bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Persiapan Penelitian
Sebelum turun ke lapangan penelitian, peneliti terlebih dahulu
mengurus surat ijin penelitian kepada Fakultas. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar memudahkan peneliti mengambil data yang
akan diolah. Peneliti tiba di Kabupaten Manokwari pada tanggal 10
Maret 2013. Pada tanggal 11 Maret peneliti mendatangi rumah key
informan penelitian. Key informan merupakan kepala suku di Distrik
Kebar. Dalam pertemuan tersebut penelitian menyampaikan
maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti.
Peneliti mengurus ijin penelitian ke kantor Dinas Kesehatan
Kabupaten Manokwari melalui Badan Kesatuan Bangsa Dan
Linmas tanggal 12 Maret 2013. Perijinan penelitian ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu prosedur penelitian daerah
yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah. Setelah surat ijin
penelitian tersebut dikeluarkan oleh Dinas Badan Kesatuan Bangsa
Dan Linmas setempat, key informan dan peneliti mulai merancang
strategi untuk menuju tempat penelitian dan berjumpa dengan para
partisipan.
Key informan mempelajari kriteria partisipan yang dibutuhkan
oleh peneliti dan membantu mencari riset partisipan yang tepat
sebagai partisipan penelitian. Peneliti melakukan observasi selama
3 hari ke setiap calon riset partisipan pada tanggal 15-17 Maret
2013. Observasi dilakukan setiap pagi hingga sore hari dengan
membina hubungan saling percaya antara peneliti dan calon riset
partisipan. Dari hasil observasi yang dilakukan selama 3 hari,
peneliti menemukan 4 orang ibu sesuai dengan karakteristik riset
partisipan yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
4.1.2 Profil Daerah Penelitian
Kabupaten Manokwari merupakan salah satu Kabupaten di
provinsi Papua Barat, yang terletak pada 0,015° - 3,025° lintang
selatan dan 132,035° - 134,045° bujur timur dengan luas wilayah
37.901 km2. Manokwari memiliki 29 kecamatan, 414 kampung, dan
9 kelurahan dengan jumlah penduduk 154.421 jiwa (Manokwari
dalam Angka 2010, BPS kab. Manokwari). Jumlah ini mencakup
para pendatang dari luar Papua, yaitu para pegawai pemerintah,
anggota TNI, anggota Misi Gereja, dan para pedagang. Seluruh
penduduk tersebut tersebar di delapan kampung. Jumlah setiap
kampungnya sangat bervariasi dan pola perkampungannya pun
sangat bervariasi. Ada kalanya satu kampung didiami oleh ratusan
penduduk, namun di sisi lain, bisa juga ditemukan kampung yang
penghuninya hanya 10-15 rumah tangga.
Topografi Kabupaten Manokwari dari wilayah datar hingga
bergelombang (gunung). Kondisi geografis yang bergunung-
gunung, yang menjadi modal transportasi yang dapat digunakan
untuk mencapai kebar adalah pesawat udara dan mobil ranger.
Saat ini terdapat beberapa perusahaan penerbangan yang
melayani rute Manokwari-Kebar. Namun, hanya satu perusahaan
penerbangan yang dapat melayani secara reguler dengan jadwal
tiga kali penerbangan per minggu. Jadwal peberbangan tersebut
pun sangat bergantung pada cuaca sepanjang rute penerbangan.
Untuk mengoperasikan rute atau perjalanan udara baik dari
Manokwari ke kebar atau pun ke distrik-distrik lain, koordinasi
pemantauan cuaca harus dilakukan terus-menerus oleh masing-
masing operator penerbangan di setiap lokasi. Maka, besar
kemungkinan jadwal penerbangan harus dibatalkan secara tiba-tiba
karena alasan cuaca. Dari pengalaman penelitu harus meninggu
selama 7 hari tinggal di Kebar, pernah terjadi selama dua minggu
penuh tidak ada satu pun pesawat yang bisa masuk ke Kebarl
karena cuaca buruk.
Terdapat dua jenis pesawat yang dapat digunakan secara
reguler untuk mencapai disktik Kebar, yaitu jenis Dash-7 dan jenis
Cesna. Ongkos penerbangan dari Manokwari ke Kebar terbilang
mahal. Untuk penerbangan reguler, harga tiket untuk setiap
penumpang berkisar antara Rp 1.250.000,00 sampai Rp
2.000.000,00 per orang, sedangkan ongkos dengan menggunakan
ranger adalah Rp 800.000,00 sampai Rp 1.300.000,00 tergantung
banyaknya penumpang dan barang. Harga yang diberlakukan untuk
rute ini adalah harga carter pesawat, yaitu berkisar antara Rp
24.000.000,00 sampai Rp 36.000.000,00. Hal ini tentu saja
berimplikasi terhadap banyak hal, salah satunya adalah pada harga
barang kebutuhan sehari-hari. Harga barang-barang di wilayah
Kebar bisa dikatakan luar biasa mahal.
4.1.3 Agama
Dari data yang ada di kantor Distrik Kebar, 80% penduduk di
daerah ini beragama Kristen Protestan dan Islam. Penduduk yang
beragama Kristen Protestan dan Islam mayoritas adalah para
pendatang yang berasal dari Toraja, Buton, Jawa, dan sebagainya.
Hal itu terlihat dengan jelas dalam kegiatan-kegiatan ibadah di
gereja atau masjid. Ada berbagai kegiatan keagamaan yang diikuti
oleh warga jemaat dari setiap kampung. Kegiatan itu berupa
kebaktian keluarga, penelaahan Alkitab. Kunjungan-kunjungan
keluarga biasanya dilakukan oleh para penginjil. Kunjungan
tersebut untuk memberikan pembinaan kerohanian dan masalah
kerukunan dalam rumah tangga. Kegiatan sekolah minggu
diadakan setiap Minggu pagi untuk anakanak di bawah usia 10
tahun. Biasanya dibina oleh seorang guru agama atau warga
anggota gereja yang telah dibina dan dilantik oleh pimpinan gereja
atau jemaat dan pendeta sebelum melaksanakan pekerjaannya.
Kegiatan kaum remaja dan pemuda biasanya dibina langsung oleh
pendeta atau guru agama. Kegiatan ini berupa penelaahan Alkitab,
pembinaan mental dan spiritual, serta berbagai masalah yang
dihadapi oleh kaum remaja dan pemuda. Mereka mengemukakan
masalah pribadi atau keadaan dalam kehidupan keluarga mereka
kepada pendeta atau guru agama agar mendapatkan nasihat dan
pemecahan masalah. Kegiatan serupa diikuti oleh kaum ibu dan
remaja putri.
4.1.4 Pendidikan
Jumlah gedung sekolah di distrik Kebar masih terbatas, yang
hanya memiliki 1 gedung sekolah dasar (SD), dan ketika tamat dari
SD untuk lanjut ke SLTP harus ke Manokwari karena di distrik
Kebar tidak ada sekolah tersebut. Hanya sebagian dari anak-anak
mereka yang melanjutkan. Minimnya kesadaran dari pentingnya
pendidikan, dibuktikan dengan ada beberapa orang tua yang
mengatakan kepada peneliti bahwa dengan bersekolah anak hanya
menghabiskan banyak uang dan tidak mendatangkan penghasilan
bagi dirinya sendiri, sehingga ia wajib menginfestasikan waktunya
untuk berkebun dan berburu demi masa depannya dan keluarga.
Keterbatasan ekonomi bukan menjadi alasan bagi mereka yang
mau bersekolah, karena sekarang ini pemerintah begitu
memperhatikan dunia pendidikan dengan adanya dana BOS
(bantuan Operasional sekolah) yang memberikan harapan bagi
mereka yang ekonominya terbatas. Pemerintah melakukannya
dengan tujuan untuk bisa memfasilitasi, namun keputusan berada
ditangan orang tua dan motivasi anak untuk mau bersekolah.
Hanya ada sebagian keluarga yang begitu peduli dengan
pendidikan anak-anak, mereka akan melakukan apa saja asalkan
anak-anaknya tetap bersekolah seperti: menjual hasil kebun,
menjual hasil buruan, menjadi ojek asalkan mencukupkan
kebutuhan sekolah anak. mereka berharap bahwa anak-anak akan
menjadi seseorang yang mampu mengangkat nama keluarga
sehingga mereka dianggap berhasil.
4.1.5 Sosial Ekonomi
Kehidupan ekonomi penduduk masyarakat kebar berupa
pertanian dalam bentuk kebun-kebun atau ladang-ladang.
Masyarakat Kebar berladang dengan cara berpindah-pindah di atas
tanah yang berada di bawah hak ulayat. Tata susunan tanah di
daerah ini terdiri atas campuran pasir, tanah liat, kapur, dan kerikil
sehingga tidak mudah untuk dikerjakan. Oleh karena itu, penduduk
cenderung membuat ladang di sepanjang sungai dengan cara
berpindah-pindah. Hal ini menyebabkan satu keluarga dapat
memiliki 1-2 buah kebun yang merupakan tanah hak ulayat yang
letaknya bisa berjauhan. Alat yang digunakan untuk bercocok
tanam dengan cara ini sangat sederhana, yaitu kayu atau tongkat
tunggal, kapak besi, dan golok. Orang Kebar mengenal dua cara
berladang, yaitu mengelola tanah dan membuat kebun pribadi.
Terdapat beberapa jenis tanaman yang ditanam di ladang-ladang
mereka, yaitu keladi, batatas, talas. Selain itu, saat ini masyarakat
Kebar juga mulai menanam beberapa jenis tanaman lain seperti
kacang merah, kedelai, wortel, kubis dan tomat. Jenis tanaman
tersebut ditanam bersama-sama di ladang atau dalam tanah petak.
Tanaman ini biasanya dijual atau ditukar dengan barang-barang
kebutuhan dapur, seperti garam, gula, dan sebagainya. Selain
untuk dijual, tanaman-tanaman ini juga sering digunakan untuk
kebutuhan keluarga atau memberi makan babi. Peternakan adalah
usaha yang terbatas di daerah masyarakat Kebar. Pemeliharaan
ternak, seperti ayam, kambing, itik, dan lain-lain sangat jarang
ditemukan. Jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh orang
Kebar adalah babi. Binatang ini memiliki fungsi yang sangat penting
bagi orang Papua.
4.2 Layanan Kesehatan
4.2.1 Gambaran Kesehatan Ibu dan Anak di Kebar
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kebar adalah sebuah
masalah tersendiri. Di sini pelayanan kesehatan kembali harus
berhadapan dengan beberapa permasalahan yang melingkupinya.
Faktor alam dan kondisi geografi muncul sebagai permasalahan
utama. Beberapa kampung di daerah Kebar masih sulit di jangkau
karena letaknya yang jauh dengan medan yang bergunung-gunung
ditambah lagi dengan jalan yang belum diaspal dan masih berbatu-
batu dan dipenuhi hutan alang-alang. Untuk dapat mencapai
kampung tersebut hanya bisa dilakukan dengan jalan kaki berjam-
jam atau dengan mengunakan mobil berjenis double gardan.
Permasalahan biaya kemudian juga menjadi sebuah polemik yang
mengikuti kendala jarak dan kondisi geografi ini. Sebagai contoh,
untuk satu kali melaksanakan kegiatan posyandu, dana minimal
yang harus dikeluarkan untuk transportasi saja sebesar
Rp1.000.000,00. Biaya tersebut akan menjadi lebih besar apabila
palayanan tidak bisa disalurkan melalui jalur darat atau harus
dilakukan dengan menggunakan jalur udara. Untuk satu kali
pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, biaya yang
dikeluarkan akan menjadi sebesar Rp 24.000.000,00 hanya untuk
transportasi. Sarana kesehatan di Distrik Kebar yaitu 1 buah
puskesmas, 2 buah barak medis, 1 buah pustu. Tenaga kesehatan
yang ada, yaitu 1 orang dokter PTT, 2 orang perawat lulusan SPK,
dan 2 orang bidan. Pelayanan kesehatan dilaksanakan di
puskesmas setiap hari kerja. Kegiatan rutin yang dilakukan berupa
pelayanan pengobatan umum KIA/KB (Posyandu, imunisasi bayi,
dan bumil ANC) yang dilakukan oleh perawat dan bidan, serta
pemberian makanan tambahan setiap sebulan sekali.
Jumlah tenaga medis dan peramedis di puskesmas Kebar
mencukupi jika dibandingkan dengan banyaknya jumlah kampung
yang harus dilayani. Maka seharusnya pelayanan kesehatan dapat
menjangkau seluruh wilayah di Distrik Kebar. Akan tetapi, pada
kenyataannya, jumlah tenaga kesehatan yang sangat besar
tersebut tertumpuk di satu titik saja, yaitu di Manokwari. Akibatnya,
masyarakat terutama ibu-ibu hamil yang tinggal di kampung-
kampung yang jauh dari pusat keramaian Manokwari harus
menempuh perjalanan yang jauh untuk dapat memanfaatkan
pelayanan di sarana kesehatan tersebut. Kadang mereka harus
menempuh jarak selama 8 jam hanya untuk dapat sampai ke rumah
sakit. Pada akhirnya banyak dari mereka yang urung
memanfaatkan sarana-sarana tersebut dan lebih memilih
menggunakan cara adat atau menolong diri sendiri.
4.3 Kebudayaan di Masyarakat Kebar
4.3.1 Karakteristik Rumah
Jumlah penduduk di perkampungan sedikit. Rumah-rumah
mereka di kampung saling berdekatan dan pada umumnya
dibangun membentuk lingkaran. Hal ini berkaitan dengan fungsi
kekerabatan dan penghormatan terhadap rumah adat. Orang Kebar
mengenal dua buah rumah adat penting, yaitu bokam atau rumah
adat pria, dan sukam atau rumah ada wanita. Dalam sebuah
komunitas (iwol) rumah adat pria atau bokam terletak di tengah
perkampungan dan dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk,
sedangkan rumah adat perempuan atau sukam, yang khusus
diperuntukkan bagi wanita yang mendapat haid atau melahirkan
bayi, dibangun di luar daerah perkampungan. Letak sukam
biasanya tidak terlalu jauh dari perkampungan.
Dinding rumah orang Kebar biasanya terbuat dari pohon
pinus, namun ada pula yang dibuat dari ranting atau dahan pohon.
Dinding tersebut dibuat dengan menggunakan papan pinus yang
dibelah kasar, lalu disusun tegak pada rangka yang tegak lurus dan
berbentuk setengah lingkaran. Bagian dalam dan luar diperkuat
dengan 4-5 deret belahan rotan atau ranting pohon yang dipasang
melingkar dan sejajar, dikaitkan pada papan-papan yang tegak
lurus. Dinding dengan bahan ranting atau dahan sebagai bahan
dasarnya, juga dibuat dengan cara menyusunnya seperti dinding
yang terbuat dari papan pinus. Lantai rumah dilapisi kulit batang
nipah atau batang kayu yang dibelah lalu dikupas. Rumah orang
Kebar pada umumnya tidak berjendela, dan hanya ada satu pintu di
bagian depan rumah. Pintu tersebut dibuat kira-kira setengah meter
lebih tinggi daripada lantai, agar penghuninya tidak tampak dari
luar. Di depan pintu dibuatkan tangga untuk keluar masuk rumah.
Rumah di kampung-kampung berupa bangunan berbentuk
persegi dengan pojok-pojok yang dibundarkan. Rumah-rumah
tersebut dibangun di atas panggung setinggi kira-kira satu meter.
Rumah seperti itu hanya memiliki satu ruangan yang digunakan
sebagai tempat berkumpul dan tempat seluruh anggota rumah
tangga tidur, makan, dan menerima tamu. Di tengah ruangan
terdapat dapur (perapian) yang dibuat dengan melubangi lantai
seluas satu meter persegi. Perapian ini dibuat lebih rendah
daripada lantai, sedangkan ruangan di bawahnya digunakan untuk
menyimpan abu.
Orang Kebar membangun dua macam rumah, yaitu rumah
tempat tinggal pria dewasa dan anak laki-laki yang telah menjalani
upacara inisasi (bokam) dan abip atau jingilabip, yaitu rumah
keluarga. Abip terdiri atas 6 bagian yang masing-masing memiliki
fungsi sendiri-sendiri. Di bagian depan dan belakang rumah
terdapat masing-masing sebuah pintu. Pintu depan digunakan oleh
kaum wanita, sedangkan pintu belakang digunakan oleh kaum pria.
Di sekitar pintu masuk untuk kaum wanita terdapat tempat duduk
yang disebut ngumtolka. Wilayah tersebut digunakan oleh para
wanita sebagai tempat duduk, menerima tamu, dan tidur. Wilayah
untuk kaum pria terletak di sisi lain dengan fungsi yang sama.
Wilayah tersebut disebut ngumsipka. Di antara kedua wilayah
tersebut, di sisi kanan dan kiri, terdapat wilayah yang disebut
yakan. Tempat tersebut digunakan untuk menyimpan makanan dan
pakaian. Yakan di sebelah kiri dan kanan ngumtolka adalah tempat
menyimpan pakaian dan peralatan berkebun untuk kaum wanita,
misalnya kantong makanan, dan makanan (batatas atau keladi).
Apabila seorang wanita dikunjungi oleh wanita lain, ia harus
menyajikan makanan dari yakan-nya. Yakan di sisi kiri dan kanan
ngumsipka adalah tempat penyimpanan pakaian kaum pria, alat
bercocok tanam, dan makanan untuk keluarga. Kebutuhan sehari-
hari yaitu batatas, keladi, dan ubi rambat disimpan di bingin ini.
Selain ruang-ruang tersebut, di rumah orang Kebar juga terdapat
kutep, apeng, dan apaksabor. Kutep berada di tengah ruangan, dan
merupakan batas antara ngumsipka dan ngumtolka. Apeng adalah
keempat tiang penyangga yang terdapat pada perapian (angol).
Tiang-tiang itu masing-masing diikat dengan tali-tali (basem) yang
digunakan untuk mengasapi kayu atau daging babi. Tempat para
anggota keluarga untuk duduk mengobrol (yakan) berada di sisi kiri-
kanan tempat perapian. Apsakbor dan okngomon adalah serambi
yang terletak di bagian depan rumah, dan digunakan untuk
menyimpan kayu bakar, alat bercocok tanam, dan kadang-kadang
digunakan sebagai kandang babi.
