bab iii perbedaan pandangan ulama tafsir … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks...

96
75 BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUSHRIKA>T alam bab III ini, adalah penjelasan khusus mengenai pernikahan beda agama, yaitu, pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrik (al-mushrika>t), atau pernikahan antara wanita muslimah dengan pria musyrik (al- mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya perdebatan tersebut, disebabkan karena perbedaan dalam menafsirkan istilah-istilah yang terkandung dalam teks-teks QS.al- Baqarah/2:221, QS. al-Ma>idah/5:5, QS. al-Mumtahanah/60:10. Di antara istilah-istilah itu, mengenai, al-mushrika>t, ahl al-kita>b (apakah masuk penganut agama Yahudi dan Nasrani di dalamnya atau tidak), bahkan meluas pemahaman kepada istilah, al-maju>si, al-s}a>bi’ah. Karena itu, untuk memahami lebih luas penafsiran ayat-ayat tersebut, kajian terhadap istilah-istilah tersebut, sangatlah penting, yaitu : A. Pengertian Al-Mushrika>t ( musyrik ). Kata musyrik merupakan bentuk ism al-fa> ’il ( اىفبعو اس) = ( kata benda yang menunjukkan pelaku ) yang berasal dari asal kata ashraka-yushriku-ishra>k-mushrik ( شاك إش شكش شك أششك يش- ), dan perbuatan tersebut adalah shirk. Pelaku perbuatan syirk itu disebut musyrik. Secara bahasa, Ibn Manz} ur mengartikan kata shirk sebagai shari>k [ شيل ش], atau [صيت ] „persekutuan‟ atau „bagian‟. 1 Sementara Ra> ghib al-Asfaha> ni mengartikan mukha>lat}atu shari>kain [ بىطخخ نيشياىش] yakni, pencampuran dua kepemilikan tentang harta atau sesuatu yang diperoleh untuk dua hal atau lebih, baik secara subtansi maupun secara makna. Seperti dalam bagian warisan, atau kongsi dagang atau bersama-sama melakukan tugas tertentu. Karena musyrik merupakan pelaku shirk, maka secara bahasa kata itu berarti orang yang melakukan persekutuan atau perserikatan atau membagi bagian tertentu. 2 Sedangkan secara terminologis (istilah), shirk berarti menjadikan sesuatu bersama Allah sebagai tuhan untuk disembah. Dan ” sesuatu yang dimaksudkan itu bisa berbentuk benda hidup D

Upload: lenhi

Post on 02-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

75

BAB III

PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI

TERM AL-MUSHRIKA>T

alam bab III ini, adalah penjelasan khusus mengenai

pernikahan beda agama, yaitu, pernikahan antara pria

muslim dengan wanita musyrik (al-mushrika>t), atau

pernikahan antara wanita muslimah dengan pria musyrik (al-

mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama,

yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir.

Munculnya perdebatan tersebut, disebabkan karena perbedaan dalam

menafsirkan istilah-istilah yang terkandung dalam teks-teks QS.al-

Baqarah/2:221, QS. al-Ma>idah/5:5, QS. al-Mumtahanah/60:10. Di

antara istilah-istilah itu, mengenai, al-mushrika>t, ahl al-kita>b (apakah

masuk penganut agama Yahudi dan Nasrani di dalamnya atau tidak),

bahkan meluas pemahaman kepada istilah, al-maju>si, al-s}a>bi’ah.

Karena itu, untuk memahami lebih luas penafsiran ayat-ayat tersebut,

kajian terhadap istilah-istilah tersebut, sangatlah penting, yaitu :

A. Pengertian Al-Mushrika>t ( musyrik ).

Kata ” musyrik ” merupakan bentuk ism al-fa>’il ( اس اىفبعو ) =

( kata benda yang menunjukkan pelaku ) yang berasal dari asal kata

ashraka-yushriku-ishra>k-mushrik ( ششك –إششاك -يششك –أششك ), dan

perbuatan tersebut adalah shirk. Pelaku perbuatan syirk itu disebut

musyrik. Secara bahasa, Ibn Manz}ur mengartikan kata shirk sebagai

shari>k [ ششيل ], atau [ صيت ] „persekutuan‟ atau „bagian‟.1 Sementara

Ra>ghib al-Asfaha>ni mengartikan mukha>lat}atu shari>kain [ خبىطخ

yakni, pencampuran dua kepemilikan tentang harta atau [اىششيني

sesuatu yang diperoleh untuk dua hal atau lebih, baik secara subtansi

maupun secara makna. Seperti dalam bagian warisan, atau kongsi

dagang atau bersama-sama melakukan tugas tertentu. Karena musyrik

merupakan pelaku shirk, maka secara bahasa kata itu berarti orang

yang melakukan persekutuan atau perserikatan atau membagi bagian

tertentu.2

Sedangkan secara terminologis (istilah), shirk berarti

menjadikan sesuatu bersama Allah sebagai tuhan untuk disembah.

Dan ” sesuatu ” yang dimaksudkan itu bisa berbentuk benda hidup

D

Page 2: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

76

seperti binatang, pohon atau benda mati, seperti patung, bisa dalam

bentuk materi, seperti matahari, bangunan, maupun immateri, yaitu

ruh, jin, dan sebagainya. Dengan demikian, orang musyrik pada

hakikatnya adalah orang yang mengingkari ke-Esaan Tuhan, apakah

dari segi zat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Pengingkaran terhadap

tiga segi tersebut, konsekwensinya, membawa kepada pengingkaran

terhadap kemaha kuasaan Tuhan sebagai pencipta dan pengendali

alam semesta, namun orang musyrik itu tidak mengingkari Allah

sebagai Tuhan.3

Mempersekutukan Allah dengan arti, menjadikan tuhan-

tuhan kecil sebagai objek sesembahan bersama Allah, dibedakan

kepada tiga pengertian, yaitu shirk rubu>biyyah [ ششك سثثيخ ] dan shirk

ulu>hiyyah [ ششك أىيخ ], dan shirk ’ubudiyyah [ششك عجديخ ].4 Di dalam

tauhid rubu>biyyah, Tuhan adalah pencipta, pemelihara, dan

pengendali alam semesta, sedangkan tauhid ulu>hiyyah, melihat

Tuhan sebagai dhat yang wajib disembahan dan dipuja, diminta

pertolongan, serta sebagai objek kepasrahan diri. Oleh karena itu,

shirk rubu>biyyah, berarti pengakuan adanya, kekuatan lain, selain

Allah di dalam penciptaan, pemeliharaan, dan pengendalian alam

semesta, sedangkan shirk ulu>hiyyah, berarti pengakuan tentang

adanya kekuatan dan kekuasaan selain Allah yang wajib disembah,

dipuja, dimintai pertolongan, serta sebagai objek kepasrahan diri.

Penjelasan itu juga didapati pada penjelasan Yusuf al-Qardawi dalam

bukunya Haqi>qatu al-Tauhi>d, bahwa perbuatan syirk sebagai dosa

yang sangat besar dibandingkan semua dosa yang diperbuat oleh

manusia dan shirk merupakan dosa yang tak terampunai QS. Al-

Nisa/4:48.5

Dalam hal ini, para ulama membagi shirk menjadi dua bagian,

yakni shirk akbar (ششك أمجش)(syirk besar) dan shirk asghar ( ششك

termasuk syirk besar atau syirk terang-terangan ,(syirk kecil)(أصغش

bila perbuatan atau keyakinan tentang akan adanya kekuatan dan

sembahan selain Allah S.W.T, sedangkan syirk kecil atau syirk

tersembunyi umumnya terdapat di dalam ibadah yang dikerjakan

tidak karena mengharap ridha Allah SWT, seperti riya‟ dan munafik.

Di dalam al-Qur‟an tidak terungkap secara jelas bentuk syirk ini,

namun para mufassir, seperti al-Zamakhsyari, al-Baidawi dan al-

Taba‟taba‟i, mengartikan kata syirk dalam QS. Al-Kahfi/18:110, QS.

Yusuf/12:106, dan al-A‟raf/7:190 sebagai syirk kecil dalam bentuk

riya‟.6 Selain itu, beberapa ayat tersebut dalam kaitannya syirk kecil,

Page 3: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

77

termasuk dalam QS. Al-Kahfi/18:110, menurut Hamka, bahwa iman

dan amal salih suatau hal yang tidak dapat dipisahkan, karena iman

adalah kepercayaan di dalam hati, sedangkan amal saleh adalah bekas

yang wajar dari keimanan. Maka tidak mungkin iman saja dengan

tanpa menghasilkan amal, dan tidak mungkin amal saja, padahal tidak

bersumber dari niat yang ikhlas. Dan ikhlas itu tidak akan ada, kalau

tidak bersumber dari adanya Iman.7

Di dalam Al-Qur‟an, kata shirk terdapat dalam berbagai

bentuk kata jadiannya, terulang sebanyak 168 kali, dengan berbagai

derivasinya. Kata shirk terulang sebanyak 4 kali, satu kali dalam

konteks shirk QS.Luqma>n/31:14, dan tiga kali dalam konteks

menentang terhadap perbuatan shirk QS. Saba >‟/34:22,QS.

Fa>thir/35:40, QS. al-Ahqa>f/46:4, sedangkan dalam bentuk jamak

terulang sebanyak 49 kali.8 Beberapa pengertian yang terkandung di

dalamnya, secara umum dapat dikembalikan kepada arti kebahasaan.

Meskipun demikian, tidak semua kata yang berasal dari kata dasar

sha>raka [شبسك] mengandung pengertian mensyarikatkan Allah.

Meskipun perlu segera dinyatakan, bahwa pengertian itulah, yang

lebih banyak digunakan Al-Qur‟an.9

Dalam kata kerja lampau (Ma>d}i), term shirk dijumpai

sebanyak 18 kali, semuanya mengarah kepada perbuatan

mensyarikatkan Allah. Perbuatan tersebut termasuk dosa besar,

karena yang demikian ini, merupakan pengingkaran terhadap keesaan

Allah, baik secara Dhat, Sifat, maupun perbuatan-Nya.

Mensyarikatkan Allah akan menyebabkan akan hapusnya amal

seseorang, karena meskipun mereka tidak mengingkari keberadaan

Allah, tetapi perbuatan tersebut, ternodai kesempurnaan Allah,

dengan menjadikan makhluk-Nya, sebagai sekutu bagi-Nya. Hal

tersebut diperjelas dengan Firman-Nya, QS. Al-Zumar/39:65.

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang ( nabi-

nabi ) sebelum kamu. Jika kamu mempersekutukan Tuhan, niscaya akan hapuslah

amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi ( QS. Al-

Zumar/39:65 ). 10

Page 4: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

78

Sedangkan dalam bentuk kata kerja (Mud}a>ri), kata shirk

muncul sebanyak 32 kali, semua menunjuk kepada perbuatan

mensyarikatkan Allah. Dan Al-Qur‟an menyatakan secara ekplisit

bahwa shirk adalah perbuatan dosa besar dan tidak diampuni oleh

Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni

segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa

yang besar. ( QS. Al-Nisa’/4 : 48 ) 11

Ayat di atas, selain menyatakan betapa besarnya dosa shirk,

juga secara ekplisit menyatakan, bahwa dosa syirk adalah dosa yang

tidak diampuni Allah. Berdasarkan ayat itu, para ulama umumnya,

sepakat, bahwa semua dosa besar dapat diampuni kecuali dosa syirik.

Hal itu didasarkan pada riwayat mengenai sebab nuzul ayat tersebut.

Hal itu, didasari pada riwayat, disebutkan bahwa ketika QS. al-

Zumar/35:53 yang menyatakan, bahwa Allah mengapuni semua dosa,

lalu Nabi S.A.W membacakannya di hadapan para sahabat. Salah

seorang di antara mereka bertanya : Wahai Rasul, apakah dosa syirik

termasuk dosa yang diampuni ? Tetapi Nabi diam saja. Sahabat

tersebut, mengulangi pertanyaannya, namun Nabi diam. Hal itu

berulang, hingga turunnya Qs. al-Nisa/4:48, yang menegaskan bahwa

dosa syirk tidak diampuni Allah.12

Mereka yang berpendapat dosa

syirik tidak dapat diampuni Allah, menganggap firman Allah dalam

QS. al-Zumar/39:53 menyatakan semua dosa diampuni oleh Allah,

hanya ditujukan kepada orang-orang mukmin yang berdosa, dan

bukan kepada mereka yang musyrik.13

Ibn Kathir mengemukakan,

dosa yang diampuni Allah SWT itu adalah dosa orang Mukmin,

bukan orang musyrik.14

Pada sisi lain, al-Zamakhshari sebagaimana

al-T}aba>’taba>’i dan umumnya kelompok Mu‟tazilah, mengatakan

bahwa semua dosa tanpa terkecuali, termasuk shirk, dapat diampuni

oleh Allah SWT, asalkan bertaubat.15

Bahkan al-Zamakhshari, mengutip pendapat Imam Ahmad

bin Hambal, mengatakan bahwa, dosa syirk dapat diampuni Allah

SWT, jika pelakunya bertaubat, sedangkan dosa lainnya, dapat

diampuni Allah SWT kendati tanpa taubat.16

Sementara itu, term

Page 5: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

79

syirk yang diungkap dengan bentuk ism mas}dar ( infinitif ), sebanyak

5 kali, dua kali di antaranya secara tegas, memberikan makna syirik

QS. Luqman/31:13 dan Fa>t}ir/35:14. Sedangkan tiga ayat lainnya, QS.

Saba‟/34:22, Fa>t}ir /35:40 dan QS. al-Ahq>af/46:4, hanya menunjukan

pengertian keterlibatan dalam suatu pekerjaan. Ketiga ayat yang

disebutkan terakhir ini, menegaskan bahwa orang-orang musyrik

sama sekali tidak terlibat dalam hal penciptaan langit dan bumi.

Pengungkapan term shirk dalam bentuk amr (perintah), ditemukan

dua kali, QS. al-Isra/17:64, dan QS. T}aha/20:32. Kedua ayat tersebut,

tidak terkait dengan syirk dalam arti mensyarikatkan Allah. Kata

sha>rik[شارك]QS.al-Isra‟/17:64, menunjukkan bahwa, Allah

memerintahkan kepada iblis dengan segala kemampunnya untuk

menyesatkan manusia, termasuk melakukan kerjasama untuk

mempengaruhi mereka. Sedangkan kata ashrik [أشرك] dalam QS.

T}aha/20:32 berisi informasi tentang permintaan Nabi Musa as.

kepada Allah SWT agar Harun a.s, saudaranya, dijadikan teman dan

sekutu dalam menjalankan misis kerasulannya.17

Sedangkan kata shari>k [ شريك ] dan shuraka> [شركاء] yang

terulang sebanyak 40 kali, terkadang menunjuk kepada sesuatu yang

dijadikan orang-orang musyrik sebagai sekutu Allah QS. al-

Isra‟/17:111,QS.al-Ra‟d/13:16. Tetapi terkadang pula menunjukan

kepada arti berserikat dalam melakukan pekerjaan, seperti QS. Al-

Zumar/39:29. Dalam hal ini, kata shuraka>, berarti orang-orang yang

berserikat dalam memiliki seorang budak. Dalam bentuk ism fa>’il, term syirk disebutkan sebanyak 51 kali. Dua kali di antaranya

diungkap dalam bentuk mushtarik (مشترك ) QS. al-S}affa>t/37:33 dan

QS. al-Zukhru>f/43: 39. Kedua ayat ini, tidak bermakna syirk, tetapi

menunjukkan bahwa orang-orang kafir termasuk orang-orang

musyrik, akan merasakan sisksaan api neraka secara bersama-sama.

Sedangkan 49 kali diantarnya, diungkap dengan bentuk musyrik, baik

dalam bentuk tunggal maupun jamak, semuanya menunjuk kepada

orang-orang musyrik. Pengungkpan term ism fa>il antara lain,

menunjuk kepada sikap dan prilaku orang-orang musyrik, khususnya

prilaku musyrik Makkah, yang tidak menginginkan umat Islam

memperoleh kebaikan QS. al-Baqarah/2:105. Al-Qur‟an

memerintahkan umat Islam untuk berpaling dari orang-orang musyrik

QS. al-An‟am/6:106, QS. al-Hijr/15:94 perintah untuk melakukan

perang terhadap orang-orang musyrik Makkah QS. al-Taubah/9:5 dan

36, larangan mendoakan orang-orang musyrik QS.Al-Ahzab/33:73,

Page 6: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

80

Qs. Al-Fa>t}ir/48:6, dan al-Bayyinah/98:6, serta larangan terhadap

orang-orang mukmin melakukan hubungan perkawinan dengan

orang-orang musyrik QS.al-Baqarah/2:221. Dalam kaitannya dengan

Nabi Ibrahim a.s sebagai,“ Bapak monotheisme“ yang dikenal sangat

kokoh membersihkan„aqidah tauhid „ dari segala kemusyrikan, baik

berupa patung-patung, binatang, bulan, matahari, bahkan juga segala

sesuatu selain Allah, Al-Qur‟an memuat pernyataan secara tegas,

bahwa beliau bukanlah dari golongan orang-orang musyrik.18

Setelah memahami definisi tentang al-mushrika>t, yang secara

garis besar para ulama menyatakan, bahwa hal itu, suatu perbuatan

menyarikatkan Allah SWT, sehingga setiap perbuatan yang

berindikasi mensyarikatkan Allah adalah syirk dan dosa besar.

Pembahasan berikutnya, penjelasan mengenai pernikahan

dengan orang musyrik, yang akan dibahas dalam sub bab berikut ini.

B. Menikah Dengan Orang Musyrik ( al-Mushrika>t ). Pernikahan antara umat berbeda agama merupakan satu hal

yang pelik, kaitannya dengan hubungan sosial antarumat beragama.

Dalam sejarah-sosial pemahaman umat Islam, terutama dalam fiqh,

telah banyak perbedaan pendapat yang muncul soal ini, ada yang

membolehkan dengan catatan, dan ada yang tidak membolehkan,

baik yang laki-laki dari pihak muslim, atau perempuan dari kalangan

ahl al-kita>b atau mushrik dan sebaliknya.19

Al-Qur’an secara tegas

melarang umat Islam menikahi wanita musyrik (al-mushrikah) dan

juga pria musyrik (al-Mushrikin). Pria muslim tidak boleh menikahi

wanita musyrik, demikian wanita muslimah tidak boleh menikah

dengan pria musyrik, menurut QS.Al-Baqarah/2:221, disebutkan

sebagaimana bunyi teks ayatnya:

*

Page 7: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

81

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya budak wanita yang beriman lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamumenikahkan orang-

orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun

dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya( perintah-

perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.(QS.al-

Baqarah/2:221).20

Ibn Kathi>r dalam kitabnya, menyatakan haram pria muslim

menikahi wanita musyrik penyembah berhala, dan dalam ayat ini,

tidak mencamtumkan larangan menikahi wanita ahl al-Kita>b, karena

Allah telah menghalalkan pernikahan dengan mereka, sebagaimana

QS. Al-Ma>idah/5:5.21

Keterangan ayat al-Baqarah di atas, telah jelas

menyatakan ketidakbolehan seorang laki-laki muslim menikahi

wanita musyrik, sebagaimana juga ketidakbolehan wanita muslimah

menikah dengan laki-laki musyrik. Hal itu, dapat juga disebabkan

karena dua perbedaan yang mencolok antara dua pemeluk agama

tersebut, bahwa orang beriman akan mengajak ke surga, sedangkan

orang kafir mengajak ke neraka. Orang beriman percaya kepada

Allah SWT, kepada para Nabi dan hari akhir, sedangkan orang

musyrik menyekutukan Allah, mengingkari para nabi dan

membangkang akan hari akhir. Dan menjadi sebuah pertanyaan,

apakah mungkin akan terwujud suatu kedamaian, sebuah pernikahan

atas dua sisi yang berbeda keyakinan ? Namun yang menjadi titik

permasalahan menurut para ulama adalah wanita musyrik apakah

yang dimaksudkan ayat di atas ? Ibn Jari>r al-T}}abari, seorang ahli

tafsir terkemuka berpendapat, bahwa perempuan musyrik yang

haram dinikahi adalah perempuan musyrik dari bangsa Arab saja.

Sebab ketika diturunkan ayat Al-Qur’an, mereka adalah penyembah

berhala dan tidak memiliki kitab suci.22

Konsekwensi dari pendapat

ini, maka para laki-laki muslim dibolehkan menikahi wanita musyrik

yang bukan bangsa Arab, dengan demikian, boleh menikahi wanita

musyrik Cina, India, Jepang, yang diduga dahulu mempunyai kitab

suci atau serupa kitab sucinya, seperti pemeluk, agama Budha,

Hindu, Konghuchu, yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,

percaya adanya hidup setelah mati. Hal senada dengan al-T}abari juga

dianut oleh Rashi>d Rid}a> dan Muhammad Abduh.23

Page 8: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

82

Pendapat di atas, segera mendapat bantahan dari kalangan

ahli tafsir dan ahli fiqh yang merupakan pendapat Jumhur, yang

berpendapat, bahwa, wanita musyrik itu bukan sebatas pada wanita

bangsa Arab saja, melainkan juga mencakup semua wanita musyrik

non-Arab dimanapun mereka berada, bahkan, Imam Al-Ra>zi, seorang

ulama yang menolak bahwa makna, 'musyrik', ditujukkan kepada

orang-orang kalangan bangsa Arab, melainkan mereka yang suka

memerangi orang-orang muslim. Karenanya, kaum musyrik bukanlah

ahl al-dhimmah,24

dengan demikian, semua perempuan musyrik baik

dari kalangan bangsa Arab maupun non-Arab selain ahl al-kita>b

seperti,Yahudi (Yudaisme) dan Kristen tidak boleh dinikahi. Dan

menurut pendapat ini juga, bahwa wanita yang bukan muslimah dan

bukan Yahudi atau Kristen tidak boleh dinikahi oleh pria muslim

apapun agama dan kepercayaannya, seperti, Budha, Hindu,

Konguchu, Majusi/Zaroaster, karena mereka selain pemeluk agama

Islam, Kristen dan Yahudi itu, termasuk katagori musyrik

(al-mushrika>t). Bahkan lebih dari itu, para ulama memperluas

keharamannya bukan hanya tertuju kepada wanita musyrik, tetapi

juga kepada wanita atheis yang tidak percaya kepada Allah SWT,

tetapi percaya kepada alam semesta ini, sebagai suatu bentuk yang

kekal dan abadi.25

Terhadap pernikahan muslim dengan wanita musyrik

selanjutnya akan dibahas, menurut perspektif ulama-ulama tafsir

kalangan sahabat.

C. Perspektif Penafsiran Ulama Salaf (Periode Sahabat), Abad I-

II H. 26

Diketahui sepuluh besar kalangan sahabat yang telah diakui

kemampuannya dalam menafsirkan Al-Qur‟an di abad pertama ini.27

Di antaranya, Empat di kalangan sahabat, mereka adalah, Khulafa>’ Al-Ra>shidi>n (11-40 H/622-651M), sedangkan enam yang lain, adalah

Abdullah bin Abba>s ( w. 68 H/687 M), Abdullah bin Mas’u>d (32 H),

Ubay bin Ka‟ab (w. 19 H), Zaid bin Tha>bit, Abu Musa Al-Ash‟ari

serta Abdullah bin Zubayr (w. 95 H).28

Selain mereka juga, terdapat

beberapa tokoh di kalangan sahabat, yang memang kurang begitu

Page 9: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

83

tersohor dalam bidang tafsir, tetapi di bidang lain, enam di antara

mereka adalah, Ana>s bin Malik, Abu> Hurairah, Abdullah bin Umar,

Ja>bir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin A>sh dan Siti Aisyah.29

Perkembangan penafsiran para sahabat dijadikan rujukan oleh

murid-murid mereka, yaitu para tabi‟in, sehingga lahirlah t }abaqa>t al-

mufassiri>n (tingkatan para penafsir Al-Qur‟an). Di Mesir muncul

t}abaqa>t yang tafsirnya merujuk pada tafsir Abdullah bin Abba>s, di

Madinah muncul tabaqat lain, seperti Zaid bin Tha>bit, Abdur

Rahman bin Aslam, dan Imam Ma>lik bin Ana>s.30

Di Kufah muncul

t}abaqa>t yang bersumber dari Ibn Mas’u>d. 31

Memahami persoalan ini, beberapa penafsiran ulama (periode

sahabat), menjadi rujukan utama, dengan melihat pemahaman,

metodologi, serta alasan-alasan mereka dalam menafsirkan term al-mushrika>t, terkait kasus pernikahan beda agama, mengenai

pernikahan pria muslim dengan wanita musyrik. Beberapa penelitian

secara komprehenshif, dapat ditelusuri dengan mengkaji, meneliti,

melalui penafsiran para sahabat, mereka adalah :

1. Abdullah Bin Abba>s ( w. 68 H/ 687 M ).

Abdullah bin Abbas adalah putra paman Rasulullah SAW,

yang merupakan saudara sepupu Nabi.32

Di usia yang relatif muda,

Ibn Abba>s telah memperoleh kedudukan yang istimewa di kalangan

pembesar para sahabat, mengingat luasnya ilmu dan ketajaman

pemahamannya. Hal itu, sebuah realisasi atas do‟a Rasulullah

terhadapnya yang berbunyi, ” Allahumma Faqqihu Fi > Al-Ddi>n Wa

’Alimhu al-Ta’wi>l ”, (Ya,Allah berilah pemahaman agama kepadanya

dan ajarilah dia ta‟wil).33

Estafet keilmuan Ibn Abbas dalam bidang

tafsir, dilanjutkan oleh murid-muridnya dari kalangan tabi‟in, di

antara mereka adalah, Sa‟id bin Jubayr (w. 95 H),34

dan Muja>hid bin

Jabr (w. 104 H),35

D}ahak (102 H ),36

Ikrimah Maula > Ibn Abba>s (w.

107 H),37

T}a>wus ibn K>aisa>n al-Yama>ny (w. 106 H), 38

Atha>‟ bin Abi >

Rabba>h (w. 114 H) 39

, mereka murid Ibn Abba>s di Makkah.40

Ibn Abba>s kurang terlihat cakap dalam kancah politik, namun

kemasyhurannya, dikarenakan pengetahuan agamanya yang luas,

terutama dalam tafsir al-Qur‟an, oleh karena itu dalam sejarah

dimasukkannya dalam jajaran tokoh-tokoh para ulama.41

Pandangan

Ibn Abba>s dalam konteks pernikahan beda agama, terkait penafsiran

QS.al-Baqarah/2:221 ini, menyatakan, bahwa Ia membolehkan

pernikahan muslim dengan al-mushrika>t, dengan alasan, mereka

Page 10: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

84

sebagai ahl al-Kita>b,42 yang dikecualikan (istisna>’a >t) ayat al-Baqarah

di atas, dengan al-Ma>idah ayat 5.43

Pendapat Ibn Abbas tersebut,

dikutip oleh al-Suyut}i dalam tafsirnya, melalui Ibn Jarir, Ibn Munzir,

Ibn Abi Hatim, serta al-Nuhas (dalam kitab Na>sikh-nya), dan Al-

Baihaqi (dalam Sunan-nya), yang menyatakan bahwa, Ia melarang

pria muslim menikahi wanita musyrik, kemudian Allah SWT

kecualikan bagi wanita ahl al-Kita>b.

و ]ناسخه [و النحاس فى , وابن أبى حاتم , وابن المنذر , وأخرج ابن جرير

ى وال تنك [ : عن ابن عباس فى قوله ]سننه [البيهقى فى حوا المشركات حت

والمحصنات [: نى هللا من ذالك نساء أهل الكتاب , فقالتثقال : اس ] يؤمن

] 5المائدة : ][ من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم

Disampaikan oleh Ibn Jarir, dan Ibn Munzir, dan Ibn Abi Hatim, dan al-Nuhas

(dalam Na>sikh-nya ), dan Baihaqi (dalam kitab sunnan-nya), dari Ibn Abba>s, dalam

Firman Allah (Janganlah kamu sekalian menikahi wanita musyrik hingga ia

beriman), berkata Ibn Abbas : Allah SWT mengecualikan darinya wanita ahl al-Kita>b, dengan firman-Nya (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang

menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu)

(QS. Al-Maidah/5:5) 44

Ibn Kathi>r membenarkan pendapat Ibn Abba>s r.a., terhadap

larangan pria muslim menikahi wanita musyrik, baik al-mushrika>t, wanita kita>biyah (ahl al-Kitab) maupun wathaniyah (penyembah

berhala), akan tetapi wanita ahl al-kita>b di-tah}s}i>s} (boleh dinikahi).

Sebagaimana dalam tafsirnya, Ia menyatakan :

مشركات من عبدة هذا تحريم من هللا عز وجل على المؤمنين أن يتزوجوا الاألوثان , ثم إن كان عمومها مرادا , وأنه يدخل فيها كل مشركة من كتابية

والمحصنات من الذين [ن ذالك نساء أهل الكتاب بقوله :م ووثنية , فقد خص ]غير مسافحين أوتوا الكتاب من قبلكم إذا ءاتيتموهن أجورهن محصنين

Hal ini merupakan pengharaman dari Allah S.W.T atas kaum mukminin untuk

menikahi wanita musyrik dari penyembah berhala, lalu jika hal itu, merupakan

keterangan secara umum, bahwa masuk di dalamnya pengertian setiap wanita

musyrik, baik ahl al-Kita>b maupun penyembah berhala, maka telah di-takh}s}is} ketentuan itu, wanita ahl al-Kita>b dengan firman-Nya, [Dan dihalalkan

mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang

diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka

dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina](al-Ma>idah/5:5).45

Page 11: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

85

Berdasarkan ungkapan di atas menurut Ibn Kathi>r, bahwa

larangan menikahi al-mushrika>t dipahami, tidak lagi berlaku bagi

wanita ahl al-Kita>b, dengan alasan, telah di-takhs}i>s}.46

Keterangan

lain, Ali bin Abi T}alhah menyatakan, maksud Ibn Abbas r.a,

terhadap ayat (Wala> Tankihu> al-Mushrika>t Hatta> Yu’minna),

sebagai bentuk pengecualian untuk wanita ahl al-Kita>b, yang boleh

dinikahi. Pendapat tersebut, didukung oleh sejumlah ulama kalangan

sahabat, seperti, Muja>hid, Ikrimah, Said bin Jubai>r, Makhu>l, al-

Hasan, D}aha>q, Zaid bin Aslam serta al-Rabi’ bin Anas.47

2. Abdulla>h bin Mas’u>d (w. 32 H). Di antara sahabat-sahabat Nabi yang terkenal setelah Ibn

Abbas di bidang tafsir Al-Qur’an adalah Abdullah bin Mas’ud.48

Ia

adalah sahabat Rasulullah SAW yang termasuk dalam golongan

yang pertama masuk Islam (Al-Sa>biqu>na al-Awwalu>n ), kemudian ia

lebih dikenal dengan panggilan Ibn Mas’ud, meskipun ada yang

memanggilnya dengan sebutan Ibn Ummu Abd yang berarti ’ putra

dari budak wanita’. Kendati demikian, ia termasuk sahabat yang

paling memahami Kita>bullah (Al-Qur’an), maka darinya dapat

diketahui yang muhka>m, yang mutasha>bih, yang halal dan haram,

kisah-kisah dan amtha>l ( perumpamaan ). Setelah Ibn Mas’ud masuk

Islam, ia slalu setia mengikuti Nabi, bahkan dikabarkan ia menjadi

pembantu khusus beliau, termasuk dalam urusan rumah tangga. 49

Dalam konteks pernikahan beda agama, tidak terdapat

keterangan yang menyatakan, bahwa Ibn Mas’ud berbeda pandangan

sahabat pendahulunya atau sahabat yang lain, maka dalam kasus

pernikahan beda agama, telah jelas, mayoritas para ulama mulai dari

kalangan sahabat, tabi’in bahkan ulama pada masa awwal Islam

hingga kontemporer, membolehkan status pernikahan muslim

dengan wanita musyrik, dengan alasan ia adalah wanita ahl al-Kita>b,

berdasarkan firman Allah SWT QS. al-Ma>idah/5:5.50

3. Ali Bin Abi> T}a>lib r.a(w. 40 H/660 M).

Pandangan Ali51

tentang nikah beda agama, lebih kepada

pendekatan naskh, yaitu terkait kaidah na>sikh dan mansu>kh, menurutnya, sangat tepat, karena Ia sorang yang sangat

memperhatikan akan pentingnya, na>sikh dan mansu>kh bagi para

penafsir al-Qur‟an. Bahkan Ia menegaskan, bahwa bila seseorang

yang tidak memahami ilmu naskh, maka ia menyatakan, ia adalah

Page 12: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

86

telah celaka dan sesat. Sebagaimana sebuah athar Ali bin Abi T}alib

mengungkapkan hal itu terhadap seorang Hakim. Sebagaimana ditulis

oleh Al-Zarkasyi (w.794 H) dalam kitabnya, al-Burha>n dan juga al-

Suyu>t}i (w. 911 H) dalam kitabnya Al-Itqa>n Fi > 'Ulu>m al-Qur'an.

ر كتاب هللا إال بعد أن يعرف منه الناسخ والمنسوخ , وال يجوز ألحد أن يفس قال : هللا وقد قال على بن أبى طالب لقاض : أتعرف الناسخ والمنسوخ ؟

أعلم , قال : هلكت وهلكت .

” Tidak diperkenankan seseorang untuk menafsirkan Al-Qur‟an, kecuali ia

mengetahui na>sikh dan mansu>kh. Lalu Ali bin Abi T>}alib berkata kepada seorang

Hakim, ” Apakah anda mengetahui yang na>sikh dari yang mansu>kh ? Hakim menjawab : Tidak, jawab seorang hakim itu. Lalu Ali berkata : Celakalah anda dan

mencelakai orang lain ”. 52

Memahami na>sikh dan mansu>kh yang merupakan sebagai

dasar memahami tafsir Al-Qur‟an, selain merupakan salah satu cara

mengetahui yang halal dan yang haram hingga tidak bercampur-aduk

antara keduanya, penafsiran teks-teks pernikahan beda agama QS. al-

Baqarah/2:221 dan al-Maidah/5:5, sebagaimana yang dikutip oleh al-

Suyuti, bahwa ayat Al-Baqarah di-nasakh dengan ayat Al-Maidah.

Atas pemahaman itu, Ali bin Abi T}a>lib jelas apa yang dimaksudkan

kedua ayat tersebut, bahkan dalam persoalan pernikahan dengan non

muslim, terhadap larangan pria muslim menikahi wanita musyrik (al-mushrika>t). Karena ia mengetahui status ayat al-Baqarah di atas,

telah di-nasakh dengan Al-Maidah, sehingga menyetujui para sahabat

yang lain, membolehkan pernikahan seorang muslim dengan wanita

ahl-Kita>b. 53

4. Abdullah Bin Umar r.a ( w. 72 H )

Abdullah bin Umar adalah putra Khalifah kedua, yaitu Umar

bin al-Khattab r.a.54

Ia adalah di antara sekian orang yang bernama

Abdullah yang terkenal sebagai kelompok pemberi fatwa, mereka

adalah ; Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin Ash, Abdullah

bin Zubair serta Abdullah bin Umar .55

Dalam penafsirannya, Abdullah bin Umar, terhadap teks-teks

pernikahan beda agama, QS. Al-Baqarah/2:221, sekilas tampak,

tidak menyetujui adanya pernikahan seorang muslim dengan wanita

Page 13: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

87

musyrik (al-mushrika>t). Sebagaimana dikutip dalam beberapa

riwayat darinya. Ibn Abi> Shaibah dan Ibn Abi Ha>tim meriwayatkan

dari Abdullah bin Umar.

أخرج ابن أبى شيبة , وابن أبى هاتم , عن ابن عمر , أنه كره نكاح نساء أهل (. يؤمن حتى المشركات تنكحوا وال ) ل : تأو الكتاب , وي

Dikeluarkan dari Ibn Abi Syaibah dan Ibn Hatim, dari Ibn Umar, bahwasanya, Ia mencela pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahl al-Kitab.

Kemudian ia menafsirkan ayat, (Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita

musyrik, sebelum mereka beriman). 56

Riwayat di atas, menyatakan bahwa, Abdullah bin Umar

tanpak tidak menyetujui adanya pernikahan beda agama, bahkan ia

mencela pernikahan semacam ini. Hal itu bisa pahami, karena Ibn

Umar r.a, memandang, bahwa ahl al-kitab adalah musyrik menurut

QS. Al-Baqarah/2:221, dan oleh karenanya, Ia mengharamkan

pernikahan seorang muslim dengan wanita ahl al-Kita>b dengan

alasan kemusyrikan, sebagaimana menurut ayat al-Baqarah di atas.

Tentu pendapat ini, beseberangan dengan pendapat para sahabat

umumnya, yang secara historis mereka telah sepakat membolehkan

pernikahan semacam ini, seperti yang telah dilakukan para sahabat,

Usman bin Affan menikahi Nailah binti Fara>fisah yang merupakan

seorang wanita dari agama Nasrani, kemudian ia masuk Islam dan

Hudhaifah menikahi perempuan bangsa Yahudi. Pernikahan

semacam ini juga, dilakukan di kalangan sahabat lain, seperti, Ibn

Abba>s, T}alhah, Ja>bir dan lainnya. Bahkan di kalangan para tabi‟in,

seperti, Sayyid bin Musayyab, Muja>hid, Said bin Jubair, al-Ra>bi’ bin

Ana>s, Ikri>mah, al-Sha‟bi, D}ahak, serta beberapa kalangan ulama

fiqh.57

Pendapat Ibn Umar bukan tanpa alasan. Dasar pelarangannya

itu, bersumber dari beberapa riwayat, yang disampaikan oleh Imam

al-Bukha>ri dan juga Al-Nuha>s, yang keduanya bersumber dari Na>fi’ :

وأخرج البخارى , والنحاس فى ) ناسخه ( عن نافع , ان عبد هللا بن عمر كان إذا سئل عن نكاح الرجل النصرانية أو اليهودية . قال : حرم هللا المشركات على المؤمنين , وال أعرف شيئا من اإلشراك أعظم من أن تقول

المرأة : ربها عيسى أو عبد من عباد هللا.

