bab iii proposal skripsi

15
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang dibagi dalam 7 kelompok yaitu 4 kelompok perlakuan dan 3 kelompok kontrol (Hanafiah, 1991). Masing-masing kelompok diulang sebanyak 4 kali. Kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak etanol bunga tahi kotok konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%, kelompok kontrol positif diberikan penisilin 10 µg, sementara untuk kontrol negatif pertama diberikan akuades yang dicampur dengan tween 80 (perbandingan 1:1) dan kontrol negatif kedua diberikan etanol. Rancangan penelitian ditunjukkan oleh Tabel 3.1. Tabel 3.1 Bentuk Rancangan Penelitian Kelompo k Ulangan (K) I II III IV K 0 K 0 I K 0 II K 0 III K 0 IV K 1 K 1 I K 1 II K 1 III K 1 IV K 2 K 2 I K 2 II K 2 III K 2 IV K 3 K 3 I K 3 II K 3 III K 3 IV K 4 K 4 I K 4 II K 4 III K 4 IV K 5 K 5 I K 5 II K 5 III K 5 IV K 6 K 6 I K 6 II K 6 III K 6 IV 24 26

Upload: dini-nanami

Post on 29-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab III Proposal Skripsi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL) yang dibagi dalam 7 kelompok yaitu 4 kelompok

perlakuan dan 3 kelompok kontrol (Hanafiah, 1991). Masing-masing kelompok

diulang sebanyak 4 kali. Kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak etanol bunga

tahi kotok konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%, kelompok kontrol positif

diberikan penisilin 10 µg, sementara untuk kontrol negatif pertama diberikan

akuades yang dicampur dengan tween 80 (perbandingan 1:1) dan kontrol negatif

kedua diberikan etanol. Rancangan penelitian ditunjukkan oleh Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Bentuk Rancangan PenelitianKelompok Ulangan

(K) I II III IV

K0 K0I  K0II K0III K0IV

K1 K1I  K1II K1III K1IV

K2 K2I  K2II K2III K2IV

K3 K3I  K3II K3III K3IV

K4 K4I  K4II K4III K4IV

K5 K5I  K5II K5III K5IV

K6 K6I  K6II K6III K6IV

Keterangan:

K0 : Akuades yang dicampur dengan Tween 80 (perbandingan 1:1) sebagai kontrol negatif pertamaK1 : Etanol sebagai kontrol negatif keduaK2 : Ekstrak etanol bunga tahi kotok dengan konsentrasi 25%K3 : Ekstrak etanol bunga tahi kotok dengan konsentrasi 50%K4 : Ekstrak etanol bunga tahi kotok dengan konsentrasi 75% K5 : Ekstrak etanol bunga tahi kotok dengan konsentrasi 100%K6 : Penisilin 10 µg sebagai kontrol positif

24 26

Page 2: Bab III Proposal Skripsi

25

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan Maret 2011.

Tumbuhan tahi kotok diambil dari sejumlah tempat di Kecamatan Lhoknga Aceh

Besar. Identifikasi taksonomi tumbuhan tahi kotok dilakukan di Laboratorium

herbarium Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Syiah Kuala. Ekstraksi bunga tahi kotok dilakukan di Laboratorium

Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Syiah Kuala. Pengambilan isolat Streptokokus Grup B (SGB) dari pasien

vaginosis bakterialis dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Uji antibakteri ekstrak etanol

bunga tahi kotok terhadap SGB isolat vaginosis bakterialis serta analisis data

dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Syiah Kuala.

3.3 Alat/Instrumen dan Bahan Penelitian

3.3.1 Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa kertas label, kertas

tisu, kapas lidi steril, masker, spekulum cocor bebek steril, kasa steril, handschoen

steril, kertas pH, slide, objek glass, gliserol, kawat ose, bunsen, mikroskop, labu

takar, labu Erlenmeyer, test plate, kertas cakram steril ukuran 5 mm, cawan petri

dengan diameter 11 cm, gelas ukur, gelas arloji, tabung reaksi beserta raknya,

kaca objek, batang pengaduk, kompor listrik, penggaris, pipet tetes, pipet volume,

pipet klinik, spuit ukuran 1 cc dan 5 cc, corong kaca, alumunium foil, kapas,

kertas saring Whatman 4.1, inkubator, spektrofotometer, seperangkat alat vacuum

rotary evaporator, autoklaf, refrigerator, timbangan digital, verteks, corong pisah,

pinset, chamber, jangka sorong, dan water bath.