Selain sebagai tempat tinggal, rumah dalam pandangan
orang Kebar memiliki makna-makna tertentu yang menurut mereka
mempengaruhi kesehatan. Makna-makna itu tersiratkan dari bentuk
rumah. Pertama, pada rumah orang Kebar kita dapat melihat
pembagian ruang yang jelas antara wilayah laki-laki dan
perempuan. Pembagian wilayah antara kaum pria dan wanita dapat
terlihat dengan jelas dari ruang-ruang yang di rumah tersebut. Hal
ini dimaksudkan agar kepentingan kaum pria dan wanita tidak
tercampur, terutama ketika wanita baru saja selesai mengalami
masa menstruasi atau masa melahirkan. Dalam kepercayaan orang
Kebar, ketika wanita sedang berada dalam masa tersebut, mereka
membawa darah kotor yang bisa membawa penyakit kepada
keluarga. Apabila mereka berada di wilayah kaum pria atau wilayah
keluarga, maka penyakit yang mereka bawa akan tertular kepada
anggota keluarga lainnya dan membawa dampak buruk bagi
kesehatan seluruh keluarga.
Selain dimaksudkan untuk menjaga kesehatan keluarga,
pembagian ruang yang jelas antara laki-laki dan perempuan juga
dimaksudkan untuk menghindari fitnah. Dengan cara ini, keutuhan
dan keharmonisan keluarga dapat terjaga. Kedua, hal lain yang
dipercaya orang Kebar berpengaruh pada kesehatan adalah energi-
energi negatif yang berasal dari luar rumah. Dalam hal ini rumah
orang Kebar didesain untuk menghindari efek buruk dalam hal
kesehatan dari energi-energi negatif tersebut. Bagian itu adalah
sektamon atau bagian kolong rumah.
Orang Kebar percaya bahwa angin yang melewati bagian
sektamon dan hawa dingin yang keluar dari tanah dapat
menyebabkan penyakit bagi anggota keluarga yang berada di
atasnya. Oleh karena itu lantai rumah orang Kebar harus dilapisi
dengan kulit kayu dari batang nipah. Hal lain yang dipercaya oleh
orang Kebar yang bermanfaat bagi kesehatan adalah kutep. Kutep
berfungsi untuk memasak, menghangatkan badan, dan sarana
penerangan di dalam rumah orang Kebar. Selain itu kutep memiliki
simbol tersendiri bagi orang Kebar. Tungku melambangkan
kebersamaan dan kekerabatan. Tungku api dan tiang-tiang
penyangganya melambangkan kerja sama dan kebersamaan
komunitas atau keluarga yang ada di tempat itu. Selain sebagai
simbol kebersamaan, tungku api ini juga memiliki arti filosofis dan
perlindungan terhadap roh-roh jahat. Hal inilah yang dipercaya oleh
orang Kebar dapat memberi manfaat bagi kesehatan. Dalam
konsep sehat-sakit orang Kebar, kesehatan juga berarti terbebas
dari gangguan roh-roh jahat. Gangguan roh-roh jahat ini bisa
dihilangkan dengan memanfaatkan kutep. Selain dengan cara
duduk mengelilingi kutep, salah satu cara melindungi diri dari roh
jahat juga dapat dilihat pada bayi yang baru saja lahir. Dalam tradisi
orang Kebar, bayi yang baru lahir harus diolesi abu pada dahinya
untuk melindungi dirinya dari gangguan roh jahat.
Distrik Kebar memiliki udara yang sejuk tetapi tidak sadar
akan kebersihan lingkungan rumah mereka. Sebagian bersar
masyarakatnya tinggal bersama dengan hewan peliharaan mereka
seperti babi yang tinggal di bawah kolong rumah mereka dan sapi
dibelakang rumah. Kotoran-kotoran hewan tersebut tidak pernah
dibersihkan dan dibiarkan mengering. Sehingga mereka sering
terserang penyakit yang disebabkan oleh kotoran-kotoran hewan.
Pemenuhan kamar mandi masih sangat kurang
diperhatikan. Kamar mandi yang tidak beratap kemudian dikelilingi
oleh seng bekas drum aspal dan beralaskan batu-batu, hanya
sekitar 5 rumah dan biasa akan digunakan saat mandi dan BAK,
sedangkan BAB masyarakat langsung menuju ke kali-kali kecil di
hutan. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya MCK bagi keluarga.
4.3.2 Pola Aktivitas Sehari-hari
Waktu untuk beraktivitas dimulai sekitar jam 06.00 WIT,
biasa aktivitas dimulai oleh para ibu, anak perempuan dan
menantu. Mereka akan melakukan aktivitas seperti memasak,
mencuci peralatan dapur dan alat makan yang digunakan semalam,
memberi makan pada hewan peliharaan dan membelah kayu
bakar. Setelah itu membangunkan anak-anak mereka untuk
mengantri mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah.
Sebagian besar beraktivitas keseharian masyarakat adalah
berkebun, mereka memiliki kebiasaan dimana sebelum berangkat
untuk berkebun mereka mengasah arit dan parang mereka hingga
tajam. Mereka akan menghabiskan waktu di kebun sekitar 7-9 jam
untuk menanam ubi, kacang panjang, kacang tanah atau mengolah
hasil kebun mereka untuk dijual ke Manokwari. Setelah melakukan
pekerjaan di kebun mereka akan kembali ke rumah dan biasanya
pada sore hari hampir sebagian besar anak laki-laki akan bermain
volly dan sepak bola di halaman SD, sedangkan yang perempuan
biasanya mereka membersihkan hasil kebun yang dibawa pulang
sambil mempersiapkan makan malam.
4.3.3 Hubungan Antar Agama
Dari data yang ada di kantor Distri Kebar, 80% penduduk di
daerah ini beragama beragama Kristen Protestan. Penduduk yang
beragama Kristen Protestan dan Islam mayoritas adalah para
pendatang yang berasal dari Bugis dan Jawa. Hal itu terlihat
dengan jelas dalam kegiatan-kegiatan ibadah di gereja atau masjid.
Ada berbagai kegiatan kagamaan yang diikuti oleh warga jemaat
dari setiap kampung. Kegiatan itu berupa kebaktian keluarga, dan
penelaahan Alkitab. Kunjungan-kunjungan keluarga biasanya
dilakukan oleh para penginjil. Kunjungan tersebut untuk
memberikan pembinaan kerohanian dan masalah kerukunan dalam
rumah tangga. Kegiatan sekolah minggu diadakan setiap Minggu
pagi untuk anak-anak di bawah usia 10 tahun. Biasanya dibina oleh
seorang guru agama atau warga anggota gereja yang telah dibina
dan dilantik oleh pimpinan gereja atau jemaat dan pendeta sebelum
melaksanakan pekerjaannya. Kegiatan kaum remaja dan pemuda
biasanya dibina langsung oleh pastor atau guru agama. Kegiatan ini
berupa penelaahan Alkitab, pembinaan mental dan spiritual, serta
berbagai masalah yang dihadapi oleh kaum remaja dan pemuda.
Mereka mengemukakan masalah pribadi atau keadaan dalam
kehidupan keluarga mereka kepada seorang pastor atau guru
agama agar mendapatkan nasihat dan pemecahan masalah.
Kegiatan serupa diikuti oleh kaum ibu dan remaja putri.
4.3.4 Adat yang Masih Dilakukan Di Distrik Kebar
4.3.4.1 Upacara Perkawinan
Ada ketentuan peminangan dan perkawinan dalam adat
suku di Distrik Kebar. Orang tidak boleh sembarangan memilih
pasangan dan tidak melalui pacaran, tetapi langsung pihak orang
tua meminangnya kepada pihak laki-laki maupun perempuan.
Tetapi ada pula yang melakukannya dengan cara lain, yaitu laki-laki
meminta petatas kepada perempuan, lalu jika perempuan itu mau
memberikannya berarti perempuan itu mau sama laki-laki itu. Tetapi
bila perempuan itu tidak mau, dia tidak akan memberikan petatas
kepada laki-laki itu. Ada cara lain, yaitu laki-laki meminta kepada
perempuan dengan bahasa kiasan, yakni, “Mena puka yepki nek ne
nere” (noken muda itu bagus, jadi kasih sayakah?). Jadi, noken
diibaratkan sebagai perempuan atau noken melambangkan
perempuan karena perempuan selalu memegang noken untuk
mengambil bahan makanan, untuk membawa bayi pada saat
perempuan pergi ke kebun, kerja di kebun maupun pulang dari
kebun, dan ke mana saja. Dengan demikian, noken dalam
kapasitasnya diibaratkan sebagai perempuan. Selain itu, noken
digunakan pada saat perempuan menyetujui permintaaan dari
pihak laki-laki yang melamar keorang tuanya.
Pada saat orang tua perempuan menanyakan kepada
anaknya apakah ia mau dengan laki-laki itu, maka orang tua segera
menyiapkan satu noken baru dan menggantungkannya di kepala
perempuan itu, lalu mengantarkannya ke rumah pihak laki-laki dan
di situ mereka membentuk keluarga baru, mereka berupaya
mencari maskawin dengan bantuan orang tua maupun pihak
kerabat laki-laki untuk membayar maskawin. Dalam tradisi
pernikahan agama adat bahwa seseorang dikatakan sudah
menikah saat ia sudah membayar mas kawin berupa uang, kain
timur, dan sejumlah babi ternak sesuai permintaan dari keluarga
perempuan.
4.3.4.2 Larangan dalam Perkawinan
Dalam tradisi orang Kebar terdapat larangan-larangan
dalam perkawinan, misalnya menikah dengan marga tertentu atau
dengan marga lain yang masih memiliki hubungan darah. Hal ini
dilarang keras karena mereka masih satu keturunan atau karena
ada masalah dengan marga tersebut. Perkawinan dilakukan
dengan fam lain, tetapi bisa juga dengan fam yang sama apabila
tidak ada hubungan keluarga (hubungan darah) antara orang tua
laki-laki dan perempuan. Namun ada marga atau klan yang
melakukan perkawinan dengan orang yang masih memiliki
hubungan darah yang dekat karena dianggap sudah tradisi dari
nenek moyangnya. Perkawinan juga bisa dilaksanakan dengan
paksaan orang tua. Biasanya orang tua perempuan memaksa
anaknya kawin dengan laki-laki tertentu. Hal ini terjadi karena orang
tua punya utang budi terhadap pihak laki-laki, misalnya sewaktu
perang pernah dibantu atau pernah menyewa orang untuk
membunuh musuh dengan tuyul. Karena utang budi tersebut, pihak
orang tua perempuan sepakat untuk mengawinkan anak
perempuannya guna menutup atau membayar utang tersebut.
4.3.4.3 Adat Menetap Sesudah Menikah
Virilokal, yaitu setelah menikah, sepasang pengantin baru
menetap di sekitar tempat kediaman keluarga suami. Keluarga
yang baru itu untuk sementara waktu tinggal bersama orang tua
suami, sementara rumah untuk mereka dibangun dengan bantuan
ayah si suami. Biasanya rumah itu tidak jauh dari rumah orang tua.
Hal inilah yang menyebabkan sering kali masyarakat dalam suatu
kampung atau pemukiman mengatakan bahwa semua orang di
kampung itu adalah saudara mereka. Jika dilihat dari pola
perkawinan yang telah dijelaskan sebelumnya, hal itu memang
benar. Neolokal, yaitu pasangan pengantin baru tinggal di rumah
sendiri. Adat menetap matrilokal, atau menetap di sekitar tempat
kediaman istri, jarang sekali terjadi, kecuali apabila suaminya belum
mampu melunasi atau membayar mas kawin. Dalam hal ini pun ada
jangka waktu yang telah disepakati terlebih dahulu.
4.3.5 Pengetahuan
4.3.5.1 Konsep Sehat dan Sakit dalam Pandangan Orang Kebar
Kesehatan dalam pandangan orang Kebar adalah sebuah
sinergi antara kehidupan yang sekarang mereka jalani dengan adat
setempat yang masih berlaku. Dalam bahasa Kebar sehat adalah
Yep sedangkan sakit adalah Yol. Kondisi sehat secara umum dapat
diartikan sebagai kondisi siap kerja, yaitu kondisi saat seseorang
masih dapat beraktivitas secara normal dan dapat melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya.
Konsep mengenai kesehatan dalam pandangan orang
Kebar dapat ditelaah dari beberapa faktor dan dibagi menjadi dua
kategori, yaitu konsep kesehatan modern dan tradisional. Secara
modern, orang Kebar telah mengenal konsep-konsep kesehatan
yang diperkenalkan oleh dunia medis saat ini. Masuknya arus
modernisasi yang cukup deras seiring dengan berkembangnya
daerah ini menjadi kabupaten baru telah membawa perubahan
yang cukup besar dalam hal kesehatan bagi orang Kebar. Mulai
dari pola konsumsi makanan, jenis-jenis penyakit dan
pengobatannya, pemeliharaan kesehatan, sampai dengan pola
pencarian kesehatan yang mereka lakukan telah mengikuti pola-
pola kesehatan yang secara medis dan universal diketahui oleh
masyarakat di seluruh dunia.
Pelayanan kesehatan di distrik Kebar secara umum harus
berhadapan dengan kondisi geografi, faktor cuaca, dan sarana
transportasi yang berat. Kondisi geografi yang bergunung-gunung
sering kali dikeluhkan oleh pihak pelayan kesehatan di daerah
tersebut dan disebut-sebut sebagai sebuah hambatan terbesar. Hal
tersebut diperparah dengan akses transportasi yang sangat
terbatas. Seperti telah diungkapkan dalam pendahuluan, satu-
satunya sarana transportasi yang paling efektif di daerah ini adalah
sarana transportasi udara, yaitu dengan menggunakan pesawat.
Ditambah lagi dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada
setiap pelaksanaannya. Hal tersebut tentu saja berpengaruh sangat
besar terhadap akses pelayanan kesehatan yang bisa didapatkan
oleh penduduk.
Dengan adanya dukungan fasilitas kesehatanberupa
puskesmas, pemahaman masyarakat mengenai sakit dan sehat
tentu saja telah mengikuti konsep kesehatan secara umum. Akan
tetapi, kondisi ini tidaklah bisa dikatakan merata untuk semua
daerah di Kebal. Kondisi geografi dengan topografi yang
bergunung-gunung, cuaca yang ekstrem, dan jarak ke fasilitas
kesehatan membuat akses pelayanan kesehatan tersebut tidak
dapat sepenuhnya dinikmati oleh seluruh masyarakat. Akibatnya
masih banyak masyarakat Kebar memanfaatkan cara-cara
tradisional untuk mendapatkan kesehatan.
Dalam budaya orang Kebar, masyarakat telah mengenal
cara-cara untuk memperoleh kesehatan. Kesehatan dapat
diperoleh dengan memelihara alam, mengonsumsi makanan yang
menurut tradisi dapat menyehatkan, mengikuti ritual-ritual adat, dan
lain sebagainya.
4.3.5.2 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Tanaman Sehat
Secara turun-temurun, jauh sebelum diperkenalkan pengobatan
modern, orang Ngalum telah mengenal cara-cara untuk mengobati
diri sendiri atau menjaga kesehatannya dari nenek moyang.
Dengan memanfaatkan alam, mereka menemukan kejeniusan
dalam bidang pengobatan dan peningkatan taraf hidup. Berikut ini
beberapa bahan dari alam yang dikenal dalam budaya Ngalum.
1. Sayur yamen
Tanaman ini sangat populer di kalangan orang Kebar
dan masyarakat pegunungan lainnya. Sebutan secara
umum untuk tanaman ini pun sangat beragam, tetapi
biasanya mencirikan bentuk tanaman ini atau manfaatnya
bagi kesehatan. Ada yang menyebutnya sayur hijau, sayur
pintar, sayur sehat, dan lain sebagainya. Namun, memang
kalau dilihat dari konsistensinya, sayur ini memang sangat
hijau.
Tanaman ini sangat mudah didapatkan di daerah
pegunungan. Tanaman ini dapat tumbuh di halaman rumah,
di dalam hutan, di dekat sungai, atau di mana pun asalkan
langsung menempel di tanah. Masyarakat pun bisa
membelinya di pasar dengan harga Rp 10.000,00 per ikat.
Cara mengolahnya pun cukup mudah. Bisa direbus dengan
air, ditumis, atau dicampur dalam bubur atau mie, bisa
disesuaikan dengan selera. Tanaman ini dipercaya memiliki
manfaat yang besar sekali bagi masyarakat setempat.
Secara turun- temurun tanaman ini sudah dikenal oleh
masyarakat setempat. Dan dari cerita orang-orang tua
terdahulu, mereka selalu menyarankan untuk mengonsumsi
tanaman ini.
Selain dipercaya baik untuk anak-anak, tanaman ini
juga dipercaya baik untuk ibu-ibu hamil. Ketika mereka
sedang dalam masa kehamilannya, mereka disarankan
untuk mengonsumsi tanaman ini secara rutin. Dalam
kepercayaan masyarakat setempat apabila seorang ibu
hamil rutin mengonsumsi sayur yamen, maka mereka akan
kuat ketika melahirkan nanti. Penelitian secara khusus
mengenai tanaman ini belum pernah dila kukan sehingga
apa sebenarnya kandungan yang ada di dalamnya sampai
saat ini belum diketahui.
2. Daun gatal (bep)
Sesuai dengan namanya, daun ini memang
menimbulkan efek gatal apabila bersentuhan dengan kulit.
Akan terasa gatal dan nyeri seperti digigit semut, begitulah
yang dikatakan oleh banyak orang yang telah mencoba
daun ini.
Tanaman ini sebenarnya telah dikenal tidak hanya di
wilayah pegunungan tetapi seluruh Papua, bahkan Maluku.
Daun gatal atau Laportea indica adalah tanaman famili
Urticaceae. Umumnya, tanaman jenis ini memang memiliki
kandungan kimiawi seperti monoridin, tryptophan, histidine,
alkaloid, flavonoid, asam formiat, dan authraguinones.
Asam semut ini sendiri terkandung di dalam kelenjar ”duri”
pada permukaan daun. Saat ”duri” tersebut mengenai tubuh,
asam semut dalam kelenjar itu terlepaskan dan
mempengaruhi terjadinya pelebaran pori-pori tubuh.
Pelebaran pori-pori ini rupanya meransang peredaran
darah. Itulah sebabnya orang yang memanfaatkan daun
gatal pada umumnya merasa pegal-pegal mereka lenyap
atau merasa lebih baik.
Dalam pandangan masyarakat setempat, daun ini
bisa dikatakan sebagai pertolongan pertama bagi orang
yang sakit. Apabila seseorang merasa tidak enak badan,
lelah, atau demam, maka hal pertama yang akan dia cari
adalah daun gatal. Daun gatal dipakai dengan cara
menggosokkan pada bagian tubuh yang terasa sakit.
