bab iv analisis dan pembahasan - digilib.its.ac.id · kebumen dapat dilihat pada gambar 4.1 . 4.1.2...

43
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kebumen 4.1.1 Geografis Wilayah Kabupaten Kebumen merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di bagian selatan. Secara geografis, Kabupaten Kebumen terletak pada posisi 7° 27’ – 7° 50’ Lintang Selatan dan 109° 22’ – 109° 50’ Bujur Timur. Secara administratif berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo Sebelah Selatan : Samudera Indonesia Sebelah Timur : Kabupaten Purworejo Sebelah Barat : Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap Wilayah Kabupaten Kebumen terletak pada elevasi 0 – 997.5 meter dari permukaan air laut. Wilayah administratif Kabupaten Kebumen dapat dilihat pada Gambar 4.1 4.1.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan Luas wilayah Kabupaten Kebumen sebesar 128.111,50 hektar atau 1.281, 11 km 2 terdiri dari 26 kecamatan yang terbagi menjadi 11 kelurahan dan 449 desa. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah dan sebagian merupakan daerah pantai dan pegunungan. Dari luas wilayah Kabupaten Kebumen tercatat 39.745,00 hektar (31,02%) sebagai lahan sawah dan 88.366,50 hektar (68,98%) sebagai lahan kering. Menurut penggunaannya, sebagian besar lahan sawah beririgasi teknis dan sebagian besar (46,29%) dapat ditanami dua kali dalam setahun, sebagian lagi berupa sawah tadah hujan (33,45%) yang di beberapa tempat dapat ditanami dua kali dalam setahun, serta 20,26% lahan sawah beririgasi teknis dan sederhana. Sedangkan lahan kering digunakan untuk bangunan seluas 36.399,00 hektar (41,19%), tegalan/kebun seluas 28.988,00 hektar 79

Upload: trandien

Post on 10-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kebumen 4.1.1 Geografis Wilayah

Kabupaten Kebumen merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di bagian selatan. Secara geografis, Kabupaten Kebumen terletak pada posisi 7° 27’ – 7° 50’ Lintang Selatan dan 109° 22’ – 109° 50’ Bujur Timur. Secara administratif berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia Sebelah Timur : Kabupaten Purworejo Sebelah Barat : Kabupaten Banyumas dan Kabupaten

Cilacap Wilayah Kabupaten Kebumen terletak pada elevasi 0 – 997.5 meter dari permukaan air laut. Wilayah administratif Kabupaten Kebumen dapat dilihat pada Gambar 4.1 4.1.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan

Luas wilayah Kabupaten Kebumen sebesar 128.111,50 hektar atau 1.281, 11 km2 terdiri dari 26 kecamatan yang terbagi menjadi 11 kelurahan dan 449 desa. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah dan sebagian merupakan daerah pantai dan pegunungan. Dari luas wilayah Kabupaten Kebumen tercatat 39.745,00 hektar (31,02%) sebagai lahan sawah dan 88.366,50 hektar (68,98%) sebagai lahan kering. Menurut penggunaannya, sebagian besar lahan sawah beririgasi teknis dan sebagian besar (46,29%) dapat ditanami dua kali dalam setahun, sebagian lagi berupa sawah tadah hujan (33,45%) yang di beberapa tempat dapat ditanami dua kali dalam setahun, serta 20,26% lahan sawah beririgasi teknis dan sederhana.

Sedangkan lahan kering digunakan untuk bangunan seluas 36.399,00 hektar (41,19%), tegalan/kebun seluas 28.988,00 hektar

79

80

(32,80%) serta hutan negara seluas 16.861,00 hektar (19,08%) dan sisanya digunakan untuk padang penggembalaan, tambak, kolam, tanaman kayu-kayuan, serta lahan yang sementara tidak digunakan. 4.1.3 Iklim Wilayah Kabupaten Kebumen, sebagaimana daerah lain di Indonesia mempunyai iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tercatat curah hujan pada tahun 2005 sebesar 3.062,00 mm, lebih tinggi daripada curah hujan tahun sebelumnya dan hari hujan sebesar 113 hari. Suhu terendah terjadi di stasiun pemantauan Wadaslintang pada bulan Agustus 2005 sebesar 14,50 C, rata-rata kelembaban udara setahun 80,00% dan kecepatan angin 1,39 meter/detik. Sedangkan pada stasiun pemantauan Sempor suhu terendah 17,30 C dan rata-rata kelembaban udara setahun 83,00% dan kecepatan angin 0,53 meter/detik. 4.1.4 Kependudukan

Dari laporan Basis Data lingkungan hidup daerah Kabupaten Kebumen tahun 2006, pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kebumen pada tahun 2005 tercatat mengalami kenaikan sebesar 0,79 %, dengan jumlah jiwa sebanyak 1.212.809 jiwa. Jumlah rumah tangga sebanyak 293.373 rumah tangga dan rata-rata jumlah jiwa sebesar 4 jiwa. Kepadatan penduduk Kabupaten Kebumen sebesar 947 jiwa/km2, dengan kepadatan yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Kebumen, yaitu sebesar 2.867 jiwa/km2 dan Kecamatan Sadang merupakan daerah terjarang penduduknya dengan jumlah 351 jiwa/km2.

4.2 Gambaran Umum Kegiatan Penambangan Pasir di

DAS Luk Ulo 4.2.1 Potensi Bahan Galian Pasir

Potensi sektor pertambangan sangat besar di Kabupaten Kebumen, terbukti dari banyaknya usaha pertambangan/

81

PETA ADMINISTRATIF KABUPATEN KEBUMEN

83

penggalian di tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Kebumen. Berdasarkan laporan Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2006, teridentifikasi ada 8 (delapan) bahan galian di Kabupaten Kebumen, yaitu: andesit, batu gamping, bentonit, kalsit, sirtu, tras, kaolin dan lempung. Pada laporan tersebut tercatat bahwa di Kabupaten Kebumen terdapat 8 (delapan) kecamatan yang terdapat penambang.

Pasir atau sirtu merupakan bahan galian yang banyak dipakai sebagai bahan campuran semen, untuk bahan bangunan. Potensi pasir ini tersebar di tujuh kecamatan, yaitu: Kecamatan Klirong, Alian, Pejagoan, Sruweng, Karangsambung, Sadang dan Buayan. Total cadangan pasir yang ada di Kabupaten Kebumen sebesar 1.933.959 m3 (Tabel 4.1). Bahan galian ini terdapat di sepanjang sungai Luk Ulo, di Desa Karangsambung, Desa Kaligending, dan Desa Kedungwaru Kecamatan Karangsambung. Tercatat pada laporan akhir tentang bahan galian golongan C prospektif di Kabupaten Kebumen tahun 2006, hasil pengamatan megaskopis batuan menunjukkan bahwa pasir berwarna abu-abu kecoklatan, ukuran butir 1/16 – krakal atau bongkah, berupa material lepas.

Gambar 4.2 ingkapan Bahan Galian Pasir yang Sedang DitambangFoto S oleh Masyarakat di DAS Luk Ulo Desa Karangsambung

84

Tabel 4.1

Lokasi dan Potensi Bahan Galian Pasir di Kabupaten Kebumen

No. Lokasi Ca n (m3danga

)

1. Desa Tanggul Angin Kec. Klirong 33.6002. g; Desa 3Desa Jemur Kec. Sruwen

Kemangguan Kec. Alian 67.104

3. Desa Seling, Kec. Alian 53.4604. Desa Peniron Kec. Pejagoan, Desa

Kedungwaru Kec. Karangsambung 129.360

5. Desa Langse, Kec. Karangsambung 116.1006. ung, Kec. 1.1Desa Karangsamb

Karangsambung 04.000

7. Desa Pucangan, Kec. Sadang 29.0638. Desa Jaldri Kec. Buayan 101.272

Jumlah 1.933.959Sumber: Laporan Akhir Analisis Persediaan, Kebutuhan dan Pemanfaatan Bahan Galian Golongan C Prospektif Kabupaten Kebumen Tahun 2006

Potensi bahan galian pasir yang ada di Kabupaten Kebumen

sebagian besar terletak pada area konservasi (karst, hutan lindung dan cagar budaya), yaitu pada Kecamatan Buayan, Karangsambung dan Sadang. Ketiga kecamatan yang termasuk dalam area konservasi ini telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor: 1456.K/20/MEM/2000, tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen tahun 2004 – 2013.1 Seharusnya cadangan pasir yang ada pada

1 Lihat Laporan Akhir Analisis Persediaan, Kebutuhan dan Pemanfaatan Bahan Galian Golongan C Prospektif Kabupaten Kebumen Tahun 2006.

85

daera

sir di Kabupaten Kebumen dapat dili melalui distribusi ukuran dari pasir yang diambil dari Desa Tanggul Angin (Tabel 4.2).

Tabel 4.Distribusi Ukuran Pasir di Desa Tanggul Angin

No. Tanggul Angin (%)

h tersebut tidak boleh ditambang, kecuali daerah-daerah yang peruntukkannya untuk kawasan pertambangan.

