bab iv analisis dan pembahasan 4.1 karakteristik...
TRANSCRIPT
27
BAB IV
Analisis Dan Pembahasan
4.1 Karakteristik Responden
Analisis karakteristik responden digunakan untuk
memperoleh gambaran sampel dalam penelitian ini. Data yang
menggambarkan karakteristik responden merupakan
informasi tambahan untuk memahami hasil penelitian.
Karakteristik responden dalam penelitian ini disajikan
berdasarkan usia, pendidikan terakhir, marital status, rata-
rata pendapatan bersih per bulan, dan rata-rata pendapatan
bersih per bulan pasangan. Selengkapnya akan dipaparkan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden
Usia < 40 tahun 35 66%
40 tahun
keatas
16 30.2%
Tidak mengisi 2 3.8%
Total 100%
Pendidikan
Terakhir
SMA 11 20.8%
D1/D2 1 1.9%
D3 12 22.6%
S1 24 45.3%
S2 3 5.7%
Tidak mengisi 2 3.8%
Total 100%
28
Tabel 4.1 (Lanjutan) karakteristik Responden
Status Marital Belum menikah 39 73.6%
Total 100%
Suku Luar Jawa 1 96.2%
Jawa 51 1.9%
Tidak Mengisi 1 1.9%
Total 100%
Sumber: data primer, 2012.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui bahwa usia
responden menunjukkan bahwa responden dalam penelitian
dominan masih berusia relatif muda. Pendidikan terakhir dari
responden mayoritas adalah S1 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden adalah lulusan sebuah perguruan tinggi.
Marital status menunjukkan bahwa mayoritas responden
dalam riset ini masih berstatus belum menikah (single). Pada
karakteristik yang keempat yaitu suku menunjukkan bahwa
mayoritas responden dalam penelitian ini berasal dari Jawa.
Status marital Menikah 14 26.4%
29
Tabel 4.2
Karakteristik Pendapatan Responden
Item Range N %
Pendapatan
bersih per
bulan
0-1.999.999 46 86.8%
2.000.000 ke atas 4 7.5%
Tidak mengisi 3 5.7%
Total 53 100%
Pendapatan
bersih per
bulan
pasangan
0 – 999.999 1 1,9%
1.000.000 – 1.999.999 10 18,9%
2.000.000 – 2.999.999 13 24,5%
3.000.000 – 3.999.999 3 5,7%
4.000.000 – 4.999.999 3 5,7%
≥ 5.000.000 4 7,5%
Tidak mengisi 19 35,8%
Total 53 100%
Sumber: lampiran hasil pengolahan data SPSS, 2011.
Karakteristik pendapatan bersih per bulan
menunjukkan bahwa pendapatan dominan responden
berkisar di bawah Rp. 2.000.000. Karakteristik terakhir yaitu
pendapatan bersih pasangan per bulan menunjukkan bahwa
sebagian besar pendapatan pasangan responden berkisar di
bawah Rp. 2.000.000 – Rp. 2.999.999. Data yang diperoleh
menunjukan dari 53 responden, sebanyak 1 responden yang
memiliki suami/istri, memiliki rata-rata pendapatan pasangan
per bulan di bawah Rp. 1.000.000 sedangkan 10 responden
memiliki rata-rata pendapatan pasangan per bulan di atas Rp.
1.000.000 – Rp. 1.999.999 atau 18,9%. Responden yang
memiliki rata-rata pendapatan pasangan per bulan Rp.
30
3.000.000 - Rp. 3.999.999 dan Rp. 4.000.000 – Rp. 4.999.999
masing-masing sebanyak 3 responden atau 5,7%. Sedangkan
untuk responden yang pasangannya berpendpaatan di atas
Rp. 5.000.000 ada 4 responden atau 7,5%. Responden yang
tidak mengisi kuesioner pendapatan pasangan cukup banyak
yakni 19 responden atau 35,8%.