3.3.2 Bahan

Sementara bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak

etanol bunga tahi kotok, isolat SGB, etanol teknis 95%, asam sulfat pekat, asam

klorida, natrium hidroksida, serbuk Mg, besi (III) klorida, amonia, asam asetat

anhidrat, serik sulfat, norit, akuades steril, pereaksi Mayer, Dragendorf, dan

Page 3: Bab III Proposal Skripsi

26

Wagner, medium transport stuart, media Mueller-Hinton Agar dengan darah

domba 5%, media Mc Conkey, media agar darah (blood agar), cakram penisilin

10 µg, NaCl 0,9 %, alkohol 96 %, KOH 10 %, safranin, lugol, minyak emersi, dan

larutan H2O2 3 % (asam peroksida).

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Preparasi Sampel dan Pelarut

Bunga tahi kotok yang masih segar dikumpulkan sebanyak 850 g lalu

dibersihkan, dipotong kecil-kecil, dan dikeringanginkan selama 7 hari.

Selanjutnya bunga tahi kotok yang sudah dikeringanginkan dimaserasi. Pelarut

etanol yang digunakan merupakan pelarut teknis sehingga dilakukan destilasi pada

suhu 780C.

3.4.2 Ekstraksi Sampel

Bunga tahi kotok yang telah dikeringanginkan dimasukkan ke dalam tabung

Erlenmeyer untuk dimaserasi. Maserasi ini dilakukan dengan perendaman

menggunakan pelarut etanol teknis yang telah didestilasi sampai tenggelam, lalu

ditutup dengan kertas alumunium foil dan disimpan selama 2x24 jam. Hasil

perendaman tersebut disaring dengan corong kaca yang dilapisi dengan kertas

saring sehingga ampas dan cairannya terpisah. Pelarut yang digunakan diganti

setiap 24 jam sekali sampai diperoleh larutan jernih. Residu yang diperoleh

kemudian dimaserasi lagi menggunakan pelarut etanol. Proses maserasi dilakukan

secara berulang-ulang sampai diperoleh larutan yang jernih. Ekstrak etanol yang

diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator

pada suhu 400C sehingga diperoleh ekstrak etanol bunga tahi kotok yang kental

bewarna kecoklatan (Nikkon et al., 2009b).

3.4.3 Uji Fitokimia

a. Uji Alkaloid

Sampel segar bunga tahi kotok sebanyak 2 g digerus kemudian ditambahkan

1 ml amoniak dan 10 ml kloroform, kemudian digerus lagi lalu disaring. Filtrat

yang terbentuk ditambahkan dengan 10 ml H2SO4 2 N lalu dikocok kuat-kuat.

Diamkan sampai dengan asam sulfat dan kloroform terpisah. Lapisan Asam Sulfat

yang terbentuk dipisahkan menjadi tiga bagian ke dalam test plate. Bagian

Page 4: Bab III Proposal Skripsi

27

pertama ditambahkan dengan reagen Meyer, bila terjadi endapan putih maka

positif alkaloid. Bagian kedua ditambahkan dengan reagen Dragendorf, bila

terjadi endapan kemerahan maka positif alkaloid. Bagian yang ketiga

ditambahkan dengan reagen Wagener, bila terjadi endapan bewarna coklat maka

positif terdapat alkaloid.

b. Uji Tanin

Sampel segar bunga tahi kotok sebanyak 0,5 g disari dengan 10 ml air

suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak bewarna.

Selanjutnya diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi

(III) klorida. Bila timbul warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

c. Uji Flavonoid

Sampel segar bunga tahi kotok sebanyak 3 g ditambahkan etanol 80%,

kemudian dipanaskan selama 15 menit hingga pelarutnya tinggal sedikit,

kemudian ditambahkan asam klorida pekat dan 0,2 g serbuk Mg. Bila timbul

warna merah positif menunjukkan adanya flavonoid.

d. Uji Saponin

Sampel segar bunga tahi kotok sebanyak 3 g ditambahkan ke dalam sedikit

air, kemudian dikocok. Dibiarkan selama 30 menit lalu dilihat apakah

terbentuknya busa atau tidak. Bila terbentuk busa yang stabil selama 30 menit

menunjukkan positif adanya saponin.

e. Uji Fenol, Terpenoid, dan Steroid

Sampel segar bunga tahi kotok sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam test

plate, ditambahkan pereaksi Libermann-Burchard (campuran asam asetat

anhidrida 3 tetes dengan asam sulfat pekat 1 tetes). Bila bewarna merah

menunjukkan positif adanya senyawa terpenoid. Bila bewarna hijau atau ungu

menunjukkan positif adanya senyawa steroid. Sampel segar bunga tahi kotok

sebanyak 3 g juga diteteskan pada test plate lainnya, ditambahkan etanol,

kemudian ditambahkan larutan FeCl3, bila hasil reaksi bewarna ungu atau biru tua,

maka positif adanya fenol.