Apabila seseorang baru saja melakukan perjalanan jauh dan
merasa pegal-pegal pada kakinya, maka daun gatal akan
digosokkan pada kakinya. Selain itu, daun gatal juga
dipercaya bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit
yang sumbernya berasal dari dalam badan, seperti demam,
masuk angin, batuk, pilek, atau bahkan dalam kepercayaan
masyarakat setempat daun ini bisa menyembuhkan malaria.
Selain dipandang bermanfaat untuk manusia, daun ini juga
dipercaya bermanfaat untuk binatang, contohnya babi.
Masyarakat setempat percaya apabila babi kelihatan kurus
dan tidak mau makan akan menjadi gemuk setelah digosok
dengan daun gatal.
3. Buah Merah
Buah merah atau Pandanus conoideus adalah
sejenis tanaman pandan-pandanan yang dapat tumbuh baik
di daerah pegunungan. Buah ini sangat terkenal di Papua
dan sering disebut-sebut sebagai buah khas dari Papua.
Bahkan, buah ini telah dibudidayakan dan diproduksi
sedemikian rupa.
Tinggi pohon buah merah bisa mencapai 15 meter
dengan buah sepanjang 80 cm dan diameter 15 cm. Dalam
pandangan orang Papua buah ini juga dipercaya memiliki
manfaat yang besar untuk kesehatan. Buah ini dipercaya
dapat meningkatakan ketahanan tubuh dan meningkatkan
kesuburan. Tetapi buah ini hanya boleh dikonsumsi oleh
kaum pria. Kaum wanita tidak diperbolehkan mengonsumsi
buah ini.
4. Kang (Babi) dan Fungsinya dalam Kehidupan Masyarakat
Ngalum
Babi mempunyai tempat penting dalam masyarakat
Papua. Di Papua secara keseluruhan binatang mamalia
jarang hidup, kecuali babi dan kijang yang dari awal mula
telah dibawa masuk oleh pendatang orang Eropa. Babi liar
jenis Papua mirip babi hutan yang hidup di dalam cagar
alam Belanda, hanya mereka lebih kurus. Babi bukan saja
diternakkan untuk dagingnya, tetapi juga merupakan simbol
status bagi si pemilik babi di masyarakat sehingga semakin
banyak babi yang dimiliki seseorang atau sebuah kampung,
semakin tinggi pula statusnya, semakin banyak yang dapat
dihadiahkan, semakin besar pula pesta diselenggarakan.
Memotong dan memakan babi biasanya dikaitkan dengan
peristiwa penting, seperti pembakaran mayat, perkawinan,
dan ritus adat. Hingga kini babi masih tetap digunakan
sebagai mas kawin.
Di daerah Papua, harga satu ekor babi hidup
berkisar antara Rp10.000.000,00–Rp40.000.000,00
sedangkan untuk daging babi, harga per kilogramnya
berkisar Rp100.000,00. Orang Papua jarang memotong babi
hanya dengan tujuan ingin makan dagingnya. Memotong
dan memakan babi selalu terikat pada peristiwa sosial yang
penting, seperti upacara pembakaran mayat, perkawinan,
dan upacara adat, kecuali kalau babinya mengidap penyakit
atau merupakan hasil curian, dalam hal tersebut dagingnya
harus dikonsumsi secepat mungkin. Kesempatan memakan
babi yang paling sering berulang adalah pada upacara
pembakaran mayat. Kesempatan unik lain di mana setiap
orang baik laki maupun perempuan atau pun anak
memakan babi selama beberapa minggu berturut-turut
adalah pada pesta babi besar yang diadakan secara
berkala. Meskipun, dalam kaitan dengan babi, bukan
merupakan hal biasa untuk berbicara tentang kedudukan
sosial, namun dalam kaitan tersebut tempat yang diberikan
orang kepada babi dalam masyarakat justru demikian
maksudnya. Babi memang bermanfaat untuk orang, tetapi di
samping itu orang bersedia membuat dirinya berjasa
terhadap babi, babi sangatlah dihormati.
Lazimnya sebagian besar cara bercocok tanam ikut
ditentukan oleh kehadiran babi. Karena keberadaan hewan
ini orang bahkan memagari lokasi di dalam mana mereka
menanami batatas (ubi), makanan utama mereka
sedangkan seluruh sisa lembah disediakan untuk babi di
mana dia bebas berkeliling dan mengaisi makanannya.
Malam hari mereka diberi makanan batatas yang dibawa
perempuan dari kebun. Dari sudut pandang sosial, babi
sangat penting. Jumlah babi yang dimiliki seseorang ikut
menentukan bagaimana dia dipandang oleh orang lain.
Orang yang penting atau gain memiliki banyak babi. Orang
yang tidak memiliki atau hanya memilikinya dalam jumlah
kecil tidak bisa jadi gain. (Peters, 1965)
Babi bisa dipakai sebagai alat tukar. Jasa, prestasi,
utang, dan kewajiban dibayar dengan babi atau daging babi.
Babi juga memiliki peranan penting pada upacara agama
ketika satu atau lebih ekor babi dipotong. Salah satu tugas
perempuan adalah beternak babi jinak. Menurut Hylkema
hanya dalam beberapa perkecualian babi dapat menjadi
milik perempuan, “karena perempuan mengurus babi, maka
ia juga dapat menentukan haknya. Adalah tugasnya pada
waktu tertentu memberi makanan kepada hewan tersebut,
melepaskannya dipagi hari, dan memasukkannya kembali
pada malam hari di dalam bangunan tambahan di samping
pintu masuk khusus bagi anggota wanita di rumah
keluarga.” Babi merupakan milik pribadi seorang laki-laki
Babi-babi itu biasanya ditempatkan didalam rumah dan
tinggal bersama keluarga, didalam kandang yang terletak di
sekitar tempat tinggal mereka, atau dibiarkan berkeliaran
mencari makan sendiri di sekitar pemukiman. Babi yang
diletakkan di dalam rumah biasanya adalah babi-babi kecil
yang berumur 0 sampa 5 bulan. Ketika sudah besar, babi itu
akan ditempatkan di luar dapur (di dalam kandang atau
dilepas bebas di sekitar pemukiman).
4.3.6 Teknologi dan peralatan
Saat ini kita tidak bisa lagi membayangkan orang Kebar sebagai
orang yang setengah telanjang, hanya menutupi bagian
kemaluannya dengan koteka, selalu membawa busur ke mana-
mana, dan aksesori-aksesori lainnya. Orang Kebar yang mendiami
Kebar saat ini adalah mereka yang sudah sangat familiar dengan
handphone, sepeda motor, mobil, televisi dan teknologi-teknologi
modern lainnya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak sepenuhnya
mengubah masyarakat Kebat 180 derajat meninggalkan tradisinya.
Beberapa jenis teknologi dan peralatan yang secara turun-temurun
telah dikenal masyarakat Kebar dan masih dipakai sampai saat ini
antara lain:
1. Kutep (tungku api)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kutep berada di
semua rumah di Kebar. Kutep berfungsi sebagai sistem
perapian di dalam rumah untuk memasak dan juga untuk
menghangatkan diri.
2. Parang
Parang jamak digunakan oleh orang Kebar untuk membantu
mereka dalam pekerjaan mereka di kebun, memotong kayu,
membersihkan lahan yang akan dibakar, dan lain
sebagainya. Menurut cerita masyarakat, penggunaan
parang telah dilakukan secara turun-temurun dari nenek
moyang mereka.
3. Men (noken)
Men atau noken adalah sejenis tas yang dibuat secara
khusus dari kulit kayu. Jenis kayu yang digunakan untuk
membuat noken tidak sembarangan. Kayu tersebut adalah
pohon Nawa. Kulit kayu yang telah dikumpulkan tersebut
kemudian akan dipilin untuk dijadikan semacam benang
tebal yang kemudian dirajut sampai menjadi sebuah noken.
Pembuatan sebuah noken bisa memakan waktu sampai dua
bulan. Dalam kehidupan orang Papua, noken memiliki
fungsi yang sangat penting dan sangat beragam. Saat
bekerja di kebun, noken bisa berfungsi untuk menampung
hasil kebun yang terkumpul. Noken juga biasa dipakai untuk
menampung potongan kayu bakar. Noken bisa juga dipakai
untuk membawa barang yang akan dijual di pasar, bisa juga
untuk membawa kitab suci ketika pergi ke gereja, atau
dipakai untuk menggendong bayi.
4.4 Budaya Kesehatan Ibu dan Anak
4.4.1 Remaja
Pengetahuan para remaja akan permasalahan kesehatan di
daerah Kebar masih perlu diperhatikan baik oleh pihak pemerintah,
Gereja, maupun masyarakat tempat para remaja tersebut berada.
Dari pihak pemerintah, Dinas Kesehatan Manokwari telah
melakukan berbagai penyuluhan terkait permasalahan reproduksi,
namun hal ini tidak dilakukan secara berkesinambungan. Mereka
hanya melakukannya pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada
saat pelaksanaan posyandu. Namun, pada saat penyuluhan di
posyandu, sasaranya kurang pas karena yang datang bukan para
remaja, melainkan ibu-bu yang datang untuk menimbang anaknya
dan ibu-ibu yang hendak memeriksakan kehamilan. Biasanya para
petu-gas kesehatan juga berpesan kepada para ibu untuk
menyampaikan hal ini kepada anak-anak mereka yang sudah
remaja namun mereka terkadang karena harus segera pergi ke
kebun dan bekerja. Biasanya mereka jadi lupa untuk
menyampaikan informasi yang mereka dengar dari petugas
kesehatan kepada anak-anak mereka yang telah remaja.
Dinas Kesehatan juga bekerja sama dengan pihak Gereja
yang berada di Kebar untuk melakukan penyuluhan bagi para
pemuda dan remaja yang berada di wilayah itu, namun hal ini tidak
dilakukan secara berkesinambungan sehingga masih banyak
remaja yang belum memahami dampak dari kesehatan reproduksi.
Hal ini dapat dilihat dari dari data kesehatan yang menyebutkan
bahwa sebagian penderita penyakit reproduksi adalah para remaja
yang masih bersekolah. Akibat kurangnya pengetahuan
menyebabkan para remaja ini tidak menikmati masa muda mereka
karena mereka hamil pada usia yang sangat muda, yaitu sekitar 13
tahun. Mereka pun pergi ke sekolah dalam keadaan hamil, namun
para guru di sana mengerti dengan kondisi murid yang seperti itu
sehingga mereka diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan belajar di
dalam kelas. Ada juga yang karena masih menyusui, keluarga
mereka menjaga anaknya di luar kelas sambil menunggu sang ibu
yang sedang belajar. Saat waktu istirahat tiba, maka sang ibu
langsung keluar untuk menyusui anaknya.
Dari beberapa kali kunjungan ke puskesmas, tampak
seorang ibu yang memeriksakan bayinya sambil mengantar
anaknya yang baru saja selesai ikut ujian di tingkat SD untuk
memeriksakan kehamilan di puskesmas. Karena baru pertama
memeriksakan kehamilan, maka bidan pun melakukan pengukuran
tinggi badan, berat badan, juga lingkar lengan atas (LILA) pada
anak tersebut. Setelah itu bidan mengambil buku untuk mengisi
biodata anak tersebut. Sambil mengisi biodata anak tersebut, bidan
pun bertanya kepada anak itu, “Sudah berapa bulan?” Anak itu pun
tersenyum sambil menoleh kepada ibunya dan berkata, “Saya tidak
tahu sudah berapa bulan.” Ibunya dengan suara agak keras
bertanya kepada anaknya, “Dari kapan ko tidak dapat mens?” Anak
itu pun dengan lugu berkata, “Saya lupa.” Tampak kemarahan di
wajah sang ibu. Dan karena anak tersebut dimarahi terus oleh
ibunya, maka bidan pun langsung menenangkan suasana dengan
berkata, “Mari, saya periksa.” Dan bidan pun segera memeriksa
anak tersebut dengan menyuruhnya naik ke tempat tidur lalu bidan
mengambil alat ukur untuk mengukur panjang perut sehingga bidan
tahu usia kehamilan anak tersebut sudah 5 bulan. Setelah
dilakukan pemeriksaan, bidan memberikan obat tambah darah
untuk anak tersebut dan mereka pun pulang.
Interaksi para remaja di Kebar juga diatur oleh norma-norma
adat seperti seorang gadis tidak boleh bertemu dengan laki-laki
secara sembarang. Jika seorang laki-laki memang menyukai
seorang gadis, maka aturannya laki-laki tersebut akan memberikan
ubi jalar (boneng) kepada gadis pujaannya. Apabila gadis tersebut
menerima pemberian laki-laki tersebut, itu berarti gadis tersebut
menerima tawaran laki-laki tersebut untuk dijadikan pacar.
Sebaliknya, jika gadis tersebut tidak menerima, maka artinya dia
tidak setuju dengan tawaran dari laki-laki tersebut untuk dijadikan
pacar. Ada juga cara yang biasa dipakai masyarakat dalam mencari
pasangan, yaitu melalui perantara, bisa melalui teman atau
keluarga dekat yang dianggap dapat menyampaikan informasi
tersebut kepada orang yang tepat, sehingga apabila calon
pasangannya setuju, maka mereka pun dapat pergi bersama-sama
ke mana pun mereka mau. Namun, seiring perkembangan zaman,
dengan adanya teknologi informasi berupa HP, maka mereka
sudah tidak memerlukan perantara lagi. Mereka bisa saja langsung
menghubungi orang yang mereka kehendaki. Kini sudah mulai
terjadi perubahan, yaitu para pemuda-pemudi dapat melakukan
aktivitas secara bersama-sama, misalnya pergi ke kebun, mencari
kayu bakar, atau mengikuti kegiatan kepemudaan.
Pola makan para remaja di Kebar sama dengan keluarga
lainnya, yaitu mereka mengonsumsi makanan yang dimakan oleh
keluarganya, seperti ubi jalar, keladi, daun ubi, dan daun labu.
4.4.2 Masa Kehamilan
Kehamilan pada perempuan di Kebar seringkali dianggap
sebagai sesuatu yang biasa saja. Beban hidup yang dipikul
perempuan Papua sangatlah berat sehingga kadang ibu-ibu
tersebut lupa untuk memeriksakan kesehatan kehamilan mereka.
Bahkan, ada sebagian dari mereka tidak menyadari kalau
sebenarnya mereka sedang hamil, sehingga mereka tetap sibuk
dengan aktivitas mereka setiap hari. Namun, ada juga ibu hamil
yang selalu rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan desa atau
ke puskesmas karena mereka diingatkan oleh orang tua, saudara,
dan suami mereka. Bahkan, ada dari beberapa suami mau
mengantarkan istrinya ke puskesmas untuk memeriksakan
kehamilan mereka.
Pola makan untuk ibu hamil di Kebar pada umumnya sama
dengan pola makan keluarganya. Ibu hamil makan 3 kali sehari,
yaitu pagi, siang, dan malam. Namun, kurang adanya variasi
makanan yang dimakan oleh ibu hamil menyebabkan ibu hamil
hanya makan ubi jalar atau keladi dan sayur tanpa ada tambahan
protein berupa ikan atau daging lainnya. Mereka akan makan
daging apabila ada keluarga mereka yang pergi berburu ke hutan
atau ada acara adat di kampung mereka. Ibu hamil sangat terbantu
dengan adanya program makanan tambahan yang selalu diberikan
puskesmas setiap melakukan kunjungan balik ke puskesmas.
Biasanya berupa telur 1 rak dan kacang hijau 1 kilo sehingga
sangat membantu ibu hamil memenuhi kebutuhan gizi selama
kehamilan.
Berdasarkan data dari puskesmas setempat bahwa ternyata
permasalahan kesehatan yang sering terjadi pada ibu hamil, yaitu
banyaknya ibu hamil yang mengalami kurang darah (anemia) akibat
asupan gizi yang kurang selama kehamilan. Pada masyarkat
Kebar, tradisi yang digunakan dalam perawatan kehamilan tidak
terlalu tampak, bahkan bisa di katakan tidak ada. Namun, apabila
terjadi pelanggaran adat seperti tidak membalas maskawin kepada
pihak laki-laki, maka ada korban dalam keluarga tersebut.
Keseharian ibu hamil dan ibu-ibu lainnya di Kebar, yaitu
sebelum matahari terbit mereka sudah harus bangun untuk
menyiapkan makanan seadanya untuk dimakan oleh anggota
keluarga. Biasanya, kalau tidak ada keladi (om), ibu menyiapkan
ubi jalar (boneng) yang biasanya dibakar pada tungku perapian
yang ditutup dengan abu panas. Dan ketika anggota keluarga
bangun biasanya mereka langsung menuju ke tungku perapian
karena mereka tahu biasanya ibu mereka selalu membakar ubi jalar
atau keladi untuk makan pagi mereka. Setelah semuanya siap,
sang ibu langsung mengambil noken dan menuju ke kebun yang
biasanya jaraknya agak jauh dari rumah. Ibu akan memetik hasil
kebun yang ada, yang sudah siap dipanen, kemudian dimasukkan
ke dalam noken yang khusus dijahit untuk mengangkut hasil kebun.
Setelah tiba di rumah, si ibu mengeluarkan hasil kebunnya yang
kemudian dibagi menjadi beberapa ikat untuk dijual ke pasar.
Sebelum matahari terbit para ibu hamil dan ibu-ibu yang lain telah
berada di pinggir jalan untuk menunggu angkutan bus mini yang
akan mengantar mereka ke pasar yang jaraknya lumayan jauh dari
kampung Kutdol. Untuk dapat sampai ke pasar pagi, mereka harus
mengeluarkan ongkos uang sebesar Rp20.000,00. Mereka selalu
berusaha supaya datang ke pasar lebih pagi sehingga barang
jualan mereka bisa cepat habis. Rata-rata barang jualan yang
mereka jual seharga Rp10.000,00 per ikat atau per tumpuk. Jika
mereka datang terlambat ke pasar biasanya jualan mereka tidak
habis sehingga terkadang jualan mereka diberikan kepada
masyarakat atau keluarga yang mereka kenal dan sebagai rasa
terima kasih biasanya ada yang memberikan uang sebagai ongkos
ganti transport, tetapi ada juga yang tidak memberi uang. Setelah
selesai berjualan biasanya ibu hamil dan ibu-ibu lainnya
menggunakan uang hasil penjualan tersebut untuk membeli
keperluan keluarga yang sudah habis, misalnya beras, minyak
goreng, gula, teh, kopi atau bahan makanan lainnya. Kemudian
sang ibu pulang untuk menyiapkan makan siang buat keluarganya.
