bab iii rumpun etnik mbaham matta: konteks...

32
87 BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS GEOGRAFIS DAN HISTORIS 1 Pada bagian ini penulis akan memperkenalkan Fakfak sebagai konteks keberadaan Etnik Mbaham Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. Pengenalan geografis menunjuk kepada ruang kehidupan dan eksistensi etnik Mbaham Matta. Pengenalan sejarah terkait dengan kedatangan dan kehadiran para tamu, yakni kekuatan politik-ekonomi serta agama-agama dunia ke Fakfak. Pada bagian ini disampaikan pula pengenalan wilayah utama penelitian, yakni Distrik Teluk Patipi yang bermula dari Kampung Tetar dan Kampung Offie. A. Konteks Geografis 2 Kabupaten Fakfak adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat dengan luas 14.320 km2 terletak pada 131 0 30’ – 130 0 40’ BT dan 2 0 25’ – 4 0 00’ LS. Wilayah Fakfak bertopografi gunung-gunung, lembah, dan pesisir. Karakterristik topografis ini ditunjukkan melalui elevasi (ketinggian dari permukaan laut) dataran dengan keluasan wilayah: 0 m – 10 m (58,1%); 101 m – 500 m (15,9%); 501 m – 1000 m (13,8%); dan lebih dari 1.001 m (12,2%).Kekhasan 1 Geografis dan Historis adalah dua istilah penting dalam teorisasi etnisitas yang Penulis elaborasi dari Giddens. Georgafi menunjuk kepada ruang atau lingkungan fisik dan dinamika interaksi sosial mikro maupun makro. Historis menunjuk kepada aspek waktu (time), yakni rentangan dan bentangan sejarah perjalanan suatu komunitas. Pada bagian ini Penulis memamparkan data-data atau informasi yang relevan saja dalam alur narasi. 2 Data untuk bagian ini didasarkan pada Biro Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Kabuapten Fakfak Dalam Angka 2017.

Upload: hakhuong

Post on 22-Mar-2019

247 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

87

BAB III

RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA:

KONTEKS GEOGRAFIS DAN HISTORIS1

Pada bagian ini penulis akan memperkenalkan Fakfak

sebagai konteks keberadaan Etnik Mbaham Matta secara

ringkas dari segi geografi dan sejarah. Pengenalan geografis

menunjuk kepada ruang kehidupan dan eksistensi etnik

Mbaham Matta. Pengenalan sejarah terkait dengan kedatangan

dan kehadiran para tamu, yakni kekuatan politik-ekonomi

serta agama-agama dunia ke Fakfak. Pada bagian ini

disampaikan pula pengenalan wilayah utama penelitian, yakni

Distrik Teluk Patipi yang bermula dari Kampung Tetar dan

Kampung Offie.

A. Konteks Geografis2

Kabupaten Fakfak adalah salah satu kabupaten di

Provinsi Papua Barat dengan luas 14.320 km2 terletak pada

1310 30’ – 130040’ BT dan 2025’ – 4000’ LS. Wilayah Fakfak

bertopografi gunung-gunung, lembah, dan pesisir.

Karakterristik topografis ini ditunjukkan melalui elevasi

(ketinggian dari permukaan laut) dataran dengan keluasan

wilayah: 0 m – 10 m (58,1%); 101 m – 500 m (15,9%); 501 m –

1000 m (13,8%); dan lebih dari 1.001 m (12,2%).Kekhasan

1Geografis dan Historis adalah dua istilah penting dalam teorisasi

etnisitas yang Penulis elaborasi dari Giddens. Georgafi menunjuk kepada ruang atau lingkungan fisik dan dinamika interaksi sosial mikro maupun makro. Historis menunjuk kepada aspek waktu (time), yakni rentangan dan bentangan sejarah perjalanan suatu komunitas. Pada bagian ini Penulis memamparkan data-data atau informasi yang relevan saja dalam alur narasi. 2Data untuk bagian ini didasarkan pada Biro Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Kabuapten Fakfak Dalam Angka 2017.

Page 2: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

88 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan

dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

topografis ini ditunjuk pula oleh luas wilayah Kabupaten

Fakfak menurut Kelas Lereng/Kemiringan: 0 – 150 (1.434.636

Ha), 15 – 400 (57.5000 Ha), lebih dari 400 (2.054.600 Ha).

Wilayah Kabupaten Fakfak didominasi oleh pegunungan

berbatu cadas dan bersungai-sungai pula. Inilah wilayah

keberadaan dan domisili masyarakat etnik Mbaham Matta.

Kampung-kampung membentang sepanjang pesisir pantai

yang sempit dan terjal serta menyebar di lembah-lembah dan

punggung-punggung pegunungan. Sampai dengan akhir 1990-

an tingkat keterisolasian cukup tinggi dan hubungan antar

wilayah masih sangat sulit hanya bisa melalui laut dan jalan

kaki. Sejak 2000-an pembangunan jalan penghubung terus

dibangun dan memudahkan hubungan serta transportasi antar

pusat kabupaten dengan wilayah-wilayah distrik secara

signifikan.

Penduduk Kabupaten 74.095 jiwa yang tersusun dari

60,76 persen penganut agama Islam; 18,87 persen penganut

Protestan; dan 20,34 persen penganut agama Katolik serta

sisanya penganut agama Hindu dan Budha. Dalam lingkungan

keagamaan Islam terdapat beberapa organisasi utama yakni

Nahdatul Ulama (sejak 1960 an) dan Muhamadiyah (1980 an)

Page 3: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 89

serta lembaga-lembaga dakwah lainnya. Ridwan al-Makssary3

menunjukkan bahwa di Tanah Papua telah hadir pula

kelompok-kelompok Islam transnasional seperti Salafy/

Wahaby, Ikhwanul Muslimun, Jemaah tabligh, Hizbut Tahrir,

dsb. Menurut al-Makassary sebagian kelompok ini menyokong

panji Islamisme dalam bentuk idealisasi negara islam

(khilafah) dan jalan martir untuk agama yang dalam

tingakatan tertentu menghalakan jalan kekerasan dan yang

menempuh jalan damai atau non kekeraras. Fenomena

sedemikian telah tampak pula di kabupaten Fakfak sejak awal

tahun 2000 sebagai produk kampanye penularan kerusuhan

Maluku. Menurut Ketua MUI Fakfak sinyalemen ini ada

benarnya tetapi terkait dengan pribadi-pribadi atau keompok

kecil tertentu. Keadaan mana telah juga diindikasikan oleh

Saidin Ernas dalam disertasinya bahwa gerakan-gerakan salafi

ini melakukan kampanye melalui dakwah khobtah maupun

dakwah sosial.4

Umat Kristen terhimpun dalam tiga organisasi gereja

utama, yakni Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI Papua),

Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua (GKI TP) dan Gereja

Katolik. Juga sejak tahun 1970-an telah hadir Gereja

Pentakosta di Indonesia (GPdI), Gereja Adven Hari Ketujuh,

Gereja Baptis, dan kelompok-kelompok Kharismatik.

Dari sisi persebaran domisili, 64,84 persen penduduk

tinggal di wilayah perkotaan dan sekitarnya sedangkan 31,16

persen penduduk hidup di wilayah pedesaan/kampung. Ini

menunjukkan dominasi masyarakat perkotaan yang tinggi di

berbagai bidang kehidupan masyarakat dan daerah Fakfak.

3 Lihat: Ridwan al-Makassary, Dialog dan Radikalisme Agama di Tanah Papua (Jayapura: FKUB Papua, 2016). 4Saidin Ernas. “Integrasi Sosial Masyarakat Papua: Studi tentang Dinamika Perdamaian pada Masyarakat Fakfak di Propinsi Papua Barat.” (Disertasi Doktor, Universitas Gajah Mada, 2014).

Page 4: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

90 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan

dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

Pekerjaan utama masyarakat lokal di kampung-

kampung adalah petani dan nelayan. Tanaman Pala (Myristica

argantea)5 dominan membentuk perkebunan. Setiap rumah

tangga secara turun temurun menanam dan mengusahakan.

Pala sebagai mata pencaharian dan sumber ekonomi utama.

Mereka dengan bangga mengatakan bahwa Pala adalah

‘tanaman rumah’ yang telah menjadi bagian penting dari

sejarah keberadaan mereka.6 Dalam survey pemetaan

kemiskinan Kabupaten Fakfak yang dilakukan pada tahun

20157 ditetapkan garis kemiskinan sebesar Rp. 465.565,- per-

kapita. Berdasarkan tetapan garis kemiskinan ini jumlah

rumah tangga miskin Kabupaten Fakfak pada tahun 2015

sebanyak 13.579 rumah tangga atau 28,7 persen dari total

penduduk Kabupaten Fakfak. Prosentase ini tidak bisa

menutup kenyataan bahwa kemisikinan masih menjadi

fenomena aktual di kampung-kampung. Kondisi faktual ini

jelas bila kita perhatikan data Distribusi Tingkat Kesejahteraan

menurut Distrik di Kabupaten Fakfak Tahun 2015. Data ini

menunjukkan bahwa 80 persen Distrik penduduknya hidup di

bawah garis kemiskinan dengan tingkat kedalaman dan

keparahan kemiskinan di atas rata-rata prosentase rumah

tangga miskin Kabupaten Fakfak. Tetapi disimpulkan oleh Tim

bahwa kemiskinan di Kabupaten Fakfak ini bukanlah

merupakan kondisi ketidakberdayaan penduduk memenuhi

kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang dan papan.