Pasir, kerikil, dan bongkah batu Luk Ulo bukanlah dari muntahan lahar/lava gunung api yang selalu diperbaharui tetapi berasal dari tingginya pelapukan dan erosi berbagai macam batuan yang ada di bagian hulu, oleh karena itu, komposisi pasir Luk Ulo sangat bervariasi. Kualitas pasir bergantung pada pemanfaatannya, jika digunakan sebagai pasir cor, untuk lantai, maka ukuran butir yang digunakan mulai ukuran pasir sampai ukuran kerikil. Namun demikian jika digunakan untuk plester beton, maka biasa diperlukan yang ukuran pasir halus sampai pasir kasar, maka pasir perlu diolah dengan cara menyaring supaya lolos ukuran 2 mm (ukuran pasir). Adapun kualitas pa

hat

2

Saringan 1. 63 mm - 2. 37,5 mm - 3. 19 mm - 4. 9,5 mm 9,46 5. 4,75 mm 12,68 6. 2,36 mm 25,68 7. < 2,36 mm 52,18

Sumber: Laporan Akhir Analisis Persediaan, Kebutuhan dan Pemanfaatan Bahan Galian Golongan C Kebumen

Tahun 2006 Prospektif Kabupaten

4.2.2 Produksi dan Pemanfaatan Bahan Galian Pasir

Kegiatan penambangan pasir di sekitar DAS Luk Ulo terjadi pada kecamatan-kecamatan yang memiliki potensi bahan galian pasir. Adapun lokasi kegiatan penambangan pasir di sekitar DAS Luk Ulo dapat dilihat pada Gambar 4.3. Lokasi kegiatan

86

ata yang tercatat mengenai penambang – penam

enambangan di DAS Luk Ulo. Akibatnya sulit u

usim hujan karena debit air sungai lebih tinggi dan hujan sering membawa pasir yang menumpuk setelah digali/ditambang.

penambangan pasir pada Gambar 4.3 merupakan lokasi penambangan yang telah mendapat izin resmi, sedangkan lokasi penambangan yang tidak memiliki izin masih tersebar di beberapa tempat di sepanjang sungai Luk Ulo. Sulit untuk mengetahui secara pasti di mana saja lokasi penambangan yang tidak memiliki izin karena sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Endapan pasir yang ada di sekitar DAS Luk Ulo ditambang oleh beberapa perusahaan dan penambang-penambang baik yang mempunyai izin resmi maupun yang tidak memilikinya. D

bang pasir yang ada di sepanjang DAS Luk Ulo disajikan pada Tabel 4.3.

Jumlah produksi pasir pada Kecamatan Buayan dan Alian masih belum diketahui secara pasti karena sebagian besar kegiatan penambangan dilakukan secara ilegal di mana sebagian besar para penambang tidak memiliki SPID (Surat Ijin Penambangan Daerah). Dengan demikian tidak dapat diketahui secara tepat data besarnya eksploitasi bahan galian pasir per tahunnya dari kegiatan p

ntuk memprediksi berapa cadangan pasir yang tersisa untuk kegiatan penambangan.

Kegiatan penambangan pasir semakin banyak jumlahnya terutama pada musim kemarau di mana pasir lebih mudah ditambang. Hasil wawancara dengan para penambang pasir menunjukkan bahwa jam operasi penambangan sangat bervariasi, berkisar antara 3 sampai lebih dari 12 jam. Jam operasi yang bervariasi ini disebabkan para penambang bekerja secara individual. Keadaan cuaca juga turut berpengaruh pada variasi jam operasi penambangan tersebut. Saat musim kemarau, jam operasi penambangan bisa lebih dari 12 jam, sebaliknya saat musim hujan bisa saja tidak ada kegiatan penambangan pasir apabila hujan turun seharian. Pasir sulit ditambang saat m

87

PETA LOKASI KEGIATAN PENAMBANGAN PASIR YANG MEMILIKI IZIN TAMBANG

89

Tabel 4.3 Perusahaan dan Produksi Penambangan Pasir di DAS Luk

Ulo Menurut Kecamatan Tahun 2005

No. Lokasi Jumlah Perusahaan

Jumlah Produksi

1. Kecamatan Buayan* Tidak diketahui

Tidak diketahui

2. Kecamatan Alian** Tidak diketahui

Tidak diketahui

3. Kecamatan Karangsambung:a. Desa Banioro b. Desa Kaligending c. Desa Karangsambung d. Desa Langse e. Desa Seling f. Desa Totogan g. Desa Widoro h. Sungai Luk Ulo

1

17 3 3 1 1

12 1

112.350 m3/th

4. Kecamatan Klirong: a. Desa Tanggul Angin

2

750.000 m3/th

5. Kecamatan Pejagoan: a. Desa Karangpoh b. Desa Kebagoran c. Desa Kedawung d. Desa Ngebak e. Desa Pejagoan f. Desa Peniron

6 1 1 2 1 3

40.500 m3/th

6. Kecamatan Sadang Tidak ada Tidak ada Sumber: Laporan Akhir Analisis Persediaan, Kebutuhan dan Pemanfaatan Bahan Galian Golongan C Prospektif Kabupaten Kebumen Tahun 2006 Ket: * sudah diusahakan tetapi tidak diketahui total produksinya ** belum secara intensif diusahakan

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan penulis, sebagian

besar para penambang pasir di DAS Luk Ulo menggunakan peralatan tradisional seperti keranjang, sekop, “kereyengan” (mirip sekop tapi gagangnya pendek dan ada kaitan dari besi) dan

90

ayakan, tetapi adapula penambang yang menggunakan mesin pompa/penyedot. Dari hasil wawancara dengan salah satu penambang pasir yang menggunakan mesin pompa, diperkirakan jumlah mesin pompa tersebut ± 50 mesin. Perkiraan jumlah tersebut hanya untuk lokasi penambangan pasir yang ada di hulu, yaitu Desa Karangsambung hingga Desa Gemeksekti. Data inventarisasi kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil kuesioner juga menyatakan bahwa pasir yang ditambang di DAS Luk Ulo hanya dipasarkan di dalam Kabupaten Kebumen saja. Pasir yang ditambang tersebut merupakan pemasok bahan baku bagi kegiatan industri yang ada di Kabupaten Kebumen.

Kegiatan industri yang membutuhkan pasir adalah industri konstruksi untuk perawatan jalan dan pembangunan rumah. Kebutuhan pasir untuk kegiatan perawatan jalan sebesar 31.091,50 m3/th, sedangkan untuk pembangunan rumah sebesar 18.860,00 m3/th. Industri lain yang memakai pasir sebagai bahan bakunya adalah industri bis beton dan paving block. Industri bis beton dan paving block di wilayah Kabupaten Kebumen cukup banyak dan tersebar di beberapa kecamatan serta dikelola sebagai usaha rumah tangga. Industri bis beton dan paving block mengalami penyusutan selama tahun 2001 – 2005, sehingga kebutuhan pasir juga berkurang dari 33.490 m3/th pada tahun 2001 menjadi 12 m3/th pada tahun 2005. Dengan demikian dalam satu tahun dibutuhkan pasir sebesar 49.963,50 m3 untuk memenuhi kebutuhan pasir selama tahun 2005.

91

Tabel 4.4 Inventarisasi Penambang Pasir di DAS Luk Ulo Kabupaten Kebumen

No. Nama Alamat Lokasi Penambangan Luas Areal Jumlah Tenaga Kerja Alat Kapasitas

Produksi A. Kecamatan Karangsambung

1 Muslimin Karangsambung Karangsambung 25 Sekop 2 Tohirun Karangsambung Karangsambung 10 Sekop 3 Mukhyat Banioro Banioro 35 Sekop 4 Kasimin Langse Langse 35 Sekop 5 Mukmin Langse Langse 15 Sekop 6 Wasto Langse Langse 15 Sekop 7 Budi Kaligending Kaligending 15 Mesin 8 Wardi/Suwardi Kaligending Kaligending 10 Mesin 9 Parjo Kaligending Kaligending 10 Mesin

10 Herodin Kaligending Kaligending 300 m2 11 Wasim Kaligending Kaligending 200 m2 12 Sadmin Kaligending Kaligending 200 m2 13 Sarkum Kaligending Kaligending 20 Sekop 14 Mugiyono Widoro Widoro 10.000 m2 15 Mintoreja Widoro Widoro 16 Mad Suheri Widoro Widoro 17 M. Adi Suseno Kaligending Kaligending 18 Suwardi Kaligending 19 Wasito Widoro 20 M. Adi Sukarno Kaligending 21 Paiman Kaligending 22 Ahmad HS Kaligending 23 Tutur Dirjo Sumarto Seling Seling 10 m3/hr 24 Sunardi Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 25 Rojikin Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 26 Rokhmudin Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 27 Sumardi Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 28 Suripto Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 29 Sartono Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr

92

Lanjutan Tabel 4.4

No. Nama Alamat Lokasi Penambangan Luas Areal Jumlah Tenaga Kerja Alat Kapasitas

Produksi 30 Wahid Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 31 Ahmad HS Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 32 Maksum Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 33 Sumardi Widoro Widoro 2 Mesin 9 m3/hr 34 Sairan DE Widoro Widoro

B. Kecamatan Sruweng 1 Paiman Jebres Kaligending

C. Kecamatan Klirong

1 Slamet (Gabungan 5 pengusaha) Tanggulangin Tanggulangin 10.000 m2 50 Manual

D. Kecamatan Buluspesantren 1 Kaliman Ayam Putih Ayam Putih 2 Hamidi Maduretno Maduretno 3 Kasimun Tanggulangin Tanggulangin