Setelah semua beres, ibu-ibu melakukan pekerjaan rumah yang
lain seperti cuci pakaian, mencuci piring, mengangkat air, atau
bahkan kembali lagi ke kebun, mengangkat kayu bakar untuk
memasak di rumah.
Hal ini di lakukan oleh hampir semua perempuan di Kebarl.
Mereka begitu tegar mengerjakan pekerjaan yang begitu berat
dalam keadaan hamil. Hal ini membuat mereka begitu kuat ketika
akan melakukan persalinan. Bahkan, ibu-ibu tersebut dapat kembali
melakukan aktifitas keseharian mereka setelah satu hari melahirkan
tanpa merasa pusing.
Pada saat hamil seorang ibu tidak boleh makan keladi (om)
dan batatas (boneng) di rumah orang lain, kecuali orang lain itu
adalah orang tuanya atau keluarga dekatnya. Karena menurut
kepercayaan mereka, apabila ibu tersebut menerima keladi (om)
atau betatas (boneng) dari orang lain, maka ibu tersebut akan
mengalami kesulitan pada saat melahirkan. Selain itu, alam di
daerah Kebar masih sangat asli dan diyakini ada beberapa tempat
yang angker sehingga ibu hamil dilarang melewati atau pergi ke
tempat-tempat tersebut misalnya ke kali, genangan-genangan air
atau semacam rawa atau danau, karena akan berdampak pada
anak yang dikandungnya, mungkin bayinya akan meninggal dalam
kandungan atau setelah melahirkan bayinya akan meninggal.
Selain itu, kedua calon orang tua juga harus menjaga bayi dalam
kandungan dari sihir jahat dan guna-guna orang lain, menjaga
makanan dan minuman, termasuk barang-barang pribadi karena
benda-benda tersebut bisa dijadikan media guna-guna. Ibu hamil
juga dilarang makan buah merah karena menurut kepercayaan
masyarakat suku Ngalum, apabila ibu hamil mengonsumsi buah
merah, maka pada saat melahirkan, mereka akan mengalami
perdarahan yang dapat menyebabkan kematian setelah
melahirkan. Selain hal-hal tersebut, tidak ada pantangan yang lain
bagi perempuan suku Kebar pada saat kehamilan. Mereka hanya
harus mempersiapkan diri untuk masa kelahiran.
Pemasalahan kesehatan yang sering dialami ibu-ibu hamil
yaitu anemia. Kasus ini sangat tinggi sehingga setiap kali
mengadakan posyandu di kampung-kampung biasanya bidan
selalu membuat bubur yamen dalam jumlah banyak. Selain untuk
anak balita, ibu-ibu hamil juga diberi makanan tambahan bubur
yamen. Selain itu, setiap melakukan pemeriksaan ibu hamil setiap
bulan di posyandu yang letaknya jauh dari kota, biasanya bidan
selalu membawah tablet penambah darah yang akan diberikan
kepada ibu hamil. Sebenarnya tablet penambah darah tersebut
diberikan setiap tiga bulan sekali kepada ibu hamil, namun karena
kasus anemia yang tinggi pada masyarakat Kebar, tablet
penambah darah diberikan setiap bulan untuk dikonsumsi setiap
hari. Keadaan seperti ini tidak dapat dikontrol oleh petugas
kesehatan, sehingga tidak dapat dipastikan apakah obat yang
diberikan oleh petugas itu diminum atau tidak.
Kasus yang juga ditemui oleh petugas kesehatan, yaitu
retensio plasenta (plasenta lama lahir) yang banyak terjadi di
kampung yang sulit dijangkau. Usia kehamilan pada perempuan di
Kebar tidak saja pada anak dan remaja, tetapi juga pada
perempuan berusia > 45 tahun yang merupakan usia berisiko untuk
hamil. Ibu-ibu tersebut rata-rata memiliki anak 11-14 anak, dengan
jarak kelahiran yang berdekatan. Meski demikian, mereka selalu
memeriksakan kehamilan mereka setiap kali bidan datang ke
kampung mereka. Dengan jumlah anak yang banyak dan gizi yang
kurang baik, biasanya pada saat melahirkan kurang ada kontraksi
dari plasenta sehingga plasenta tertahan di dalam rahim dan tidak
dapat keluar bersama bayi yang dilahirkan. Hal ini menyebabkan
tingkat kematian ibu pada di Kebar cukup tinggi.
Selain itu, kasus yang juga banyak dijumpai di Kebar adalah
kematian bayi setelah lahir. Pada saat hamil sampai dengan
melahirkan, kondisi ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Namun,
setelah kurang lebih 1-2 minggu atau lebih, bayi tersebut
mengalami kematian. Menurut bidan, bayi-bayi tersebut meninggal
karena infeksi pneumonia. Berdasarkan pengamatan, pada
beberapa keluarga, ternyata dapur perapian bukan saja merupakan
tempat untuk memasak makanan, tetapi juga merupakan tempat
setiap anggota keluarga, baik yang besar maupun yang kecil,
berkumpul untuk menghangatkan badan pada malam hari, karena
suhu di daerah Kebar sangat dingin. Maka, dapur perapian
merupakan salah satu alternatif untuk menghangatkan badan.
Dapur perapian ini tidak dilengkapi dengan cerobong asap
sehingga asap hasil pembakaran hanya berputar di dalam dapur
tersebut. Hal ini sangat tidak baik untuk kesehatan, terutama bagi
anak bayi, balita, dan anak-anak yang masih sangat rentan, namun
masyarakat menganggap hal ini sebagai sesuatu yang wajar.
4.4.3 Persalinan
Seorang ibu yang akan melahirkan tidak diperbolehkan
melahirkan anaknya di rumah sendiri. Secara adat ia harus
melahirkan anaknya di dalam sebuah rumah khusus yang disebut
sukam. Sukam adalah rumah khusus perempuan. Secara khusus
rumah ini diperuntukkan bagi kaum perempuan ketika mereka
sedang berada dalam masa kewanitaan mereka, seperti pada saat
menstruasi dan beberapa hari setelah melahirkan. Dalam
kepercayaan orang Kebar, seorang perempuan yang sedang dalam
masa kewanitaannya dipercaya membawa suatu jenis penyakit
yang berbahaya bagi anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu,
dalam masa-masa itu mereka harus memisahkan diri dari keluarga
mereka.
Sebelum memasuki sukam, seorang perempuan yang
hendak melahirkan akan menyiapkan beberapa jenis daun. Daun-
daun itu diambil dari tiga jenis pohon yang biasanya tersebar di
sekitar sukam. Daun-daun itu adalah:
Apyorkon Abongkon
Kamiturun Yapikon
Seluruh daun tersebut kemudian dibawa ke dalam sukam
dan di letakkan di lantai sukam dengan urutan apyorkon diletakkan
paling bawah, lalu kamiturun (sejenis pakis) di atasnya, dan
abongkon yang paling atas.
Daun pengalas pada kewanitaan di dalam sukam
(menstruasi atau melahirkan) setelah diurutkan. Peletakan daun-
daun tersebut dimaksudkan untuk mengalasi darah yang keluar dari
seorang ibu ketika melahirkan. Apyorkon diletakkan paling bawah,
selanjutnya kamiturun, dan yang paling atas adalah abongkon
Pada saat ibu merasa akan melahirkan, maka ibu pun
langsung menuju ke sukam. Saat ibu menuju ke sukam biasanya
pihak keluarga, baik suami maupun anak, memberitahukan kepada
tetangga atau dukun agar segera menyusul ke sukam untuk
membantu ibu bersalin. Seseorang yang hendak masuk ke dalam
sukam tidak boleh membawa apa pun, kecuali daun-daun yang
akan digunakan selama berada di dalam sukam. Proses melahirkan
di dalam sukam dibantu oleh beberapa perempuan. Mereka adalah
tetangga, anggota keluarga, dan seorang dukun. Selama proses ini
berlangsung hanya kaum perempuan yang bisa berada di dalam
sukam untuk membantu si ibu melahirkan, sedangkan kaum laki-
laki menyiapkan bahan makanan dan kayu bakar untuk digunakan
selama ibu tersebut berada dalam sukam. Kayu bakar dan bahan
makanan hanya boleh diletakkan di dekat sukam dan yang boleh
membawa masuk ke dalam sukam hanyalah kaum perempuan.
Proses melahirkan dilakukan dalam posisi jongkok. Kedua tangan
ibu berpegangan pada seutas tali yang digantungkan di atap
sukam. Dukun akan berada di depan ibu untuk menangkap bayi,
satu atau dua orang perempuan berdiri di belakang ibu untuk
menopangnya, dan beberapa perempuan lain akan membantu dari
samping si ibu. Ibu yang sedang melahirkan di dalam sukam. Ibu
yang melahirkan berada di tengah, sedang berpegangan pada
seutas tali. Ibu yang berada di depannya bertugas “menangkap”
bayi, sedangkan ibu yang berada di belakangnya bertugas
menyangga apabila si ibu merasa tidak kuat.
Dalam tradisi masyarakat Kebar, ketika seorang ibu tidak
dapat atau susah melahirkan, mereka mempunyai kepercayaan
bahwa pasti ada yang tidak beres dalam keluarga ibu tersebut,
misalnya suaminya selingkuh dengan perempuan lain atau suami
istri sedang bertengkar dan belum saling memaafkan sehingga
menjadi penghalang dalam proses persalinan. Biasanya orang yang
membantu persalinan, baik bidan atau keluarga dekat si ibu
langsung menemui sang suami, dan bertanya kepadanya. Suami
harus menjawab dengan jujur, karena kalau tidak, istrinya akan
susah melahirkan. Setelah bayi lahir, bayi segera dibersihkan
dengan menggunakan yapikon, kemudian bayi dibungkus dengan
daun-daun yang telah diatur sesuai dengan urutan yang telah
dijelaskan sebelumnya. Tali pusar dipotong dengan sebuah bambu
runcing), lalu plasenta dibungkus dengan daun-daun, dan bersama
dengan darah dari proses persalinan, plasenta dikuburkan di
samping sukam. Ibu dan bayi tetap berada di dalam sukam sampai
ibu benar-benar bersih. Setelah bersih barulah ibu dan bayi bisa
pindah ke rumah umum.
Dukun bayi sedang membersihkan bayi baru lahir dengan
daun, kemudian membungkusnya. Bayi yang baru saja lahir tidak
boleh sembarang diberi makan selama satu hari, termasuk ASI
(kolostrum). Masyarakat Kebar beranggapan bahwa air susu yang
pertama adalah air susu kotor, jadi tidak boleh diberikan kepada
bayi karena bisa menyebabkan bayi sakit. Apabila bayi menangis
dan kelihatan lapar, dia hanya boleh disuapi air tebu (kit) dan diberi
makan keladi khusus (om) dengan sendok khusus yang dibuat dari
tulang kasuari. Demikian juga ibu yang baru saja melahirkan.
Selama satu hari penuh, dia hanya boleh mengonsumsi keladi (om)
khusus yang telah disediakan oleh kaum perempuan yang
membantu ibu tersebut.
Ibu dan bayi baru lahir akan berada di dalam sukam selama
tujuh hari sebelum bisa bergabung dengan anggota keluarga
lainnya. Selama tujuh hari itu, bayi hanya mengonsumsi ASI dan
om yang diberikan oleh ibunya. Setelah masa tujuh hari selesai,
ayah si bayi akan meletakkan sebuah batu merah (batu yang diberi
cat tanah merah) di depan pintu masuk rumah utama (abip) sebagai
tanda sambutan terhadap anak. Batu-batu itu disusun sedemikian
rupa hingga berbentuk seperti sebuah garis pembatas antara
bagian dalam rumah dan bagian luar rumah. Hal ini dimaksudkan
untuk melindungi penghuni rumah dari gangguan roh-roh jahat yang
berasal dari luar rumah. Di dalam sukam, ibu akan membungkus
bayi dengan yapikon, kemudian memasukkannya ke dalam sebuah
noken. Setelah itu, sambil menggendong bayi, ibu akan melangkah
meninggalkan sukam dan masuk ke dalam rumah utama dengan
menginjak batu merah yang telah disiapkan oleh sang ayah. Pada
hari kedelapan, bayi sudah bisa dibawa keluar dari rumah.
Sebelum keluar, bayi digendong oleh neneknya melompati
bara api dari kutep beberapa kali sambil membaca mantra-mantra
dan doa. Setelah mantra dan prosesi lompat api selesai dilakukan,
bayi bisa dibawa keluar rumah. Sesampainya di luar rumah, tubuh
bayi dibopong oleh nenek dan diarahkan ke sebelah timur tempat
matahari terbit. Hal ini dimaksudkan untuk meminta berkah dari
alam dan Atangki untuk bayi yang baru lahir. Setelah itu, bayi akan
dibawa masuk kembali ke dalam rumah dan beristirahat bersama
sang ibu.
Ibu dan bayi yang baru lahir harus beristirahat lagi di dalam
rumah dalam kurun waktu yang sama ketika di dalam sukam.
Dalam kepercayaan masyarakat Kebar, hal ini harus dilakukan
karena bau tubuh bayi dan ibu dalam masa itu akan dapat
mengundang roh-roh jahat yang akan mencelakakan mereka di luar
rumah. Selama masa istirahat ini, batu merah yang disiapkan oleh
sang ayah akan tetap berada di depan pintu masuk rumah sebagai
pelindung. Setelah masa tersebut selesai, ibu dan bayi bisa
meninggalkan rumah. Sang ibu dapat melakukan aktivitas seperti
sedia kala. Pada hari-hari pertama dibawa keluar rumah, biasanya
sang ibu akan membawa sedikit abu dari tungku api dan
mengoleskannya ke dahinya dan dahi sang bayi. Hal ini juga
dimaksudkan sebagai perlindungan dari roh-roh jahat.
Beberapa waktu kemudian, diadakan suatu upacara umum
yang pertama untuk membalas jasa para wanita yang menolong
kelahiran. Upacara ini dinamakan tenaolom (tena berarti anak; olom
berarti pesta). Hasil kebun berupa keladi, batatas, dan daging babi
diberikan kepada tamu yang hadir. Upacara tersebut juga
melibatkan sanak kerabat dari pihak suami dan istri.
4.4.4 Tradisi bikin bae (menyelesaikan Masalah)
Tradisi bikin bae merupakan tradisi yang dapat memberikan
kemudahan bagi ibu saat bersalin. Menurut kepercayaan bahwa
dendam antara ibu dan seseorang atau orang tua dapat
mempersulit persalinan, karena oarang yang disakiti tidak sengaja
mengeluarkan sumpah atau masih menympan dendam sehingga
perlu dilakukan tradisi bikin bae untuk mengampuni informan
dengan tulus. Pendapat tersebut diperkuat oleh hasil wawancara
dengan biyang Nnk Y yang menyatakan bahwa “air tersebut
diberikan karena ibu memiliki masalah dengan orang tua anak,
sehingga perlu di selesaikan agar persalinan berjalan dengan baik.
Tradisi ini dilakukan apabila terjadi kesulitan, jia tidak ada
kesulitan maka tidak dilakukan bikin bae. Tradisi bikin bae
dilakukan oleh kakak atau nenek, orang tua, om atau bibi dan tidak
menutup kemungkinan bagi mereka yang sudah meninggal. Bagi
mereka yang masih hidup akan berdoa bisa digabungkan doa
beberapa orang di dalam segelas air dengan cara air yang sama
digunakan oleh orang lain untuk berdoa, dan bagi orang yang
meninggal biasanya akan diwakilkan oleh kerabat yang paling
dekat. Air ini akan diminum oleh ibu, tapi tidak sampai habis
sisanya akan diusapkan ke muka sampai ke perut dan dipercik ke
jalan lahir. Setelah dilakukan ritual tersebut maka tidak ada lagi
dendam yang masih tersimpan, sehingga dapat bersalin dengan
lancar.
4.4.5 Kepercayaan terhadap Adat
Praktik-praktik budaya yang terkait dengan KIA masih
sangat kuat di wilayah Kebar. Hal ini juga yang menjadi
pertimbangan masyarakat ketika mereka akan memilih jenis
pelayanan atau pertolongan yang akan mereka dapatkan selama
masa kehamilan atau persalinan. Dari hasil wawancara kami
terhadap beberapa orang ibu yang sedang mengikuti kegiatan
posyandu, mereka mengatakan bahwa pada saat pemeriksaan
kehamilan, mereka memang mendatangi posyandu. Tetapi, mereka
masih belum memutuskan siapa penolong persalinan mereka
nantinya.
Beberapa dari mereka bahkan mengatakan bahwa mereka
akan tetap mengikuti adat, yaitu dengan melahirkan di dalam
sukam. Memang benar bahwa dalam setiap kegiatan posyandu,
semangat ibu-ibu untuk berpartisipasi sangatlah besar. Satu-
satunya pusat pelayanan kesehatan, baik secara umum maupun
KIA, yang siap melayani masyarakat selama 24 jam sehari, 7 hari
dalam seminggu adalah Rumah Sakit di Manokwari. Rumah sakit
ini terletak di daerah kota atau di lokasi pusat pemerintahan ibu
kota provinsi. Artinya, masyarakat yang ingin mendapatkan
pelayanan KIA setiap saat harus datang ke tempat ini. Padahal jika
kita lihat kondisi geografi Kebar dengan segala hambatan dan
keterbatasannya, untuk dapat datang ke Manokwari adalah sebuah
hal yang sulit. Sebenarnya saat ini telah tersedia beberapa pustu
dan poskesdes di setiap kampung di Kebar. Akan tetapi, sepertinya
jadwal pelayanan di pustu dan poskesdes tersebut harus mengikuti
jadwal acara kampung, jadwal voli, atau jadwal-jadwal lain petugas
kesehatan yang bertugas di sana.Akan tetapi, sepertinya kondisi
seperti ini sangatlah biasa bagi masyarakat setempat. Mereka
menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut dan tidak melakukan
protes sedikit pun. Namun, dalam pengamatan peneliti, apabila
Puskesmas tersebut buka, masyarakat setempat pasti mendatangi
tempat itu meskipun mereka sedang dalam perjalanan ke kebun
sambil membawa parang dan noken, atau sedang memikul kayu
untuk dibawa ke kampung lain tempat mereka membangun rumah.
Mereka pasti akan menyempatkan diri untuk berhenti, sekadar
minta obat atau minta disuntik.