Page 14: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

88

Dari Al-Bukhari dan Al-Nuhas dalam kitab (Na>sikh Wa al-Mansu>kh), dari

Na>fi’, bahwasanya Abdullah bin Umar, setiap kali ditanya tentang pernikahan

seorang pria muslim dengan wanita Nasrani atau wanita Yahudi. Ia berkata : Allah

mengharamkan wanita-wanita musyrik bagi pria-pria muslim, dan aku tidak

mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari perkataan seorang wanita yang

berkata, bahwa Tuhannya adalah Isa atau salah seorang dari hamba-hamba

Allah.58

Ibn Umar r.a dikenal sahabat yang sangat cerdas dan teliti,

memahami apa yang dengarnya dari Rasulullah SAW, selain,

mengetahui kemana Rasullulah pergi, sehingga pengetahuannya

segala ucapan dan perbuatan Rasul. Sebagaimana dalam kasus

pernikahan yang disebutkan athar di atas, larangan pernikahan

seorang muslim dengan wanita musyrik (al-mushrika>t), yang secara

luas, menurut pandangannya, tentang ahl al-kita>b (Yahudi dan

Nasrani) adalah musyrik. Abdullah bin Umar r.a mengatakan, bahwa

tidak ada kemusyrikan yang lebih besar dari keyakinan seorang

wanita yang berkata, ‚Bahwa Tuhannya, adalah Isa atau salah seorang dari hamba-hamba Allah ‚. Dan atas, dasar inilah, Ibn Umar

berbeda pandangan dengan para sahabat umumnya. Pendapat di atas

diperkuat dengan riwayat lain, yang atas ketidaksetujuan Ibn Umar

terhadap pernikahan semacam ini, dengan memprioritaskan nilai

agama di atas segala hal, baik harta, tahta maupun kecantikan

wanita. Diriwayatkan dari Sa’id bin Mansur, bahwa Abdun bin

Humaid (dalam musnad-nya) dan Ibn Majah serta Imam al-Baihaqiy

(dalam Sunan-nya), dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah

bersabda :

فى ) مسنده ( وابن ماجة , حميد بن وأخرج سعيد بن منصور , وعبد وسلم عليه هللا صلى النبى عن ((,عمرو بن هللا عبد والبيهقى فى ) سننه ( عن

تنكحوهن وال, ترديهن أن حسنهن فعسى, لحسنهن النساء تنكحوا ال: قال فألمة, الدين على وانكحوهن , تطغيهن أن أموالهن ىفعس أموالهن على

)). أفضل دين ذات خرماء سوداء

Disampaikan dari Said Ibn Mansu>r dan Abdullah bin Humai>d (dalam

musnad-nya ) dan Ibn Ma>jah dan al-Baihaqi ( dalam Sunan-nya ) dari Abdullah bin

Umar r.a, bahwa Rasulullah S.A.W bersabda : ‛ Janganlah kamu menikahi wanita

karena kecantikannya, karena barangkali kecantikan itu akan menjerumuskan, dan

jangan kamu menikahi mereka karena hartanya, karena barangkali harta benda

membuat kamu melampaui batas, tetapi nikahilah karena agamannya,

Page 15: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

89

sesungguhnya budak wanita yang hitam, walaupun tidak cantik tetapi beragama,

itu lebih utama ‛.59

Disebutkan dalam kitabnya S}ahi>hain, al-Bukhari dan Imam

Muslim meriwayatkan dari Abu> Hurairah r.a, bahwa Rasulullah

S.A.W bersabda :

اىشأح رنح: قبه سي عيي هللا صي اىج ع ع هللا سض شيشح أث ع

. يذاك رشثذ اىذي ثزاد فبظفش, ىذيب ىجبىب ىحسجب ىبىب: ألسثع

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi SAW bersabda : ‛ Nikahilah wanita

itu karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan

karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang kuat agamanya, niscaya kamu akan

beruntung ‛ (HR. al-Bukha>ri-Muslim) .60

Disebutkan pula oleh Imam Muslim, dari Ja>bir ra. Hal yang

semisal, Imam Muslim meriwayatkan yang bersumber dari Ibn Umar

r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

الصالحة المرأة الدنيا متاع وخير متاع الدنيا‛ Dunia adalah keindahan, dan sebaik-baik keindahan dunia adalah istri

yang shalehah ‛. ( HR. Muslim ). 61

Beberapa alasan, yang menjadi dasar pelarangan pernikahan

pria muslim menikahi wanita musyrik itu, atau sumber riwayat-

riwayat yang menjadi alasan Ibn Umar adalah berpangkal kepada satu

Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah/2:221[ حتى المشركات تنكحوا وال Janganlah kamu menikahi wanita musyrik, sehingga mereka ][يؤمن

beriman], maka kedudukan ayat al-Baqarah itu adalah sama dengan

larangan menurut QS. Al-Mumtahanah/60:10 ( والهم لهم حل الهن لهن يحل ون )(mereka wanita-wanita yang beriman tidak halal bagi

orang-orang kafir, dan orang-orang kafir tidak halal pula bagi

mereka”. 62

Berdasarkan keterangan-keterangan pendapat di atas,

disimpulkan bahwa pendapat para sahabat di atas, baik Ibn Abba>s r.a,

Ali bin Abi T}a>lib r.a maupun Abdullah bin Umar, dapatlah

digarisbawahi, Ibn Abba>s r.a, dan juga Ibn Mas'ud r.a membolehkan

pria muslim menikahi wanita musyrik, dengan alasan, kriteria al-

mushrika>t tidak berlaku bagi wanita ahl al-kita>b, atau karena alasan

lain, bahwa ayat al-Baqarah 221 telah di-takhs}is} dengan al-Maidah

Page 16: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

90

ayat 5. Ali r.a, sependapat dengan Ibn Abba>s r.a walaupun yang

menjadi alasan berbeda, yaitu melalui pendekatan naskh, bahwa ayat

Al-Baqarah/2:221 telah di-nasakh dengan ayat Al-Maidah/5:5,

menurut Ali r.a, boleh menikahi wanita ahl al-Kita>b, berbeda dengan

Abdullah bin Umar. r.a, dengan para sahabat yang lain yang

melarang pernikahan dengan wanita musyrik, dengan alasan yang

bersifat umum, bahwa ahl al-kita>b (Yahudi-Nasrani), atau

penyembah berhala adalah musyrik. Oleh karena itu, melarang untuk

menikahi wanita ahl al-kita>b, karena alasan kemusyrikan, atau

karena alasan perbuatan mereka adalah syirk terbesar (shirk akbar ). Sub bab berikutnya, menjelasakan tentang pandangan para

ulama, terhadap pernikahan muslim dengan wanita musyrik

perspektif ulama-ulama salaf periode klasik.

D. Perspektif Penafsiran Ulama Salaf (Periode Klasik) : 650-

1250 M/Abad IV-VI /X M

Sejalan dengan perkembangan Islam, banyak terjadi

perubahan-perubahan di berbagai aspek, misalnya aspek ekonomi,

sosial, politik, dan budaya. Hal itu karena para ulama telah

berkontribusi dan andil besar terhadap perkembangan keilmuan

Islam, seperti, ilmu-ilmu keagamaan, tafsir, hadits, fiqh, dan

sebagainya. Kemudian setelah berakhirnya masa Khulafa> al-

Ra>shidi>n, estafet keilmuan mereka, dilanjutkan oleh para sahabat dan

tabi‟in dan para pengikutnya. Maka sejak saat itulah, perkembangan

keilmuan, menjadi pesat, bahkan dipertengahan abad II H ini, muncul

para ulama, seperti, Ismail Suddi (w. 128 H), al-Dhahah bin

Muzhahim (w.105 H), al-Kalbi (w.146 H), Muqa>til bin Hayya>n

(w.150 H), dan Muqatil bin Sulaima>n (w.150 H), walapun kitab-kitab

tafsir mereka tidak sampai kepada umat, melainkan hanya sebagian

dari beberapa kitab tafsir mereka, yang terkenal, di antaranya, seperti,

tafsir Ja>mi’ al-Baya>n Fi> Tafsi>r Al-Qur’a>n, karya al-Imam al-T}abari

(w. 310 H), yang merupakan cerminan karya para ulama tafsir

terdahulu, cerminan kelompok ulama, dengan metode tafsir al-

Qur‟an, dengan bentuk, tiga jenis (corak) tafsir, yaitu, tafsir bi al-

ma’thu>r, tafsir bi al-ra’yi dan tafsir al-isha>ri. 63 Dan beberapa ahli

tafsir yang muncul di abad 4 H ini, di antaranya, adalah:

1. Ibn Jari>r Al-T}abari> ( w. 310 H / 925 M ), dalam Tafsirnya,

Tafsi>r al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n.

Page 17: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

91

Ibn Jari>r al-T>}abari> [lanjutnya al-T}abari>] 64

dalam tafsirnya,

menafsirkan teks QS. al-Baqarah/2:221, dengan merinci beberapa

perbedaan pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan teks pernikahan

beda agama itu, yang bersumber kepada Rasulullah, sahabat, serta

tabi‟in.65

Dalam beberapa persoalan yang ditafsirkannya, terdapat

pertanyaan-pertanyaan yang mendasar terkait ayat al-Baqarah di atas,

apakah ayat itu ditujukkan untuk semua jenis kemusyrikan atau untuk

kriteria yang memiliki keterkaitan dengan unsur-unsur kemusyrikan

saja, atau diturunkan khusus sebagai penghapus (na>sikh) terhadap

hukum yang telah ditetapkan ? Dalam tafsirnya, Al-T}abari

menyebutkan tiga kelompok, penafsiran ayat QS. al-

Baqarah/2:221,[ ,Di antaranya .[ يؤمن حتى المشركات تنكحوا وال

mereka adalah,66

kelompok pertama, yang menyatakan, bahwa ayat

ini diturunkan, sebagai bentuk pengharaman terhadap pernikahan

seorang muslim dengan wanita musyrik (al-mushrika>t) yang tidak

terbatas untuk jenis kemusyrikan, baik penyembah berhala[‟abdatul

wathan], agama Yahudi, Nasrani, maju>si serta sebagian mereka yang

memiliki unsur-unsur kemusyrikan, yang kemudian turun ayat

sebagai penghapus (nasakh) perintah pengharaman itu, terhadap

wanita ahl al-Kita>b, dengan Firman Allah S.W.T :

أرا اىنزبة حو اىزي طعب اىطيجبد ..... قو أحو ىن برآأحو ى يسئيل

أرا اىزي حصبد اى بد ؤ اى حصبد اى حو ى ن طعب ىن

قجين اىنزبة

Mereka menanyakan kepadamu," Apakah yang dihalalkan bagi mereka".

Katakanlah : " Dihalalkan bagimu yang baik-baik (makanan)(sembelihan) orang-

orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi

mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di

antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu.( QS.Al-Maidah/5:4-5).67

Kemudian Al-T}abari> menyebutkan beberapa pendapat sahabat

yang lain, yang mengharamkan untuk semua jenis kemusyrikan itu,

menurut kelompok pertama ini, adalah, (1). Pendapat Ibn Abba>s,

yang sumber dari Ali Bin Abi T}alhah, dari Muawiyah bin Sa>leh, dari

Abdullah bin S}aleh, yang disampaikan dari Ali bin Abu Daud tentang

larangan menikahi wanita-wanita musyrik terhadap yang di-nasakh

atau dikecualikan.

Page 18: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

92

ث داد , قبه : ث عجذ هللا ث صبىح , قبه ث عبيخ ث صبىح, حذث عي

ث طيحخ ع اث عجبس قى : [ع عي ششمبد حز يؤ نحا اى ال ر [

أرا اى [ث اسزث سبء أو اىنزبة : اىزي حصبد اى حو ىن ] نزبة

] أجس . ] إرا ءاريز

Telah menceritakan kepada saya Ali bin Da>ud, Ia berkata:telah

menceritakan kepada saya Abdullah bin S}a>leh, ia berkata lagi, telah menceritakan

kepada saya Muawiyah bin S}aleh dari Ali bin Abi T}alhah dari Ibn Abba>s, seraya

berkata : (Janganlah kalian menikahi wanita musyrik hingga mereka beriman),

kemudian dikecualikan (istathna ) bagi wanita ahl al-Kita>b dengan firman Allah

S.W.T (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di

antara orang-orang yang diberi Al-Kitab) : maka halal bagi mereka, (bila kamu

telah membayar maskawin mereka ). 68

Yang ke (2). Pendapat Ikrimah dan Hasan Basri yang

bersumber, dari Yazi>d al-Nahwi, dari Husein bin Wa>qid, dari Yahya

bin Wa>d}ih, yang bersumber dari Muhammad bin Humaid, keduanya

mengatakan tentang larangan menikahi wanita al-mushrika>t itu,

setelah di-nasakh dengan halalnya menikahi ahl al-kita>b (Ikrimah

dan Hasan Basri keduanya murid Ibn Abba>s).

يى بن واضح ,عن الحسين بن واقد , عن حدثنا محمد بن حميد, وقال : ثنا يح المشركات تنكحوا وال [يزيد النحوى , عن عكرمة والحسن البصرى , قاال :

: فنسخ من ذالك نساء أهل الكتاب ,أحلهن للمسلمين . ] يؤمن حتى

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Humaid, berkata : telah

menceritakan kepada kami Yahya bin Wa>d}ih dari Hasan bin Wa>qid dari Yazi>d al-

Nahwi, dari Ikrimah dan Hasan Basri, seraya keduanya menyatakan (Janganlah

kalian menikahi wanita musyrik hingga mereka beriman), maka di-nasakh ketentuan itu wanita ahl al-Kitab, dan dihalalkan mereka untuk orang-orang

muslim. 69

Dan yang ke (3), Pendapat Muja>hid, yang disampaikan Ibn

Abu> Naji>h, dari Isa, dari Abu A>s}im, yang bersumber dari Muhammad

bin ‟Amr dengan alasan naskh untuk wanita ahl al-kita>b.

حدثنى محمد بن عمرو, وقال : حدثنا أبو عاصم , عن عيسى , عن ابن أبى قال : ]يؤمن حتى المشركات تنكحوا وال [ نجيح عن مجاهد فى قول هللا :

نساء أهل مكة ومن سواهن من المشركين , ثم أحل منهن نساء أهل الكتاب .

Page 19: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

93

Telah menceritakan kepada saya Muhammad bin ’Ammar, ia berkata, telah

menceritakan kepada kami Abu ’A>s}im dari Isa>, dari Abn Abi Na>jih dari Muja>hid

dalam Firman Allah SWT : (Janganlah kalian menikahi wanita musyrik hingga

mereka beriman), berkata Muja>hid : wanita itu adalah ahl Makkah (penduduk Makkah ), dan selain mereka yang memilki unsur kemusyrikan, lalu dihalalkan

(di-nasakh) bagi mereka wanita ahl al-Kita>b. 70

Dan ke (4). Pendapat Al-Ra>bi, dari Ayahnya, yang

disampaikan dari Ibn Abi> Ja‟far, dengan sumber ‟Amma>r, tentang

larangan menikahi wanita musyrik, yang kemudian dikecualikan

untuk wanita ahl al-kita>b.

بس قبه : ثب اث أث جعفش ,ع أثي , ع اىشثيع قى : ال [ حذثذ ع ع ششمبد نحا اى [ اى قى ] ر يززمش هللا اىششمبد ف قبه : حش ]ىعي

فبسزث سبء أو اىنزبة , فقبه : ]اىبئذح [ز األيخ , ث أزه ف سسح

إرا [ قجين أرا اىنزبة اىزي حصبد اى بد ؤ اى حصبد اى أجس ] ءاريز

Bercerita kepadaku ’Amma>r, ia berkata: bercerita kepada kami

Abu Ja’far, dari bapaknya, dari al-Rabi’, tentang firman Allah S.W.T

(Janganlah kalian menikahi wanita musyrik) sampai akhir ayat (La 'alahum Yatadhakkaru>n)(supaya mereka mengambil pelajaran), berkata:Allah telah

mengharamkan al-musyrika>t dalam ayat ini, kemudian Allah menurunkan

surat al-Maidah/5:5, maka dikecualikan wanita ahl al-kita>b dengan firman-

Nya (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan

di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah

membayar mas kawin ).71

Selanjutnya al-T}abari, menyebutkan, kelompok kedua : Yang

berpendapat, bahwa ayat al-Baqarah/2:221, diturunkan ditujukan

kepada orang-orang musyrik bangsa Arab saja, dan tidak me-nasakh

suatu ayatpun, dan tidak pula sebagai pengecualian(istisna >‟),

melainkan diturunkan secara umum, kemudian dita‟wilkan secara

khusus. Pendapat ini dikemukakan oleh kalangan sahabat, di

antaranya, (1). Qata>dah, yang disampaikan dari Said bin Zubayr,

berasal dari Yazid > bin Zurai‟, yang diceritakan Basyar bin Mua>z.

حدثنا بشر بن معاذ , قال : ثنا يزيد بن زريع , قال : ثنا سعيد , عن قتادة

يعنى مشركات العرب الالتى ]يؤمن حتى المشركات تنكحوا وال [ قوله :

ليس لهن كتاب يقرأنه

Page 20: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

94

” Bercerita kepada kami Basyar bin Muaz, berkata : bercerita kepada kami

Yazid bin Zura‟i, bercerita kepada kami, Said bin Jubayr dari Qata>dah, berkenaan Firman Allah S.W.T, [Janganlah kalian menikahi wanita musyrik hingga mereka

beriman ], yakni, orang-orang musyrik Arab yang mereka tidak memiliki kitab suci

yang dibaca. 72

Masih menurut pendapat Qata>dah dari jalur yang lain, yang

disampaikan oleh Ma‟mar, berasal dari Abdul Raza>q, bersumber dari

Hasan bin Yahya, mengungkapkan hal yang sama, akan tetapi lebih

umum, bahwa yang diharamkan adalah wanita musyrik yang bukan

ahl al-Kita>b yang boleh dinikahi.

حدثنا الحسن بن يحيى قال : أخبرنا عبد الرزاق , قال : أخبرنا معمر عن قال : المشركات من ليس ] يؤمن حتى المشركات تنكحوا وال [ قتادة قوله :

الكتاب , وقد تزوج حذيفة يهودية أو نصرانية . من أهل

Bercerita kepada kami Hasan bin Yahya, berkata : menyampaikan kepada

kami Abdul Raza>q, berkata, menyampaikan kepada kami, Ma‟mar dari Qata>dah

[dan janganlah kalian menikahi wanita musyrik, hingga mereka beriman], ia

mengatakan lagi : adalah orang-orang musyrik yang bukan ahl al-Kitab, dan telah

menikah Hudhaifah dengan wanita Yahudi atau Nasrani.73

Ke (2). Pendapat Sa'i>d bin Zubayr (w. 95 H),74

yang

disampaikan Hamma>d, yang berasal dari Sufyan, yang disampaikan

Wa>qi’, bersumber dari Abu > Kuraib, bahwa wanita musyrik (al-

mushrika>t) yang tidak boleh dinikahi adalah wanita musyrik

penyembah berhala.

قال : ثنا وكيع , عن سفيان , عن حماد , عن سعيد بن جبير حدثنا أبو كريب . قال : مشركات أهل األوثان ] يؤمن حتى المشركات تنكحوا وال [قوله :

Bercerita kepada kami Abu Kuraib, berkata: bercerita kepada kami Waqi‟,

dari Sufyan dari Hammad, yang bersumber dari Said bin Zubayr, terhadap firman

Allah [dan janganlah kalian mengawini wanita musyrik, hingga mereka beriman],

ia berkata : adalah wanita musyrik penyembah berhala. 75

Sedangkan kelompok ketiga : Menyatakan haram untuk semua

jenis kemusyrikan dengan berbagai bentuknya, dan tidak

dikhususkan, baik penyembah berhala, maju>si, ahl al-Kita>b dan tidak

Page 21: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

95

pula me-nasakh suatu ayatpun. Hal itu, dikemukakan oleh (1). Shahar

bin Haushab yang disamapaikan oleh Abdu Humaid bin Bahram al-

Faza>ri, yang diceritakan bapaknya, dari Ubaid bin A>dam bin Abi Iya>s

al-Asqala>ni:

بن الحميد عبد حدثنا, أبى حدثنا, العسقالنى إياس بن أدم بن عبيد حدثنا عباس بن هللا عبد سمعت: قال حوشب بن شهر قال : حدثنا , الفزارى بهرام كان ما إال النساء أصناف عن ,وسلم عليه هللا صلى هللا رسول نهى: يقول [: تعالى قال. اإلسالم غير دين ذات كل وحرم, والمهاجرات المؤمنات من

, يهودية هللا عبيد بن طلحة نكح وقد, ] عمله حبط فقد باإليمان يكفر ومن حتى شديدا غضبا الخطاب بن عمر فغضب, نصرانية اليمان بن حذيفة ونكح: فقال, تغضب وال المؤمنين أمير يا نطلق نحن: فقاال, عليهما يسطو أن هم . قماء صغرة منكم أنتزعهن لكنى, نكاحهن حل لقد طالقهن حل لئن

Bercerita kepada kami Ubaid bin A>dam bin Abi > Iya>s al-Asqala>ni, berkata

ia, menceritakan kepada kami bapakku, berkata : menceritakan kepada kami Abdu Humaid bin Bahram al-Fazari, berkata ia : menyampaikan kepada kami Shahar bi

Haushab, berkata : aku telah mendengar Abdullah bin Abbas berkata : Rasulullah

melarang semua kriteria wanita, kecuali wanita-wanita beriman dari kalangan

Muhajirin dan mengharamkan pula mengawini wanita selain yang beragama Islam.

Allah SWT berfirman : ‚ Siapa yang kufur setelah beriman, maka telah hapuslah

amalnya ‚. Dan T}alhah bin Abdullah pernah menikah dengan seorang wanita

Yahudi, dan Hudhaifah bin Yaman pernah menikah dengan wanita Nasrani, maka

Umar Bin al-Khattab marah sekali mendengarnya, hingga hampir saja dia

menghajar keduanya, tetapi keduanya mengatakan; ‚Wahai Ami>rul Mukmini>n

Janganlah engkau marah, kami akan menceraikannya, " khalifah Umar menjawab :

‚ Sekiranya boleh ditalak, berarti boleh dinikahi, akan tetapi aku akan mencabut

mereka dari kalian secara hina-dina.76

Diakhir keterangannya, al-T}abari, menyebutkan pendapat-

pendapat dari kelompok pertama, kedua dan ketiga, kemudian Ia

menyatakan pendapatnya :

Pertama, Ibn Jari>r Al-T}abari>, lebih setuju dengan pendapat

yang dikemukakan Qata>dah yang menyatakan, bahwa larangan

pernikahan ( وال تنكحواالمشركات حتى يؤمن), tidak ditujukkan kepada

wanita ahl al-Kita>b, atau kriteria lain, untuk jenis kemusyrikan,

melainkan ditujukkan kepada wanita-wanita bangsa Arab yang tidak

mempunyai kitab suci.77

Selanjutnya, al-T}abari> tidak mengakui

adanya nasakh pada kedua ayat tersebut, baik al-Baqarah ayat 221

atau al-Ma>idah ayat 5, melainkan keduanya, diturunkan secara umum

Page 22: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

96

dan di-ta’wi>l-kan secara khusus, karena alasan itulah, dengan tegas,

al-T}abari, menyatakan, bahwa ahl al-kita>b bukan bagian dari ayat

yang dimaksudkan, melainkan karena Allah SWT telah menghalalkan

status pernikahan dengan mereka, dengan firman-Nya, QS. al-

Maidah/5:5,[Wa al-Mukhs}ana>tu Min al-Mu’mina>t Wa al-Muhs}ana>tu

Min al-Lazi>na Utu> al-Kita>b Min Qablikum ].78

Kedua, bahwa menurut al-T}abari>, pendapat Ibn Abba>s r.a,

yang disampaikan Sahar bin Haushab, tentang Umar bin al-Khattab

r.a yang memisahkan (mencerai) T}alhah dan Hudhaifah, terhadap

istri-istrinya, ahl al-Kita>b itu, tidak memiliki alasan, karena jelas,

pernikahan itu, telah dihalalkan, dengan turunnya ayat al-Ma>idah/5:5,

dan diperkuat beberapa riwayat dan hadith rasul yang membolehkan.

Akan tetapi pendapat larangan pernikahan itu, lebih bersifat politis,79

yang ditujukan kepada orang-orang yang beragama, selain Islam,

sebagaimana riwayat yang bersumber dari Sahar bin Haushab, Ibn

Abba>s menyampaikan :

عجذ حذثب: قبه, أث حذث: قبه, عسقالاى إيبس ث أد ث عجيذ حذثب

هللا عجذ سعذ : قبه حشت ث شش حذثب: قبه, اىفزاس ثشا ث اىحيذ

ب إال اىسبء أصبف ع سي عيي هللا صي هللا سسه : يقه عجبس ث

ش, اىبجشاد اىؤبد مب هللا قبه. اإلسال غيش دي راد مو ح

نح قذ, ] 5: اىبئذح[ , ]عي حجظ فقذ ينفشثبإليب [: رمش رعبى

ث عش فغضت, صشايخ اىيب ث حزيفخ نح, يديخ هللا عجيذ ث طيحخ

أيش يب طيق ح: فقبال عييب يسط أ حز شذيذا غضجب اىخطبة

حو ىئ: فقبه رغضت ال اىؤي حو ىقذ طالق , نبح ىن أرزع

. قأح صغشح ن

Bercerita Ubaid bin Adam bin Iya>z al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami

ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Bahran al-Faza>ri, telah

menceritakan kepada kami Syahr bin Hausyab yang mengatakan bahwa ia telah

mendengar Abdullah bin Abbas mengatakan hadits berikut ini, ‛ Rasulullah

melarang menikahi berbagai macam wanita, kecuali wanita-wanita yang mukmin

dari kalangan Muhajirin dan mengharamkan mengawini wanita-wanita beragama

selain Islam " . Allah SWT telah berfirman : ‛ Barangsiapa yang kafir sesudah

beriman, maka hapuslah amal-amalnya ‛. Dan telah menikah Thalhah bin

Abaidillah seorang wanita Yahudi, dan Huzaifah bin Yaman menikahi wanita

Nasrani, maka Umar bin Khattab marah sekali mendengarnya, hampir-hampir ia

menghajar keduanya. Tetapi keduanya mengatakan, ‛ Wahai Amirul Mukminin

janganlah engkau marah kami akan menceraikannya ", Khalifah Umar menjawab,

Page 23: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

97

‛ Kalau boleh ditalak, berarti halal dinikahi. Tidak, aku akan mencabut mereka

dari kalian, secara hina-dina ”. 80

Selain mengkritik, riwayat yang disampaikan Sahar bin

Haushab yang bersumber dari Ibn Abba>s r.a terhadap Umar bin al-

Khatta>b r.a yang melarangan pernikahan T}alhah dan Hudhaifah

dengan wanita ahl al-kita>b, karena secara jelas, kedua wanita yang

dinikahinya adalah ahl al-kita>b, dan keduanya memiliki kitab suci.

Selain, merupakan kesepakatan Jumhur ulama status kebolehan

menikahi mereka, baik berdasarkan ayat atau khabar yang bersumber

dari Nabi SAW. Sedangkan perselisihan yang terjadi antara Umar r.a

dan para sahabat yang lain, itu hanyalah sebuah alasan, yang didasari

atas kekwatiran Umar saja terhadap umat Islam, yang mungkin akan

meninggalkan dan enggan menikahi wanita-wanita muslim, karena

alasan lebih memilih ahl al-kita>b. Tetapi semua rasa kehawatiran itu,

telah terjawab dengan hadits Nabi yang berbunyi :

نساء نتزوج: وسلم عليه هللا صلى هللا رسول قال: قال هللا عبد بن جابر عن . نا نساء يتزوجون وال الكتاب أهل

Dari Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah SAW bersabda :‛ Kita boleh

menikahi wanita ahl al-kita>b, dan mereka tidak boleh menikahi wanita-wanita

kita‛. 81

Kritikan al-T}abari terhadap hadith di atas, walaupun dalam

sanadnya(diperselisihkan), namun secara Ijma‟ telah disepakati para

ulama. Karena itulah, Ibn Jarir al-T}abri menyimpulkan, bahwa

maksud ayat al-Baqarah di atas, ditafsirkan, "Wahai orang-orang

yang beriman, janganlah kamu menikahi wanita musyrik (selain ahl

al-Kita>b), hingga mereka beriman, beriman kepada Allah dan Rasul-

Nya, dan membenarkan apa-apa yang diturunkan kepadanya ".82

Penjelasan berikutanya ayat( ووووو وووووتك حت وال تنكحووووووم منوووم Janganlah kamu menikahkan wanita muslimah dengan pria)( ؤ

musyrik), al-T}abari menyebutkan, bahwa Allah S.W.T telah

mengharamkan wanita mukminah untuk menikah dengan pria

musyrik, apapun jenis kemusyrikannya. Karena menikahkan wanita

mukminah dengan pria musyrik, selain haram, bagi seorang hamba

sahaya yang beriman sekalipun, karena membenarkan Allah SWT

Page 24: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

98

dan Rasul-Nya, akan lebih baik dari pada menikah dengan pria

musyrik meskipun statusnya kaya raya dan tinggi kedudukannya.83

Abu Ja‟far Muhammad bin Ali berkata: bahwa ini adalah

perintah Allah SWT menyebutkan perintahnya dengan dasar dalil,

bahwa seorang wali wanita itu lebih berhak untuk menikahkan

anaknya dari pada dirinya. Berkata Abu Ja‟far,( اىناب ثاى فا مزابة هللا )

” Nikah itu syaratnya ada wali dalam Kitab Allah”. Kemudian Ia

membacakan ayat ( نووو وو ؤ ووتك حت موال تنكحوووم م )(Dan janganlah

kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita

mu'min) sebelum mereka beriman ). Dalam riwayat yang bersumber

Yazid dari Ikrimah dan Hasan Basri, bahwa diharamkan wanita

muslimah terhadap pria musyrik.

حذثب اث حيذ قبه: ثب : قبه يحي ث اضح ع اىحسي ث اقذ , عا يزياذ

نووماىح ع عنشخ اىحس اىجصش : ) تك حت ؤ (, وال تنكحوم م

قبه: حش اىسيبد عي سجبى , يع سجبه اىششمي .

Bercerita Ibn Humaid Ia berkata: menyampaikan kepada kami, berkata: Yahya bin

Wadih dari Hasan bin Waqid dari Yazid al-Nahwi dari Ikrimah dan Hasan Basri,

(Janganlah kamu menikahkan orang musyrik itu (dengan wanita beriman) sebelum

mereka beriman), berkata Yazid : Allah mengharamkan wanita muslimah terhadap

pria-pria mereka, maksudnya pria musyrik. 84

Diakhir keterangannya, Ibn Jarir menafsirkan ayat

ىيابس ءايبر يجي غفشح ثئر اى هللا يذعا إى اىجخ إى اىبس ىئل يذع أ

يززمش ىعي

‚ Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan

dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya)

kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran ‚. (QS.Al-Baqarah/ 2:221)

Menurut ayat ini, Al-Tabari menerangkan, kata (ىئل ,(أdimaksudkan kepada mereka baik wanita musyrik maupun pria

musyrik telah diharamkan bagi orang Islam untuk dinikahi karena

alasan, mereka akan slalu mengajak kepada jalan ke Neraka, yakni

perbuatan-perbuatan yang membawa kepada sebab-sebab masuk

neraka, karena itu bagian dari, ajakan-ajakan orang kafir, yaitu kufur

kepada Allah dan kepada ajaran yang dibawa Rasul-Nya. Kemudian,

ditutup ayat (بإذنه ), adalah izin Allah SWT untuk menjadi peringatan

Page 25: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

99

dan ingat ajaran sebagai perintah untuk berbuat baik dan jalan

menuju ke surga karena izin-Nya. Untuk tidak melakukan ajakan-

ajakn mereka, termasuk menikahi pria atau wanita mereka.85

2. Al-Jas}a>s} ( w. 370 H ), Dalam kitabnya, Tafsir Ahka>m Al-Qur’a>n

Al-Jas}as},86

menafsirkan teks QS.Al-Baqarah/2:221[ ال رنحا

bahwa ia juga sependapat dengan Para Mufassir ,[اىششمبد حز يؤ

pendahulunya, seperti, Ibn Jari>r al-T}abari, yang mengharamkan pria

muslim menikahi wanita musyrik, yang bersumber dari riwayat Ibn

Abba>s r.a.

حذثب جعفش ث حذ اىاسط قبه : حذثب جعفش ث حذ ث اىيب قبه :

حذثب أث عجيذ قبه : حذثب عجذ هللا ث صبىح , ع عبيخ ث صبىح , ع أث

( قبه : يؤمن حتى المشركات تنكحوا وال طيحخ , ع اث عجبس ف قى : )

حصنات [ ث اسز أو اىنزبة فقبه : كتاب أوتوم م ذ وم إذم قبلكم موه سافح غ ت حصن أجوته ءمت ت ت خذي وال ] أخدم

Bercerita kepada kami Ja‟far bin Muhammad al-Wasit}i, berkata : Bercerita kepada

kami Ja‟far binMuhammad bin al-Yaman, ia berkata : bercerita kepada kami Abu

Ubaid, berkata, bercerita kepada kami Abdullah bin S}aleh, dari Muawiyah bin

Saleh, dari Abi T}alhah, dari Ibn Abbas r.a. Allah S.W.T berfirman ( Wala> Tankihu> al-Mushrika>t ….), berkata : Ibn Abbas, lalu Allah S.W.T mengecualikan mereka

wanita Ahl al-Kitab, dengan firmanNya, (Wal Muh}s}ana>tu Min al-Zi>na Utu> al-

Kita>ba min Qablikum…).87

Keterangan ayat di atas, menurut al-Jas}a>s} setuju dengan Para

Mufassir, yang membolehkan pernikahan dengan wanita Ahl al-Kita>b

sebagai bentuk pengecualian QS. al-Maidah/5:5 terhadap QS. Al-

Baqarah/2:221, bahwa, mereka adalah wanita muh}s}ana>t, wanita

terpelihara kehormatan dari perbuatan zina.88 Penafsiran ayat [ ال

,telah jelas, menurut Al-Jasa>s, bahwa ,[ رنحا اىششمبد حز يؤ

makna al-mushrika>t itu adalah penyembah barhala. Pendapat itu,

dipahami, atas landasan QS.al-Baqarah/2:105 [ ايود الذين كفروا من أهل مكم الكتاب وال المشركين ب ن ر ن خير م ل عليكم م أن ينز ] dan QS.al-

Bayyinah/98:1[ ين حتى يأ تيهم لم يكن الذين كفروا من أهل الكتب والمشركين منفك

نة bahwa orang-orang musyrik, atau orang kafir serta ahl al-kita>b ,[ البي

berbeda statusnya. Pembatasan dengan wawu at}af dalam QS.al-

Bayinah/98:1 itu, membedakan status di antara mereka, karena itulah,

ahl al-Kita>b bukanlah musyrik, sedangkan orang musyrik adalah para

Page 26: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

100

pelaku penyembah berhala.89

Tetapi alasan al-Jashas itu, berbeda

dengan para mufassir umumnya, yang menyatakan, bahwa

pengharaman pernikahan itu bukan atas dasar kemusyrikan,

melainkan berdasarkan Illah al-Shar’i>yah (alasan hukum), bahwa

ajakan orang-orang kafir itulah yang membawa kepada kekufuran,

atau sebagai jalan menuju neraka [ أىئل يذع إى اىبس ]. Maka dengan

alasan itu, sebagai contoh telah berlaku sebelum diutusnya Nabi

Muhammad SAW, bahwa pernikahan dengan orang musyrik

dihalalkan, hal itu terjadi di masa Para Nabi, seperti, Nabi Nuh a.s,

Nabi Lut } a.s, yang memiliki seorang istri yang ka>fir, [ ضرب هللا مثال للذين

نيا كفروا امرأت نوح وامرأت لوط كانتا تحت عبدين من عبادنا صالحين فخانتاهما فلم يغ اخلين عنهما من هللا شيئا وق ار مع الد يل ادخال الن ][ Allah membuat isteri Nuh

dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya

berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara

hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua

suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka

sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "

Masuklah ke Neraka bersama orang-orang yang masuk

(Neraka)‟.QS.al-Tahri>m/66:10. Berdasarkan contoh itu pula,

pengharaman pernikahan dengan orang musyrik, bukan berdasarkan

kemusyrikan, melainkan atas dasar illah al-Shar’i>yah (alasan

syar‟i).90

Menurut al-Jas}a>s, bahwa landasan pengharaman penikahan itu

bukan sebagaimana umumnya para ulama tafsir, melainkan atas

alasan syar‟iyah, yaitu, ajakan kepada kekufuran.

3. Al-Baghawi ( w. 516 H/1122 M ), dalam Tafsir Ma’a>lim Tanzi>l

Al-Baghawi91

menafsirkan QS.al-Baqarah/2:221[ تنكحوا وال يؤمن حتى المشركات ] dengan menyebutkan asba>b nuzu>l ayat, yang

berkenaan Abu Marthad yang ingin menikahi seorang wanita

musyrik. Kemudian Rasulullah mendengar dan melarangnya, dengan

alasan kemusyrikan, dengan turun asba>b al-nuzu>l ayat.92

Jelas,

menurut pendapat Al-Baghawi tentang larangan pernikahan dengan

wanita musyrik, walaupun dengan asba>b al-nuzu>l ayat itu, bahwa

kemusyrikan sebagai alasan, pengharaman. Diberitakan dalam suatu

riwayat,93

bahwa ayat al-Baqarah di itu, telah di-nasakh dengan ayat

al-Ma>idah ayat 5, terhadap hak ahl al-kita>b [ والمحصنات من الذين ,Yang menjadi masalah, menjadi pertanyaan .[أوتوا الكتاب من قبلكم

Page 27: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

101

apakah kemusyrikan yang dimaksudkan ayat, ditujukan kepada orang

yang mengingkari kenabian Muhammad SAW saja ? Pertanyaan itu

berawal dari penyebutan nasakh, terhadap ayat al-Baqarah tadi. Maka

sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut, menurut Abu Hasan Ibn

Faris yang menjawab, siapapun yang menyatakan Al-Qur‟an itu

bukan firman Allah, sungguh ia telah berbuat shirk. Menurut Qata>dah

dan juga Sa'i>d bin Jubayr, menyatakan maksud kata al-Mushrika>t adalah al-Watha>niyah (penyembah berhala).

