bab iv evaluasi pajak pertambahan nilai pada pt …thesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-2-00047 ak bab...
TRANSCRIPT
1
BAB IV
EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK
IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai
PT. MPK merupakan sebuah perusahaan lokal yang bergerak dalam bidang
pengembangan pembangkit listrik dan penyedia jasa pendukung proyek
kelistrikan dengan kegiatan usaha termasuk Operasi dan Pemeliharaan (O&M)
pembangkit listrik, serta proyek Rekayasa, Pengadaan dan Konstruksi (EPC) dan
Proyek Pengembangan serta Pengelolaan Manajemen pembangkit listrik untuk
menunjang kebutuhan pasokan listrik di Indonesia, bekerja sama dengan PT.
PLN Persero.
PT. MPK dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal
14 April 2008 oleh Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan dengan
Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) 02.406.596.3 – 062.000 dan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 02.406.596.3 – 062.000.
PT. MPK merupakan Subjek Pajak karena perusahaan melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai serta melakukan bentuk kerjasama operasi yang apabila
menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.
Karena perusahaan telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak,
perusahaan wajib untuk melaksanakan dan melaporkan pajak sesuai dengan
Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku.
2
Dalam menerapkan Pajak Pertambahan Nilai, perusahaan memiliki hak dan
kewajiban untuk melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada saat
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak,
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar (kurang bayar)
apabila Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan lebih besar dari Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, meminta kembali kelebihan (restitusi)
pembayaran pajak (lebih bayar) apabila Pajak Masukan yang telah dibayarkan
oleh perusahaan melalui pemasok - pemasok yang melakukan transaksi dengan
perusahaan, lebih besar dari Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan, dan
melaporkan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Penghitungan Pajak Terutang PT. MPK dimulai pada saat terjadinya
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean, dengan lokasi pelaporan
dan penyetoran Pajak Terutang sesuai dengan tempat di mana perusahaan
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak
Madya Jakarta Selatan. Hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
perusahaan terkait dengan penerapan Pajak Pertambahan Nilai menurut UU PPN
No. 42 Tahun 2009 yaitu :
1. Memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 % (sepuluh persen) dari nilai
transaksi atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau pemberian Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean.
2. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
pemberian Jasa Kena Pajak.
3
3. Menyetorkan setoran Pajak Terutang ke Kas Negara selambat – lambatnya
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
4. Menyampaikan Laporan Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan
Surat Pemberitahuan Masa dalam jangka waktu 30 ( dua puluh ) hari setelah
akhir Masa Pajak.
5. Menyimpan Faktur Pajak dengan rapih dan tertib.
6. Menyelenggarakan pencatatan dalam pembukuan perusahaan mengenai
perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak.
7. Melampirkan Daftar Ringkasan Pembelian dan Daftar Ringkasan Penjualan
pada Surat Pemberitahuan Masa apabila diminta.
Pada Tahun 2004 MedcoEnergi mulai mengembangkan kegiatan bisnis
yang dilakukannya dengan membentuk anak perusahaan yang berfokus pada
produksi listrik dan penyedia jasa pendukung proyek kelistrikan. Proyek pertama
anak perusahaan yang dikenal dengan nama PT. MPK ke dalam bisnis
pembangkit listrik dimulai dengan pengoperasian proyek Panaran I. Lokasi
pengembangan pembangkit listrik pertama yang dilaksanakan oleh perusahaan
yaitu di Pulau Batam.
Segala transaksi yang dilaksanakan oleh PT. MPK didasarkan pada
perjanjian kerja yang tertuang dalam kontrak kerja sama yang telah dibuat atas
kesepakatan antara perusahaan dengan pihak pengguna jasa ataupun pihak
pemasok.
4
IV. 2 Evaluasi Prosedur Pemungutan dan Perolehan Pajak Pertambahan Nilai
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh PT. MPK yang bergerak
dibidang pengadaan barang dan jasa penunjang pembangkit tenaga listrik, segala
transaksi penyerahan barang maupun jasa yang dilakukan oleh perusahaan
dikenakan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku umum sesuai
peraturan pajak terbaru, kecuali diatur lain oleh Undang - Undang.
Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Keluaran yang diterapkan di
perusahaan dihitung dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak dengan Tarif
Tunggal Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen). Hal ini telah
sesuai dengan Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 8A ayat (1).
Tarif Pajak yang digunakan oleh perusahaan untuk menghitung besarnya
Pajak Terutang yaitu 10% (sepuluh persen), sesuai dengan UU No. 42 Tahun
2009 Pasal 7 ayat (1).
Untuk pemasaran produk listrik kepada pihak pemerintah dalam hal ini PT.
PLN Persero, sesuai amanat Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat
(2) yang menyebutkan “barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak merupakan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
Nilai”, maka Penyerahan ini dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai. Selain itu, hal lain yang mendukung penyerahaan ini dibebaskan dari
Pengenaan Pajak yaitu karena produk tersebut tidak ditujukan untuk konsumsi
oleh PT. PLN Persero.
5
Apabila terjadi transaksi atas produk listrik kepada PT. PLN Persero maka
nilai transaksi tersebut akan dicantumkan pada kolom Penyerahan Barang dan
Jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai, karena produk tersebut termasuk dalam Barang Tidak Kena
Pajak menurut Undang – Undang.
Untuk pemasaran produk listrik dengan daya diatas 6600 (enam ribu enam
ratus) watt kepada pihak swasta untuk tujuan konsumsi, dikenakan Tarif Pajak
normal sesuai yang diatur oleh Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 7
ayat (1) yaitu sebesar 10 % (sepuluh persen). Perusahaan tidak melakukan
transaksi untuk produk listrik dibawah 6600 (enam ribu enam ratus) watt yang
merupakan Barang Tidak Kena Pajak menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 31 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) huruf h, secara langsung kepada
pemakai.