4.4.6 Proses Pemotongan Tali Pusar
Tradisi pemotongan tali pusar menggunakan bambu yang
diturunkan oleh leluhur yang juga pada waktu itu sering membantu
menolong persalinan. Dalam proses pemotongan tali pusar ini
bambu yang digunakan sepanjang telapak tangan, kemudian
menajamkannya, direbus dan bambu siap digunakan. Setelah
pemotongan tali pusar, keluarga akan mengambil alih bayi dan
memberi rangsangan agar bayi menangis dengan memukul bokong
bayi. Bayi akan dimandikan setelah ia menangis dengan air hangat
dan menggunakan pakaian. Dukun bayi akan menangani ibunya
untuk melepaskan plasenta dan mengganti kain kotor. Tugas dukun
kampung belum berakhir, dukun akan menanam plasenta yang
dipercayai sebagai kakak dari si bayi selama dalam kandungan
sehinga perlu dimakamkan dengan baik dan perlu mengingatkan
kakaknya untuk tidak mengganggu.
4.4.7 Baukup dan Rau
Pengobatan bagi ipara ibu setelah bersalin dan anak yang
telah dilahirkan di Kebar adalah baukup dan rahu. Tujuan dari
tradisi ini yaitu untuk mengeluarkan darah-darah kotor yang masih
tertinggal di rahim saat proses persalinan, karen menurut
kepercayaan darah yang dikeluarkan saat persalinan adalah darah
kotor sehingga perlu bagi semua ibu harus melakukan salah satu
tradisi ini. Sedangkan rahu adalah untuk menghangatkan tubuh
bayi dan mengeringkan tali pusar bayi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dukun kampung
menjelaskan bahwa “ baukup itu, mama masak air yang su
disampur dengan rempah-rempah sampe mendidih kemudian ibu
masuk kedalam kain atau tikar dan diikuti oleh pancih air mendidih
dimasukkan ke dalam kain tersebut. Sedangkan kalau rahu itu
panaskan arang kemudian panaskan telapak tangan dan taruh
dibadan bayi. Kain atau tikar yang digunakan dalam proses baukup
diusakan menutup hingga ke kepala ibu sehingga tidak ada uap
panas yang keluar.
4.5 Gambaran Umum Riset Partisipan
Riset partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah ibu-
ibu yang telah bersalin dan memilih dukun kampung sebagai
penolong persalinan. Mereka berasal dari distrik Kebar dari tiga
kampung yang berbeda, semuanya beragama Kristen Protestan,
telah menikah dan bekerja sebagai ibu rumah tangga, dengan
rentang umur berkisar antara 18 s/d 30 tahun. Berdasarkan status
pernikahan, 2 orang partisipan sudah menikah yaitu ibu N dan ibu
RM, sedangkan 2 partisipan ibu P dan Y belum menikah tetapi
hanya kawin adat. Dilihat dari tingkat pendidikan, 2 orang partisipan
telah menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD),
sedangkan 2 orang partisipan tidak menamatkan jenjang
pendidikan SD yang hanya sampai pada kelas 2 dan kelas 4 SD
saja. Profil keempat riset partisipan dapat dilihat pada tabel 4.8
berikut.
Tabel 4.5. Profil Riset Partisipan
Nama
Inisial
Umur
(tahun)
Pendidikan
terakhir
Agama Pekerjaan Status
perkawinan
Penolong
persalinan
Ibu N 30 SD Kristen Protestan IRT Menikah Dukun bayi
Ibu P 29 Tidak
menyelesaikan
SD
Kristen Protestan Berdagang
di pasar
Belum
Menikah
Dukun bayi
Ibu Y 19 Tidak
menyelesaikan
SD
Kristen Protestan IRT Belum
menikah
Dukun bayi
Ibu RM 26 SD Kristen Protestan IRT Menikah Dukun bayi
4.6 Riwayat kehamilan, Persalinan dan Pasca Persalianan
4.6.1 Kasus Partisiapan 1: Ibu N
Identitas umum
Ibu N berumur 30 tahun, bertempat tinggal di kampung Anjai, distrik Kebar. Ibu N
sudah menikah dan beragama Kristen Protestan. Pendidikan terakhir Ibu N adalah Sekolah
Dasar (SD). Sehari-hari Ibu N bekerja sebagai ibu rumah tangga dan suaminya seorang
Cleaning Service di Sekolah Dasar di dekat rumahnya. Saat ini ibu N memiliki 3 orang anak
berumur 13 tahun, 11 tahun dan 1 tahun 10 bulan. Proses kelahiran ketiga anaknya
berlangsung di rumah dan ditolong oleh dukun bayi.
Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan Ibu N melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 2 kali pada
trimester pertama (usia kehamilan sekitar 2 bulan) dan trimester kedua (5 bulan). Setelah itu
ibu N tidak lagi melakukan pemeriksaan ke tenaga kesehatan. Berikut pernyataan yang
mendukung informasi tersebut:
“Prikasa.. tapi di dokter Endah di Manokwari pas waktu itu mama tong ada turun ke
Manokwari sana. Pas 5 kah 6 bulan juga mama tong ada priksa karna pas ada di Manokwari
tapi setelah itu pas perut su besar tra pernah tong kesana lagi”.
[“Periksa.. tapi di Dokter Endah, waktu mama ada di Manokwari. Nah, pada saat usia
kandungan ke 5 atau ke 6 juga periksa karena ada di Manokwari juga, tetapi setelah itu tidak
pernah lagi untuk diperiksa.
Ibu N memeriksakan kehamilannya di Manokwari karena sejak awal ia tidak
menyadari kalau hamil. Walaupun ibu N tidak mengalami menstruasi selama 2 bulan,
namun hal tersebut tidak menimbulkan kecurigaan terhadap kondisi kehamilannya, sebab
biasanya ia mengalami kondisi yang sama, dimana ibu N tidak menstruasi dalam waktu
yang lama yaitu 1-2 bulan.
Suatu ketika ibu N merasa tidak enak badan dan terkadang disertai rasa sakit
dibagian punggung dan perut bagian bawah (bagian simpisis pubis). Saat mengalami
keadaan tersebut, ibu N pergi kerumah orang tuanya untuk memberitahukan keadaan yang
ia rasakan. Orang tua dari Ibu N kemudian mengantarkan Ibu N ke dukun kampung yang
telah membantu ibu N pada persalinan sebelumnya. Saat diraba dibagian simpisis pubis, ibu
N menjerit kesakitan. Dukun bayi mengatakan bahwa dibagian perut ibu N ada sesuatu yang
diraba seperti janin, artinya Ibu N sedang hamil. Beberapa saat kemudian ibu N yang
sedang berada di Manokwari melakukan pemeriksaan ke dr. Endah yang merupakan dokter
praktek kandungan di daerah tersebut. Pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi dan
mendengar DJJ (Denyut Jantung Janin).
Selain melakukan pemeriksaan kepada tenaga kesehatan, Ibu N juga pergi ke dukun
kampung sebanyak 6 kali untuk melakukan pemeriksaan dan mengurut perut yang bertujuan
untuk meemperbaiki posisi janin, serta meminta pertolongan berupa doa-doa yang diyakini
bisa dihindarkan dari gangguan-gangguan setan.
“tanta dia urut kas bae-bae posisi bayi di dalam. Baru mama tong di kampung begini
suanggi kadang bayak jadi pi minta doa dari tanta dukun”
[“ Dukun bayi memperbaiki posisi janin dengan cara diurut. Seringkali di kampung-kampung
seperti ini sering terdapat gangguan suanggi (setan) jadi pergi ke dukun untuk meminta
pertolongan”].
Riwayat Persalinan
Proses persalinan Ibu tanggal 27 November 2012 sekitar jam 2 dini hari. Persalinan
Ibu N dengan cara pervaginam atau normal dengan presentasi kepala saat lahir. Persalinan
Ibu N dibantu oleh dukun bayi dan didampingi oleh ibunya. Pada saat ibu N merasa sakit
perut, dukun bayi terlebih dahulu mengurut perut Ibu N dengan membetulkan posisi bayi
karena saat itu posisi bayi sungsang.
[“..jadi waktu sakit, mama dukun da urut kase baik anak dia karna waktu da kaki yang
dibawah,mama bakuat tra lama trus lahir”]
[“...saat sakit perut, dukun bayi memperbaiki posisi bayi karena posisi bayinya karena saat
itu posisi bayi bayinya sungsang, mama mengedan langsung lahir”].
Ibu N mengatakan sempat mengalami perdarahan setelah kelahiran anaknya,
karena sebagian plasenta belum bisa dilahirkan. Setelah beberapa menit, dukun bayi
berusaha mengeluarkan plasentanya dengan cara menekan bagian pusat.
Riwayat Pasca Persalinan
Setelah proses persalinan, perawatan ibu dan bayi hanya dilakukan di rumah dengan
cara tradisional yaitu rau (menghangatkan tubuh) dan ukup (menggunakan air panas yang
berisikan rempah-rempah) yang dibantu oleh ibunya sendiri. Begitu pula dengan pemutusan
tali pusat yang hanya menggunakan cara rau. Selain itu, adapula obat-obat tradisional yaitu
ramuan dari bawang putih, merica, cuka, dan daun turi yang telah dihaluskan dan kemudian
diremas. Air hasil perasan diberikan pada ibu N untuk diminum dengan tujuan mencegah
terjadi infeksi dalam rahim dan mencegah darah putih naik ke kepala.
“tiap hari mama pu mama bantu untuk rau anak dia sampe da pu pusat tu kering dan
talapas. Mama urut kas anak tu badan keras dan bagus juga. Setelah melahirkan juga
mama kasi minum bawang putih, rica jawa deng cuka sama daun turi, tumbu akan baru
habis itu ramas kasi minum”
[“Setiap hari orang tua dari Ibu N membantu ibu N untuk rau tali pusatnya hingga kering dan
terlepas dengan sendirinya. Orang tua Ibu N juga mengurut anak tersebut supaya kuat dan
sehat. Setelah melahirkan juga orang tua ibu N memberikan air perasan bawang putihm
merica dan daun turi untuk diminum”].
Pemilihan Penolong Persalinan
Ibu N mengatakan, dalam pemilihan penolong persalinan ia menyerahkan
sepenuhnya kepada suami dan orang tua serta ibu mertuanya. Hal itu disebabkan suami
dari Ibu N tidak mengijinkan paha dari istrinya dilihat oleh orang lain dan juga menjadi tradisi
dari keluarga suami ibu N bahwa setiap keluarga yang akan melahirkan akan di tolong oleh
nenek M, yang sudah dianggap seperti saudara sendiri. Semua anak yang dilahirkan oleh
ibu N ini ditolong oleh nenek M.
[kalo untuk mo pilih sapa k sapa yang tolong sa melahirkan tu sa tunggu mama deng pace
pu keputusan saja karna sa tra bisa untu bilang karna pace ding pu adat tu tong tra boleh
sembrang pi buka kaki untuk orang lain, tapi terkadang tu Nenek M yang datang biasa bantu
tong pu keluarga kalo ada yang mo melahirkan].
4.6.2 Kasus Partisipan II: Ibu P
Identitas Umum
Ibu P berusia 29 tahun dan tidak menyelesaikan Sekolah dasar (SD). Sehari-hari ibu P
berjualan dipasar dan suaminya berkebun di kebun milik keluarganya. Ibu P bertempat
tinggal di kampung Anjai dan beragama Kristen Protestan. Saat ini ibu P memiliki 4 orang
anak berumur 10 tahun, 7 tahun, 4 tahun dan 1 tahun. Semua persalinan Ibu P ditolong oleh
dukun bayi.
Riwayat kehamilan
Selama hamil, ibu P melakukan pemeriksaan hanya 1 kali kepada bidan, yaitu pada
saat usia kehamilan 5 minggu, alasan ibu P hanya 1 kali pemeriksaan karena Ibu P takut
dengan suntik dan takut untuk mengonsumsi obat. Menurut Ibu P, ia tidak menyadari kalau
dirinya sedang hamil karena menstruasi yang tidak normal dan tanda-tanda kehamilannya
tidak terlalu dirasakan. Berbeda dengan kehamilan yang sebelum-sebelumnya dimana ibu P
sudah mengidam dan merasakan tanda-tandanya. Ibu N pergi ke bidan karena sudah
menyadari hampir 1 bulan tidak menstruasi. Berikut pernyataan yang mendukung informasi
tersebut:
”waktu itu mama pi di bidan sana priksa kenapa su 1 bulan lebih hampir 2bulan belum dapat
mens, dapa tau begini su hamil, padahal mama tra rasa apa-apa ngidam mo makan apa kah
juga tra ada”.
[“ Waktu itu Ibu P pergi ke bidan untuk konsultasi, karena sudah hampir 1 bualn lebih ibu P
belum juga menstruasi, setalah konsultasi barulah Ibu P mengetahui kalau dirinya sedang
hamil. Ibu P tidak merasakan tanda-tanda kehamilan pada dirinya].
“mama tra pernah priksa kandungan arena mama takut dengan suntik sama tra suka minum
obat. Jadi selama hamil mama tenang-tenang dirumah saja atau tidak ya pergi ke dukun
yang waktu itu bantu mama melahirkan’
[“Ibu P tidak pernah memeriksakan kandungannya selama hamil karena Ibu P takut dengan
jarum suntik dan juga tidak mau mengkonsumsi obat-obatan yang akan diberikan. Selama
kehamilan Ibu P hanya memeriksakan kandungannya ke dukun bayi yang waku itu
menolongnnya bersalin pada kehamilan sebelum-sebelumnya].
Selama kehamilan, Ibu P hanya pergi ke dukun bayi yang menolongnya sewaktu
melahirkan pada kehamilan sebelum-sebelumnya. Ibu P memeriksakan kandungannya
sebanyak 2 kali yaitu pada usia kehamilan 4 dan 6 bulan untuk mengurut perut yang
bertujuan untuk memperbaiki posisi janin.
“mama pergi 2kali.. waktu hamil 4 deng 6 bulan. Mama pi urut kas bae anak didalam pu
posisi saja”
“[ Ibu P pergi 2kali,, pada waktu hamil 4 dan 6 bulan untuk memperbaiki posisi bayi didalam
kandungan]”.
Riwayat Persalinan
Ibu P melahirkan anak keempatnya pada tanggal 26 Juni 2012 pukul 18.20 WIT
bertempat dirumahnya. Cara melahirkan Ibu P adalah dengan pervaginam atau normal
dengan presentasi kepala saat lahir. Persalinan dibantu oleh dukun bayi yang didampingi
oleh ibu mertua dan kakak perempuannya. Ibu P merasa sakit perut sejak jam 12.00 WIT.
Sejak itu Ibu P berjalan-jalan di dalam rumah dan suami Ibu P pergi memanggil dukun
kampung, untuk memberitahukan kalau Ibu P sudah merasakan sakit pada perutnya.
Setelah bayinya lahir, mereka menunggu plasentanya lahir, kemudian dukun kampung
tersebut memotong tali pusatnya dengan menggunakan bambu yang ujungnya tealh di
runcing tajam, yang sebelumnya serabut tajam pada ujungnya telah di bersihkan. Sebelum
dipotong, tali pusat diikat dengan benang kemudian diberikan betadin pada kasa untuk
dibungkus pada tali pusat. Setelah itu bayi dimandikan dan dirahu (dihangatkan). Berikut
pernyataannya:
“Mama su rasa sakit dari jam 12 siang tu, mama jalan-jalan dalam rumah saja putar-putar
supaya anak da turun cepat, baru bapa dia yang pi pangggil mama dukun.
[“Mama sudah rasa sakit perut dari jam 12 siang, mama jalan putar-putar dalam rumah saja
supaya bayi dalam kandungan cepat turun ke jalan lahinya, bapak (suami) yang pergi untuk
memanggil dukun”].
Riwayat pasca Bersalin
Setelah melahirkan, Ibu P hanya melakukan perawatan tradisional di rumah dibantu
oleh orang tuanya baik perawatan luka jalan lahir pasca bersalin maupun perawatan tali
pusat bayi. Perawatan tali pusat dilakukan dengan cara ba rahu dan untuk perawatan luka
dan membersihkan jalan lahir dilakukan dengan cara ukup.
“Rahu pake telapak tangan begini yang su kas panas di atas api trus pegang anak tu pu
badan deng da pu tali pusat tu, tekan pake kuku, bikin begitu trus sampe 4 ato 5 hari akan
su putus”.
[“rahu menggunakan telapak tangan yang sudah dihangatkan diatas api kemudian letakan
pada tubuh bayi agar hangat dan juga pada tali pusatnnya yang ditekan menggunakan
kuku, setelah 4 atau 5 hari tali pusat akan terlepas”].
Selain perawatan tali pusat pada bayi, ada juga kegiatan yang dinamakan ba ukup
hal ini dilakukan dengan cara membungkus tubuh ibu dengan lingkaran kain atau tikar
setelah persalinan bersamaan dengan air panas yang bersisi rempah-rempah seperti daun
cengkeh, serei dan minyak kayu putih yang direbus bersamaan. Ukup dilakukan pada pada
ibu untuk mengeluarkan keringat kotor dan kotoran yang sewaktu melahirkan mungkin
masih tertinggal.
“Rahu itu supaya cepat sembuh. Kalo tong pu pintu kan luka to jadi rahu supaya kering.
Tong pu susu juga musti rahu supaya air susu juga banyak. Rahu tu 1 sampe 2 minggu.
Mama-mama dong bilang juga kalo tong ba ukup begitu tong pu darah tu cepat balik su tra
pucat-pucat lagi.
[”Rahu itu supaya cepat sembuh. Kalau jalan lahir luka harus rahu supaya cepat kering,
biasanya rahu hanya 1 sampe 2 minggu saja. Orang-orang tua sering mengatakan kalau
ukup bisa membuat darah cepat kembali dan tidak terlihat pucat lagi.
Ibu P juga dianjurkan untuk mengkonsumsi obat tradisional yaitu campuran rempah-
rempah seperti hasil perasan serei yang telah ditumbuk kemudian diseduh dalam segelas
air, hal itu dilakukan agar mencegah nainya darah putih.
[kalo serei tumbuk akan, kasi ramas deng air panas 1glas, minum tiap pagi sore. Kalo mo
sehat tempo minum akan tiap hari tu minum trus.
Pemilihan Penolong Persalinan
Ibu P mengatakan, bahwa dalam mengambil keputusan untuk menolongnya bersalin
dilakukan oleh ibu mertuanya. Tetapi dari semua persalinan ibu P ditolong oleh nenek Y
yang biasa menolong keluarga mereka ketika ada yang melahirkan. Hal itu disebabkan
karena nenek Y sudah dipercaya dari sejak dulu oleh keluarga dari Ibu P.