94 Dengan demikian,

jelas, kemusyrikan itu sebagai alasan, pengharaman, kemudian, Al-

Baghawi sebagaimana pendapat mufassir sebelumnya, seperti, Ibn

Jari>r al-T}abari> dan juga al-Jas}a>s}, menjelaskan, ayat [ ؤمنة خير وألمة م شركة ولو أعجبتكم ن م maka lebih memilih budak wanita yang ,[ م

beriman, dengan alasan status beriman itu lebih baik dari

kemusyrikan. Karena alasan itu pulalah, Hudhaifah bin Yaman

memerdekakan seorang budak wanitanya yang beriman, yang

kemudian dinikahinya.

Al-Baghawi menafsirkan ayat ( تك حت وال تنكحوم منوم bahwa telah sepakat ulama, melarang menikahkan wanita ,( ؤ

muslimah dengan pria musyrik, karena alasan-alasan mereka yang

membawa kepada perbuatan-perbuatan menuju ke neraka, maka jika

dalam kondisi yang demikian, menikahi pria yang budak sekalipun

lebih utama, karena iman yang dimilikinya, alasan itulah Allah S.W.T

mengizinkan agar pernikahan dapat membawa segala kebaikan dan

jalan menuju surga.95

4. Al- Zamakshari > ( 467-538 H / 1075-1144 H ), Dalam Tafsi>r Al-

Kasha>f Al-Zamakhshari

96 menafsirkan, makna al-mushrika>t QS.al-

Baqarah/2:221[ ال رنحا اىششمبد حز يؤ ] adalah wanita harbiya>t (wanita musyrik yang dinikahi di medan perang).

97 Sebagian terdapat

pendapat yang menyatakan, terkait ahl al-Kita>b dan harbiya>t memiliki kriteria yang sama, karena itulah, al-Zamakshari

menganggap, ahl al-kita>b adalah musyrik, berdasarkan Firman Allah

SWT dalam QS. al-Taubah/9:30 (Waqa>lat al-Yahu>du ’Uzairubnullah Wa Qa>lat al-Nasha>ra al-Masi>hubnullah). Hal itu, sangat beralasan,

karena orang-orang Yahudi beranggapan Uzai>r sebagai anak Tuhan,

al-Masih menurut orang Nasrani anak Tuhan. Tetapi status ayat al-

Baqarah itu, telah di-nasakh dengan ayat al-Maidah/5:5, maka

Page 28: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

102

kebolehan menikahi wanita ahl al-kita>b dibenarkan, dengan alasan,

ayat al-Maidah adalah tetap, tidaklah sebagai na>sikh atau mansu>kh,

mengutip pendapat Ibn Abba>s dan Auza>‟i.98

Diperkuat pernyataan

itu, dengan riwayat, bahwa Rasulullah SAW melarang menikahi

wanita musyrik.

Diriwayatkan, bahwa Rasulullah mengutus Marthad bin Marthad al-

Ghinawi ke Makkah, membebaskan seorang tawanan di sana. Terdapat di dalamnya

seorang wanita bernama Anaq, wanita itu mencintainya. Lalu datang wanita itu,

dan berkata : apakah anda akan menikahi saya? Marthad menjawab : ya, tetapi aku

harus, mendapat izin Rasulullah terlebih dahulu. Maka turun ayat [ ألخ ؤخ خيش ]

[ budak wanita beriman lebih baik ]. Demikian ayat [ ىعجذ ؤ ], karena, semua

manusia adalah sama sebagai hamba Allah, tidak memandang status, merdeka atau

sebagai budak. 99

Kemudian, Al-Zamakhshari> setelah QS.al-Baqarah/2:221 itu,

melalui kata ”amah ” [ ألخ ؤخ خيش ] dan ” ‟abd” [ ؤ ىعجذ ], tidak

lagi memahami sebagai budak, melainkan sebagai hamba Allah yang

beriman, yang tidak membedakan status merdeka atau sebagai budak

sahaya.100

Berdasarkan alasan ini, al-Zamakshari>, melarang

pernikahan dengan wanita-wanita musyrik, karena pernikahan dengan

mereka, membawa dampak negatif dalam pernikahan dan kehidupan

rumah tangga, bahkan membawa kepada kekufuran, yang mengajak

menuju jalan ke neraka. Demikian alasan-alasan yang dimaksudkan

kata ( أىئل), yang dimaksudkan sebagai isyarat sebagai larangan

menikahi pria musyrik dan musyrikah, karena alasan perbuatan

mereka yang slalu mengajak kepada kekufuran, selain ajakan kepada

permusuhan dan perang. Tetapi menikahi wanita muslimah dan

bagian ajaran yang disampaikan wali-wali Allah (orang-orang

beriman), mengajak slalu kepada ampunan dan menuju surga-Nya,

maka karena itulah perintah mentaati mereka, karena bagian dari cara

meraih keridaan Allah SWT. 101

Kesimpulan penafsiran ulama-ulama tafsir (periode klasik)

ini, yaitu, (1). Ibn Jari>r Al-T}abari, menyatakan larangan pernikahan

muslim dengan wanita musyrik/pria musyrik yang ditujukkan kepada

bangsa Arab yang tidak mempunyai kitab suci atau dengan alasan,

tidak adanya nasakh pada kedua ayat al-Baqarah/2:221 atau al-

Maidah/5:5, melainkan keduanya, diturunkan secara umum dan di-

ta’wi>l-kan secara khusus, karena itulah menikahi wanita ahl al-kita>b

dibolehkan dan tetap mengharamkan menikahi wanita Musyrik

Page 29: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

103

(Bangsa Arab)(2).Tetapi al-Jasha>s menyutujui dengan pendapat

mufasir, yang membolehkan pernikahan dengan wanita Ahl al-Kita>b

sebagai bentuk pengecualian dengan QS. al-Maidah/5:5, bahwa,

mereka adalah sebagai wanita terpelihara kehormatannya dari

perbuatan zina(muh}s}ana>t), dan mengharamkan nikah dengan wanita

musyrik, penyembah barhala, (3). Al-Baghawi, sependapat dengan al-

Jas}as}, menyatakan, bahwa wanita al-Mushrika>t adalah al-

Watha>niyah (penyembah berhala).(4). Al-Zamakhshari, menyatakan,

makna al-mushrika>t adalah untuk wanita harbiya>t, yaitu wanita yang

dinikahi di saat perang, bahkan ahl al-Kita>b dan harbiya>t berstatus

sama. Karena itu menikahi wanita ahl-al-kita>b dan harbiya>t adalah

haram, karena sama-sama musyrik. Tetapi berbeda dengan wanita

Yahudi dan Nasrani, bahwa status menikahi wanita mereka

dibolehkan, berdasarkan QS. Al-Maidah/5:5.

Kemudian, pernikahan seorang muslim dengan wanita

musyrik atau dengan pria musyrik dalam perspektif ulama tafsir abad

pertengahan, akan dibahas dalam sub berikutnya.

E. Penafsiran Menurut Persfektif Ulama Salaf Abad

Pertengahan I ( Masa Kemunduran I 1250-1500 M ).

Islam mencapai puncak kejayaannya, di masa Daulah

Abbasiyah, yang dipimpin oleh khalifah Ha>run Al-Rashi>d (170-193

H/78-809 M), dan ibu kota saat itu, masih berada di Damashqus,

yang kemudian pindah ke Baghdad, Irak.102

Disanalah dibangun

perpustakaan besar, bernama Bait al-Hikmah. Berkembang pula ilmu

pengetahuan, baik umum, seperti, filsafat, logika, matematika, kimia

dan kedokteran, maupun pengetahuan agama, seperti, ilmu Al-

Qur'an, Qira‟at, al-Hadits, fiqh, kalam, bahasa dan sastra. Selain itu,

tumbuhnya ulama-ulama Imam Mazhab, seperti, Ima>m Abu> Hani>fah

(80-150 H/699-767 M), Imam Ma>liki (93-179 H), Ima>m Sha>fi'i (150-

204 H) dan Ima>m Hambali (164-241 H).103

Dan dalam kancah

keilmuan agama, terutama di bidang tafsir, maka tulisan ini akan

menyoroti perkembangan dan pemikiran karya-karya ulama tafsir,

diantaranya, Imam Fakhruddin Al-Ra>zi (w.606 H), al-Qurt}ubi (w.

671 H), al-Baid}a>wi (w.791 H), Jala>luddi>n al-Mahalli (864 H),

Jala>luddin al-Suyu>t}i (911 H), Ibn Kathi>r (w.774 H), al-Alu>si

(1270H).

Page 30: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

104

1. Al-Imam Fakhruddi>n Al-Ra>zi> (w. 606 H / 1209 M), Tafsi>r Mafa>tih Al-Ghaib /Tafsi>r al-Fakhru al-Ra>zi/Tafsi>r al-Kabi>r.

Di awal tafsirnya, al-Imam Al-Ra>zi104

menjelaskan asba>b al-

nuzu>l ayat, mengenai Marthad bin Abu Marthad al-Ghanawi yang

ingin menikahi wanita musyrik, yang berakhir dengan larangan itu,

dengan turunnya ayat QS.al-Baqarah/2:221,ini.105

Pernikahan dengan

kriteria al-Mushrika>t menjadi perdebatan di kalangan sahabat, karena

diantara mereka ada yang tidak memasukan katagori ahl al-kita>b

kedalam kriteria musyrik, meskipun hal itu menuai perdebatan

kalangan sahabat.106

Para ulama tafsir, termasuk al-Ra>zi,

memasukkan kata al-mushrikat mencakup untuk semua orang-orang

kafir, termasuk ahl al-Kita>b. Dasar pendapat itu, bermula

berdasarkan atas alasan yang menurutnya QS. al-Taubah/9:30,

menyatakan, bahwa Uzeir adalah anak Tuhan menurut Yahudi, dan

al-Masi>h demikian menurut orang Nasrani adalah putra Allah.

Berdasarkan dua alasan itulah, al-Ra>zi menyatakan, orang-orang

Yahudi dan orang-orang Nasrani adalah musyrik, selain batalnya,

akidah mereka karena anggapan mereka, Allah itu ketiga dari trinitas 107

menurut QS. al-Maidah/5:73. 108

Selain itu juga, Al-Ra>zi>, menafsirkan kata al-mushrika>t yang ditujukkan hanya kepada wanita ,( ال رنحا اىششمبد )

penyembah berhala atau untuk semua orang-orang kafir dalam

pandangan umum, yang artinya, larangan menikahi orang-orang kafir

secara mutlak, baik untuk ahl al-kita>b atau non ahl al-Kita>b. Jika

pernyataan demikian, maka lafaz mushrik adalah untuk orang-orang

kafir atau penyembah berhala dalam pandangan yang umum, yang

menjadi larangan pernikahan dengan wanita-wanita musyrik.109

Dalam penjelasan pandangan al-Ra>zi, jika menikahi wanita

musyrik itu diharamkan, maka demikian maksudnya menikahi pria

musyrik lebih diharamkan. Karena statusnya sama, baik musyrik laki-

laki maupun musyrik perempuan.

2. Al-Qurt}ubi> (w. 671 H / 1273 M), dalam tafsirnya, al-Ja>mi’ Li Ahka>m Al-Qur’a>n

Al-Qurt}ubi110

menafsirkan QS. al-Baqarah/2:221, membagi

dua kelompok besar, Pertama (ال رنحا اىششمبد) yang terbagi kepada

tujuh masalah, sedangkan kedua (ال رنحا اىششمي), terbagi kepada

sepuluh masalah besar. Diawal penafsirannya, al-Qurtubi

menerangkan korelasi antara dua ayat al-Baqarah 221 dan ayat al-

Page 31: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

105

Maidah 5, yang tidak hanya diterangkan dari sudut pandang al-Suddi,

melainkan juga menurut Muqa>til.111

Dalam penjelasan pertama,

penafsiran[ال رنحا اىششمبد], merujuk kepada riwayat Ibn Abba>s r.a,

yang menyatakan, bahwa ayat tersebut, berlaku untuk semua kafir

berdasarkan al-Baqarah/2:221, tetapi secara khusus telah di-nasakh

dengan QS.al-Maidah/5:5, maka status pernikahan dengan ahl al-

Kita>b dibolehkan. Beberapa ulama yang mendukung pendapat ini,

Malik bin Anas, Sufyan bin Said al-Thauri dan Abdurahman bin

Umar al-Awza>‟i, walaupun pendapat itu, tidak didukung oleh Ibra>him

bin Isha>q al-Harbi, yang menyatakan bahwa ayat QS. Al-

Baqarah/2:221 itu, sebagai na>sikh (penghapus), sedangkan QS. al-

Maidah/5:5 adalah mansu>kh (dihapus), maka menurutnya, status

hukum pernikahan dibatalkan untuk semua kafir, baik ahl al-Kita>b

maupun non ahl al-Kita>b. Pernyataan itu, juga disampaikan oleh Abu

Ja‟far al-Nuhha>s, yang menyitir pendapat Ibn Umar r.a melalui Na>fi’,

dengan anggapan perbuatan ahl al-Kita>b itu adalah syirik.112

Selain itu, al-Nuhha>s juga mengkritik pendapat Ibn Umar r.a

yang keluar dari pendapat Jumhur kalangan sahabat dan tabi‟in yang

sepakat membolehkan pernikahan itu dengan ahl al-kita>b.113

Lalu Ia

berkomentar dengan janggalnya alasan di atas yang dilontarkan Ibn

Umar r.a, ayat al-Baqarah 221 me-nasakh ayat al-Maidah 5, maka

suatu hal yang tidak logis dan tidak mungkin, karena Al-Baqarah

turun lebih dahulu dari al-Maidah, dan tidak mungkin yang terlebih

dahulu me-nasakh yang lebih akhir turunnya, atau yang datang

kemudian, oleh karena itulah, Al-Qurt}ubi> tidak sependapat dengan

Ibn Umar r.a, selain itu, komentarnya juga, terhadap suatu sikapnya

Ibn Umar r.a, yang tidak tegas terhadap kedua ayat di atas, antara

yang men-tahli>l (menghalalkan) atau yang meng-tahri>m (mengharamkan), dan tidak menyebutkan yang me-nasakh dari kedua

ayat tersebut, al-Baqarahkah yang na>sikh atau al-Maidah yang

mansu>kh ? melainkan hanya sebuah ungkapan saja, tanpa

ketegasan.114

Diakhir penjelasannya, al-Qurt}ubi, lebih berpihak pada

pendapat yang menurut mayoritas ulama, bahwa ayat [ ال رنحا

ditujukkan untuk penyembah berhala(watha>niyah) dan ,[اىششمبد

wanita-wanita maju>si, sedangkan mengenai wanita ahl al-Kita>b,

status kebolehannya telah jelas, pernikahan itu dihalalkan dengan

turunnya QS. al-Maidah/5:5.115

Al-Qurtubi melanjutkan penafsiran [ ال رنحا اىششمي حز

dengan menyatakan larangan menikahkan wanita muslimah ,[يؤا

Page 32: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

106

dengan pria musyrik, dan tidak ada tempat untuk pernikahan

semacam ini, karena beralasan, bahwa dalam pernikahan harus ada

seorang wali [ .[tidak sah pernikahan tanpa wali][ال نب إال ثى

Pendapat ini, didukung kalangan sahabat, seperti, Umar bin al-

Khattab, Ali bin Abi T}a>lib, Ibn Mas‟ud, Ibn Abba>s, Abu > Hurairah,

dan juga kalangan tabi‟in, mereka adalah Said bin Musayyab, al-

Hasan Basri, Umar bin Abdul Aziz, Ja>bir bin Zaid, Sofyan al-Thauri,

Ibn Abi> Laila, Ibn Syubrumah, Ibn Muba>rak, kalangan al-Sya>fi’iyah,

Ubaid bin Hasan, Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaid serta Ishaq bin

Ibrahim.116

Jadi dengan kata lain, bahwa al-Qurtubi, mengenai larangan

menikahi wanita musyrik menurut QS. Al-Baqarah 221 ini, statusnya

dihalalkan dengan alasan tahs}i>s} bagi wanita ahl al-kita>b berdasarkan

surat al-Maidah 5, sedangkan menikahkan wanita muslimah dengan

pria musyrik benar-benar mutlak diharamkan, dan tidak ada tempat

bagi laki-laki musyrik dalam pernikahan semacam ini, karena dalam

pernikahan ini, seorang wali sebagai syarat penentu sah tidaknya

pernikahan.

3. Al-Baid}a>wi> ( w.791 H /1191 M ), Dalam kitab Tafsirnya, Anwa>r al-Tanzi>l Wa Asra>r al-Ta’wi>l

Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali Al-Shaira>zi Abu>

Said Abu al-Khairi Nashi>ruddin Baid}a>wi dikenal dengan panggilan

Al-Baid}a>wi. Informasi perjalan hidup al-Baida>wi tak banyak yang

mengetahui, namun sedikit yang sampai kepada para pakar sejarah,

seperti yang pernah dijabat sebagai seorang hakim di kota Shaira>z.

Dalam berbagai disiplin ilmu, al-Baida>wi sangat menguasai, seperti

fiqh, logika (manti>q), bahasa Arab, dan tentu saja tafsir, selain

sangat mahir berdebat dan berdiskusi, perjalanan hidupnya, dihiasi

dengan penuh keilmuan, betapa tidak, karena selain Ia juga seorang

yang tekun beribadah, zuhud dari kehidupan dunia dan giat

menyampaikan ilmu. Dan karena itu juga, tidak berlebihan, apa yang

diungkapkan oleh Ibn Suhbah dalam kitabnya, al-Tabaqa>t, ia adalah

seorang penulis yang produkif, ulama terkemuka di negeri

Azerbaijan, sekaligus seorang guru dan syeikh di daerah itu.117

Al-Baid}a>wi>118

terhadap penafsiran QS.al-Baqarah/2:221 ini,

sependapat dengan Ibn Jarir al-T}abari, al-Baghawi dan juga al-

Zamakshari, yang menyatakan larangan pernikahan dengan wanita

musyrik( al-mushrika>t). Menurutnya, bahwa al-mushrika>t mencakup

Page 33: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

107

kriteria kita>biya>t [ahl al-kita>b] yang statusnya juga disamakan

dengan pria musyrik, dan menikahi wanita kita>biya>t, dilarang

bedasarkan QS. Al-Taubah/9:30-31.119

4. Ima>m Al-Kha>zin ( w. 741 H / 1341 M ), Tafsir Luba>b al-Ta’wi>l Fi > Ma’a>ni al-Tanzi>l ( Tafsir al-Kha>zin )

Dalam pernafsirannya al-Kha>zin,120

terkait QS. Al-

Baqarah/2:221, tidak berbeda dengan para mufassir lainnya, melarang

pernikahan dengan wanita al-mushrika>t, yang berawal dari asba>b al-

nuzu>l, mengenai Abu Marthad bin Abu Martsad al-Gina>wi yang

ingin menikai wanita musyrik, lalu Rasulullah melarang dengan

turunnya ayat itu.121

Al-Kha>zin menjelaskan kata al-mushrika>t untuk

semua jenis kemusyrikan, penyembah berhala (watha>niyah ),

penyembah api (maju>si), penganut agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi

diakhir keterangannya, al-Kha>zin mengecualikan larangan itu khusus

bagi wanita yang merdeka (al-hara>’ir) dari golongan ahl-al-kita>b

berdasarkan QS. al-Maidah/5:5, maka pernikahan dengan mereka

dibolehkan. Mengutip pendapat Ibn Abba>s r.a, keterangan al-Kha>zin

khusus bagi wanita ahl al-Kita>b berbeda dengan keterangan Qata>dah

yang menyatakan, bahwa kata al-mushrika>t ditujukan kepada orang-

orang musyrik Arab yang tidak memiliki kitab suci. Pendapat

Qatadah itu diakui Jumhur Ulama sebagai keterangan bahwa, kriteria

musyrik itu meliputi, katagori ahl al-Kita>b, pengikut Yahudi dan

Nasrani, penyembah berhala dan maju>si, berdasarkan QS. al-

Taubah/9:30,” Waqa>lat al-Yahu>du Uzairubnullah .....,Waqal>at al-Masi>hubnullah.....].

122

Demikian juga larangan itu berlaku untuk sebaliknya ( ال ا حز يؤ ششمي yaitu pelarangan itu berlaku bagi wanita ,( رنحا اى

muslimah yang ingin dinikahi pria musyrik, tanpa melihat status, baik

miskin ataupu kaya, maka hukumnya diharamkan, alasan larangan itu

dimaksudkan, untuk menghidari fitnah serta ajakan orang-orang kafir

yang slalu menyeru kepada kesesatan atau menuju ke neraka ( أىئل

Oleh karena itu, jika kondisi yang tidak mungkin atau .(يذعا إى اىبس

terpaksa, status budak sahaya yang beriman menjadi alternatif,

bahkan menjadi pilihan yang tepat layak dinikahi.123

Diakhir

keterangan, Al-Kha>zin mempertegas larangan itu, hanya ditujukkan

untuk wanita-wanita atau pria musyrik Arab Makkah penyembah

berhala.124

Page 34: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

108

Beberapa keterangan di atas, kesimpulan ulama tafsir klasik

abad pertengahan I ini, dapat disimpulkan, bahwa menurut al-Ra>zi,

kata al-mushrika>t mencakup semua orang-orang kafir, termasuk ahl

al-Kita>b, berdasarkan QS. Al-Taubah/9:30, dengan pernyataan orang

Yahudi, Uzeir adalah anak Tuhan dan menurut pernyataan orang

Nasrani, al-Masi>h adalah anak Tuhan. Berdasarkan kedua alasan itu,

al-Ra>zi menyatakan, orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani

adalah musyrik, karena selain, batalnya akidah mereka yang

beranggapan, Allah itu adalah ketiga dari trinitas. Al-Qurt}ubi,

sejalan dengan pendapat Jumhur, yang menyatakan, al-mushrika>t ditujukkan untuk penyembah berhala (watha>niyah ), wanita-wanita

maju>si, sementara mengenai ahl al-Kita>b, jelas statusnya, bahwa

menikahi wanita mereka dibolehkan berdasarkan QS.al-Maidah/5:5.

Al-Baid}a>wi berpendapat, bahwa al-mushrika>t, QS al-Baqarah/2:221,

sesuai dengan pendapat al-T}abari, sejalan dengan al-Baghawi dan al-

Zamakshari> yang menurut mereka, lafaz al-musyrika>t meliputi

kriteria kita>biya>t [ahl al-kita>b], karena itulah, menikahi wanita

kita>biya>t sama statusnya dengan menikahi wanita musyrik

berdasarkan QS.al-Taubah/9:30-31. Sedangkan menurut al-Kha>zin,

kata al-mushrika>t untuk semua jenis kemusyrikan, penyembah

berhala (watha>niyah), penyembah api (maju>si), Yahudi-Nasrani, dan

sebagainya. Walaupun demikian, tetap setuju dengan pendapat para

ulama, yang mengeculikan wanita merdeka (al-hara >’ir) dari kalangan

ahl-al-kita>b berdasarkan QS.al-Maidah/5:5. Maka, dengan demikian

kesimpulan mereka, menikahi wanita atau pria musyrik apapun

jenisnya, diharamkan, sedangkan menikahi wanita ahl al-Kita>b

statusnya dibolehkan.

Penjelasan selanjutnya, adalah mengenai pernikahan pria

muslim dengan wanita musyrik, yang akan dijelaskan menurut

beberapa penafsiran ulama-ulama tafsir klasik abad petengahan II.

F. Perspektif Penafsiran Ulama Tafsir Abad Pertengahan II

(Masa Kemajuan atau Kemunduran II/1500-1800 M)

Karya-karya tafsir ulama-ulama abad pertengahan ini, seperti,

Ibn Kathi>r (w.774 H/1372 M), Jala>luddi>n al-Mahalli>

(w.864H/1455M), Jala>luddin al-Suyu>t}i> (w. 911 H/ 1505 M ), al-Alusi

(w. 1270 H) dan sebagainya, maka perlu dipelajari dan dikaji terus,

demi mengetahui pendapat, pemikiran, latar sejarah-sosial, serta

metodologi tafsir mereka, tarkait pernikahan pria muslim dengan

Page 35: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

109

wanita al-musyrika>t, yang terkandung dalam QS. Al-Baqarah/2:221,

yaitu :

1. Ibn Kathi>r ( w. 774 H /1372 M ), dalam Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az}i>m

Dalam keterangannya, Ibn Kathi>r125

terhadap tafsir QS. al-

Baqarah/2:221, bahwa Allah S.W.T telah mengharamkan pria

mukmin menikahi wanita musyrik kalangan penyembah berhala,

walaupun keterangan itu, masih bersifat umum.126

Ibn Kathi>r

memaknai kata al-mushrika>t, mancakup semua musyrik dari

kalangan ahl al-kita>b dan watha>niyah, yang kemudian dikecualikan

di antara mereka wanita-wanita ahl al-kita>b, berdasarkan firman-Nya

QS. al-Maidah/5:5.127

Pendapat Ibn Kathi>r itu membenarkan pendapat

Ibn Abba>s r.a yang disampaikan oleh Ali bin Abi T}alhah, yang juga

disepakati kalangan sahabat lain, seperti, Muja>hid, Ikri>mah, Said bin

Jubayr, Makhu>l, al-Hasan, D}ah}a>q, Zaid bin Aslam, Rabi’ bin Ana>s

dan lain-lainya.128

Ibn Kathir juga menjelaskan penggalan ayat al-Baqarah ( ال

yang menyatakan, bahwa status larangan ,(رحنا اىششمي حز يؤا

pernikahan berlaku antara wanita mukmin dengan pria musyrik yang

statusnya disamakan dengan larangan menurut QS. al-

Muamtahanah/60:10 ( حو ى ال يحي ى mereka tidak halal)(ال

lagi bagi orang kafir itu dan orang-orang kafir tidak halal pula bagi

mereka). Alasan larangan itu, bahwa seorang laki-laki (sebagai

budak sekalipun) yang beriman lebih baik dan menjadi pilihan,

walaupun statusnya, kaya raya, tetapi ia tidak beriman. Kemudian

diakhir penjelasannya Ibn Katsir, menutup penjelasan dengan

penggalan ayat ( أىئل يذع إى اىبس هللا يذعا إى اىجخ اىغفشح ثئر ),

bahwa, dampak negatip hubungan pernikahan, membawa kepada

cinta dunia dan melupakan kehidupan akhirat.129

2. Jala>luddi>n Al-Mahalli ( w. 864 H / 1455 M ), Tafsi>r Jala>lain

Jala>luddin al-Mahalli130

dan juga Jala>luddin131

al-Suyu>t}i

sebagai muridnya,132

menafsirkan QS.al-Baqarah/2:221 ini,

sependapat para mufassir umumnya, melarang seorang muslim

Page 36: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

110

menikahi wanita musyrik yang disamakan dengan wanita ka>fir, walaupun status wanita itu, kaya raya, cantik dan merdeka, kendati

demikian, menikahi budak wanita menjadi pilihan utama. Tetapi

larangan tersebut, tidak berlaku lagi bagi wanita ahl al-kita>b,

berdasarkan ayat al-Maidah/5:5.133

Demikian juga, kedua Jala>luddin

itu, menjelaskan larangan laki-laki kafir (al-Kufa>r), menikahi wanita

muslim [ال رنحا اىششمي], dengan alasan, untuk menghidari ajakan-

ajakan yang membawa kepada kekufuran yang menuju jalan ke

Neraka ( يذعا إى اىبس), dan landasan dakwah Islam mengajak

kebaikan dan menyerukan jalan ke Surga. Maka menikahi pria

musyrik juga dilarang.134

Sebenarnya, maksud kedua Jala>luddin itu, ingin mengatakan

larangan menikahi wanita musyrik dan juga pria musyrik.

3. Jala>luddin Al-Suyu>tti ( w. 911 H/1505 M ), Tafsi>r Al-Du>rr Manthu>r Fi> Tafsi>r Bi Al-Ma’thu>r.

Jala>luddin Al-Suyu>t}i135

dalam menafsirkan, makna al-mushrika>t QS.al-Baqarah/2:221, seperti yang dikutip Ibn Abi

Ha>tim yang bersumber dari Muqa>til Ibn Hayya>n.136

أخرج ابن أبى حاتم , وبن أبى حاتم , وابن المنذر عن مقاتل بن حيان قال : نزلت هذه األية فى أبى مرثد الغنوى , استأذن النبى صلى هللا عليه وسلم , فى عناق أن يتزوجها , وكانت ذات حظ من جمال , وهى مشركة , وأبو مرثد

وال تنكحوا [عجبنى , فأنزل هللا :يومئذ مسلم , فقال : يا رسول هللا , إنها تشركة ولو أعجبتكم ن م ؤمنة خير م ] المشركات حتى يؤمن وألمة م

Dikeluarkan Ibn Abi Hatim dan Ibn al-Munzir dari Muqatil bin Hayyan, berkata :

diturunkannya ayat ini, berkaitan dengan Abi Martsad al-Ghanawi, yang izin

kepada Rasulullah menikahi seorang wanita bernama, ‛ Anaq ‛. Wanita itu adalah

wanita cantik dan menarik tetapi Ia musyrik, sedangkan Abu Marsad sebagai

seorang muslim, menyatakan ungkapannya kepada Rasul : Wahai Rasulullah, Ia

wanita yang cantik dan menarik. Maka Allah menurunkan ayat, ‛ Wala> Tankihu>

al-Mushrika>ti Hatta Yu’minna, Wala’matun Mu’minatun Khairun min Mushrikatin Walau ’Ajabatkum ....”. [ Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih

baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu].

Page 37: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

111

Penafsiran al-Suyut}i bersumber dari sekumpulan athar

(riwayat) yang dikutipnya dari beberapa sumber, baik dari Ibn Jari>r,

dari Abu > Daud, Al-Baihaqi, dan juga al-T}abra>ni yang asalnya

bersumber dari Ibn Abbas r.a, yang kemudian menurutnya, beberapa

larangan pernikahan itu masih bersifat umum. Tidak terdapat

pendapat secara pribadi atau bentuk analisa atas tafsirannya,

melainkan al-Suyuti, hanyalah membolehkan penikahan pria muslim

dengan wanita ahl al-kita>b, berdasarkan QS. Al-Maidah/5:5.

Sehingga berdasarkan ayat ini, dan didukung dengan beberapa

sumber, bahwa menikahi wanita ahl al-kita>b dihalalkan, dengan

alasan pengecualian.137

Tetapi maksud wanita musyrik yang

dimaksudkan QS.al-Baqarah/2:221 itu belum terungkap dengan jelas?

Akan tetapi beberapa keterangan Al-Suyu>t}i itu, sebagaimana yang

dikutipnya dari beberapa riwayat-riwayat, seperti dari Al-Baihaqi

dalam sunan-nya, menyebutkan, bahwa menurut Said bin Zubayr,

maksud wanita musyrik adalah penyembah berhala (ahl al-Awtha>n ),

selain itu Muja>hid menyatakan, bahwa wanita Musyrik adalah yang

berasal dari penduduk Makkah, dan berbeda lagi dengan pendapat

Qata>dah, yang menyatakan, bahwa mereka wanita musyrik Arab

yang tidak memiliki kitab suci.138

Tetapi pendapat-pendapat ulama di atas, menurut keterangan

al-Suyuti ditentangnya dengan pendapat Ibn Umar r.a, selain tidak

sependapat juga dengan ayahnya [Umar bin al-Khattab r.a], yang

menyatakan, bahwa menikahi wanita musyrik diharamkan, karena

hal itu suatu perbuatan syirik yang terbesar.139

4. Al-Alu>si> ( w. 1270 H ), dalam tafsirnya, Tafsi>r Ru>h al-Ma'a>ni F>i> Tafsi>r al-Qur'a>n al-Az}i>m Wa al-Sab'u al-Matha>ni.

Al-Alu>si>140

menafsirkan QS. Al-Baqarah/2:221, menyebutkan

seba>b al-nuzu>l ayat yang disampaikan Al-Suddi yang bersumber dari

Ibn Abba>s r.a, mengenai kasus Abdullah bin Rawa>hah salah seorang

majikan yang sangat marah dengan salah seorang budak wanitanya,

hingga terdengar Rasulullah SAW yang berujung pada keinginan

untuk menikahinya. Rasulullah setelah mendengan dan bertanya

prihal wanita itu, ‛ Bagaimana keadaan ia, wahai, Abdullah ?

Abdullah bin Rawahah menjawab : Ia berpuasa, shalat, dan

melakukan wudhu’ dengan baik, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain

Allah, bersaksi bahwa engkau adalah utusan-Nya, maka Nabi SAW

Page 38: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

112

berkata : Wahai, Abdullah dia adalah wanita shalehah, Ia beriman.

Lalu Abdullah berkata : Demi Tuhan yang mengutusmu wahai

Rasul, saya pasti akan memerdekakan dia dan menikahinya.

Abdullah menempati janjinya itu lalu menikahinya, walaupun desas-

sesus masyarakat mengecamnya, dengan ejekan-ejekan, sungguh

Abdullah telah menikahi budak wanitanya, yang tujuannya ingin

mengambil keturunan dari mereka. Maka Allah S.W.T menurunkan

ayat QS.al-Baqarah/2:221 ini.141

Al-Alusi mengutip riwayat al-A’ma>shi, menyebutkan, bahwa

ayat di atas merupakan larangan menikahi wanita-wanita musyrik

selain ahl al-kita>b, karena itu bersadasarkan firman Allah SWT

QS.al-Bayyinah/98:1, bahwa menikahi wanita ahl al-kita>b

dibolehkan, dengan menjelaskan kedudukan ’at}af, dalam QS al-

Bayinah itu, yang memiliki batasan tertentu, dan menurut penjelasan

Ibn Humaid dari Qata>dah, bahwa al-Mushrika>t di sini adalah wanita

bangsa Arab yang tidak memiliki kitab suci. Dan menurut riwayat

Hamma>d, yang bertanya kepada Ibrahim bin Ishaq mengenai hal

menikahi wanita Yahudi dan Nasrani, Ibrahim hanya menjawab,

tidak mengapa, lalu Hamma>d kembali bertanya, bukankah Allah

telah melarang pernikahan dengan wanita musyrik dengan firman-

Nya,[وال تنكحوم متكات], Ibra>him menjawab : hal itu berlaku untuk

wanita maju>si dan penyembah berhala. Muja>hid dan al-Hasan

menyebutnya, telah di-nasakh di dalamnya wanita ahl al-kita>b,

sebagaimana mengikuti sebagian mazhab di antaranya, Abu> Hani>fah,

tetapi menurut kalangan al-Shaf>i’iyah menyatakan, itu bukan nasakh

melainkan takhs}is} .142

Diakhir, al-Alusi juga, menjelaskan penggalan ayat QS. Al-

Baqarah 221 ( وال تنكحوم متك حت ؤنوم ), yaitu pelarangan

menikahkan wanita beriman dengan pria ka>fir, baik sebagai ka>fir

kita>bi (ahl al-kita>b) atau bukan, apakah statusnya sebagai pria

beriman atau budak yang merdeka. Alasan itu, menurut al-Alu>si,

karena semua orang-orang muslim menjadi syarat sebagai wali

dalam suatu pernikahan. Berbeda dengan pandangan orang-orang

musyrik, karena itu Islam menolak pernikahkan pria musyrik dengan

wanita muslimah, dan membolehkan menikah dengan seorang budak

pria yang beriman, walau statusnya lebih baik dan mulia. Karena itu,

maksud kata (أؤئك) adalah sebagai alasan, menghindari segala bentuk

ajakan mereka, baik berupa perkataan ataupun perbuatan, apalagi

Page 39: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

113

atas dasar kecintaan yang membolehkan menikahi mereka baik laki-

laki maupun wanita {[mushriki>n atau mushrika>t].143

Beberapa penafsiran ulama tafsir abad ini, dapat disimpulkan,

bahwa penafsiran para ulama tafsir klasik abad pertengahan II,

diantaranya, menurut Ibn Kathir, melarang pria mukmin menikahi

pria/wanita musyrik [penyembah berhala], tetapi keterangan itu,

hanya bersifat umum, kemudian mengkhuskan wanita ahl al-kita>b,

dan boleh menikahai wanita mereka. Demikian menurut Jala>luddi>n

Al-Mahalli dan Jala>luddi>n al-Suyu>t}i, pendapat keduanya

mengharamkan wanita musyrik, walaupun membolehkan menikahi

wanita ahl al-kita>b. Sejalan dengan itu, juga al-Alusi, menyatakan

hal yang sama, melarang menikahi wanita-wanita musyrik selain ahl al-kita>b.

Keterangan-keterangan pendapat ulama di atas, tidaklah

terdapat pergeseran kriteria makna al-musyrika>t dalam pandangan

umum para ulama tafsir di abad pertengahan ini, akan tetapi

penafsiran-penafsiran selanjutnya, akan dilihat bagaimana menurut

ulama-ulama tafsir abad modern-kontemporer.