4.2 Analisis Kecenderungan Mental Accounting
Mental accounting menunjukan pada perilaku atau cara
berpikir seseorang yang memiliki kecenderungan untuk
mengelompokan dan memberlakukan uang secara berbeda
antara lain tergantung dari mana uang tersebut berasal.
Pada bagian ini akan dikemukakan analisis data
mengenai mental accounting dengan kuisioner berbentuk
pernyataan yang terdiri dari enam pernyataan yang diajukan
kepada 53 Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya
wanita.
31
Tabel 4.3 Mental Accounting
PENDAPAT SS S N TS STS Skor Rata-
rata
Standar
Deviasi
1. Gaji rutin yang diterima langsung dialokasikan ke dalam pos-
pos tertentu. 0 36 10 7 0 188 3.55 0.68
2. Gaji rutin diperlakukan berbeda dengan gaji yang diperoleh
dari TTB/bonus.
0
34
5
14
0
179
3.88
0.95
3. Gaji yang diperoleh dari TTB/bonus akan lebih cepat habis
daripada gaji rutin. 0 12 8 32 0 136 2.57 0.21
4. Uang gaji rutin lebih bernilai daripada uang yang diperoleh dari
TTB/bonus. 0 13 10 30 0 142 2.68 0.30
5. Gaji awal tidak berbeda dengan gaji tengah bulan. 0 34 5 14 0 179 3.38 0.71
6. Pembayaran kredit lebih menarik daripada pembayaran
secara tunai. 0 39 3 11 0 187 3.53 1.02
Total 1011 19.59 2.89
Rata-rata 168.5 3.27 0.645
Sumber : data primer, 2012.
32
Tabel 4.3 memperlihatkan ukuran mental accounting
dalam pengelolaan keuangan Pegawai Non Akademik UKSW
khususnya wanita. Rata-rata keseluruhan untuk konsep
mental accounting sebesar 3.27, yang berarti sebagian besar
responden cenderung mengalami perilaku mental accounting.
Sedangkan keseluruhan standar deviasi sebesar 0.645
menunjukan nilai dispersi rata-rata untuk konsep mental
accounting relatif kecil.
Nilai rata-rata tertinggi dari pernyataan adalah sebesar
3,88. Dimana mayoritas responden sebanyak 34 responden
setuju gaji rutin diperlakukan beda dengan gaji yang diperoleh
dari TTB (tunjangan tengah bulan) atau bonus. Ini berarti
bahwa di dalam pikiran individu seringkali terbentuk
paradigma bahwa gaji rutin diperoleh dari hasil kerja keras,
sehingga gaji yang diperoleh dari TTB/bonus lebih cepat habis
daripada gaji rutin. Ini dapat dilihat dari 12 responden yang
setuju akan hal ini dan 32 responden tidak setuju. Data
menunjukan nilai rata-rata terendah pernyataan adalah
sebesar 2.57 , diketahui bahwa responden cenderung
menghabiskan gaji yang diperoleh dari TTB/bonus daripada
gaji rutin yang diperoleh dari hasil kerja keras. Ini berarti
bahwa responden cenderung mengalami perilaku mental
accounting.
Berdasarkan keseluruhan data yang diperoleh di atas
dari hasil penelitian tentang mental accounting dalam
pengelolaan keuangan Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga
33
khususnya wanita, tampak jelas bahwa responden
mengelompokan dan memberlakukan uang secara berbeda.
Hal ini terjadi karena terdapat fenomenal mental accounting
dalam pengelolaan keuangan Pegawai Non Akademik UKSW
Salatiga khususnya wanita. Oleh karena itu, mental
accounting menunjuk pada perilaku atau cara berpikir
seseorang yang memiliki kecenderungan untuk
mengelompokan dan memberlakukan uang secara berbeda
antara lain tergantung dari mana uang tersebut berasal.
Perilaku atau cara ini terjadi apabila; pertama,
menggolongkan pendapatan ke dalam pos-pos tertentu.
Kedua, memberlakukan pendapatan yang diterima dari gaji
rutin berbeda dari pendapatan yang diterima dari tunjangan
tengah bulan atau bonus. Ketiga, menghabiskan uang yang
diperoleh dengan mudah seperti tunjangan tengah bulan, THR
daripada uang yang diperoleh dari kerja keras (gaji rutin).