E. Kecamatan Kebumen 1 Latifah Gemeksekti Gemeksekti 2 Istikomah Jl. Sutoyo Peniron, Pejagoan 3 Song Wicaksono Selang Gemeksekti 4 Suwandi/Bugel Gemeksekti Gemeksekti 5 Barinah Jemur Gemeksekti 6 M. Sugeng Jemur Jemur 7 Siti Muchlisoh Jemur Jemur 8 Akhmad Hojali, Andi Jemur Jemur 9 Mastam Jemur Jemur

10 Ari Andri Listiawan Kedung Kracak, Jemur Kedung Kracak, Jemur

F. Kecamatan Pejagoan 1 Suryono/Karso Kalibagor Kaligending 4 2 Mesin 2 Syarifudin Yahya Kalibagor Kaligending 4 2 Mesin 3 Kasri Kalibagor Kaligending 2 Mesin 4 Puji Peniron Ngebak 3 Mesin

93

Lanjutan Tabel 4.4

No. Nama Alamat Lokasi Penambangan Luas Areal Jumlah Tenaga Kerja Alat Kapasitas

Produksi 5 Tejo Peniron Ngebak 3 Mesin 6 Khojali Peniron 8 Cangkul 7 Hj. Siti Rokhayah Peniron Gemeksekti 8 Mulyono Jemur Jemur 9 Suripto Karangpoh Karangpoh

10 Sodini Karangpoh Karangpoh 11 Supriyah Karangpoh Karangpoh 12 M. Sakuri Karangpoh Karangpoh 13 Lies Muslichah Karangpoh Karangpoh 14 Ny. Chalipah Karangpoh Jemur 15 Muchtar/LKMD Karangpoh Karangpoh 16 Ny. Sutami Kalibagor Kalibagor 17 Ny. Siti Rofiqoh Peniron Peniron 18 Ny. Rohayah Peniron Peniron 19 Syarman Yusuf Kedawung Kedawung 20 Sakum Hadi Wijaya Peniron Peniron

Sumber: Dinas SDA dan PE Kabupaten Kebumen, 2005 dalam Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2006

95

4.3 Analisis Pola Perubahan Pemanfaatan Lahan Analisis pola perubahan pemanfaatan lahan di sepanjang

daerah aliran sungai dilakukan dengan menganalisis proses perubahan, sebaran lokasi perubahan dan tingkat perubahan pemanfaatan lahan. 4.3.2 Analisis Proses Perubahan

Usaha penambangan pasir telah dilakukan sejak dahulu, tidak diketahui usaha ini dimulai sejak tahun berapa. Meskipun demikian diketahui terjadinya deplesi sumberdaya pasir di sekitar jembatan Luk Ulo di daerah Tembana Pejagoan. Sebelum tahun 1980-an di daerah ini terdapat endapan pasir yang cukup banyak dan ada kegiatan penambangan. Terjadi pengambilan pasir secara besar-besaran pada sekitar tahun 1980-an karena kebutuhan pasir untuk pembangunan Bendungan Wadaslintang dan Sempor. Akibatnya di daerah ini endapan pasir telah habis bahkan batuan dasar sungai Luk Ulo telah tersingkap. Sejak tahun 1980 kegiatan penambangan pasir terus terjadi di daerah-daerah sekitar aliran sungai Luk Ulo. Hal ini dikarenakan sumberdaya pasir banyak ditemukan pada di sekitar aliran sungai dan merupakan hasil endapan sungai. Pada tahun 2001-2005 terjadi peningkatan kebutuhan pasir terutama adanya permintaan pasir dari kabupaten yang lain sehingga membuka peluang kesempatan kerja. Akibatnya semakin banyak masyarakat yang beralih menjadi penambang pasir.

Secara umum, perubahan pemanfaatan lahan di wilayah penelitian, di mulai dengan gejala “penetrasi”, yaitu terjadi penerobosan fungsi baru dalam suatu fungsi yang homogen, yaitu ketika ada warga yang memulai mengubah fungsi lahan pertaniannya menjadi lahan pertambangan karena adanya permintaan pasir untuk pembangunan Bendungan Wadaslintang dan Sempor. Keberhasilan masyarakat yang mudah mendapatkan uang dari hasil pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian tertentu dengan modal sedikit, menarik minat warga lain untuk melakukan hal yang sama karena melihat adanya peluang usaha.

96

Hal ini mendorong terjadinya gejala “invasi”, yaitu serbuan yang lebih besar dari tahap penetrasi, tetapi belum mendominasi.

Akumulasi perubahan fungsi yang mengarah pada invasi kegiatan penambangan ke kawasan pertanian di mulai pada daerah-daerah aliran sungai yang berada dekat dengan jalan-jalan utama di Kabupaten Kebumen sehingga terjadilah peningkatan proporsi pemanfaatan lahan untuk kegiatan penambangan. Perubahan pada tahap ini disikapi Pemerintah Kabupaten Kebumen dengan mulai memroses terwujudnya sebuah Peraturan Daerah (Perda) Usaha Pertambangan pada tahun 2007. Perda tersebut digunakan untuk mengendalikan usaha-usaha penambangan liar, Perda itu juga akan mengoptimalkan pemasukan daerah melalui retribusi usaha pertambangan. Retribusi merupakan kompensasi bagi pemeliharaan lingkungan dan jalan yang rusak akibat dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang. Dapat disimpulkan bahwa perubahan pemanfaatan lahan pada daerah di sekitar DAS masih berada pada tahap ”invasi”. Secara skematik, perkembangan kawasan penambangan pasir di DAS Luk Ulo disajikan dalam bentuk bagan, seperti yang terlihat pada Gambar 4.4.

97

1980 2001

1990 2005

Kegiatan penambangan pasir dengan intensitas yang tidak mencolok

Endapan pasir cukup banyak

Permintaan pasir tinggi karena pembangunan Bendungan Wadaslintang dan Sempor

Permintaan pasir tinggi karena permintaan dari luar wilayah

Gambar 4.4 Bagan Perkembangan Kawasan Penambangan Pasir di DAS Luk Ulo

Sumber: hasil survey

98

4.3.2 Analisis Sebaran Lokasi Perubahan Penyebaran kegiatan penambangan di DAS Luk Ulo tidak

terkumpul di satu lokasi pada waktu yang bersamaan. Pada sub bab ini akan diidentifikasi pola perubahan pemanfaatan lahan selama kurun waktu 7 tahun, yaitu sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2007. Kurun waktu pengamatan dibagi menjadi dua periode yaitu: periode I (tahun 2000 – 2004) dan periode II (tahun 2004-2007). Dalam melakukan pengamatan terhadap pola spasial perubahan pemanfaatan lahan, wilayah penelitian dibagi menjadi 2 zona yaitu : 1. Zona DAS Luk Ulo Bagian Hulu, yaitu mulai dari bagian

paling hulu DAS Luk Ulo hingga sekitar jembatan Luk Ulo di daerah Tembana Pejagoan.

2. Zona DAS Luk Ulo Bagian Hilir, yaitu daerah sekitar jembatan Luk Ulo di daerah Tembana Pejagoan hingga muara DAS Luk Ulo yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.

Dilihat dari hubungan lokasi penyebaran kegiatan penambangan pasir pada periode I (Tahun 2000-2004) terlihat masih menyebar di seluruh wilayah penelitian, yaitu : 1. Pada Zona DAS Luk Ulo Bagian Hulu, pengelompokan

sebaran lokasi pada awal periode masih mengelompok di daerah yang dekat dengan jembatan Luk Ulo di daerah Tembana Pejagoan. Kegiatan penambangan pasir pada awal periode ini tidak terlalu mencolok. Kegiatan penambangan pasir menjadi lebih intensif sejak pertengahan periode I hingga akhir periode I. Hal ini disebabkan tingginya kebutuhan pasir terutama yang berasal dari luar Kabupaten Kebumen. Sebaran lokasi kegiatan penambangan bergerak ke arah hulu. Pola sebaran lokasi kegiatan penambangan pasir mengikuti alur sungai, dengan bentuk linear (ribbon shaped development). Pola ini terbentuk sebagai hasil efek domino (perembetan) perubahan pemanfataan lahan dari bagian hilir pada Zona DAS Luk Ulo Bagian Hulu. Selain itu tingginya tingkat permintaan pasir membuka peluang kesempatan kerja

99

yang akhirnya mendorong masyarakat melakukan kegiatan penambangan pasir. Faktor pendorong sebaran lokasi ke arah hulu juga disebabkan terjadinya deplesi sumberdaya pasir akibat tingginya intensitas kegiatan penambangan. Terjadinya deplesi pasir tersebut karena kegiatan penambangan pasir pada zona ini berupa ekstraksi endapan sungai yang berada di kanan-kiri sungai. Pada akhir periode I sebaran lokasi kegiatan penambangan telah menyebar di seluruh Zona DAS Luk Ulo Bagian Hulu. Sebaran lokasi ini sebagian besar berupa spot-spot kecil, meskipun ada pula yang luasan lahannya besar.