G. Persfektif Penafsiran Ulama Tafsir Modern-Kontemporer

( Mulai 1800 M-hingga sekarang )

Tinjauan perspektif ulama tafsir modern-kontemporer,

diperlukan untuk memahami pemikiran, latarbelakang, sejarah-sosial

kehidupan para ulama tafsir, yang diperkirakan beberapa karya-karya

mereka muncul, sejak tahun 1800 M hingga sekarang.144

Sejalan

dengan itu, perlu mengetahui penyebab atas terjadinya perubahan

serta perbedaan-perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat penikahan

beda agama. Beberapa Para Mufassir yang akan di teliti pendapatnya,

di abad modern-kontemporer ini, di antaranya, mereka adalah

Muhammad Abduh (w. 1332 H/1905 M), Muhammad Rashi>d Rid>a}

(w. 1354 H/1935 M), Al-Mara>ghi (w. 1371 H/1945 M), Sayyid Qutb

(w. 1386 H/1966 M), Ali Al-S}a>bu>ni (w. 1406 H/1986 M), dan masuk

para ulama tafsir yang muncul sekitar abad 20-an Masehi145

atau

sekitar abad 14 H, dan mereka di antaranya, Abu>al-'Ala> Al-Maudu>di

(w. 1979 M), Sheikh Muhammad Shaltu>t (w. 1963 M), dan

sebagainya.

Page 40: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

114

1. Muhammad Abduh (1266-1332 H/1849-1905 M) dan

Muhammad Rashi>d Rid}a> ( 1282-1354 H/1865-1935 ), dalam

kitabnya, Tafsir Al-Mana>r Bermula dari hasil karya kedua tokoh tafsir modern-

kontemporer ini, yaitu Muhamad Abduh146

dan Rashi>d Rid}a> 147

yang

sangat populer dengan nama kitabnya, Tafsi>r Al-Mana>r,148 yang

awalnya merupakan sebuah diktat perkuliahan yang disampaikan

Muhammad Abduh di Universitas Al-Azhar,149

kemudian setelah

wafat, dilanjutkan dan disusun kembali karya tersebut oleh muridnya,

Muhamad Rashi>d Rid}a>.150

Menurut Rashi>d Rid}a dalam penafsiran

ayat ( وال تنكحوووم مووتكات حتوو ووؤ ), QS.al-Baqarah/2:221, sejalan

dengan penafsiran al-Alu>si>, yang menyatakan bahwa keterangan al-

Suyu>t}i berbeda dengan al-Wahidi.151

Menurutnya, dalam riwayat al-

Wa>hidi, menyebutkan, ayat al-Baqarah/2:221 itu turun mengenai Abu

Marthad, sementara menurut al-Suyu>ti menyebutkan mengenai

Abdullah bin Rawahah terkait surat al-Nur/24:3[ ال ونك إال زمن وأ أو مزمنو

,Analisa Rashi>d Rid}a membenarkan keterangan al-Alu>si .[ووتكأ

bahwa sebaik-baik keterangan itu adalah menurut al-Suyuti yang

telah mengikuti al-Wa>hidi dengan jalur Ibn Abbas r.a, prihal Abu

Marthad yang ingin menikahi wanita al-mushrika>t, sedangkan

keterangan al-Suyu>t}i prihal Abdullah bin Rawa>hah tentang seorang

budak wanita yang ingin dinikahinya karena telah beriman.152

Rashi>d

Rid}a> memaknai, kata al-mushrika>t untuk wanita bangsa Arab yang

non ahl al-kita>b, yang menurut sebagian para ulama berpendapat

kriteria [al-mushrika>t ]masih bersifat umum, mencakup ahl al-Kita>b,

karena di antara sebagian mereka adalah musyrik[Subhanahu Ama> Yushriku>n], QS.al-Taubah/9:31, karena landasan kemusyrikan itu

ditunjukkan dalam QS.al-Nisa'/4:48 (Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar)(QS. Al-Nisa’/4:48).

Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang menyatakan,

bahwa maksud kata [al-mushrika>t ] itu untuk wanita bangsa Arab

yang tidak memiliki kitab suci, karena atas dasar itulah gelar

’musyrik’ diberikan kepada mereka, sebagaimana menurut QS. al-

Baqarah/2:105 dan QS. al-Bayinah/98:1. Dan atas dasar gelar itu

pulalah, kedua ayat tersebut, kata [al-mushrika>t ] mencakup ahl al-

Page 41: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

115

kita>b dan juga non ahl al-kita>b.153

Menurut ungkapan di atas, Rashi>d

Rid}a menyatakan, bahwa ayat-ayat yang disebutkan tadi, sepadan

dengan perintah kebolehan menikahi wanita ahl al-Kita>b,

sebagaimana diperintahkan menurut ayat ( والمحصنننات مننن المؤمنننات

QS.al-Maidah/5:5. Karena ayat (والمحصننات منن النذين أوتنوا الكتناب منن قنبلكم

al-Maidah itu turun setelah turunnya ayat al-Baqarah, maka benar,

bagi yang menyatakan, bahwa lafaz [al-mushrika>t ] masih umum,

mencakup wanita ahl al-kita>b, lalu statusnya di-nasakh atau di-tah}s}i>s} (pengkhususan) dengan turunnya ayat al-Maidah. Suatu hal yang

bertentangan dengan pendapat sejumlah ulama tafsir pada umumnya,

yaitu mengenai pernyataan bahwa, ayat al-Baqarah/2:221 itu telah

me-nasakh ayat al-Maidah/5:5. Juga menyalahi kesepakatan, bahwa

ayat al-Baqarah itu lebih dahulu turun dari ayat al-Maidah, dan suatu

yang tidak masuk akal, yang lebih dahulu turun me-nasakh yang

akhir atau yang datang kemudian. Juga anggapan ulama, yang

menta’wilkan, bahwa ayat al-Maidah dikhususkan untuk wanita ahl al-kita>b yang telah beriman. Semua pandangan yang dimaksudkan

itu keliru dan tidak berlasanan atas sesuatu yang dihilangkan

(mah}dhu>f), karena wanita musyrik jika telah masuk Islam halal

dinikahi atas kesepekatan ulama (ijma’ ulama), tetapi hal itu berlaku

ketika sebelum diturunkan ayat, jika demikian kemudian dibenarkan

pendapat-pendapat itu, maka apalah faedahnya disebutkannya

setelah diturunkannya ayat, dan karena itu tidaklah beralasan

pelarangan menikahi wanita ahl al-kita>b atas pandangan tersebut,

menurut Rashi>d Ridh}a.154

Kemudian Rashi>d Rid}a, dalam menafsirkan penggalan ayat

اا) حزا يؤ شاشمي ال رنحاا اى ), bahwa menikahkan wanita beriman

dengan pria musyrik juga dilarang, karena alasan mereka tidak

kafa>’ah (tidak cukup), hingga mereka beriman. Pada saat yang

bersamaan, suatu hal yang tak bisa dihindari, menikahi pria yang

statusnya mukmin lebih baik dari pada menikah dengan pria kaya

atau berkedudukan, tetapi musyrik. Sejumlah ulama menyebutkan

pelarangan itu, karena alasan antara orang musyrik dan orang Islam

memiliki perbedaan keyakinan, maka berlaku larangan dalam

menjalin hubungan pernikahan, baik kepada pria atau wanita

mereka. Sementara menikahi wanita ahl al-kita>b telah dibolehkan

dengan turunnya ayat al-Maidah 5, walau tidak bersepakat ulama

mengenai pernikahan pria ahl al-kita>b dengan wanita muslimah.

Page 42: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

116

Menurut Rashi>d Rid}a, larangan itu, telah disepakati sejumlah ulama,

baik menurut al-Sunnah ataupun Ijma’.155

Pendapat Rashid Rida sebenarnya, dapat dinyatakan, bahwa

kriteria musyrik yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 221

itu berbeda menurut al-Maidah ayat 5, karena kriteria musyrik itu

bukanlah ahl al-Kita>b, melainkan wanita-wanita bangsa Arab yang

tidak memiliki kitab suci, dan menurutnya juga ayat itu berlaku

larangan bagi wanita muslimah menikahi pria musyrik.

2. Al-Mara>ghi>( 1300-1371 H )/( 1883-1952 M ), dalam kitabnya

Tafsir Al-Mara>ghi Penafsiran Al-Mara>ghi>

156 terhadap teks QS.al-Baqarah/2: 221,

[ شااشمبد حزاا يااؤ ال رنحااا اى ], sebagai suatu perintah pelarangan

menikahi wanita musyrik, dengan maksud [Janganlah kalian

menikahi wanita musyrik yang tidak memiliki kitab suci, hingga ia

benar-benar mereka beriman, membenarkan kenabian Muhammad

S.A.W.]. Kata, al-mushrikat dalam ayat ini, dipahami sama

maksudnya dengan teks QS. Al-Baqarah/2:105, dan QS. al-

Bayyinah/98:1, yang pada intinya, sebagai larangan menikah dengan

wanita musyrik selama masih dalam status kemusyrikan.157

Namun

pilihan al-Mara>ghi158

terhadap kebolehan menikahi wanita ahl al-kita>b jatuh pada kriteria wanita yang berstatus sebagai budak, bukan

pada wanita yang merdeka, menurut teks [ى أعججزن ألخ ؤخ خيش

,QS.al-Baqarah/2:221. Dalam hal ini diutamakannya status,[شاشمخ

karena status beriman memiliki nilai tertinggi dari segalanya, harta,

pangkat, yang merupakan pelengkap kehidupan semata. Oleh karena

itu, pemilihan agama (iman) menjadi alternatif dan sebagai pilihan

utama. Menurut Al-Mara>ghi nilai agama, merupakan hal yang urgen, selain menjaga harta, juga mempersiapkan generasi berakhlak mulia,

menjadi pilihan yang tepat. Lalu Ia mengutip sabda Nabi SAW

dalam riwayat Ibn Majah, menyatakan :

Jangan kamu menikahi wanita karena kecantikannya, karena barangkali

kecantikan itu akan menjerumuskan, dan jangan kamu menikahi mereka karena

hartanya, karena barangkali harta benda membuat kamu kelewat batas, tetapi

nikahilah karena agamannya, sesungguhnya budak wanita hitam meskipun tidak

cantik tetapi beragama itu lebih baik ‛. ( HR. Ibn Majah ). 159

Page 43: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

117

Kemudian Al-Maraghi menafsirkan ayat ( حزا شاشمي ال رنحاا اى ااا yakni tidak menikahkan pria musyrik dengan wanita ,(يؤ

mukminah hingga mereka benar-benar beriman, dan benat-benar

meninggalkan kakafirannya. Pada saat yang sama mereka telah

dinyatakan sempurna (kafa>’ah). Lalu menikahi pria muslim walau

kedudukannya sebagai budak menjadi pilihan yang terbaik dari pada

pria musyrik yang statusnya kaya raya atau berkedudukan. Pada

penjelasan ( غفاشح ثئرا أىئل اى هللا ياذعا إىا اىجاخ إىا اىابس ياذع ), sebagai

inti ayat ini, isyarat larangan menikahi orang mushriki>n atau

mushrika>t, karena terletak pada ajakan-ajakan mereka yang

mengarah kepada jalan menuju neraka. Sedangkan dakwa Islam,

adalah perintah mentaati Allah dan ajaran-Nya, tidak mengikuti

ajakan mereka, dalam hal pernikahan, karena akibatnya kesengsaraan

di akhirat, dibanding karena ketaatan yang membawa kepada

ampunan serta jalan menuju surga. 160

3. Sayyid Qutb (1326-1386 H)/(1906-1966 M), dalam Tafsi>r Fi > Zila>l Al-Qur’a>n.

Sayyid Qutb161

dalam menafsirkan teks QS.al-Baqarah/2:221,

sejalan dengan Mufassir pada umumnya. Setelah bersepakat dengan

para ulama tentang pelarangan pria muslim menikahi wanita musyrik

juga sebaliknya larangan pria musyrik menikahi wanita muslimah.162

Berawal dari kehidupan sosial umat yang tidak didukung

dengan kondisi yang aman dan damai, maka datanglah Islam

memperbaiki kondisi itu, dengan misi diutusnya seorang Rasul

pembawa wahyu, Muhammad SAW, memperbaiki kondisi umat,

menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat,

dilarangnya kemusyrikan.163

Diturunkanya QS.al-Baqarah/2:221 ini,

sebagai aturan baru dalam sebuah pernikahan, melarang pernikahan

antara pria muslim dengan wanita musyrik yang pernah terjalin

sebelumnya, sebagai solusi, disepakatinya perjanjian Hudaibiyah

(pada abad 6 H) Allah S.W.T dengan turunnya QS. al-

Mumtahanah/60:10.164

Merupakan awal pelarangan pernikahan

muslim dengan wanita musyrik [kafir], sebagaimana dilarangannya

penikahan pria musyrik terhadap wanita mukmin. Berlandaskan

kecintaan kepada Allah SWT bagi dua insan berbeda keyakinan,

mengawali turunnya teks QS. Al-Baqarah/2:221[ ال رنحا اىششمبد حز

-yang bertujuan mengangkat derajar manusia di antara makluk ,[ياؤ

makhluk lainnya, merupakan alasan pelarangan pernikahan berbeda

Page 44: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

118

agama, dan bertujuan menjadikan lebih bermartabat, sesuai dengan

manhaj (metode) Islam.165

Karena itu, dalam konteks ini, menikahi

wanita merdeka atau sebagai budak sekalipun, tidak menjadi

halangan, bahkan, Sayyid Qutb, menggarisbawahi status beriman,

menjadi syarat mutlak, menempati posisi yang utama, sesuai

kandungan teks QS. Al-Baqarah/2:221[ خيااش اا شااشمخ ألااخ ؤااخ ].

Kemudian dalam menafsirkan ayat (ااا حزاا يؤ شااشمي ال رنحااا اى ),

Sayyid Qutb, menekankan, bahwa larangan menikahi pria musyrik

itu, atas dasar dua alasan, yaitu, pertama, dua dakwah yang

besebrangan, kedua, peringatan sebagai tanda-tanda kebesaran Allah

atas ajaran agama ini. Dua dakwa yang besebrangan itu, bahwa

orang-orang musyrikin slalu mengajak kepada jalan ke neraka,

sedangkan orang beriman mengajak kepada jalan menuju ke surga,

dan tidak mungkin bisa bertemu antara dua jalan yang berbeda arah

atau berbeda keyakinan ? Jelasnya, hal itu sebuah pelajaran,

mengingatkan untuk menghindari pernikahan semacam ini.166

4. Muhammad Ali Al-S}a>buni ( w. 1406 H / 1986 M ), dengan

kitabnya, Tafsi>r Ayat al-Ah}kam Min Al-Qur'an. Penafsiran Ali Al-S}a>bu>ni

167 terhadap ayat QS. al-Baqarah/2:221,

menyatakan, bahwa makna al-mushrika>t adalah al-wathaniyah, yang

dipahami sebagai penyembah berhala, dan tidak memiliki sumber

ajaran agama samawi. Selain dikatgorikan sebagai ahl al-kita>b, yang

umumnya pengikut Yahudi dan Nasrani, diklaim juga sebagai

musyrik, menurut QS.al-Taubah/9:30-31.168

Ayat al-Baqarah di atas,

merupakan pelarangan atas pernikahan pria muslim dengan wanita

maju>si, karena mereka juga dinyatakan sama sebagai penyembah

berhala (wathaniyah). Pendapat ini, tentu bertentangan dengan

Jumhur Ulama diantaranya, menurut Empat Mazhab, yang

membolehkan menikahi ahl al-kita>b, dengan berargumentasi, dan

telah menjadi kesepakatan ulama menurut QS.al-Maidah/5:5, bahwa

lafaz al-mushrika>t tidak termasuk ahl al-kita>b, dan berdasarkan QS.

al-Baqarah/2:105 dan QS. al-Bayyinah/98:1, sebagaimana analisa

dari aspek bahasa dibedakan dengan adanya wawu at}af, yang ma’t }u>f dibedakan dengan yang ma’t }u>f ’alaih, sehingga menurut kaidah

bahasa Arab, kata, al-mushrika>t bukanlah bagian dari ahl al-kita>b.

Menurut pandangan Jumhur ulama salaf sebagai argumentasi mereka

terhadap alasan, yang bersumber dari Qata>dah, menyatakan bahwa

Page 45: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

119

lafaz al-musyrika>t adalah wanita musyrik penduduk Makkah yang

tidak memiliki kitab suci.169

Ali al-Sa>buni berpendapat, dengan mengutip riwayat Hamma>d,

berkata Ia, bahwa, ”Saya pernah bertanya kepada Ibrahim prihal

menikahi wanita Yahudi dan Nasrani? Ia menjawabnya : la> ba’sa

[tidak apa-apa], lalu Ibrahim berkata lagi, bukankah Allah telah

berfirman [ Sesungguhnya mereka itu ,[ ال رنحا اىششمبد حز يؤ

adalah wanita maju>si dan penyembah berhala. Al-Sa>buni, juga

mengutip pendapat Jumhur, yang menyatakan atas penolakannya,

bahwa ayat al-Baqarah menasakh ayat al-Maidah, karena alasan ayat

al-Baqarah turun lebih awal dari ayat al-Maidah, dan menurut kaidah

yang benar, yang akhir turun menasakh yang awal dan tidak

sebaliknya. Selain itu, Ali Al-Sa>bu>ni juga berargumentasi, dengan

hadith Umar r.a, diriwayatkan bahwa, Hudhaifah menikahi wanita

Yahudi, Umar ra. berkrim surat agar Hudhifah menceraikan istrinya

itu, lalu dibalasnya, dengan katanya, apakah hal itu haram ? Umar r.a

menjawab: itu tidak haram, melainkan aku hanya kwawatir saja, bila

hal itu akan diikuti oleh umat ini dan menjauhi wanita muslimah.

Maka dengan ini, sebenarnya Umar r.a tidak ingin menyatakan

haram, melainkan hanya kwawatir saja. Berdalil dengan riwayat

Abdurahman binAuf, bahwa Rasulullah bersabda: (Sannu Bihim sunnata ahl al-Kitabi, ghairi Nakihi Nisa’ihim Wala A>kili Dhaba>’ihim )(Perlakukanlah wanita Maju>si itu seperti

memperlakukan Ahl al-Kita>b, tidak menikahi wanita mereka dan juga

tidak memakan hasil sembelihan mereka ), hal itu mengenai

Majusi.170

Diakhir keterangan itu, Al-Sa>bu>ni menyatakan, jika hal itu

tidak menunjukkan kebolehan, maka tidak berpaedah penyebutannya.

Lalu Ali Al-S}a>bu>ni juga mengutip pendapat al-T}abari, yang

mengatakan, bahwa Qata>dah, menyatakan ayat [ال رنحا اىششمبد ],

tidak masuk kriteria wanita ahl al-kita>b, dengan alasan yang bersifat

umum, dan tidak menyatakan naskh, karena alasan itulah mereka

bukanlah musyrik, dihalalkan menikahi wanita mereka berdasarkan

al-Maidah/5:5, dan atas dasar ayat ini pula, izin kebolehan menikahi

wanita ahl al-Kita>b. Mengutip hadith Nabi S.A.W, melalui riwayat

Umar bin al-Khattab, ” Bahwa orang-orang mukmin boleh menikahi

wanita Nasrani dan Pria Nasrani tidak boleh menikahi wanita-wanita

muslimah ”. 171

Sesungguhnya dengan hadith itu, Umar r.a ingin

meyatakan tercela, buka haram.

Page 46: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

120

Kemudian al-Sa>bu>ni menjelaskan ayat ( حز ششمي ال رنحا اى ا ? pertanyaannya, bagaimana menikahi pria musyrik dilarang ,(يؤ

Ali al-Sa>bu>ni menjawab: bahwa maksud kata “mushrik” adalah setiap

orang kafir yang tidak beragama selain Islam. Maka mencakup

wathany (penyembah berhala), Maju>si, Yahudi dan Nasrani, dan

orang-orang yang keluar dari agama Islam, mereka dilarang untuk

dinikahi.172

Sebagai kesimpulan terhadap penafsiran Ulama tafsir modern-

kontemporer ini, Muhammad Abduh dan Rashi>d Rid}a>, menyatakan

larangan menikahi wanita musyrik bangsa Arab yang tidak memiliki

kitab suci, dan membolehkan menikahi wanita ahl al-Kita>b atau non

ahl al-Kita>b. Sementara menurut Al-Mara>ghi, menyimpulkan tidak

boleh menikahi wanita musyrik atau pria musyrik, selama masih

dalam status kemusyrikan, tetapi boleh menikahi wanita muh{s}ana>t, walau berstatus sebagai budak atau merdeka. Pendapat Sayyid Qutb,

sejalan dengan mufassir lain, Ia sepakat terhadap pelarangan pria

muslim menikahi wanita musyrik atau sebaliknya pria musyrik

menikahi wanita muslimah. Demikian menurut Ali Al-S}a>bu>ni

mengharamkan pria/wanita musyrik[penyembah berhala dan maju>si], dan membolehkan menikahi wanita ahl al-kita>b.

5. Abu> al-‘Ala> Al-Maudu>di ( 1321-1399 H/1903-1979 M ), dalam

Kitabnya Tafhi>m Al-Qur’a>n.

Menurut Abu ‘Ala> al-Maudu>di,173

sebagaimana yang dikutip

Abdul Muta’a>l, bahwa penyembah berhala dan kaum atheis adalah

kelompok yang amat jauh dari agama Islam, baik peradaban dan

kepercayaan. Maka menurutnya secara mutlak dilarang menikahi

perempuan salah satu di antara mereka.174

Tanpaknya pendapat

tersebut, sejalan dengan pendapat Jumhur ulama, yang menyatakan

bahwa, wanita musyrik [al-mushrika>t] itu bukan hanya sebatas

wanita bangsa Arab saja, melainkan mencakup semua wanita musyrik

non Arab dimana saja berada. Dengan kata lain, bahwa semua wanita

baik ia bangsa Arab atau non Arab selain ahl al-Kita>b, yakni baik

Yahudi dan Kristen tidak boleh dinikahi. Menurut pendapat ini,

wanita yang bukan muslimah dan bukan pula Yahudi atau Kristen

tidak boleh dinikahi oleh pria muslim apapun agama dan kepercayaan

mereka, seperti, Budha, Hindu, Konghuchu, Majusi, karena mereka

termasuk katagori musyrik. Bahkan keharaman itu tidaklah cukup

sampai disitu, bukan saja keharaman bagi wanita musyrik tetapi juga

Page 47: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

121

bagi wanita atheis yang tidak percaya kepada Allah SWT, tetapi

percaya kepada alam ini sebagai suatu kekuatan yang kekal.175

6. Mahmud Shaltu>t ( 1893-1963 M ), Dalam Tafsir Al-Qur’an

Wa al-Mar’ah.

Muhammad Shaltu>t176

dalam fatwanya mengenai QS. Al-

Baqarah/2:221 ini, prihal pernikahan pria muslim dengan wanita

musyrik, atau pernikahan antara wanita muslimah dengan pria

musyrik, berdasarkan kesepakatan Jumhur statusnya dilarang. Hal itu

sudah menjadi kesepakatan semenjak zaman Nabi SAW hingga

sekarang, karena alasannya, bahwa kata‚ al-mushrika>t adalah mereka

yang tidak mempercayai adanya Tuhan dan tidak memiliki kitab

samawi. Berdasarkan alasan itu, bahwa Islam tidak mengenal adanya

hubungan pernikahan antara wanita muslimah dengan pria musyrik,

dan tidak membenarkan orang muslim menjalin hubungan pernikahan

dengan wanita musyrik apapun alasannya. Hal itu dipertegas dengan

Al-Qur‟an secara s}arikh (tegas), bahkan menjadi kesepakatan Jumhur

Ulama berdasarkan QS. al-Baqarah/2:221[ ال رنحا اىششمبد حز

.[يؤ177

Pendapat Shaltut juga diungkap oleh Muhammad Quraish

Shihab dalam, Wawasan Al-Qur’an, bahwa telah disetujui

perkawinan seorang muslim dengan wanita non muslim yang

berstatus ahl al-kita>b, dengan tujuan perkawinan tersebut membawa

misi kasih sayang dan harmonisme, sehingga akan terkikis dari sang

istri rasa kurang senangnya terhadap ajaran Islam, dan perlakuan

suaminya yang baik, walaupun berbeda agama, menjadikan sang istri

lebih mengenal keindahan dan keutamaan Islam secara praktis

(amaliyah), sehingga dampak perlakuan baik sang suami adalah

ketentraman, kebebasan beragama, serta hak-hak lainya, dirasakan

sebaimana layaknya seorang istri. Tetapi Shaltut juga menegaskan,

jika sesuatu yang mejadi alasan di atas tidak tercapai dan tidak

terpenuhi, sebagaimana sering terjadi [di Barat], para ulama sepakat

untuk tidak membenarkan perkawinan semacam itu, termasuk mereka

yang sebelumnya membolehkan. Jika demikian, seorang wanita

muslim juga dilarang mengawini pria musyrik dengan alasan rasa

kwawatir akan berpengaruh dibawah kekuasaan sang suami yang

berbeda agama, maka perkawinan pria muslim dengan wanita ahl al-

kita>b, harus pula tidak dibenarkan, karena kwawatir terhadap anak-

anak di masa depan, terhadap nilai-nilai yang bertentangan dengan

Page 48: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

122

ajaran Islam.178

Sedangkan menurut Muhammad Saltut, tentang

pernikahan wanita muslimah dengan pria non muslim (musyrik),

telah disepakati status hukumnya, sejak zaman Rasulullah SAW dan

kesepakatan Ulama (ijma„), hingga sekarang, secara mutlak

diharamkan, hingga tidak ada pengecualian lagi, menurut QS. Al-

Baqarah/2:221 ( ال رنحا ىششمي حز يؤا ). 179

Sebagai kesimpulan, dari pendapat-pendapat ulama-ulama

tafsir Modern-kontemporer yang diungkap di atas, yaitu, menurut al-

Maudu>di, bahwa penyembah berhala dan kaum atheis adalah

kelompok yang amat jauh dari agama Islam, baik peradaban dan

kepercayaan. Maka secara mutlak haram menikahi perempuan

mereka. Sejalan dengan pendapat Jumhur ulama, mereka menyatakan

bahwa, wanita musyrik [al-mushrika>t ] itu bukan hanya terbatas pada

wanita bangsa Arab saja, melainkan mencakup semua wanita musyrik

Arab dan non Arab [Budha, Hindu, Konghuchu, maju>si] dimana saja

berada. Muhammad Shaltut, menolak pernikahan pria muslim dengan

wanita musyrik, dan sebaliknya. Karena menurutnya kata‚ al-

mushrika>t dipahami mereka yang tidak mempercayai adanya Tuhan

dan tidak memiliki kitab samawi.

Berikutnya, beberapa pembahasan mengenai pernikahan pria

muslim dengan wanita musyrik, dan akan lebih fokus lagi, menurut

pandangan ulama-ulama tafsir Indonesia dan juga Cedikiawan

Muslim.

H. Perspektif Ulama Tafsir Indonesia dan Cendikiawan Muslim.

Dalam pembahasan ini, kajian tentang pernikahan beda agama

terhadap tefsir katya-karya ulama Indonesia, seperti, Haji Abdul

Malik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Muhammad Quraish Shihab

dan sebagainya. Selain itu, masuk beberapa kalangan sarjana muslim

dan cendekiawan muslim Indonesia, yang turut berbicara tentang al-

Qur‟an. Maka dimasukkan dalam kedalam kajian ini, untuk

mengetahui pandangan ulama-ulama mereka, tentang pandangan

tafsir ayat-ayat pernikahan beda agama, termasuk, Nurchalis Madjid

dan sebagainya.180

1. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah/Hamka(w. 1981 M),

dalam Tafsir Al-Azhar, 1973

Hamka,181

adalah di antara salah seorang Mufassir Indonesia

yang terkenal, penafsiranya dengan tegas terhadap QS. al-

Baqarah/2:221 ini, ( ششمبد حز يؤ نحا اى ال ر ), menyatakan, bahwa

Page 49: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

123

telah menjadi suatu pilihan hidup (way of life), perintah berhati-hati

memilih teman hidup, yakni isteri, karena ia yang akan menjadi

teman hidup dan menegakkan rumah tangga bahagia, beriman, damai,

menurunkan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Kemudian, Hamka

menyebutkan asba>b al-nuz>ul ayat ini, terkait dengan Marthad al-

Ghanawi terhadap pelarangan menikahi wanita musyrik.182

Alasan

Hamka atas larangan pernikahan ini, adalah jika seseorang telah

menikahi wanita non muslim, pasti akan berpengaruh terhadap

keharmonisan rumahtangga, terlebih setelah memiliki anak, maka

ungkapan terus terang sebelum mengawininya, jika telah masuk

Islam. "Dan sesungguhnya seorang hamba perempuan yang beriman,

lebih baik dari pada perempuan (merdeka) yang musyrik walaupun

sebagai budak, lebih baik dari pada perempuan (meredka) yang

musyrik, walaupun (kecantikan perempuan yang merdeka itu)

menarik hati QS. Al-Baqarah/2:221.183

Hamka menyebutkan sebab nuzu>l ayat ini, dalam riwayat yang

lain, bahwasanya sahabat Nabi yang terkenal gagah berani dalam

perang, Abdullah bin Rawahah namanya, Ia sangat marah, hingga

menempeleng budak perempuannya, walaupun ia hitam kulitnya,

tetapi amatlah shaleh. Penyesalannya, hingga terdengar oleh

Rasulullah, sampai terdetik dalam hatinya, ingin memerdekakan dan

mengawininya. Kemudian Abdullah mengawini budak wanitanya.

Maka turunlah ayat ini, menyatakan, bahwa budak perempuan yang

beriman lebih baik dari pada perempuan merdeka yang musyrik

walaupun ia cantik.184

Hamka menafsirkan penggalan QS. Al-

Baqarah/2:221, ( ى ششك خيش ؤ ىعجذ ا حز يؤ ششمي ال رنحا اى ,Dan janganlah kamu kawinkan laki-laki yang musyrik" (أعججن

sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak lelaki yang beriman

lebih baik dari pada seorang pria yang musyrik, walaupun kamu

tertarik padanya". Menurut Hamka, larangan menikahi laki-laki

musyrik itu, menjadi dasar larangan, jika rumahtangga yang

dibangunnya atas dasar perbedaan keyakinan, dan tidak akan ada

ketenteraman. Karena mereka akan mengajak kepada jalan masuk

neraka, baik itu neraka dunia atau neraka akhirat karena ajakan-

ajakan mereka yang tidak benar. Dan bila pernikahan membuahkan

keturunan (anak), tidaklah mungkin pertumbuhan jiwa seorang anak

itu sehat, karena dibawah asuhan sang ayah dan ibu yang berlawanan

haluan (keyakinan). Maka dengan ayat ini pula, Hamka menegaskan,

bahwa krietria kafa>'ah (cukup) antara laki-laki dan perempuan adalah

Page 50: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

124

persamaan pendirian, persamaan anutan agama [Islam] yang menjadi

pilihan.185

Diujung ayat Hamka, menegaskan bahwa, (أىئل),

Sesungguhnya Allah mengajak kamu kepada surga dan

magfirah(ampunan) dengan izinNya, dan dijelaskan ayatnya ayat-

ayatNya kepada manusia suapay mereka ingat (QS/al-Baqarah/:221.

Ujung ayat menegaskan, ayat-ayat di sini berarti perintah. Tidak

boleh diabaikan. Sebab rumahtangga wajib dibentuk dengan dasar

yang kokoh, dasar iman dan tauhid, bahagia di dunia dan bahagia di

akhirat. Maghfirah dan anpunan Tuhan meliputi rumahtangga yang

demikian. Alangkah bahgia suami-istri karena persamaan pendirian

dalam menuju Tuhan, Alangkah bahagia, sebab dengan izin Allah

mereka akan bersama-sama menjadi isi Surga. Inilah yang wajib

diingat, jangan mengingat kecantikan perempuan, karena kecantikan

itu berapa lama akan pudar. Dan jangan terpesona dengan kekayaan

seorang laki-laki, karena kekayaan lelaki yang musyrik tidak ada

berkahnya. Dengan ayat ini, dijelaskan orang Islam tidak kufu dengan

segala orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain.186

Pada kesimpulannya, menurut Hamka, telah dilarang

pernikahan pria muslim dengan wanita musyrik menurut ayat al-

Baqarah di atas, sebagaimana juga berlaku larangan itu bagi pria

musyrik yang ingin menikahi wanita muslimah.

2. Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsi>r Al-Misba>h, 1990 M

Menurut Quraish Shihab,187

bahwa maksud QS. Al-

Baqarah/2:221, dalam memilih pasangan merupakan batu pertama

sebagai pondasi bangunan rumah tangga, karena ia harus sangat

kokoh, jika tidak, bangunan akan mudah roboh kendati hanya dengan

sedikit goncangan. Lerlebih, bila beban yang ditampungnya semakin

berat dengan kelahiran sang anak. Pondasi yang kokoh, bukan hanya

kecantikan dan ketampanan, karena keduanya bersifat relatif,

sekaligus cepat pudar, bukan juga harta, karena harta mudah di dapat

sekaligus akan mudah lenyap, bukan pula status sosial atau

kebangsawanan, karena yang inipun sementara, bahkan dapat lenyap

seketika.Tetapi pondasi yang kokoh adalah yang bersandarkan

kepada iman kepada Yang Maha Esa, Maha Kaya, Maha Kuasa, lagi

Maha Bijaksana. Karena itu wajarlah jika pesan pertama kepada

mereka yang bermaksud ingin membina rumah tangga adalah, dengan

ayat [ Janganlah kamu menikahi ” [ال رنحا اىششمبد حز يؤ

(menjalin hubungan dengan ikatan perkawinan) dengan wanita-

Page 51: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

125

wanita musyrik, para penyembah berhala, sebelum mereka beriman

kepada Allah SWT, dan beriman kepada Muammad S.A.W,

sesungguhnya wanita budak, yang berstatus sosial rendah, menurut

pandangan masyarakat, tetapi mukmin, lebih baik dari pada wanita

musyrik, walaupun menarik hati, karena ia cantik, bangsawan, kaya,

dan lain-lain.188

Pengertian mushrik, menurut Quraish Shihab adalah siapapun

yang melakukan aktivitas bertujuan ganda, pertama percaya kepada

Allah dan kedua, percaya kepada selain Allah. Seseorang dikatakan

musyrik, jika percaya bahwa ada Tuhan bersama Allah, oleh karena

itu, orang Kristen yang percaya kepada trinitas adalah musyrik.

Tetapi menurut Quraish Shihab, hal itu berbeda dengan pandangan

umum para pakar al-Qur‟an, yang menurut mereka

kata‟mushrik‟atau‟mushriki>n‟, atau‟mushrika>t, digunakan untuk

kelompok tertentu yang mempersekutukan Allah. Mereka adalah para

penyembah berhala, yang ketika diturunkannya Al-Qur‟an masih

sangat banyak, khususnya yang bertempat tinggal di kota Makkah.

Dengan demikian istilah al-Qur‟an tentang mereka berbeda dengan

pandangan para ulama pada umumnya. Karena itulah, penganut

agama Kristen yang percaya kepada Tuhan Bapak dan Tuhan Anak,

yang menurut para ulama tafsir sebagai orang-orang yang

mempersekutukan Allah, namun menurut Al-Qur‟an mereka

bukanlah orang-orang musyrik, melainkan mereka dinamakan ahl al-

kita>b. Hal itu dapat dilihat dengan bunyi ayat-ayat al-Qur‟an, surat al-

Baqarah/2:105, surat al-Bayyinah/98:1. Kemudian, dalam kedua ayat

tersebut, ditemukan istilah ka>fir, yang dapat dipahami, pertama : ahl

al-kita>b , dan yang kedua, adalah orang-orang musyrik

(al-Mushrika>t dan al-Mushriku>n). Dua istilah yang digunakan al-

Qur‟an satu subtansi yang sama, yakni kekufuran dalam dua nama

yang berbeda, yaitu, ahl al-kita>b dan al-mushrika>t atau al-

mushriku>n. Dua perbedaan istilah tersebut, akan banyak dijumpai

dalam al-Qur‟an, di antaranya izin bagi pria muslim menikahi wanita

ahl al-kita>b yang dibolehkan menurut QS. Al-Maidah/5:5. Tetapi

bagi yang memahami kata mushrik, mencakup ahl al-kita>b, mereka

menilai bahwa ayat al-Maidah itu telah dibatalkan hukumnya oleh

ayat al-Baqarah di atas. Namun hal itu, sulit diterima, karena ayat al-

Baqarah lebih dahulu turunnya dari ayat al-Maidah, dan tidak logis,

sesuatu yang turun lebih dahulu membatalkan hukum yang datang

kemudian. Dan lebih sulit lagi diterima, yang berpendapat, bahwa

Page 52: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

126

tidak ada ayat yang batal hukumnya. Belum lagi sekian banyak

riwayat yang mengatakan, dan sekian banyak bukti para sahabat dan

para tabi‟in, yang menikah dengan ahl al-kita>b, seperti Khalifah

Usman bin Affan, dan juga sahabat lain, yaitu T}alhah dan Zubair r.a

menikah dengan wanita Yahudi.189

Dengan demikian, menurut Quraish Shihab, terdapat istilah

lain yang tidak disebutkan di atas, yaitu ka>fir, bedasrkan QS al-

Bayyinah/98:1, istilah itu, menjadi dua kelompok yang berbeda, yaitu

ahl al-kita>b dan orang-orang musyrik. Perbedaan itu dipahami karena

adanya huruf at}af (wawu), yang menurut Quraish Shihab,

menghimpun dua hal yang berbeda, maka yang dilarang

mengawinkan wanita muslimah dengan pria musyrik, sedangkan

yang dibolehkan menurut ayat al-Maidah ini adalah mengawini

wanita ahl al-kita>b.190

Kemudian Quraish Shihab melanjutkan

tafsirannya, dengan penggalan ayat ( ىعجذ ا حز يؤ ششمي ال رنحا اى أعججن ى ششك خيش ؤ ), Dalam penggalan ayat pertama ( ال

نحا اىششمبد حز يؤر ), bahwa ayat ini penekanannya pada seorang

pria muslim. Sedangkan penggalan ayat kedua ini ( ششمي ال رنحا اى ا bahwa penekanannya terletak pada para wali. Para wali ,(حز يؤ

dilarang mengawinkan wanita-wanita dengan orang-orang musyrik.