Kemiskinan ini disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat

memenuhi kebutuhan sekunder, yaitu pendidikan, kesehatan,

5 Pala Fakfak memiliki karakter yang berbeda dari Pala Banda (Myristica Fragrance). Fakfak dikenal sebagai Kota Pala. 6 Penanaman, pemeliharaan, dan panen Pala diawali dengan ritus adat khusus Meri Totora (Putri Pala). Ritus ini berinti pada permohonan agar tanaman Pala diberkati, dilindungi dan diberi kesuburan. 7 Lihat: “Ringakasan Eksekutif Pemetaan Kemiskinan di Kabupaten Fakfak Tahun 2015”, yang dilaksanakan dan disusun oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat.

Page 5: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 91

dan sosial. Kondisi dipengaruhi oleh rendahnya aksesibiltas

atau ketersediaan sarana dan prasaranan transportasi. Tim

juga mengatakan bahwa kondisi kemiskinan ini disebabkan

oleh faktor budaya yang terkait besaran jumlah anggota

keluarga dalam satu rumah tangga dan biaya ekonomi tinggi

untuk menanggung kegiatan-kegiatan kekerabatan, seperti

peminangan dan pesta perkawinan.

Peta Wilayah Adat Domberai

Sejak awal penduduk Fakfak sangat beragam asal-usul

suku-bangsa dan agama. Keragaman initelah menjadi bagian

dari dinamika kehidupan masyarakat lokal (indigenous people)

yang memperkenalkan eksisnsi sebagai etnik Mbaham Matta.

Bila dihitung dengan menggunakan data jumlah penduduk

beberapa distrik (kecamatan) yang dipandang sebagai penuh

berpenduduk etnik atau suku lokalbisa kita simpulkan bahwa

etnik Mbaham Matta mencapai porsi 34,48 persen dari total

jumlah penduduk Kabupaten Fakfak. Di tengah kentalnya

pengaruh sosial-budaya-politik-religi masyarakat pendatang

etnik lokal Fakfak tetap survive. Sebutan Mbaham Matta

sesungguhnya adalah sebuah istilah atau konsep payung yang

merangkum sembilan suku asli (lokal) yang mendiami

Page 6: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

92 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan

dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

Kabupaten Fakfak secara turun-temurun. Kesembilan suku asli

Fakfak adalah Mbaham, Iha, Onim, Karas, Buruai, Bedoana,

Sekar, Maninggo dan Kembarano. Menurut Peta Suku bangsa di

Tanah Papua8 kesembilan suku ini bersama dengan delapan

suku di Kabupaten Kaimana dikelompokkan dalam Wilayah

Adat Domberay.

Pada tahun 1990-an timbul suatu kesadaran baru di

antara sembilan suku lokal Fakfak yang mendorong

penyebutan kolektivitas mereka dengan sebutan khas

Mbaham Matta. Sebutan ini merupakan istilah kolektif yang

memayungi suku-suku asli Fakfak ini. Kemunculan istilah

pemayung ini berlatarbelakangkan beberapa bentuk fenomena

reaktif politik yang menggangu ketentraman hidup

persaudaraan mereka. Keberadaan suku-suku ini dapat

dibedakan dari penggunaan bahasa lokal mereka masing-

masing.

Identifikasi diri sebagai aliansi lintas etnik Mbaham

Matta tersebut menegaskan bahwa mereka berasal-usul satu

atau bersama dan hidup dalam interaksi kekerabatan yang

kental, yang tidak bisa diganggu.9 Pusat identifikasi aliansi

atau federasi ini adalah gunung Mbaham yang dituturkan

8Lihat: Peta Suku Bangsa Di Tanah Papua, yang disusun oleh D. Rumbewas, Masmur Asso, et.al. (Jayapura, Papua, Indonesia: Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Papua, 2009). Di Tanah Papua terdapat sekitar 248 suku yang dikelompokan dalam tujuh wilayah adat, yaitu Mamta (87 suku), Sairei (31 suku), Bomberai (19 suku), Domberai (52 suku), Ha-Anim (29 suku), La-Pago (19 suku) dan Mi-Pago (11 suku). 9 Penulis teringat pada pernyataan tegas pimpinan gereja kami padamasa merebaknya kerusuhan model Maluku tahun 2000 di Fakfak: “kerusuhan ini tidak akan terjadi di Fakfak selama yang beragama Islam, Protestan, dan Katolik masih berambut keriting.” Beliau menegaskan bahwa orang asli Fakfak (Mbaham Matta) tidak akan pernah terlibat dalam kerusuhan bernuansa agama ini. Bagi mereka justru yang memprovokasi dan menginisiasi kerusuhan itu adalah kaum pendatang!! Oleh karena itu saat beliau mengikuti rapat rekonsiliasi, dengan tegas pula dinyatakannya bahwa “bila sampai terjadi kerusuhan di Fakfak maka kaum pendatang akan diusir keluar. Individu atau kelompok suku mana yang mengacau maka seluruh suku itu harus keluar dari Fakfak.

Page 7: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 93

sebagai daerah asal-usul para leluhur mereka. Melalui sejarah

perpindahan dan persebaran mereka mencapai wilayah

pesisir, di mana terjadi perjumpaan dengan para pedatang dari

luar baik dalam konteks perdagangan, politik, agama dan

budaya. Wilayah pesisir ini yang disebut sebagai Matta.

Pemahaman diri aliansi ini menunjuk lebih dalam lagi kepada

karaktersosial-kultural suku-suku lokal Fakfak, yakni

keramahan dan keterbukaan serta inklusifisibilitas. Karakter

dasar ini mewarnai dan mengerakkan kehidupan sehari-hari

mereka: orang atau pihak lain yang datang di sambut dan

dirangkul ke dalam kehidupan sosial-kultural- religi mereka.

B. Konteks Historis

Sejarah perjumpaan etnik Mbaham Matta dengan

agama Islam, Protestan, dan Katolik. Perjumpaan etnik

Mbaham Matta dengan ketiga agama telah berlangsung sejak

abad XVI SM10 mengikuti dinamika pergeseran politik dan

perdagangan Kesulatanan Tidore dengan Belanda. Islam

10Rujukan awal bagi paparan sejarah perjumpaan ini, antara lain, adalah Holger Warnk, “The Coming of Islam and Moluccan-Malay Culture to the New Guinea ca.1500-1920” Indonesia and Malay World Vol.38, No.110 March 2010, pp.109-134; Leonard Y. Andaya, The World of Maluku: Eastern Indonesia in The Early Period (Honolulu: University of Hawai Press, 1993); J. Van Baal, K.W.Galis, R.M. Koentjaraningrat, West Irian: A Bibliography (Dordrecht-Holland/Cinnaminson-USA: Fori Publications, 1984); Muridan Widjojo, Pemberontakan Nuku: Persekutuan Lintas Budaya di Maluku – Papua Sekitar 1780-1810 (Depok: Komunitas Bambu, 2013); Rosmaida Sinaga. Masa Kuasa Belanda di Papua 1898-1962 (Jakarta: Kounitas Bambu,2013); Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2011); Dessy Pola Usmany, Siberia, dan Rosmaida Sinaga, Kerajaan Fatagar Dalam Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Fakfak Papua Barat (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaab, 2014); J. F. Onim, “Islam & Kristen Di Tanah Papua: Meniti Jalan Bersama Hubungan Islam-Kristen Dalam Sejarah Penyebaran dan Perjumpaannya di Wilayah Semenanjung Onon Fakfak” [Tesis, STT Jakarta, 2003]. Namun eksistensi daerah Fakfak sendiri telah terendus jauh dalam lingkup sejarah Majapahit. Ini ditandai dengan adanya nama Wwanin dalam buku Nagaraktagama. Kata Wwanin menunjuk kepada Semenanjung Onin (Fakfak) yang terdaftar sebagai salah satu wilayah dalam kekuasaan Majapahit.

Page 8: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

94 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan

dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

masuk ke Tanah Papua mengikuti dua jalur perdagangan,

yakni Maluku Utara dan Maluku Tengah. Jalur pertama

melibatkan Kepulauan Raja Ampat Pantai Utara Semenanjung

Kepala Burung, Teluk Cenderawasih dan Pulau Biak dalam

relasi politik dan perdagangan dengan Kesultanan Tidore.

Jalur kedua melibatkan wilayah pantai selatan Kepala Burung,

yakni Teluk MacCluer dan Semenajung Bomberai, yakni

Fakfak, Onin dan Teluk Arguni yang memiliki relasi-relasi

perdagangan dan kultural dengan “the central Moluccan

chifdoms, domains and states, predominantly the Ceram Laut

(Geser) Islands and the Gorom Islands.” Kedua jalur relasi ini

membentuk simpul perjumpaan penting di wilayah pesisir

selatan Kepala Burung. Produk-produk yang diekspor dari

Papua adalah kulit kayu masohi, pala hutan, bulu burung

cenderawasih, sagu, batok penyu, ambar dan hasil-hasil hutan-

laut lainnya. Di samping itu dalam kerangka penguatan

ekonomi dan politik Kesultanan Tidore dan Belanda kegiatan

penting dalam rangka “ekspor upeti” dari Tanah Papua adalah

perburuan dan perdagangan budak yang berlangsung sejak

abad XVII-XIX.11

VOC memperkuat cengkeraman kekuasaan politik dan

ekonominya atas Tidore melalui berbagai perjanjian pada

tahun 1660 dan 1667. Rosmadia Sinaga menjelaskan strategi

VOC itu demikian:

Perjanjian tahun 1660 mengatur hak monopoli

perdagangan dan hak Tidore atas penduduk dan wilayah

Papua dan semua pulau di sekitarnya. Perjanjian ini kemudian

dituangkan dalam kontrak pada 1667. VOC mulai

menempatkan semua orang Papua di bawah kekuasaan Tidore

tanpa perlu mengeluarkan biaya. Pengakuan itu membuat

negara-negara Eropa lainnya tidak ke NNG [Nederlands Nieuw

Guinea] dan mendirikan pangkalan untuk bersaing dalam

11Ketika Sultan Saifudin memutuskan untuk menolak Spanyol dan menerima kekuasaan Belanda.