Keempat, menganggap gaji rutin yang diperoleh dengan kerja
keras lebih bernilai daripada tunjangan tengah bulan atau
bonus.
Melalui penelitian ini diketahui bahwa terdapat
fenomenal mental accounting dalam pengelolaan keuangan
Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita. Hal
ini terbukti dari pernyataan responden yang menyatakan lebih
banyak setuju untuk mengelompokan dan memberlakukan
uang secara berbeda antara lain tergantung dari mana uang
tersebut berasal.
34
4.3 Analisis Kecenderungan Mental Accounting Sebagai
Perangkat Self-Control
Self-control adalah menyangkut seberapa kuat seseorang
memegang nilai dan kepercayaannya untuk dijadikan acuan
ketika ia bertindak atau mengambil suatu keputusan. Salah
satu hal yang dapat mempengaruhi orang dalam pengambilan
keputusan keuangan adalah mental accounting. Mental
accounting dilihat dari sisi negatif, pada saat individu
menetapkan fungsi yang berbeda untuk setiap kelompok
aktiva, yang memiliki efek irasional yang merugikan yakni,
orang-orang melihat hasil dalam hal fungsi dan nilai.
Sedangkan sisi positifnya, mental accounting dapat digunakan
sebagai perangkat self-control.
Karlsson (1998) dan Hoch dan Loewenstein (1991)
menegaskan bahwa mental accounting dapat digunakan
sebagai perangkat self-control. Dalam artian mencegah
pemanfaatan dana untuk kepentingan yang bersifat konsumtif
atau overspending karena dana sudah dipilah-pilahkan ke
dalam rekening tertentu seperti tabungan dan investasi
sehingga dana tersebut tidak mudah digunakan untuk
kepentingan lain.
Pada bagian ini akan dikemukakan analisis data melalui
kuisioner berbentuk pernyataan yang diperoleh dari jawaban
responden. Bentuk-bentuk pernyataan ini akan dilihat dari
sisi alokasi uang, kepentingan lain, penundaan pemuasan,
35
dan pembatasan diri yang dikutip dari konsep How To Save
More : Individual Financial Structures As Tools for Self-Control
yang dikemukakan oleh Philipp E. Otto yang mengungkapkan
bagaimana self-control dapat digunakan sebagai alat untuk
membimbing diri yang dapat digunakan untuk meningkatkan
komitmen individu untuk mencapai tujuan.
36
Tabel 4.4
Penggunaan Mental Accounting Sebagai
Perangkat Self-Control
PENDAPAT SS S N TS STS Skor Rata-
rata
Standar
Deviasi
PANEL A : ALOKASI UANG
2. Gaji rutin diposkan untuk kebutuhan rutin untuk menekan
kebutuhan yang tidak penting. 41 5 7 0 0 246 4.64 0.32
Total 246 4.64 0.32
PANEL B : KEPENTINGAN LAIN
1. Menggunakan pos biaya pendidikan untuk membeli TV plasma
lengkap dengan home theatre.
