yang dipelajari. Menurut saya dengan sesama teman yang menjelaskan

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

32

presentasi di depan kelas akan menambah rasa keaktifan yang ada dalam diri siswa dengan cara bertanya”. (Sumber wawancara ibu Hj.Sutiah selaku guru matematika program IPS)

Keanekaragaman gaya belajar pada siswa perlu diketahui pada awal

permulaan memasuki lembaga pendidikan, dengan adanya mengetahui

gaya belajar yang ada maka dapat mempermudah belajar pada siswa dan

guru pun bisa menggunakan metode yang tepat untuk mengkombinasikan

dengan berbagai gaya belajar yang dimiliki oleh setiap masing-masing

siswa. Pebelajar akan dapat belajar yang baik dan hasil belajar baik,apabila

ia mengerti gaya belajarnya dan akan menerapkan pembelajaran dengan

mudah dan tepat.

2. Pembahasan Angket

Pada penelitian ini untuk menguji keabsahan angket gaya belajar

digunakan uji coba validitas item dan reliabilitas instrumen Learning Style

Inventory (LSI) dilakukan pada 30 mahasiswa UKSW Salatiga. Hasil uji coba

validitas item dan reliabilitas instrument LSI ditunjukkan pada tabel

sebagai berikut:

1). Validitas

Mengukur validitas item instrumen menggunakan rumus statistik

Corrected Item-Total Correlation dengan bantuan SPSS 16 for windows.

Hasil uji validitas item instrumen ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Validitas Aspek Concrete Experience (CE)

No item Corrected Item-Total Keterangan

CE1 .702 Valid

CE2 .709 Valid

CE3 .688 Valid

CE4 .799 Valid

CE5 .394 Valid

CE6 .415 Valid

CE7 .760 Valid

CE8 .648 Valid

CE9 .925 Valid

CE10 .803 Valid

CE11 .786 Valid

CE12 .728 Valid

Pada tabel 4.2 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya

belajar CE1 sampai CE12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang

ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.394 – 0.925.

Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

33

antara 0.394 – 0.925 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien

0.394 dan validitas sempurna untuk koefisien 0.925

Tabel 4.3 Hasil Uji Coba Validitas

Aspek Reflective Observation (RO)

No item Corrected Item-Total Keterangan

RO1 .701 Valid

RO2 .595 Valid

RO3 .467 Valid

RO4 .466 Valid

RO5 .252 Valid

RO6 .218 Valid

RO7 .643 Valid

RO8 .476 Valid

RO9 .815 Valid

RO10 .717 Valid

RO11 .730 Valid

RO12 .785 Valid

Pada Tabel 4.3 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya

belajar RO1 sampai RO12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang

ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.218 – 0.815.

Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas

antara 0.218 – 0.815 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien

0.218 dan validitas sempurna untuk koefisien 0.815.

Tabel 4.4 Hasil Uji Coba Validitas

Aspek Abstract Conceptualization (AC)

No item Corrected Item-Total Keterangan

AC1 .457 Valid

AC2 .299 Valid

AC3 .287 Valid

AC4 .356 Valid

AC5 .447 Valid

AC6 .344 Valid

AC7 .776 Valid

AC8 .684 Valid

AC9 .710 Valid

AC10 .634 Valid

AC11 .606 Valid

AC12 .768 Valid

Pada Tabel 4.4 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya

belajar AC1 sampai AC12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang

ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.287 – 0.776.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

34

Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas

antara 0.287 – 0.776 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien

0.287 dan validitas tinggi untuk koefisien 0.776.

Tabel 4.5 Hasil Uji Coba Validitas

Aspek Active Experimentation (AE)

No item Corrected Item-Total Keterangan

AE1 .612 Valid

AE2 .496 Valid

AE3 .530 Valid

AE4 .300 Valid

AE5 .499 Valid

AE6 .547 Valid

AE7 .486 Valid

AE8 .644 Valid

AE9 .505 Valid

AE10 .765 Valid

AE11 .653 Valid

AE12 .593 Valid

Pada Tabel 4.5 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya

belajar AE1 sampai AE12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang

ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.300 – 0.765.

Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas

antara 0.300 – 0.765 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien

0.300 dan validitas tinggi untuk koefisien 0.765.