Page 9: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 95

perdagangan rempah-rempah.itu Belanda merasa cukup

menanamkan pengaruhnya atas NNG melalui Sultan Tidore,

karena wilayah NNG dianggap tidak dapat memberikan

keuntungan komersil bagi Belanda.12

Dalam perjanjian khusus tahun 1677 Tidore dipaksa

menerima VOC sebagai protectornya. Perjanjian ini merupakan

pengambilalihan kekuasaan perdagangan rempah-rempah di

Maluku Utara oleh pihak Belanda. Perjanjian ini berisi taktik

politik dagang monopoli Belanda yang dikenal sebagai the

spice eradication policy (kebijakan pemberantasan rempah-

rempah). Sebagai protector, Belanda mengambil berbagai

keuntungan ekonomi dan politik. Kesultanan Tidore memikul

kewajiban membayar upeti khusus kepada Belanda dalam

bentuk uang, budak, dan rempah-rempah. Kesultanan Tidore

bertanggungjawab atas keamanan jalur-jalur-jalur pelayaran

dan perdagangan terkait dengan acaman dan serangan

perompak (bajak laut) yang dilakukan oleh penguasa-

penguasa asli Papua. Dengan itu, Kesulatanan Tidore

mendapatkan hak eksklusif perdagangan dengan wilayah-

wilayah di Tanah Papua. Untuk menanggulangi kehilangan

pendapatan dari rempah-rempah, yang telah dimonopoli oleh

VOC, Kesultanan Tidore memperluas dan memperbesar

perdagangan ‘upeti’ atas wilayah-wilayah Kepulauan Raja

Ampat dan pesisir Tanah Papua, yang sebelumnya tidak

dipandang penting.13

Pencarian keuntungan ekonomi inilah yang

mendorong Kesultanan Tidore menanam kekuasaan dan

memperluas sosok kehadiran politiknya di Tanah Papua. Klem

otoritas atas wilayah-wilayah pesisir di Tanah Papua ini

12Usmany, et.al., Masa Kuasa Belanda di Papua 1898-1962, 3. 13Andaya, The World of Maluku, 99-ff. menjelaskan bahwa sebelum perjanjian dengan Belanda, Kesultanan Tidore masih memperlakukan wilayah-wilayah di Halmahera sampai Raja Ampat sebagai wilayah pinggiran. Tetapi kondisi telah berubah, sejak 1677 itu, wilayah-wilayah ini merupakan the true breadbaskets of Tidore Kings.

Page 10: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

96 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan

dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

dilakukan oleh Kesultanan Tidore, yang bertindak sebagai

pemegang suzerainty, melalui politik pemberian atau

penganugerahan gelar-gelar istana seperti raja (king/vassal),

sengaji (district chief), orang kaya (nobleman), jugugu

(minister) dan korano/kolano (ruler).14 Andaya menginfor-

masikan bahwa penganugerahan gelar-gelar tersebut

dilakukan melalui sebuah proses dan ritual khusus. Ritual ini

menunjukkan bahwa “the acquisition of spiritual powers, either

through association with sultan or through the taking of heads,

for the well-being of the community.”15 Praktik ritual politik ini

disemangati oleh keyakinan pada pengalihan “the sacred

power of the Tidore ruler” yang membawa perlindungan atas

para penerimanya. Gelar-gelar ini diwariskan kepada

keturunan selanjutnya.

Di Semenanjung Onin (Fakfak) pada mulanya telah

berdiri tiga kerajaan tradisional, yakni Rumbati, Fatagar, dan

Ati-ati.16 Kemudian muncul kerajaan-kerajaan lain: Patipi,

Sekar, Wertuar dan Arguni. Pemberian gelar-gelar oleh Sultan

Tidore sebagai bagian dari strategi Sultan menjalin dan

membangun relasi dagang dengan orang-orang yang

dipandang menonjol di wilayah tersebut. Sebagai penerima

gelar raja, para raja di Semenajung Onin hanyalah agen dagang

dan aparat pemungut pajak Kesultanan Tidore. Jadi para raja

berperan sebagai makelar dagang antara penduduk setempat

14Setelah Belanda mengambil kekuasaan atas wilayah Papua dari Tidore, mereka memanfaatkan warisan model penanaman kekuasaan Tidore ini. Belanda menambahkan pemberian gelar-gelar seperti mayor, kapitan, dan kapitan laut. Belanda melakukan itu untuk menata pemerintahan lokal di Papua. Gelar-gelar ini masih digunakan sampai saat ini. 15Andaya, The World of Maluku, 107 juga memberi catatan tentang fungsi gelar-gelar tersebut demikian “the adoption of foreign titles did not indicate a shift to a more centralized hierarchial structure, but rather a way of distingushing the major chiefs of a particular islands or the most important leaders within one community.” 16Terkait kerajaan-kerajaan ini lihat, antara lain Usmany, et.al., Kerajaan Fatagar Dalam Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Fakfak Papua Barat.

Page 11: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 97

dan Kesultanan Tidore. Lokasi kedudukan para raja ini

biasanya di muara-muara sungai untuk memudahkan

pengawasan dan persinggahan. Sultan Tidore secara berkala

mengirim utusan-utusan untuk mengingatkan para raja akan

kewajiban pengumpulan upeti atau pajak. Karena masyarakat

di Semenanjung Onin wajib membayar upeti kepada Sultan

Tidore. Setiap tahun para raja mengantar upeti kepada Sultan.

Upeti yang diserahkan kepada Sultan Tidore berupa burung

cenderwasih, gong, meriam, budak, dan barang-barang

berharga lainnya. Kesanggupan ini telah ditandai sejak awal

bahwa pihak yang diberi gelar raja adalah mereka yang datang

ke Tidore dan sanggup membayar upeti khusus kepada Sultan.

Para raja ini diangkat dari kalangan bangsawan lokal.

Sebagian besar para raja ini adalah keturunan

campuran buah perkawinan dengan perempuan dari Seram,

Buton, atau yang berdarah campuran. Narasi-narasi lokal

tentang pengangkatan raja ini sangat menarik, karena mereka

bukan penduduk asli – paling tidak berdarah campuran. James

J. Fox menjelaskan fenomena ini sebagai “installing the outsider

inside.”17 Fenomena ini terkait dengan narasi-narasi lokal dari

berbagai kelompok masyarakat atau etnik yang berbahasa

Austronesia di mana ketika menceritakan keberasalan

masyarakat mereka akan disebutkan tentang kedatangan dan

intervensi tokoh atau kelompok dari luar yang sangat

menentukan. Fenomena ini merupakan inkorporasi pihak luar

ke dalam sistim dan struktur sosial mereka. Proses ini

berlangsung dalam sejarah perjumpaan masyarakat lokal

dengan orang atau kelompok dari luar. Intervensi melibatkan

kehadiran orang luar ini merubah struktur masyarakat dan

memperkenalkan dimensi-dimensi politik dan keagamaan

baru. Karakter inkorporatif masyarakat etnik Mbaham Matta

17 Lihat James J. Fox, “Installing The ‘Outsider’ Inside: The exploration of epistemic Austronesian cultural theme and its social significance” Indonesia and Malay World Vol. 36, No. 105 July 2008, pp.201-208.

Page 12: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

98 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan

dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

ini sangat kental dalam sejarah sosial-budaya mereka

sebagaimana yang menjadi fokus studi ini.

Narasi-narasi lokal tentang pengangkatan atau

penunjukkan raja dari “orang luar” ini didasarkan pada

kepentingan komunikasi dagang kelompok etnik setempat

yang masih sulit berbahasa melayu atau Belanda. Kelompok

etnik lokal membutuhkan “juru bahasa” yang dapat

menghubungkan mereka dengan pihak-pihak luar dalam

perdagangan. Untuk itu mereka memilih “orang luar” yang

memiliki kemampuan berbahasa dan komunikasi serta

berjejaring dagang. Dalam ungkapan metaforik, salah satu

nara sumber menyampaikan demikian: “moyang kami telah

serahkan pena kepada mereka, tetapi penutup pena tetap kami

pegang.” Ungkapan ini hendak menegaskan bahwa asal-usul

kekuasaan atau pemangku-asli kekuasaan itu adalah kelompok

etnik lokal, yakni marga-marga utama (pendiri atau perintis

kampung) dan hal ini harus selalu diingat oleh para raja.

Memang dalam praktik pemerintahan hal ini tidak bisa

dilupakan atau diabaikan oleh para raja dan keturunan. Dalam

fase-fase tertentu, semisal rapat atau sidang untuk mengambil

keputusan-keputusan akan terlihat komposisi pengampu

kekuasaan asal, yakni marga-marga utama (ningrat atau

kepala adat) lokal sangat berperan. Raja harus memangggil

dan mendengar serta mempertimbangkan secara serius

nasihat atau usul mereka. Dalam penetapan pengalihan gelar

raja ini, peran para pemangku asli kekuasaan lokal sangat

menentukan. Para pemangku-asli kekuasaan lokal ini

mengingat secara rinci dan fasih menunturkan sejarah

bagaimana sampai mereka pergi mencari dan mengangkat raja

dalam lingkup masyarakat mereka.

