bab iii metodologi penelitian a. metode dan desain...

19
Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen. Pada quasi eksperimen ini, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2010). Penggunaan desain ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pengelompokan secara acak. Penelitian dilakukan pada dua kelas yang memiliki karakteristik yang relatif sama dimana kelas eksperimen pertama diberi perlakuan yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif STAD sedangkan kelas eksperimen kedua menggunakan pembelajaran kooperatif MURDER. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest two treatment desain (Ruseffendi, 2010). Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut: Keterangan : O : Pretes atau postes X 1 : Perlakuan dengan penerapan pembelajaran kooperatif STAD. X 2 : Perlakuan dengan penerapan pembelajaran kooperatif MURDER. Pretes dan postes digunakan untuk aspek kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis untuk melihat pencapaian dan peningkatan kemampuan tersebut sedangkan untuk aspek afektif dalam hal ini disposisi matematis hanya dilakukan postes. Desain penelitian yang digunakan untuk aspek afektif adalah desain kelompok statik (Ruseffendi, 2010), dengan desain sebagai berikut: Kelas Eksperimen 1 : O X 1 O Kelas Eksperimen 2 : O X 2 O

Upload: dinhdung

Post on 02-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen yaitu

metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh

terhadap variabel dan kondisi eksperimen. Pada quasi eksperimen ini, subjek tidak

dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya

(Ruseffendi, 2010). Penggunaan desain ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa

kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya sehingga tidak memungkinkan untuk

dilakukan pengelompokan secara acak. Penelitian dilakukan pada dua kelas yang

memiliki karakteristik yang relatif sama dimana kelas eksperimen pertama diberi

perlakuan yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif STAD sedangkan kelas

eksperimen kedua menggunakan pembelajaran kooperatif MURDER. Desain

penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest two treatment desain

(Ruseffendi, 2010). Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Keterangan :

O : Pretes atau postes

X1 : Perlakuan dengan penerapan pembelajaran kooperatif STAD.

X2 : Perlakuan dengan penerapan pembelajaran kooperatif MURDER.

Pretes dan postes digunakan untuk aspek kemampuan komunikasi

matematis dan berpikir kritis untuk melihat pencapaian dan peningkatan

kemampuan tersebut sedangkan untuk aspek afektif dalam hal ini disposisi

matematis hanya dilakukan postes.

Desain penelitian yang digunakan untuk aspek afektif adalah desain

kelompok statik (Ruseffendi, 2010), dengan desain sebagai berikut:

Kelas Eksperimen 1 : O X1 O

Kelas Eksperimen 2 : O X2 O

43

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterangan :

O : Postes

X1 : Perlakuan dengan penerapan pembelajaran kooperatif STAD.

X2 : Perlakuan dengan penerapan pembelajaran kooperatif MURDER.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,

2015). Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMK di Kabupaten Bandung.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X pada tahun ajaran 2015/2016

sebanyak 5 kelas. Karena desain penelitian yang dipakai adalah pretest-posttest

two treatment desain, maka sampel diambil dengan purposive sampling dengan

memilih sampel penelitian berdasar pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015).

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ1 dan X TKJ2 di sekolah tersebut.

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Sugiyono (2015) menyatakan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Variabel yang mempengaruhi disebut variabel bebas, variabel yang dipengaruhi

atau variabel akibat disebut variabel terikat. Berdasarkan pengertian tersebut,

dalam penelitian ini yang merupakan variabel bebas adalah pembelajaran

kooperatif STAD pada kelompok eksperimen pertama dan pembelajaran

kooperatif MURDER pada kelompok eksperimen kedua. Variabel terikat pada

penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis, kemampuan berpikir

kritis dan disposisi matematis. Selain itu terdapat variabel kontrol yaitu variabel

yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan antara variabel bebas

Kelas Eksperimen 1 : X1 O

Kelas Eksperimen 2 : X2 O

44

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan variabel terikat tidak dipengaruhi faktor dari luar yang tidak diteliti. Variabel

kontrol dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal matematis (tinggi, sedang

dan rendah).

Keterkaitan antara variabel terikat, variabel kontrol dan variabel bebas

disajikan dalam tabel Weiner berikut:

Tabel 3.1.