2). Reliabilitas

Mengukur Reliabilitas digunakan teknik Cronbach’s Alpha dengan bantuan

program SPSS 16 for windows. Hasil uji reliabilitas instrumen model gaya

belajar ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hasil Uji Coba Reliabilitas

Instrumen Gaya Belajar

Sub Konsep Alpha Cronbach Keterangan

CE 0.928 Diterima

RO 0.879 Diterima

AC 0.858 Diterima

AE 0.868 Diterima

Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa nilai Alpha Cronbach CE 0.928, RO 0.879, AC

0.858, AE 0.868. Seluruh instrumen berada pada tingkat diterima yang

berarti instrumen reliabel.

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

35

C. Hasil Pengukuran Variabel

1. Analisis Deskriptif

Gambaran statistik deskriptif variabel dalam penelitian ini disajikan

pada Tabel 4.7 sampai 4.8 dengan bantuan SPSS 16 for windows.

Rangkuman variabel gaya belajar (X1) disajikan pada Tabel 4.7 dan Tabel

4.8 yang berisi unsur pembentuk tipe gaya belajar dalam kuadran belajar

berpengalaman menurut Kolb.

Tabel 4.7 Statistik deskriptif variabel gaya belajar program IPA

Unsur-unsur gaya belajar Mean Standar Deviasi

Rentang Skor

Min Max

CE (Concrete Experience) 30.28 9.317 8 12 44

RO (Reflective Observation) 34.75 6.891 8 15 48

AC (Abstract Conceptualitation)

36.07 5.829 8 15 48

AE (Active Experimentation) 35.35 5.780 9 13 47

Tampak pada Tabel 4.7 pada program IPA rerata tertinggi pada AE (Active

Experimentation) sebesar 35.35 dengan simpangan baku 5.780. Data

tersebar pada rentang skor 9 dengan skor terendah 13 dan skor tertinggi

47. Rerata skor terendah pada CE (Concrete Experience) sebesar 30.28

dengan simpangan baku 9.317. Data tersebar pada rentang skor 8 dengan

skor terendah 12 dan skor tertinggi 44.

Tabel 4.8 Statistik deskriptif variabel gaya belajar program IPS

Unsur-unsur gaya belajar Mean Standar Deviasi

Rentang Skor

Min Max

CE (Concrete Experience) 31.59 7.394 9 12 46

RO (Reflective Observation) 33.15 6.616 8 16 48

AC (Abstract Conceptualitation)

33.42 6.654 8 15 48

AE (Active Experimentation) 33.90 7.766 9 13 47

Terlihat bahwa pada Tabel 4.8 pada program IPS rerata tertinggi pada AE

(Active Experimentation) sebesar 33.90 dengan simpangan baku 7.766.

Data tersebar pada rentang skor 9 dengan skor terendah 13 dan skor

tertinggi 47. Rerata skor terendah pada CE (Concrete Experience) sebesar

31.59 dengan simpangan baku 7.394. Data tersebar pada rentang skor 9

dengan skor terendah 12 dan skor tertinggi 46.

a. Klasifikasi Gaya Belajar Siswa Program IPA dan IPS

Berdasarkan hasil pengolahan data, seperti yang dijelaskan bahwa gaya

belajar tidak didominasi oleh keempat model gaya belajar Kolb tetapi

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

36

perpaduan keempatnya kemudian membentuk empat kuadran yaitu: gaya

belajar Diverger perpaduan concrete experience dan reflective observation

pada kuadran I, gaya belajar Assimilator perpaduan reflective observation

dan abstract conceptualitation pada kuadran II, gaya belajar Converger

perpaduan active experimentation dan abstract conceptualitation pada

kuadran III, gaya belajar Accomodator perpaduan concrete experience dan

active experimentation pada kuadran IV. Klasifikasinya sebagai berikut:

Tabel 4.9 Klasifikasi Gaya Belajar program IPA dan IPS

Gaya Belajar Kuadran IPA IPS Total

Diverger I 25 21 46

Assimilator II 11 13 24

Converger III 9 6 15

Accomodator IV 19 12 31

Total 64 52 116

Pada Tabel 4.9 diatas tampak siswa program IPA pada kuadran I

ditempati oleh 25 orang siswa bertipe gaya belajar Diverger yang

menggunakan perpaduan belajar concrete experience dan reflective

observation. Pada kuadran II ditempati oleh 11 orang siswa bertipe gaya

belajar Assimilator yang menggunakan perpaduan belajar reflective

observation dan active experimentation. Pada kuadran III ditempati oleh 9

orang siswa bertipe gaya belajar Converger yang menggunakan perpaduan

belajar active experimentation dan abstract conceptualization. Pada

kuadran IV ditempati oleh 19 orang siswa bertipe gaya belajar

Accomodator yang menggunakan perpaduan belajar concrete experience

dan active experimentation. Berdasarkan tabel yang disajikan terlihat

bahwa siswa kelas IPA berada pada gaya belajar Diverger pada kuadran I

dan Accomodator pada kuadran IV, sehingga kecenderungan gaya belajar

siswa kelas IPA adalah Diverger dan Accomodator. Pada Tabel 4.9 diatas

tampak siswa program IPS pada kuadran I ditempati oleh 21 orang siswa

bertipe gaya belajar Diverger yang menggunakan perpaduan belajar

concrete experience dan reflective observation. Pada kuadran II ditempati

oleh 13 orang siswa bertipe gaya belajar Assimilator yang menggunakan

perpaduan belajar reflective observation dan active experimentation. Pada

kuadran III ditempati oleh 6 orang siswa bertipe gaya belajar Converger

yang menggunakan perpaduan belajar active experimentation dan abstract

conceptualization. Pada kuadran IV ditempati oleh 12 orang siswa bertipe

gaya belajar Accomodator yang menggunakan perpaduan belajar concrete

experience dan active experimentation. Berdasarkan tabel yang disajikan

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

37

terlihat bahwa siswa kelas IPS berada pada gaya belajar Diverger pada

kuadran I dan Assimilator pada kuadran II, sehingga kecenderungan gaya

belajar kelas IPS berada pada gaya belajar Diverger dan Assimilator.

b. Interval Variabel

Menentukan interval mengacu pada Sugiyono (2010) pada setiap

variabel gaya belajar (diverger, assimilator, converger, dan accomodator)

dilakukan untuk menentukan seberapa derajat kategori pada setiap

variabel dan menghasilkan perbedaan derajat kategori pada sampel

penelitian dalam hal ini adalah siswa program IPA dan IPS di SMA 1 Bae

Kudus dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Berdasarkan pengolahan data didapati bahwa skor tertinggi dan skor

terendah masing-masing variabel gaya belajar pada siswa program IPA dan

IPS menunjukkan nilai skor yang sama pada setiap variabel gaya belajar

yang menghasilkan nilai interval yang sama pula. Hasil analisis deskriptif

setiap variabel gaya belajar penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4.10

sampai Tabel 4.13 sebagai berikut:

Tabel 4.10 Kategori Variabel Gaya Belajar Diverger IPA dan IPS

No Kategori Rentang Skor IPA IPS

F % F %

1 Sangat Tinggi 95 – 82 9 14 6 12

2 Tinggi 81 – 68 35 55 20 38

3 Sedang 67 – 54 16 25 19 37

4 Rendah 53 – 40 3 4 6 11

5 Sangat Rendah 39 – 26 1 2 1 2

Jumlah 64 100 52 100

Pada Tabel 4.10 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar

diverger program IPA berada pada kategori tinggi (55%) dan program IPS

pada kategori tinggi (38%).

Tabel 4.11 Kategori Variabel Gaya Belajar Assimilator IPA dan IPS

No Kategori Rentang Skor IPA IPS

F % F %

1 Sangat Tinggi 96 – 83 8 12 6 11

2 Tinggi 82 – 69 34 53 16 32

3 Sedang 68 – 55 17 27 22 42

4 Rendah 54 – 41 4 6 7 13

5 Sangat Rendah 40 – 27 1 2 1 2

Jumlah 64 100 52 100

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

38

Pada Tabel 4.11 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar

assimilator program IPA berada pada kategori tinggi (53%) dan program

IPS pada kategori sedang (42%).