Ketika Belanda mengambil alih kekuasaan atas Papua

bagian barat sampai pertengahan abad ke-19 seluruh Raja di

Fakfak telah diangkat dengan Surat Keputusan Pemerintah

Belanda melalui Keresidenan setempat. Dalam hal ini

Page 13: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 99

pemerintah kolonial Belanda hanya memanfaatkan lebih lanjut

struktur politik-dagang yang sudah dibangun oleh Kesulatanan

Tidore. Ketika Belanda mengambilalih penuh otoritas atas

Papua, berakhir pula keuasaan Kesultanan Tidore atas wilayah

Papua ini. Kini institusi kerajaan tersisa sebagai simbol sosial

yang lebih bergerak dalam lingkup adat.

Relasi perdagangan dan politik dengan Tidore jelas

membawa pengaruh sosial, budaya dan khususnya agama

Islam di wilayah pesisir Tanah Papua. Para penerima gelar-

gelar tersebut memiliki dan menjalani kontak-kontak utama

dengan para pedagang dan pejabat muslim dari Tidore. Dalam

kontak-kontak inilah mereka dipengaruhi dan menerima

Islam.18 Proses Islamisasi atas penduduk pesisir asli Tanah

Papua berlangsung dalam pola yang sama dengan di Maluku

Utara sebagai fenomena masyarakat pesisir. Fokus

penyebaran Islam lebih kepada lingkup para penguasa dan

pemuka masyarakat. Dan sejarah penyebaran agama Islam

terkait erat dengan penyatuan motivasi politik-ekonomi dan

spiritual. Pola tersebut dijelaskan oleh Andaya demikian:

[D]utch description of the Muslim Papuans of the early eighteenth century resembles in many details the Portuguese account of the Muslims in the North Malukan states in the early sixteenth century. Islam in the North Maluku then was very much a coastal phenomenon and confined to the circles of the rulers or chiefs. Even among the Muslim there was a strong belief in local gods and little adherence to religious food taboos. Although the Islamization of the Papuan inslanders took place some two centuries after the

18Pola ini terkonfirmasi oleh tuturan Bapak Syamsudin Pattiran tentang Islam masuk ke Kampung Ofi. Leluhur mereka (bernama Mbanekin) yang pergi belajar agama Islam, yakni membaca AlQuran dan sholat, di Tidore. Setelah selesai belajar Islam, Sultan menyerahkan gelar raja dan kapitan serta Al Quran. Penyebutan Al Quran ini maksudnya buku Maulud, yang masih dipegang oleh salah satu dari saudara mereka sampai saat ini.Marion Holmes Katz, The Birth of Prophet Muhamad: Devotional Piety in Sunni Islam (London and New York: Routledge, 2007).

Page 14: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

100 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

introduction of Islam to the north Maluku, the process was very similar. Islam was brought first to the leading members of the community and only later spread to the rest of populace... The Papua case is especially instructive because it provides an explanation for merging of political and spiritual motivations for conversion, which was very much in keeping with local perceptions of proper functioning of relationships in Maluku. To enter into the a beneficial relationship with an overlord required a total commitment to his world, which was demonstrated in the transformation of the subject in name, dress, and spiritual beliefs.19

Kita perlu memberikan perhatian juga pada pola

Islamisasi atas Kesultan Tidore terkait dengan inkorporasi

Islam dalam struktur politik kesultanan. Model Islamisasi

kesulatanan Tidore mengikuti pola yang terjadi di Kesultanan

Ternate. Islamisasi mengikuti rute perniagaan Nusantara dari

bagian Barat ke Timur. Pada tahap-tahap awal dimulai dikota-

kota pelabuhan yang adalah pusat-pusat perdagangan yang

berada di pulau-pulau dan wilayah pesisir. Para pedagang

besar atau saudagar dan para penyiar agama Islam terutama

kaum Sufi merupakan kelompok penting dalam jaringan

perdagangan internasional ini. Para saudagar dan sufi secara

perlahan memperkenalkan agama Islam. Barulah pada akhir

abad ke-14 Islam menjadi agama negara,20 setelah Kolano

Ciriliyati masuk agama Islam berkat dakwah Sykeh Mansyur,

seorang saudagar Arab. Syekh Mansur adalah guru spiritual

Kolano Ciliyati. Kemudian Kolano Ciliyati mendapat gelar

Sultan dengan nama Djamaludin. Konversi Kolano Ciriliyati ini

telah dijalani sebelumnya oleh Raja Ternate Zainal Abidin

(1468-1500) yang masuk Islam di bawah bimbingan guru

19 Andaya, The World of Maluku, 118. 20 Kerajaan Tidore berdiri pada tahun 1081 dengan Kolano pertama bernama Syahjati dengan nama Islam Muhammad Naqil. Jarak waktu beberapa abad ini menunjukkan Islamisasi tidak terjadi secara serta merta mengikuti kehadiran para pedagang islam atau para penyiar agama Islam dari luar.

Page 15: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 101

spiritualnya Datu Maula Hussein, seorang pedagang dan

mubaligh asal Jawa. Zainal Abidin berhak menggunakan gelar

Sultan sebagai pengganti gelar Kolano. Sultan Zainal Abidin

kemudian ke jawa dan memperdalam agama Islam di bawah

bimbingan Sunan Giri. Dari sinilah ulama-ulama asal Jawa

diboyong oleh Sultan ke Ternate dalam rangka

mengembangkan dan menyebarkan Islam yang telah menjadi

agama resmi kesultanan.

Integrasi struktur keagamaan Islam ini membawa

perubahan struktur politik dan administrasi pemerintahan

Kesultanan Ternate. Sultan membentuk institusi baru, yakni

Jolebe yang diisi oleh para Ulama asal Giri. Restrukturisasi

lembaga-lembaga kerajaan dan badan-badan kekuasaanya

tertata dari pusat sampai ke daerah-daerah dilanjutkan dan

dipertegas oleh pengganti Sultan Zainal Abidin, yakni Sultan

Bayanullah (1500-1522). Struktur mana kemudian diikuti oleh

kerajaan-kerajaan tetangga: Tidore dan Bacan. Berbagai

peraturan yang bernafaskan islam dibentuk. Berbagai

konvensi yang mengaitkan eksistensi dan aktivitas kesultanan

dengan penyebaran agama Islam dibuat. Pengangkatan

seluruh pejabat pusat sampai ke daerah-daerah taklukkan

didasarkan pada syarat mutlak beridentitas Muslim. Terkait

dengan perubahan struktur kesultanan ini dijelaskan

demikian:

Fungsi sultan, selain sebagai pemimpin pemerintahan

dan pemangku tertinggi adat serta tradisi, adalah sebagai

pemimpin tertinggi agama Islam dengan gelar Amir al-Din.

Predikat ini bukan sekedar simbol spiritual, tetapi membawa

konsekuensi pembebanan sejumlah tugas keagamaan

(dinniyah) kepada sultan, baik menyangkut pelaksanaan

hukum Islam (syariat) maupun tugas sosio-ekonomik untuk

kepentingan rakyat dan agama.

Page 16: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

102 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

Penerapan Islam dalam lembaga-lembaga kerajaan dilakukan dengan pembentukan institusi kerajaan baru yang disebut bobato akherat atau jolebe di samping bobato dunia... Institusi jolebe berpuncak pada sultan yang didampingi dan dibantu oleh seorang kalem atau qadhi. Kalem dibantu empat imam, dan setiap imam dibantu dua khatib serta empat moding. Di daerah-daerah terdapat seorang imam yang dibantu empat khatib dan delapan moding pada setiap distrik. Di setiap komunitas Muslim semisal di kampung atau desa terdapat seorang khatib yang dibantu dua moding.21

Struktur dan fungsi-fungsi kelembagaan ini, khusus

bidang keagamaan Islam, tampak masih berlaku di daerah-

daerah bekas vassal Kesultanan Tidore, termasuk sampai ke

kampung-kampung Islam di Kabupaten Fakfak.

Karakteristik Islam yang di bawa ke Asia Tenggara ini

terkait erat dengan sufisme. Marthin van Burinessen22

memberi catatan awal bahwa kemungkinan sekali para

pedagang dan pewarta Islam telah hadir di Nusantara

beberapa abad sebelumnya, tetapi barulah pada akhir abad ke-

13 baru Islam diterima. Jadi Islamisasi Nusantara bukanlah

peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dan mengikuti proses

yang sama: Islamisasi membutuhkan waktu yang cukup

panjang. Perihal terjadinya konversi ke agama Islam ini masih

21 M. Adnan Kamal, Kepulauan Rempah-Rempah, 243-244. Disampaikan juga tugas lembaga Jolebe sebagai berikut (1) terkait dengan ritual-ritual keagamaan untuk menjaga dan memelihara kehidupan spiritualitas rakyat seperti shalat, pengurusan jenazah dan pemakaman, kenduri, tahlilan, sholat idul fitri dan idhul adha, tarawih, dll.; (2) menetapkan awal dan akhir ramadhan, menjadi amil dalam pengumpulan zakat dan sedekah serta tugas-tugas lain seperti sunat, akikah, dll.; (3) tugas-tugas yudisial sebagai hakim syara. Di pusat, Kalem bertanggungjawab memberikan fatwa atas permintaan sultan maupun rakyat terkait soal-soal syariat dan fiqih Islam. Kalem adalah peradilan banding untuk keputusan hakim syara. Keputusan Kalem adalah keputusan akhir. 22 Lihat secara khusus, Marthin van Burinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2015), 225-247