Paling tidak menurut Quraish Shihab ada dua yang harus

digarisbawahi, yaitu, Pertama, dalam penggalan kedua tersebut

kepada wali memberi isyarat bahwa wali mempunyai peranan yang

penting dalam perkawinan putri-putrinya atau wanita-wanita dibawah

perwaliannya. Dalam hal ini, perlu diperluas dalam kajian fiqh, yang

porsinya lebih mendetail, karena di antara para ulama beraneka

ragam pendapat dalam masalah ini. Ada yang berpedapat sangat

ketat, sampai mensyaratkan persetujuan dan izin yang bersifat pasti

darai para wali dalam penentuan calon suami bagi putrinya. Maka

disebutkan, bahwa tidak sah pernikahan tanpa wali ( ال نب إال ثى)

(tidak sah pernikahan tanpa wali), tetapi ada juga yang sekedar

memberi hak untuk mengajukan tuntutan pembatalan, jika

perkawinan berlangsung tanpa wali atau tanpa restunya. Menurut

pandangan ini, tuntutan tersebut tidak serta merta dapat dibenarkan,

kecuali setelah memenuhi sejumlah syarat.betapaun demikian, perlu

diingat, bahwa perkawinan yang dikehendaki Islam, adalah

perkawinan yang menjalin hubungan harmonis antara suami-isteri,

sekaligus antara keluarga, bukang saja keluarga masing-masing,

tetapi juga antar kedua mempelai. Dari sinilah peranan orang tua

Page 53: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

127

dalam perkawinan menjadi sangat penting, baik dengan memberi

mereka kewenangan yang besar, maupun sekedar restu tanpa

mengurangi hak anak. Karena itu, Rasulullah memerintahkan orang

tua untuk meminta persetuuan gadisnya, atau paling tidak ada

kesepakatan antara kedua orang tua. Hal yang kedua, yang perlu

digarisbawahi, bahwa laranga perkawinan wanita muslimat dengan

orang musyrik, walaupun pandangan umumnnya ulama tidak

memasukkan Ahl al-Kitab dalam katagori musyrik, tetapi ini bukan

berarti izin pria ahl al-kitab mengawini wanita muslimah. Larangan

tersebut menuruta ayat di atas, berlanjut hingga mereka beriman.

Sedangkan ahl al-kita>b, tidak dinilai beriman dengan iman yang

dibenarkan Islam. Bukankah mereka (walaupun tidak dinamai

musyrik), dimasukkan dalam katagori kafir ? Apalagi dalam kata ayat

lain dipahami, bahwa wanita-wanita muslimah tidak diperkenankan

juga mengawini atau dikawinkan dengan pria Ahl al-Kitab,

sebagaimana yang secara tegas dinyatakan oleh QS. al-

Mimtahanah/60:10”Mereka wanita-wanita muslimah, tidak

dihalalkan bagi orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itu tidak

halak pula bagi mereka. Menurut ayat ini, tidak menyebutkan ahl al-

Kita>b, tetapi dengan istilah yang digunakannya adalah ” orang-rang

kafir”, dan seperti yang diutarakan di atas, ahl al-Kitab adalah salah

satu dari kelompok orang kafir. Dengan demikian, walaupun ayat ini

tidak menyebutkan ahl al-Kita>b, namun ketidakhalalan tersebut

mencakup dalam kata orang-orang kafir. 191

Dapat disimpulkan bahwa, Quraish Shihab menyatakan

larangan menikahkan wanita-wanita muslimah dengan pria musyrik,

sebagaimana juga orang-orang Islam dilarang menikahi wanita-

wanita musyrik.

3. Tim Tafsir Departemen Agama RI Dalam menafsirkan ayat QS.al-Baqarah/2:221, Tim

Departemen Agama192

menyebutkan asba>b nuzu>l ayat ini, berkenaan,

Marthad bin al-Ghanawi yang ingin menikahi wanita musyrik. Dalam

tafsirnya, kata al-nika>h disepakati sebagai sebuah akad (ikatan atau

perjanjian), dan kata wat} (jima' : bersebadan). Istilah Nikah, adalah

akad perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan syarat dan rukun

tertentu, menurut syariat Islam. Kata al-nika>h, dengan segala

bentuknya telah disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur'an, baik surat

al-Baqarah/2:221, al-Nisa'/4:3,6,25 serta al-Nur/24:33. Menurut ayat

Page 54: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

128

ini, secara tegas merupakan pelarangan pernikahan antara orang

mukmin dengan orang-orang musyrik. Dengan kesimpulan, bahwa

ayat ini, (1). Melarang laki-laki mukmin menikah dengan perempuan

musyrik dan juga melarang menikahkan perempuan mukmin dengan

laki-laki musyrik, selama mereka tetap dalam kemusyrikannya.(2).

Larangan ini, tidak ada tawar-menawar lagi, sebab erat hubungannya

dengan keturunan dan masa depan Islam. (3). Kaum musyrik yang

menyembah selain Allah itu akan slalu berusaha memusyrikan orang-

orang mukmin kejurang kehancuran dan kesesatan.193

Kesimpulan penafsiran ulama-ulama Indonesia, (1). Menurut,

Hamka, dilarangan menikah laki-laki muslim dengan wanita musyrik,

juga melarang menikahkan wanita-wanita muslimah dengan pria

musyrik, karena mereka akan mengajak kepada jalan masuk neraka,

baik itu neraka dunia maupun neraka akhirat, karena ajakan-ajakan

mereka yang tidak benar. (2). Menurut Quraish Shihab, dilarangan

pria muslim menikah dengan wanita musyrik, demikian halnya,

mengawinkan wanita muslimah dengan pria musyrik, dan yang

dibolehkan mengawini wanita ahl al-kita>b, (3). Menurut penafisran

Tim Departemen Agama (DEPAG), melarang laki-laki mukmin

menikah dengan perempuan musyrik dan melarang menikahkan

perempuan mukmin dengan laki-laki musyrik, selama mereka tetap

dalam kemusyrikannya.

4. Sarjana Muslim Indonesia dan Cendikiawan Muslim

Terdapat beberapa pandangan para sarjana muslim dan

cendikiawan muslim dalam memahami QS.al-Baqarah/2:221 ini,

terkait term al-mushrika>t. Di antaranya :

(1). Nurcholis Majid dalam bukunya, Fiqh Lintas Agama,

dalam memahami tafsiran ayat tersebut, dengan membedakan

beberapa istilah, term musyrik, istilah ahl al-kita>b, serta ahl al-i>man.

Secara ekplisit dan jelas, Allah dalam kitab suci-Nya, bahwa

kepercayaan ahl al-kita>b, didasarkan pada perbuatan syirk, seperti

yang dikatakan mereka dalam firmannya, ”....Sesungguhnya Allah itu

adalah al-Masi>h putra Maryam....(al-Maidah/5:17), dan mereka juga

berkata :"Bahwa Allah adalah yang ketiga dari trinitas ( al-

Maidah/5:73), dan mereka berkata lagi: ...” al-Masi>h putra Allah

(al-Taubah/9:30), begitu pula orang-orang Yahudi berkata,

sebagaimana disebutkan al-Qur‟an, .....Uzair putra Allah ( al-

Maidah/5: 30), dan perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan adalah

Page 55: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

129

perbuatan shirk, tetapi al-Qur‟an sebagai wahyu yang datang

langsung dari Allah telah memilih dan menempatkan kata-kata itu

dengan istilah yang sangat tepat, dan al-Qur‟an tidak menyebutkan

mereka dengan sebutan ‟ mushrik ‟, akan tetapi mereka tetap di

panggil dengan sebutan ahl al-Kita>b.194

Seperti dalam ungkapan di

atas, dapat diidentifikasikan, mengenai siapa yang dimaksudkan al-

Qur‟an sebagai orang musyrik, yang kemudian haram dikawini oleh

orang-orang Islam menurut QS.al-Baqarah/2:221.Karena dikatakan

musyrik, bukan hanya mempersekutukan Allah, tetapi juga tidak

mempercayai salah satu kitab suci samawi, baik yang terdapat

penyimpangan maupun yang masih asli, disamping tidak seorang

nabi pun yang mereka percayai. Sedangkan ahl al-kita>b, adalah orang

yang mempercayai salah seorang nabi dari nabi-nabi dan salah satu

kitab dari kitab samawi, baik yang sudah terjadi penyimpangan pada

mereka, baik dalam bidang akidah atau amalan, sedangkan yang

dimaksdukan mukmin adalah orang-orang yang percaya dengan

risalah Nabi Muhammad, baik mereka lahir dalam keadaan Islam

ataupun kafir kemudian memeluk Islam, yang berasal dari ahl al-

kita>b atau kaum musyrik, ataupun dari agama mana saja. Demikian,

menurut Nurchalis Madjid.195

Demikian jelas, penegertian ketiga istilah di atas. Oleh karena

itu, bila Allah telah mengharamkan mengawini perempuan musyrik,

seperti al-Qur‟an al-Baqarah/2:221 ini, maka tidak tepat bila

dipahami al-mushrika>t itu adalah perempuan ahl al-kita>b. Bahkan

menurut Imam Muhammad Abduh secara lebih spesifik dan secara

terang berpendapat, sebagai mana ditukil oleh muridnya Rashi>d Rid}a>,

bahwa perempuan yang haram dinikahi oleh laki-laki muslim dalam

ayat ini, adalah perempuan-perempuan musyrik Arab. Pertanyaannya

apakah masih ada sampai saat ini orang-orang seperti musyrik Arab

itu ? Pandangan Nurcholis Madjid tentang masuknya non-muslim ke

dalam katagori musyrik ditolak dengan beberapa alasan, yaitu :

Pertama, sejumlah ayat dalam al-Qur‟an membedakan antara

orang-orang mushrik dengan ahl al-kita>b (Kristen dan Yahudi).

Beberapa ayat dalam al-Qur‟an menggunakan waw sebagai huruf

at}af, sebagai pembeda antara kata sebelumnya dengan sesudahnya.

Maka atas dasar inilah terdapat perbedaan antara kata ‟mushrik‟ dan

kata ’ahl al-kita>b’. Dalam hal ini, Ibn Jari>r al-T}abari dalam kitabnya

[Ja>mi’ al-Baya>n an Ta’wi>l Al-Qur’a>n], termasuk salah seorang

Page 56: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

130

Mufassir terkemuka, yang menafsirkan kata ”mushrik ” sebagai

orang-orang yang bukan ahl al-kita>b. 196

Kedua, larangan menikahi musyrik, karena dikwawatirkan

wanita musyrik atau laki-laki musyik memerangi orang-orang Islam.

Sebagaimana diketahui, bahwa ayat ini turun dalam situasi, dimana

terjadi perang antara orang-orang muslim dengan orang-orang

musyrik Arab. Disini jelas, bahwa yang dimaksud mushrik berarti

orang-orang yang suka memerangi orang-orang muslim. Tetapi Imam

al-Ra>zi adalah salah seorang ulama yang menolak bahwa makna

‟mushrik‟, ditujukan kepada kalangan bangsa Arab, melainkan

mereka yang suka memerangi orang-orang muslim, dan karenanya,

kaum musyrik bukanlah ahl al-dhimmah.197

Ketiga, dalam masyarakat Arab terdapat tiga kelompok

masyarakat yang disebut sebagai kelompok lain, yaitu, mushrik,

Kristen dan Yahudi. Yang disebut mushrik adalah mereka yang

mempunyai kedudukan tertinggi di posisi penting dalam masyarakat,

yang berpusat di Makkah. Mereka mempunyai patung, yang paling

besar’Hiba>l’yang menghadap ka‟bah. Sedangkan Kristen adalah

merupakan kekuatan yang sangat besar di dataran Arab. Mereka

adalah kelompok orang Kristen Syam yang lari dari dari kezaliman

Raomawi. Kedatangan mereka menyebabkan sejumlah kabilah Arab

memeluk agama Kristen yang antara lain, Ghassa>n, Taghallub,

Tanu>kh, Lakhm, Khara>m dan lainnya. Dan yang dimaksud Yahudi,

adalah mereka yang lari dari Syam, karena kediktoran Romawi dan

Persia. Mereka berpusat di Madinah, yang jumlahnya hampir separoh

penduduk Madinah, mereka antara lain adalah, keturunan Bani

Qaynuqa‟, Nadhir dan Quraid}ah. Dan sebagian mereka ada yang

tersebar keberapa wilayah Arab bersama orang-orang Yahudi, hingga

samapi ke Yaman. Dari sini juga mereka tersebar, diantara, Yastrib,

Khaybar, Tabuk, Tayma‟, serta Yaman. Dalam beberapa keterangan

di atas, terlihat perbedaan ketiga komunitas tersebut, sehingga

perbedaan di antara mereka dalam sisi ajaran terletak pada ajaran

monoteisme. Dan musyrik adalah murni sebagai kekuatan politik,

yang diantara ambisinya adalah kekuasaan dan kekayaan. Sementara

Yahudi dan Kristen adalah mereka yang sedikit banyak memiliki

persinggungan teologis dengan Islam. Walaupun terdapat ketegangan

di antara mereka dengan komunitas muslim, tetapi setidaknya

terdapat beberapa upaya untuk membangun sebuah kesepahaman

bersama yang dibuktikan dengan diterbitkannya‟ Piagam Madinah‟,

Page 57: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

131

sebagai kesepakatan antara komunitas, muslim, Kristen, dan Yahudi,

dan bahkan ketiga agama samawi tersebut, telah sepakat untuk

bersatu menjadi umat yang satu (umatan wa>hidah).198

Keempat, alasan yang cukup kuat dan fundamental yang

dikemukanan Nurchalis Madjid, tentang dibolehkannya nikah beda

agama, terutama non-muslim, yaitu, disebutkan ayat al-Maidah/5:5

ini, sebagai ayat yang diturunkan di Madinah, setelah adanya ayat

pelarangan pernikahan dengan orang-orang musyrik, sehingga

mereka beriman. Bahkan ayat ini, sebagai ayat revolusi, karena

secara ekplisit menjawab beberepa keraguan bagi masyarakat muslim

saat itu, prihal pernikahan dengan non muslim. Namun ayat ini, mulai

membuka ruang bagi wanita Kristen dan Yahudi (ahl al-Kita>b),

untuk melakukan pernikahan dengan non-muslim. Ayat tersebut, bisa

berfungsi dua hal sekaligus, yaitu, penghapus (na>sikh), dan

pengkhusus(mukhas}i>s}) dari ayat sebelumnya yang melarang

pernikahan dengan orang-orang musyrik. Sedangkan prihal

kebolehan pernikahan dengan non-muslim, terdapat beberapa sahabat

Nabi, yang menikahi perempuan Kristen dan Yahudi, antara lain,

Hudhaifah dan T}alhah. Khalifah Umar bin Khattab sempat gerang

dan marah ketika mendengar kabar pernikahan tersebut. Sikap Umar

seperti itu sebenarnya, bukan untuk mengharamkan pernikahan,

melainkkan hanyalah kwawatir, bila sewaktu-waktu para sahabat

membelot dan masuk kedalam komunitas non-muslim. Hudhaifah

dan T}alhah merupakan kedua tokoh yang menonjol saat itu, sehingga

wajar bila Umar bin al-Khattab mengingatkan mereka berdua.199

(2). Menurut Umar Shihab, tentang pernikahan beda agama,

terhadap larangan pria muslim menikahi wanita musyrik berdasarkan

QS.al-Baqarah/2:221, atau sebaliknya, larangan wanita muslimah

dikawini oleh lelaki musyrik. Umar Shihab, yang mengutip pendapat

Ibn Jari>r al-T}a>bari, maksud mushrika>t adalah wanita penyembah

berhala di kalangan orang-orang Arab yang hidup pada zaman Nabi

SAW. Tetapi menurut Umar Shihab, kata ’mushrik’ dalam ayat

tersebut berlaku secara umum, yakni berlaku paham keagamaan yang

menyembah selain Allah, yang berarti, mereka tidak boleh menikah

dengan kaum muslimin. Sedangkan pria muslim menikahi wanita non

muslim secara mutlak tidak dibolehkan menurut sebagian ulama

salaf, tetapi menikahi wanita ahl al-kita>b [Yahudi dan Nasrani],

bahkan wanita Maju>si dibolehkan, berdasarkan QS.al-Maidah/5:5.200

Tetapi dalam menihaki wanita bukan mushrik dan bukan pula ahl al-

Page 58: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

132

kita>b, seperti, Sa>bi'ah, Hindu, Budha, Shinto, atau Konfutze, al-

Qur‟an berdiam diri. Hal yang demikian menimbulkan masalah,

apakah boleh atau tidak ? Mengutip pendapat al-T}abari mereka itu

digolongkan sebagai ahl al-kita>b, karena menganut paham tauhid

(mengesakanTuhan), bahkan menurut data sejarah, mereka

mempunyai (teologi Rasul dan Kitab suci samawi).201

Sayyid

Muhammad Rashi>d Rid}a> sependapat dengan al-T}abari di atas, beliau

mengatakan bahwa untuk kepentingan politik dan penyebaran Islam,

dibolehkan mengawini wanita-wanita non-muslim secara mutlak

untuk menjadikannya sebagai muslimah. Tetapi sebaliknya, dengan

alasan Sadd al-Dhari >’ah202

[wasilah/sarana], tidak dibenarkan pria

muslim yang lemah akidahnya untuk mengawini wanita non-muslim

khususnya wanita-wanita Eropa dewasa ini.203

Muncul persoalan baru, apakah orang-orang Kristen yang

percaya kepada trinitas sekarang ini masih tergolong sebagai ahl al-

kita>b atau tidak ? Menurut Umar Shihab, mereka masih tergolong ahl

al-kita>b, karena orang-orang seperti itu, sudah ada pada saat Nabi

Muhammad S.A.W dan Nabi tidak mengatakan kalau mereka keluar

dari golongan tersebut. Muncul masalah lain, adalah karena tidak

adanya penegasan Al-Qur‟an mengenai wanita muslimah yang

dikawini oleh lelaki ahl al-kitab. Hal itu, apakah boleh atau tidak ?

Mengutip pendapat al-Mara>ghi, menyatakan dengan tegas, bahwa hal

itu adalah haram sesuai dengan sunnah dan kesepakatan kaum

muslimin. Karena hak-hak wanita dalam kehidupan rumah tangga

tidak sama dengan hak-hak lelaki. Dengan demikian, kebanyakan

wanita muslimah tidak mampuh memepertahankan akidahnya, bila

menjadi istri seorang laki-laki non-muslim. 204

Terakhir sebagai kesimpulan pendapat, menurut Sarjana

Muslim dan Cendikiawan Muslim Indonesia, di antaranya, Nurchalis

Madjid, mengatakan mushrik, adalah bukan hanya mempersekutukan

Allah, tetapi juga tidak mempercayai salah satu kitab suci samawi,

baik yang terdapat penyimpangan maupun yang asli, disamping tidak

seorang nabi pun yang mereka percayai. Sedangkan ahl al-kita>b,

adalah orang yang mempercayai salah seorang nabi dari nabi-nabi

dan salah satu kitab dari kitab samawi, baik sudah terjadi

penyimpangan pada mereka dalam bidang akidah atau amalan atau

tidak. Oleh karena itu, bila Allah telah mengharamkan mengawini

perempuan musyrik, menurut al-Qur‟an al-Baqarah/2:221 ini, maka

tidak tepat bila dipahami al-mushrika>t itu adalah perempuan ahl al-

Page 59: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

133

kita>b. Mempertegas pemahaman ahl al-Kita>b,[mengutip] pendapat

lain,205

adalah perempuan-perempuan mushrik Arab, dan dilarang

bagi muslim menikahi wanita-wanita mereka. Sedangkan menurut

Umar Shihab, tentang pernikahan pria muslim menikahi wanita

musyrik dilarang. Karena maksud mushrika>t adalah wanita

penyembah berhala di kalangan orang-orang Arab yang hidup pada

masa Nabi SAW atau, kata ’mushrik ’ dalam ayat tersebut berlaku

secara umum, yakni berlaku paham keagamaan yang menyembah

selain Allah, yang berarti, mereka tidak boleh menikah dengan kaum

muslimin. Dan pria muslim menikahi wanita non muslim secara

mutlak tidak dibolehkan, tetapi menikahi wanita ahl al-kita>b [Yahudi

dan Nasrani], bahkan wanita maju>si dibolehkan.*

Page 60: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

134

Teks QS. Al-Maidah/5:5

Page 61: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

135

Endnote

1 Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-'Arab (Kairo : Da>r Al-Ma’rifah, 1119 H), 2248. 2 Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an ( kajian kosa kata),

(Jakarta : Lentera Hati, 2007), cet. I, 664, M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,

Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an ( Jakarta : Lentera Hati, 2002 ), Volume

1, 441-442 , Lihat. Abu> Qa>shim Husain Bin Muhammad al-Ma’ru>f bi Ra>ghib al-

Asfaha>ni, Al-Mufrada>t Fi> Ghari>b Al-Qur’a >n ( Beirut : Dar al-Ma’rifah, t.th ), 259. 3Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an ( kajian kosa kata),

664-665, Muhammad Ra>ghib Al-Asfaha>ni (w. 502 H), (Tahqi>q:Muhammad Sayyid

Kaila>ni), Mufrada>t F>>i> Ghari>b al-Qur’a>n, 259-260, Abu> al-Fadl Jamal al-Di>n

Muhammad bin Makra>m bin Manz}u>r ( Ibnu Manz}u>r ), Lisa>n al-'Arab, 383. 4Dalam beberapa pembagian tentang syirk umumnya ulama membagi

kepada dua bagian, yaitu,(1). Syirk Besar (Akbar) dan (2). Syirk kecil (Asghar).

Syirk Besar, yaitu, syirk yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama ( Islam),

menghapus semua amal perbuatan baiknya, serta memasukkan pelakunya kekal di

Neraka jika ia meninggal dunia dalam keadaan belum bertaubat dari

kesyirikannya. Seperti, beribadah kepada selain Allah, berdoa kepada selain Allah,

berkuban dan bernazar kepada selain Allah, hal-hal yang masuk katgori syirk ini,

seperti, syirk dalam hal takut (khauf) QS. Ali Imran/3:175, syirk dalam hal

bertawakal QS. Al-Maidah/5:23, syirk dalam perasaan cinta (mahabbah) QS. Al-

Baqarah/2:165, syirk dalam hal ketaatan, QS. Al-Taubah/9:31. Sedangkan syirk

Kecil, yaitu dapat mengurangi nilai tauhid seseorang akan tetapi pelakunya tidak

keluar dari agama. Ia hanya merupakan sarana yang mengantarkan kepada syirk

besar, pelakunya akan mendapat siksaan, namun tidak kekal di neraka

sebagaimana kekalnya orang kafir. Syirk besar menghapus segala amal, sedangkan

syirk kecil akan menghapus amal yang bersamaan dengannya, seperti orang

melakukan amal perbuatan yang diperintahkan Allah untuk mendapatkan pujian

dari manusia, seperti, membanguskan salat, bersedekah, berpuasa, didengar atau

dipuji manusia, inilah ri’ya yang jika bercampur dengan amal perbuatan ia akan

menghapusnya, QS. Al-Kahfi/18:110. Yang termasuk ini, seperti, bersumpah

dengan selain Allah, dengan istilah lain, dengan sebutan syirk tersembunyi

(khafy), atau termasuk syirk ‘ubudiyyah. Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah

al-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam al-Kamil ( Jakarta: Darus Sunnah, 2007), Cet. I,

75-82. 5Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

665, Abu> Qa>shim Husain Bin Muhammad al-Ma’ru>f bi Ra>ghib al-Asfaha>ni, Al-

Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an, 259-260.

Page 62: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

136

6Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata)

dan Tafsirnya ( Jakarta: PT Intermasa, 1997), 286-287. 7Hamka (Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah),Tafsir al-Azhar

(Jakarta : PT Pustaka Panjimas, 1992), Jus XV, 274. 8Muhamad Fua>d Abdul Ba>qi, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li AlFa>z} Al-

Qur’a>n Al-Kari>m, ( Kairo : Da>r-Al-Hadi>th, 1991 M/1411 H ), Cet. ke-3, 481-484 9Lihat. Muhamad Fua>d Abdul Ba>qi, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li AlFa>z}

Al-Qur’a>n Al-Kari>m, 481-484, Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya ( Jakarta : Penerbit Paramadina, 1998 ), Cet. I, 69.

10Departemen Agama RI Jakarta, Al-Qur’an Dan Terjemahnya

(Bandung : Gema Risalah Press), 755. 11

Departemen Agama RI Jakarta, Al-Qur’an Dan Terjemahnya , 126. 12 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 70. 13 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 70. 14 Ima>duddin Abi> Fida>’i Isma>il Ibn Kathi>r al-Dimasqi ( w. 774 H ), Tafsi>r

Al-Qura>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah, 1421 H /2000 M), Jilid 4,

Cet. I, 99-100. 15 Muhammad Hasan al-T}aba>'t}aba>'i, al-Mi>za>n Fi> Tafsi>r Al-Qur'a>n

(Beirut:Da>r Al-Arabiyah Wa Nasr Wa Tawzi>', 1398 H ), jilid. 12, 178. 16 Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

664, Lihat. Al-Ala>mah Ja>rullah Abu> Al-Qa>shim Mahmu>d bin Umar Al-

Zamakhshari (467-538 H ),Al-Kassha>f ‘An Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa

‘Uyu>n al-Aqa>’wi>l Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l ( Riyad} : Maktabah Abikah, t.th), Juz II, 89-

90 17 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 71. 18 Muhammad Ghalib,Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya

(Jakarta:Penerbit Paramadina, 1998), Cet. I, 73, Lihat. Al-Ala>mah Ja>rullah Abu>

Al-Qa>shim Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhshari (467-538 H), Al-Kasha>f ‘An

Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l (Riyad} :

Maktabah Abikah, ), Juz II, 367-368. 19Islah Gusmian,Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga

Ideologi (Jakarta : Penerbit Teraju, 2003), cet. I, 337. 20QS. Al-Baqarah/2:221, Departemen Agama RI Jakarta, Al-Qur’an Dan

Terjemahnya (Bandung : Gema Risalah Press), 54-55.

21 Ima>duddi>n Abu> Fida>’i Isma>il Ibn Kathi>r al-Dimashqi (w. 774 H), Tafsi>r

Al-Qura>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah al-Qurt}u>bah, 1421 H/2000 M ), Jilid 2, Cet.

I, 296.

22 Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H),Tafsi>r Al-

T}abari Ja>mi’ al- Baya>n An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (Tahqi>q : Abdullah bin Muhaisin

Page 63: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

137

al-Turki)(Kairo:Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H / 2001 M ), Cet. I, 713. 23Al-Sayyid Muhammad Rash>id Rid}a (1865-1935 M), Tafsi>r Al-Qur’a>n

al-Haki>m al-Mashu>r bi Tafsi>r al-Mana>r ( Beiru>t:Dar al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th),

Juz 2, 281, Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abri Ja>mi’ al-Bayan 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’an (tahqi>q : Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo:Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Juz ke-3, Cet. I, 713. 24Nurcholis Madjid, dkk, Fiqh Lintas Agama : Membangun Masyarakat :

Ingklusif-Pluralis ( Jakarta : Paramadina, 2004 ), Cet. ke-4, 161. 25

Keterangan mengenai makna al-musyrikat, menurut al-Razi, jika

difahami sebagai orang-orang kafir dari kalangan ahl al-Kitab itu tidak ada

kesepakatan sebagian ulama, namun jika, dimaksudkan mencakup diantara orang-

orang kafir, kalangan ahl al-Kitab, maka jumhur mesepakati hal itu. Dan hal itu,

didukung dengan dasar QS. al-Taubah/9:31, QS. Al-Maidah/5:73, bahwa orang-

orang Yahudi dan Nasrani adalah musyrik. Lihat. Al-Imam Muhammad al-Ra>zi

Fakhruddi>n Ibn al-Ala>mah D}iya>uddi>n Umar al-Muashtahi>r bi al-Kha>tib al-Rayy

(544-604 H ), Tafsi>r al-Fakhri al-Ra>zi (Beiru>t : Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M), cet.

I, Jilid ke-6, 59, 61-63. 26 Dalam bab III, IV dan VI, penulis memilih beberapa nama mufasir, baik

kalangan ulama klasik periode sahabat, sebagai perbandingan untuk mengetahui

apakah ada pergeseran, perbedaan penafsiran terkait masalah pernikahan beda

agama, selain untuk melihat perkembangan sejarah-sosial masing-masing,

pemikiran, kecenderungan, corak, serta mazhab tafsir mereka, baik para mufasir

sahabat di awal Islam (abad I-II H), hingga penafsiran ulama-ulama tafsir klasik,

abad pertengahan, modern-kontemporer, selain itu melihat pendekatan metodologi

tafsir mereka, yang menyebabkan munculnya perbedaan pendapat terhadap istilah-

istilah terkait dalam penafsiran ayat-ayat pernikahan beda agama, terhadap QS. al-

Baqarah/2:221, QS.al-Mumtahanah/60:10, serta QS. al-Maidah/5:5. Karena itu,

beberapa nama tetertentu, dimunculkan, sebagai gambaran mewakili penafsiran

mereka dari masa ke masa, perbandingan, analisa pemikiran, metodologi, terhadap

penafsiran ayat-ayat pernikahan beda agama, yang ingin diteliti. 27Husain al-Zahabi dalam al-Tafsi>r wa al-Mufasiru>n dan Manna' Khali>l

Qatta>n dalam Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur'a>n membagi priode tafsir al-Qur'an

kepada dua periode besar. Pertama, tafsir pada masa khasik yang mencakup masa

Nabi dan Sahabat serta Tabi'in. Kedua, tafsir pada masa pembukuan. Sedangkan

tafsir pada perode klasik dapat diketahui pada masa rasulullah S.A.W sampai

munculnya tafsir masa pembukuan, yaitu, akhir pada masa Daulah Umayyah dan

di awwal Daulah Abbasiyah), yaitu awal abad I hingga abad II H. Lihat.

Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah

Wahbah, 1396 H/1976 M), cet. I, 27-73,75-102,Manna' Khali>l al-Qattan, Maba>h}ith Fi> 'Ulu>m al-Qur'a>n, ( Kairo : Maktabah Wahbah, 2000 ), cet. ke-7, 326- 332.

Page 64: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

138

28Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an

(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2000 ), cet. II, 3, Manna' Khali>l al-Qatta>n, Maba>h}ith

Fi> 'Ulu>m al-Qur'a>n, (Kairo : Maktabah Wahbah, 2000 ), cet. ke-7, 328. 29Abdul Qadir Muhammad Shaleh, Al-Tafsi>r Wa Al-Mufasiru>n Fi> Tafsi>r

al-As}r Al-H}ad>ith, ’Ard} Wa Dira>sah Mufas}alah Li Ahka>m Kutub al-Tafsi>r Al-

Mu’a>s}ir (Bairu>t : Dar Al-Mairifah, 1424 H / 2003 H ), cet. I, 91. 30 Munculnya corak-corak penafsiran yang di lakukan para ulama klasik,

mengilhami lahirnya, penafsiran dengan metode baru di abad modern ini, yaitu

lahirnya metode mawd}u>’i (tematik), kemudian lahir pula metode muqa>rin

(perbandingan), yang ditandai dengan munculnya kitab-kitab tafsir yang

menjelaskan redaksi yang mirip, seperti : Durratu al-Tanzi>l Wa Gurrah al-Ta’wi>l oleh Al-Kha>tib Al-Iska>fi (w. 240 H), dan juga Al-Burha>n Fi> Tauji>h Mutasha>bih Al-Qur’a>n oleh Al-Karma>ni (w. 505 H). Penafsiran dengan metode tematik ini,

telah lama dikenal, namun menurut Muhammad Quraish Shihab, istilah metode

maudhu>’i ini, pertama kali dimunculkan oleh Ustadh al-Ji>l (Maha Guru Generasi

Mufassir) Prof. Dr. Ahmad Al-Kummy. Tetapi dalam perkembangannya, tafsir

mudhu’i, mulai dikenal oleh masyarakat dengan bentuk penafsiran yang mencakup

berbagai topik, seperti Al-Insa>n Fi> Al-Qur’an dan Al-Mar’ah Fi> Al-Qur’a>n, karya

Abba>s Aqa>d, dan Al-Riba> Fi> Al-Qur’a>n oleh Al-Mawdu>di dan lain sebagainya.

Lahirnya metode-metode tafsir di atas, disebabkan, oleh tuntutan perkembangan

masyarakat yang slalu dinamis. Pada zaman Nabi SAW dan sahabat, mereka pada

umumnya para ahli bahasa Arab, sekaligus mengetahui secara langsung turunnya

ayat (asba>b al-nuzu>l), dan mengalami secara langsung situasi dan kondisi umat,

ketika ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan, maka dengan demikian mereka relatif

dapat memahami maksud-maksud Al-Qur’an secara benar, tepat dan akurat.

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an(Yogyakarta:Pustaka

Pelajar, 2000), cet. Ke-2, 4. 31Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam

(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000 ), cet. Ke-11, 79. 32 Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abba>s bin Abdul Muthalib bin

Ha>syim bin Abdul Mana>f al-Ha>syimi. Dilahirkan di kota Makkah, dari seorang ibu

yang bernama Ummu Al-Fa>dhil Luba>bah Al-Kubra binti al-Ha>ris bin al-Hila>liyah,

yaitu saudari dari Maimunah binti al-Haris, istri Nabi SAW. Dalam perkembangan

sejarah tafsir Al-Qur’an, di antara kaum muslimin, tepatnya abad ke-1H, ia dikenal

sebagai sosok yang memiliki kwalitas dan kemampuan yang lebih di para sahabat

yang lain, karenanya, ia menduduki posisi terdepan di kalangan sahabat dalam

tafsir Al-Qur’an. Selanjutnya, Lihat. Indeks biografi. Lihat. Abdul Aziz bin

Abdullah al-Humaidi, Tafsi>r Ibn Abba>s Wa Marwiyatuh Fi> Tafsi>r Min Kutub al-

Sittah (Makkah : Markaz Abdul Aziz Al-Tura>s Al-Isla>mi, tth), cet Ke-35, 6-7, 20.

Lihat. Thameem Ushamah, Metodologi Tafsir Al-Qur’an, (Kajian Kritis, Objektif

dan Komprehensif ) (Jakarta : Riora Cipta, 2009 ), cet. I, 11, 79, Taufil Adnan

Page 65: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

139

Amal, Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005), cet. I,

211. 33

Ibn Abba>s mulai masyhur namanya, setelah Khalifah Usthman

mempercayakan dirinya sebagai pemimpin ibadah haji pada tahun 35 H. Suatu

tahun yang menentukan dalam perjalanan politik Ustman. Lantaran hal itulah ia

tidak ada di Madinah ketika Usthman terbunuh. Dan di masa kekhalifahan Ali bin

Abi Tha>lib, ia ditunjuk sebagai Gubernur Bashrah. Ketika itu pula Ali terpaksa

menerima arbitrase [tahkim] di Shiffin, dan Ali berkeinginan untuk menjadikan

Ibn Abba>s sebagai wakilnya, namun ditentang oleh para pengikutnya yang

cenderung mewakilkannya kepada Abu Musa al-Asy’ari. Walaupun demikian, Ibn

Abbas tidak menunjukkan sikap yang negatif, bahkan, ia tetap ikut menyertai Abu

Musa dalam proses arbitrase tersebut, di mana Ali bin Tha>lib dimakzulkan oleh

Muawiyah yang akhirnya, terbangun Dinasti Umayyah. Setelah wafatnya

Mu’awiyah, Ibn Abbas menyatakan kesetiannya kepada khalifah Yazid (w. 683 H)

putra dari Mua’wiyah, yang melanjutkan kepemimpinan politik Bani Umayyah

berdasarkan pertimbangan, bahwa mayoritas umat Islam berada di sisi Khalifah.

Beberapa kemudian, diberitakan, bahwa Ibn Abba>s wafat di T}a’if tepatnya pada

tahun 68 H. Al-Suyutti ( w. 911 H), Al-Itqa>n F>i> 'Ulu>mi Al-Qur’a>n ( Beirut : Dar

Fikr, 1416 H/ 1996), Jilid. II, Juz. 3, 494, Lihat. Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an, Sejarah Tafsir Al-Qur’an dan Metode Para Mufasir (Terj. Qadirun Nur

dan Ahmad Mushafiq)(Jakarta:Gaya Persada Pratama, 2007), Cet. I, 19,Taufil

Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah Al-Qur’a>n ( Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005 ),

cet. I, 212. 34 Said bin Jubair adalah Muhammad bin Said bi Jubair bin Hasyim al-

Asadi. Ia menerima semua riwayat dari semua sahabat terutama Ibn Abbas. Maka

ia termasuk kelompok sahabat besar (kiba>r al-saha>bah), dan ahli dalam tafsir,

hadits, fiqh, dan slalu mengambil pendapat yang bersumber dari Ibn Abbas dalam

ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Dan menjadi kepercayaan ulama ilmu Jarh Wa Ta'di>l.

Berkata Ibn Abi Hatim : Ia seorang ahli ibadah, bersahaja dan wara'. Ia wafat

karena di bunuh oleh al-Hajaj pada tahun 95 H dan umurnya belum mencapai 50

tahun. Al-Dhahaq (w. 105 H), Tafsi>r al-D}aha>q (ditahqiq:Syukri Ahmad al-

Zawaiti)(Kairo:Darusalam Lit}aba>'ah Wa Nasr Wa Tawzi>' Wa Tarjamah, t.th), Jilid

I, 19.