2. Pada Zona DAS Luk Ulo Bagian Hilir, pengelompokan sebaran lokasi pada awal periode berada pada daerah yang dekat dengan muara sungai. Kegiatan penambangan pasir pada Zona DAS Luk Ulo Bagian Hilir cenderung stabil. Hal ini disebabkan kegiatan penambangan pada zona ini sebagian besar berupa pengerukan dasar material sungai. Akibatnya, pola sebaran lokasi kegiatan penambangan pasir tidak terlalu banyak berubah selama periode I bahkan cenderung tetap.

Pada periode II (Tahun 2004-2007) penyebaran kegiatan penambangan pasir di daerah sekitar DAS Luk Ulo tidak mengalami perkembangan yang signifikan, bahkan cenderung stabil. Ada dua faktor penyebab terjadinya hal ini. Pertama, aturan dari Pemkab Kebumen yang melarang penjualan pasir hasil penambangan di DAS Luk Ulo ke luar dari Kabupaten Kebumen. Kedua, terjadi penyusutan jumlah industri bis beton dan paving di Kabupaten Kebumen. Adanya pembatasan penjualan ke daerah lain dan berkurangnya konsumen di wilayah itu sendiri mengakibatkan penurunan tingkat permintaan pasir yang cukup signifikan dibandingkan dengan tingkat permintaan pada periode sebelumnya.

Dari perkembangan pola sebaran lokasi kegiatan penambangan selama dua periode, dapat disimpulkan bahwa pola penyebaran kegiatan cenderung terlebih dahulu memanfaatkan lahan yang paling strategis dan tingkat aksesibilitasnya tinggi.

100

Pola penyebaran kegiatan penambangan pada Zona DAS Luk Ulo Bagian Hulu lebih dipengaruhi oleh besarnya bahan baku yang tersedia. Perbedaan pola penyebaran kegiatan pada kedua zona DAS Luk Ulo disebabkan perbedaan material yang ditambang. Pada Zona DAS Luk Ulo Bagian Hulu, material yang ditambang adalah endapan sungai yang berada di kanan-kiri sungai, sedangkan pada Zona DAS Luk Ulo Bagian Hilir, material yang ditambang adalah material dasar sungai. Pola sebaran lokasi perubahan pemanfaatan lahan di DAS Luk Ulo disajikan pada Gambar 4.5.

101

PETA POLA SEBARAN LOKASI PERUBAHAN PEMANFAATAN LAHAN DI DAS LUK ULO

103

4.4 Analisis Carrying Capacity Analisis Carrying Capacity terdiri dari lima tahapan, yaitu:

1. Inventarisasi kondisi sumberdaya 2. Menentukan standar kondisi sumberdaya 3. Identifikasi alternatif alokasi kelas yang ditawarkan 4. Identifikasi kegiatan pengelolaan masing-masing alternatif 4.4.1 Inventarisasi Kondisi Sumberdaya

Inventarisasi kondisi sumberdaya merupakan hasil pengumpulan data di lapangan mengenai kondisi sumberdaya saat ini baik berupa data primer maupun sekunder. Inventarisasi kondisi sumberdaya pada wilayah penelitian merupakan penggunaan sumberdaya saat ini, dalam hal ini adalah faktor demand. Faktor demand terdiri dari 2 (dua) sub variabel, yaitu DMC lahan dan DMC pasir. Inventarisasi kondisi sumberdaya pada kedua sub variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. DMC Lahan

DMC lahan menggambarkan kesesuaian lahan pada lahan yang menjadi lokasi kegiatan penambangan pasir saat ini. Telah disebutkan sebelumnya pada bab 2 bahwa DMC lahan terdiri dari 6 (enam) indikator, yaitu: (a) Lereng atau kemiringan tanah. (b) Kedalaman tanah (c) Tingkat erosi. (d) Tingkat kerawanan terhadap bencana alam (e) Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara

ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi. (f) Kecepatan sedimentasi pada sungai.

Adapun penjabaran variabel DMC lahan pada masing-masing indikator adalah sebagai berikut: A. Lereng atau kemiringan tanah.

Kemiringan tanah/lereng pada DAS Luk Ulo bervariasi. Pada DAS Luk Ulo hulu dengan luas sekitar 43.197 ha, sekitar 79,26 % lahan mempunyai kemiringan 30 – 70 %, dan sebagian

104

besar digunakan untuk hutan pinus dan tegalan. DAS Luk Ulo bagian tengah merupakan tanah bergelombang dan miring yang mempunyai kemiringan 8 – 30 % dan sebagian besar digunakan sebagai daerah persawahan, kebun campuran dan daerah permukiman. DAS Luk Ulo bagian hilir berupa dataran rendah yang mempunyai kemiringan 0 – 8 % dengan ketinggian tanah 5 – 25 meter.

B. Kedalaman tanah

Kedalaman tanah pada DAS Luk Ulo hulu memiliki kedalaman profil tanah 0 – 30 cm, sedangkan bagian tengah memiliki kedalaman 30 – 90 cm, dan pada bagian hilir rata – rata memiliki kedalaman > 90 cm.

C. Tingkat erosi.

Tingkat erosi pada DAS Luk Ulo hulu sekitar 79,26 % lahannya memiliki tingkat erosi sedang – berat. Adapun pada bagian tengah memiliki tingkat erosi ringan dan pada bagian hilirnya tidak memiliki bahaya erosi.

D. Tingkat kerawanan terhadap bencana alam

Tingkat kerawanan terhadap bencana alam pada DAS Luk Ulo hulu sangat tinggi. Daerah tersebut rentan terhadap bahaya longsor dan gerakan tanah. Daerah DAS bagian hulu ini termasuk zona kerentanan yang tinggi terhadap bahaya longsor dan gerakan tanah. Adapun bagian tengah DAS Luk Ulo memiliki tingkat kerentanan yang rendah terhadap bahaya longsor tetapi memiliki tingkat kerentanan yang sedang – tinggi terhadap bahaya gerakan tanah. Pada DAS bagian hilir, tidak memiliki bahaya longsor dan gerakan tanah tetapi rentan tehadap bahaya banjir. Bahaya longsor, gerakan tanah maupun banjir umumnya meningkat selama musim hujan. Hal ini dikarenakan curah hujan yang cukup tinggi di Kabupaten Kebumen. Tanah longsor di Kabupaten Kebumen umumnya terjadi pada intensitas hujan >100 mm/hari.

105

E. Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang Jenis dan besarnya cadangan/deposit pasir di DAS Luk Ulo

secara ekonomis sangat menguntungkan untuk dieksplorasi. Hal ini disebabkan tingkat erosi DAS Luk Ulo yang relatif tinggi. Meskipun demikian, jumlah cadangan/deposit yang paling besar, yaitu di Desa Karangsambung – Kecamatan Karangsambung terletak pada kawasan konservasi hutan lindung. Sebagian besar cadangan/deposit yang ada di DAS Luk Ulo hulu terletak pada kawasan konservasi hutan lindung dan daerah persawahan, sedangkan pada bagian tengah dan hilir terletak pada daerah persawahan dan dekat dengan daerah permukiman. Ditinjau dari segi aksesibilitas, cadangan/deposit yang berada pada DAS Luk Ulo hulu dan tengah lebih mudah dicapai dibandingkan pada DAS Luk Ulo hilir. Hal ini dikarenakan jaringan jalan yang tersedia pada daerah di sekitar DAS Luk Ulo hilir masih sedikit dan kualitasnya kurang baik.

F. Kecepatan sedimentasi pada sungai.

Kecepatan sedimentasi pada DAS Luk Ulo relatif tinggi. Hal ini terlihat dari tingginya endapan pasir setelah banjir yang tebalnya mencapai ketebalan 5 cm. Tingginya kecepatan sedimentasi ini berpengaruh pada jumlah cadangan/deposit yang tersedia untuk kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo. Lubang – lubang bekas penambangan pasir pada musim kemarau kembali tertutup ole endapan pasir yang terbawa selama musim hujan, seolah – olah pasir tersebut “tidak habis”. Adanya kegiatan penambangan pasir pada endapan sungai memperkuat arus sungai sehingga tingkat erosi pada bagian hulu dari lokasi penambangan semakin besar. Akibatnya kecepatan sedimentasi juga semakin cepat, hal ini nampak pada berkurangnya tinggi kedalaman sungai pada DAS Luk Ulo hulu karena tertutup endapan pasir sehingga terjadi pendangkalan pada sungai tersebut.

106

2. DMC Pasir DMC pasir menggambarkan penggunaan sumberdaya pasir

saat ini pada wilayah penelitian. Seperti telah disebutkan pada bab 2 bahwa DMC pasir terdiri dari 5 (lima) indikator, yaitu: (a) Jumlah atau volume penambangan pasir. (b) Kualitas pasir yang ditambang. (c) Metode dan teknik penambangan pasir yang digunakan. (d) Alat yang digunakan untuk menambang pasir. (e) Waktu penambangan pasir.