Tabel Weiner tentang Keterkaitan Antar Variabel

Aspek Komunikasi

Matematis(KM)

Berpikir Kritis

(BK)

Disposisi Matematis

(D) Pengetahuan

Awal

Matematis

Tinggi

(T)

Sedang

(S)

Rendah

(R)

Tinggi

(T)

Sedang

(S)

Rendah

(R)

Tinggi

(T)

Sedang

(S)

Rendah

(R)

Pembelajaran Kooperatif

STAD (S)

KMST KMSS KMSR BKST BKSS BKSR DST DSS DSR

Pembelajaran Kooperatif

MURDER

(M)

KMMT KMMS KMMR BKMT BKMS BKMR DMT DMS DMR

(Dimodifikasi dari Saragih, 2013)

Keterangan:

KMST: Kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok PAM tinggi dengan

model pembelajaran kooperatif STAD.

KMSS: Kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok PAM sedang dengan

model pembelajaran kooperatif STAD.

KMSR: Kemampuan komunikasi matematis siswa kelompok PAM rendah dengan

model pembelajaran kooperatif STAD.

Dan seterusnya.

Selanjutnya definisi operasional dari variabel penelitian dikemukakan untuk

menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah–istilah yang digunakan

dalam penelitian ini. Sehingga perlu dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam

memahami, menyampaikan gagasan dan menggambarkan ekspresi

matematis yang disajikan secara tertulis, yaitu menyatakan suatu situasi ke

45

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam bentuk gambar, diagram, atau model matematik dan sebaliknya serta

menyatakan atau menjelaskan situasi atau model ke dalam bahasa sendiri.

2. Kemampaun berpikir kritis matematis adalah kemampuan yang melibatkan

pengetahuan, penalaran dan pembuktian matematika yang dibagi kedalam

empat bagian yaitu mengidentifikasi karakteristik konsep, generalisasi,

ketrampilan dan algoritma, dan pemecahan masalah.

3. Pembelajaran kooperatif STAD adalah pembelajaran kooperatif yang

memiliki lima tahapan yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar-

mengajar yaitu presentasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan skor

individu dan rekognisi tim

4. Pembelajaran kooperatif MURDER adalah konsep pembelajaran kooperatif

yang memuat 6 komponen, yaitu Mood (Suasana Hati), Conceptual

Understanding (Pemahaman Konsep), Recall (Pengulangan), Detect

(Pendeteksian), Elaborate (Pengelaborasian), dan Review (Pelajari kembali).

5. Disposisi matematis adalah apresiasi terhadap matematika yaitu

kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan positif, termasuk

kepercayaan diri, keinginan, kesadaran, ketekunan, antusias dalam belajar,

gigih menghadapi permasalahan, fleksibel, mau berbagi dengan orang lain,

reflektif dalam kegiatan matematik.

6. Peningkatan dalam penelitian ini adalah skor postes dikurangi skor pretes,

yang mutu peningkatannya ditinjau berdasarkan gain ternormalkan dari

perolehan skor pretes dan postes siswa.

7. Pengetahuan awal matematika siswa adalah pengetahuan prasyarat yang

telah dimiliki siswa sebelum pelaksanaan penelitian yang terdiri dari

kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan siswa didasarkan

pada rata-rata nilai raport semester sebelumnya dan hasil ujian tengah

semester kedua.

D. Teknik Pengumpulan Data

46

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Data diperoleh dengan beberapa cara yaitu: untuk data pengetahuan awal

matematis diambil dari nilai raport semester satu dan nilai ulangan tengah

semester kedua; data kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan berpikir

kritis diperoleh dengan mengadakan pretes dan postes. Hasil pretes dan postes

inilah yang akhirnya akan dianalisis untuk pengambilan kesimpulan. Sedangkan

untuk mengetahui tentang sikap siswa dalam hal ini disposisi matematis

digunakan angket dilengkapi dengan informasi yang diperoleh melalui observasi,

penilaian diri dan penilaian antar teman serta wawancara.

Pengkategorian pengetahuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah)

pada kedua kelas eksperimen diperhatikan dalam penelitian ini untuk melihat

secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif terhadap

kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis siswa.

Ada dua instrumen yang digunakan yaitu, instrumen tes dan non tes.

Instrumen tes terdiri dari: tes kemampuan komunikasi dan berpikir kritis dalam

bentuk uraian. Sedangkan instrumen non tes berupa skala disposisi matematis.