35

Muja>hid bin Jabr adalah Muja>hid bin Jabr al-Ma>liki (Abu> Hija>j Al-

Makhzu>mi), seorang Muqri’. Dia lahir pada tahun ke-21H, ketika masa

kepemimpinan khalifah Umar bin al-Khattab. Ia tergolong di antara kibar al-

tabi’in pada pemerintahan khalifah Muawiyah di awal abad ke-2 H. Tentangnya

dari sebagian para mufasir, bahwa ia mufasir kalangan tabi’in, yang mengambil

tafsir dari pendahulunya, yaitu, Ibn Abbas. Beberapa tabi’in yang mengambil

darinya, yaitu At}a’ bin Rabbah, Ikrimah Maula Ibn Abba>s, Amr bin Dinar,

Qata>dah, Sulaiman al-Ahwa>l, Sulaiman Al-A’masy dan Abdullah bin Kathir dan

sebagainya. Ibn Taymiya berkata, bahwa dikalangan ahl ilmi yang mengambil

Page 66: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

140

tafsir darinya, di antaranya, Al-Syafi’ih dan al-Bukhari. Qata>dah berkata: Saya

mengetahui di antara para ahli tafsir adalah Mujahid. Ibn Sa’ad berkata : Dia

adalah orang yang terpercaya (thiqa>t), faqih, mengetahui banyak hadits. Ibn

Hibban berkata : dia adalah selain faqi>h, hamba yang wara’, dan tekun beribadah.

Dia wafat di tahun 102 H atau 103 H. Sedangkan al-Qattan menyebutkan, Ia wafat

pada tahun 104 H. Manna’ Al-Qattan, Ta>rikh al-Tashri’ Al-Isla>my al-Tashri>’ Wa

Al-Fiqh (Riyad} : Maktabah Al-Ma’rif Li al-Nasyr Wa Tawzi’, 1417 H/1996 M),

cet. Ke-2, 315. 36

Al-D}ahaq namanya adalah Abu al-Qashim bin Mazahim al-Khurasani,

salah seorang ulama dari kalangan tabi’in dalam bidang tafsir. Ia seorang pendidik,

yang memiliki murid-murid dalam sekolah asuhannya mencapai jumlah tiga ribuan

anak asuh. Mas’ud bin Abdullah Al-Finsani, Ikhtila>f Al-Mufasiri>n Asba>buhu Wa

Atha>ruhu ( Riyad} : Markaz al-Dirasat Wa Al- I’la>m, 1418 H/1997 M), cet. I, 32. 37

Nama lengkapnya Abu Abdullah (dikenal) dengan nama Ikrimah bin

Abdullah seorang budak dari Abdullah bin Abbas. Ia lahir pada tahun ke-25 H. Ia

berasal dari suku barbar dari Maroko. Ibn Abbas bersungguh-sungguh

mengajarkannya Al-Qur’an dan al-Sunnah. Meriwayatkan hadits dari Ibn Abbas,

Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr bin Ash, Abu Hurairah, abu Said al-Khudri,

Husain bin Ali, dan Siti Aisyah. Di Tanya Said bi Jubair, siapa orang yang paling

mengetahui selain engkau ? : ia menjawab : Ikrimah. Ia wafat di Madinah pada

tahun 107 H, dengan usia 80 tahun. Manna’ Al-Qattan, Ta>rikh al-Tashri>’ Al-

Isla>my al-Tashri>’ Wa Al-Fiqh (Riyad : Maktabah Al-Ma’a>rif Li al-Nasyr Wa

Tawzi’, 1417 H/1996 M ), cet. Ke-2, 316. 38Dia adalah Abu Abdurahman (T}a>wu>s bin Kaisa>n), al-Khaulani, al-

Hamzani, al-Yamani. Dia keturunan Persia tetapi kelahiran dan dibesarkan di

Yaman pada tahun 33 H, ia termasuk kalangan tabi'in senior, dikenal dalam bidang

tafsir al-Qur'an, dia mendengar dari Ibn Abbas, Abu Hurairah, sedangkan yang

menyampaikan darinya adalah Mujahid, Amr bin Dinar, dia seorang yang faqih

dan cerdas. Berkata Abu Uyainah : aku bertanya kepada Abdullah bin Yazid,

dengan siapa anda menjumpai Ibn Abbas ?, Abdullah menjawab : bersama Atha'

dan sahabatnya, aku berkata : T}a>wu>s, dia bersama orang yang paling cerdas dan

tanggap. Dan berkata Amr bin Dinar : aku tidak pernah melihat seorang yang

seperti dia (Ta>wu>s). Ia wafat tahun 106 H, ketika melaksanakan ibadah haji, di

Makkah satu hari sebelum tarwiyah, dan ikut menshalatkan di antaranya Hisyam

bin Abdul Malik. Manna’ Al-Qatta>n, Ta>rikh al-Tashri’ Al-Isla>my al-Tashri>’ Wa

Al-Fiqh (Riyad:Maktabah Al-Ma>’rif Li al-Nasyr Wa Tawzi, 1417 H/1996 M ), cet.

Ke-2, 322. 39Dia adalah Abu Muhammad (At}a' bin Abi> Rabbah Asla>m), lahir di

Makkah tahun 27 H, ada yang menyebutnya Sa>lim bin Sofwan budak dari Bani

Page 67: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

141

Fahd al-Maliki, dia salah seorang tabi'i yang sangat faqih dan zuhud di Makkah.

Dia menyampaikan dari para sahabat, seperti, Jabir bin Abdullah al-Anshari,

Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Zubair, sedangkan yang meriwayatkan

darinya, adalah Amr bin Dinar dan al-Zuhri, Qatadah, Malik bin Dinar, A'masy,

Auwza'i, berkata Ibrahim bin bin Kaisan : aku menyebutkan diantara mereka pada

masa Bani Umayah yang menyampaikan tentang haji dengan lantang, tak ada

seorang pemberi fatwah, kecuali hanyalah Atha bin Rabbah. Wafat pada tahun 115

H, dan ia berumur 100 tahun. Manna’ Al-Qatta>n, Ta>rikh al-Tasyri>’ Al-Isla>my al-

Tasyri>’ Wa Al-Fiqh ( Riyad : Maktabah Al-Ma’rif Li al-Nasyr Wa Tawzi’, 1417

H/1996 M ), cet. Ke-2, 317. 40

Thameem Ushamah, Metodologi Tafsir Al-Qur’an (Kajian Kritis,

Objektif, dan Komprehenshif)(Jakarta : Riora Cipta, 2000), cet. I, 13, Lihat.

Manna’ Khali>l al-Qattan, Maba>hith Fi> Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: Maktabah Wahbah,

t.th ), 334. 41Dalam klasifikasi tokoh-tokoh terpilih sepanjang sejarah, Ibn Abbas

dimasukkan ke dalam jajaran para ulama. Lihat. Syeikh Muhammad Said Mursi,

Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah ( Idzamu al-Islam Abara Arba’ata

‘Ashar Qarnan min al-Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk)(Jakarta :

Pustaka Al-Kautsar, 2007), cet. 1, 110, 112. 42Pengertian Ahl al-Kita>b (أهل مكتاب) berasal dari dua kata dengan

pengertian yang jauh berbeda. Akar kata pertama adalah iha>lah ( إهاأ ) yang secara

etimologis berarti ‚ lemak yang diiris dan dipotong-potong menjadi kecil ‚.

Adapun akar kata yang kedua adalah kata ahl ( أهل ) itu sendiri, yang baru bisa

dipahami setelah dirangkaikan dengan kata lain sehingga membentuk suatu kata

majemuk. Kata ahl ( أهل ) dengan pengertian kedua inilah yang disebut di dalam

Al-Qur’an. Bentuk jamaknya adalah ahlu>n ( أهلو). Dan kata ahl al-Kita>b

‚ disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 30 kali, yang mempunyai arti (أهل مكتاب)

orang-orang yang menganut agama samawi yang diturunkan untuk mereka ‚.

Sebutan ahl al-Kitab secara khusus untuk penganut agama Yahudi dan Nasrani.

Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an ( kajian kosa kata )( Jakarta :

Lentera Hati, 2007 ), cet. I, 62.

43Jala>luddin Al-Suyu>t}i (w. 911 H), Al-Itqa>n Fi> 'Ulu>m al-Qur’a >n ( Beiru>t ;

dar Fikr, 1416 H/1996 M ), cet I, Jilid ke-2, 59 44 Keterangan yang dikutip oleh Ibn Jari>r, bahwa Ibn Abbas mengunakan

istilah istasna>’ ( مستثن), tetapi Abu Daud menggunkan istilah nusikha ( نسخ ), lain

yang dikutip oleh Al-Baihaqi dengan istilah nusikhat ( نسخت ). Lihat. Jalaluddin al-

Suyutti (879-911H), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-Ma’thu>r (Tahqi>q :

Abdullah bin Abdul Muhsi>n al-Turky)(Kairo : Markaz Hijr Li a-Bu’uth Wa Al-

Dira>sa>t al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/ 2003 M ), cet. I, 562.

Page 68: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

142

45

Al-Ima>m Al-Jali>l al-Hafiz} Ima>duddi>n Abi> Al-Fida>’ Isma >il Ibn Kathi>r al-

Dimasqi (w.774 H), Tafsi>r Al-Qur’a >n Al-Az}i>m (Gizah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah,

1421 H/2000 M ), cet.I, 296. 46 Ibn Kathi>r mengutip pendapat Ibn Abbas, tentang larangan menikahi

wanita musyrik, lalu beralih kepada kebolehan, dengan alasan takhs}i>s}

(pengkhususan) bagi pawa wanita ahl al-kita>b, diperkuat dengan riwayat al-

Suyuti, bahwa larangan yang bersifat umum itu, menjadi pengkhususan, bagi

wanita ahl al-kitab. Berberapa pandangan ulama tentang takhs}i>s}. Pengertian

takhs}is} secara bahasa adalah (lawan) dari sifat umum. Menurut Al-Jurja>ni, takhs}is}

adalah [ به ام عل بعض نه بد ل ستقل قتتقصت مع ] mengeluarkan sesuatu dari yang

bersifat umu>m kepada yang khusus, disertai dengan argumen (dalil). Wahbah

Zuhaili membedakan antara nasakh dan takhs}i>s}, bahwa nasakh pengecualian

hukum terhadap hukum yang lain, terkait yang bersifat individu, sedangkan

takhs}i>s} pengecualian hukum dengan yang lain, terkait dengan waktu (zaman).

Muhammad Sayyid Al-Jurja>ni (w. 816 H ), Kita>b Ta’rifa>t (ditahqiq oleh Mun’im

al-Khifni)(Kairo : dar Al-Rasyad Thaba’ Nasr Tawzi’, 1991), 62, Wahbah Zuhaili,

Al-Wajiz Fi> Us}u>l Fiqh ( Beiru>t : Dar Al-Fikr Al-Mu’asir, 1419 H/ 1999 M ), cet. I,

238, Al-Ima>m Al-Jali>l al-Hafidz Imaduddi>n Abi Al-Fida>’ Isma>il Ibn Kathi>r al-

Dimasqi (w. 774 H ), Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah,

1421 H/2000 M ), cet.I, 296. Lihat. Al-Suyu>t}i, Bab Fi> Na>sikhihi Wa mansu>khihi,

dalam bagian Ma> Nusikha Hukmuhu Du>na Tila>watuhu, Al-Suyu>t}i (w. 911 H), Al-

Itqa>n Fi> 'Ulu>m al-Qur’a>n ( Beiru>t ; dar Fikr, 1416 H /1996 M ), cet I, Jilid ke-2, 59.

47 Dalam persoalan ini, secara langsung berlaku hukum sebaliknya, bahwa

larangan itu berlaku untuk larangan wanita muslimah menikahi pria musyrik

-dengan alasan disandingkan hukumnya dengan ayat al ( ال تنكحوم متك حت ؤنوم)

Mumtahanah’60:10 ( ال ه حل هم والهم حلو ه ), Al-Ima>m Al-Jali>l al-Ha>fiz}

Ima>duddi>n Abi . Al-Fida>’ Isma>il Ibn Kathi>r al- Dimasqi (w. 774 H), Tafsi>r Al-

Qur’a>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah, 1421 H/2000 M), cet.I,

296,299. 48 Dia adalah sahabat yang termasuk dalam golongan yang pertama

masuk Islam (al-Sa>biqu>na al-Awwalu>n ),kemudian ia lebih dikenal dengan

panggilan Ibn Mas’ud. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil

bin Hubaib al-Huzali. Ia bukan berasal dari keluarga ningrat Makkah. Dalam

riwayat, Abu Nu’aim menyampaikan dari Abu Al-Buhturi yang mengatakan, ’Para

sahabat berkata kepada Ali, beritahukanlah kepada kami tentang Ibn Mas’ud. Ali

menjawab : Dia mengetahui Al-Qur’an dan Al-Sunnah sampai pada puncaknya

(thumma intaha>), sehingga tingkat keilmuannya (al-Qur’an dan al-Sunnah)

mendekati sempurna ‛. Itulah sebabnya, maka ia dianggap tokoh yang paling

menonjol setelah Ibn Abbas. Selebihnya Lihat. Indeks. Muhammad H}usain al-

Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976

M), cet. I, 63, Thameem Ushamah, Metodologi Tafsi>r Al-Qur’a>n, (Kajian Kritis,

Page 69: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

143

Objektif dan Komprehensif) (Jakarta : Riora Cipta, 2000 ), cet. I, 13, Yunus Hasan

Abidu, Tafsir Al-Qur’an:Sejarah Tafsir dan Metodologi Para Mufassir (Jakarta :

Gaya Media Pratama, 2007), cet, I, 24, Muhammad Ibn Alawi Al-Ma>liki Al-

Hasani, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an : Ringkasan Kitab Al-Itqa>n Fi> Ulu>m Al-Qur’a>n Karya Al-Ima>m Jala>luddi>n Al-Suyu>t}i (Bandung : PT Mizan Pustaka,

2003), cet. I, 287, Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya

(Jakarta : Penerbit Paramadina, 1998 ), Cet. I, 171. 49Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo :

Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976 M ), cet. I, 63.

50

Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya (Jakarta :

Penerbit Paramadina, 1998 ), Cet. I, 171. 51

Nama lengkapnya, adalah Ali bin Abu T}alib bin Abdul Muthalib bin

Hasyim bin Abdi Manaf bin Quraisy bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin

Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah Abu Hasan dan Husein, digelari

Abu Turab, anak paman Rasulullah SAW dan suami putri beliau, Fatimah al-

Zahra’ ra. Lahir dari seorang ibu bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin

Abdi Manaf bin Qushay, ibunya digelari Wanita Bani Hasyim pertama yang

melahirkan putera Bani Hasyim. Ayah beliau bernama Abu T}alib. Dia adalah

paman Rasulullah SAW yang sangat menyayanginya.Nama sebenarnaya, adalah

Abdi Manaf. Ali bin Abi T}alib masuk Islam saat masih kanak-kanak. Lengkapnya,

Lihat. Indeks. Ibn Katsir, al-Bida>yah Wa An-Niha>yah Masa Khula>fa’ Al-Rashidi>n

(terj. Abu Ihsan Al-Atsari dari kitab Tarti>b Wa Tahzi>b Kita>b al-Bida>yah Wa Al-Niha>yah )( Jakarta : Da>r al-Ha>q, 1424 H / 2004 ), cet. I, 415 Muhammad H}usain

al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976

M ), cet. 66, Muhammad Ibn Alawi Al-Ma>liki Al-Hasani, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an:Ringkasan Kitab Al-Itqa>n Fi> 'Ulu>m Al-Qur’a>n Karya Al-Ima>m Jala>luddin Al-Suyu>t}i ( Bandung : PT Mizan Pustaka, 2003 ), cet. I, 287. 52 Al-Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah Al-Zarkashi (w. 794 H),

Al-Burha>n Fi> 'Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo : Maktabah Da>r Al-Tura>th, t.th ), Jilid I, 29,

Al-Ima>m Jala>luddin Al-Suyu>t}i (w. 911 H ), Al-Itqa>n Fi> 'Ulu>m Al-Qur’a>n (tahqiq :

Said al-Mandu>r)(Beiru>t : Da>r al-Fikr Li Taba>’ah Wa Nasr Wa Nasr Wa Tawzi>’,

1416 H /1996 ), jilid. II, cet. I, 55.

53 Al-Imam Jalaluddin Al-Suyut}}i (w. 911 H), Al-Itqa>n Fi> 'Ulu>m Al-Qur’a>n

(tahqi>q : Said al-Mandu>r)(Beiru>t : Da>r al-Fikr Li T}aba>’ah Wa Nasr Wa Nasr Wa

Tawzi>’, 1416 H /1996 ), jilid. II, cet. I, 59. 54 Abdullah bin Umar adalah putra Khalifah kedua Umar bin al-Khat}t}ab

bin Naufel al-Quraish Al-Adawi saudara kandung Siti Hafsah Ummul Mukmini>n.

Dia di lahirkan tidak lama setelah Nabi diutus menjadi Rasul, ketika itu ia baru

berumur 10 tahun. Ia ikut masuk Islam bersama ayahnya. Kemudian ia mendahului

ayahnya hijrah ke Madinah. Pada saat perang Uhud ia masih terlalu kecil untuk

ikut perang, dan Rasulullah tidak mengizinkannya. Tetapi setelah selesai perang

Uhud ia banyak mengikuti peperangan, diantaranya, perang Qadisiyah, Yarmuk,

Page 70: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

144

Khandak, Penaklukan Afrika, Mseir dan Persia, serta penyerbuan Basrah dan

Madain. Lihat.Indeks. Manna’ Al-Qatta>n, Tari>kh Tashri>’ Al-Isla>mi Al-Tashri>’ Wa

Al-Fiqh (Riyad} : Maktabah Al-Ma’a>rif Li Al-Nasyr Wa Tawzi’ Lis}a>hibiha Sa’ad

bin Abdurahman al-Rashi>d, 1417 H/1997 M), Cet. Ke-2, 25, Ibn H}ajar Al-

Athqala>ni (w.852 H ), Taqri>b al-Tahzi>b ( Beirut : Mu’asasah Al-Risa>lah, 1420 H/

1999 M), cet. I, 256-257. 55Manna’ Al-Qatta>n, Tari>kh Tashri>’ Al-Isla>mi Al-Tashri>’ Wa Al-Fiqh

(Riyad}:Maktabah Al-Ma’arif Li Al-Nasyr Wa Tawzi’ Lis}a>hibiha Sa’ad bin

Abdurahman al-Rashi>d, 1417 H/1997 M), Cet. Ke-2, 25, Ibn H}ajar Al-Athqala>ni

(w.852 H ), Taqri>b al-Tahzi>b ( Beirut : Mu’asasah Al-Risa>lah, 1420 H/ 1999 M),

cet. I, 256.

56 Jala>luddin Al-Suyu>t}i ( 849-911 H ), Al-Du>rr al-Manthur Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r (Kairo : Markaz Hijr Li Bu’uth Wa Al-Dira>sat Al-Arabiyah Wa Al-

Isla>miyah, 1424 H/2003 M ), cet. I, 564.

57Lihat. Ibn Abdi Al-Ba>r (368 H/463 M), Al-Istizka>r al-Ja >mi’ Li

Madha>hib Fuqaha >’ Al-Ams}a>r Wa Ulama> Al-Aqt}a>r Fi>ma Tad }amanahu ‚Al-

Muwat}t}a’ ‚ Min Ma’a >ni al-Ra’yi Wa Al-Thar Wa Sharhu Dha>lika Kullihi bi Al-

I'za>z wa Ikhtis}a>r Ma > ‘Ala Z}a>hri Al-Ard} Ba’da Kita>billah As}s}ahhu min Kita>b Ma>lik

al-Ima>m al-Sha>fi’ih, ( Bairu>t:Da>r Kutaibah Li> T}aba>’ah Wa Nasr, tth ), Jilid ke-16,

72. Lihat. Al-Ima>m Al-Jali>l al-Ha>fidh Ima>duddi>n Abi> Al-Fida>’ Isma >il Ibn Kathi>r

al-Dimasq (w. 774 H), Tafsi>r Al-Qur’a >n Al-Azi>m(Gizah:Mua’sasah Al-Qurt}ubah,

1421 H / 2000 M ), cet.I, 296.

58Jala>luddi>n Al-Suyu>t}i (849-911 H),Al-Du>r al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r (Kairo : Markaz Hijr Li Bu’uth Wa Al-Dira>sat Al-Arabiyah Wa Al-

Isla>miyah, 1424 H/2003 M ), cet. I, 564. 59

Jala>luddin al-Suyu>t}i ( 879-911 H ), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r ( tahqi>q : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky)( Kairo : Markaz Hijr Li

a-Bu’u>th Wa Al-Dira>sat al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/ 2003 M ), cet. I,

565, Al-Ima>m Al-Jali>l al-Hafiz} Ima>duddi>n Abi> Al-Fida>’ Isma>il Ibn Kathir al-

Dimasq (w. 774 H), Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-Az>i>m ( Gizah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah,

1421 H/2000 M ), cet.I, 299. 60Ima>m Abi> Husain Muslim Ibn Haja>j Al-Qushairi al-Naisabu>ry,

Mukhtas}ar S}ahih Muslim ( di-Tahqiq oleh : Muhammad Nas}iruddi>n Al-Ba>ni),

Hadith No. 798, Bab Targhi>b Fi> Nika>h (Beirut : Maktab Al-Islami, 1407 H/1987

M ), cet. Ke-6, 207.

61Ima>m Abi Husain Muslim Ibn Haja>j Al-Qushairi al-Naisa>bu>ry,

Mukhtas}ar S}ahi>h Muslim (di-Tahqi>q oleh:Muhammad Na>s}i>ruddin Al-Ba>ni),

Hadith No.797, Ba>b Fi> Al-Nika>h Za>ti al-Di>n (Beiru>t : Maktab Al-Isla>mi, 1407

H/1987 M ), cet. Ke-6, 207.

Page 71: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

145

62Al-Ima>m Al-Jali>l al-Ha>fiz} Ima>duddi>n Abi> Al-Fida>’ Isma>il Ibn Kathi>r al-

Dimashqi( w. 774 H ), Tafsi>r Al-Qur’a >n Al-Az}i>m (Gizah :Mua’sasah Al-Qurt}ubah,

1421 H/2000 M ), cet.I, 299. 63

Thameem Ushamah, Metodologi Tafsi>r Al-Qur’a>n, (Kajian Kritis,

Objektif dan Komprehensif ) (Jakarta : Riora Cipta, 2000 ), cet. I,67-68. 64 Ibn Jari>r al-T}abari seorang pakar tafsir di Abad ke-4 H. Namanya

adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Kathi>r bin Gha>lib Al-T}abari.

Dilahirkan di kota T}abaristan di Persia ( Iran ) sekitar akhir tahun 224 H atau awal

tahun 225 (839 M). Lengkapnya.Lihat. Indeks. Yunus Hasan Abidu, Tafsi>r Al-

Qur’a>n ; Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir ( Jakarta : Gaya Media Pratama,

1428 H / 1428 H ), Cet. I, 68-69, Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-

Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M ), Juz. I, cet. Ke-6, 147,

Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an ( Yogyakarta : Pustaka Insan

Madani, 2008 ), 64-65. 65Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T{abari> (224-310 H ), Tafsi>r Al-

T}abari> Ja>mi al-Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (Tahqi>q : Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo : Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 713-720. 66Mereka-mereka yang dimaksudkan itu, adalah Ibn abbas, Ikrimah dan

Hasan basri, Muja>hid, al-Rabi’, Qata>dah, Said bin Jubai>r, dan sebagainya di

kalangan sahabat Nabi, yang mengatakan pengharaman terhadap pernikahan

muslim dengan wanita musyrik (al-mushrika>t ). Lihat. Abu Ja’far Muhammad bin

Jarir Al-T}abari ( 224-310 H ), Tafsi>r Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-

Qur’a>n (tahqi>q : Abdullah bin Muhaisin al-Turki )(Kairo : Markaz al-Buhu>th Wa

Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah, 1422H / 2001 M ), Cet. I, 711-713. 67Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H),Tafsi>r Al-T}abari

Ja>mi’ al-Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (tahqiq : Abdullah bin Muhaisin al-

Turki)(Kairo :Markaz al-Buhu>ts Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah W a Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M), Cet. I, 711,Departemen Agama RI Jakarta,Al-Qur’an Dan Terjemahnya ( Bandung:Gema Risalah Press Bandung, 1989 ), 158 .

68

Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (tahqiq :Abdullah bin Muhaisin

al-Turki )(Kairo:Markaz al-Buhu>ts Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah W a Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 711-713.

69Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari> Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (ditahqiq : Abdullah bin

Muhaisin al-Turki) Kairo : Markaz al-Buhu>ts Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-

Isla>miyah, 1422H/2001 M ), Cet. I, 712.

70 Demikian riwayat yang disampaikan al-Husein, Haja>j, dari Ibn Juraij,

yaitu, sama sumbernya dari Muja>hid. Abu Ja’far Muhammad bin Jari >r Al-T}abari

Page 72: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

146

( 224-310 H ), Tafsi>r Al-T}abari Ja >mi’ al-Baya>n 'An Ta’wi >l Ay Al-Qur’a >n (ditahqiq

: Abdullah bin Muhaisin al-Turki ) (Kairo : Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-

Arabiyah Wa Al-Isla>miyah, 1422H / 2001 M ), Cet. I, 712-713. 71

Abu Ja’far Muhammad bin Jari >r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Ja >mi’ al-Baya>n 'An Ta’wi >l Ay Al-Qur’a >n (ditahqi>q : Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo : Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 712. 72

Abu Ja’far Muhammad bin Jari >r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Ja>mi’ al-Baya>n 'An Ta’wi >l Ay Al-Qur’a >n (ditahqiq : Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo: Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah W a Al-Isla>miyah,

1422H / 2001 M ), Cet. I, 713. 73

Abu Ja’far Muhammad bin Jari >r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Ja >mi’ al-Baya>n An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a >n (ditahqiq : Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo:Markaz al-Buhuts Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah W a Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 714. 74Ia adalah Said bin Jubair, Abu Abdillah, Maula> Walibah ibn al-Ha>ris

dari Bani Asad ibn Huzaiman. Berguru kepada Ibn Abba>s r.a, Ibn Umar ra. Dan

beberapa sahabat lainnya. Mujahid perna bercerita, bahwa pada suatu hari, Ibn

Abbas ra. Menyuruh Sa'id bin Jubai>r untuk menceritakan sebuah hadith, namun ia

menolaknya, dengan mengatakan : Bagaimana mungkin saya dapat menyampaikan

hadits, sedangkan tuan berada di sini ? Ibn Abbas ra, menjawab : ‛ Bukankan

termasuk karunia Allah, jika engkau sampaikan hadith, sedangkan aku berada

disini. Jika apa yang apa yang engkau sampaikan benar, maka demikian adanya.

Tetapi jika salah, aku akan membenarkannya. Ketika Ibn Abba>s telah lanjut usia,

penglihatannya sudah rabun (tidak jelas lagi), ia mengalihkan orang-orang

bertanya kepadanya, untuk bertanya kepada Sa'i>d bin Jubair. Demikian juga Ibn

Umar, ketika ada orang yang bertanya kepadanya masalah waris, ia menyuruh

orang tersebut, untuk bertanya kepada Said, dan beliau mengatakan, dia ( Sa'id bin

Jubayr ), lebih tahu dari pada aku. Said meninggal di usia muda, di umur 49 tahun,

karena dihukum penguasa saat itu ( al-Hajja>j ) pada tahun 94 H. Lihat. Muhammad

Ibn Sa'i>d ibn Ma’a>ni al-Ha>syimi al-Bashri, al-T}abaqa>t al-Qubra>, Juz VI, 267-277.

75Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari> Ja >mi’ al-Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (ditahqi>q : Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo : Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 714. 76

Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Ja>mi’ al-Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (ditahqi>q : Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo:Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 714.

Page 73: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

147

77

Lihat. Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r

Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n ( ditahqi>q:Abdullah bin

Muhaisin al-Turki )(Kairo : Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah W a

Al-Isla>miyah, 1422H / 2001 M ), Cet. I, 713.

78Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H),Tafsi>r Al-T}abari

Ja >mi’ al-Baya>n An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (ditahqi>q:Abdullah bin Muhaisin al-

Turki)(Kairo:Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 715. 79 Sebuah Kisah, Hudhaifah menikah dengan perempuan non-muslim, lalu

Umar berkirim surat agar Huzaifah menceraikan istrinya itu. Hudhaifah bertanya

kepada Umar, ‛ Apakah anda menyangka bahwa pernikahan dengan ahl al-kitab

itu haram ? Umar menjawab : ‛ Tidak, Saya hanya khawatir. Dari kisah tersebut,

dapat disimpulakan, bahwa ketidak stujuan Umar tidak didasarkan satu teks Al-

Qur’an, melainkan karena kehati-hatian dan kewaspadaan ( Sadd al-Zari>'ah ). Abu

Ja’far Muhammad bin Jari >r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-T}abari Ja>mi’ al-

Baya>n 'An Ta’wi >l Ay Al-Qur’a >n (ditahqi>q:Abdullah bin Muhaisin al-Turki)

(Kairo:Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M), Cet. I, 716, Lihat. Umar Shiha>b, Kontekstualitas Al-Qur’an :

Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur’an, [Hasan M. Noer :

editor ], (Jakarta : Penamadani, 2004 ), 323. 80Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Jami’ al- Bayan 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n, 715. 81

Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari(224-310 H),Tafsir Al-T}abari

Jami’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n (ditahqi>q :Abdullah bin Muhaisin al-

Turki )( Kairo : Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah W a Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M ), Cet. I, 715. 82

Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n,716. 83

Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H), Tafsi>r Al-

T}abari Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n, 718. 84 Lihat. Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H), Tafsi>r

Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n, 719. 85 Lihat. Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari> (224-310 H), Tafsi>r

Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n 'An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n, 720. 86Al-Jas}as} Mufasir yang muncul di abad 4 H. Namanya Abu Bakar bin Ali

Al-Ra>zi. Guru besar ulama pengikut mazhab Hanafi di Bagdad. Beliau hidup pada

masa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan Islam dalam berbagai bidang. Dia

diberikan gelar dengan sebutan al-Ra>zi dan al-Jashsa>s (tukang kapur ). Ia

dilahirkan di Bagdad pada tahun 305 H dan wafat pada tanggal 7 Zulhijah 370 H.

Page 74: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

148

Muhammad Ali Iya>zi, Al-Mufassirun Haya>tuhum Wa Minhajuhum (Teheran :

Mu’asasah Li al-T}aba>’ah Wa al-Narh Wa Wiza>rah al-Thaqa>fah Wa Al-Irsha>d al-

Islami, 1414 H ), cet. I, 110-111. Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-

Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2008), 72-73. 87Abu> Bakar Ahmad al-Ra>zi al-Jas}as}, Ahka>m al-Qur’a>n (Beiru>t : Da>r Fikr,

t.th ), Juz I, 454. 88Seperti yang diberitakan, beberapa sahabat yang telah jelas,

membolehkan pernikahan dengan wanita ahl al-kita>b, sebagaimana pernah

dilakukan, Ustman bin Affa>n dalam hal ini, menikahi wanita Nasrani, demikian

T}alhah menikahi wanita Yahudi dari Syam ( Syiria ), dan juga Hudhaifah, serta

kalangan sahabat lain. Abu> Bakar Ahmad al-Ra>zi al-Jas}a>s}, Ahka>m al-Qur’a>n

( Beiru>t : Da>r Fikr, t.th ), Juz I, 455. 89Abu Bakar Ahmad al-Ra>zi al-Jas}a>s},Ahka>m al-Qur’a>n (Beiru>t : Da>r Fikr,

t.th ), Juz I, 456. 90Abu> Bakar Ahmad al-Ra>zi al-Jas}a>s},Ahka>m al-Qur’a>n (Beiru>t : Da>r Fikr,

t.th ), Juz I, 458-459.. 91Namanya adalah al-Ima>m al-Ha>fiz al-Shahi>r al-Muhyi al-Sunnah Abu

Muhammad bin Husein Ibn Mas’u >d Muhammad bin Farra’ al-Baghawi al-Sha>fi’ih.

Dia diberi gelar Muhyi al-Sunnah dan Ruknu al-Di>n ( penegak agama ). Ia lahir di

Baghshu>r sebuah kota kecil yang terletak di antara Hazzah, Moro dan al-Rudz dari

kota Khurasan. Ia wafat di bulan Syawwal di Moro dan Rudz tahun 510 H pada

usia 80 tahun. Lihat. Indeks. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M), Jilid I, 168-169, Al-

Imam Muhyi al-Sunnah Abu Muhammad al-Husain bin Mas’u >d al-Baghawi

(w. 516 H), Tafsi>r Al-Baghawi ‚ Ma’a>lim al-Tanzi>l ‚ (Riyad} : Da>r Ti>bah, 1409 H),

Jilid I, 15, Ma>ni’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir:Kajian Komprehnshif Metode Para Ahl Tafsir ( Terj. Faisal Saleh dan Syahdianor) Jakarta:PT Raja

Grafindo Persada, 2006), 292, Al-Imam Muhyi al-Sunnah Abu Muhammad al-

Husai bin Mas’ud al-Baghawi (w. 516 H), Tafsi>r Al-Baghawi‚ Ma’a>lim al-Tanzi>l ‚

( Riyad} : Dar Tibah, 1409 H ), Jilid I, 8, Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an: Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007),

cet. I, 72-73. 92Abu Marsad menjadi utusan Rasulullah ke Makkah, sebagai tugas

pembebas tawanan muslim secara rahasia di sana, lalu berita kedatangannya itu

didengar wanita bernama Anaq mantan kekasih dicintainya di masa lalu

(Jahiliyah). Seraya berkata wanita itu : Wahai Marsad bukankan kamu datang

untuk menikahi saya ? Ya, jawab Mursad, (dengan nada yang kurang yakin), tetapi

hal itu setelah mendapat restu Rasul Setelah selesai tugasnya, Ia kembali lagi ke

Madinah, dan diceritakan prihal dirinya dengan wanita itu kepada Rasullullah.

Lalu bertanya, Marthad kepada Rasul : bolehkah saya menikahinya, ya, Rasul ?

Maka turunlah ayat (Wa la> Tankihu> al-Musyrika>t Hatta Yu’minna). Al-Ima>m

Muhyi al-Sunnah Abi Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi (w. 516 H),

Page 75: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

149

Tafsi>r Al-Baghawi : ‚Ma’a>lim al-Tanzi>l ‚, (Riyad : Dar T}i>bah,1409 H), Cet. I,

255. 93Berita itu, tentang pentanyaan, apakah ayat ini, dimaksudkan mengenai

orang-orang yang ingkar kepada ajaran yang dibawa Muhammad SAW ? Dijawab

oleh Abu Hasan Al-Farisi, bahwa seseorang yang berkata, bahwa Al-Qur’an bukan

firman Allah, maka sungguh ia telah berbuat musyrik, demikian Qata>dah dan Said

bin Zubayr, menegaskan, bahwa musyrik itu perbuatan menyembah berhala. Al-

Imam Muhyi al-Sunnah Abi Muhammad al-Husai>n bin Mas’u >d al-Baghawi

(w. 516 H), Tafsi>r Al-Baghawi : ‚Ma’a>lim al-Tanzi>l ‚,(Riya>d} :Da>r T}i>bah,1409 H ),

Cet. I, 255. 94

Demikian jawaban kedua sahabat Abu Hasan bin Fa>ris, serta Qata>dah

dan Sa'id bin Zubair, menjawab suatu pertanyaan tentang perbuatan syirk yang

termasuk musyrik. Telah dijawab oleh kedua sahabat tadi, maka terjawablah

kenapa alasan Ustman bin Affan menikahi Nailah binti Farafishah yang beragama

Nasrani, yang kemudian masuk Islam. Demikian juga T}alhah bin Ubaidillah dan

Khudhaifah menikahi wanita Yahudi. Diberitakan, Umar bin Khattab sangat

marah mendengar pernikahan Huzaifah itu, lalu berkirim surat kepadanya,

meminta menceraikan istrinya. Hudhaifah menjawab,‛ Apaka hal itu haram ?

Umar berkata : ‛Aku tidak mengira hal itu haram, melainkan aku merasa kwawatir

kalian enggan menikahi wanita-wanita muslim, karena alasan mereka (wanita-

wanita ahli kitab ). Al-Imam Muhyi al-Sunnah Abi Muhammad al-Husain bin

Mas’u>d al-Baghawi (w. 516 H), Tafsir Al-Baghawi : ‚Ma’a>lim al-Tanzi>l ‚, (Riya>d}:

Da>r T}i>bah,1409 H ), Cet. I, 255 . 95 Al-Ima>m Muhyi al-Sunnah Abi Muhammad al-Husain bin Mas’u>d al-

Baghawi (w. 516 H), Tafsi>r Al-Baghawi : ‚Ma’a>lim al-Tanzi>l ‚, (Riya>d} : Da>r

T}i>bah,1409 H ), Cet. I, 256. 96 Nama lengkapnya adalah Abu al-Qashim Mahmud bin Umar bin

Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari yang diberi gelar

dengan sebutan ja>rullah, salah seorang ulama yang bermazhab Hanafi dalam Fiqh

dan bermazhab mu’tazilah dalam akidah. Gelar ja>rullah dia dapat karena pernah

pergi ke Makkah dan tinggal beberapa lama di sana. Lahir di salah satu desa

bernama Khawarizmi yang bernama Zamakhsyar, pada hari Rabu 27 Rajab tahun

467 H/467 M di Zamkhsyar. Lengkapnya. Di Indeks. Al-Ala>mah Ja>rullah Abu> Al-

Qa>shim Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhsyari ( 467-538 H ), Al-Kasha>f ‘An Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l (Riyad} : Maktabah

Abikah), Juz I,5,12-14, Mani Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehenshif Metode Para Ahli Tafsir (Jakarta :PT Raja Grafindo Persada,

2006), 224, Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo

:Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M ), Juz. I, cet. Ke-6, 304-305, Saiful Amin

Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani,

2008), 73-75.

Page 76: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

150

97

Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu

Al-Qur’an dan Tafsir (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009), 197.