Adapun penjabaran variabel DMC pasir pada masing-masing indikator adalah sebagai berikut: A. Jumlah atau volume penambangan pasir

Ekstraksi kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo terdiri dari ekstraksi endapan sungai dan pengerukan material dasar DAS Luk Ulo. Secara tepat data besarnya eksploitasi pasir di DAS Luk Ulo belum terdeteksi, hal ini dikarenakan sebagian para penambang pasir merupakan penambang ilegal yang tidak memiliki SIPD (Surat Ijin Penambangan Daerah). Data ekstraksi endapan sungai yang tersedia adalah data pada tahun 2005 yang terdapat pada Laporan Akhir Analisis Persediaan, Kebutuhan dan Pemanfaatan Bahan Galian Golongan C Prospektif Kabupaten Kebumen Tahun 2006 (lihat Tabel 4.3). Dari laporan tersebut diketahui perkiraan kasar ekstraksi endapan DAS Luk Ulo pada tahun 2005 sebanyak 902.850 m3. Adapun data ekstraksi material dasar DAS Luk Ulo sebesar 200.000 m3/tahun. Dari data tersebut diketahui jumlah atau volume penambangan pasir di DAS Luk Ulo pada tahun 2005 sebesar 1.102.850 m3 dikalikan densitas pasir 2 ton/m3 menjadi 2.205.700 ton/th. B. Kualitas pasir yang ditambang

Kualitas pasir dapat dilihat dari ukuran butir-butir pasir. Kualitas pasir yang ditambang ini berpengaruh pada pemasaran pasir itu sendiri. Hal ini disebabkan kualitas pasir bergantung pada pemanfaatannya, jika digunakan sebagai pasir cor, untuk lantai, maka ukuran butir yang digunakan mulai ukuran pasir

107

sampai ukuran kerikil. Namun demikian jika digunakan untuk plester beton, maka biasa diperlukan yang ukuran pasir halus sampai pasir kasar. Adapun pasir pantai yang sudah tercemar garam NaCl dari air laut tidak direkomendasikan untuk bahan bangunan.

Disribusi ukuran pasir di DAS Luk Ulo dapat dilihat dari distribusi ukuran pasir yang diambil dari Desa Tanggul Angin (lihat Tabel 4.2). Distribusi ukuran pasir pada Desa Tanggul Angin 52,18 % berukuran kurang dari 2,36 mm, sisanya berukuran lebih besar dari 2,36 mm, bahkan sebanyak 9,46% berukuran 9,5 mm. Ukuran butir-butir pasir tersebut jauh lebih besar dari ukuran pasir yang berkisar 2 mm. Oleh sebab itu pasir yang ditambang tersebut perlu diolah lebih lanjut.

Penyeragaman ukuran butir dapat dilakukan dengan cara menyaring menggunakan saringan kawat (baja) sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Adapun kualitas pasir berdasarkan ukuran butir-butir pasir adalah sebagai berikut: • Pasir sangat kasar, berukuran diameter 2,0 mm – 1,0 mm • Pasir kasar, berukuran diameter 1,0 mm – 0,5 mm. • Pasir sedang, berukuran diameter 0,5 mm – 0,25 mm. • Pasir halus, berukuran diameter 0,25 mm – 0,125 mm. • Pasir sangat halus, berukuran diameter 0,125 mm – 0,062 mm.

Pasir umumnya ditemukan di daerah dataran rendah lereng sekitar gunung api atau merupakan endapan sungai/pantai sehingga pasir pada umumnya tercampur dengan lempung. Kondisi tersebut akan menurunkan mutu pasir. Jika terdapat keadaan semacam ini, maka proses pencucian dengan air akan dapat memisahkan antara butir pasir dan lempung, sehingga mutu pasir menjadi lebih baik.

C. Metode dan teknik penambangan pasir yang digunakan

Metode dan teknik penambangan yang digunakan untuk menambang pasir pada DAS Luk Ulo adalah sistem penambangan terbuka (Quarry) yang berupa pit type, yaitu bentuk penambangan untuk batuan atau mineral yang terletak pada

108

daerah relatif mendatar, jadi front kerja digali ke arah bawah, membentuk cekungan (pit). Adapun jalan masuk ke front kerja adalah jalan masuk berbentuk langsung karena endapannya berbentuk memanjang, mengikuti alur sungai. Metode dan teknik pertambangan tersebut digunakan pada ekstraksi endapan sungai maupun pada pengerukan material dasar DAS Luk Ulo. D. Alat yang digunakan untuk menambang pasir

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan penulis, sebagian besar para penambang pasir di DAS Luk Ulo menggunakan peralatan tradisional seperti keranjang, sekop, “kereyengan” (mirip sekop tapi gagangnya pendek dan ada kaitan dari besi) dan ayakan, tetapi adapula penambang yang menggunakan mesin pompa/penyedot. Dari hasil wawancara dengan salah satu penambang pasir yang menggunakan mesin pompa, diperkirakan jumlah mesin pompa tersebut ± 50 mesin. Perkiraan jumlah tersebut hanya untuk lokasi penambangan pasir yang ada di hulu, yaitu Desa Karangsambung hingga Desa Gemeksekti. Perbedaan alat yang digunakan berpengaruh pada jumlah/volume penambangan pasir. Penggunaan mesin pompa/penyedot menghasilkan jumlah yang lebih besar daripada penggunaan keranjang, sekop maupun “kereyengan”. E. Waktu penambangan pasir

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan penulis, kegiatan penambangan pasir semakin banyak jumlahnya pada musim kemarau di mana pasir lebih mudah ditambang. Hasil wawancara dengan para penambang pasir menunjukkan bahwa jam operasi penambangan sangat bervariasi, berkisar antara 3 sampai lebih dari 12 jam. Jam operasi yang bervariasi ini disebabkan para penambang bekerja secara individual. Keadaan cuaca juga turut berpengaruh pada variasi jam operasi penambangan tersebut. Saat musim kemarau, jam operasi penambangan bisa lebih dari 12 jam, sebaliknya saat musim hujan bisa saja tidak ada kegiatan penambangan pasir apabila hujan turun seharian. Pasir sulit

109

ditambang saat musim hujan karena debit air sungai lebih tinggi dan hujan sering membawa pasir yang menumpuk setelah digali/ditambang.

4.4..2 Penentuan Standar Kondisi Sumberdaya

Penentuan standar kondisi sumberdaya merupakan faktor-faktor pembatas suatu sumberdaya. Dari hasil studi literatur diketahui faktor-faktor pembatas masing-masing sumberdaya untuk menentukan standar kondisi sumberdaya. Penentuan standar kondisi sumberdaya ini merupakan penjabaran kemampuan daya dukung sumberdaya untuk suatu kegiatan tertentu. Penentuan standar kondisi sumberdaya ini dilakukan pada faktor supply untuk kegiatan penambangan pasir. Hal ini dilakukan untuk menentukan caryying capacity DAS Luk Ulo untuk kegiatan penambangan pasir.

Faktor supply terdiri dari 2 (dua) sub variabel, yaitu DMI lahan dan DMI pasir. Penentuan standar kondisi sumberdaya pada kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. DMI Lahan

DMI lahan menggambarkan kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir. Kesesuaian lahan ini dibatasi oleh faktor-faktor penghambat kerusakan tanah yang bersifat permanen. Kesesuaian lahan juga ditentukan dari persyaratan penggunaan lahan untuk kegiatan penambangan pasir dan karakteristik sumberdaya pasir yang merupakan bahan tambang sebagai faktor pembatasnya. Adapun faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir meliputi: a. Lereng atau kemiringan tanah.

Kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir dibatasi oleh tingkat kemiringan tanah atau lereng. Hal ini disebabkan tingkat kemiringan lereng yang tinggi dapat memperbesar tingkat erosi dan kemungkinan terjadinya longsor juga besar. Tingkat kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan penambangan pasir antara lain kemiringan lereng antara (0 –

110

30 %). Lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam (>40 %) karena kemantapan lerengnya kurang stabil sehingga rentan bencana longsor.

b. Kedalaman tanah. Kedalaman tanah adalah suatu kedalaman yang diukur dari permukaan tanah hingga ditemuinya lapisan kedap air (impermeable), pasir, kerikil, batuan induk. Adapun kedalaman tanah yang yang sesuai untuk kegiatan penambangan pasir berkisar dalam (>90 cm) hingga sedang (50 – 90 cm).

c. Tingkat erosi. Tingkat erosi adalah perusakan tanah yang disebabkan aliran permukaan (run off), kelongsoran, dan tingginya curah hujan. Adapun tingkat erosi yang sesuai untuk kegiatan penambangan pasir adalah: Tidak ada erosi Ringan (25% lapisan tanah atas hilang) Sedang (25 – 75% lapisan atas tanah hilang)

d. Tingkat kerawanan terhadap bencana alam. Tingkat kerawanan terhadap bencana alam berpengaruh pada penentuan lokasi kegiatan penambangan pasir. Lokasi penggalian pada daera rawan bencana memiliki faktor pembatas yang lebih banyak untuk kegiatan penambangan pasir. Selain itu, kegiatan penambangan pasir pada daerah rawan bencana memperbesar kerusakan lingkungan yang sudah terjadi. Oleh sebab itu lokasi penggalian tidak boleh terletak di daerah rawan bencana alam seperti gerakan tanah, jalur gempa, bahaya letusan gunung api, dan sebagainya.

e. Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang. Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi mempengaruhi kesesuaian lahan tersebut untuk kegiatan penambangan. Hal ini disebabkan besarnya tingkat investasi yang harus dikeluarkan untuk kegiatan penambangan dan biaya yang harus dikeluarkan lagi sebagai kompensasi atas kerusakan