Page 17: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 103

penuh perdebatan. Tetapi yang pasti menurutnya ada

beberapa faktor utama yang berperan dalam proses Islamisasi

dan konversi menjadi penganut agama Islam, yaitu

perdagangan dan aliansi politik antara para pedagang dan

raja-raja setempat, perkawinan antara para pedagang Muslim

yang kaya dengan para putri bangsawan setempat, dan teologi

atau ajaran agama Islam yang dibawa yakni tassawuf

(sufisme) dan tarekat. Anthony H. Johns23 juga menekankan

secara khusus teologi tasawuf (sufisme) sebagai katalisator

utama Islamisasi Asia Tenggara. Johns menjelaskan keutamaan

teologi dan praktik tassawuf ini dalam topangan kompleks

beberapa faktor integral penting, yakni sistem dan jaringan

perdagangan Samudera Hindia, serikat-serikat pekerja,

komunitas-komunitas muslim yang bertumbuh di kota-kota

pelabuhan dan pusat-pusat perdagangan yang terkait dengan

wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan lokal, kehadiran dan

peran para ulama serta tarekat. Kompleks faktor-faktor yang

digerakkan oleh para pedagang dan ulama pengembara

sufistik ini kemudian memeperkuat syiar Islam sampai ke

istana kerajaan-kerajaan lokal dan berlanjut pada konversi

para raja lokal. Konversi ini mendudukan dan memperkuat

posisi dinasti para raja lokal yang menempatkan diri sebagai

sultan dalam komunitas politik dan ekonomi/perdangangan

internasional Islam serta berbasis kuat pada jejaring ulama

dengan kompleks tarekat internasional. Johns secara khusus

berargumentasi bahwa terdapat hubungan yang erat antara

serikat-serikat pekerja di kota-kota pelabuhan dan pusat-

pusat perdagangan, tarekat-tarekat sufi dan para penyebar

sufisme (para ulama dan saudagar) yang menjadi pendorong

utama Islamisasi di Asia Tenggara.24

23 Lihat: Anthony H. Johns, “Islamization in Southeast Asia: Reflections and Reconsiderations with Special Reference to the Role of Sufism”. Southeast Asian Studies, Vol. 31, No. 1, June 1993. 24 Martin van Burinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2015), 225-253, menolak argumentasi

Page 18: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

104 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

Terkait hal ini Thomas Gibson menjelaskan dengan

pola pemikiran yang hampir sama bertolak dari konteks

jejaring perdagangan dan penyiaran serta para ulama

pengembara agama Islam internasional (kosmopolitan) pada

abad ke-16 dan ke-17. Menurut Gibson

Rulers [di negara-negara kota sepanjang Laut Arabia] depended on the goodwill of long-distance traders who moved in and out of their ports. They derived both their economic and religious authority from their reputation for enforcing the universal norms of the shariah law as interpreted by a cosmopolitan group of ulama. The model of kingship taught by the ulama assigned a relatively humble role to local political rulers. They were expected to establish their religious legitimacy not by claiming superior legal and mystical konowledge for themselves, but by patronizing charismatic scholars and mystics who traveled far and wide through the Islamic world accumulating universal knowledge.25

Penjelasan Gibson ini menegaskan bahwa para ulama

pengembara serta saudagar Arab sangat berperan sebagai

broker teologi dan etika Islam dalam Islamisasi bertahap dan

mendalam di Asia Tenggara. Dari perspektif ini kita bisa

memahami konversi raja-raja lokal di Asia Tenggara menjadi

pemeluk agama Islam dan menerima atau menggunakan gelar

Sultan dengan semua keutamaan yang melekat padanya.

Johns ini. Bruinessen menyebut argumentasi atau hipotesis Johns sebagai spekulasi. Menurutnya sangat diragukan bahwa perdagangan Muslim di Asia Tenggara pada masa itu sudah teroganisir menyerupai serikat pekerja dan sumber-sumber paling awal menyebut tarekat-tarekat berasal dari akhir abad ke-16. Menurut penulis hipotesis Johns ini penting untuk memahami model dan dinamika Islamisasi Asia Tenggara sampai ke Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Tentu akan ada jejaring penguatnya sebagaimana disebutkan oleh Johns terutama untuk pengalaman Islamisasi di Sulawesi Selatan sebagaimana ditunjukan oleh Thomas Gibson dan Maluku Utara (Kesulatanan Ternate dan Tidore). 25Thomas Gibson, Islamic Narrative and Authority in Southeast Asia From the 16th to the 21st Century (New York: Palgrave Macmillan, 2007), 55-56.

Page 19: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 105

Menurut Johns26 kota-kota pelabuhan yang berada di bawah

seorang Sultan dengan orientasi keagamaan dan perdagangan

mereka yang melintas Samudera Hindia menyediakan

mekanisme politik dan ekonomi bagi ekspansi Islam

selanjutnya. Insititusi kesultanan ini juga menyediakan jalur

bagi relasi-relasi yang lebih dekat dengan warga Muslim yang

lain, dan menciptakan pula kesempatan-kesempatan dalam

struktur kesultanan bagi pengembangan sekolah-sekolah

agama serta partispasi dalam pengajaran dari ulama-ulama

asing dan lokal serta pembangunan perpustakaan-

perpustakaan.

Gibson lebih jauh berargumentasi bahwa karakteritik

Islam yang dibawa melalui jejaring perdagangan dunia oleh

para ulama dan saudagar Islam kosmopolit masa itu ke Asia

Tenggara dan Sulawesi Selatan adalah neo-sufisme atau

mistisime popular. Para syaikh memainkan peranan sentral

melalui tarekat masing-masing. Menurut Gibson para shaik

tarekatlah yang combined a rigourous trainning in the

mysthical tariqa with an equally rigourous study of the hadith.

Immersion in the hadith tend to replace devotion to one’s sufi

master with devotion to the prophet Muhammad. This was

expressed through the collective recitation of devotional texts

such as the Maulid al-nabi of Jaffar al-Barzanji, or Barasanji.

The Barasanji presents a distinctively populist image of

Muhammad as a poor orphan whose charismatic power was

acknowledge by all the kings of his age.27

Gibson menjelaskan bahwa gerakan neo-sufisme atau

mistisisme popular ini telah mulai jauh sebelum abad ke-18.

Menurutnya gerakan baru ini bermula dari perjumpaan para

shaikh India dan ulama Afrika Utara. Selama abad ke-16

26Lihat: Johns, “Islamization in Southeast Asia: Reflections and Reconsiderations with Special Reference to the Role of Sufism”, ibid., 49-52 27Lihat: Gibson, Islamic Narrative and Authority in Southeast Asia From the 16th to the 21st Century, 111-136.

Page 20: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

106 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

terjadi gelombang pelarian atau pengungsian para shaikh

India ke Mekah dan Medina (Haramain), karena mereka

menolak doktrin-doktrin mistik ke-raja-an (kingship) dalam

Istana Akbar di India. Di Haramain mereka berjumpa dengan

ulama-ulama Timur Tengah yang mengajarkan empat aliran

ortodoks hukum Islam. Berkembanglah suatu sintesis baru

studi hukum dan mistik. Para santri kini memberikan

perhatian yang sama baik kepada pedalaman hadit maupun

praktik mistik. Menyelam ke dalam teknik-teknik ritual suatu

tarekat Sufi dan ke dalam pembelajaran serta tafsir hadith ini

cenderung mengubah orientasi imajinatif kehidupan para

santri dari tokoh utama pengembang tarekat (sang Sufi)

kepada teladan Nabi Muhammad, Sang Pembangun sunna,

jalan yang harus dikuti oleh setiap manusia untuk mencapai

keselamatan. Ini kemudian ditandai dengan menyebarluasnya

Kitab Pemujaan Nabi Muhammad, yakni Kitab Barzanji.28 Kitab

ini berisi narasi tentang kehidupan nabi Muhhamad (mulai

dari pra kelahiran, kelahiran, sampai kematiannya) yang biasa

dibacakan atau dilafalkan pada hari raya peringatan kelahiran

28Selanjutnya Gibson, ibid., 161-182 menjelaskan bahwa Muhamadiyah, sebagai kaum modernis dan purifikasi Islam, mengampanyekan penolakan terhadap apa yang dianggap sebagai praktik-praktik penyembahan berahala di Sulawesi Selatan. Kampanye ini berawal dengan penolakan terhadap resitasi kitab Barzanji ini. Barzanji merupakan komponen kunci kehidupan masyarakat pedesaan selama abad ke-19. Muhammadiyah menegaskan bahwa dalam resitasi Barzanji, pada titik tertentu umat berdiri sebagai tanda penghormatan kepada spirit nabi Muhammad – di Malaysia disebut sebagai berdiri maulid. Sikap ini menjadi kontroversi antara kaum modernis (Muhammadiyah) dan kaum tradisionalis yang diwakili oleh Nahdatul Ulama (NU). Kaum modernis menolak untuk ikut dalam ritual-ritual lingkar-kehidupan selama mana Kitab Barzanji dilafalkan. Pada Kongres ke-5 NU pada tahun 1930 dideklarasikan bahwa “berdiri Maulid” [pada saat resitasi Barzanji] adalah “adat istiadat atau kebiasaan legal yang direkomendasikan.” Sementara pada dua tahun berikut kaum modernis (Muhammadiyah) mengutuk keras praktik keagamaan ini, yang dimumkan secara resmi pada Kongres Muhhamdiyah ke-21 di Makasar; Kitab Barzanji ini yang digunakan sampai saat ini di lingkungan umat Islam di Kampung-Kampung Fakfak, sebagaimana di Kampung Offie.