Tabel 4.12 Kategori Variabel Gaya Belajar Converger IPA dan IPS

No Kategori Rentang Skor IPA IPS

F % F %

1 Sangat Tinggi 95 – 82 8 12 6 12

2 Tinggi 81 – 68 34 53 22 42

3 Sedang 67 – 54 21 33 15 29

4 Rendah 53 – 40 0 0 8 15

5 Sangat Rendah 39 – 26 1 2 1 2

Jumlah 64 100 52 100

Pada Tabel 4.12 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar

converger program IPA berada pada kategori tinggi (53%) dan program IPS

pada kategori tinggi (42%).

Tabel 4.13 Kategori Variabel Gaya Belajar Accomodator IPA dan IPS

No Kategori Rentang Skor IPA IPS

F % F %

1 Sangat Tinggi 91 – 79 8 12 9 17

2 Tinggi 78 – 66 31 48 17 33

3 Sedang 65 – 53 11 18 18 35

4 Rendah 52 – 40 13 20 7 13

5 Sangat Rendah 39 – 27 1 2 1 2

Jumlah 64 100 52

Pada Tabel 4.13 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar

accommodator program IPA berada pada kategori tinggi (48%) dan

program IPS berada pada kategori sedang (35%).

c. Prosentase Gaya Belajar Program IPA dan IPS

Berdasarkan hasil pengolahan data, siswa kelas XI program IPA dan IPS

yang berada pada SMA 1 Bae Kudus memiliki gaya belajar yang bermacam-

macam. Berikut ini prosentase gaya belajar kelas XI program IPA dan IPS.

Tabel 4.14 Prosentase Persebaran Gaya Belajar

program IPA dan IPS

Gaya Belajar IPA (f) % IPA IPS (f) % IPS

Diverger 25 39,06 21 40,39

Assimilator 11 17,19 13 25,00

Converger 9 14.06 6 11,54

Accomodator 19 29,69 12 23.07

Total 64 100 52 100

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

39

Pada Tabel 4.14 tampak sebagian siswa program IPA dan IPS

kecenderungan bergaya belajar Diverger (39,06% dan 40,39%) yaitu

kecenderungan siswa belajar melalui pengalaman konkrit yang

mengutamakan perasaan dan observasi reflektif yang mengutamakan

pengamatan untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming) dan

kecenderungan bergaya belajar Accomodator (29,69% dan 23,07%) yaitu

kecenderungan siswa belajar melalui pengalaman konkrit yang

mengutamakan perasaan dan eksperimentasi aktif yang diutamakan

berbuat dan bertindak sehingga mendapat kemampuan belajar yang baik

dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Terdapat pula

sebagian kecil siswa memiliki kecenderungan bergaya belajar Assimilator

(17,19% dan 25%) yaitu kecenderungan siswa belajar melalui

konseptualisasi abstrak yang diutamakan adalah pikiran dan observasi

reflektif sehingga dapat memahami berbagai sajian informasi serta

merangkumnya dalam suatu format yang logis serta jelas dan

kecenderungan bergaya belajar Converger (14,06% dan 11,54%) yaitu

kecenderungan siswa belajar melalui konseptualisasi abstrak yang

diutamakan adalah pikiran dan eksperimentasi aktif yang diutamakan

berbuat dan bertindak dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide

dan teori. Berdasarkan pengolahan data, maka prosentase dapat diperjelas

dengan diagram lingkaran sebagai berikut untuk program IPA dan IPS.

Gambar 4.1 Diagram Prosentase Gaya Belajar

Program IPA

Pada Gambar 4.1 diketahui bahwa pada kelas program IPA, siswa kelas XI

lebih banyak bergaya belajar Diverger (39%) dan Accomodator (30%). Gaya

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

40

belajar yang paling sedikit dimiliki oleh siswa adalah gaya belajar

Converger (14%).

Gambar 4.2 Diagram Prosentase Gaya Belajar

Program IPS

Pada Gambar 4.2 diketahui bahwa pada kelas program IPS, siswa kelas XI

lebih banyak bergaya belajar Diverger (46%) dan Assimilator (23%). Gaya

belajar yang paling sedikit dimiliki oleh siswa adalah gaya belajar

Converger (10%).

D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa sejumlah 116 siswa kelas

XI SMA 1 Bae Kudus yang terdiri dari siswa kelas program IPA sebanyak 64

orang siswa dan siswa kelas program IPS sebanyak 52 orang siswa yang

telah dilibatkan dalam penelitian ini. Data untuk gaya belajar

menggunakan instrumen berupa angket belajar KLSI (Kolb Learning Style

Instrument) yang di adaptasi dari Supeno (2003) dan untuk memperkuat

data yang didapati, maka dilakukan wawancara dengan guru dan waka

kurikulum di SMA 1 Bae Kudus ini.