Proses penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Masukan dimulai pada saat
bagian keuangan dan akuntansi menerima Faktur Pembelian untuk transaksi
pembelian dari para pemasok dan/atau menerbitkan Faktur Penjualan beserta
Faktur Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai Keluaran atas transaksi
penjualan, yang akan dikirimkan kepada pembeli barang dan pemakai jasa
sebagai bukti atas diakuinya transaksi penyerahan atau perolehan barang dan/atau
jasa yang merupakan objek pajak.
6
Setelah itu bagian akuntansi melakukan input dan pengecekan atas Faktur
Pajak beserta dokumen – dokumen pendukung yang telah diterima ke dalam
sistem. Apabila diketemukan permasalahan dalam Faktur Pajak yang diterima,
pihak perusahaan akan mengembalikan Faktur Cacat yang diketemukan kepada
pihak pemasok, dan meminta untuk dibuat dan dikirimkan kembali
pembetulannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari tidak dapat dikreditkannya
Pajak Masukan atas Faktur Pajak yang cacat sesuai ketentuan Undang – Undang
Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (8) huruf g.
Dari bagian akuntansi, Faktur Pajak yang telah diperiksa, diserahkan
kepada staf pajak yang bertanggung jawab untuk mengelola urusan perpajakan
perusahaan beserta summary report Pajak Pertambahan Nilai Keluaran dan
Masukan untuk diperiksa kembali apakah sudah sesuai atau belum, sebelum
dibuat Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai guna pelaporan dan
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai PT. MPK yang dilakukan setiap bulannya.
Khusus untuk transaksi yang ditujukan kepada daerah yang diatur sabagai
Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone), maka penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam daerah tersebut dibebaskan dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pembebasan ini dilakukan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 45/PMK. 03/2009 Pasal 1
angka 1, yang menyatakan bahwa Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas
dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang
mewah, dan cukai.
7
Penetapan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2007. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan yang
mengatur mengenai Pembebasan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai untuk
penyerahan Barang Kena Pajak ke dalam Kawasan Bebas yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2009 Pasal 5.
Segala kegiatan atau transaksi impor tidak dilakukan oleh perusahaan
sendiri melainkan dilaksanakan dan dikelola oleh pihak ketiga yaitu Perusahaan
Pengimpor (Freight Forwarder) yang memberikan jasa pengurusan transportasi
(Freight Forwarding). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan biaya yang
dikeluarkan jika perusahaan harus membeli barang dari luar Daerah Pabean.
Perusahaan tidak dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah karena
perusahaan tidak melakukan transaksi penjualan barang yang termasuk kategori
barang mewah menurut Undang – Undang. Adapun Yang dimaksud dengan
“Barang Kena Pajak yang tergolong mewah” adalah:
1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
2. Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
3. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; dan/atau
4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
8
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor
Barang Kena Pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut
dilakukan secara terus menerus atau hanya sekali saja.
IV.2.1 Evaluasi Pemungutan Pajak Keluaran
Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang terkait dengan proses pelaksanaan kegiatan operasi yang
dilakukan oleh perusahaan.
Proses Pemungutan Pajak Keluaran yang dilakukan oleh PT. MPK dimulai
pada saat penghitungan besaran Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibebankan
kepada pihak pelanggan sehubungan dengan dilaksanakan dan diakuinya sebuah
transaksi atau penyerahan barang dan/atau jasa kepada pelanggan sesuai dengan
Kontrak yang ada. Penghitungan besaran Pajak Pertambahan Nilai Keluaran
yang harus dipungut oleh perusahaan dilakukan dengan mengalikan tarif Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dengan Harga Jual/Penggantian
/Uang Muka/Termijn, tergantung mana yang dipakai pada saat Faktur Pajak
dibuat.
Setelah proses penghitungan dan pencatatan selesai dilakukan,
diterbitkanlah Faktur Penjualan dan Faktur Pajak yang akan diserahkan kepada
pihak pelanggan terkait transaksi yang bersangkutan.
9
Setelah dokumen – dokumen pendukung yang terkait dengan transaksi
tersebut selesai dibuat dan telah diserahkan kepada bagian akuntansi dan
keuangan perusahaan pelanggan, bagian keuangan PT. MPK melakukan monitor
terhadap transaksi – transaksi yang dapat dilakukan penagihan pembayaran dan
memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai angka yang tertera dalam Faktur
Pajak yang merupakan hasil penghitungan yang telah dilakukan sebelumya.
Setelah proses penghitungan dan pencatatan selesai dilakukan, bagian
keuangan perusahaan yang menerbitkan Faktur Penjualan dan Faktur Pajak akan
menyerahkan Faktur Pajak Lembar ke – 2 yang merupakan Bukti Pajak Keluaran
kepada staf pajak untuk menghitung berapa besaran Pajak Pertambahan Nilai
yang masih harus disetorkan setelah dikreditkan dengan Pajak Masukan.
Pajak Terutang timbul apabila Faktur Pajak telah diterbitkan. Faktur Pajak
diterbitkan jika telah diterima pembayaran atas transaksi tersebut atau suatu
transaksi telah diakui dan dilakukan pencatatannya, dimana penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak telah dilakukan. Hal ini telah sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan Faktur Pajak yang
tertuang dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009
Pasal 13 ayat (1) dan (1a).
Penghitungan Pajak Terutang selain dilakukan dengan menghitung total
Pajak Keluaran yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa berdasarkan
Faktur Pajak yang diterima, juga mengacu pada buku besar perusahaan hasil
pencatatan setiap transaksi dan Faktur Pajak yang diterbitkan. Apabila hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan lebih bayar, maka
perusahaan tidak perlu lagi menyetorkan Pajak Terutang kepada Kas Negara.