0
0
7
15
31
236
4.45
0.05
2. Liburan dengan keluarga menggunakan pos tabungan hari tua. 0 0 0 23 25 232 4.38 0.19
3. Membeli mobil dengan menggunakan uang alokasi membeli
tanah. 0 3 4 28 18 220 4.15 0.21
4. Membeli motor dengan uang alokasi investasi modal usaha. 0 0 2 39 12 222 4.19 0.28
5. Membeli pakaian yang sedang diskon dengan uang untuk
membayar listrik dan telepon. 0 0 0 8 45 257 4.85 0.15
37
Tabel 4.4 (Lanjutan)
Penggunaan Mental Accounting Sebagai
Perangkat Self-Control
PENDAPAT SS S N TS STS Skor Rata-
rata
Standar
Deviasi
6. Membeli pakaian dengan menggunakan pos tabungan biaya
renovasi. 0 0 5 23 25 232 4.38 0.19
7. Membeli kosmetik dengan tabungan pendidikan untuk masuk
SD. 0 3 4 28 18 220 4.15 0.21
8. Membeli sepatu dengan uang untuk biaya cicilan rumah. 0 0 2 39 12 222 4.19 0.28
Total 1932 36.45 1.28
Rata-rata 241.5 4.56 0.16
PANEL C : PENUNDAAN PEMUASAN
1. Menyisihkan untuk tabungan perbaikan rumah daripada untuk kepentingan konsumtif. 0 0 6 15 32 238 4.49 0.22
2. Membeli barang yang diinginkan dengan uang untuk
kebutuhan belanja. 0 0 0 19 34 246 4.64 0.09
3. Pos tabungan cicilan rumah digunakan untuk jalan-jalan ke luar kota dengan anak. 0 0 8 13 32 236 4.45 0.12
Total 720 13.58 0.43
Rata-rata 240 4.53 0.14
38
Tabel 4.4 (Lanjutan)
Penggunaan Mental Accounting Sebagai
Perangkat Self-Control
PENDAPAT SS S N TS STS Skor Rata-
rata
Standar
Deviasi
PANEL D : PEMBATASAN DIRI
1. Uang di pos tabungan untuk biaya tidak terduga digunakan
untuk berbelanja di pasar murah. 0 0 9 17 27 230 4.34 0.28
2. Uang di pos tabungan untuk membeli rumah digunakan untuk
membeli mobil impian. 0 0 7 46 0 205 3.87 0.95
Total 435 8.21 1.23
Rata-rata 217.5 4.11 0.62
Sumber : data primer, 2012
39
Berdasarkan jawaban responden pada table 4.4 untuk
panel A mengenai alokasi uang, diperoleh jumlah responden
sebanyak 41 responden yang sangat setuju bahwa gaji rutin
diposkan untuk kebutuhan rutin dengan tujuan untuk
menekan kebutuhan yang tidak penting. Dimana nilai rata-
rata dari pernyataan ini adalah sebesar 4.64. Hal ini
menunjukan bahwa sudah menjadi prioritas bagi responden
untuk menggolongkan gaji rutin berdasarkan pos-pos
pengeluaran untuk mencegah pemanfaatan dana yang bersifat
konsumtif dan responden sangat memperhatikan
terpenuhinya kebutuhan rutin mereka serta responden
memiliki self-control dalam mengelolah keuangan. Standar
deviasi keseluruhan sebesar 0.32 menunjukan nilai dispersi
rata-rata untuk konsep alokasi uang relatif kecil.
Tabel 4.4 untuk panel B mengenai kepentingan lain,
rata-rata secara keseluruhan untuk konsep kepentingan lain
sebesar 4.56. Sedangkan keseluruhan Standar deviasi sebesar
0.16 menunjukan nilai dispersi rata-rata untuk konsep
kepentingan lain relatif kecil. Nilai rata-rata tertinggi dari
pernyataan adalah sebesar 4.85. Dimana mayoritas responden
sebanyak 45 responden memilih sangat tidak setuju untuk
membeli pakaian yang sedang diskon dengan uang yang
dialokasikan untuk membayar listrik dan telepon dan membeli
kosmetik menggunakan tabungan pendidikan untuk masuk
sekolah dasar (SD). Ini berarti bahwa responden dapat
membatasi diri (self-control) terhadap penghasilan yang sudah
40
di poskan ke dalam pos-pos kebutuhan tertentu untuk tidak
digunakan untuk kebutuhan lain yang tidak begitu penting.
Sementara nilai rata-rata terendah adalah sebesar 4.15,
dimana sebanyak 18 responden memilih tidak setuju membeli
mobil dengan uang yang dialokasikan untuk membeli tanah.
Ini berarti bahwa responden cenderung cermat dalam
mengelolah dan membuat keputusan keuangan, seperti
apakah perlu untuk membeli mobil saat ini atau tidak.