Prosedur yang sama dilakukan untuk uji alkaloid, tanin, saponin, flavonoid,

kumarin, fenol, terpenoid, dan steroid pada ekstrak etanol bunga tahi kotok.

Page 5: Bab III Proposal Skripsi

V1M1 = V2M2

ΔV=V2-V1

28

3.4.4 Prosedur Pengenceran Ekstrak Etanol Bunga Tahi Kotok

Ekstrak etanol bunga tahi kotok diencerkan dengan larutan tween 80

(perbandingan 1:1), kemudian diaduk sampai homogen. Hasil yang diperoleh

merupakan senyawa standar. Senyawa standar yang didapat diencerkan dengan

akuades steril dengan konsentrasi 75%, 50%, dan 25%. Prosedur pengenceran

konsentrasi ekstrak etanol bunga tahi kotok dilakukan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Keterangan:

V1 = Volum awal

V2 = Volum yang diinginkan

M1 = Konsentrasi awal

M2 = Konsentrasi yang diinginkan

ΔV = Penambahan larutan/akuades

Ekstrak etanol bunga tahi kotok konsentrasi 100% diperoleh dengan cara

mengambil estrak etanol bunga tahi kotok dalam bentuk pasta sebanyak 2 g lalu

diencerkan dengan 2 ml larutan tween 80. Ekstrak etanol bunga tahi kotok

konsentrasi 75% diperoleh dengan cara mengambil 2 ml ekstrak etanol bunga tahi

kotok yang sudah diencerkan dengan larutan tween 80, selanjutnya dicampurkan

dengan 3 ml akuades steril sehingga diperoleh 4 ml ekstrak etanol bunga tahi

kotok dengan konsentrasi 75%.

Ekstrak etanol bunga tahi kotok konsentrasi 50% diperoleh dengan cara

ekstrak etanol bunga tahi kotok konsentrasi 75% diambil sebanyak 2 ml,

selanjutnya dicampurkan dengan 1 ml akuades steril sehingga diperoleh 3 ml

ekstrak etanol bunga tahi kotok dengan konsentrasi 50%. Ekstrak etanol bunga

tahi kotok konsentrasi 25% diperoleh dengan cara ekstrak etanol bunga tahi kotok

konsentrasi 50% diambil sebanyak 1 ml, selanjutnya campurkan dengan 1 ml

akuades steril sehingga diperoleh 2 ml ekstrak etanol bunga tahi kotok dengan

konsentrasi 25%.

3.4.5 Pengambilan Swab Vagina

Penderita terlebih dahulu dianamnesis dan dilakukan pemeriksaan fisik

venerologi. Penderita dengan diagnosis positif menderita vaginosis bakterialis

Page 6: Bab III Proposal Skripsi

29

harus memenuhi 3 dari 4 kriteria klinis Amsel, yaitu (i) adanya clue cells pada

pemeriksaan mikroskopik sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel); (ii) tes

amin yang positif, yang mana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau

setelah penambahan KOH 10% (Whiff test); (iii) adanya sekret vagina yang

homogen, tipis, dan putih yang melekat pada dinding vagina, dan abnormal; (iv)

pH vagina > 4,5 (Amsel et al., 1983; Smayevsky et al., 2001).

Setelah penderita berbaring dalam posisi litotomi, kemudian dengan

menggunakan spekulum cocor bebek steril vagina dibuka hingga tampak serviks

uteri. Ektoserviks dibersihkan dengan kapas steril. Selanjutnya dengan lidi kapas

steril dilakukan pengusapan endoserviks dengan cara lidi kapas steril dimasukkan

ke dalam mukosa endoserviks sedalam 1 cm, kemudian lidi kapas steril diputar

3600 pada forniks posterior vagina, setelah selesai keluarkan lidi kapas tersebut

dari vagina lalu patahkan lidi dan masukkan lidi kapas tersebut ke dalam medium

transpor stuart hingga menyentuh dasar tabung. Ambil lidi kapas steril lainnya

dan lakukan pengusapan vagina dengan cara yang sama, selanjutnya diusapkan

pada slide secara rolled-up. Swab vagina ini kemudian dikirim ke Laboratorium

Mikrobiologi Klinik untuk dilakukan kultur bakteri dan uji sensitivitas

(Smayevsky et al., 2001).