10
Pada akhir 2010, perusahaan dan mitra memiliki dan mengoperasikan dua
pembangkit listrik berbahan bakar gas dengan kapasitas 2x27.75 + 4,5 MW dan
2x27 + 7,5 MW, masing-masing di Pulau Batam. Selain itu, perusahaan memiliki
pembangkit listrik tenaga gas dengan kapasitas 19 MW juga di Pulau Batam.
Untuk traksaksi penyerahan barang dan/atau jasa terkait dengan proyek yang
berlokasi di Pulau Batam tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, karena Pulau
Batam merupakan Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone). Regulasi
yang mengatur mengenai Kawasan Perdagangan Bebas ini dituangkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 45/PMK. 03/2009.
IV.2.1.1 Prosedur Penjualan pada PT. MPK
Sebagai pengembang terkemuka, operator kecil - menengah ukuran
Produsen Tenaga Listrik Independen (Independent Power Producer) di
Indonesia dan penyedia jasa proyek listrik dengan kegiatan usaha termasuk Jasa
Operasi dan Pemeliharaan (Operations & Maintenance) pembangkit listrik,
Proyek Rekayasa, Pengadaan dan Konstruksi (EPC) serta Proyek
Pengembangan dan Manajemen pembangkit listrik, setiap transaksi yang
dilaksanakan oleh PT. MPK didasarkan pada perjanjian kerja yang tertuang
dalam kontrak kerja sama yang dibuat atas kesepakatan antara perusahaan
dengan pihak pengguna jasa.
11
Setelah diterbitkan sebuah kontrak, kemudian dilaksanakan pengerjaan
yang menghasilkan Berita Acara Penyelesaian Proyek. Berita Acara
Penyelesaian Proyek tersebut menjelaskan berapa persen proyek telah
dilaksanakan untuk dapat dilakukan penagihan, sesuai dengan kesepakatan
yang tertuang di dalam kontrak.
Pada umumnya penagihan dilaksanakan apabila pengerjaan proyek telah
mencapai 40 % (empat puluh persen), 70 % (tujuh puluh persen) dan 100 %
(seratus persen) pengerjaan.
Pada setiap masa penagihan terhadap suatu pelanggan, bagian akuntansi
dan keuangan perusahaan melakukan pencatatan dan menerbitkan Faktur
Penjualan beserta Faktur Pajak berdasarkan Berita Acara Penyelesaian Proyek
yang diperoleh dari lapangan, untuk dikirimkan kepada bagian akuntansi dan
keuangan perusahaan pelanggan.
IV.2.1.2 Prosedur Pencatatan Penjualan
Transaksi penjualan yang dilaksanakan oleh perusahaan diakui dan
dilakukan pencatatannya ke dalam sistem akuntansi yang digunakan oleh
perusahaan pada saat Faktur Penjualan atau Faktur Pemberian Jasa dibuat oleh
bagian akuntansi perusahaan berdasarkan dokumen – dokumen pendukung
yang diperoleh dari lapangan, seperti Berita Acara Penyelesaian Proyek, Bukti
Penerimaan Barang, dll. Pencatatan sebuah transaksi akan menghasilkan akun
piutang yang akan dimonitor kapan jatuh tempo pembayarannya untuk
dilakukan penagihan.
12
Jurnal untuk transaksi penyerahan listrik kepada PT. PLN Persero yang
dilaksanakan oleh perusahaan, yaitu :
Piutang Dagang 256.379.642
Penyerahan Jasa Listrik 256.379.642
Salah satu jurnal transaksi yang dilakukan oleh perusahaan misalnya
pemberian jasa pemeliharaan suatu pembangkit tenaga listrik kepada salah satu
proyek yang sedang berlangsung :
Piutang Dagang 12.007.467
Jasa Pemeliharaan 10.915.879
Pajak Pertambahan Nilai 1.091.588
IV.2.1.3 Penerimaan Pembayaran
Penerimaan pembayaran atas transaksi penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan dilakukan sesuai kontrak yang telah disepakati antara pihak
perusahaan dengan pihak pelanggan yang menggunakan jasa yang ditawarkan
oleh PT. MPK.
Sebelum pembayaran diterima, bagian keuangan melakukan monitor
terhadap akun piutang yang telah jatuh tempo sesuai periode yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Atau memonitor akun pembayaran diterima
dimuka untuk proyek yang telah diterima uang mukanya.
Setelah pembayaran diterima oleh bagian keuangan maka dibuat jurnal
pelunasan untuk mengkreditkan akun piutang atau mendebet akun pembayaran
diterima dimuka terkait dengan transaksi yang dilakukan pembayarannya
tersebut.
13
IV.2.1.4 Pencatatan Transaksi atas Retur Penjualan / Pembatalan Kontrak
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak perusahaan, tidak
pernah ada pembatalan kontrak ataupun retur penjualan yang terjadi karena
hampir sebagian besar produk yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pelanggannya merupakan produk jasa dan penyerahan barang tidak berwujud,
yang telah disepakati bersama sebelum suatu kontrak dibuat.
Untuk produk berupa barang, karena perusahaan tidak memproduksi
sendiri barang pendukung dan pembangun pembangkit tenaga listrik, maka
retur penjualan untuk produk barang juga tidak pernah terjadi karena
perusahaan telah menetapkan standar dan sistem penerimaan barang yang ketat.
IV.2.2 Evaluasi Perlakuan Pajak Masukan
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Pajak
Masukan dibedakan menjadi :
1. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan atas
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dari Barang
Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang diserahkan
atau dijual.
14
2. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, yang diatur dalam
Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009
Pasal 9 ayat (8).
Setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan perolehan
Barang Kena Pajak dan pemakaian Jasa Kena Pajak diakui sebagai Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, tanpa ada pemisahan antara Barang Produktif
dan Barang Non – Produktif.
Pajak Masukan mulai diakui dan dihitung pada saat Faktur Pembelian dan
Faktur Pajak diterima oleh bagian akuntansi dan keuangan dari pemasok untuk
dicocokkan dengan Bukti Penerimaan Barang dari bagian proyek dan salinan
kontrak terkait proyek tersebut.