111

lingkungan yang terjadi akibat dari kegiatan penambangan itu sendiri. Oleh sebab itu jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi perlu diperhatikan dalam penyesuaian lahan tambang, dalam hal ini adalah kegiatan penambangan pasir.jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang juga mempengaruhi kecepatan penambangan dan umur penambangan.

f. Kecepatan sedimentasi pada sungai. Kecepatan sedimentasi pada sungai adalah kecepatan pengendapan material yang diangkut oleh sungai. Kecepatan sedimentasi ini dilihat dari besarnya laju angkutan sedimen. Besarnya kecepatan sedimentasi berpengaruh pada besarnya endapan sungai, dalam hal ini merupakan cadangan/deposit pada penambangan pasir. Lokasi penggalian di dalam sungai harus seimbang dengan kecepatan sedimentasi.

g. Pemanfaatan lahan untuk konservasi dan permukiman. Kegiatan penambangan pasir berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh sebab itu lokasi kegiatan penambangan pasir tidak boleh terlalu dekat dengan lokasi yang digunakan untuk konservasi dan permukiman. Hal ini untuk menghindari bahaya yang diakibatkan oleh gerakan tanah, pencemaran udara, serta kebisingan akibat lalu lintas pengangkutan bahan galian. Jarak dari permukiman minimal 500 m. Lokasi kegiatan penambangan juga tidak boleh berada di kawasan hutan lindung serta di daerah tadah (daerah imbuhan). Hal ini untuk menjaga kelestarian sumber air (mata air, air tanah) dan konservasi tanah.

Setelah diketahui faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir selanjutnya dilakukan skoring untuk menilai kesesuaian lahan. Faktor – faktor pembatas kesesuaian lahan yang dinilai adalah faktor fisik tanah yang mempengaruhi kemampuan lahan. Dari tujuh faktor pembatas kesesuaian lahan yang disebutkan sebelumnya, tiga di antaranya merupakan faktor fisik tanah, yaitu: lereng/kemiringan tanah;

112

tingkat erosi dan kedalaman tanah. Penilaian kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir terdiri dari tiga kriteria, yaitu: kesesuaian lahan tinggi (skor 1), kesesuaian lahan sedang (skor 2), dan kesesuaian lahan rendah (skor 3). Tujuan penilaian kesesuaian lahan ini untuk menunjukkan tingkat kecocokan lahan. Adapun penilaian kesesuaian lahan berdasarkan faktor – faktor fisik tanah ditunjukkan oleh Tabel 4.5.

Penilaian kesesuaian lahan ini digunakan untuk menentukan lahan mana saja yang sesuai untuk kegiatan penambangan pasir. Selanjutnya dari lahan yang sudah sesuai ditentukan lahan mana saja yang layak dan yang tidak layak untuk lokasi kegiatan penambangan pasir. Penentuan lahan yang layak dan yang tidak layak ditentukan dari keempat faktor pembatas kesesuaian lahan yang lainnya. Selain penentuan lahan yang layak dan yang tidak layak ditambang, keempat faktor pembatas tersebut juga digunakan untuk menentukan prioritas tempat pertambangan. Berdasarkan hasil analisis mengenai kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pembatas pada kesesuaian lahan menggambarkan besarnya carrying capacity pada lahan untuk kegiatan penambangan pasir.

113

Tabel 4.5 Penilaian Kesesuaian Lahan Untuk Kegiatan Penambangan Pasir

No. Faktor Pembatas Kelas Deskripsi Skor

0 – 3 % Datar 1 3 – 8 % Landai 1

8 – 15 % Bergelombang 2 15 – 30 % Miring berbukit 2

1. Lereng/ kemiringan tanah

30 – 45 % Agak curam 3 > 90 cm Dalam 1

50 – 90 cm Sedang 2 2. Kedalaman

tanah < 50 cm Dangkal 3

0% Tidak ada erosi

1

25% lapisan tanah atas hilang

Ringan 1

25 – 75% lapisan atas tanah hilang

Sedang 2

3. Tingkat erosi

75% lapisan tanah atas hilang dan

25% lapisan tanah bawah hilang

Berat 3

Sumber: Hasil Analisis Ket: Skor 1 = kesesuaian lahan tinggi Skor 2 = kesesuaian lahan sedang

Skor 3 = tidak sesuai/kesesuaian lahan rendah

2. DMI Pasir DMI pasir menggambarkan jumlah stok pasir untuk

kegiatan penambangan pasir. Jumlah stok pasir ini dibatasi oleh faktor-faktor pembatas sumberdaya pasir, yaitu: a. Laju pembentukan tanah

Dari hasil tinjauan pustaka yang dilakukan sebelumnya, diketahui laju pembentukan tanah sebesar 0,1 mm/th setara dengan 0,12 kg/m2/th atau 1,2 ton/ha/th. Tanah yang terbentuk tersebut merupakan hasil pelapukan batuan.

114

b. Tingkat erosi Erosi merupakan proses alamiah yang tidak bisa atau sulit untuk dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol. Meskipun demikian, terdapat batas maksimum laju erosi yang dapat diterima sebesar 0,2 kg/m2/tahun. Adapun tingkat erosi pada DAS:

0 – 1.5 mm/th atau 0 – 30 ton/ha/th dianggap normal. 1.5 – 3 mm/th atau 30 – 60 ton/ha/th adalah tingkat erosi

sub kritis. 3 – 5 mm/th atau 60 – 100 ton/ha/th adalah tingkat erosi

kritis. Lebih dari 5 mm/th atau lebih dari 100 ton/ha/th adalah

tingkat erosi super kritis. Dapat disimpulkan tingkat erosi pada DAS untuk kegiatan penambangan pasir adalah tingkat erosi normal, yaitu sebesar 0 – 1.5 mm/th atau 0 – 30 ton/ha/th.

c. Kecepatan sedimentasi pada sungai Kecepatan sedimentasi pada sungai dilihat dari besarnya laju angkutan sedimen. Besarnya laju angkutan sedimen pada sungai ditentukan oleh besarnya debit sungai dan jumlah sedimen pada dasar sungai. Laju angkutan sedimen akan berkurang sejalan dengan tingkat pengambilan sedimen dan akan menimbulkan degradasi dasar sungai. Besarnya degradasi dasar sungai yang akan terjadi tergantung pada jumlah sedimen yang dipindahkan relatif tehadap muatan sedimen tahunan dari sungai tersebut. Setiap pengambilan sedimen akan menurunkan level dasar sungai tetapi bila persentasi jumlah pasir yang ditambang lebih kecil dibandingkan terhadap muatan sedimen tahunan, penurunan elevasi dasar sungai akan kecil. Bila lokasi penambangan lebih jauh ke arah hulu dari mulut sungai atau titik pengontrolan dasar sungai lainnya, maka penurunan elevasi dasar sungai menjadi lebih besar pada tingkat penambangan pasir yang sama. Jadi untuk jumlah penambangan pasir tertentu lebih dekat ke mulut sungai akan menyebabkan

115

penurunan yang lebih kecil dari elevasi dasar sungai daripada bila penambangan beberapa kilometer lebih ke hulu. Sedimen pada dasar sungai berasal dari hasil erosi yang terjadi di hulu sungai. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa besarnya kecepatan sedimen seiring dengan tingkat erosi pada sungai.

Faktor-faktor pembatas tersebut menunjukkan besarnya carrying capacity sumberdaya pasir untuk kegiatan penambangan pasir. Adapun jumlah stok pasir yang berupa endapan sungai dibatasi oleh laju pembentukan tanah, sedangkan jumlah stok pasir yang berupa material dasar sungai dibatasi oleh laju pembentukan tanah, tingkat erosi dan kecepatan sedimentasi pada sungai. 4.4.3 Identifikasi Alternatif Alokasi Kelas yang Ditawarkan

Pada tahap ini diidentifikasi alternatif alokasi kelas yang ditawarkan. Identifikasi alokasi kelas didapatkan dari hasil perbandingan antara inventarisasi kondisi sumberdaya dan standar kondisi sumberdaya pada masing – masing sumberdaya alam, yaitu lahan dan pasir. Hal ini dilakukan untuk menentukan besarnya kapasitas carrying capacity masing – masing sumberdaya alam tersebut yang berada di DAS Luk Ulo untuk kegiatan penambangan pasir. Perbandingan antara inventarisasi kondisi sumberdaya dengan standar kondisi sumberdaya merupakan perbandingan antara faktor supply dengan faktor demand sehingga diketahui apakah kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo itu melebihi carrying capacity DAS tersebut atau tidak. Adapun perbandingan antara faktor supply dan faktor demand pada lahan di DAS Luk Ulo ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perbandingan Antara Faktor Supply dan Faktor Demand Pada Lahan di DAS Luk Ulo

No. Faktor - Faktor Pembatas Faktor Supply (Variabel DMI) Faktor Demand (Variabel DMC)

Lahan yang sesuai untuk kegiatan penambangan pasir berada pada lahan dengan kelerengan:

Datar (0 – 3 %), memiliki kesesuaian lahan tinggi (skor 1)

Landai (3 – 8 %), memiliki kesesuaian lahan tinggi (skor 1)

Bergelombang (8 – 15 %), memiliki kesesuaian lahan sedang (skor 2)

Miring berbukit (15 – 30 %), memiliki kesesuaian lahan sedang (skor 2)