3.4.6 Isolasi Bakteri SGB

Swab vagina dari medium transpor Stuart diinokulasikan pada media agar

darah (blood agar). Pijarkan ose dan buat goresan pada permukaan media dengan

menggunakan ose sebanyak 4 kali goresan. Putar media dengan sudut 600 setiap

melakukan goresan hingga tersebar merata pada seluruh permukaan goresan.

Inkubasikan media agar darah (blood agar) pada suhu 370C selama 24 jam.

Bakteri yang tumbuh kemudian dilakukan identifikasi.

3.4.7 Identifikasi SGB

a. Pemeriksaan Makroskopis

Setelah diinkubasi selama 24 jam, bakteri kemudian diindentifikasi kembali

untuk memastikan apakah kuman yang tumbuh dalam media blood agar adalah

bakteri SGB. Apabila didapatkan adanya bakteri dengan koloni yang kecil,

berbentuk bulat, opaque, dan berkelompok dengan permukaan cembung, tepi rata,

Page 7: Bab III Proposal Skripsi

30

mukoid, dan tampak menghemolisa agar darah maka dilakukan kultur sekunder

pada media agar darah (blood agar) untuk mendapatkan biakan murni (Woods

dan Levy, 2010).

b. Pewarnaan Gram

Teteskan NaCl fisiologis di atas objek glass kira-kira 2-3 tetes. Ambil lidi

kapas steril hasil swab vagina lalu tempatkan di atas objek glass yang telah

diteteskan NaCl 0,9 %, kemudian homogenkan dan diangin-anginkan, fiksasi

dengan bunsen sampai dibiarkan dingin. Selanjutnya teteskan gentian violet dan

diamkan selama 1 menit, cuci di bawah air mengalir. Teteskan lagi dengan lugol

lalu diamkan selama 1 menit, lalu cuci di bawah air mengalir. Teteskan alkohol

96% dan diamkan selama beberapa detik dan cuci di bawah air yang mengalir.

Selanjutnya teteskan safranin dan diamkan selama 1 menit, cuci di bawah air

mengalir. Angin-anginkan sampai kering. Teteskan minyak emersi untuk

pengamatan di bawah mikroskop. SGB akan tampak di bawah mikroskop sebagai

bakteri kokus gram-positif, berwarna ungu yang umumnya memiliki rantai pendek

(Wibawan dan Laemmer, 1991; Brooks et al., 2008).

c.Uji Katalase

Letakkan biakan 1 koloni SGB di atas objek glass dengan menggunakan ose

steril dan ditetesi akuades atau 1 tetes NaCl 0,9%, kemudian tambahkan 1 tetes

H2O2 3% di atas objek glass dan selanjutnya diamati selama satu sampai dua detik.

Tes katalase positif ditandai dengan timbulnya gelembung udara, sedangkan tes

katalase negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung udara. Bakteri

golongan Streptokokus tidak menunjukkan adanya gelembung udara.

d. Uji Lancefield Group Test

Pindahkan 0,4 ml extraction enzyme ke tabung tes. Dengan ose steril, ambil

3-5 koloni SGB, kemudian emulsikan pada 0,4 ml extraction enzyme. Masukkan

ke dalam inkubator selama 10 menit dengan suhu 350C. Campurkan Latex

Grouping Reagents sambil dikocok. Tambahkan satu tetes tiap-tiap reagent di atas

lingkaran pada kartu tes (botol reagent jangan menyentuh bakteri). Tambahkan

satu tetes campuran bakteri. Oleskan campuran di dalam luas lingkaran dengan

menggunakan lidi yang baru untuk setiap lingkaran. Goyangkan kartu dengan

Page 8: Bab III Proposal Skripsi

31

hati-hati. Perhatikan daerah terjadinya aglutinasi maksimum selama satu menit.

Jika aglutinasi terjadi pada daerah B, maka menunjukkan bakteri SGB

(Lancefield, 1933).

e. Uji Sensitivitas

Bakteri SGB diuji sensitivitasnya. Caranya adalah panaskan pinggir cawan

petri yang berisi media Mueller-Hinton Agar dengan darah domba 5%.