4.6.3 Kasus Partisipan III: Ibu Y
Identitas Umum
Ibu Y berusia 19 tahun dan hanya menyelesaikan kelas 2 pada pendidikan Sekolah
Dasar (SD). Ibu Y beragama Kristen Protestan dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Saat
ini Ibu Y memiliki 2 orang anak yang berusia 2 tahun dan 9 bulan. Persalinan Ibu Y
berlangsung di rumah dan ditolong oleh dukun bayi.
Riwayat Kehamilan
Selama hamil Ibu Y hanya melakukan pemeriksaan kandungnnya ke dukun untuk di urut
dan diberi doa dan ramuan. Tetapi pada trimester ketiga (usia kandungan 8 bulan) ibu Y
memeriksakan kandungannya di puskesmas disaat Ibu Y mengantarkan anaknya pergi
berobat. Alasan Ibu Y jarang periksa ke puskesmas karena tempat tinggal yang jauh dan
juga Ibu Y harus tetap pergi ke kebun dan memberi makan ternaknya. Berikut pernyataan
yang mendukung informasi tersebut:
“ is sa tra pernah priksa di dokter ka puskemas ka, sa cuma pergi ke mama tua di Atai saja
(dukun kampung yang ada di kampung Atai), mo pergi baru nanti sapa yang kas makan babi
sapa yang mo liat kebun juga su begitu puskesmas jauh lagi. Tapi waktu itu sa pernah pergi
1 kali saja pas Yemima (anak pertama dari partisipan) sakit baru sa bawa ke puskesmas
skalian sa periksa”
[“Saya tidak pernah periksa di dokter maupun puskesmas, saya hanya ke dukun kampung
yang tinggal di kampung Atai, kalau saya pergi ke puskesmas nanti siapa yang kasih makan
babi dan melihat kebun. Tapi saya sempat pergi ke puskesmas waktu mengantar Yemima
untuk berobat disitu saja juga periksa]”.
Riwayat Persalinan
Ibu Y melahirkan pada tanggal 28 Maret 2012 pukul 17.00 WIT di rumahnya. Cara
persalinan ibu Y secara pervaginam atau normal dengan presentasi kepala saat lahir.
Prosesnya persalinannya dibantu oleh dukun bayi dan didampingi ibu mertuanya. Ibu Y
mengatakan ia merasakan sakit perut saat ia bangun pagi dan suaminya segera memanggil
dukun bayi di kampung Atai. Saat suami dari ibu Y pergi memanggil dukun bayi, ibu
mertuanya memberikan kuning telur dari telur ayam kampung yang dipercaya bisa
melancarkan proses persalinannya nanti.
“ih waktu itu sa su tra kuat skali, perut su sakit skali, jadi paitu pi lari panggil mama tua di
Atai sana untuk datang liat saya. Waktu pace dapi panggil mama tua di kampung, mama kas
minum sa kuning telur supaya kaya lancar waktu melahirkan nanti. Tapi memang betul juga,
mama tua datang tra lama langsung sa melahirkan”.
[ waktu itu memang saya sudah tidak kuat untuk menahan sakit, jadi suami yang pergi
memanggil dukun di kampung Atai. Waktu suami pergi panggil dukun, mama memberikan
kuning telur ayam kampung kepada saya supaya waktu lancar waktu melahirkan].
Setelah anaknya lahir, dukun bayi menunggu hingga plasentanya dilahirkan, setelah
itu memotong tali pusat bayi menggunakan bambu yang telah dibersihkan serabutnya dan
disterilkan, kemudian tali pusat bayi diikaat dengan benang.
Riwayat Pasca Bersalin
Setelah melahirkan, perawatan ibu dan bayi hanya dilakukan secara tradisional yang
dilakukan di rumah, yaitu ba rahu dan ba ukup. Ibu Y mengatakan, biasanya menaruh bara
api di kolong tempat tidur untuk kegiatan ba rahu dengan tujuan mencegah terjadinya
infeksi, mengeringkan luka jalan lahir, agar ASI banyak dan juga untuk menghangatkan
ASI.
“Ba rahu tu supaya kasi bersing tong pu kandungan dalam poro ni, jang sampe akan infeksi,
trus tong darah putih naik ke otak, kalo tra mati ya brati tong gila.
Aktivitas lain adalah ba ukup dengan menggunakan uap air panas dalam sebuah
wadah, di dalamnya terdapat daun cengkeh, sereh, dan daun pisang kering. Perawatan ini
bertujuan agar keringat ibu keluar dan ibu cepat pulih dan kuat setelah bersalin. Selain itu
ada pula obat-obat tradisional yang diberikan ibu A (Ibu Partisipan) kepada ibu Y, yaitu air
rebusan daun sirih, daun nangka dan daun sirsak yang mencegah darah putih naik ke
kepala.
[daun sirih, daun sirsak, daun nangka, minum sampe akan pu rasa pekat tu hilang, kalaiu
daun sirih tu sampe pedis akan hilang, minum satu glas saja, itu darah putih traakan naik]
Pemilihan penolong persalinan
Ibu Y mengatakan, bahwa dalam mengambil keputusan untuk menolongnya bersalin
dilakukan oleh ibu mertuanya. Tetapi dari semua persalinan ibu Y ditolong oleh nenek Y
yang biasa menolong keluarga mereka ketika ada yang melahirkan. Hal itu disebabkan
karena nenek Y sudah dipercaya dari sejak dulu oleh keluarga dari Ibu Y
4.6.4 Kasus Partisipan ke IV: Ibu RM
Identitas Umum
Ibu RM berusia 26 tahun yang bertempat tinggal di kampung Atai. Ibu RM sudah menikah
dan memilik 3 orang anak, anak pertama berusia 10 tahun, anak kedua berusia 4 tahun dan
anak ketiga berusia 8 bulan. Kelahiran ketiga anaknya ditolong oleh dukun bayi rumahnya.
Ibu Rm beragama Kristen Protestan. Pendidikan akhir yang ditempu holeh ibu RM adalah
kelas 4 SD. Sehari-hari ibu RM bekerja sebagai ibu rumah tangga dan suaminya bekerja
sebagai pegawai honorer.
Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan, ibu RM hanya melakukan 2 kali pemeriksaan kehamilan di
puskesmas ketika usia kehamilannya memasuki trimester kedua (5 bulan) dan trimester
ketiga (8bulan). Menurut ibu RM, saat di puskesmas petugas melakukan pemeriksan
dengan cara mendengarkan DJJ (Denyut Jantung Janin), menyuntik lengan kiri dan
memberikan obat tambah darah dan vitamin, tetapi ibu RM tidak meminum obat tersebut
karena ia takut minum obat. Demikian pernyataan yang mendukung:
“Dong periksa, dengar da pu denyut jantung, trus dong suntik di lengan sini tapi tra tau dong
suntik apa itu. Ada kasih obat macam tablet begitu tapi sa tra pernah minum (tertawa), sa
takut minum jadi”.
[mereka melakukan pemeriksaan, mendengar denyut jantungnya, kemudian mereka
menyuntik di lengan sini (sambil menunjuk lengan kiri), tidak tau obat apa yang disuntikkan.
Selama mereka memberikan obat saya tidak pernah minum (tertawa), saya takut minum
obat].
Sebelum pergi ke puskesmas, ibu RM terlebuh dahulu meminta dukun bayi yang
disapa nenek untuk mengurut perutnya. Hal itu dilakukan karena ia sering kali merasa
kesakitan pada perut bagian bawah. Ibu RM mengatakan, dukun bayi sering mengingatkan
pada saat usia kehamilan masih muda (trimester awal) harus sering-sering mengurut perut
bagian bawah agar posisi bayi dalam kandungan menjadi baik.
“Nenek bilang waktu hamil-hamil muda lagi jaga kasi naik panta poro, supaya bayi dalam pu
kedudukan baik, dong kan dapa tau da pu kepala di bawah ka tra da”
[Nenek (dukun kampung) mengatakan, saat awal kehamilan harus sering
menaikan/mengurut perut bagian bawah, supaya kedudukan bayinya bagus, mereka bisa
mengetahui posisi kepala bayi dibawah atau tidak].
Riwayat Persalinan
Proses persalinan ibu RM berlangsung di rumahnya pada tanggal 17 Oktober 2011
pukul 03.00 WIT. Proses persalinan ibu RM ditolong oleh dukun kampung dan didampingi
oleh suami tercinta. Cara persalinan ibu RM secara pervaginam atau normal dengan
presentasi bokong saat lahir. Menurut Ibu RM, pada saat ia merasa sakit perut, sebelumnya
ia menyuruh suaminya menghubungi dukun bayi yang akan menolongnya persalinan. Dukun
bayi memberikan perasan air daun gedi untuk diminum agar memperlancar proses
persalinannya. Ibu RM mengatakan saat melahirkan anak ketiganya, ia merasa menderita
karena pada saat melahirkan posisi anaknya dalam keadaan sungsang (bagian bokong).
Dukun bayi menyuruh ibu RM untuk mengatur posisi lurus dan memegang kedua paha
sambil mengejan, kemudian dukun bayi menarik kaki sebelah kiri bayi terlebih dahulu, diikuti
kaki kanan bayi.
Setelah bayi lahir, dukun bayi belum memotong tali pusat, karena harus menunggu
plasentanya dilahirkan. Beberapa menit kemudian, plasenta sudah dilahirkan, kemudian
dukun mengikat tali pusat bayi dan memotong tali pusat menggunakan bambu yang sudah
dibersihkan dari serbuk tajamnya. Kemudian tali pusat dibungkus dengan kain kasa yang
sudah dikasih alkohol.
“waktu itu tali pusat belum langsung potong, sampe dapu plasenta keluar dulu baru potong.
Waktu su keluar tu langsung ptong tali pusat pake bambu yang su kas bersih dari da pu
bulu-bulu deng serbuk-serbuk tajam”.
[Saat itu belum dipotong, tunggu hingga plasentanya keluar dulu baru dipotong. Sewaktu
plasenta sudah keluar, dukun langsung memotong tali pusat dengan menggunakan bambu
yang sudah dibersihkan].
Riwayat Pasca Persalinan
Ibu RM mengatakan sebulan setelah melahirkan, ia dan anaknya dirawat oleh dukun
bayi di rumahnya secara tradisional. Perawatan tali pusat dengan rahu (menghangatkan
tubuh) yaitu dengan cara menyiapkan minyak kelapa di piring kecil, kemudian jari tangan
didekatkan di api, setelah itu jari tangan dicelupkan diminyak, setelah itu dijepit ke pusat
bayi. Setelah melakukan rahu, pusat bayi ditutup dengan kain kasa yang telah dibasahi
dengan alkohol.
“rahu tali pusat dengan minyak kelapa yang ditaruh dipiring. Baru kalo rahu tu kas masuk jari
dalam meinyak baru habis itu taruh di api, kalo su panas baru taruh di tali pusat.kalo sudah
habis itu tutup pake verban yang su kas basah dengan alkohol baru tutup”.
[menghangatkan tali pusat dengan minyak kelapa yang telah ditaruh pada piring. Ketika
rahu basahkan tangan dengan minyak kemudian dekatkan tangan pada api lalu letakan
pada tali pusat. Setelah itu tutup tali pusat dengan verban yang telah dibasahkan dengan
alkohol].
Selain itu, ibu RM juga diberikan ramuan tradisional oleh dukun kampung, yaitu akar sere,
akar alang-alang, dan merica. Semua ditumbuk sampai halus, kemudian diseduh dalam
segelas air panas. Diamkan sebentar hingga hangat, baru diminum. Obat tersebut
bermanfaat untuk mengeluarkan darah-darah kotor dan anti darah putih naik ke kepala.
Pemilihan penolong persalinan
Ibu RM mengatakan, dalam pemilihan penolong persalinan ia menyerahkan sepenuhnya
kepada suami dan orang tua serta ibu mertuanya. Hal itu disebabkan suami dari Ibu N tidak
mengijinkan paha dari istrinya dilihat oleh orang lain dan juga menjadi tradisi dari keluarga
suami ibu RM bahwa setiap keluarga yang akan melahirkan akan di tolong oleh nenek M,
yang sudah dianggap seperti saudara sendiri. Semua anak yang dilahirkan oleh ibu RM ini
ditolong oleh nenek M.
4.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Memilih Dukun Bayi Sebagai Penolong
Persalinan
4.7.1 Partisipan 1: Ibu N
1. Pengetahuan
a. Pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan
Ibu N mengatakan pemeriksaan kehamilan itu penting dilakukan untuk
mencegah terjadinya resiko-resiko pada saat melahirkan dan untuk mengetahui
kondisi janin sehat atau tidak. Resiko-resiko yang dimaksud ibu N adalah seperti
kondisi bayi lahir cacat atau perdarahan. Menurut ibu N, setidaknya ia merasa puas,
ketika ia bisa mengetahui kondisi janinnya dalam kandungan melalui pemeriksaan.
“Penting, karna jang sampe ada da pu resiko untuk anak kecil ni ka atau waktu nanti
pas tong melahirkan”
[penting, karena jangan mengingat jangan sampai ada resiko untuk janin atapun saat
melahirkan nanti].
b. Pengetahuan ibu tentang penolong persalinan yang tepat
Menurut ibu N, penolong persalinan bisa dilakukan oleh bidan, bisa juga
dilakukan oleh dukun bayi. Bidan bisa melakukan persalinan karena memiliki alat-
alat untuk menyuntik dan obat-obatan. Ibu N juga mengungkapkan dukun bayi juga
bisa menolong persalinan dengan alasan keterampilan dukun bayi juga bagus,
artinya mereka sudah memiliki banyak pengalaman untuk menolong persalinan, jadi
tidak ada salahnya kalau persalinan ditolong oleh dukun bayi yang sudah
berpengalaman.
“bidan bisa, dukun kampung juga bisa. Bidan kan dong alat-alat lengkap, mo suntik
atau obat juga ada. Tapi dukun kampung dong juga bagus, su pengalaman kasih
melahirkan jadi apa salahnya kalo dukun baru su pengalaman, melayani bagus,
dong liat tong juga bagus”
[bidan bisa, dukun bayi juga bisa. Bidankan punya alat-alat yang lengkap, mau suntik
atau obat-obatan juga mereka ada. Tetapi dukun kampung juga bagus, sudah
pengalaman menolong persalinan jadi apa salahnya kalau dukun bayi yang sudah
berpengalaman. Pelayanan mereka bagus, mereka mengurus kita].
Selain alasan di atas, ibu N mengungkapkan bahwa alasan dirinya memilih
dukun bayi sebagai penolong persalinan karena bisa saling bertanya dan berdiskusi
dan bertukar pikiran karena sudah saling kenal dan saling mengerti. Ia juga
mengutarakan, selama persalinan, mereka bercerita seperti biasa, bertanya
mengenai keadaan atau posisi janin. Satu hal lgi yang menjadi pertimbangan ibu N
memilih dukun bayi adalah kepercayaan ketika terjadi gangguan-gangguan roh jahat
saat persalinan berlangsung ataupun akibat dari ucapan-ucapaan kasar yang
menyebabkan adanya kesulitan saat persalinan, hanya dukun bayi yang tahu dan
bisa menolong dengan car membuat air sembayang (air yang didoakan), dan tidak
bisa ditangani oleh bidan atau pengobatan medis.
“karna tong baku tanya bagus, tong langsung baku mngerti. Ya cerita seperti biasa,
tapi kalo bidankan tong malu tra seperti biasa. Baru juga kalo tong ada dapa ganggu
dari setan-setan juga kan dukun dong yang tau tra mungkin bidan-bidan dong tau”
[karena bagus saat kita saling bertanya, langsung saling mengerti. Cerita seperti
biasa, tapi kalau bidan kan kita malu karena tidak terbiasa. Kalau ada gangguan dari
roh halus dukun kampung yang tau, tapi bidan-bidan tidak tahu.]
c. Pengetahuan tentang ketrampilan yang dimiliki dukun bayi
Menurut ibu N, ketrampilan menolong persalinan yang dimiliki dukun bayi
merupakan talenta dan karunia untuk menolong orang melahirkan. Ibu N juga
mengutarakan bahwa ketika bidan ataupun dukun bayi yang menolong persalinan,
tapi keselamatan hanya berasal dari Tuhan. Jadi menurut ibu N, dalam memilih
penolong persalinan, semua tergantung keyakinan seseorang. Ibu N juga
menceritakan bahwa ia mengetahui dukun bayi yang menolong persalinannya bisa
membantu persalinan karena sudah memilki pengalaman yang banyak.
“memang dari dia, da pu karunia untuk bantu-bantu tong disini untuk melahirkan juga
jadi. Ya torang manusia untuk tong melahirkan, melayani orang melahirkan,
walaupun dia bidan atopun dukun tapi keselamatan kan cua dari atas. Jadi dari
torang saja pu keyakinan, melahirkan tong mo panggil sapa untuk bantu. Kalo sa sih
bawa tanta dia karna su banyak bantu orang juga jadi”
[dari dirinya sendiri, dia sudah mendapatkan karunia untuk bantu kita di kampung ini
untuk melahirkan. Kita manusia untuk melahirkan, mekayani orang melahirkan,
walaupun dia bidan ataupun dukun kampung tapi keselamatan hanya dari Tuhan.
Kalau untuk saya, saya minta dukun kampung untuk membantu saya karna sudah
banyak menolong orang]
2. Ekonomi Keluarga
Sehari-hari ibu N bekerja sebagai ibu tumah tangga, sedangkan suaminya kerja
sebagai cleaning service pada SD Inpres 1 Kebar, pekerjaan sampingan suaminya
adalah tukang ojek. Dari hasil pekerjaan tersebut, pendapatan keluarga yang didapat
tiap bulannya sebesar 3,5 juta. Dari pendapatan tersebut ibu N mengatakan lebih dari
cukup untuk kebutuhan keluarganya. Tanggungan keluarga ibu N sebanyak 4 orang,
hanya keluarga intinya saja.
“kalo ojek tu biasa bisa 1 juta kadang 1 1/2 juta, paitua biasa lari jauh jauh jadi”
[kalau menjadi tukang ojek bisa dapat 1 sampai 1 ½ juta sebulan, karena suami sering
membawa penumpang yang jarak jauh]
a. Akses ke tempat layanan kesehatan
Menurut ibu N, ia tidak merasa kesulitan untuk mengunjungi tempat layanan
kesehatan karena memiliki kendaraan roda 2 untuk pergi ke puskesmas.
“jauh sih, tapi tra kesulitan, ada motor juga mo”
[jauh, tapi tidak kesulitan, karena ada motor].