Page 21: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 107

nabi Muhammad. Kitab Barzanji ditulis oleh Jaffar bin Hasan

bin ‘Abd al-Karim al-Barzanji (1690-1776 M/1103-1180 H).29

Konsep neo-sufisme ini dijelaskan oleh Azyumardi

Azra mengikuti pikiran penggagas konsep ini, Fazlur Rahman,

sebagai:

tasawuf yang telah diperbaharui, yang terutama dilucuti dari ciri dan kandungan estactic dan metafisiknya, dan digantikan dengan kandungan yang tidak lain dari dalil-dalil ortodoks Islam. Tasawuf model baru ini menekankan dan memperbaharui faktor-faktor moral asli dan kontrol diri yang puritan dalam tasawuf dengan mengorbankan ciri-ciri berlebihan dari tasawuf populer yang menyimpang (unorthodox sufism). Pusat perhatian neo-sufisme adalah rekonstruksi sosio-moral dari masyarakat Muslim. Ini berbeda dengan tasawuf sebelumnya, yang terutama menekankan individu dan bukan masyarakat. Akibatnya, Rahman menyimpulkan karakter keseluruhan neo-sufisme tak pelak lagi adalah puritan dan aktivis.30

Islam juga masuk ke Tanah Papua mengikuti jalur

relasi dengan Geser-Gorom di Pulau Seram. Dari peta terlihat

jelas bahwa letak geografis Semenanjung Onin (Fakfak) dan

Pulau Seram bagian Timur sangat dekat. Hal ini menunjukkan

bahwa hubungan antar ke dua wilayah ini pun sangat dekat di

bandingkan dengan Tidore. Agaknya pengaruh Seram Timur

terhadap Semenajung Onin sangat kuat di bidang sosial,

budaya, ekonomi, dan agama. Terlebih bila kita perhatikan

29Lebih jauh tentang perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad ini lihat, antara lain: Marion Holmes Katz, The Birth of Prophet Muhamad: Devotional Piety in Sunni Islam (London and New York: Routledge, 2007). 30 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia (Jakarta: Kencana, 2013), 125-126. Catatan Penulis: Agaknya aspek rekonstruksi moral-sosial ini lebih pada penjaminan daya politik dan keutuhan wilayah jajahan demi menjamin keberlangsungan kuasa ekonomi.

Page 22: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

108 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

catatan telusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Widjojo31

bahwa sebenarnya Tidore tidak memiliki pengaruh nyata di

Onin. Orang-orang Tidore melakukan ekspedisi ke wilayah

Onin hanya untuk menjarah pemukiman dan mengambil

budak. Memang pengaruh struktural institusi keagamaan

Islam yang melekat pada struktur politik Tidore dalam

konteks kerajaan-kerajaan (petuanan) di Semenanjung Onin

sangat kuat. Tetapi yang mengajarkan dan menanamkan Islam

kepada penduduk pesisir Semenanjung Onin adalah orang-

orang dari Seram Timur.

Hubungan perdagangan antara masyarakat di Seram

Timur (Seram Laut, Gorom dan Geser) telah terbangun sejak

lama. Hal itu ditandai dengan berkembangnya sistem jaringan

perdagangan khusus antara Seram Timur dengan orang Papua

di Semenanjung Onin. Sistem ini disebut sosolot, yakni

pembuatan pemukiman-pemukiman dagang yang dibangun di

berbagai tempat strategis sebagai pos-pos pertukaran

(barter).32 Dinyatakan pula bahwa dalam konteks

perdagangan ini Orangkaya Onin nyaris mengendalikan semua

hal. Para pedagang Seram Timur bertindak sebagai pembeli,

penerjemah, dan penghubung bisnis yang handal.

Pada abad ke-17, Onin merupakan pusat perdagangan

budak,33 di mana budak-budak dikumpulkan dari daerah-

daerah tetangganya. Kemudian Orangkaya Onin menjual

mereka kepada para pedagang Seram Timur yang membayar

dengan kain dan barang-barang yang terbuat dari besi seperti

31Widjojo, Pemeberontakan Nuku, 71-72 32 Tentang sosolot, lihat: Thomas E. Goodman, “The Sosolot: An Eightenth Century East Indonesian Trade Network” (Ph.D. Thesis, University of Hawaii, 2006). 33Widjojo, Pemeberontakan Nuku, 168; Arend H. Huussen, Jr., “The Dutch Constitution of 1798 and The Problem of Slavery” Legal History Review. March 99, Vol. 67 Issues 1/2, p99-114, menjelaskan bahwa pembebasan para budak di wilayah jajahan Belanda baik di Hindia Barat maupun Timur dideklarasikan pada 1 Juli 1863. Pada saat itu barulah perdagangan budak di larang oleh Pemerintah Belanda.

Page 23: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 109

kapak, parang Tobuku dan pedang. Dinyatakan pula bahwa

penduduk Semenanjung Onin selalu terlibat saling perang di

antara mereka. Mereka membentuk kelompok-kelompok atau

pasukan-pasukan penyerang dan penjarah yang bertugas

menyerang kelompok suku lainnya untuk dijadikan budak dan

merampok perahu-perahu dagang. Para perompak Onin

menyerang sampai ke wilayah Maluku.

Pada pertengahan abad XIX penduduk Geser-Gorom

dan pesisir Seram telah menjadi penganut agama Islam yang

mapan. Di kampung-kampung mereka menetap beberapa

imam lokal yang melek huruf dan mengajarkan bahasa Melayu

dalam abjad jawi. Komunitas-komunitas inilah yang

melaksanakan perdagangan dengan hampir semua bagian

Maluku dan wilayah-wilayah pesisir Papua terdekat. Mereka

juga bekerja sebagai penterjemah bagi para peneliti dan

pejabat Belanda. Dan orang-orang dari Papua berkunjung ke

Seram untuk mengikuti pendidikan bahasa-bahasa lokal dan

agama. Para pimpinan dan pemuka lokal serta komunitas

pendatang dari Maluku Tengah (Seram) memiliki kebiasaan

dan kewajiban memperkenalkan Islam di manapun mereka

tinggal. Dilaporkan bahwa pada pada 1820-an para pemimpin

wilayah pesisir semenanjung Onin (Fakfak) telah memeluk

agama Islam walaupun dengan pemahaman keagamaan yang

masih dangkal, belum ada Mesjid atau rumah-rumah ibadah.

Mereka juga belum menjalankan puasa, tetapi mampu

melafalkan Sura pertama Al Quran, menguburkan orang mati

menurut adat Islam, dan tidak makan Babi atau Penyu.

Sementara Kekristenan masuk ke Tanah Papua

bermula pada paroh kedua abad XIX ketika Pemerintah

Belanda memulai kampanye politik memperkuat otoritas

mereka atas Tanah Papua.34 Pemerintah Belanda memulai

34 Pada abad XIX, Belanda makin memberi perhatian ke NNG untuk melindungi perdagangan antar pulau dan keamanan koloninya dari campur tangan bangsa Eropa lainnya.

Page 24: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

110 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

berbagai kampanye kunjungan pejabat dan ekspedisi riset ke

wilayah timur jauh kepulauan Indonesia, termasuk Papua.

Rangkaian kunjungan dan ekspedisi tersebut melahirkan

kebijakan strategis yaitu pembangunan pos-pos pemerintahan

yang kemudian berkembang cepat menjadi pusat-pusat

perdagangan dan transportasi laut. Selain motivasi

pelindungan kepentingan perdagangan dan ekonomi, klem

otoritas Belanda atas Papua didorong oleh beberapa motivasi

dasar lain, yakni penataan pemerintahan sampai ke kampung-

kampung dan pelaksanaan Politik Etis serta mendukung

pelaksanaan pekabaran Injil.

Kampanye dan kebijakan politik Belanda ini di awali

dengan pembangunan sebuah benteng, Fort du Bus, di Teluk

Triton Kaimana pada 24 Agustus 1828. Tetapi Benteng ini

ditinggalkan pada tahun 1836 serangan ganas penyakit

Malaria. Pada tahun 1898 Pemerintah Belanda membuka pos

pemerintahan di Manokwari dan Fakfak. Langkah ini diikuti

dengan pembangunan pos pemerintahan di Merauke (1902),

di Biak (1916), Raja Ampat (1921), Teluk Arguni (1924),Tanah

Merah/Boven Digul (1926) dan Hollandia/Jayapura (1936).

Fakfak sendiri hanya dalam rentang 12 tahun telah

berkembang menjadi pelabuhan dan pusat perdagangan yang

sibuk dan ramai pada zaman itu.

Dengan kleim penuh Belanda atas Nederland New

Guinea (NNG) berakhir pula pengaruh politik-ekonomi Sultan

Tidore atas wilayah Semenanjung Onin (Fakfak). Secara

internal Belanda didorong melebarkan sayap otoritasnya ke

NNG oleh tujuan-tujuan strategis yakni menegakkan

kekuasaan, ketertiban dan membangun serta mengoperasikan

sistim dan administrasi pemerintahan. Kondisi ini harus

didukung dengan penegakan dan kepastian hukum. Semua ini

terkait pula dengan penataan dan pengarahan kehidupan

masyarakat yang pada masa itu masih hidup dalam enklaf-

enklaf budaya masing-masing dengan praktek-praktek perang

Page 25: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 111

antar kelompok atau suku (hongi). Di mulailah pengembangan

tata pemerintahan modern di atas Tanah Papua dengan

pembagian wilayah pemerintahan (afdeeling): AfdeelingNieuw

Guinea Utara dan Afdeeling Nieuw Guinea Barat-Selatan di

bawah Keresidenan Ternate pada tahun 1898. Secara khusus

dalam rangka penegakkan keamana dan ketertiban patroli-

patroli polisi dan militer dikirim ke wilayah pedalaman dan

dibuka juga pos-pos pemerintahan baru di sana. Di samping

itu untuk memudahkan pengawasan dan pelayanan kepada

penduduk, dilaksanakan program pemusatan domisli

penduduk, melalui pembangunan kampung-kampung dan

pemindahan penduduk. Sesuai tata adat masyarakat setempat

pemerintah mengangkat kepala-kepala kampung. Sejak itu

Pemerintah Belanda membangun berbagai fasilitas kesehatan

dengan aparatnya, pendidikan, pengembangan pertanian, dll.