Selanjutnya bakteri SGB isolat vaginosis bakterialis disebarkan ke dalam cawan

petri yang berisi media Mueller-Hinton Agar dengan darah domba 5% dengan

mencelupkan lidi kapas steril ke dalam suspensi bakteri SGB hingga terserap

dengan baik. Selanjutnya disebarkan hingga suspensi bakteri tersebar merata di

seluruh permukaan media dan biarkan mengering selama 15 menit. Letakkan

cakram antibiotik yang akan diuji sensitivitasnya. Berdasarkan hasil uji

sensitivitas pada uji pendahuluan didapatkan bahwa bakteri SGB sensitif terhadap

penisilin, ampisilin, klindamisin, vankomisin, ceftriaxone, ciprofloxaxin serta

resisten terhadap tetrasiklin.

3.4.8 Uji Antibakteri Esktrak Etanol Bunga Tahi Kotok

a. Pembuatan Suspensi Bakteri

Satu ose bakteri SGB diambil dari larutan gliserol, lalu diinokulasikan pada

media blood agar menggunakan ose, lalu inkubasikan pada suhu 370C selama 24

jam. Setelah bakteri tumbuh, ambil satu ose koloni terpisah SGB dari media

blood agar lalu masukkan ke dalam 5 ml larutan NaCl fisiologis steril dengan

menggunakan pipet pengencer (Eppendorf). Kekeruhannya diukur dengan

spektrofotometer. Bakteri diukur pada absorbansi 0,08-0,1 dengan panjang

gelombang 625 nm. Absorbansi 0,08-0,1 setara dengan Mc Farland 0,5. Mc

Farland 0,5 merupakan larutan yang setara dengan 108 sel bakteri/ml.

b. Uji Difusi Cakram Kirby-Baeur

Uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan menggunakan

kertas cakram (Brooks et al., 2008). Pada penelitian ini digunakan 4 cawan petri

yang masing-masing berisi Mueller-Hinton Agar dengan darah domba 5%. Media

tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dengan memanaskan pinggir cawan,

setelah itu bakteri SGB isolat vaginosis bakterialis disebarkan ke dalamnya.

Page 9: Bab III Proposal Skripsi

32

Caranya lidi kapas steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri SGB yang

kekeruhannya telah diukur dengan spektrofotometer. Selanjutnya, disebarkan

hingga suspensi bakteri merata di seluruh permukaan media dan dibiarkan kering.

Cawan petri dengan diameter 11 cm dibagi menjadi 7 daerah (A, B, C, D, E,

F, dan G). Daerah A, B, C, dan D masing-masing diletakkan cakram yang berisi

ekstrak etanol bunga tahi kotok dengan konsentrasi 100% (K5), 75% (K4), 50%

(K3), dan 25% (K2) dengan menggunakan pinset dan sedikit ditekan agar

menempel kuat pada permukaan agar. Cakram kosong masing-masing dicelupkan

terlebih dahulu ke dalam botol ekstrak etanol bunga tahi kotok pada konsentrasi

100% (K5), 75% (K4), 50% (K3), dan 25% (K2) hingga jenuh selama 30 menit

sebelum diletakkan di atas media Mueller-Hinton Agar. Daerah E diletakkan

cakram antibiotik penisilin 10 µg sebagai kontrol positif. Sementara daerah F dan

G masing-masing diletakkan cakram kosong yang telah dicelupkan ke dalam

akuades steril yang dicampur dengan tween 80 sebagai kontrol negatif pertama

dan cakram kosong yang telah dicelupkan ke dalam etanol 95 % sebagai kontrol

negatif kedua. Media-media tersebut kemudian dimasukkan ke dalam inkubator

yang berisi CO2 dan diinkubasikan lagi selama 24 jam pada suhu 370C.

Selanjutnya diamati zona hambat berupa daerah yang terlihat lebih bening dari

daerah sekitarnya. Bila zona hambat belum tampak, dibiarkan selama 24 jam lagi

(Hudzicki, 2009).

Parameter yang diamati adalah diameter zona hambat yang terbentuk pada

tiap cakram masing-masing media dalam ukuran milimeter. Pengukuran

dilakukan dengan mengukur zona hambat terbesar dengan menggunakan

penggaris dalam milimeter.

3.5 Analisis Data Penelitian

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif

yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.