Setelah diperiksa dan telah sesuai dengan seluruh dokumen – dokumen
pendukung, kemudian dilakukan pencatatan ke dalam sistem akuntansi
perusahaan guna pengolahan data sesuai kebutuhan masing – masing bagian.
Untuk Perlakuan Pajak Masukan, setelah data dimasukan ke dalam
sistem, Faktur Pajak diserahkan kepada staf yang menangani urusan perpajakan
untuk diperiksa, dilakukan penghitungan dan dilaporkankan pada Surat
Pemberitahuan Masa untuk Masa Pajak periode sebelumnya.
IV.2.2.1 Prosedur Pembelian pada PT. MPK
Prosedur pembelian yang diterapkan oleh perusahaan yaitu setiap
transaksi pembelian yang dilakukan, didasarkan pada permintaan yang
muncul dari proyek sesuai dengan kontrak yang sedang dilaksanakan.
15
Oleh karena itu, bersamaan dengan dilaksanakannya kontrak antara
perusahaan dengan pihak pengguna jasa, perusahaan juga melakukan
penawaran dan mencari para calon pemasok yang tertarik untuk melakukan
pengadaan barang yang akan digunakan untuk mendukung proses
pelaksanaan proyek. Setelah penawaran dilakukan dan diputuskan pemasok
yang dipilih untuk pengadaan barang pada suatu proyek, maka dibuatlah
kontrak pembelian barang yang mengatur ketentuan terkait dengan
pengadaan barang yang dibutuhkan perusahaan pada suatu proyek beserta
prosedur pembayarannya.
Apabila kontrak telah dibuat, perusahaan mengirimkan Purchase
Order kepada pihak pemasok untuk dikirimkan barang sesuai pesanan ke
proyek yang sedang dilaksanakan.
Saat barang diterima, bagian proyek akan membuat Bukti Penerimaan
Barang dengan mencocokkan kondisi barang yang diterima apakah sudah
sesuai dengan pesanan atau belum dan apakah kondisi barang dalam keadaan
baik atau tidak. Apabila sudah sesuai maka bagian proyek akan menerbitkan
dokumen Goods Receive sebagai Bukti Penerimaan Barang yang berisi
perincian kuantitas dan kondisi barang yang diterima.
Dokumen tersebut kemudian dikirimkan kepada bagian akuntansi dan
keuangan guna menjadi dokumen pendukung atas pembayaran yang akan
dilaksanakan. Setelah sebelumnya dilakukan pengecekkan terhadap
kebenaran dokumen – dokumen tersebut.
16
Adapun Objek Pajak Pertambahan Nilai terkait dengan kegiatan
pembelian yang dilakukan oleh perusahaan antara lain :
• Barang & Jasa untuk Pembangunan Pembangkit Listrik, seperti
: Mesin Pembangkit, jasa untuk tenaga ahli, jasa pengiriman
material yang terkait dengan proyek pembangunan.
• Jasa Pengembangan dan Pemeliharaan Pembangkit Listrik.
• Sparepart
• Biaya penyewaan untuk menyewa barang dan jasa terkait
kegiatan proyek yang sedang berlangsung seperti misalnya
penyewaan alat transportasi.
• Material Pendukung seperti helm, seragam lapangan, senter,
dll.
• Tiket Perjalanan ke lokasi proyek.
IV.2.2.2 Prosedur Pencatatan Pembelian
Transaksi Pembelian yang dilaksanakan oleh perusahaan diakui dan
dilakukan pencatatannya ke dalam sistem akuntansi yang digunakan oleh
perusahaan pada saat Faktur Pembelian diterima oleh bagian akuntansi dari
pemasok. Sebelum dicatat, bagian akuntansi mencocokkan Faktur Pembelian
yang diterima dari pemasok dengan dokumen – dokumen pendukung seperti
Purchase Order , Kontrak dan Goods Receive dari bagian proyek untuk
memastikan bahwa barang yang diterima oleh bagian proyek sesuai dengan
pesanan dan Faktur Pembelian yang dikirimkan kepada bagian akuntansi
untuk ditagih pembayarannya.
17
Selain itu bagian akuntansi juga melakukan pengecekan terhadap
Faktur Pajak atas transaksi tersebut apakah sudah benar atau masih cacat dan
terdapat kesalahan atau tidak.
Apabila semua sudah benar dan tidak ada kesalahan, barulah transaksi
tersebut dicacat ke dalam sistem untuk mengakui akun biaya dan hutang. Jika
masih diketemukan kesalahan, bagian akuntansi akan mengembalikan Faktur
Pembelian dan Faktur Pajak yang diterima kepada pihak pemasok untuk
dibuatkan pembetulannya, sebelum transaksi tersebut dicatat dan diakui di
dalam pembukuan PT. MPK. Contoh pencatatan transaksi pembelian yang
dilakukan oleh perusahaan yaitu :
Perlengkapan Proyek 15.017.832
Suku Cadang 3.355.428
Pajak Pertambahan Nilai 1.837.326
Hutang Dagang 20.210.586
IV.2.2.3 Prosedur Pembayaran Atas Pembelian
Pembayaran akan dilakukan apabila suatu transaksi telah diakui dan
dicatat dalam pembukuan PT. MPK. Bagian keuangan akan memonitor akun
hutang dalam sistem untuk melihat transaksi mana yang sudah jatuh tempo
batas pembayarannya untuk disiapkan pembayaran dengan melihat kondisi
keuangan yang ada.
Setelah dilakukan pembayaran, bagian keuangan akan membuat jurnal
pelunasan untuk mendebitkan akun hutang yang telah dilunasi tersebut.