Berdasarkan semua pernyataan diatas untuk pendapat
mengenai kepentingan lain, mayoritas responden memberikan
jawaban dengan proporsi memilih tidak mengeluarkan uang
yang telah dialokasikan untuk kepentingan lainnya yang
dirasa kurang begitu penting.
Selanjutnya table 4.4 untuk panel C mengenai
penundaan pemuasan, rata-rata secara keseluruhan untuk
konsep penundaan pemuasan sebesar 4.53. Sedangkan
standar deviasi secara keseluruhan sebesar 0.14 menunjukan
nilai dispersi rata-rata untuk konsep penundaan pemuasan
relatif kecil. Nilai rata-rata tertinggi dari pernyataan adalah
sebesar 4.64. Dimana mayoritas responden sebanyak 34
responden memilih sangat tidak setuju membeli barang yang
diinginkan dengan uang untuk kebutuhan belanja. Ini berarti
bahwa responden dapat menahan diri dalam menggunakan
keuangan untuk memuaskan keinginan tertentu. Selanjutnya,
nilai rata-rata terendah adalah sebesar 4.45, dimana sebanyak
32 responden memilih sangat tidak setuju pos tabungan
41
cicilan rumah digunakan untuk jalan-jalan ke luar kota. Ini
berarti bahwa responden dapat menahan diri dalam hal
menunda sesuatu yang dirasa kurang begitu penting serta
responden sangat cermat dalam mengelolah dan membuat
keputusan keuangan, seperti apakah perlu jalan-jalan ke luar
kota dengan menggunakan uang yang sudah dialokasikan ke
pos tabungan cicilan rumah. Berdasarkan keseluruhan data
yang diperoleh pada tabel diatas, mayoritas responden
memberikan jawaban dengan proporsi memilih menahan diri
ketika melihat hal yang diinginkan termasuk kebutuhan yang
kurang penting.
Panel yang terakhir untuk tabel 4.4 yaitu panel D untuk
pendapat mengenai pembatasan diri, rata-rata secara
keseluruhan untuk konsep pembatasan diri sebesar 4.11.
Standar deviasi secara keseluruhan sebesar 0.62
menunjukan nilai dispersi rata-rata untuk konsep
pembatasan diri relatif kecil. Nilai rata-rata tertinggi dari
pernyataan adalah sebesar 4.34. Dimana jumlah responden
sebanyak 27 responden sangat tidak setuju uang di pos
tabungan untuk biaya tidak terduga digunakan untuk
berbelanja di pasar murah. Ini berarti bahwa responden
membatasi diri terhadap kebutuhan yang dirasa kurang
begitu penting. Selanjutnya, nilai rata-rata terendah adalah
sebesar 3.87, dimana sebanyak 46 responden memilih tidak
setuju uang di pos tabungan untuk membeli rumah
digunakan untuk membeli mobil impian dan 7 responden
42
memilih netral. Ini menunjukan responden membatasi diri
terhadap kebutuhan akan barang mewah yang dirasa kurang
penting yaitu mobil impian dan memilih memprioritaskan
tabungan untuk membeli rumah, karena responden merasa
rumah merupakan kebutuhan primer yang sangat penting.
Semua pernyataan diatas untuk pendapat mengenai
pembatasan diri, mayoritas responden memberikan jawaban
dengan proporsi berusaha membatasi pembelian barang-
barang yang diinginkan yang dirasa terlalu berlebihan.
Dengan demikian, berdasarkan keseluruhan data yang
diperoleh dari hasil penelitian tentang mental accounting
sebagai perangkat self-control dalam pengelolaan keuangan
Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita,
tampak jelas bahwa responden cenderung memilah-milahkan
uangnya ke dalam rekening tertentu seperti tabungan dan
investasi sehingga uang tersebut tidak mudah digunakan
untuk kepentingan lain. Sehingga, dapat dikemukakan bahwa
responden yang merupakan Pegawai Non Akademik pada
UKSW Salatiga khususnya wanita dapat menjadikan mental
accounting sebagai perangkat self-control dalam pengelolaan
keuangan.