3. Kebudayaan Dalam Sarana dan Prasarana dukun bayi
Ibu N mengatakan alat yang dibawa oleh dukun bayi saat menolong persalinan
hanyalah bambu runcing untuk memotong tali pusat, sedangkan benang disiapkan oleh
ibu N. Ibu N juga mengungkapkan bahwa dukun bayi jga memberikan obat-obat
tradisional. Obat-obat tradisional itu yang dimaksud adalah daun gedi yang dapat dipakai
untuk obat maupun sayuran jika dicampurkan dengan air kemudian diperas akan
mengahasilkan cairan berlendir, yang diyakini supaya proses persalinan menjadi lancar.
Bayinya keluar lancar, tidak terjadi persalinan macet.
“bambu runcing yang su kas hilang da pu bulu-bulu tu. Nanti benang mama yang
siapkan, trus daun gedi”.
[hanya bambu runcing yang telah dihilangkan bulu-bulu halusnya. Benang mama yang
siapkan, kemudian obat-oabt tradisional.]
“gedi yang tanta da peras pake air hangat sampe ada cairan lendir baru kas minum, supaya
bayi keluar bagus to licin-licin (sambil tertawa)”
[daun gedi yang diperas oleh dukun dengan menggunakan air hangat sampai ada cairan
lendirnya keluar kemudian dimunum, agar supaya ketika melahikan bagus dan licin-licin
(sambil tertawa)].
4.7.2 Partisipan II: Ibu P
1. Pengetahuan
a. Pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan
Ibu P mengatakan pemeriksaan kehamilan penting dilakukan dengan tujuan
agar dapat mengetahui kesehatan janin dalam kandungan. Pengetahuan ibu P
mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan diperoleh dari bidan sewaktu ibu P
memeriksakan kehamilannya. Menurut ibu P, dirinya diingatkan oleh bidan untuk
rajin ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya.
“penting, kan untuk tong tau bayi pu kesehatan ka bagaimna, bidan bilang jaga
datang ba priksa di uskesmas supaya tau bayi pu kesehatan”
[penting, supaya kita mengetahui bagaimana kesehatan bayi. Bidan mengatakan
sering-sering datang ke puskesmas supaya bisa tau kesehatan bayi kita].
b. Pengetahuan ibu tentang penolong persalinan yang tepat
Menurut Ibu P, penolong persalinan yang tepat adalah dukun bayi karena
pelayanan yang diberikan dukun bayi dinilai baik. Ibu P menuturkan bahwa bidan juga
bisa menolong persalinan namun karna banyak pertimbangan ekonomi jadi ibu P dan
keluarga memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan. Ibu P juga mengatakan
bahwa ia lebih memilih dukun bayi karena sejak kelahiran anak pertamanya ia ditolong
dukun bayi yang merupakan keluarganya, sehingga ia sudah merasa senang dan
nyaman dengan dukun bayi dan tidak lagi berniat untuk memanggil bidan.
“karna dong bikin kasih bagus. Bidan juga bisa, tapi kalo tong tra da uang bagemana.
Dari anak pertama denga dukun kampung baru antua juga masih ada sodara deng tong
jadi ya sudah dari dulu denga dia saja”
[karena mereka melakukan dengan baik, bidan juga bisa tapi kalau kita tidak ada uang
bagaimana. Dari anak pertama hanya dengan dukun kampung yang juga merupakan
keluarga sendiri, jadi dari dulu hanya dengan dia].
“antua bagus, layani tong juga bagus. Tong poro saki da urut-urut da sapu-sapu bagia
yang sakit. Pengalaman anak pertama sampe sekarang dengan yang itu jadi ya sudah
mo pikiran cari lain su malas”
[dukun kampung itu bagus, layani kita juga bagus. Perut sakit dia urut-urut kadang
dielus-elus bagian yang sakit. Pengalaman anak pertama sampai sekarang dengan
dukun kampung itu mo berpikir cari yang lain sudah malas].
c. Pengetahuan ibu tentang ketrampilan yang dimiliki dukun bayi
Ibu P mengatakan ia hanya mendengar dari cerita orang tuanya kalo dukun bayi
tersebut sudah banyak membantu banyak orang melahirkan, jadi ketika akan
melahirkan dia hanya akan memanggil dukun kampung datang kerumahnya.
“waktu itu hanya dengar-dengar mama dong cerita kalo dukun itu su banyak tolong
orang melahirkan, jadi waktu bagiannya saya mama dong yang pi panggil datang
kerumah ”
[waktu itu hanya dengar-dengan m ama cerita kalau dukun kampung tersebut sudah
banyak menolong orang untuk melahirkan, jadi sewaktu saya akan melahirkan mama
yang memanggil dukun kampung tersebut untuk datang kerumah].
2. Ekonomi keluarga
Sehari-hari ibu P bekerja sebagai pedagang sayur dan hasil kebun, ia
menjajakan hasil dagangannya dari rumah kerumah tapi terkadang juga hanya dipasar
sedangkan suaminya bekerja dikebun milik keluarga. Dari hasil dagangannya terkadang
ibu P mendapatkan hasil 450.000. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya terkadang
ibu P juga sebagai buruh cuci yang bekerja hanya seminggu 2 kali. Pekerjaan yang
dilakukan adalah mencuci dan menyeterika pakian. Dari hasil pekerjaannya ibu P
memperoleh upah sebesar 250.000 rupiah setiap bulannya. Sedangkan pendapatan
suaminya tidak menentu, ketika hasil panen banyak dan bagus batu dibayar. Menurut
Ibu P, suaminya tidak memiliki pekerjaan yang lain selain bekerja di kebun milik
keluarganya. Ibu P menuturkan jikalau suaminya bekerja di kebun dengan hasil panen
yang banyak pendapatan keluarga bisa mencapai 700.000 rupiah per musim panen.
Tapi jika musim panen belum tiba keluarga ibu P hanya berharapa dari keuntungan
dagangan ibu P.
“tra tentu juga, kalo panen hasil banyak deng bagus baru dapa bayar itu bisa sampe
700.000”
[tidak menentu, kalau hasil panen banyak dan bagus, baru akan dibayar 700.000
rupiah].
“tra da yang lain, kalo belum panen brati tong cuma berharap dari sa pu hasil dagangan
tiap hari saja”
[tidak ada yang lain, kalau belum masuk musim panen keluarga ibu P hanya berharap
dari hasil keuntungan dr pasar].
3. Akses ketempat layanan kesehatan
Menurut Ibu P, untuk pergi ke puskesmas dirinya merasa jauh karena tidak
memiliki kendaraan. Ia juga menuturkan saat hamil ia tidak pernah mengunjungi
posyandu juga karena alasan merasa malas saat hamil.
“ih jauh skali, tra da kendaraan juga, tapi waktu ada posyandu dekat rumah tapi mo
bajalan pu malas apa, makanya tra pernah pi”
[jauh sekali, tidak ada kendaraan, tetapi waktu ada posyandu di dekat rumah saya
tidak pergi, karena untuk mo berjalan pu saya malas]
4. Kebudayaan dalam sarana dan prasarana
Ibu N mengatakan alat yang dibawa oleh dukun bayi saat menolong persalinan
hanyalah bambu runcing untuk memotong tali pusat, sedangkan benang disiapkan
oleh ibu N. Ibu N juga mengungkapkan bahwa dukun bayi jga memberikan obat-obat
tradisional. Obat-obat tradisional itu yang dimaksud adalah daun gedi yang dapat
dipakai untuk obat maupun sayuran jika dicampurkan dengan air kemudian diperas
akan mengahasilkan cairan berlendir, yang diyakini supaya proses persalinan
menjadi lancar. Bayinya keluar lancar, tidak terjadi persalinan macet.
“bambu runcing yang su kas hilang da pu bulu-bulu tu. Nanti benang mama yang
siapkan, trus daun gedi”.
[hanya bambu runcing yang telah dihilangkan bulu-bulu halusnya. Benang mama
yang siapkan, kemudian obat-oabt tradisional.]
“gedi yang tanta da peras pake air hangat sampe ada cairan lendir baru kas minum,
supaya bayi keluar bagus to licin-licin (sambil tertawa)”
[daun gedi yang diperas oleh dukun dengan menggunakan air hangat sampai ada
cairan lendirnya keluar kemudian dimunum, agar supaya ketika melahikan bagu dan
licin-licin (sambil tertawa)].
4.7.3 Partisipan III : Ibu Y
1. Pengetahuan
a. Pengetahuan Ibu tentang pentingnya pemerikasaan kehamilan
Ibu Y mengatakan pemeriksaan kehamilan penting dilakukan agar bisa
mengetahui kondisi kesehatan janin dalan kandungan. Ia menuturkan bahwa ibu
sering mengingatkannya agar pergi kerumah dukun bayi untuk mengurut, karena
menurutnya posisi janin di dalam kandungan sering merubah posisi sperti melintang.
Ibu Y menjelaskan dengan menurut perut, mereka bisa mengetahui posisi kepala
janin dibagian mana.
“penting, mama yang suka bilang jaga liat bayi pu kesehatan didalam to.. mama juga
kadang bilang akan jaga melintang jadi pi urut di mama tua (dukun bayi yang
menolongnya melahirkan), supaya dapa tau bayi pu kepala tu dimana krna kadang
akan bajalan”
[penting, mama sering mengingatkan untuk melihat kesehatan janin didalam
kandungan, mama juga sering mengatakan kalau janinnya sering melintang jadi
harus pergi urut mama tua (dukun yang menolongnya persalinan), sehingga bisa
mengetahui posisi kepala bayi ada dimana].
b. Pengetahuan ibu tentang penolong persalinan yang tepat
Menurut ibu Y, penolong persalinan yang tepat adalah dukun bayi. Alasan ibu
Y memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan adalah karena anjuran dari
ibunya. Mereka meyakini bahwa ketika ditolong oleh dukun bayi tersebut ibu Y tidak
akan merasa sengsara saat melahirkan. Ibu Y juga mengungkapkan alasan lain
memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan karena rumah dukun bayi tidak jauh
dngan rumah mereka.
“kalo saya dengan dukun bayi juga tra papa”
[kalau saya dengan dukun bayi juga tidak apa-apa]
“mama yang bilang melahirkan dengan dukun saja tidak apa, mama tua jga su biasa
tolong orang melahirkan tra sengsara baru rumah juga dekat”.
[mama yang bilang melahirkan dengan dukun bayi saja. Karena dukun kampung itu
juga sudah sering membantu orang untuk melahirkan, tidak terlalu sengsara dan
juga rumah dekat].
c. Pengetahuan ibu tentang ketrampilan yang dimiliki dukun bayi
Menurut ibu Y, ia merasa tidak telalu kesakitan ketiak ditolong oleh dukun
bayi tersebut. Ibu Y juga mengungkapkan bahwa yang diketahuinya dukun bayi
tersebut sudah banyak membantu banyak ibu melahirkan dan semaunya selamat.
“da bagus kal tolong torang, tra rasa stengah mati. Baru banyak juga yang cari dia to
jadi bagus”
[dukun bayi itu bagus kalau menolong orang melahirkan, tidak rasa sengsara.
Banyak yang meminta dukun bayi itu untuk menolong persalinan]
2. Ekonomi keluarga
Ibu Y tinggal bersama kedua orang tua suaminya serta adik dari suaminya.
Untuk kebutuhan sehari-hari, ibu Y masih di tanggung oleh mertuanya. Menurut Ibu
S orang tua dari suaminya, pendapatan keluarga dalam sebulan sebesar 800.000
rupiah. Menurut ibu S, pendapatan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sehari-hari karena dibantu dengan makanan hasil kebun.
“ya 1 bulan tu bisa dapat 800”
[kalau sebulan bisa mendapat delapan ratus ribu]
“bisa beli beras, gula kan tambah dari kebun juga to jadi ya cukup untuk 1 bulan”
[bisa beli beras, gula, di tambah makanan dari hasil kebun juga jadi cukuplah untuk
kebutuhan 1 bulan]
3. Kebudayaan dalam Sarana dan prasarana dukun bayi
Ibu Y mengatakan saat dukun bayi datang kerumahnya untuk menolongnya
persalinan, alat-alat yang dibawanya hanya bambu yang sudah diruncingkan untuk
memotong tali pusat. Ibu Y dan keluarga menyiapkan daun gedi.
“hanya bawa bambu runcing yang untuk potong tali usat tu saja”
[hanya membawa bambu rincing untuk memotong tali pusat]
“jadi tong hanya siap daun gedi, itu saja”
[jadinya kami hanya menyiapakan daun gedi saja].
Selain mempersiapkan hal di atas, menurut ibu Y, ia juga diberikan obat
tradisional oleh dukun bayi saat akan melahirkan yaitu daun gedi (daun yang diperas
dan mengahasilkan cairan berlendir kemudian diminum) sebanyak 3kali yang bertujuan
untuk kelancaran proses persalinannya dan kelahiran bayina juga cepat.
“waktu poro su sakit-sakit tu minum air gedi, supaya bayi lahir cepat karna licin. Cuma
ramas pake air hangat saja tra usah saring lagi angka daun saja langsung minum”.
[pada waktu perut sudah sakit, siberikan minuman gedi supaya bayinya cepat keluar
karena licin. Daun gedi hanya diperas dengan air hangat tidak perlu disaring lagi, hanya
angkat daunnya langsung diminum].
4.7.4 Partisipan IV : Ibu RM
1. Pengetahuan
a. Pengetahuan ibu tentang pentingny pemeriksaan kehamilan
Ibu RM mengatakan pemeriksaan kehamilan itu penting dilakukan agar bisa
mengetahui janin didalam kandungan sehat atau tidak, mengetahui bagaimana
posisi janin. Ibu RM juga mengatakan bahwa kalau tidak melakukan pemeriksaan
saat hamil, seringkali saat proses persalinan terdapat kendala saat akan melahirkan
seperti perdarahan ataupun plasenta tertahan. Menurut ibu RM pengetahuan tentang
pentingnya pemeriksaan kehamilan diperoleh dari bidan dan dukun bayi.
“penting karna tong kan bisa tau anak tu didalam da sehat k tra da, kalo tong tra
priksa baru nanti pas mo melahirkan ada kendala lagi ya mo perdarahan ka mo
plasenta tra keluarlah”
[penting, karena dengan periksa kita bisa mengetahui janin didalam sehat atau tidak,
kalau tidak periksa saatnya akan melahirkan ada kendala seperti perdarahan atau
mungkin plasenta yang tertahan]
“sa dengar dari bidan-bidan waktu mo pi puskesmas, dukun bayi juga bilang begitu”
[dengar dari bidan-bidan yang mengatakan saat pergi kepuskesmas, dukun bayi juga
mengatakan seperti itu].
b. Pengetahuan ibu tentang penolong persalinan yang tepat
Ibu RM mengatakan penolong persalinan yang tepat adalah dukun bayi
karena menurutnya kalau ditolong dengan bidan pasti mereka menggunakan alat-
alat medis mereka, hal itu yang membuatnya takut.
“ih kalo saya apapun yang terjadi tetap sa dengan nene (dukun bayi yang
menilongnya persalinan) saja, dari pada dengan bidan dong pake dong pu alat-alat
tu bikin takut saja”
[kalau saya apapun tetap menggunakan jasa dukun bayi untu menolong persalinan,
daripada dengan bidan,, mereka menggunakan peralatan mereka yang membuat
saya ketakutan].
Ibu RM juga mengatakan hal yang pernah diceritakan oleh kerabatnya yaitu
jika belum waktunya untuk melahirkan terkadang ibu sudah diperintahkan oleh bidan
untuk berbaring di atas tempat tidur. Itu yang terkadang membuat ibu sengsara dan
juga ketakutan. Tetapi jia dengan dukun bayi jika ibu merasa bayinya belum dijalan
lahir dan ibu masih bisa untuk berjalan maka akan berjalan dulu. Ketika ibu sudah
tidak kuat untuk mengangkat kaki untu berjalan dan bagian paha sudah gemetar dan
perut sudah tersa sakit skali, berarti sudah saatnya untuk naik ketempat tidur.
“itu mama ina diseblah juga waktu ada crita. Kalo bidan dong yang tolong tong
melahirkan tu dong bikin tong sesara ka, belum waktu mo melahirkan lagi dong su
suruh naik tempat tidur, itu bikin takut saja. Tapi kalo deng dukun bayi slama tong
masih kuat mo bajalan tong bajalan dulu, nanti kalo sampe su trabisa angkat kaki
untuk jalan, paha-paha su gemetar, perut su rasa sakit skali tu berati bisa naik
ketempat tidur karna su mo dekat wktu untuk melahirkan”
[tetangganya mama Ina bercerita bahwa bidan terkadang membuat sengsara ketika
akan melahirkan, belum waktunya untuk melahikan sudah diperintahkan untuk naik
keatas tempat tidur, hal itu yang terkadang membuat kita takut. Tetapi kalau dengan
dukun bayi, selama kita masih kuat untuk berjalan maka teruslah berjalan, jiak sudah
tidak kuat untuk mengangkatkan kaki untuk berjalan, paha-paha sudah gemetar dan
perut sudah terasa sakit sekali maka bisa naik ke atas tempat tidur karena waktu
untuk mleahirkan usdah dekat]
c. Pengetahuan ibu Tentang Ketampilan yang dimiliki dukun bayi
Ibu RM mengatkan ketrampilan dukun bayi yang menolong persalinannya itu
merupakan talenta. Menurutnya ibu dari dukun bnayi juga merupakan seorang dukun
bayi, sehingga dukun bayi tersebut mengambil dan mempelajari ilmu dari bayinya. Ibu
RM mengungkapkan bahwa ketrampilan yang dimiliki dukun bayi tersebut merupakan
talenta yang dimiliki Tuhan, karena yang diketahuinya, ia sudah banyak membantu
orang melahirkan, dan belum pernah ada yang meninggal.
“mungkin da pu talenta sudah. Baru da pu mama jugakan sama-sama suka bantu orang
melahirkan. Baru su banyak bantu orang melahirkan juga baru tra ada yang meninggal
ka susah begitu”
[Mungkin talentanya. Mama juga sama seperti dia yang suka membantu orang
melahirkan. Sudah banyak yang ia tolong untuk melahirkan dan semuanya selama tidak
ada yang meninggal maupun susah].