Lahan yang digunakan untuk kegiatan penambangan pasir berada pada kelerengan:

Datar (0 – 3 %) Landai (3 – 8 %) Bergelombang (8 – 15) Miring berbukit (15 – 30 %)

1. Lereng/ kemiringan tanah

Lokasi penggalian pasir tidak dilakukan pada lereng curam (>40 %)

Lokasi penggalian pasir tidak dilakukan pada lereng curam (>40 %)

2. Kedalaman tanah Lahan yang sesuai untuk kegiatan penambangan pasir berada pada lahan dengan kedalaman tanah :

Dalam (>90 cm), memiliki kesesuaian lahan tinggi (skor 1)

Sedang (50 – 90 cm), memiliki kesesuaian lahan sedang (skor 2)

Lahan yang digunakan untuk kegiatan penambangan pasir berada pada kedalaman tanah :

Dalam (>90 cm), Sedang (50 – 90 cm) Dangkal (< 50 cm)

3. Tingkat erosi Adapun tingkat erosi yang sesuai untuk kegiatan penambangan pasir adalah:

Tidak ada erosi, memiliki kesesuaian lahan tinggi (skor 1)

Lahan yang digunakan untuk kegiatan penambangan pasir berada pada lahan dengan tingkat erosi:

Tidak ada erosi

Sumber: Hasil Analisis

Ringan (25% lapisan tanah atas hilang), memiliki kesesuaian lahan tinggi (skor 1)

Sedang (25 – 75% lapisan atas tanah hilang), memiliki kesesuaian lahan sedang (skor 2)

Ringan (25% lapisan tanah atas hilang) Sedang (25 – 75% lapisan atas tanah

hilang) Berat (75% lapisan tanah atas hilang dan

25% lapisan tanah bawah hilang)

4. Tingkat kerawanan terhadap bencana alam

Lokasi penggalian tidak boleh terletak di daerah rawan bencana alam seperti gerakan tanah, jalur gempa, bahaya letusan gunung api, dan sebagainya.

Lokasi penggalian terletak di daerah rawan bencana alam berupa: bahaya longsor dan gerakan tanah.

5. Jenis dan besarnya cadangan/ deposit bahan tambang (pasir)

Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi.

Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi.

6. Kecepatan sedimentasi pada sungai

Lokasi penggalian di dalam sungai harus seimbang dengan kecepatan sedimentasi.

Lokasi penggalian di dalam sungai tidak seimbang dengan kecepatan sedimentasi.

Lokasi kegiatan penambangan pasir tidak boleh terlalu dekat dengan lokasi yang digunakan untuk konservasi.

Beberapa lokasi kegiatan penambangan pasir terlalu dekat dengan lokasi yang digunakan untuk konservasi.

Lokasi kegiatan penambangan pasir tidak boleh terlalu dekat dengan lokasi permukiman. Jarak dari permukiman minimal 500 m.

Beberapa lokasi kegiatan penambangan pasir terlalu dekat dengan lokasi permukiman. Jarak dari permukiman kurang dari 500 m.

7. Pemanfaatan lahan untuk konservasi dan permukiman

Lokasi kegiatan penambangan juga tidak boleh berada di kawasan hutan lindung serta di daerah tadah (daerah imbuhan).

Beberapa lokasi kegiatan penambangan pada DAS Luk Ulo hulu juga berada di kawasan hutan lindung serta di daerah tadah (daerah imbuhan).

118

Kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo melebihi carrying capacity lahan pada DAS Luk Ulo. Hal ini tampak dari lahan yang digunakan untuk kegiatan penambangan pasir telah melebihi beberapa faktor pembatas pada lahan (lihat Tabel 4.6). Dari segi kesesuaian lahan, lokasi kegiatan penambangan pasir tidak boleh berada pada lahan yang memiliki kesesuaian lahan rendah/tidak sesuai (skor 3). Kegiatan penambangan pasir juga tidak boleh terletak pada daerah rawan bencana dan daerah konservasi hutan lindung. Jarak lokasi kegiatan penambangan pasir tidak boleh terlalu dekat dengan areal permukiman, harus berada pada jarak minimal 500 meter. Lokasi penggalian di dalam sungai pada DAS Luk Ulo hulu dan tengah tidak seimbang dengan kecepatan sedimentasi pada sungai. Akibatnya terjadi degradasi dasar sungai pada DAS Luk Ulo, terutama pada bagian tengah dan hulu. Hal ini dikarenakan DAS Luk Ulo bagian hulu memiliki tingkat gradien dasar sungai yang tinggi. Adanya kegiatan penambangan pasir di bagian hulu tersebut menyebabkan tingkat gradien dasar sungai menjadi lebih tinggi lagi.

Lokasi kegiatan penambangan pasir yang melebihi carrying capacity lahan sebagian besar terletak di DAS Luk Ulo bagian hulu dan tengah. Hal ini dikarenakan daerah tersebut memiliki banyak faktor pembatas terutama faktor fisik tanah yang menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir. Sedangkan pada bagian hilir lokasi kegiatan penambangan pasir berada dekat dengan areal permukiman, tetapi dari segi faktor fisik tanah merupakan daerah yang memiliki kesesuaian lahan tinggi untuk kegiatan penambangan pasir.

Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo dibagi menjadi tiga zona, yaitu: 1. Zona kesesuaian lahan tinggi, terletak pada daerah hilir DAS

Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah hilir adalah Kecamatan Klirong dan Kecamatan Buluspesantren.

119

2. Zona kesesuaian lahan sedang, terletak pada daerah tengah DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah tengah adalah Kecamatan Kebumen, bagian selatan Kecamatan Pejagoan, dan bagian barat Kecamatan Alian.

3. Zona kesesuaian lahan rendah, terletak pada daerah hulu DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah hulu adalah Kecamatan Karangsambung, Kecamatan Karanggayam dan bagian utara Kecamatan Pejagoan.

Jumlah atau volume penambangan pasir di DAS Luk Ulo pada tahun 2005 sebesar 1.102.850 m3 dikalikan densitas pasir 2 ton/m3 menjadi 2.205.700 ton/th. Jumlah tersebut masih lebih kecil dari jumlah stok pasir di DAS Luk Ulo yang sebesar 6.200.718 ton. Jumlah stok pasir tersebut merupakan total jumlah stok pasir dari potensi galian pasir dan jumlah endapan sedimen pada DAS Luk Ulo. Potensi galian pasir untuk kegiatan penambangan di sepanjang DAS Luk Ulo totalnya 1.933.959 m3 dikalikan densitas pasir 2 ton/ m3 menjadi 3.867.918 ton. Adapun jumlah endapan sedimen pada DAS Luk Ulo sebesar 1.166.400 m3/th dikalikan densitas pasir 2 ton/ m3 menjadi 2.332.800 ton/th. Meskipun demikian, pasir pada DAS Luk Ulo juga memiliki carrying capacity untuk kegiatan penambangan pasir.

Carrying capacity pasir pada DAS Luk Ulo dilihat dari faktor supply pasir, dalam hal ini adalah variabel DMI pasir. Pasir pada DAS Luk Ulo bukan berasal dari muntahan lahar/lava gunung api yang selalu diperbarui, tetapi berupa endapan sungai hasil dari proses pelapukan dan erosi berbagai macam batuan yang ada di bagian hulu. Oleh sebab itu faktor-faktor pembatas pada variabel DMI menentukan jumlah stok pasir untuk kegiatan penambangan pasir (faktor supply). Faktor-faktor pembatas pada variabel DMI pasir terdiri dari tiga faktor, yaitu: laju pembentukan tanah, tingkat erosi dan kecepatan sedimentasi pada sungai. Tanah yang terbentuk dari proses pelapukan batuan ini memiliki laju pembentukan tanah sebesar 0,1 mm/th setara dengan 0,12 kg/m2/th atau 1,2 ton/ha/th.

120

Tanah yang “baru” dari hasil pembentukan tanah ini merupakan tanah pengganti untuk tanah yang “hilang” karena terkikis oleh erosi. Seharusnya tingkat erosi lahan sama dengan laju pembentukan tanah, tetapi tidak mungkin mengendalikan proses erosi yang bersifat alamiah. Oleh sebab itu terdapat toleransi batas maksimum erosi yang dapat diterima. Tingkat erosi yang normal pada DAS adalah 0 – 1.5 mm/th atau 0 – 30 ton/ha/th. Endapan pasir yang ditambang pada DAS Luk Ulo tersebut berasal dari tanah hasil erosi. Oleh sebab itu tingkat erosi normal pada DAS menjadi batas maksimum jumlah pasir yang ditambang. Di lain pihak, setiap pengambilan sedimen akan menurunkan level dasar sungai tetapi bila persentasi jumlah pasir yang ditambang lebih kecil dibandingkan terhadap muatan sedimen tahunan, penurunan elevasi dasar sungai akan kecil. Bila lokasi penambangan lebih jauh ke arah hulu dari mulut sungai atau titik pengontrolan dasar sungai lainnya, maka penurunan elevasi dasar sungai menjadi lebih besar pada tingkat penambangan pasir yang sama. Jadi untuk jumlah penambangan pasir tertentu lebih dekat ke mulut sungai akan menyebabkan penurunan yang lebih kecil dari elevasi dasar sungai daripada bila penambangan beberapa kilometer lebih ke hulu.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa carrying capacity pasir untuk kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo adalah: 1. Jumlah pasir yang ditambang pada endapan DAS Luk Ulo

setiap tahun tidak boleh lebih dari tingkat erosi normal pada DAS sebesar 0 – 1.5 mm/th atau 0 – 30 ton/ha/th.