43
Tabel 4.5 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Keseluruhan
Jawaban Responden
SUMBER RATA-RATA
MENTAL ACCOUNTING 3.27
ALOKASI UANG 4.64
KEPENTINGAN LAIN 4.56
PENUNDAAN PEMUASAN 4.53
PEMBATASAN DIRI 4.11
Melalui tabel diatas, dapat dilihat rekapitulasi dari
keseluruhan rata-rata jawaban responden melalui mental
accounting, alokasi uang, kepentingan lain, penundaan
pemuasan, dan pembatasan diri. Mental accounting dengan
rata-rata keseluruhan jawaban adalah sebesar 3.27. Alokasi
uang dengan rata-rata keseluruhan jawaban adalah sebesar
4.64. Kepentingan lain dengan rata-rata keseluruhan jawaban
adalah sebesar 4.56. Penundaan pemuasan dengan rata-rata
keseluruhan jawaban adalah sebesar 4.53 dan pembatasan
diri dengan rata-rata keseluruhan jawaban sebesar 4.11.
4.4 Mental Accounting Berdasarkan Demografi Responden
Faktor demografi yang akan digunakan untuk melihat
keterkaitan dengan perilaku mental accounting yaitu, marital
status (status perkawinan), usia dan pendidikan. Persoalan
penelitian akan dijawab dengan menggunakan crosstabulation
44
dan uji chi square. Untuk melihat keterkaitan ini akan
dipaparkan di dalam tabel 4.9 dibawah ini.
Tabel 4.6
Crosstabulation Serta Pengujian Chi Square Faktor
Demografi
Marital Status
Cenderung
Mental Accounting
Non Mental
Accounting Total
Belum Menikah 35
4 39
Menikah 12 2 14
Total 47 6 53
Value
df Asymp. Sig. (2-sided
Pearson Ci Square
4.604
5 .466
Tabel 4.6 (Lanjutan)
Crosstabulation Serta Pengujian Chi Square Faktor
Demografi
Usia*
Cenderung
Mental Accounting
Non Mental
Accounting Total
Usia Usia < 40 33
2 35
Usia > 40 6 10 16
Total 39 12 51
Value
df Asymp. Sig. (2-sided
Pearson Chi-Square
0.386
5
.037
Cenderung
Mental Accounting
Non Mental
Accounting Total
Pendidikan* < S1 9
11 20
≥ S1 27 4 31
Total 36 15 51
Value
df Asymp. Sig. (2-sided
Pearson 0.236 .024
45
Chi-Square
20
Sumber: lampiran 8 hasil pengolahan data SPSS, 2011.
Ket : *) hanya 51 responden, karena 2 responden tidak mengisi
kuisioner untuk karakteristik responden kolom usia dan
pendidikan.
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden menurut marital status untuk yang belum menikah
cenderung mengalami perilaku mental accounting daripada
yang sudah menikah, tepatnya 35 responden belum menikah
dan 12 responden sudah menikah. Hasil pengukuran
menunjukan bahwa marital status tidak signifikan
berpengaruh terhadap perilaku mental accounting dalam
pengelolaan keuangan karena nilai pearson chi-square sebesar
4.604. Selain itu, dapat dilihat juga dari nilai sig yang lebih
besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.466. Dapat disimpulkan
bahwa responden yang belum menikah lebih cenderung
mengalami perilaku mental accounting dibandingkan dengan
responden yang sudah menikah dan keterkaitan marital
status tidak signifikan berpengaruh terhadap perilaku mental
accounting dalam pengelolaan keuangan.
Berdasarkan tabel diketahui juga bahwa responden
dengan usia kurang dari 40 tahun lebih besar jumlahnya
terkategori cenderung mengalami perilaku mental accounting
dibandingkan dengan usia lebih dari 40 tahun, tepatnya 33
responden usia kurang dari 40 tahun dan 6 responden usia
lebih dari 40 tahun. Kemudian untuk pengukuran faktor usia
menunjukan bahwa usia berpengaruh signifikan terhadap
46
mental accounting dalam pengelolaan keuangan karena nilai
sig lebih kecil dari 0.05 yaitu sebesar 0.037. selain itu, dapat
dilihat juga dari nilai pearson chi-square sebesar 0.386.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden
dengan usia kurang dari 40 tahun, cenderung mengalami
perilaku mental accounting dibandingkan dengan responden
dengan usia lebih dari 40 tahun. Dan juga ada keterkaitan
faktor usia dengan perilaku mental accounting dalam
pengelolaan keuangan.