2. Ekonomi keluarga
Sehari-hari IBU RM bekerja sebagai pegawai rumah tangga, sedangkan suaminya
honorer pada kantor distrik. Ibu RM mengatakan, pendapatan keluarganya setiap bulan
tidak menentu, karena gaji yang diperoeh suaminya masih berstatus honorer belum tetap.
setiap bulan bisa di dapat 300.000 rupiah hingga 500.000 rupiah bulan. Menurut ibu RM,
pendatan tersebut sebenarnya tidak cukup, tapi ia harus pintar mengatur keuangan agar
bisa cukup.
“setiap bulan kadang 300 sampe 500, paitua blum dapat gaji tetap jad ya mo bilang tapi
honor jadi. Mau tra mau ya harus bikin cukup 1bulan.”
[setiap bulannya terkadang 300 sampai 500, suami belum dapat gaji yang tetap, jadi mau
tidak mau harus pintar di atur].
3. Kebudayaan Sarana dan prasarana dukun bayi
Ibu RM mengatakan tidak mengetahui alat apa saja yang dibawa dukun bayi saat
menolong persalinannya. Menurut ibu RM saat dukun bayi memotong tali pusat bayi, ia
menggunakan bambu yang telah diruncingkan.
“tra tau e, waktu mo potong tali pusat tu nene hanya pake bambu saja, tra ada barang lain
lagi”.
[tidak tahu, pada waktu memotong tali pusat dukun bayi hanya menggunakan bambu saja,
tidak barang lain lagi yang digunakan].
4.8. Pembahasan
4.8.1 Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Pasca Persalinan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua partisipan melakukan pemeriksaan
kehamilan ke tenaga kesehatan dan juga pada dukun kampung. Namun terdapat perbedaan
frekuensi pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan keemapat
partisipan ke tenaga kesehatan berkisar antara 1-4 kali, sedangkan ke dukun kampung
sebanyak 1-7kali, baik untuk mengurut perut ataupun meminta doa-doa untuk
menghindarkan dari gangguan roh-roh jahat.
Hal diatas menggambarkan bahwa, walaupun beberapa partisipan pergi ke tenaga
kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya, tetapi pemeriksaan tradisional oleh dukun
kampung tidak mereka abaikan. Bahkan beberapa partisipan memliki frekuensi paling
banyak untuk mengunjungi dukun kampung ketimbang harus pergi ke tenaga kesehatan.
Proses persalinan semua partisipan berlangsung di rumah, didampingi oleh anggota
keluarga yakni ibu, ibu mertua, kakak ipar, dan suami. Cara persalinan yang dialami semua
partisipan adalah persalinan pervaginam atau normal.
Dalam pandangan medis, dukun kampung memiliki keterbatasan untuk menangani
penyulit-penyulit ataupun kompliasi persalinan yang membutuhkan tindakan rujukkan,
seperti dalam Prawirohardjo (2009), mengatakan bahwa pengetahuan dukun bayi tentang
fisiologi dan patologi dalam kehamilan, persalinan serta nifas sangat terbatas sehinga bila
timbul komplikasi, dukun bayi tidak mampu mengatasinya dan bahkan tidak menyadari arti
dan akibatnya.
Setelah persalinan, semua partisipan melakukan perawatan di rumah dengan cara
tradisiolnal, baik perawatan ibu maupun perawatan tali pusat bayi. Semua partisipan
melakukan kegiatan ba rahu dan ba ukup. Ba rahu adalah kegiatan menggunakan bara api,
dengan cara meletakan bara api di bawah kolong tempat tidur, atau bisa juga dengan cara
ibu bersalin duduk menghadap bara api. Kegiatan ini bertujuan untuk menghangatkan tubuh
ibu, menghangatkan payudara untuk menghasilkan produksi ASI yang lebih banyak,
mengeringkan darah di dalm kandungan, mencegah terjadinya infeksi pasca bersalin, dan
untuk mengeringkan jalan lahir.
Kegiatan ini sudah merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan ibu pasca bersalin,
seperti hasil penelitian Martianto dkk. (2008), salah satu tetua adat menerangkan bahwa ibu
dapat mempercepat keringnya darah nifas dan rahim cepat tertutup kembali. Jika
dibandingkan dengan tradisi di Papua, walaupun ibu sama-sama dipanggang, tapi terdapat
sedkit perbedaan dalam manfaatnya, yakni mereka lebih menekankan pada asap kayu yang
dipercaya membawa kekuatan bagi orang sakit atau lemah termasuk ibu yang sedang
melahirkan (Alwi dkk).
Selain ba rahu, ada juga kegiatan ba ukup yang dilakukan oleh semua partisipan. Ba
ukup merupakan kegiatan menggunakan uap air panas dalam wadah (belanga), diisi
dengan rempah-rempah seperti daun cengkih, serei, minyak kayu putih, daun pisang kering
yang dimasak bersamaan dalam satu wadah (biasanya belanga). Setelah air mendidih,
belanga tersebut dibungkus bersama dengan ibu dengan menggunakan kain atau tikar
dalam bentuk lingkaran. Kegiatan ini bertujuan untuk mengeluarkan keringat-keringat kotor
dari tubuh ibu, agar kondisi kesehatan ibu cepat pulih dan kuat pasca bersalin.
Adapun obat-obat tradisional yang dikonsumsi oleh keempat pastisipan setelah
bersalin adalah, seperti air perasan bawang putih, merica, cuka dan daun turi, perasan
serei, air rebusan daun sirih, daun nangka, dan daun sirsak, air seduhan akar alang-alang,
dan pangkal serei. Tujuan dari semua obat tradisional yang dianjurkan adalah untuk
mencegah darah putih naik ke kepala. Tindakan mengkonsumsi obat tradisional Merupakan
kebiasaan turun temurun yang sudah diharuskan kepada seorang ibu setelah bersalin.
Setiap kebudayaan memiliki kepercayaan mengenai berbagai macam obat yang
dapat digunakan ibu post-partum. Obat kampung tersebut diracik dan berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan, seperti daun-daunan, akar-akaran, kulit pohon atau bahan-bahan lain
yang diyakini berkhasiat. Bahan-bahan dari obat kampung tersebut digunakan untuk
berbagai tujuan, antara lain untuk mengembalikan tenaga, untuk memperkuat tubuh sang
ibu, mengembalikan fungsi-fungsi tubuh menjadi seperti sebelum ia hamil, membersihkan
tubuh dari nifas dan zat-zat yang dianggap kotor, serta mengembalikan bentuk tubuh dalam
konteks keindahan tubuh (Meutia F Swasono, 1998).
4.8.2 Budaya Dalam Pemeriksaan Kesehatan dan Pengobatan
Pemeriksaan kesehatan selama hamil dan setelah persalinan pada petugas
kesehatan dibutuhkan untuk mendeteksi kelainan yang mungkin dapat membahayakan jiwa
ibu dan bayi. Kenyataannya hal ini dilakukan oleh hampir semua ibu-ibu tetapi tidak lengkap,
mungkin hanya empat kali selama hamil dan dilakukan sambil berobat karena demam,
pusing, flu dan sebagainya. Kehamilan dan persalinan adalah urusan sesama perempuan
dan tidak perlu dibesar-besarkan karena kehamilan adalah hal yang alami biasa dan cukup
ditangani oleh sesama perempuan. Laki-laki tidak perlu atau tidak mau tahu sehingga tidak
perlu dilibatkan ikut campur memikirkan atau membantu. Pengambilan keputusan
sepenuhnya diserahkan pada ibu apakah mau memeriksakan diri ke dukun atau ke petugas
kesehatan. Anggapan ini dapat berdampak positif bagi kesehatan ibu, dimana ibu bebas
menentukan langkah, namun dengan keterbatasan pendidikan dan pengetahuan ibu maka
langkah yang dilakukan ibu bisa keliru. Dampak negatif dari tidak dilibatkannya suami dalam
pemeliharaan kesehatan ibu yaitu suami tidak hanya berpikir memberikan pendapat,
tanggung jawab atau dukungan yang lebih baik.
Masyarakat Kebar masih mempercayai pengobatan tradisional sehingga pengobatan
modern dilakukan setelah pengobatan tradisional. Masyarakat mendahulukan pengobatan
tradisional dikarenakan faktor kepercayaan dan kedekatan dengan dukun sehingga ketika
sudah sembuh tidak perlu lagi kepetugas kesehatan. Dengan mendahulukan pengobatan
tradisional ini mungkin dapat merugikan kesehatan ibu karena pertama cara pengobatan
tradisonal yang dilakukan misalnya memberikan daun gatal justru dapat menimbulkan
penyakit lain. Kedua dalam keadaan darurat pengobatan tradisional dapat memperlambat
pertolongan petugas kesehatan. Masyarakat juga menganggap obat-obat tradisional tidak
boleh disebarluaskan dan dirahasiakan, bila melanggar dapat menjadi sakit karena terkena
marah para leluhur. Terutama dukun (pemegang oto) tidak mau memberi tahu karena takut
dimarahi oleh, roh yang merupakan kekuatan sakti bersembunyi di pohon-pohon besar dan
tanah berbukit, karena itu obat-obat tradisional yang mereka gunakan dapat berbeda-beda
antara keluarga dan tidak saling memberitahu. Ketertutupan praktek pengobatan tradisional
ini merugikan dalam pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan persalinan karena pengalaman
ibu-ibu terdahulu tentang jenis obat dan kemanjuran suatu obat tidak dapat dijadikan
pelajaran bagi ibu-ibu generasi berikutnya dan sulit untuk diteliti.
Dukun diyakini sebagai orang yang memang mendapat warisan kelebihan dari nenek
moyang yang biasanya diberikan turun temurun. Kepercayaan ini dapat merugikan
kesehatan ibu karena dukun yang belum dilatih tidak mempunyai pengetahuan tentang
anatomi fisiologi kehamilan dan persalinan sehingga mungkin dapat melakukan tindakan
yang salah misalnya tatkala bayi sulit ke luar maka dukun kemudian menginjak perut ibu
atau tangan dukun masuk ke perut ibu. Tindakan dukun ini tetap akan dianggap wajar,
meskipun ibu sampai meninggal di tangan dukun, bahkan yang disalahkan adalah ibu yang
dianggap semasa hamilnya tidak mengikuti aturan adat.
4.8.3 Budaya Dalam Penanganan Proses Persalinan.
Persalinan dapat terjadi secara alami dengan atau tanpa pertolongan, namun banyak
hal mungkin terjadi dalam proses persalinan yang dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi
misalnya perdarahan, partus lama, eklamsi, infeksi dan lain-lain. Masyarakat Kebar
mempercayai darah dan kotoran persalinan dapat menimbulkan penyakit yang mengerikan
bagi laki-laki dan anak-anak, karena itu ibu bersalin harus dijauhkan atau disembunyikan.
Pada penduduk yang masih tinggal di pedalaman lokasi penyingkiran ibu bersalin ini berada
di luar radius 500 meter dari perkampungan. Di desa pemukiman baru ini meskipun mereka
sudah tinggal selama lebih dari 10 tahun, masih tetap ada akar budaya jijik atau takut
terhadap perempuan yang sedang bersalin. Hal ini terlihat dari tempat ibu-ibu melakukan
persalinan di rumah bisa; di dalam kamar mandi, di dapur, di bawah rumah, atau di tempat
khusus yang dibuat di belakang rumah/hutan (bivak). Ini menunjukkan bahwa meskipun
sudah tinggal di pemukiman baru, ibu tetap tidak berani melanggar tradisi dengan
mengurung diri di bagian belakang rumah sementara suami dan anak-anak menunggu di
ruang depan rumah. Kepercayaan ini sangat memojokkan posisi perempuan dan sangat
merugikan kesehatannya.
Perempuan tabu membuka aurat/paha di depan orang yang belum dikenal meski
untuk pengobatan atau persalinan. Kepercayaan ini makin memperkuat ibu-ibu untuk tidak
berani meminta melakukan persalinan di rumah sakit, klinik, Puskesmas meskipun jaraknya
dekat dan tidak membayar sama sekali. Dia khawatir disalah artikan oleh suami bahwa dia
mau melanggar tradisi. Bila ada indikasi yang mengharuskan untuk rninta bantuan pihak
lain, maka perlu dirembukkan dulu atau minta izin suami dan keluarganya karena ini
merupakan tanggung jawab semua kerabat.
Kesehatan adalah hak asasi manusia sekaligus investasi untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu, diselenggarakan pembangunan kesehatan secara
menyeluruh dan berkesinambungan, guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya (Depkes RI. 2004). Upaya meningkatkan derajat kesehatan terutama
ditujukan kepada golongan yang rawan terhadap penyakit, yaitu bayi, balita dan ibu hamil.
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan pada sektor kesehatan ibu dan anak dapat
dilihat dari angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Oleh karena itu,
program promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses
pemberdayaan masyarakat, yaitu proses pembelajaran dari untuk dan bersama masyarakat
sesuai dengan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya dalam
bidang kesehatan. Penolong persalinan merupakan salah satu indikator perilaku hidup
bersih dan sehat yang dipengaruhi oleh kondisi wilayah dan budaya (Depkes, 2006), dan
memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat.
4.8.4 Pengetahuan Dalam Pemilihan Pemilihan Penolong Persalinan
Manusia dalam menjalani kehidupannya, sesuai dengan tingkat kemampuan dalam
memenuhi rasa ingin tahunya, dapat memiliki berbagai jenis pengetahuan dan kebenaran.
Pengetahuan yang banyak penting kita miliki, karena merupakan bahan dan sumber bagi
tersusunnya ilmu pengetahuan (Sadulloh, 2007). Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Meningkatnya
pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi, kebiasaan dan membentuk
kepercayaan seseorang. Pengalaman dan perilaku seseorang yang didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
disadari oleh pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo, 2010). Pendapat ini dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan tentang sesuatu menyebabkan seseorang mempunyai
sifat positif yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan suatu kegiatan. Keterkaitan
antara pengetahuan dan sikap atau perbuatan seseorang sangat berpengaruh dalam
pengambilan keputusan untuk memilih penolong persalinan mana yang akan dipilih oleh ibu
yang akan bersalin. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Karena jika seseorang tidak mengetahui sebuah obyek,
obyek tersebut tidak akan menarik bagi seseorang. Begitu juga dengan pemilihan penolong
persalinan oleh ibu. Berdasarkan hasil penelitian ada dua faktor utama penyebab ibu
memilih penolong persalinan sesuai dengan keinginan mereka yaitu pengalaman dan
informasi. Pengalaman disini merupakan sesuatu yang pernah dialami seseorang tentang
sesuatu. Pemahaman ibu bersalin tentang dukun bersalin adalah lebih sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan dan kebiasaan lokal. Kemampuan tersebut menyangkut;
ketersediaan penolong, biaya, kemampuan dukun, dan mampu mengatasi masalah
persalinan. Makin rendah pengetahuan ibu, makin sedikit keinginannya untuk
memanfaatkanpelayanan kesehatan (Wiludjeng, 2005).
4.8.5 Sosial Budaya Dengan Alternatif Pemilihan Penolong Persalinan
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memilih bidan atau
sando meana dipengaruhi oleh sosial budaya yang kebiasaan/ kepercayaan secara turun
temurun yang terjadi pada ibu. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan responden
dan masyarakat sekitar tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan masih
rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang
sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada dukun.
Kebiasaan dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah
atau rumah adat. Persalinan melalui dukun dianggap menguntungkan ibu hamil, khususnya
mereka dengan kondisi ekonomi yang rendah. Selain pemberian upahnya tidak mahal,
bentuknya lebih luwes, juga tidak mesti membayar pada setiap kunjungan. Rasa
kepercayaan antar warga yang terbangun dalam komunitas dengan memilik kedekatan
sangat tinggi.
Kepercayaan yang diberikan kepada warga lokal lebih tinggi daripada warga non-
lokal. Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat
untuk menolong persalinan, perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat (Depkes
RI,2007). Dukun merupakan orang yang dipercaya warga sebagai tokoh kunci di
masyarakat terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan. Pada kasus
persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut berlangsung, namun juga pada
saat upacara-upacara adat yang dipercaya membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya
seperti upacara tujuh-bulanan kehamilan, baukup (mandi dengan uap panas) dan rahu
(pendiangan di atas bara api). Upacara adat ini tentunya tidak sejalan dengan aktivitas
medis dan tidak dapat dilakukan oleh seorang bidan. Hal inilah yang menyebabkan dukun
memiliki tempat yang terhormat dan memperoleh kepercayaan lokal yang jauh lebih tinggi
dari pada bidan. Dukun dipercayai memiliki kemampuan yang diwariskan turun-temurun
untuk memediasi pertolongan medis dalam masyarakat. Sebagian dari mereka juga
memperoleh citra sebagai “orang tua” yang telah “berpengalaman”. Profil sosial inilah yang
berperan dalam pembentukan status sosial dukun yang karismatik dalam pelayanan medis
tradisional. Perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau
merugikan kesehatan banyak sekalidipengaruhi oleh faktor sosial-budaya.
Pada dasarnya, peran kebudayan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam
membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu
kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua
praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya
adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan. Tingkat
kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah.
Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian
tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah
pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong
persalinan yang biasanya dilakukan di rumah.
4.8.6 Jarak atau Keterjangkauan Sarana Kesehatan Dengan Pemilihan Penolong
Persalinan
Akses ke tempat pelayanan kesehatan merupakan penghambat untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan tertentu seperti sarana transportasi, keadaan geografis
dan waktu tempuh untuk menuju tempat pelayanan kesehatan, waktu tempuh yang di
maksud disini adalah waktu tempuh dari tempat tinggal menuju tempat pelayanan
kesehatan, waktu tempuh yang lama seringkali menjadi kendala bagi masyarakat dalam
upaya pencarian pengobatan.
Sebagian besar responden yang terjangkau aksesnya menuju sarana kesehatan
memilih bidan untuk menolong persalinan. Sebagian besar responden yang tidak terjangkau
aksesnya memilih dukun bayi untuk menolong persalinannya. Responden yang memilih
pertolongan persalinan oleh dukun bayi umumnya merupakan masyarakat yang jarak
rumahnya menuju tempat dukun bayi lebih dekat sedangkan responden yang memilih
pertolongan persalinan oleh bidan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
mendapatkan pelayanan karena jaraknya yang lebih jauh. Ketersediaan dan kemudahan
menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi
merupakan salah satu pertimbangan keluarga dalam pengambilan keputusan mencari
tempat pelayanan kesehatan. Persepsi tentang ancaman berhubungan langsung dengan
pemilihan tenaga penolong persalinan, karena tindakan individu untuk mencari pengobatan
dan pencegahan penyakit akan didorong oleh keseriusan panyakit tersebut atau ancaman
yang dilihatnya.