18
IV. 2. 3 Evaluasi atas Faktur Pajak Yang Digunakan Perusahaan
Berdasarkan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun
2009 Pasal 13, Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk
setiap:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang –
Undang Pajak Pertambahan Nilai;
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang –
Undang Pajak Pertambahan Nilai;
c. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam
Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
d. Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu, perusahaan wajib untuk menerbitkan dan menerima
Faktur Pajak yang sesuai dengan ketentuan Perundang – Undangan untuk
dijadikan acuan dalam penghitungan dan pelaporan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dan Pajak Keluaran yang terutang oleh perusahaan.
Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-159/PJ./2006 Pasal
1 ayat (3), dalam Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan mengenai
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
sedikitnya memuat:
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
19
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
IV. 2. 3. 1 Evaluasi atas Faktur Pajak Standar Keluaran
Perusahaan wajib menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilaksanakan oleh
perusahaan terkait dengan proses pelaksanaan suatu proyek untuk menjadi
bukti pemungutan dan penghitungan Pajak Keluaran yang harus disetorkan
oleh perusahaan kepada Kas Negara.
Menurut pihak perusahaan, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh
perusahaan sebagai Bukti Pemungutan Pajak oleh PT. MPK untuk diberikan
kepada pelanggan hanya 1 (satu) macam yaitu Faktur Pajak Standar yang
terdiri dari 2 lembar yaitu lembar pertama ditujukan untuk pihak pelanggan
sebagai Bukti Pajak Masukan dan lembar kedua disimpan oleh perusahaan
sebagai Bukti Pajak Keluaran.
Berdasarkan observasi secara langsung yang dilakukan oleh penulis,
Faktur Pajak yang diterbitkan oleh perusahaan telah sesuai dengan Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-159/ PJ./2006 Tentang Saat
Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata
Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (2).
20
Penerbitan Faktur Pajak Keluaran dilaksanakan oleh PT. MPK
bersamaan dengan diterbitkannya Faktur Penjualan yang merupakan bukti
bahwa suatu transaksi telah diakui dan dilakukan pencatatannya oleh bagian
akuntansi, berdasarkan dengan kesepakatan yang tertuang dalam Surat
Kontrak Kerja Sama.
Dilihat dari tanggal pembuatannya, Faktur Pajak Keluaran yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Surat Pemberitahuan Masa
sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
IV. 2. 3. 2 Evaluasi atas Faktur Pajak Standar Masukan
Berdasarkan observasi atas Faktur Standar Masukan yang
didokumentasikan oleh perusahaan, ditemukan beberapa macam Faktur
Pajak Masukan. Ada yang berupa Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak
saja. Menurut pihak perusahaan hal tersebut tidak menjadi masalah dan
dianggap sama saja.
Faktur Pajak Masukan yang diterima berisi informasi mengenai Nama
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Harga Jual/ Penggantian/Uang
Muka/Termijn dari setiap Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak,
Jumlah Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak Pertambahan Nilai Masukan yang
dapat dikreditkan.
Faktur Pajak Standar Masukan yang diterima akan diperiksa dan
dicocokkan oleh bagian keuangan dan akuntansi dengan Faktur Pembelian
dan Bukti Penerimaan Barang serta salinan kontrak terkait proyek tersebut.
21
Apabila terdapat ketidakcocokkan atau Faktur Pajak yang diterima tidak
sesuai dengan ketentuan Perundang – Undangan atau cacat, maka Faktur
Pajak tersebut akan dikirimkan kembali kepada pihak pemasok untuk dibuat
perbaikannya.
Karena seperti diatur dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan
Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (8), apabila Faktur Pajak Masukan
yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan Perundang – Undangan atau
cacat maka Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
Apabila sudah cocok dan benar, kemudian bagian keuangan dan
akuntansi akan melakukan pencatatan untuk mengakui biaya dan hutang,
Setelah itu Faktur Pajak yang telah dicatat, diserahkan kepada staf bagian
keuangan yang bertanggung jawab menangani urusan perpajakan untuk
diperiksa dan dibuatkan Surat Pemberitahuan Masa untuk Masa Pajak
periode sebelumnya.
IV. 2. 4 Evaluasi atas Pelaporan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
PT. MPK
Pajak Keluaran dan Pajak Masukan PT. MPK Periode 2008 – 2010
Tahun Pajak 2008
Pajak Keluaran sebesar Rp 990.118.397,-
Pajak Masukan sebesar Rp 1.304.579.211,-
Lebih Bayar PPN Rp 1.945.204.790,-
22
Tahun Pajak 2009
Pajak Keluaran sebesar Rp 972.586.700,-
Pajak Masukan sebesar Rp 1.113.710.042,-
Lebih Bayar PPN Rp 2.086.328.132,-
Tahun Pajak 2010
Pajak Keluaran sebesar Rp 858.328.325,-
Pajak Masukan sebesar Rp 1.611.335.227,-
Lebih Bayar PPN Rp 2.755.860.101,-
IV. 2. 4. 1 Prosedur Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
Untuk proses pelaporan Pajak Pertambahan Nilai oleh PT. MPK
dilaksanakan setiap akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak
tanpa tanggal yang pasti. Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan
Perundang – Undangan Pajak Pertambahan Nilai terbaru yaitu UU No. 42
Tahun 2009 Pasal 15A ayat (2) yang menyebutkan “Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak”.
Setiap kegiatan pelaporan dilakukan oleh staf yang menangani pajak
secara langsung dengan mengantarkan dokumen – dokumen Pajak
Pertambahan Nilai seperti Formulir Induk yang digunakan pada periode
Tahun 2008 - 2010 yaitu Formulir Induk 1107 beserta lampiran –
lampirannya yaitu Formulir 1107 A untuk Daftar Pajak Keluaran dan PPn
BM dan Formulir 1107 B untuk Daftar Pajak Masukan dan PPn BM ke
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan.
23
Adapun dokumen yang digunakan oleh perusahaan guna pelaporan
Pajak Pertambahan Nilai ke Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan
untuk periode pajak Tahun 2008 - 2010 yaitu Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai Formulir 1107 yang ditambah lampiran 1107 A
untuk Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM dan lampiran 1107 B untuk Daftar
Pajak Masukan dan PPn BM.