Faktor demografi terakhir yaitu tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan yang beragam dari Pegawai Non Akademik
UKSW Salatiga khususnya wanita, menunjukan
kecenderungan perilaku mental accounting yang berbeda pula.
Diantara tingkat pendidikan untuk diatas S1 dan dibawah S1,
diperoleh hasil bahwa responden dengan tingkat pendidikan
S1 ke atas lebih cenderung mengalami perilaku mental
accounting daripada tingkat pendidikan responden lainnya.
Hal ini dapat dilihat bahwa dari 31 responden dengan
pendidikan S1 keatas terdapat 27 responden yang
menunjukan perilaku mental accounting. Sedangkan
pendidikan dibawah S1, dari 20 responden terdapat 11
responden menunjukan perilaku non mental accounting. Lebih
lanjut, untuk pengukuran tampak bahwa nilai pearson chi-
square sebesar 0.236. Hal yang sama juga dapat dilihat dari
nilai sig yang lebih kecil dari 0.05 yaitu sebesar 0.024. Dapat
disimpulkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan
47
diatas S1 cenderung mengalami perilaku mental accounting
daripada responden dengan tingkat pendidikan lainnya.
4.5 Pembahasan
4.5.1 Mental Accounting sebagai perangkat Self-Control
Pengujian pertama terbukti secara siginifikan bahwa
terdapat kecenderungan fenomenal mental accounting pada
Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita.
Pembuktian ini sejalan dengan sebuah fenomena perilaku
finansial atau ekonomi perilaku (behavioral finance) yang
pertama kali diteliti oleh Richard Thaler yang mengartikan
mental accounting sebagai perilaku ekonomi bilamana
seseorang menggolongkan masukan dan keluaran
berdasarkan pos-pos seperti halnya model akuntansi (account
code). Ini dapat dilihat dari 53 responden pada Pegawai Non
Akademik UKSW Salatiga khususnya perempuan yang
mengelompokan dan memberlakukan uang secara berbeda.
Lebih lanjut, responden dalam mengelola penghasilannya
menggunakan mental accounting dimana mereka melakukan
identifikasi, kategorisasi, dan evaluasi hasil dalam
mendistribusikan keuangannya ke pos-pos kebutuhan
hidupnya (Thaler, 1980; Kahneman & Tversky, 1984;).
Selanjutnya pengujian kedua terbukti secara signifikan
bahwa terdapat kecenderungan responden setuju dengan
mental accounting sebagai perangkat self-control, dan
pembuktian ini sejalan dengan Karlsson (1998) dan Hoch &
48
loewenstein (1991). Pengujian kedua jelas menunjukan bahwa
penelitian yang dilakukan tidak sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Chatterjee, Heath dan Min (2009) serta Thaller
(1990) yang menganggap bahwa mental accounting dapat
membawa dampak yang tidak baik dalam pengambilan
keputusan karena adanya kemungkinan untuk boros atau
berperilaku konsumtif atas penghasilan ekstra.
Temuan lain mengenai bagaimana individu
mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya.