98 Al-Ala>mah Ja>rullah Abu> Al-Qa>s}im Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhshari

(467-538 H), Al-Kasha>f ‘An Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil

Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l (Riyad } : Maktabah Abi>kah), Juz I, 431. 99

Al-Ala>mah Ja>rullah Abu> Al-Qa>s}im Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhshari

( 467-538 H ), Al-Kasya>f ‘An Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil

Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l ( Riyad } : Maktabah Abi>kah), Juz I, 431.

100

Menurut al-Zamakhshari, bahwa dengan ayat tersebut, ia tidak

membandingkan status perkawinan, apakan ia merdeka atau seorang budak,

melainkan kelayakan pernikahan dengan status mu’min. Al-Ala>mah Ja>rullah Abu>

Al-Qa>shim Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhshari> (467-538 H), Al-Kasya>f ‘An

Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l ( Riyad} :

Maktabah Abi>kah, ), Juz I, 432.

101 Berdasarkan hal ini, Al-Zamakhshari> menegaskan, bahwa alasan orang

Islam tidak dibolehkan menjadikan orang-orang musyrik sebagai wali, dan juga

tidak menjalin hubungan mus}a>harah dengan mereka, karena tidak ada hubungan

dengan mereka, melainkan hanyalah peperangan, Al-Ala>mah Ja>rullah Abu> Al-

Qa>shim Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhshari ( 467-538 H ). Al-Kasha>f ‘An Haqa>’iq

Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l (Riyad} : Maktabah

Abi>kah, ), Juz I, 432. 102 Dalam sejarah perkembanga Islam, abad pertengan ini berkisar antara

tahun 1250 hingga 1500 M yang berpusat di Baghdad. Dan secara sejarah sosial

umar Islam pada masa kekuasaan atau pada khalifahan Abbasiyah. Di mana umat

Islam sudah mulai maju, dan banyaknya bangsa-bangsa Eropah yang masuk di

wilayah Asia Tengah. Terumtama masuknya kerjaan besar, seperti, Mongol, tartar,

dan sebaginya, pada abad ke-5 H. Badri Yatim,Sejarah Kebudayaan Islam

(Dirasah Islamiyah II) (Jakrta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), cet. Ke-10, 111. 103Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta : Logos

Wacana Ilmu, 1417 H/1997), cet I, 102, Syiekh Muhammad Said Mursi, Tokoh-

tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah ( Idzamu al-Islam Abara Arba’ata ‘Ashar

Qarnan min al-Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk )( Jakarta : Pustaka Al-

Kautsar, 2007), cet. 1, 348, Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum

Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2003), cet. Ke-3, 71-115. 104

Al-Ra>zi adalah Abu> Abdullah, Muhammad bin Umar bin Al-Husain bin

Hasan bin Ali bin Al-Qurash al-Tami>mi al Bakri al-T}abrasta>ni al-Ra>zi. Gelarnya

adalah al-Fakhruddin dan dikenal juga dengan Ibn al-Kha>tib. Di lahirkan di desa

Raz pada tanggal 15 Ramadhan tahun 544 H. Ayahnya adalah D}iyauddi>n Umar

seorang ulama besar di Ra>z, yang merupakan murid dari Muh}yi al-Sunna, al-

Baghawi selain dari bidang kalam yang ia dapatnya dari al-Jaili. Tafsir ini, ditulis

Page 77: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

151

sekitar abad 7 dan 8 H, dan beberapa karya tafsir, yang muncul semasa

dengannya, seperti, Anwa>r al-Tanzi>l karya al-Baid}a>wi ( w. 685 H ), serta kitab

Ja>mi' al-Ah}ka>m Al-Qur'a>n karya Abu Abdullah al-Qurt}ubi (w, 671 H). Lihat.

Indeks. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n

(Kairo:Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M, cet. I, 206, Ma’ani Abdul Halim

Mahmud, Metodologi Tafsir : Kajian Komprehenshif Metode para Ahli Tafsir

(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), 320, Teungku Muhammad Hasbi Ash-

Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur'an & Tafsir ( Semarang : Pustaka

Rizki Putra, 2009), 198, Al-Imam Muhammad al-Ra>zi Fakhruddi>n Ibn al-Ala>mah

D}iya>uddin Umar al-Muashtahi>r bi al-Khatib al-Rayy (544-604 H), Tafsi>r al-Fakhri

al-Ra>zi (Beirut : Dar al-Fikr, 1401 H / 1981 M ), cet. I, Jilid ke-6, 58-65.

105

Al-Imam Muhammad al-Ra>zi> Fakhruddi>n Ibn al-Ala>mah D}iya>uddin

Umar al-Muashtahi>r bi al-Kha>tib al-Rayy ( 544-604 H ), Tafsir al-Fakhri al-Ra>zi>

(Beiru>t : Da>r al-Fikr, 1401 H / 1981 M ), cet. I, Jilid ke-6, 58. 106 Maksudnya, Abdullah bin Umar yang tidak sependapat dengan para

sahabat yang mengharamkan secara umum pernikahaaan dengan wanita musyrik,

di antaranya, diikuti ulama Zaidiyah. Lihat. Al-Imam Muhammad al-Razi>

Fakhruddin Ibn al-Alamah D}iya>uddin Umar al-Muashtahi>r bi al-Khatib al-Rayy

(544-604 H), Tafsir al-Fakhri al-Ra>zi > (Beirut : Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M), cet.I,

Jilid ke-6, 61. 107

Konsep Trinitas adalah terjemahan dari trinity ( trinitas, tiga tunggal,

trimurti ). Konsep ini kemudian menjelma menjadi Yesus sang tuhan berdimensi

manusia dan manusia berdimensi tuhan. Bagi Kristiani Yesus adalah Allah, Allah

adalah Yesus. Karena itu sebutan Trinitas menunjuk langsung Yesus, padahal

Yesus sendiri akan mengusir umat Kristen pada hari Kiamat lantaran mereka

berseru Tuhan kepadanya. Artinya Yesus tidak mau atau tidak pernah

mengajarkan bahwa dirinya Tuhan dan klaim Yesus sebagai tuhan merupakan

suatu kejahatan. Allah berfirman : .......’’ Janganlah kalian mengatakan : Tuhan itu

tiga ......QS. Al-Nisa’/4:171. Lihat. Didin Hafiduddin, Al-Qur’an dalam Arus

Globalisasi dan Modernitas Mencari Alternatif Pemikiran di Tengah Absurditas

Modernisme ( Jakarta : LPSI ), 162-163, Lihat. John M. Echos dan Hasan Shadily,

Kamus Inggris Indonesia (Jakarta : Gramedia, 1996), cet. XXIII, 604, Lihat. Hasan

Shadilly dkk, Ensiklopedi Indonesia ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1990 ),

Jilid 6, 3627. Al-Imam Muhammad al-Ra>zi Fakhruddi>n Ibn al-Ala>mah D}iya>uddin

Umar al-Muashtahi>r bi al-Khati>b al-Rayy ( 544-604 H ), Tafsir al-Fakhri al-Ra>zi

(Beiru>t : Da>r al-Fikr, 1401 H / 1981 M ), cet. I, Jilid ke-6, 60. 108 Terjemahan QS. al-Ma>idah/5:73, Sesungguhnya kafirlah orang-orang

yang mengatakan:"Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali

tidak ada Tuhan (yang kelak berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika

mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang

Page 78: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

152

kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS. al-Maidah/5:73),

Lihat : Muhammad Ar Ra>zi Fakhuddin Ar Ra>zi ( 544-604 H ), Tafsi>r al-Fakhri al-Ra>zi al-Mushtahi>r bi al-Kita>b Al-Kabi>r Wa Mafa>tih al-Ghaib (Kairo : Da>r al-Fikr,

t.th ), Juz ke-5, 59-61. 109

Al-Imam Muhammad al-Ra>zi Fakhruddi>n Ibn al-Ala>mah D}iya>uddin

Umar al-Muashtahi>r bi al-Khati>b al-Rayy ( 544-604 H ), Tafsi>r al-Fakhri al-Ra>zi

(Beiru>t : Dar al-Fikr, 1401 H / 1981 M ), cet. I, Jilid ke-6, 61. 110

Namanya adalah Abu Abdullah, kemudian dikenal dengan panggilan

Al-Qurtuby. Ia seorang mufasir yang datang setelah al-Ra>zi, begitu terkenal

karyanya dengan nama, Tafsir Al-Ja>mi’ Li Ahka>m al-Qur’a>n. Lengkapnya, adalah

Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farkh, Abu

Abdullah Al-Ansha>ry, al-Khazra>ji, al-Qurt}ubi, Al-Makhzumi, al-Ma>liky, yang

biasa dipanggil Abu Abdullah, kemudian ia terkenal dengan panggilan Al-

Qurthubi, dinisbahkan kepada negara kelahirannya Cordova Andalusia. Ia pergi ke

Mesir dan menetap di Maniyah Bani Khusa’ib sebelah Utara Asuyuth sampai

akhir hayatnya. Lihat. Indeks. Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu

Bakar Al-Qurt}ubi (w. 671), al-Ja>mi’ li Al-Ahka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tadhamanahu Min al-Sunnah Way Al-Furqa>n ( Tahqi>q : : Mua’sasah Al-Risa>lah,

1427 H/2006 M ), Cet. I, Juz : I, 37-38, Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad

bin Abu> Bakar Al-Qut}ubi (w. 671H ), al-Ja>mi’ li Al-Ah}ka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tadhamanahu Min al-Sunnah Way Al-Furqa>n (Tahqi>q : Mua’sasah

Al-Risa>lah, 1427 H/2006 M ), Cet. I, Juz : I, 37-38, Lihat. Muhammad H}usain al-

Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976

M, cet. II, 336-339, Syiekh Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah (‘Iz}amu al-Islam 'Abara Arba’ata ‘Ashar Qarnan Min al-

Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk )(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007),

cet. 1, 349. 111Disebutkan, bahwa riwayat yang disampaikan al-Muqa>til berbeda

dengan al-Suddi, dalam kasus Abdullah bin Rawa>hah dan budak perempuannya.

Karena al-Muqa>til menjadika kasud Abu Mathad al-Ghanawi dengan wanita

mushrik Makkah (Anaq namanya ), sebagai sebab nuzul-nya. Lihat. Abu Abdullah

bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qurt}ubi (w. 671), al-Ja>mi’ li Al-

Ahka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tadhamanahu Min al-Sunnah Wa Ay Al-

Furqa>n ( Tahqi>q: Mua’sasah Al-Risa>lah, 1427 H / 2006 M ), Cet. I, Juz : I, 454.

Lihat. Dalam penjelasan al-Ra>zi dan juga al-Baghawi, Al-Imam Muhammad al-

Ra>zi Fakhruddi>n Ibn al-Ala>mah D}iya>uddin Umar al-Muashtah>r bi al-Khati>b al-

Rayy ( 544-604 H ), Tafsi>r al-Fakhri al-Ra>zi (Beiru>t : Dar al-Fikr, 1401 H/1981

M), cet. I, Jilid ke-6, 58, Al-Imam Muhyi al-Sunnah Abi Muhammad al-Husain bin

Mas’ud al-Baghawi (w. 516 H), Tafsir Al-Baghawi :‚Ma’a >lim al-Tanzi>l ‚,

(Riya>d}:Da>r T}i>bah,1409 H), Cet. I, 255. Dalam beberapa keterangan lain,

disebutkan, bahwa kasus ini, terjadi bukan terhadap kasus Abu Marsad melainkan

anaknya, Marsad bin Abu Marthad ( aslinya, Kanaz bin Husain al-Ghanawi ). Dan

Page 79: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

153

ayat yang turun, bukanlah ayat al-Baqarah /2:221, melainakn al-Nu>r [24]: 3, yakni

tentang menikahi wanita pezina, karena pada saat itu, ia ( Anaq ) adalah seorang

wanita pelacur di Makkah. Lihat. Jala>luddin al-Suyu>t}i, Asba>b al-Nuzul,

(Damaskus : Da>r Al-Qutaibah, 1407 H/1987 M), cet. I, 192. Lihat, pada kasus

Marthad bin Abu Marthad yang meninta izin Rasul untuk menikahi wanita

bernama Ana>q, maka turun QS. Al-Nu>r/24: 3, Abu Abdullah bin Muhammad bin

Ahmad bin Abu Bakar Al-Qurt}uby (w. 671 ), al-Ja>mi’ li Al-Ah}ka>m Al-Qur’a>n Wa

Al-Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min al-Sunnah Wa Ay Al-Furqa>n (Tahqiq:

Mua’sasah Al-Risalah, 1427 H / 2006 M ), Cet. I, Juz : 15, 117. 112Al-Nuha>s berkata : Terdapat alasan terhadap perkataan di atas, dan

membenarkan sanad ini, sebagaimana diceritakan kepada kami Muhammad bin

Zabban, berkata : bercerita kepada kami Muhammad bin Rumh, berkata :

menyampaikan kepada kami al-Laith, dari Na>fi, bahwasanya Abdullah bin Umar

ketika ditanya tentang pernikahan pria muslim wanita Yahudi atau Nasrani. Ibn

Umar Menjawab : Allah mengharamkan wanita musyrik bagi pria muslim. Dan

aku tidak mengetahui dosa syirik yang terbesar, selain perkataan seorang wanita

itu, bahwa Tuhannya adalah Isa atau hamba diantara hamba Allah. Abu Abdullah

bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qurt}ubi ( w. 671), al-Ja>mi’ li Al-

Ah}ka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min al-Sunnah Way Al-

Furqa>n (Tahqiq: Mua’sasah Al-Risa>lah, 1427 H/2006 M), Cet. I, Juz : I, 455. 113Berkata Al-Nuha>s : tentang dasar perkataan Ibn Umar, yang

besebrangan dengan para sahabat dan tabi’in, karena mereka telah sepakat

kebolehan menikahi wanita ahl al-kitab, seperti shahabat, Usman bin Affan,

T}alhah, Ibn Abba>s, Ja>bir, Hudhaifah, serta kalangan tabi’in, seperti, Said bin

Musayyab, Said bin Jubair, Hasan, Mujahid, Tawus, Ikrimah, al-Sya’bi, dan juga

al-Dhahaq, serta para ahli fiqh masa itu. Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad

bin Abu Bakar Al-Quthubiy (w. 671), al-Ja>mi’ li Al-Ahka>m Al-Qur’a>n Wa Al-

Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min al-Sunnah Way Al-Furqa>n ( Tahqiq : Mua’sasah

Al-Risa>lah, 1427 H / 2006 M ), Cet. I, Juz : I, 455. 114

Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qut}ubi

(w. 671), al-Ja>mi’ li Al-Ahka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min

al-Sunnah Way Al-Furqa>n (Tahqiq: Mua’sasah Al-Risa>lah, 1427 H/2006 M), Cet.

I, Juz : I, 456. 115 Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu> Bakar Al-Qurt}ubi

(w. 671), al-Ja>mi’ li Al-Ahka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min

al-Sunnah Way Al-Furqa>n (Tahqiq : Mua’sasah Al-Risa>lah, 1427 H/2006 M ), Cet.

I, Juz : I, 461. 116

Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu> Bakar Al-Qurt}ubi

(w. 671H), al-Ja>mi’ li Al-Ahka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tadhamanahu

Page 80: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

154

Min al-Sunnah Way Al-Furqa>n ( Tahqi>q : : Mua’sasah Al-Risa>lah, 1427 H / 2006

M ), Cet. I, Juz : I, 462. 117

Al-Ima>m Al-Qa>d}i Nas}i>ruddin Abu> Said Abdullah Abu> 'Umar

Muhammad al-Shaira>zi Al-Baid}a>wi ( w. 791 H ), Tafsi>r al-Baid}a>wi al-Musamma al-Tafsi>r al-Baid}a>wi (Beirut : Dar Al-Fikr, 1416 H/1996 M), Juz ke-1, 3.

118 Dilahirkan disebuah desa bernama al-Baidha', Persia (Iran). Ungkapan

Ibn Suhbah tentangnya, seorang yang produktif, karya-karyanya terlihat, misalnya,

menyusun rangkuman ( mukhtas}a>r ) tafsir al-Kassha>f karya al-Zamakhshari,

mensyarahi al-Mukhtas}ar karya Ibn Hajib di bidang ilmu Us}u>l Fiqh, mensyarahi

juga kitab al-Mukhtakha>b fi al-Ushu>l karya al-Imam Fakhruddin al-Ra>zi, al-Tawalli Fi> al-Kala>m, al-Gha>yah al-Quswah fi> Dira>yah al-Fatwa li> Fiqh al-Sya>fi’ih

dan menulis sebuah kitab tafsir yang merupakan karya terbaiknya, al- Anwa>r al-Tanzi>l Wa al-Asra>r al-Ta’wi>l, yang kemudian tafsir ini terkenal dengan sebutan

nama Tafsi>r al-Baid}a>wi. Al-Baid}awi wafat pada tahun 791H /1286 M. Al-Ima>m

Al-Qa>d}i Nas}i>ruddin Abu> Said Abdullah Abu> Umar Muhammad al-Syaira>zi Al-

Baid}a>wi (w. 791 H), Tafsi>r al-Baid}a>wi al-Musamma al-Tafsi>r al-Baid}a>wi ( Beirut : Dar Al-Fikr, 1416 H / 1996 M ), Juz ke-1, 3.

119 Dalam kenyataannya, Al-Baid}a>wi juga setuju dengan pengkhususan,

yaitu untuk wanita muhs}ana>t yang berasal dari ahl al-kita>b berdasarkan Qs.[5]:5,

maka pernikahan dengan ahl al-kita>b menurutnya, dibolehkan. Al-Ima>m Al-Qa>dhi

Nas}i>ruddin Abu> Said Abdullah Abu> 'Umar Muhammad al-Syaira>zi Al-Baid}a>wi

( w. 791 H ), Tafsi>r al-Baid}awi al-Musamma al-Tafsi>r al-Baid}a>w>i ( Beirut : Dar

Al-Fikr, 1416 H / 1996 M ), Juz ke-1, 3, 506. 120 Namanya Ala>’u al-Di>n Abu> al-Hasa>n Ali bin Muhammad bin Ibra>him

al-Baghda>dy. Ia dilahirkan di Baghdad pada tahun 678 H bertepatan dengan tahun

1279 M, tetapi beliau lebih dikenal dengan nama al-Kha>zin. Selain sebagai

mufassir, beliau juga seorang yang sufi dan fakih. Ia pengikut mazhab al-

Syafi’iyah. Wafat di Halaba ( Aleppo ) tanun 741 H/1342 M. Pada malam Jum’at

di akhir bulan Rajab, dan dimakamkan di tempat perkuburan al-Sufiyyah pada hari

yang sama. Pada malam Jum’at di akhir bulan Rajab, dan dimakamkan di tempat

perkuburan al-Sufiyyah pada hari yang sama. Dalam sudut sejarah, beliau juga

sebagai seorang mufassir yang muncul pada abad ke-7 H, dan tafsir ini, juga

merupakan ikhtishar ( ringkasan ) dari tafsir sebelumnya, yaitu Ma’a>lim Tanzi>l

karya al-Baghawi. Ali Iya>zi, Al-Mufassirun Haya>tuhum Wa Minhajuhum (t.t :

Wiza>rah Al-Tsaqa>fah Wa Irsya>d Al-Isla>my, 1373 H ), 598, Lihat juga, Muhammad

H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396

H/1976 M ), Juz. I, cet. Ke-6, 220. 121 Ala>uddin Ali bin Muhammad bin Ibra>him al-Bagda>di (al-Kha>zin, w.

725 H), Tafsi>r al-Kha>zin al-Musamma Luba>bu al-Ta’wi>l Fi> Ma’a>ni al-Tanzi>l

(Beiru>t : Dar Fikr, t.th ), 147.

Page 81: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

155

122Terkait dengan kriteria ahl al-kita>b, Ibn Abba>s, menjelaskan, kata

muh}s}ana>t berlaku untuk wanita yang merdeka ( hara>’ir ), al-Hasan, al-Sya’bi, dan

al-Nakha’i serta al-Dhaha>q setuju dengan wanita terjaga dan terpelihara (afa>’if ),

oleh kerana itu Ibn Abba>s melarang pernikahan dengan wanita budak sahaya dari

Ahl al-kita>b, demikian diikuti mazhab Sya>fi’ih, karena alasan, memiliki dua

kekekurangan, yaitu, berpredikat kufur dan sebagai budak sahaya. Berbeda dengan

mazhab Hanafi membolehkan, karena alasan pelarangan ayat yang masih bersifat

umum. Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibra>him al-Bagda>di ( Kha>zin, w. 725 H),

Tafsi>r al-Kha>zin al-Musamma Luba>bu al-Ta’wi>l Fi> Ma’a >ni al-Tanzi>l (Beiru>t : Da>r

Fikr, t.th), 147. 123

Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibra>him al-Bagda>di ( Kha>zin, w. 725

H ), Tafsi>r al-Kha>zin al-Musamma Luba>bu al-Ta’wi>l Fi> Ma’a >ni al-Tanzi>l )( Beiru>t

: Da>r Fikr, t.th ), 148. 124 Perdamaian Hudaibiyah ( Sulh Hudaibiyah), di bulan Zulqa’dah, tahun

ke 6 H. Merupakan awal diberlakukannya perintah larangan menikahi wanita kafir

(musyrik), berdasarkan QS. al-Mumtahan/60:10. Kesepakatan10tahun kedepan

tanpa peperangan, ungkapan setia, dan sebagainya, merupakan kesepakatan, yang

disetujui Nabi SAW dan Suhail bin Amr. Turun ayat ‚ In Ja>’atkum al-Mu’mina>tun Muha>jira>tun Famtahinu>hunna…..‛. Menguji keislaman mereka, para wanita hijrah,

status keimanan mereka. Dan pada saat itu, putus hubungan dan tidak sah

pernikahan antara mukmin dan kafir, dan ketika ayat ujian itu turun, di antara

mereka adalah, Subaiah binti Ha>rits al-Asla>miyah, masuk Islam, sedangkan

suaminya yang masih mushrik (Musa>fir al-Makhzu>mi), dikenal Saifi Bin Rahi>b,

lalu Nabi mengembalikan maskawin suaminya di Makkah. Kemudian Umar bin

Khattab menikahinya. Mengingat bunyi ayat yang melarang orang-orang Islam

menahan (tidak menceraikan), para istrinya yang masih dalam keadaan kafir di

Makkah, maka Umar menceraikan dua istrinya, yaitu Quraibah binti Abi Umayyah

dan Ummi Kuthu>m binti Jarwal. Sesudah diceraikan Umar, lalu Quraibah dinikahi

Mua>wiyah bin Abi Sofyan, dan Ummi Kultusm dinikahi oleh Abu Ami>n bin

Huzaifah (dikenal Abu Jaham bin Huzafah), keduanya masih dalam status mushrik

di Makkah. Sedangkan, Arwah binti Rabiah bin Harith bin Abdul Mut}alib, hijrah,

namun masih beagama lama, maka Islam menceraikannya, kemudian ia Arwah

masuk Islam, dan dinikahi Khalid bin Said bin Ash bin Umayyah. Diceritkan, oleh

Al-Sya’bi, bahwa diantaranya yang hijrah Zainab binti Rasulullah SAW, wanita

istri Abu al-Ash bin al-Ra>bi’ bin Umayyah, lalu beriman, masuk Islam sedangkan

suaminya di Makkah masih mushrik, maka Rasulullah mengembalikan mahar apa

yang telah diberikan suaminya sebagai ganti. Demikaian berlaku isi perjanjian

Hudaibiyah. Moenawwar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad (Jakarta :

Gema Insani Press, 2001),386-387,Lihat.Alauddi>n Ali bin Muhammad bin Ibra>him

al-Bagda>di (Kha>zin, w. 725 H), Tafsir al-Kha>zin yang dikenal (Luba>bu al-Ta’wi>l Fi Ma’a>ni al-Tanzi>l )(Beirut : Dar Fikr, t.th), 258-259.

125 Ia adalah al-Ima>m al-Ha>fi>dz Imaduddin Abu al-Fida Ibn Amr bin Ibn

Kathir al-Qurashi al-Basri, al-Dimasqi al-Faqi>h al-Sha>fi’ih. Ia dilahirkan Mujadal

Page 82: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

156

negeri Syam pada tahun 700 H / 1300 M atau di sebelah Timur Bashrah yang

merupakan wilayah bagian Damasqus. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r

Wa al-Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976 M ), Juz. I, cet. Ke-

6, 173, Lihat. Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an, Sejarah Tafsir dan Metode

Para Mufasir ( Tangerang : Gaya Media Pratama, 1428/ 2007), 76. 126Tafsir Ibn Katsir dengan nama yang disebutkan, merupakan tafsir

pertama kali dalam bentuk tafsir bi al-Ma’thu>r. Dan dianggap kitab yang kedua

setelah tafsir Ibn Jarir Al-T}abari, yang didalamnya meriwayatkan dari Nabi SAW,

sahabat-sahabat besar, tabi’in. Ia memilih riwayat-riwayat yang shahih dan atsar-

atsar yang disandarkan kepada pemiliknya. Ia adalah seorang mufasir yang

antusias menafsirkan al-Qur’a>n dengan al-Qur’a>n, kemudian dengan al-Sunnah,

pendapat para sahabat dan tabi’in. Ia banyak menyebut ayat-ayat yang sejalan

dengan maknanya, dan saling menguatkan, kemudian, membandingkan,

menguatkan pendapat yang rajih, dan melemahkan pendapat yang lemah dengan

dalil. Ia juga berbicara tentang al-Jarah wa al-Ta’di>l. Keistimewaannya adalah ia

mengingatkan akan adanya israiliyat, mengkritiknya dan mensarankan agar slalu

berhati-hati. Dalam tatanan sejarah, Ia hidup di abad pertengahan ( abad ke-8 H ),

dan beliau wafat di Damascus pada tahun 774 H. Lihat. Muhammad H}usain al-

Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976

M), Juz. I, cet. Ke-6, 175, Syiekh Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah ( A'zamu al-Islam Abara Arba’ata ‘Ashar Qarnan min al-

Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk )(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007),

cet. 1, 349. 127 Pengecualian itu, sebagaimana dikutip yang sumber dari Ibn Abba>s :

استسنى هللا من ذالك ] وال تنكحوا المشركات حتى يؤمن [قال على بن أبى طلحة عن إبن عباس فى قوله :د ابن جبير , ومكحول والحسن , والضحاك , وزيد نساء أهل الكتاب , وهكذا قال مجاهد , وعكرمة , وسعي

بن أسلم , والربيع بن أنس , وغيرهمBerkata Ali bin Abi T}alhah dari Ibn Abba>s r.a tentang Firman Allah SWT,

[Janganlah kamu menikahi wanita mushrik hingga mereka beriman], dikecualikan

hal itu, wanita ahl al-kita>b. Demikian dikatakan Muja>hid, Ikri>mah, dan Sa'id bin Jubair, Makhu>l, al-Hasan, Zaid bin Asla>m, al-Rabi>’ bin Ana>s dan lainnya. Ima>duddi>n Abi> Fida>’i Isma>il Ibn Kathi>r al-Dimasqi (w. 774 H), Tafsi>r Al-Qura>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah, 1421 H / 2000 M ), Jilid 2, Cet. I, 296

128 Ima>duddi>n Abi> Fida>’i Isma>il Ibn Kathi>r al-Dimasqi ( w. 774 H ), Tafsi>r

Al-Qura>n Al-Az}i>m ( Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah, 1421 H/2000 M ), Jilid 2,

Cet. I, 296. 129 Lihat. Ima>duddi>n Abi> Fida>’i Isma>il Ibn Kathi>r al-Dimasqi ( w. 774 H ),

Tafsi>r Al-Qura>n Al-Az}i>m, 299.

130Nama lengkapnya Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibra>him

bin Ahmad al-Imam al-Ala>mah Ahmad Jala>luddin al-Mahalli al-Sya>fi’ih, lahir

pada tahun 791 H / 1389 M di Kairo, Mesir. Ia lebih dikenal denga panggilan al-

Mahalli, karena disandarkan kepada kampung halamannya. Jala>luddin Al-Mahalli

dan Jala>luddin al-Suyu>t}i, Al-Qur’a>n al-Kari>m Wa Biha>misihi Tafsi>r al-Ima>main al-

Page 83: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

157

Jala>lain ( t.tp : Da>r Ibn Kathi>r, t.th ), 9-10. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-

Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976 M), Juz. I,

cet. Ke-6,237-238,Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an

(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008 ), 110-111. 131

Gelarnya adalah Jala>luddi>n dan dikenal dengan sebutan Ibn Kita>b

karena dilahirkan diantara kitab-kitab milik ayahnya. Di lahirkan di Kairo, Mesir

pada tahun 849 H. Bapaknya meninggal ketika ia berumur lima tahun. Dan Ia telah

hafal al-Qur’an di usia delapan tahun. Pergi ke beberapa tempat menuntut ilmu ke

al-Qayyum (Dimasqi), Makkah, Yaman, India dan Maroko. Laksana samudera

dalam ilmu tafsir, hadits, fiqh dan nahwu. Ranah keilmuannya adalah ushul fiqh,

qira’at, kedokteran dan al-hisab hingga mencapai derajat al-mujtahid. Guru-

gurunya mengizinkan dia untuk mengajar, memberi fatwa, dan mendikte hadits.

Belajar di sekolah Bibrisiyah. Syiekh Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh

Besar Islam Sepanjang Sejarah ( 'Adzamu al-Islam Abara Arba’ata ‘Ashar Qarnan

min al-Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk )(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,

2007), cet. 1, 349. 132 Jala>luddin al-Suyu>t}i, adalah Abdurahman bin Kamal Abu Bakar bin

Muhammad bin Sa>biq al-Din bin Fakhr Usman bin Nashi>ruddin Muhammad bin

al-Hamma>m al-Khudairi al-Suyu>t}i. Gelarnya adalah Jala>luddi>n dan ia dikenal

dengan sebutan Ibn Kita>b karena dilahirkan diantara kitab-kitab milik ayahnya.

Jalaluddin al-Suyu>t}i (879-911 H), al-Du>r al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-Ma’thu>r

(tahqiq : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky )(Kairo : Markaz Hijr Li a-Bu’uth

Wa Al-Dirathat al-Arabiyah Wa al-Islamiyah, 1424 H/ 2003 M), cet. I, 565,

Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo:Maktabah

Wahbah, 1396 H / 1976 M ), Juz. I, cet. Ke-6, 238. 133

Jala>luddi>n bin Muhammad bin Ahmad bin Muhamad Al-Mahalli dan

Jala>luddin Abdurahaman bin Abu Bakar al-Suyu>t}i, Al-Qur’a>n al-Kari>m Wa

Biha>misihi Tafsi>r al-Ima>main al-Jala>lain ( tahqi>q : Abdul Qa>dir al-Arfauth )(t.tp :

Da>r Ibn Kathi>r, t.th ), 107. 134

Jala>luddi>n bin Muhammad bin Ahmad bin Muhamad Al-Mahalli dan

Jala>luddin Abdurahaman bin Abu> Bakar al-Suyu>t}i, Al-Qur’a>n al-Kari>m Wa

Biha>misihi Tafsi>r al-Ima>main al-Jala>lain ( tahqi>q : Abdul Qa>dir al-Arfauth )( t.tp :

Da>r Ibn Kathi>r, t.th ), 35. 135 Al-Suyutti yang muncul di abad ke 10 H, ketika perkembangan studi

al-Qur’an (ilmu al-Qur’an) sedang mengalami kemunduran, lalu al-Suyuti

bangkit, dengan karya tafsirnya, Tafsi>r Al-Du>r Manthu>r Fi> Tafsi>r Bi Al-Ma’thu>r.

Naman lengkapnya adalah Jaluddin Abu Fadl Abdur Rahman bin Abu Bakar Al-

Suyuti. Dilahirkan di Kairo pada tahun 849 H/1445 M. Karya beliau belum

berakhir, setelah menyelesaikan satu karya, beganti dengan karya yang lain. Dalam

Page 84: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

158

kesibukan kesehariannya adalah mengarang,meresume, membuat sharkh

(penjelasan), hingga lebih dari 600 judul buku. Ketika usianya 40 tahun terjadi

perbedaan pendapat antara dia, para raja dan ulama, kemudian ia melakukan

meditasi sendiri di lembah sungai Nil, Kairo. Dan menolak semua hadiah dari para

pejabat pemerintah yang mengunjunginya. Dan dinatara karya-karyanya, adalah

Al-Itqa>n Fi> 'Ulu>m al-Qur’a>n, ad-Du>rr al-Manthu>r Fi> al-Tafsi>r bi al-Ma’thu>r,

Luba>b al-Nuqu>l Fi> Asba>b al-Nuzu>l, al-Asba>b Wa al-Naz}a>’ir di dalam ilmu nahwu

dan Qawa’id fiqh Sha>fi’ih, Ta>rikh al-Khulafa>’, Sharh Sunan Abi Da>ud wa al-

Nasa>’i Wa Ibn Ma>jah. Ia wafat pada tahun 911 H di kota Kairo.Syeikh

Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah ( I'zamu al-

Islam Abara Arba’ata ‘Ashar Qarnan min al-Zama>n, terj. Khoirul Amrullah

Harahap dkk )( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007), cet. 1, 349-350, Abdul Jalal,

Ulumul Qur’an (Surabaya : LEPKIS, 1990), 38. 136 Jala>luddin al-Suyu>t}i ( 879-911 H ), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r ( tahqi>q : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky )(Kairo : Markaz Hijr Li

a-Bu’u>th Wa Al-Dira>that al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/ 2003 M ), cet. I,

Juz ke-8, 561-562. 137 Jala>luddin al-Suyu>t}i ( 879-911 H ), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r ( tahqi>q : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky )( Kairo : Markaz Hijr Li

a-Bu’u>th Wa Al-Dira>that al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/2003 M), cet. I,

Juz ke-8, 562. 138 Jala>luddin al-Suyu>t}i ( 879-911 H ), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r (tahqi>q : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky)(Kairo : Markaz Hijr Li a-

Bu’u>th Wa Al-Dira>sat al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/ 2003 M ), cet. I, Juz

ke-8, 563 139 Dalam riwayat yang bersumber dari Saqi>q, Ibn Umar, menyatakan :

وأخننرج عبنند الننرزاق , وابننن جريننر , والبيهقننى , عننن شننقيق قننال : تننزوج حذيفننة يهوديننة ,

فكتب إليه عمر : خا سبيلها . فكتب إليه : أتزعم أنهنا حنرام فنأخلى سنبيها ؟ فقنال : ال أزعنم

أنها حرام , ولكننى أخناف أن تعناطوا المومسنات مننهن . وأخنرج البخنارى , و النحناس فنى

, أن عبنند هللا بننن عمننر كننان إذا سننئل عننن نكنناح الرجننال النصننرانية أو )ناسننخه( عننن نننافع

اليهودية . قال : حرم هللا المشنركات علنى المنؤمنين , وال أعنرف شنيئا منن اإلشنراك أعظنم

ربهنا عيسنى أو عبند منن عبناد هللامنن أن تقنول المنرأة : Di keluarkan dari Abdu Raza>q,

dan Ibn Jari>r, dan Al-Baihaqi, dari Shaqi>q berkata : telah menikah Huzaifah

dengan wanita Yahudi, lalu Umar r.a berkirim surat kepadanya, ‘Lepaskan dia‘,

Hudhaifah membalas surat itu ‘, Apakah anda mengira dia haram untuk dinikahi,

sehingga saya harus melepaskannya (menceraikan) ? Umar bin al-Khatab,

menjawab : tidak, aku tidak mengira bahwa haram dinikahi, melainkan aku merasa

khawatir kalian enggan untuk menikahi wanita-wanita beriman, karena mereka

Page 85: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

159

(wanita-wanita ahl-al-Kitab). Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dan al-Nuhas dalam

kitabnya (al-Na>sikh), dari Nafi’, Bahwa Abdullah bin Umar apabila ditanya

tentang pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Nasrani atau Yahudi.