Fungsi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai menurut
Yustinus Prastowo yaitu “sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai
dan PPn BM yang sebenarnya terutang, untuk melaporkan pengkreditan
Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan,
untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu
masa pajak, yang ditentukan oleh Ketentuan Peraturan Perundang –
Undangan Perpajakan yang berlaku dan sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkan oleh perusahaan”. (2010 : 75)
Pada saat pelaporan periode Desember 2010, tidak ada penyerahan
yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut oleh Pemungut yang merupakan
Wajib Pungut, karena pada periode tersebut perusahaan tidak melakukan
transaksi dengan pihak – pihak yang merupakan Wajib Pungut.
24
Adapun pihak – pihak yang merupakan Wajib Pungut menurut
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 547/KMK.04/2000
Pasal 1 ayat (1) yaitu Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara,
Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau
Kota, Pertamina, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di
bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Bank Milik Negara,
Bank Milik Daerah dan Bank Indonesia.
Penyerahan yang dipungut oleh Pemungut bagi PT. MPK yaitu
transaksi yang dilaksanakan oleh perusahaan terkait dengan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor Kontrak
Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi
dan Pertambangan Umum lainnya.
Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh PT. MPK
didasarkan pada Faktur Pajak yang yang diterima dan diterbitkan oleh
perusahaan.
Apabila terdapat kesalahan pelaporan yang perlu dilakukan
pembetulan seperti misalnya ada Pajak Pertambahan Nilai yang belum
dilaporkan melampaui batas waktu yang seharusnya yaitu maksimal 3 bulan,
karena status Pajak Pertambahan Nilai perusahaan masih berstatus lebih
bayar maka perusahaan tidak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6
25
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan
Perubahannya yang diatur dalam UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat
(4) huruf f.
Data Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2008 – 2010
PT. MPK:
Tabel VI.1
Tanggal Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2008
Masa Pajak Tanggal Pelaporan
Januari 20 Februari 2008
Februari 19 Maret 2008
Maret 18 April 2008
April 16 Mei 2008
Mei 20 Juni 2008
Juni 21 Juli 2008
Juli 19 Agustus 2008
Agustus 19 September 2008
September 17 Oktober 2008
Oktober 18 Nopember 2008
Nopember 22 Desember 2008
Desember 16 Januari 2009
26
Tabel VI.2
Tanggal Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2009
Masa Pajak Tanggal Pelaporan
Januari 20 Februari 2009
Februari 20 Maret 2009
Maret 17 April 2009
April 15 Mei 2009
Mei 19 Juni 2009
Juni 17 Juli 2009
Juli 20 Agustus 2009
Agustus 21 September 2009
September 19 Oktober 2009
Oktober 20 Nopember 2009
Nopember 18 Desember 2009
Desember 18 Januari 2010
27
Tabel VI.3
Tanggal Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2010
Masa Pajak Tanggal Pelaporan
Januari 19 Februari 2010
Februari 19 Maret 2010
Maret 28 April 2010
April 31 Mei 2010
Mei 29 Juni 2010
Juni 27 Juli 2010
Juli 30 Agustus 2010
Agustus 30 September 2010
September 28 Oktober 2010
Oktober 29 Nopember 2010
Nopember 30 Desember 2010
Desember 28 Januari 2011
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan telah
melaksanakan prosedur pelaporan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan
oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
184/PMK.03/2007 Pasal 7 ayat (1) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2008,
dimana peraturan tersebut menyatakan “Wajib Pajak orang pribadi atau
badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri maupun yang
ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN, wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir”.
28
Sedangkan untuk Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Periode April
Tahun 2010 dan seterusnya, mengacu pada Peraturan Perundang –
Undangan Pajak Pertambahan Nilai terbaru yaitu UU No. 42 Tahun 2009
Pasal 15A ayat (2) yang menyatakan “Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak”. Dan ditegaskan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 80/PMK.03/2010 Pasal 7 ayat (3a).
Peraturan tersebut mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2010.
Untuk pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan, melewati batasan
tanggal pelaporan yang ditentukan oleh Undang – Undang ataupun Peraturan
Menteri Keuangan, tidak melanggar peraturan karena batasan tanggal
pelaporan tersebut jatuh pada hari libur. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 184/PMK.03/2007 Pasal 3 ayat
(1) yang menyatakan “Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau
penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya”. Penjelasan mengenai hari libur nasional diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 184/PMK.03/2007
Pasal 3 ayat (2), yaitu hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan
Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
29
IV. 2. 4. 2 Prosedur Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi kewajiban PT.
MPK dilaksanakan sebelum waktu pelaporan Pajak Pertambahan Nilai,
maksimal sebelum akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak,
sesuai dengan Peraturan Perundang – Undangan Pajak Pertambahan Nilai
terbaru yaitu UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 15A ayat (1) yang menyebutkan
“Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan”.
Sebelumnya, Jatuh Tempo penyetoran Pajak Pertambahan Nilai jatuh
pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
dan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Hal tersebut diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 184/PJ./2007 Pasal 2 ayat (13)
dan Pasal 7 ayat (1).
Menurut UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (3) dan (4), apabila
dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya.
30
Karena posisi Pajak Pertambahan Nilai perusahaan sampai periode
Desember 2010 berstatus lebih bayar sebesar Rp. 2.775.860.101,- maka
perusahaan tidak perlu melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
kepada Kas Negara.
Tetapi perusahaan tetap berkewajiban untuk melaporkan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai maksimal 30 (tiga puluh) hari
setelah masa pajak bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak Madya
Jakarta Selatan sejak tanggal 1 April 2010 yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 Pasal 7 ayat (3a).