Otoritas Belanda memajukan penyebaran kekristenan

di Tanah Papua. Pada paroh kedua abad XIX misi Kristen

dimulai dengan kehadiran Carl Willem Ottow dan Johan

Gotlob Geisller dari Badan Misi Gossner yang berbasis di

Berlin (the Berlin-based Gossner Mission). Mereka tiba di

Manokwari pada Februari 1855 dengan membawa surat

perlindungan dari Sultan Tidore. Pada 1860 mereka beralih

bekerja di bawah Badan Zending Utrecht (Utrechtsche

Zendingvereeniging/UZV). Perhatian karya misi mereka adalah

penduduk lokal dan para budak. Di samping penduduk lokal,

para budak yang bersama-sama mereka dari Ternate yang

telah menjadi pembantu para misionaris ini. Bahasa yang

digunakan ialah bahasa Melayu. Yang menarik adalah bahwa

pelayanan para misionaris ini dihadiri juga oleh beberapa

pimpinan Muslim lokal yang juga menggunakan bahasa

Melayu. Strategi misi Kristen kemudian diubah dengan fokus

terhadap pendidikan. Kemudian dibukalah sekolah-sekolah

misi untuk mendidik anak-anak. Pembiayaan pendidikan ini

kemudian disubsidi oleh Pemerintah Belanda sebagai wujud

Page 26: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

112 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

pengakuan terhadap kontribusi penting Badan-badan misi

Kristen: dibangun dan diselenggarakanlah sekolah-sekolah

berasrama. Misi Kristen telah merintis dan mengembangkan

secara baik institusi-institusi pendidikan formal di Tanah

Papua. Di wilayah Fakfak pimpinan masyarakat kampung yang

beragama Islam pun bergabung bersama umat Kristen

meminta agar pendidikan formal di buka di wilayah mereka.

Misi Protestan telah mulai secara intensif di Fakfak

pada awal abad ke-20. Pada tahun 1912 telah dilaksanakan

pembaptisan atas seorang Ibu (Hanna Horik) di pesisir jasirah

Fakfak, yakni di Kampung Air Besar. Sesudah itu karya misi

UZV diambil alih oleh Zending der Netherlands Herevormde

Kerk (ZNHK) sampai tahun 1928. Fakfak dijadikan pos pusat

pekabaran Injil yang menjangkau ke arah barat dan selatan.

Untuk ditempatkan dua orang Pendeta, yaitu Bout dan

Wetstein.35 Selain mengunjungi daerah-daerah pekabaran Injil,

mereka berdua juga bertanggungjawab mendidik dan

mempersiapkan para bakal calon guru. Karya misi tersebut

diteruskan oleh Indische Kerk. Pada tahun 1935 Indische Kerk

menyerahkan karya misi dan pembangunan jemaat-jemaat di

Papua bagian selatan (Sorong, Teluk Bintuni, Fakfak, Kaimana

dan Merauke) kepada Gereja Protestan Maluku. Pada tahun

1970 Gereja Kristen Injili di Tanah Papua menjadikan Fakfak

sebagai salah satu Klasis atau Wilayah pelayanannya melalui

peristiwa skisma sebagai besar umat dari GPM. Tahun 1985

GPM memandirikan wilayah pelayanannya di selatan Papua

dengan lahirnya Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI

Papua). Sejak 1970 mulai hadir gereja-gereja Pentakostal,

Baptis, dan Kharismatik.

35Uraian ringkas tentang pekabaran Injil dan gereja di wilayah ini, lihat: Ronald Helweldery, “Partisipasi Politik Gereja Prostestan Indonesia di Papua” (Tesis Magister, UKSW, Salatiga, 2006), 89-101

Page 27: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 113

Misi Protestan di wilayah pesisir Semenanjung Onin

tidaklah mudah, karena penduduknya telah memeluk Islam.36

Komunitas-komunitas muslim lokal dilindungi oleh kekuatan

struktural politik Tidore yang diwakili oleh para Raja dan para

aparatur keagamaan Islam. Raja dalam kondisi tertentu dan

terutama aparatus keagamaan tidak mudah mengijinkan

masuk misi Protestan maupun Katolik di wilayah yang sudah

menganut agama Islam. Misi Protestan selain di kota Fakfak

sebagai pusat bergerak ke arah Timur dan membangun pos

misi di Kampung Air Besar di mana penyelenggaraan sekolah

bisa berjalan baik menjelang tahun 1920-an. Bout sangat

menekankan pentingnya peranan sekolah untuk

membebaskan penduduk lokal dari pengaruh-pengaruh

negatif perdagangan yang dikuasai oleh para pendatang. Air

Besar harus dipertahankan untuk perluasan Misi di Fakfak.

Misi Protestan melihat bahwa masyarakat banyak dididik

seacara salah dan diperlakukan tidak adil oleh para pedagang

dan penguasa-penguasa lokal. Sistim ijon diberlakukan untuk

mengikat penduduk. Setelah mereka mendapat uang dari

penjualan hasil-hasil, para pedagang menjual barang-barang

dengan harga tinggi, sehingga para penduduk membeli dengan

harga mahal lagi. Menurut misionaris Protestan usaha mereka

membuka sekolah mendapat sambutan dari tokoh-tokoh

masyarakat lokal yang beragama Islam, tetapi sering

mendapat tantangan dari lingkaran raja tertentu. Hingga kini

masih berdiri beberapa sekolah yang diselengarakan oleh

Yayasan Pendidikan Kristen di beberapa Kampung Islam

(Danaweria37 dan Karas) yang tetap dipertahankan oleh

36 Lihat: P. Muskita, “Diktat Kuliah Sejarah Pekabaran Injil di Tanah Kapaur 1918-1930” (1987) untuk Sekolah Teologia Menengah GPI Papua Fakfak, yang merupakan terjemahan dari tulisan F.Slump sepanjang 1933-1935, “De Zending op West-Nieuw-Guinea”, MNZG 77:86-100, 206-17; 78:101-25, 340-55; 79:184-204. 37 Wawancara pada 23 Maret 2017 dengan Bapak Andarias Tanggahma, tokoh adat, salah satu utama, Kerajaan Fatagar yang menyampaikan kisah tentang sejarah SD YPK Danaweria dalam

Page 28: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

114 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

masyarakat setempat. Sekolah-sekolah yang dibuka di

kampung-kampung Kristen (seperti Werba, Kapaurtuting, dan

Sakartemin) menjadi pilihan bagi murid-murid yang beragama

Islam dari kampung-kampung sekitar – mereka bersekolah

membaur dengan murid-murid Kristen dan mengikuti juga

pelajaran agama Kristen.

Pada masa pendudukan Jepang 1941-1945,38 karya

misi Protestan yang diselenggarakan di dalam dan melalui

Gereja Protestan Maluku (GPM) di wilayah Fakfak mendapat

hantaman keras. Penguasa militer Jepang menangkap dan

membunuh secara kejam para penginjil atau guru jemaat GPM

di beberapa jemaat dalam wilayah Teluk Patipi, Kokas, dan

Kayuni.39 Karena para para Penginjil atau Guru Jemaat

dianggap sebagai kolaborator pihak Belanda. Para Penginjil

atau Guru jemaat GPM beserta istri dan anak-anak dibunuh

atau dibantai secara kejam, dengan disuruh terlebih dulu

menggali lubang sendiri, kemudian ditutupi mata, dan

dipancung oleh tentara Jepang. Jenasah mereka dikubur begitu

saja dalam lubang yang sudah mereka gali. Dikisahkan pula

bagaimana anak-anak mereka dipukulkan ke pohon hingga

meninggal. Tugu untuk memperingati para martir ini dibangun

di sudur Tanjung Osir di Teluk Patipi, Fakfak. Pada tahun 1952

rangka para martir ini digali dan dibawa ke Kampung Adora

dan selanjutnya dibawa dan dimakamkan di Kokas.

perjalanannya 1954 dipindahkan ke rumah Imamn Nur Merapi, Fakfak. Selama beberapa tahun SD YPK melaksanakan pendidikan di rumah Imam. 38 Lihat:Florence Peea, “Sejarah Pembantaian Inlands Leeraar, Utusan Injil dan Guru Jemaat di Fakfak Pada Jaman Jepang 1942-1945” (Tesis, STT Cipanas, 2017). 39 Lihat juga J. F. Onim, Islam dan Kristen di Tanah Papua: Meniti Jalan Bersama Hubungan Islam-Kristen Dalam Sejarah Penyebaran dan Perjumpaan di Wilayah Semenanjung Onin Fakfak (Jakarta: Jurnal Info Media, 2006), 157-170. Onim mencatat bahwa isu bertendensi sentimen agama ini memang terkait secara asosiatif dengan strategi Tentara Jepang, dalam kampanyenya membabat anasir-anasir yang terindikasi memiliki hubungan dekat dan merupakan aparat-aparat kekuasaan Belanda di Maluku, mempersatukan umat Islam dalam wadah “Djimyah Islmaiyah Ceram” (DIC).

Page 29: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 115

Terkait dengan peristiwa kejam ini, sempat beredar isu

bahwa ada pihak-pihak tertentu yang telah melaporkan

keberadaan para Penginjil atau Guru Jemaat sebagai mata-

mata Belanda kepada Tentara Jepang. Isu ini bernuansa

sentimen keagamaan. Pada tahun 1956 diadakan pertemuan

beberapa raja, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta umat

untuk mendudukan persoalan ini. Di sampaikan bahwa isu

tersebut tidak benar, karena bukan saja masyarakat beragama

Kristen yang menjadi korban, tetapi juga masyarakat

beragama Islam.40 Mereka semua bersepakat bahwa landasan

kehidupan kekerabatan lintas agama harus dijaga.