Abdullah bin Umar menjawab : Allah SWT mengharamkan wanita-wanita

Musyrik terhadap laki-laki muslim, dan aku tidak mengetahui perbuatan syirik

semacam apa yang lebih besar, dari pada keyakinan seorang wanita yang berkata,

Tuhannya adalah Isa, atau seorang hamba dari pada hamba Allah. Jalaluddin al-

Suyu>t}i (879-911 H),al-Du>r al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-Ma’thu>r (Tahqi>q : Abdullah

bin Abdul Muhsin al-Turky)(Kairo : Markaz Hijr Li a-Bu’u >th Wa Al-Dira>sa>t al-

Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/ 2003 M ), cet. I, Juz ke-8, 563 140

Al-Alu>si namanya Abu Tsana' Shiha>buddin al-Sayyid Mahmu>d al-

Alu>si al-Baghda>di. Lahir pada tahun 1217 H/ 1802 M di daerah Alu>s, Khurk,

Bagdad, Irak. Ia di juluki dengan Abu Tsana ', tetapi lebih dikenal dengan nama

Alu>si. Ia sangat cerdas dan ulet dalam menuntut ilmu. Dan ia menuntut ilmu

dengan para ulama terkemuka pada masanya, diantaranya orang tuanya, sehingga

menjadi Syeikh ulama di Irak. Di antara para ulama yang membimbing Alusi,

seperti, Khalid al-Naqshabandi, seorang ahli tasawuf sekaligus guru besar tarekat

Naqsabandiyah, Syeikh Ali al-Suwaedi dalam baidang tafsir, hadits, bahasa arab,

dan Abdul Azis dalam bidang adab, terutama ayahnya, Syeikh Abdullah

Shabuddin yang menjadi guru besar di perguruan tinggi al-Hadrah al-Ajamiyah,

sehingga ia menjadi seorang ulama yang mumpuni dan disegani. Alusi dikenal

sangat cerdas, berwawasan luas, dan berfikiran jernih. Dan pada usia 13 tahun

sudah mulai belajar dan berkarya, yaitu mulai beraktifitas tulis-menulis, sambil

bersekolah di lembaga pendidikan dekat rumahnya, sebuah universitas yang

didirikan oleh Abdullah al-Aquli di daerah Rasafah. Ia sangat menguasai masalah

perbedaan mazhab, agama dan aliran-aliran, seorang yang menganut mazhab salaf

dalam bidang aqidah, dan mazhab Shafi'ih dalam bidang fiqh. Hanya saja ia juga

betaqlid kepada Abu Hanifah dalam banyak masalah, namun pada akhir usianya ia

lebih cenderung berijtihad dengan sendiri. Ia telah meninggalkan khazanah

keilmuan yang luar biasa, di antaranya yang sedang kita bicarakan, yaitu Tafsir

Ru>h al-Ma'a>ni Fi> Tafsi>r al-Qur'a>n al-Az}i>m Wa al-Sab'u al-Matha>ni. Ha>shiyah Ala>

al-Qat}r, Sharh al-Sula>m fi al-Manti>q, al-Ajwibah al-Ira>qiyah Ala> al-As’ilah

Iraniyah, Durah al-Ghawa>s} Fi> Awha>m al-Khawa>s}, al-Nafah}a>t al-Qudsiyah Fi>

Maba>h}ith al-Ima>miyah, al-Fawa>’id al-Sunniyah Fi Ilmi Adab al-Bah}s.Muhammad

H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396

H/1976 M), Juz. I, cet. Ke-6, 250-251, Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-

Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2008 ), 110-121. 141 Abu> Fadl Shiha>buddin al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si al-Baghda>di

(w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a>ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a>n al-Az}i>m Wa Sab’u al-Matha>ni

Page 86: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

160

(Beiru>t : Ida>rah al-T}aba>’h Al-Muni>riyah Da>r Ihya’ al-Tura>th Al-Arabi, t.th), Juz

ke- 2, 118. 142Abu> Fadl Shiha>buddin al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si al-Baghda>di

(w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a>ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a>n al-Az}i>m Wa Sab’u al-Matha>ni

(Beirut:Ida>rah al-T}aba>’ah Al-Muni>riyah Da>r Ihya’ al-Turath Al-Arabi, t.th), Juz

ke- 2, 118. 143

Abu> Fadl Shiha>buddin al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si al-Baghda>di

(w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a>ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a>n al-Az}i>m Wa Sab’u al-Matha>ni,

120.

144 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya ( Jakarta : UI

Press, 1985 ), cet. Ke-5, 88. 145 Keterangan periode tafsir abad modern-kontemporer dapat telusuri,

sejak terjadinya pembaharuan Islam atau munculnya gerakan-gerakan modernisasi

Islam yang terjadi di sekitar abad ke-20 M atau abad ke-14 H, akibat krisis yang

dialami umat Islam di masanya, hingga datang masa kebangkitan, mempersiapkan

sarana ke arah pembaharuan, menuju suasana yang bersifat inelektual dan kembali

kepada kejayaan Islam dalam suasana yang secara ilmiah dimodernisasikan. Badri

Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Sejarah Islamiyah II)(Jakarta : PT Grafindo

Persada, 2000), 257. 146

Namanya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.

Dilahirkan di desa Mahalla>t Nasr di Kabupaten Al-Buhairah, Mesir pada tahun

1266/1849 M, Ia berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya, bukan pula

keturunan bangsawan. Namun ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka

memberi pertolongan. Al-Imam Muhammad Abduh memulai penulisan tafsir al-

Qur’an di awal Muharram tahun 1317 H, dan terhenti dipertengahan bulan

Muharram di tahun 1323 H di saat menulis tafsir pada ayat ke 126 dari Surat Al-

Nisa’, karena ia telah wafat.Ali Iya>zi, Al-Mufassiru>n Haya>tuhum Wa Minhajuhum

(Teheran:Mu'asasah al-T}aba>'ah Wa Nasyr, 1415 H ), 664-665, Muhammad H}usain

al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo:Maktabah Wahbah, 1396H/1976

M), Juz. I, cet. Ke-6. 405-407. 147Rashi>d Rid}a> dikenal sebagai ahli tafsir sekaligus ilmuwan yang sangat

idealis, luas pengetahuannya.Walaupun terdapat beberapa perbedaan dengan

pendahulunya, bahkan kepada gurunya sekalipun, Muhammad Abduh, tetapi Ia

tetap konsisten dan kritis terhadap pandangan-pandangan pribadinya dalam

berbagai bidang ilmu pengetahuan, terhadap pendapat-pendapat yang ditukilnya,

sehingga dengan sikapnya yang kritis dan objektif, wajarlah ia menerima gelar

yang diterima dari gurunya, serta restu dari kalayak ramai, dengan gelar, al-Ustadz

al-Ima>m. Selain pengetahuannya tentang sunnah yang sangatlah luas, yang

membuat penjelasannya tentang tafsir suatu ayat, dikenal sangat kaya, dengan

riwayat-riwayat, yang bahkan dinilainya s}ahi>h, lebih-lebih terhadap kritikan

Page 87: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

161

terhadap para mufasir pendahulunya, seperti, Ibn Jarir al-Thabri dan juga

Fakhruddin al-Ra>zi yang tidak menyinggung secara detail dalam kitab tafsirnya,

sekaligus dinilainya suatu kelemahan, karena dengan sikapnya itu, ia dikenal

orang yang kaya dalam tafsir bi al-Ma’thu>r. Sebagai mufasir yang lahir di era

kebangkitan Islam modern, Rasyid Ridha dalam tafsir al-Mana>r mengangkat isu-

isu kontemporer, yang mencoba membahas ayat-ayat dalam suatu kelompok

ataupun dalam kelompok ayat tertentu, terkait pernikahan beda agama QS.Al-

Baqarah/2:221, QS. Al-Maidah/5:5,QS.al-Mumtahanah/60:10. Karya tafsir.Al-

Mana>r, berawal dari sebuah majalah, al-Urwah al-Wusqa>, majalah yang

diterbitkan di Paris, atas karya pemikiran Syeikh Muhammad Abduh dan

Jamaluddin Al-Afgani, lalu majalah tersebut sampai ketangan Rasydi Ridha,

keta’ajuban dari pemikirin kedua tokoh tersebut tentang pembaharuan, menjadi

usaha yang tidak sia-sia, akhirnya Rasyid Rid}a bertemu para sang pembaharu

tersebut, di Mesir. Hasil pertemuannya yang panjang, membuahkan kesan yang

mendalam, memutuskan Rasyid Ridha untuk menetap di Mesir. Ide-ide

pembaharuan yang telah lama terpendam akibat tidak mendapat porsi yang layak

di Libanon, atas intimidasi dan kecaman Kerajaan Turki Usmani, yang akhirnya di

Mesir ia berhasil menerbitkan sebuah majalah, yang bernama, Al-Mana>r, yang

isinya antara lain memuat artikel tafsir al-Qur’an. Dengan demikian, cikal bakal

tersebut, maka tafsir al-Mana>r tersususn. Dan Al-Mana>r itu adalah sebutan

popular dari tafsir itu, karena dinisbahkan kepada surat kabar atau majalah yang

popular pada saat itu, dan yang aslinya adalah Tafsi>r Al-Qu’a >n al-Haki>m. Saiful

Amin Ghaofur, Profil Para Penafsir Al-Qur’an (Yogjakarta : Pustaka Insan

Madani, 2008), 146-149, 250-25, Mani’ Abdul Halim Mahmud, Kajian

Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir ( Jakarta : Raja Grafido Persada, 2006),

271-272. M. Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Qur’an, Studi Kritis Atas Tafsi >r Al-

Mana>r (Jakarta : Lentera Hati, 2006), 5-7, 76-78, 83-84, M. Quraish Shihab,

Rasionalitas Al-Qur’an : Studi Kritis atas Tafsir al-Manar ( Jakarta : Lentera Hati,

2006 M), cet. I, 143-144, 153-156. 148Tafsir al-Manar adalah kitab tafsir dengan nama Tafsir Al-Qur’an al-

Hakim, yang ditulis oleh karya ketiga ulama tafsir terkemuka, yaitu, Sayyid

Jama>luddin Al-Afgani, Sheikh Muhammad Abduh, dan Sayyid Muhmammad

Rashi>d Rid}a, namun yang terlibat langsung adalah dua tokoh yang disebutkan

terakhir. Ini adalah salah satu kitab tafsir yang memuat, riwayat-riwayat yang

shahih, dan pandangan akal yang tegas, yang menjelaskan hikmah-hikmah syariah

serta sunatullah ( hukum yang berlaku ) terhadap manusia, dan menjelaskan fungsi

Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk seluruh manusia, di setiap waktu, tempat.

Tafsir al-Manar merupakan sebuah tafsir yang penuh dengan pendapat para

pendahulu umat, shahabat, dan tabi’in, yang penuh dengan uslub-uslub bahasa dan

Page 88: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

162

sastra. Qurais Shihab menilai tafsir al-Manar yang lebih banyak tertuju kepada

corak sastra dan sosial kemasyarkatan (al-Adab al-Ijtima>’i ), yaitu suatu corak

tafsir, yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung

dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menaggulangi problem

kemasyarakatan bedasrkan petunjuk-petunjuk ayat, dengan mengemukakan

petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah tapi indah didengar. al-

Sayyid Muhammad Ali Iya>zi, al-Mufassiru>n Haya>tuhum Wa Manhajuhum

(Teheran : Mu'asasah al-Thaba>'ah Wa Nasyr, 1415 H), 669, Quraish Shihab,

Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarkat,

( Bandung : Mizan, 1994 M ), cet. Ke-VII, 73. 149

Terdapat dua persoalan mendasar dalam pemikiran Muhammad Abduh

yang menjadi tolak ukur dalam menagulangi masalah yang di hadapainya saat itu,

yaitu:(1). Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang

menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaiman halnya Salaf al-

Ummah (ulama sebelum abad ke-3 H), sebelum timbulnya perpecahan, yakni

memahami langsung dari sember pokoknya, yaitu al-Qur’an.(2). Memperbaiki

gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor

pemerintah, maupun dalam dalam tulisan-tulisan di media massa, penerjemahan

atau korespondesi. M. Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Qur’an, Studi Kritis Atas

Tafsi>r Al-Mana>r ( Jakarta : Lentera Hati, 2006 ), 14-17. 150Muhammad Rashi>d Rid}a> dilahirkan di Qalmun, sebuah kampung

sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon. Ia lahir pada tanggal 27 Jumadil Awwal 1282

H. Dia seorang bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan dari Sayyidina

Husain, Putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Zahrah putrid Rasulullah SAW.

Gelar Sayyid adalah awalnya gelar yang diberikan kepada semua yang mempunyai

garis keturunan tersebut, sementara keluarga Rashid Rida dikenal keluarga yang

taat beragama serta menguasai ilmu-ilmu agama, sehingga mereka dengan julukan,

‚ syeikh ‚. M. Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Qur’an, Studi Kritis Atas Tafsir

Al-Manar ( Jakarta : Lentera Hati, 2006 ), 71-74. 151 Rashi>d Rid}a> menyebutkan asba>b nuzu>l ini, yang ditujukan kepada Abu

Marthad yang ingin menikahi wanita musyrik, melalui al-Wahidi yang bersumber

dari Muqatil ibn Hayyan. Dan riwayat lain, Al-Wahidi mengutip asba>b al-nuzu>l

ayat (وألأ ؤنأ) dengan jalur al-Suddi yang bersumber dari Ibn Abbas r.a

ditujukan kepada Abdullah bin Rawahah. Secara zahir, ayat ini, diturunkan

mengenai Abu Marsad prihal menikahi wanita musyrik secara umum, tetapi secara

khusus diturunkan mengenai Abdullah bin Rawahah prihal menikahi budak

wanitanya yang beriman. Jelas, demikian, bahwa ayat ini turun dalam dua kasus

yang berbeda dengan tema yang sama. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r

Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M, Jilid II, 405, M.

Page 89: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

163

Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Qur’an, Studi Kritis Atas Tafsir Al-Mana>r

(Jakarta : Lentera Hati, 2006), 71-74, 182-183, Saiful Amin Ghaofur, Profil Para

Penafsir Al-Qur’an (Yogjakarta : Pustaka Insan Madani, 2008), 146-149, 250-257,

Mani’ Abdul Halim Mahmud, Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir

(Jakarta:Raja Grafido Persada, 2006), 271-272. M. Quraish Shihab, Rasionalitas

Al-Qur’an, Studi Kritis Atas Tafsir Al-Manar ( Jakarta : Lentera Hati, 2006 ), 5-7,

76-78, 83-84, M. Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Qur’an : Studi Kritis atas Tafsir

al-Manar ( Jakarta : Lentera Hati, 2006 M ), cet. I, 143-144, 153-156, Al-Sayyid

Muhammad Rashi>d Rid}a>, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-H}aki>m al-Mashhu>r bi Tafsi>r al-

Mana>r (Beirut : Dar al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th ), Jilid 6, 279-280, Al-Wahidi ( 529

H ), Asba>b al-Nuzu>l Al-Qur’an, ( Riyad} : Da>r Miman Li Nasr Wa Tawzi’, 1426

H/2005 M ), cet I,178, Jalaluddin al-Suyu>t}i, Asba>b al-Nuzu>l, (Damascus:Da>r Al-

Qutaibah, 1407 H / 1987 M ), cet. I, 37. 152 Al-Suyu>t}i menyebutkan, ayat al-Nur/24:3, dipahami dua sebab riwayat

diturunkannya, Pertama, ditujukan kepada seseorang laki-laki yang ingin menikahi

seorang wanita yang disebutkan namanya Ummu Mahzu>l, karena perbuatan zina,

(dalam riwayat al-Nasa>’i), yang kedua, disebutkan yang ditujukan kepada

seseorang bernama Mazi>d ( kemudian diralat, melainkan namanya Marthad ) yang

ingin menikahi wanita musyrik yang dicintainya di Makkah, bernama Ana>q atas

sebab perlaku zina ( dalam riwayat Abu Da>ud, Al-Tirmizi, al-Nasa>’i, dan al-Ha>kim

dari sumber Amr bin Syua’ib dari bapaknya dari kakeknya. Walhasil ternyata

kasus semacam ini banyak di masa Jahiliyah, ternyata ayat tersebeut secara umum

diturunkan kepada mereka secara bersamaan ( dalam satu rangkaian, terhadap

individu yang berbeda, pada kasus yang sama atau dalam waktu yang sama pula).

Al-Sayyid Muhammad Rashi>d Rid}a>, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-Haki>m al-Mashhu>r bi

Tafsi>r al-Mana>r ( Beirut : Dar al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th), Jilid 6, 280-281. 153

Al-Sayyid Muhammad Rashi>d Rid}a>, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-H}aki>m al-

Mushhu>r bi Tafsi>r al-Mana>r (Beirut:Dar al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th ), Jilid 6, 280-

281. 154

Al-Sayyid Muhammad Rashi>d Rid}a>, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-Haki>m al-

Mashhu>r bi Tafsi>r al-Mana>r (Beiru>t : Da>r al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th ), Jilid 6, 281. 155

Al-Sayyid Muhammad Rashi>d Rid}a>, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-Haki>m al-

Mashhu>r bi Tafsi>r al-Mana>r, 282. 156

Al-Mara>ghi namanya Ahmad Mus}tafa bin Muhammad bin Abdul

Mun’im al-Mara>ghi. Dia dikenal seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan dan saudara

kandung Muhammad Musthafa Al-Maraghi, syeikh al-Azhar. Dia lahir di kota

Mara>ghah, sebuah kota yang terletak di pinggiran sungai Nil, kira-kira 70 km, arah

selatan kota Kairo, pada tahun, 1300 H / 1883 M. Ia lebih dikenal dengan sebutan

al-Maraghi karena dinisbahkan pada kota kelahirannya, Al-Marghi menetap di

Hilwan, sebuah kota sekitar 25 km dari Kairo, hingga ahkir hayatnya, pada usia 69

Page 90: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

164

tahun (1371 H/1952 M). Lihat. Syiekh Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah ( I'zamu al-Islam Abara Arba’ata ‘Ashar Qarnan

min al-Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk )(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,

2007), cet. 1, 389, Ali Iyazi, Al-Mufassirun Haya>tuhum Wa Minhajuhum (Teheran

: Mu'asasah al-T}aba>'ah Wa Nasyr, 1415 H), 357-358, Saiful Amin Ghaofur, Profil Para Penafsir Al-Qur’an (Yogjakarta : Pustaka Insan Madani, 2008), 146-149, 151-

152, 156. 157

Ahmad Mus}t}afa Al-Mara>ghi, Tafsi>r Al-Mara>ghi, (Kairo:Shirkah

Maktabah Wa Mat}ba’ah Mus}t}afa Al-Babi al-Halabi Wa Awladuhu, 1365 H /1945

M ), cet. I, 152. 158 Corak penafsiran Al-Mara>ghi lebih dikenal dengan al-tafsir al-ilmi, hal itu

tentu karena besarnya pengaruh ulama-ulama pendahulunya, seperti Muhammad

Abduh dan Rasyid Ridha itu. Sedangkan bentuk pernafsirannya, lebih mengarah

kepada al-Adab al-Ijtima>’i (sosial-kemasyarkatan). Lihat. Ahmad Mus}t}afa Al-

Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Kairo : Shirkah Maktabah Wa Mathba’ah Musthafa

Al-Babi al-Halabi Wa Awladuhu, 1365 H / 1945 M ), cet. I, 151. 159Ahmad Mus}t}}}afa Al-Mara>ghi,Tafsi>r Al-Mara>ghi, (Kairo:Shirkah

Maktabah Wa Mat}ba’ah Mus}t}afa Al-Ba>bi al-Halabi Wa Awla>duhu, 1365 H/1945

M ), cet. I, 152. 160 Ahmad Mus}t}}}afa Al-Mara>ghi, Tafsi>r Al-Mara>ghi, 153. 161 Namanya Sayyid Qutb bin Ibra>him bin Husein al-Sha>zili. Ia dilahirkan

di kampung Muwa>shah, kota Asyu>t, Mesir pada tahun 1906 M. Ia

menyelesaikakan pendidikan sarjanya di Da>r Ulu>m pada tahun 1933 M, sebuah

Universitas terkemuka di Kairo, dengan bidang Pengkajian Ilmu Islam dan Sastra

Arab dan di tempat tersebut dimana Imam Hasan al-Banna menuntut ilmu

sebelumnya. Ia seorang adalah anak tertua dari lima bersaudara, dua laki-laki dan

tiga perempuan. Nama ayahnya adalah Al-Hajja Qutub Ibra>him anggota Hizbul

Watha>n, dan seorang penulis di majalah The Banner ( al-Liwa’ ), dan pada saat

Qutub lahir kondisi ekonomi keluarganya yang krisis. Shahrough Akhavi, Sayyid

Qutub, dalam John L. Espo Sito ( Ed ), el.al. The Expord Encyclopedia Of The

Modern Word, Vol III, ( New York : Expord Univercity Press, 1995 ), 400-404,

Abdul Qadir Muhammad Shaleh, Al-Tafsi>r Wa Al-Mufasiru>n Fi> Tafsir al-Ashr Al-

Had>ith, Ard Wa Dira>sah Mufas}s}alah Li Ah}ka>m Kutub al-Tafsi>r Al-Mu’a>shir

(Bairu>t : Da>r Al-Ma'rifah, 1424 H / 2003 H ), cet. I, 347. 162Sayyid Qutub merupakan sosok mufasir di abad ke-19 M, yang

menghiasi beberapa lembaran pemikiran Islam abad modern ini, karena itu, ia

masuk ke dalam barisan tokoh-tokoh pembaharu Islam, seperti, Muhammad

Abduh, Syeikh Hasan Al-Banna, Syeikh Muhammad Sayyid Ridha, dan lain

sebagainya. Selain kifrahnya di akademis, dan di antara karyanya yang terkenal di

bidang tafsir, yaitu, tafsir Fi Z}ilal al-Qur’an (Dibawah Naungan Al-Qur’an). Abdul

Qa>dir Muhammad S}aleh, Al-Tafsi>r Wa Al-Mufasiru>n Fi> Tafsi>r al-As}r Al-H}ad>ith,

Page 91: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

165

Ard Wa Dira>sah Mufas}s}alah Li Ah}ka>m Kutub al-Tafsi>r Al-Mua>s}ir ( Bairu>t : Da>r

Al-Ma'rifah, 1424 H / 2003 H ), cet. I, 347. 163Beberapa pemikiran tafsir Sayyid Qutb lebih dikenal dengan

pembaharu pergerakan Islam, hal itu karena pemikirannya, terinspirasi oleh ulama-

ulama sebelumnya, seperti Al-Maududi, sehingga kehidupan sosialnya, mewarnai

pemikiran tafsirnya. Selain banyak mengangkat masalah-masalah sosial

kemasyaralatan (al-Adab al-Ijtima>’i ), yang banyak menginpirasi generasi muslim,

oleh karenanya, keunggulan inilah, menjadi nilai positip bagi Sayyid Qutb, yang

dikenal sebagai sosok mufasir modern yang telah mewarnai corak tafsir al-Qur’an.

http:// ranah damaiku.blogspot.com.pemikiran Sayyid Qutb, disadur tanggal 10

Nopember 2011, http ://www. mediamuslim.net. disadur, tanggal, 10 Nopember

2011. 164

Sayyid Qutb, Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n (Beiru>t : Da>r Al-Arabiyah Li T}aba>’ah

Wanashr Wa Tawzi>’, t.th ), cet. Ke-4, 176. 165 Sayyid Qutb, Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n, Ke-4, 177. 166

Sayyid Qutb, Fi> Z}ila>l al-Qur’a>, 177.

167

Dia adalah Muhammad Ali Al-S}a>bu>ni seorang guru besar di Kuliah

Shari’ah dan Dira>sat Isla>miyah, di Makkah. Lahir tahun 1347 H/1928 M di Halab,

Syiria. Setelah selesai dari Tha>nawiyah, menyelesaikan kuliyahnya di Al-Azhar,

dengan gelar licience, pada tahun 1371 H/1952 M. Dan atas utusan kementerian

badan waqaf, Syariah, lalu melanjutkan studi masternya, dengan gelar master

peradilan hukum tahun 1945 M. Ia memiliki beberapa karya tulis yang

dipublikasikan, di bidang ilmu al-Qur’an dan tafsir, di antaranya, S}ofwah al-Tafa>sir, Mukhtas}ar Tafsi>r Ibn Kathi>r, Rawa>’i al-Baya>n Fi> Tafsi>r Aya>t al-Ah}ka>m,

al-Nubuwwah Wa al-Anbiya>’, al-Mawa>ris Fi> Shari’ah al-Isla>miyah ala Dau’i al-Qur’a>n Wa al-Sunnah, Qobs} Min Nu>r al-Qur’a>n. Ali Iya>zi, Al-Mufassirun Hayatuhum Wa Minhajuhum (Teheran : Mu'asasah al-Thaba>'ah Wa Nasyr, 1415

H), 470-471. 168Muhammad Ali al-S}abu>ni, Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n

(Bairu>t : Da>r Al-Qur’an Al-Kari>m, 1420 H /1999), cet. I, 200. 169

Muhammad Ali al-S}a>bu>ni, Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n

(Bairu>t : Da>r Al-Qur’a >n Al-Kari>m, 1420 H/1999), cet. I, 203-204. 170

Muhammad Ali al-S}a>bu>ni,Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n

(Bairu>t : Da>r Al-Qur’a >n Al-Kari>m, 1420 H/1999 ), cet. I, 204. 171Muhammad Ali al-S}a>bu>ni,Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n

(Bairu>t : Da>r Al-Qur’a >n Al-Kari>m, 1420 H/1999), cet. I, 204. 172

Muhammad Ali al-S}a>bu>ni,Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n,205 173

Abu> A'la> Al-Maudu>di,(Lahir di Hyderabad, India, 25 September 1903

dan wafat di Newyork, Amerika Serikat, 1979 M ). Dia adalah ulama dan pemikir

Islam di anak benua ini, terkenal dengan konsistensi pemikirannya yang melihat

Page 92: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

166

Islam sebagai suatu sistem yang komprhanshif sehingga ditemukan didalamnya

antara sistem sosial Islam. Ia anak termuda dari tiga bersaudara terpandang yang

merupakan keturunan para tokoh sufi, salah seorang kakeknya bernama syeikh

Qutbuddin al-Maududi al-Jisty (w. 527 H ). Sebutan al-Maududy diambil dari

kakaeknya. Al-Maududi diajar dan dibesarkan oleh ayahnya Ahmad Hasan al-

Maududi (lahir 1855) untuk menjadi orang ahli agama. Kemudian Ia melanjutkan

pendidikannya di Madrasah Fauqaniyah, sebuah sekolah yang menggabungkan

pendidikan, kemudian melanjutkan studinya di Dar Ulum Hyderabad, namun

terhenti karena ayahnya meninggal. Ia menguasai bahasa Arab, Inggris, selain

bahasa urdu sebagai bahasa ibunya. Dan sejak muda, ia terlihat kecerderungan di

bidang linguistik, dan pernah menjadi editor di beberapa media masa. Di usia 17

tahun ia memimpin al-Jami'ah ( harian Islam ) yang paling berpengaruh di New

Delhi (1920 M), dan hasil karyanya yang pertama dalam kancah politik, yaitu, al-

Jiha>d Fi> al-Islam ( Jihad dalam Islam ), salah satu buku yang cermat dan tajam

dalam menganalisis hukum Islam, perang dan damai. Dan dalam mengangkat

eksistensinya kembali ke alam pikiran dan dunia Islam, ia menerbitkan sebuah

majalah Tarjuman al-Qur'an (1933M), sebagai sarana menyebar gagasan-

gagasannya. Selengkapnya, lihat. Indeks.Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,

Ensiklopedi Islam ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), cet. ke-2, 207-209,

Al-Mustasyar Abdullah al-Aqil, Mereka Yang Telah pergi Tokoh-Tokoh

Pembangun Pergerakan Islam Kontemporer ( Jakarta : Al-I'thisham Cahaya Umat,

2003 ), cet. I, 289-290. 174

Safiuddin Shiddik, Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan

Kontemporer (Jakarta : Intirmedia, 2004 ), 8 . 175

Safiuddin Shiddik, Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan

Kontemporer ,7. 176Mahmud Shaltu>t seorang ulama dan pemikir Islam yang memiliki

reputasi Internasional. Ia lahir di Maniyah, Bani Mansyur, Distrik Itai al-Beirut,

Karesidenan al-Bukhaira, Mesir, 23 April 1893 dan wafat tanggal 19 Desember

1963. Semasa kecilnya belajar membaca al-Qur’an sampai hafal. Ketika beranjak

remaja [ 13 tahun ], pada tahun 1906 M, ia memasuki lembaga pendidikan agama

al-Ma’had al-Dini di Iskandariyah. Ia dikenal sebagai murid yang cerdas dan

berhasil memperoleh al-Shaha>dah al-Alamiyah al-Nizamiyah ( setingkat Master of

Art ) di Universitas Al-Azhar (1918 ) dan tercatat sebagai lulusan terbaik. Gelar

doctor Honoris Causa pernal juga diperolehnya dari Institut Agama Islam Negeri

( IAIN ) Sunan Kalijaga Yogjakarta (1961M) di samping dari negerinya sendiri.

Lihat. Indeks selengkapnya. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam

( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), cet. ke-2, 341-343.

Page 93: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

167

177 Muhammad Shaltu>t, Al-Fata>wa Dira>satun Li Mushkila>ti al-Muslim

al-Mua>’s}ir Fi> H}aya>tihi al-Yaumiyah al->Amah ( Kairo : Da>r Shuru>k, 1405 H/1987

M ), Cet. Ke-14, 238-239. 178Muhammad Qurais Shihab, Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maud}u>’i Atas

Pelbagai Persoalan Umat, ( Bandung : Miza, 1996 ), cet III, 198-199. 179 Muhammad Shaltu>t, Al-Fata>wa Dira>satun Li Mushkila>ti al-Muslim

al-Mua>’s}ir Fi> H}aya>tihi al-Yaumiyah al->Amah ( Kairo : Da>r Shuru>k, 1405 H / 1987

M ), Cet. Ke-14, 239.

180 Kata ulama dimaksudkan, orang yang ahli dalam hal atau pengetahuan

agama Islam (ulama besar, pada zaman kebangkitan Islam,

http://kamusbahasaindonesia.org/ulama, sedangkan tafsir sebagaimana yang

dimaksudkan, sebagai keterangan atau penjelasan ayat-ayat al-qur’an agar

maksydnya lebih mudah dipahami. http;//kamusbahasa Indonesia.org.tafsir,

disadur, Kamis,tanggal 10 januari 1013. Dalam hal ini, sebagai catatan, bahwa

menuurt penelitian ini, perlu dibatasi, bahwa maksud ulama tafsir, adalah mereka

para ulama yang menafsirkan Al-Qur’an, dan mereka memiliki kitab tafsir yang

ditulisnya. Sedangnya selain itu, mereka dimaksudkan sebagai sarjana muslim atau

cerdikiawan muslim yang turut berbicara tentang tafsir al-Qur’an. 181 Buya Hamka lahir di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat pada

tahun 1908. Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Namun,

ia dikenal akrab dengan panggilan Hamka, yang merupakan singkatan dari

namanya sendiri. Ayahnya bernama Abdul Karim bin Amrullah yang dikenal

dengan nama Haji Rasul. Sang ayah adalah pelopor Gerakan Isla>h ( reformasi ), di

Minangkabau sekembalinnya dari Makkah pada tahun 1906. Hamka mengawali

pendidikannya di sekolah dasar Maninjau hingga Darajah Tha>niyah ( kelas dua ).

Ketika ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang Hamka yang

masih baru berusia 10 tahun, segera pindah ke sekolah tersebut. Disitulah ia

mempelajari bahasa Arab, ilmu agama dan sebagainya. Hamka memulai

pengabdian terhadap ilmu pengetahuan sebagai guru pada tahun 1927, di

perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Hamka adalah sosok brilian kesuksesannya

menuntut ilmu dan merangkul sekian banyak ilmu tak semata mengandalkan

pendidikan formal. Ia menjadi seorang yang sangat produktif di antara hasil

karyanya, adalah di bidang sastra, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah

Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Delli merupakan di dunia sastra. Sedangkan

di bidang agama ( tafsir ), Tafsi>r Al-Azhar merupakan karya yang mengharumkan

namanya di jagat intelektual Islam Indonesia. Dan tafsir ini, berawal sebuah

kuliyah subuh yang diberikan oleh Hamka, di Masid Agung Al-Azhar sejak tahun

1959, yang ketika itu belum bernama al-Azhar, pada waktu yang sama, Hamka

bersama KH. Fakih Usman HM, Yusuf Ahmad, menerbitkan majalah Panji

Page 94: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

168

Masyarakat. Tafsir al-Azhar diakui sebagai karya menumental Hamka. Setelah

lama berkiprah di dalam dunia keilmuan, Hamka di karuniai gelar ke hormatan

doctor honoris causa dari Universitas Al-Azhar pada tahun 1958 M, dan juga

diperolehnya dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada tahun 1974 M, Gelar

Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno pun diterimanya dari Indonesia. Ia

meninggal dunia pada 24 Juli 1981 di Jakarta. Saiful Amin Ghofur, Profil Para

Mufasir Al-Qur'an,(Yogjakarta :Pustaka Insan Madani, 2008), 209-211. Muhmmad

Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, Sebuah Telaah Tentang

Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam ( Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas,

1990 ), 23-54. 182

Dalam asba>b al-nuzu>l ayat ini, sebagaimana telah disinggung umumnya

para mufasir Al-Qur'an, Hamka memceritakan riwayat yang ditujukan kepada Abu

Marstad bin al-Ghaznawi yang dikirim Rasulullah ke Makkah, untuk berunding

dengan orang-orang Quraisy tentang hal membebaskan kembali beberapa orang

Islam yang mereka tawan. Setelah selesai Marsad melaksanakan tugasnya, kembali

ke Makkah bertemu dengan seorang waniat bernama Inaq, bekas kenalan lamanya,

tegasnya bekas kecintaannya. Kembali wanita itu merayu-rayu menyambung

cintanya yang lama. Tetapi terus terang Marsad mengatakan hidupnya telah

berubah, seseorang setelah masuk Islam tidak boleh lagi melakukan hubungan

diluar nikah (zina ), tetapi kalau Inaq masuk Islam, mudahlah. Inaq pada saat itu,

masih menganut agam lamanya, paham musyrik. Tetapi sungguhpun Marsad

berjanji akan menyampaikan kepada Rasulullah SAW kebolehan dia mengawini

wanita itu, yang masih musyrik. Inak memang cantik. Riwayat ini, diriwayatkan

oleh Wa>hidi dari Ibn Abba>s. Hamka,Tafsir Al-Azhar (Jakarta : Penerbit Pustaka

Panjimas, 1982 ), Juz 1-3, 193. 183

Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1982),

Juz 1-3, 194. 184

Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1982),

Juz 1-3, 194 . 185

Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1982),

Juz 1-3, 195. 186

Hamka, Tafsir Al-Azhar ,195. 187Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang Sulawesi Selatan tanggal

16 Februari 1944. Seorang Ulama dan Cendikiawan Muslim Indonesia yang

dikenal ahli dalam bidang tafsir Al-Qur’an. Ayahnya adalah seorang Prof. KH.

Abdurahman Shihab, seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir.

Abdurahman Shihab dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang

memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya

dalam dunia pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di

Page 95: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

169

Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia ( MUI ), sebuah perguruan

tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alaudin

Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai mantan Rektor pada kedua perguruan

tinggi tertinggi tersebut:UMI 1959-1965 dan IAIN 1972-1977. Lihat. Lengkapnya.

Indeks. Hasan Muarif Ambary (et.al) Suplemen Ensiklopedi Islam ( pembaca ahli :

Taufik Abdullah), editor : Abdul Aziz Dahlan [ et.al ](Jakarta : Ichtiar Baru Van

Hoeve 1996 ), 110-111. 188M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Qur’an ( Jakarta : Lentera Hati, 2002 ), Volume 1, 441-442. 189

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Qur’an ( Jakarta : Lentera Hati, 2002 ), Volume 1, 443. 190M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Qur’an,Volume 3, 28-29. 191

Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan

Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, 443-444. 192Tafsir Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya (Edisi yang

disempurnakan ), (Jakarta : Departemen Agama RI, 2004 ), cet. I, 303. 193Tafsir Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya (Edisi yang

disempurnakan ), (Jakarta : Departemen Agama RI, 2006 ), cet. I, 305. 194

Nurcholis Madjid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama:Membangun Masyarakat:Inklusif-Pluralis

(Jakarta : Paramadina, 2004 ),158. 195

Nurcholis Majid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama : Membangun Masyarakat : Inklusif-Pluralis

(Jakarta : Paramadina, 2004 ),159. 196

Nurcholis Madjid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama : Membangun Masyarakat : Inklusif-Pluralis

,160. 197

Nurcholis Majid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama :Membangun Masyarakat : Inklusif-Pluralis

,160. 198 Nurcholis Madjid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama : Membangun Masyarakat : Inklusif-Pluralis

,160. 199 Nurcholis Majid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama : Membangun Masyarakat : Inklusif-Pluralis

,163.

Page 96: BAB III PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR … · mushriki>n), terhadap penafsiran teks-teks pernikahan beda agama, yang menjadi pemicu perdebatan di kalangan ulama tafsir. Munculnya

170

200Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an : Kajian Tematik Atas Ayat-

Ayat Hukum dalam Al-Qur’an, [Hasan M. Noer : editor], (Jakarta : Penamadani,

2004 ), 322. 201 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an : Kajian Tematik Atas Ayat-

Ayat Hukum dalam Al-Qur’an, [ Hasan M. Noer : editor ], ( Jakarta : Penamadani,

2004 ), 322. 202 Pengertian Sadd al-dhari>’ah, secara bahasa adalah wasilah ( sarana ).

Sedangkan menurut Istilah Ulama Ushul, adalah sesuatu yang menjadi jalan bagi

yang diharamkan atau dihalalkan, maka ditetapkan hukum sarana itu menurut

yang ditujunya. Sarana/ jalan kepada yang haram adalah haram, dan sarana kepada

yang mubah adalah mubah. Zina haram, maka melihat kepada aurat wanita yang

bisa membawa kepada zina adalah haram, shalat jum’at adalah wajib, maka

meninggalkan jual-beli karena hendak melaksanakannya adalah wajib pula.

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam : Permasalahan dan Fleksibilitasnya,

(Jakarta : Sinar Grafika, 1995), cet. I, 164, Abu> Isha>q al-Sha>tibi, menyatakan,

bahwa Saad al-Dzari’ah, adalah melakukan suatu pekerjaan yang semula

mengandung kemaslahatan, menuju suatu kemafsadatan, atau dengan kata lain,

sesorang yang melakukan suatu pkerjaan yang pada dasarnya dibolehkan karena

mengandung suatu kemaslahatan, tetapi tujuan yang akan ia capai berakhir pada

suatu kemafsadatan. Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqah, al-Muwa>faqa>t Fi> Us}ul

al-Shari’yah ( Beiru>t : Da>r al-Ma’rifah, 1973 ), 198. 203Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an : Kajian Tematik Atas Ayat-

Ayat Hukum dalam Al-Qur’an, [ Hasan M. Noer : editor ](Jakarta : Penamadani,

2004), 323. 204Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an : Kajian Tematik Atas Ayat-

Ayat Hukum dalam al-Qur’an, [Hasan M. Noer : editor ](Jakarta : Penamadani,

2004), 323. 205Menurut Muhammad Abduh secara lebih spesifik dan secara terang

berpendapat, sebagaimana ditukil oleh sang muridnya, Rashid Rida, sebagai mana

ditukil oleh muridnya Rashi>d Rid}a>, bahwa perempuan yang haram dinikahi laki-

laki muslim dalam ayat ini, adalah perempuan-perempuan musyrik Arab. Nurcholis

Madjid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.) Mun'im Sirry, Fiqh

Lintas Agama, Membangun Masyarakat:Inklusif-Pluralis,160.