IV. 3. Pembahasan Hasil Temuan
Berdasarkan observasi secara langsung yang dilakukan oleh penulis,
diketahui hal – hal sebagai berikut :
1. Adanya Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak ke daerah Batam
yang merupakan Kawasan Bebas yaitu suatu kawasan yang berada dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari
daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan
nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai menurut Undang –
Undang.
Oleh karena itu setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
Pajak ke daerah Batam yang dilaksanakan oleh perusahaan tidak terutang
Pajak Pertambahan Nilai.
31
Peraturan terbaru yang mengatur Batam sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas yaitu Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011 sebagai Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam meliputi Pulau
Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau
Galang, Pulau Galang Baru, dan Pulau Janda Berias dan gugusannya.
2. Setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan perolehan
Barang Kena Pajak dan pemakaian Jasa Kena Pajak diakui sebagai Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, tanpa ada pemisahan antara Barang
Produktif dan Barang Non – Produktif. Apabila tidak disusun ketentuan
mengenai pemisahan Perolehan Barang Kena Pajak yang Pajak Masukannya
dapat dikreditkan, dikhawatirkan apabila terjadi transaksi Perolehan Barang
Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan oleh Undang -
Undang, akan timbul kebingungan bagi staff pajak dalam mengkreditkan
Pajak Masukan dan menyebabkan kesalahan pelaporan yang melanggar
Undang – Undang.
Untuk kedepannya, penulis memberikan saran kepada perusahaan untuk
menyusun ketentuan yang mengatur mengenai pemisahan perolehan Barang
Kena Pajak yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan untuk menghitung
Pajak Terutang perusahaan.
32
3. Terdapat perbedaan penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang
digunakan untuk melaporkan Pajak Pertambahan Nilai perusahaan dengan
dokumen Faktur Pajak yang ada.
Hal ini dapat menimbulkan kecurigaan bagi pihak fiskus apabila
dilakukan pemeriksaan, apakah perbedaan tersebut benar – benar tidak
disengaja atau memang benar ada Faktur Pajak sesuai Nomor tersebut yang
disembunyikan. Untuk mengatasi permasalahan seperti ini, hal yang dilakukan
oleh perusahaan yaitu membuat pembetulan terkait kesalahan yang ada
apabila diperlukan.
4. Pernah diketemukan Faktur Pajak yang cacat dimana terdapat coretan yang
dapat menimbulkan masalah sehingga Faktur Pajak seperti ini akan
dikembalikan lagi oleh perusahaan kepada pihak pemasok untuk dibuat faktur
pajak yang benar tanpa ada coretan yang menjadikan faktur tersebut cacat.
Atau pernah juga diketemukan Faktur Pajak yang tidak mencoret pada bagian
Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn yang tidak perlu sebagaimana
diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri Faktur Pajak. Setelah dibuat
perbaikannya, barulah Faktur Pajak tersebut dilaporkan melalui Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Untuk Faktur Pajak yang diketahui cacat pada saat telah dilaporkan
melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai maka perlu
dilakukan beberapa prosedur pembetulan seperti yang diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No. PER - 31/PJ./2010.
33
Untuk melakukan Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat,
salah dalam pengisian atau penulisan, tidak diperkenankan dengan cara
menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara
membuat Faktur Pajak Standar Pengganti. Penerbitan dan peruntukan Faktur
Pajak Standar Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan
Faktur Pajak Standar yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur
Pajak Standar yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal
Pajak No. PER-31/PJ./2010 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran,
Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak
Standar.
Faktur Pajak Standar Pengganti, diisi berdasarkan keterangan yang
seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat,
salah dalam penulisan atau pengisian tersebut. Kode dan Nomor Seri Faktur
Pajak Standar yang diganti dapat diisi dengan cara manual.
Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti mengakibatkan adanya
kewajiban untuk membetulkan SPT Masa PPN pada Masa pajak terjadinya
kesalahan pembuatan Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar Pengganti
dilaporkan dalam SPT Mas PPN pada :
- Masa pajak yang sama dengan masa pajak dilaporkannya Faktur Pajak
Standar yang diganti, dengan mencantumkan nilai setelah penggantian; dan
- Masa pajak diterbitkannya Faktur Pajak Pengganti tersebut dengan
mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN dan PPnBM, untuk
menjaga urutan Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh PKP.
34
Pelaporan Faktur Pajak Standar Pengganti pada SPT Masa PPN, harus
mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang diganti pada
kolom yang telah ditentukan.
Sesuai Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (5), Faktur
Pajak wajib diisi dengan lengkap, benar, dan jelas. Lengkap berarti semua
unsur yang tercantum dan lampiran yang disyaratkan harus lengkap dan
ditandatangani. Benar berarti sesuai dengan Undang – Undang. Jelas berarti
setiap tulisan maupun angka harus jelas sehingga tidak ditafsirkan lain.
Untuk memenuhi kewajiban tersebut maka perusahaan harus lebih
memperhatikan pemberian coretan pada bagian Harga Jual/Penggantian/Uang
Muka/ Termijn sesuai yang digunakan dalam pencatatan sebuah transaksi.
Rekomendasi yang diberikan oleh penulis terkait dengan permasalahan
ini yaitu supaya pihak perusahaan lebih teliti dalam menerbitkan Faktur Pajak
dan memperhatikan Faktur Pajak yang diterima apakah sudah sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-
31/PJ./2010 Pasal 1 atau belum.
5. Terdapat selisih antara saldo Pajak Pertambahan Nilai yang terdapat pada
sistem akuntansi perusahaan dengan yang dilaporkan melalui Surat
Pemberitahuan Masa. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa Faktur
Pajak yang belum dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Masa. Kejadian
seperti ini terjadi karena pembuatan Surat Pemberitahuan Masa didasarkan
pada Faktur Pajak secara fisik yang mungkin saja terselip satu dengan yang
lainnya.