Bermodalkan prinsip hidup agama keluarga inilah masyarakat

dapat mengatasi masalah ini dengan baik.

Di wilayah Fakfak misi Katolik bermula dengan

kedatangan sosok dinamis dan penuh kasih Pater Cornelis

LeCocq d’Armandville di Sekru menumpang sebuah kapal pada

23 Mei 1894.41 Sekru adalah sebuah kampung tempat berlabuh

kapal-kapal dagang serta pergudangan pala, sekitar 8 km ke

arah Barat kota Fakfak. Pater LeCocq sebelumnya menjalankan

misi yang sangat berhasil dan sangat dicintai umat di Sikka

(Flores) tahun 1884-1891. Kemudian Pater LeCocq pindah

memulai misi baru di Bomfia Pulau Seram (1892-1895).

Bomfia adalah sebuah kampung di kaki bukit bagian Timur

Seram. Lokasi yang lebih ke pedalaman ini dipilih untuk

menghindar dari penduduk Muslim yang berdiam di wilayah

pesisir. Juga di buka lokasi misi baru di Watubela Kepulauan

40 Dikisahkan kembali oleh Raja Patipi, Bapa Ahmad Iba, yang pada masa Jepang masih kecil dan mengalami hidup yang berpindah-pindah lokasi di wilayah gunung untuk menghindar dari Tentara Jepang. Mereka pada masa itu tidak boleh secara sembarang membakar atau berkatifitas yang menggunakan api, yang sangat mudah menjadi penunjuk keberadaan mereka yang berada dalam pengawasan Tentara Jepang. 41Lihat: Karel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942: Jlid 2 Pertumbuhan yang spektakuler dari Minoritas yang percaya diri 1903-1942 (Maumere: Penerbit Ledalero, 2006), 389-436; G. Vriens S.J., Sejarah Katolik Indonesia Jilid 2: Wilayah Tunggal Prefektur Vikariat abad ke-19 awal abad ke-20 (Ende: Percetakan Arnoldus, 1972).

Page 30: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

116 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

Kesui. Tetapi misi di Pulau Seram bagian Timur ini diwarnai

permusuhan penduduk Muslim terhadap kehadiran para

misionaris. Dicatat bahwa “dari pada berselisih agama dengan

Islam di pulau-pulau kecil itu”, LeCocq melihat ke seberang,

yakni wilayah pantai Papua. LeCocq menaruh pandangannya

untuk melakukan misi ke wilayah ini. Harapan inilah yang

membawanya berlayar ke Fakfak.

Di Sekru, LeCocq diterima dengan baik oleh

masyarakat kampung Sekru yang sudah memeluk agama

Islam. Masyarakat yang telah memeluk agama Islam ini

mengantar Pater LeCocq mewartakan Injil bagi kerabat

mereka yang tinggal di daerah gunung. Dalam pewartaan Injil

pertama ini (22 Mei – 1 Juni 1894) dibaptislah 73 anak. Salah

satu marga utama yang menerima Injil adalah Homba-homba

yang menjadi cikal bakal berdirinya umat Katolik di Kampung

ini. Dalam karya misinya, LeCocq dibantu oleh seorang Guru

Protestan asal Ambon Kristenus Pelletimu yang bertugas

mengelola sekolah dan Bruder Zinken yang menjadi kepala

dan pembimbing asrama bagi para murid sekolah. Kemudian

Pater LeCocq mengarahkan pandangan untuk mencari wilayah

baru yang potensial bagi pengembangan pusat misi Katolik.

Baginya di Kapaur tidak ada daerah yang masih ‘perawan’

secara agama. Maka Pater LeCocq sekali lagi melakukan

ekspedisi ke arah timur Papua dengan sebuah Sekunar

(Perahu) yang disewa dari seorang saudagar Arab Abdullah

Baadillah. Baadillah sudah dikenal oleh Pater LeCocq ketika

Baadillah menjalani penyembuhan di satu keluarga Protestan

di Banda. Perjalanan ekspedisi ini membawa Pater LeCocq ke

pantai Mimika dan di sanalah ketika hendak kembali terjadi

musibah karena gelombang laut yang hebat: Pater LeCocq

meninggal dunia.

Perayaan memperingati masuknya misi Injil di Tanah

Papua (5 Februari) dan Misi Katolik (23 Mei) di Fakfak setiap

tahun dirayakan dengan mensimulasi kembali peristiwa-

Page 31: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

Rumpun Etnik Mbaham Matta: Konteks Geografis dan Historis 117

peristiwa sejarah awal kekristenan tersebut dengan

melibatkan kehadiran dan peran proaktif serta inklusif warga

masyarakat beragama Islam. Kehadiran dan partisipasi

saudara-saudara Muslim ini mengalir tanpa kecanggungan

sosial-relijius. Sebaliknya perayaan-perayaan keagamaan

Islam formal-institusional maupun pribadi-kekeluargaan

melibatkan pula secara aktif kerabat-kerabat yang beragama

Kristen sesuai relasi-relasi keturunan dan perkawinan.

Harus diakui bahwa berlangsung perlombaan dan

persaingan antara misi Protestan dan Katolik di Tanah

Papua.42 Dalam sejarah lanjutnya sering terjadi perselisihan

antara “guru Key” dan “guru Ambon” tidak hanya terkait

dengan kleim wilayah, tetapi juga ajaran. Untuk mengatasi

kondisi ini, atas dasar pasal 123 Konstitusi Hindia Belanda,43

pada tahun 1912 Gubernur Jenderal menetapkan bahwa

Tanah Papua dibagi menjadi dua wilayah misi dengan menetap

garis meridian di mana misi katolik tidak boleh melewati titik

4*30’ garis bujur selatan ke arah Utara, ke wilayah Kepala

Burung. Secara kasar wilayah misi Katolik lebih ke arah

tenggara Tanag Papua (Mimika dan Merauke). Misi Katolik

memandang keputusan tersebut tidak adil. Misi Katolik tetap

mengkleim waialayh fakfak dan sebagai Kepala Burung dengan

berdasar pada kunjungan dan misi singkat Pater LeCocq pada

tahun 1894 dan 1896. Pada taun 1925 misi Katolik meminta

izin dari Gubernur Maluku untuk membangun kembali pusat

Misi di Fakfak atas dasar pemintaan umat Katolik di kampung

Sakartemin. Dalam konperensi antara UZV dan Misi Roma

Katolik, akhirnya pemerintah mengizinkan pembukaan pusat

misi Katolik di Fakfak namun tetap melarang misi Katolik

42 Lihat: Jan Sihar Aritonang and Karel Adrian Steenbrink (eds.), A History of Chrisitianity in Indonesia (Leiden & Boston: Brill, 2008), 355-358. 43Pasal ini menegaskan kebijakan Pemerintah Hindia Belanda terkait penyiaran agama Protestan dan Katolik. Pemerintah berkuasa menetapkan wilayah-wilayah yang khusus bagi para misonaris Katolik dan zending Protestan.

Page 32: BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16392/3/D_762012002_BAB III...Matta secara ringkas dari segi geografi dan sejarah. ... serta agama-agama

118 Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam

Perjumpaan dengan Agama-agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

masuk ke wilayah Kepala Burung, Waropen dan wilayah

sekitar Jayapura demi keamanan. Delegasi misi Protestan yang

hadir dalam konperensi itu menyatakan bahwa bila misi

Katolik sudah dizinkan memasuki wilayah misi Protestan,

maka misi Protestan berhak juga memasuki wilayah misi

Katolik di wilayah Selatan Papua. Kondisi ini mendorong

terjadinya pembatalan ketetapan terkait dengan garis pemisah

wilayah misi tahun 1912. Dengan begitu kedua pihak misi

bebas melakukan misi di atas tanah Papua, walaupun masih di

bawah pengawasan Pemerintah – karena masih sering timbul

perselisihan antara “guru Key/misi Katolik” dan “guru

Ambon/misi Protestan.”44 Tahun 1936 Misi Katolik dizinkan

oleh Gubernur Jenderal untuk menjalankan misi di mana saja

di Tanah Papua. Gereja Protestan Maluku yang menerima

mandat melanjutkan karya misi UZV di sekitar wilayah Fakfak,

Kaimana dan Teluk Arguni, juga boleh tetap melanjutkan

karya misi dan pembangunan jemaat-jemaatnya di wilayah

Selatan (Merauke).

Sejak dulu telah terjadi pula perlombaan dan

persaingan antara Islam dengan Protestan dan Katolik. Pola

yang bisa ditunjukkan di sini adalah adanya dua level atau

lingkup penganutan keagamaan. Pada level atas institusi dan

kelompok ulama selalu muncul mekanisme pertahanan diri,

dalam rangka melindungi umat dan wilayah serta agama,

berupa penolakan dan perselisihan atau pembatasan. Tetapi

pada level atau lingkup masyarakat/umat setempat

keterbukaan dan insklusifitas mendorong masyarakat/umat

Islam lokal di wilayah pesisir membuka jalan dan mengantar

para misonaris untuk berjumpa dan menginjili saudara-

saudara atau kerabat-kerabat mereka yang masih tinggal di

gunung atau di rumah-rumah kebun.

44 Ada kisah menarik terkait pertikaian Misi Katolik dan Gereja Protestan Maluku di Teluk Patipi, yang akan dibahas pada bab berikut.