Pada siswa kelas XI program IPA maupun IPS di SMA 1 Bae Kudus,

secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran di kelas program IPA dan

IPS adalah hampir sama baik secara kurikulum yang digunakan, metode

pembelajaran maupun cara penjurusan program yang dilakukan. Siswa

yang berada pada kelas program IPA ini adalah siswa yang menyukai ilmu-

ilmu eksak dan hitung menghitung seperti mata pelajaran matematika,

fisika, biologi dan kimia sedangkan siswa yang berada pada kelas program

IPS adalah siswa yang menyukai hafalan secara teoritis seperti mata

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

41

pelajaran ekonomi, sejarah, tata negara, anthropologi. Salah satu hal

menarik yang terdapat di kelas XI program IPA maupun IPS ini adalah

adanya gaya belajar setiap anak yang berbeda dan bermacam-macam,

secara tidak langsung dan tidak tersadari oleh setiap anak bahwa setiap

individu mempunyai gaya belajar tersendiri yang mengantarkan informasi

yang sampai kepada otak mereka yang selanjutnya akan diolah sesuai

pemahaman mereka masing-masing.

Siswa kelas XI pada program IPA menekankan pada cara melihat situasi

konkrit yang dilakukan pada saat dikelas maupun di laboratorium dengan

pendekatan mengamati dengan perasaan (feeling and watching) dan

melibatkan dirinya sendiri untuk melakukan pengalaman yang baru

(feeling and doing). Pada saat guru mengajar siswa IPA cenderung lebih

aktif dalam proses belajar mengajar, mempunyai kebiasaan gaya belajar

untuk membuktikan hal baru yang belum pernah dipelajari dengan cara

mengamati terlebih dahulu apa yang dipelajarinya setelah itu melibatkan

dirinya sendiri dalam pengalaman pembuktian itu. Kebiasaan seperti ini

misalnya dalam mata pelajaran yang membutuhkan praktek konkrit di

laboratorium yang harus mempraktekkan dan membuktikan secara konkrit

untuk menemukan hasil dari praktek tersebut dan mata pelajaran yang

menekankan terhadap suatu pembuktian-pembuktian yang harus

dibuktikan seperti mata pelajaran matematika yang membuktikan suatu

teori dan harus dipecahkan oleh siswa untuk menemukan hasilnya, siswa

IPA terbiasa dengan hal-hal yang setiap harinya di sekolah menunjukkan

kebiasaan yang menekankan pelibatan diri siswa terhadap sesuatu yang

konkrit yang harus dilakukan sendiri oleh siswa tersebut, sedangkan siswa

kelas XI program IPS menekankan pada cara berpikir teoritis (thinking and

watching) atau merangkum sesuatu pada yang mereka amati menjadi

serta mengembangkan teori atau ide untuk menyelesaikan masalahnya

dengan kata-kata dan bahasa mereka sendiri dengan mengumpulkan

berbagai informasi (feeling and watching).

Berdasarkan model gaya belajar Kolb, siswa IPA tergolong lebih

dominan dengan pendekatan feeling and watching yang berarti kombinasi

dari concrete experience and reflective observation yang membentuk suatu

gaya belajar yang disebut gaya belajar Diverger dan pendekatan feeling

and doing yang berarti kombinasi dari concrete experience and active

eksperimentation yang membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya

belajar Accomodator dengan gaya belajar ini siswa lebih paham untuk

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

42

menyerap pelajaran yang ada di kelas, sedangkan siswa IPS dalam hal

belajar dominan melakukan pendekatan secara feeling and watching yang

berarti kombinasi dari concrete experience dan reflective observation yang

membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya belajar Diverger dan

pendekatan thinking and watching yang berarti kombinasi dari abstract

conceptualization dan reflective observation yang membentuk suatu gaya

belajar yang disebut gaya belajar Assimilator. Kecenderungan gaya belajar

siswa IPA adalah gaya belajar Diverger dan Accomodator, sedangkan

kecenderungan gaya belajar siswa IPS adalah gaya belajar Diverger dan

Assimilator. Hasil wawancara dan pengamatan yang dipaparkan diperjelas

oleh angket yang dibagikan kepada siswa atau responden untuk

mengetahui jenis gaya belajar yang terdapat pada program IPA dan IPS.