35
Perlakuan untuk masalah ini yaitu pertama – tama dilakukan vouching
terhadap Faktur Pajak dalam masa pajak yang bersangkutan. Setelah bukti
fisik Faktur Pajak yang menyebabkan selisih ditemukan, bagian keuangan
menganalisa nilai dari selisih yang timbul, apakah nilai tersebut material atau
tidak material. Jika angka selisih yang disebabkan oleh suatu faktur pajak
bersifat material maka akan dilakukan pembetulan dengan melaporkan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang ditujukan untuk
Pembetulan dengan mengisi kolom Pembetulan Ke : yang terdapat dikepala
surat.
Jika angka selisih yang disebabkan oleh suatu Faktur Pajak bersifat
tidak material maka pihak perusahaan akan mengakui dan mencatat selisih
tersebut sebagai beban sesuai dengan transaksi yang ditimbulkan. Contoh
pencatatan selisih Pajak Masukan sebuah transaksi menjadi beban yaitu atas
transaksi pengiriman barang menggunakan ekspedisi yang nilai uangnya
tidak material sebagai berikut :
Beban Ekspedisi Rp. 8.155,-
Pajak Masukan Rp. 8.155,-
Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Perundang – Undangan Pajak
Pertambahan Nilai terbaru yaitu UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (9)
yang menyatakan “Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.”
36
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa,
Faktur Pajak Masukan, Faktur Pajak Keluaran dan data Pajak Masukan serta
Pajak Keluaran yang terdapat dalam sistem akuntansi perusahaan, diketahui
bahwa penyebab timbulnya selisih pada Masa Pajak Desember 2010 yaitu :
o Belum dilaporkannya 4 transaksi yang telah dicatat dalam sistem
akuntansi perusahaan dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010-
000-10-00001832 dengan nilai transaksi Rp. 17.950,-; 010-000-10-
00000260 dengan nilai transaksi Rp. 95.000,-; 040-000-10-00000000
dengan nilai transaksi Rp. 8.155,-; dan 040-000-10-00190975 dengan
nilai transaksi Rp. 3.936,-.
o Masih tertahannya 6 buah Faktur Pajak atas transaksi yang belum
dilakukan pencatatan oleh bagian akuntansi, sampai saat pelaporan Surat
Pemberitahuan Masa Desember 2010. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
dari 6 transaksi tersebut yaitu :
1. 010-000-10-00000141 dengan nilai transaksi Rp. 84.700,-
2. 010-000-10-00000195 dengan nilai transaksi Rp. 84.700,-
3. 010-000-10-00001112 dengan nilai transaksi Rp. 337.500,-
4. 010-000-10-00001113 dengan nilai transaksi Rp. 252.000,-
5. 010-000-10-00002421 dengan nilai transaksi Rp. 108.000,-
6. 010-000-10-00001832 dengan nilai transaksi Rp. 32.605,-
37
6. Pelaporan masih dilakukan secara manual dengan mengantarkan secara
langsung Surat Pemberitahuan kepada Kantor Pajak Pratama Madya Jakarta
Selatan. Untuk lebih menghemat waktu dan tenaga, dalam rangka peningkatan
pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk memberikan kemudahan kepada
Wajib Pajak dalam penyampaian Surat Pemberitahuan, saat ini Direktorat
Jenderal Pajak telah membuat program yang dapat digunakan oleh para wajib
pajak untuk menyampaikan Laporan Perpajakan yang harus dilaporkannya
melalui jaringan internet secara online.
Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik atau yang
dinamakan e-Filing tersebut, dilaksanakan melalui Perusahaan Penyedia Jasa
Aplikasi. Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) yaitu
perusahaan yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian Surat
Pemberitahuan secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk dapat melaporkan Surat Pemberitahuan Masa menggunakan
fasilitas e-Filing, Pengusaha Kena Pajak harus memiliki Electronic Filing
Identification Number (e-FIN) yaitu nomor identitas yang diberikan oleh
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan kepada
Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan
e-Filing, untuk memperoleh Sertifikat Digital (digital certificate) yaitu
sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi
elektronik yang dikeluarkan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, dari
Direktorat Jenderal Pajak.
38
Electronic Filing Identification Number (e-FIN) akan diterbitkan oleh
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan
berdasarkan surat permohonan Pengusaha Kena Pajak, paling lama 2 (dua)
hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar.
Permohonan dapat disetujui apabila alamat yang tercantum pada permohonan
sama dengan alamat dalam database (Master File) Pengusaha Kena Pajak di
Direktorat Jenderal Pajak.
Wajib Pajak yang sudah mendapatkan Electronic Filing Identification
Number (e-FIN) harus mendaftarkan diri melalui website pada satu atau
beberapa Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak. Setelah mendaftarkan diri, Wajib Pajak akan
memperoleh Sertifikat Digital dari Direktorat Jenderal Pajak melalui
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dimana Pengusaha Kena Pajak
mendaftarkan diri.
Sertifikat Digital yang diperoleh, seterusnya akan digunakan sebagai alat
yang berfungsi sebagai pengaman data Wajib Pajak dalam setiap proses
penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-Filing) melalui suatu
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) ke Direktorat Jenderal Pajak.
Setelah Pengusaha Kena Pajak memperoleh Electronic Filing
Identification Number (e-FIN) dan Sertifikat Digital maka Pengusaha Kena
Pajak sudah dapat melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak perusahaan
dengan menggunakan fasilitas e-Filing.
39
Menurut penulis, apabila fasilitas tersebut digunakan oleh perusahaan,
maka akan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan dan
meminimalkan resiko yang mungkin timbul apabila pelaporan pajak
dilakukan secara manual. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada staf
pajak perusahaan untuk mendaftarkan perusahaan agar dapat menggunakan
fasilitas e-Filing ini.
7. Terdapat transaksi yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, seperti misalnya pada transaksi
penyerahan jasa listrik kepada perusahaan Minyak & Gas yang Pajak
Pertambahan Nilainya dipungut oleh Perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan sebagai Wajib Pungut.