Pertama, bahwa masih belum dapat mengelola keuangan
apabila ada kebutuhan lainnya yang lebih penting. Responden
cenderung menggunakan uang yang telah didistribusikan
dalam pos-pos tertentu yang dinilai kurang penting untuk
kepentingan mendadak yang lebih penting. Dalam hal ini
mental accounting belum bisa dijadikan sebagai perangkat self-
control jika ada kebutuhan lain yang lebih penting. Kedua,
dalam hal penundaan kepuasan. Mental accounting
memainkan peran dalam mengendalikan penundaan
kepuasan. Responden tidak akan mengambil uang yang telah
dialokasikan dalam pos tabungan atau pos tertentu hanya
untuk memuaskan keinginan yang tiba-tiba muncul ketika
muncul suatu kebutuhan tersier. Terakhir, mental accounting
dapat digunakan sebagai alat pembatasan diri terhadap
kebutuhan lain yang dapat ditangguhkan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa mental accounting
dapat digunakan sebagai perangkat self-control dalam
49
mengelola keuangan. Seseorang yang menggunakan mental
accounting berarti bahwa mereka memiliki kecermatan dalam
mengalokasikan dana penghasilannya ke dalam kebutuhan-
kebutuhan mereka dan ke dalam tabungan. Hal ini juga
berarti bahwa orang yang menggunakan mental accounting
memiliki perencanaan yang matang terhadap pengelolaan
penghasilan mereka serta dapat mengambil keputusan dalam
hal keuangan serta memaksimalkan kepuasan terus menerus
seumur hidupnya ketika mereka maju dalam siklus hidup
dengan (1) mengerahkan pengendalian diri (self-control) yang
telah meningkat dalam menunda konsumsi ke periode yang
akan datang; (2) secara mental memisahkan penghasilan pada
account berbeda (yang disebut dengan mental accounting); (3)
menyesuaikan tingakat tabungan (saving rate) mereka atas
dasar keuntungan atau kerugian yang dipersepsikan dalam
tiga mental accounts yakni : current income, current asset dan
future income (Shefrin dan Thaller 1988).
4.5.2 Mental Accounting Berdasar Demografi Responden
Pada bagian berikut akan dipaparkan perbedaan
demografi responden terhadap mental accounting yang dialami
Pegawai Non Akademik UKSW khususnya wanita. Adapun
faktor demografi tersebut adalah marital status, usia, dan
tingkat pendidikan.
Pengujian faktor demografi pertama yaitu marital status
ditemukan hasil bahwa marital status tidak signifikan
50
berpengaruh terhadap perilaku mental accounting dalam
pengelolaan keuangan nilai sig yang lebih besar dari 0.05
yaitu sebesar 0.466.
Selanjutnya, pengujian faktor kedua yaitu usia
ditemukan hasil bahwa usia berpengaruh signifikan terhadap
mental accounting dalam pengelolaan keuangan. Hal ini dapat
dilihat dari perbedaan usia responden, mental accounting
berpeluang terjadi pada responden dengan usia kurang dari
40 tahun daripada responden dengan usia diatas 40 tahun,
tepatnya 33 responden usia kurang dari 40 tahun dan 6
responden usia lebih dari 40 tahun.
Faktor demografi lainnya yaitu tingkat pendidikan
responden yang dikaitkan dengan perilaku mental accounting.
Diantara tingkat pendidikan untuk diatas S1 dan dibawah S1,
diperoleh hasil bahwa responden dengan tingkat pendidikan
S1 ke atas lebih cenderung mengalami perilaku mental
accounting daripada tingkat pendidikan responden lainnya.
Lebih lanjut, dengan membatasi dan menunda
pemuasan kebutuhan yang dirasa kurang penting, maka
karyawan wanita non akademik UKSW secara eksplisit masih
membenarkan adanya mental accounting dalam praktik
kehidupan mereka. Pertama, dengan adanya alokasi
penghasilan ke dalam pos-pos kebutuhan akan
mempermudah mereka memenuhi kebutuhan yang benar-
benar harus terpenuhi, sehingga kekhawatiran mereka untuk
tidak terpenuhi kebutuhan tersebut dapat dihilangkan.
51
Kedua, dengan adanya mental accounting mereka dapat
membatasi diri dalam menggunakan keuangan mereka untuk
hal yang tidak perlu, Sehingga pemborosan untuk keperluan
yang tidak diperlukan dapat diminimalisir. Dengan demikian
mental accounting dapat menjadi perangkat yang efektif dalam
mengontrol diri mereka untuk mengelola penghasilan dengan
baik.