2. Lokasi kegiatan penambangan diprioritaskan pada daerah yang dekat dengan muara sungai. Lokasi tersebut untuk penambangan pasir yang berupa material dasar sungai.

Berdasarkan uraian mengenai carrying capacity pada masing-masing sumberdaya alam dapat disimpulkan bahwa pengendalian kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

121

1. Dari segi pemanfaatan lahan, pengendalian ini menggunakan kesesuaian lahan pada DAS Luk Ulo untuk kegiatan penambangan pasir. Kesesuaian lahan pada DAS terbagi menjadi 3 (tiga) zona kesesuaian lahan, yaitu a. Zona kesesuaian lahan tinggi, terletak pada daerah hilir

DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah hilir adalah Kecamatan Klirong dan Kecamatan Buluspesantren.

b. Zona kesesuaian lahan sedang, terletak pada daerah tengah DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah tengah adalah Kecamatan Kebumen, bagian selatan Kecamatan Pejagoan, dan bagian barat Kecamatan Alian.

c. Zona kesesuaian lahan rendah, terletak pada daerah hulu DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah hulu adalah Kecamatan Karangsambung, Kecamatan Karanggayam dan bagian utara Kecamatan Pejagoan.

2. Dari segi proses kegiatan penambangan pasir, pengendalian ini menggunakan proses kegiatan penambangan pasir sebagai pendekatannya. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan kegiatan penambangan pasir pada DAS Luk Ulo dengan cara penambangan yang aman.

4.4.4 Identifikasi Kegiatan Pengelolaan Masing-Masing

Alternatif Pada tahap ini akan diidentifikasi kegiatan pengelolaan

masing-masing kelas atau pendekatan pengendalian, yaitu 1. Pengendalian terhadap Proses Kegiatan Penambangan Pasir

Pengendalian ini dilakukan melalui penentuan metode dan teknik pertambangan; penentuan alat-alat yang digunakan untuk menambang; penentuan jumlah stok pasir dan kualitasnya; waktu penambangan; penentuan tempat yang layak dan tidak layak ditambang; prioritas tempat penambangan; serta kecepatan penambangan.

2. Pengendalian terhadap Pemanfaatan Ruang Kegiatan ini dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang terjadi akibat kegiatan penambangan pasir, yang dilakukan

122

melalui mekanisme perijinan dan kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya pembatasan (limitasi) pemanfaatan lahan pertambangan.

A. Arahan Pengendalian terhadap Proses Kegiatan

Penambangan Pasir Pendekatan pengendalian terhadap proses kegiatan

penambangan pasir (pengendalian struktural) merupakan arahan pengendalian yang dilakukan terkait dengan proses kegiatan penambangan pasir. Arahan pengendalian struktural ini meliputi: 1. Metode dan teknik pertambangan yang digunakan untuk

menambang pasir pada daerah aliran sungai (DAS) adalah sistem penambangan terbuka (Quarry) yang berupa pit type, yaitu bentuk penambangan untuk batuan atau mineral yang terletak pada daerah relatif mendatar, jadi front kerja digali ke arah bawah, membentuk cekungan (pit). Adapun jalan masuk ke front kerja adalah jalan masuk berbentuk langsung karena endapannya berbentuk memanjang, mengikuti alur sungai.

2. Alat-alat yang digunakan untuk menambang pasir menggunakan alat yang ramah lingkungan dan alat tradisional seperti keranjang, sekop dan “kereyengan”, dilarang menggunakan alat berat dan mesin.

3. Jumlah pasir yang ditambang pada endapan DAS Luk Ulo setiap tahun tidak boleh lebih dari tingkat erosi normal pada DAS sebesar 0 – 1.5 mm/th atau 0 – 30 ton/ha/th. Adapun kualitas pasir yang ditambang adalah sebagai berikut: • Pasir sangat kasar, berukuran diameter 2,0 mm – 1,0 mm • Pasir kasar, berukuran diameter 1,0 mm – 0,5 mm. • Pasir sedang, berukuran diameter 0,5 mm – 0,25 mm. • Pasir halus, berukuran diameter 0,25 mm – 0,125 mm. • Pasir sangat halus, berukuran diameter 0,125 mm – 0,062

mm. 4. Waktu penambangan dilakukan pada musim kemarau, karena

air sungai sedikit, sehingga proses penambangan relatif mudah, dan terhindar dari bahaya banjir.

123

5. Tempat yang layak ditambang adalah tempat yang berada pada zona kesesuaian lahan tinggi dan zona kesesuaian lahan sedang. Pada zona tersebut juga terdapat tempat-tempat yang tidak layak ditambang antara lain: kelokan sungai lokasi yang berada pada jarak 500 meter sebelum

bendungan karena dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa erosi yang sangat intensif dan longsor pada tebing sungai.

6. Ditinjau dari segi kesesuaian lahan, lokasi kegiatan penambangan pasir pada zona kesesuaian lahan tinggi lebih diprioritaskan daripada zona kesesuaian lahan sedang. Lokasi kegiatan penambangan yang berupa material dasar sungai diprioritaskan pada daerah yang dekat dengan muara sungai.

7. Kecepatan penambangan pada tempat penambangan prioritas 1 dilakukan relatif lebih cepat dibandingkan prioritas berikutnya. Hal ini untuk mendukung umur penambangan.

B. Arahan Pengendalian terhadap Pemanfaatan Ruang

Terkait dengan kegiatan penambangan pasir, maka arahan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang adalah kegiatan pengendalian yang terkait dengan pemanfaatan lahan untuk kegiatan penambangan pasir. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang untuk kegiatan penambangan pasir meliputi kesesuaian lahan dan kegiatan pengendalian pemanfaatan lahan. Adapun kesesuaian lahan untuk kegiatan penambangan pasir di DAS Luk Ulo adalah sebagai berikut:

a. Zona kesesuaian lahan tinggi, terletak pada daerah hilir DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah hilir adalah Kecamatan Klirong dan Kecamatan Buluspesantren.

b. Zona kesesuaian lahan sedang, terletak pada daerah tengah DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah tengah adalah Kecamatan Kebumen, bagian selatan Kecamatan Pejagoan, dan bagian barat Kecamatan Alian.

124

c. Zona kesesuaian lahan rendah, terletak pada daerah hulu DAS Luk Ulo. Daerah yang termasuk daerah hulu adalah Kecamatan Karangsambung, Kecamatan Karanggayam dan bagian utara Kecamatan Pejagoan. Kesesuaian lahan ini menjadi acuan dalam penentuan

pemanfaatan lahan untuk kegiatan penambangan pasir. Adapun pengendalian pemanfaatan lahan merupakan suatu piranti manajemen pengelolaan kota/wilayah yang sangat diperlukan oleh manajer kota/wilayah untuk memastikan bahwa perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pemanfaatan ruangnya telah berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat diketahui dan sekaligus dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya penyimpangan fungsi ruang yang tidak terkendalikan dan tidak terarah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Adapun arahan pengendalian kegiatan penambangan pasir dari segi pemanfaatan ruang dilakukan melalui: a. Kegiatan penambangan pasir yang berupa endapan sungai

yang terletak di kanan – kiri sungai dilakukan pada zona kesesuaian lahan tinggi dan zona kesesuaian lahan sedang. Kegiatan penambangan pasir tersebut diprioritaskan pada zona kesesuaian lahan tinggi, kemudian zona kesesuaian lahan sedang.

b. Dilarang menambang pasir yang berada pada kelokan sungai (alur sungai bagian dalam).

c. Lokasi kegiatan penambangan pasir harus berjarak minimal 500 meter dari bendungan sungai.

d. Kegiatan penambangan pasir yang berupa pengerukan material dasar sungai diprioritaskan pada daerah yang dekat dengan muara sungai.

e. Pengendalian penggunaan lahan melalui pemberian ijin lokasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk peruntukan lahan pertambangan pada kawasan non pertambangan.

125

f. Pengendalian perubahan lahan menjadi lahan pertambangan melalui pencabutan ijin terhadap kawasan-kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

g. Memberikan disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi untuk kegiatan penambangan pasir yang dilakukan pada kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatan penambangan pasir.

h. Pengenaan kompensasi berupa penanaman pohon yang mampu menahan erosi tanah pada lokasi kegiatan penambangan pasir yang terletak pada kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. Memberikan insentif berupa keringanan pajak untuk kegiatan penambangan pasir yang dilakukan pada kawasan yang telah ditetapkan juga untuk kegiatan penanaman pohon yang mampu menahan erosi tanah pada lokasi tersebut.

i. Pengenaan pajak dan retribusi untuk setiap pengambilan pasir.

Dari arahan pengendalian kegiatan penambangan pasir terhadap proses kegiatan penambangan dan pemanfaatan ruang diharapkan mampu menjadi masukan untuk kegiatan pengendalian penambangan pasir di DAS Luk Ulo Kabupaten Kebumen.