Hasil analisis deskriptif dari 116 orang siswa, untuk program IPA dari 64

responden yang mempunyai kecenderungan gaya belajar Diverger

sebanyak 25 orang siswa dengan prosentase 39.06%, kecenderungan gaya

belajar Assimilator sebanyak 11 orang siswa dengan prosentase 17.19%,

kecenderungan gaya belajar Converger sebanyak 9 orang siswa dengan

prosentase 14.06%, kecenderungan gaya belajar Accomodator sebanyak

19 orang siswa dengan prosentase 29.69%, sedangkan untuk program IPS

dari 52 responden yang mempunyai kecenderungan gaya belajar Diverger

sebanyak 21 orang dengan prosentase 40.39%, kecenderungan gaya

belajar Assimilator sebanyak 13 orang siswa dengan prosentase 25%,

kecenderungan gaya belajar Converger sebanyak 6 orang siswa dengan

prosentase 11.54%, kecenderungan gaya belajar Accomodator sebanyak

12 orang siswa dengan prosentase 23.07%. Kecenderungan gaya belajar

pada siswa program IPA adalah Diverger dan Accomodator, sedangkan

kecenderungan gaya belajar pada siswa program IPS adalah Diverger dan

Assimilator.

Gaya Diverger, Assimilator, Converger, Accomodator menunjukkan

kategori tingkat derajat kategori sesuai interval variabel masing-masing.

Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa gaya belajar diverger

siswa program IPA mempunyai kategori tinggi dengan prosentase 55% dan

siswa program IPS mempunyai kategori tinggi dengan prosentase 38%.

Semakin besar cara siswa belajar menggunakan perasaan dan pengamatan

maka gaya belajar siswa cenderung Diverger, siswa IPA dan IPS sama-sama

melakukan cara belajar dengan penekanan perasaan dan pengamatan.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2593/5/TI_202008086_BAB IV.pdf · Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI

43

Pada gaya belajar assimilator siswa program IPA mempunyai kategori

tinggi sebesar 53% dan siswa program IPS mempunyai kategori sedang

sebesar 42%. Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan

berpikir dan mengamati maka siswa tersebut cenderung Assimilator.

Kecenderungan berpikir dan mengamati kelas IPA lebih banyak daripada

IPS.

Siswa IPA gaya belajar converger siswa IPA mempunyai kategori tinggi

sebesar 53% dan siswa program IPS mempunyai kategori tinggi sebesar

42%. Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan berpikir dan

bertindak maka siswa tersebut cenderung Converger. Kecenderungan

berpikir dan bertindak kelas IPA lebih banyak daripada IPS

Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan perasaan dan

tindakan maka siswa tersebut cenderung Accomodator. Pada gaya belajar

accommodator siswa program IPA mempunyai kategori tinggi sebesar 48%

dan siswa program IPS mempunyai kategori sedang sebesar 35%.

Kecenderungan perasaan dan tindakan kelas IPA lebih banyak daripada

IPS.

Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Sari (2005) menemukan bahwa kecenderungan siswa IPS

bergaya belajar Diverger dan Assimilator dan temuan Sulistyaningrum

(2010) menemukan bahwa kecenderungan siswa IPA bergaya belajar

Diverger dan Accomodator, sedangkan kecenderungan siswa IPS bergaya

belajar Diverger dan Assimilator.

Hasil diatas senada dengan pernyataan Kolb (1984) yang

menyatakan bahwa dalam penelitiannya Undergarduate College Major

menunjukkan jurusan yang dianut oleh individu mempengaruhi kebiasaan

gaya belajar yang ditunjukkan oleh individu tersebut. Terdapat adanya

kecocokan gaya belajar dengan spesialisasi pendekatan tertentu, gaya

belajar Diverger (perasaan dan pengamatan) lebih cocok dengan bidang

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau psikologi, gaya belajar Assimilator

(pengamatan dan berpikir) lebih cocok dengan bidang Sains atau Ilmu

Pengetahuan Alam seperti kimia, matematika, fisika.