1. Tes Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis

Tes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai tes awal

(pretes) maupun tes akhir (postes). Soal pretes dan postes dibuat ekuivalen atau

relatif sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa

pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang akan digunakan sebagai

tolak ukur peningkatan hasil belajar sebelum mendapatkan pembelajaran

kooperatif yang akan diterapkan. Sedangkan tes akhir dilakukan untuk

mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya pengaruh yang signifikan

setelah mendapatkan pembelajaran tersebut. Jadi pemberian tes pada penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh hasil belajar matematika

antara siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD dibandingkan

dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif MURDER terhadap

kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis.

Instrumen yang digunakan untuk pretes dan postes adalah tes tertulis

bentuk uraian sebanyak 7 butir soal pada materi barisan dan deret. Penyusunan

47

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal, kemudian dilanjutkan dengan

penyusunan soal, kunci jawaban, dan pedoman penskoran. Sebelum digunakan,

instrumen diujicobakan terlebih dahulu untuk memeriksa keterbacaan dan

memenuhi persyaratan kesahihan (validitas) dan keterandalan (reliabilitas)

instrumen, serta daya pembeda dan tingkat kesukaran soal.

Setelah uji coba, selanjutnya dilakukan analisis item tes yang meliputi:

a. Validitas

Suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen itu untuk maksud dan

kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya dapat diukur; derajat

ketepatan mengukurnya benar (Ruseffendi, 2010:148). Sedangkan menurut

Ary dkk (2010) validitas instrumen menggambarkan suatu instrumen dapat

mengukur apa yang diklaim akan diukur. Terdapat dua macam validitas

yaitu; validitas teoritik (logik) dan validitas empirik (Arikunto, 2013).

Untuk memenuhi validitas logik, tes disusun dengan memperhatikan

keabsahan susunan kalimat atau kata–kata dalam soal sehingga jelas

pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain dan ketepatan tes

dengan isi materi yang diajukan atau dikuasai berdasarkan saran, arahan dan

pertimbangan dosen pembimbing. Untuk validitas logik dilakukan sebelum

instrumen diuji cobakan untuk melihat validitas isi dan validitas konstruk

berkenaan dengan ketepatan alat ukur dengan materi, kesesuaian dengan

Kompetensi Dasar (KD), Standar Kompetensi (SK) serta indikator,

kejelasan bahasa, dan lain-lain. Sedangkan validitas empirik adalah validitas

yang diperoleh berdasarkan pengalaman. Untuk mengetahui validitas

empirik dilakukan analisis butir soal dari hasil uji coba instrumen.

Hasil dari analisis validitas butir soal dikorelasikan dengan kriterium

tertentu. Koefisien korelasi hasil perhitungan kemudian diinterpretasikan

dengan klasifikasi keofeisien validitas tes menurut Guilford (Suherman,

2003:113), yaitu:

Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas

Nilai Interpretasi

48

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sangat tinggi (sangat baik)

Tinggi (baik)

Sedang (cukup)

Rendah (kurang)

Sangat rendah

Tidak valid

Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas X di SMK PGRI

Solokanjeruk, dengan bantuan program Anates 4.0 dan SPSS 20 diperoleh

hasil sebagai berikut:

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis dan Berpikir Kritis

No rXY rtabel Keterangan Interpretasi

Kemampuan Komunikasi Matematis

1b 0,896 0,388 Valid Tinggi

3 0,904 0,388 Valid Sangat Tinggi

4a 0,783 0,388 Valid Tinggi

Kemampuan Berpikir

Kritis

1a 0,769 0,388 Valid Tinggi

2 0,807 0,388 Valid Tinggi

4b 0,902 0,388 Valid Sangat Tinggi

5 0,766 0,388 Valid Tinggi

Berdasarkan hasil uji validitas instrumen pada tabel di atas tujuh butir

soal signifikan, hal ini berarti bahwa butir soal tersebut dikategorikan valid.

Selain uji validitas tersebut menurut Sumintono & Widhiarso (2013)

validitas kriterium juga penting dalam menentukan validitas instrumen yaitu

suatu instrumen dibandingkan dengan pengukuran lain dalam konsep yang

sama, atau dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Sedangkan menurut

Ary dkk untuk menentukan validitas kriterium suatu skor tes dikorelasikan

dengan satu atau lebih hasil dari kriteria tertentu. Adapun nilai korelasi xy

untuk instrumen tes tersebut secara keseluruhan yaitu sebesar 0,855.

Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford,

maka secara keseluruhan instrumen tes yang diujicobakan memiliki

49

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

validitas tinggi. Hasil uji validitas instrumen tes selengkapnya dapat dilihat

dalam Lampiran B.

b. Reliabilitas

Reliabilitas tes dihitung untuk mengetahui tingkat

konsistensi/keajegan suatu tes. Ruseffendi (2010) mengatakan bahwa

reliabilitas instrumen adalah ketepatan alat evaluasi dalam mengukur atau

ketepatan siswa dalam menjawab alat evaluasi itu. Suatu tes dikatakan

reliabel jika hasil tes tersebut relatif tetap atau konsisten, artinya jika

pengukurannya diberikan untuk subjek yang sama walaupun dilakukan oleh

orang yang berbeda, tempat yang berbeda, maka alat ukur tersebut tidak

terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi.

Interpretasi koefisien reliabilitas tes didasarkan pada klasifikasi

Guilford (Ruseffendi, 2010:160) sebagai berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Nilai Interpretasi

Sangat tinggi (sangat baik)

Tinggi (baik)

Sedang (cukup)

Rendah (kurang)

Sangat rendah

Rangkuman analisis reliabilitas instrumen tes disajikan sebagai

berikut:

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes

Kemampuan Koefisien Reliabilitas Interpretasi

Komunikasi Matematis 0,87 Tinggi Berpikir Kritis 0,85 Tinggi

Berdasarkan uji reliabilitas instrumen tes kemampuan komunikasi

matematis dan berpikir kritis pada tabel di atas, diperoleh koefisien

reliabilitas masing-masing sebesar 0,87 dan 0,85. Bila diinterpretasikan

dalam kriteria Guilford, instrumen tes tersebut memiliki reliabilitas tinggi.

50

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil uji reliabilitas instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam

Lampiran B.

c. Daya pembeda

Daya pembeda menunjukkan soal tersebut dapat membedakan antara

siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Soal

dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik jika siswa yang pandai

dapat mengerjakan soal dengan baik dan siswa yang berkemampuan kurang

tidak dapat mengerjakannya dengan baik.

Untuk menyatakan soal tersebut memiliki daya pembeda digunakan

angka indeks diskriminasi. Klasifikasi interpretasi yang digunakan untuk

daya pembeda sebagai berikut (Suherman, 2003:161):

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda

Kriteria daya pembeda Interpretasi

Sangat baik

Baik

Kurang Baik

Tidak Baik

Berikut ini hasil uji daya pembeda instrumen tes dengan bantuan

Anates 4.0.

Tabel 3.7 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Tes

No Daya Pembeda Interpretasi Kemampuan Komunikasi Matematis

1b 0,64 Sangat Baik

3 0,61 Sangat Baik 4a 0,57 Sangat Baik

Kemampuan Berpikir Kritis

1a 0,46 Sangat Baik 2 0,46 Sangat Baik

4b 0,57 Sangat Baik 5 0,46 Sangat Baik

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda pada tabel di atas, butir soal

memiliki daya pembeda yang baik, hal ini berarti butir-butir soal tersebut

mampu membedakan mana siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dan

51

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mana siswa berkemampuan rendah (tidak pandai). Hasil uji daya pembeda

instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B.

d. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal

pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks

atau persentase. Semakin besar persentase tingkat kesukaran maka semakin

mudah soal tersebut. Klasifikasi interpretasi yang digunakan untuk tingkat

kesukaran soal dapat dilihat pada tabel berikut (Suherman, 2003: 170) :

Tabel 3.8

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran Interpretasi

TK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < TK 0,30 Sukar

0,30 < TK 0,70 Sedang

0,70 < TK < 1,00 Mudah TK = 1,00 Terlalu mudah

Berikut hasil uji indeks kesukaran instrumen tes dengan bantuan Anates 4.0.

Tabel 3.9 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes No Tingkat Kesukaran Interpretasi

Kemampuan Komunikasi Matematis

1b 0,64 Sedang 3 0,66 Sedang

4a 0,28 Sukar Kemampuan

Berpikir Kritis

1a 0,70 Sedang

2 0,55 Sedang

4b 0,29 Sukar 5 0,59 Sedang

Hasil uji indeks kesukaran instrumen tes selengkapnya dapat dilihat

dalam Lampiran B. Setelah dilakukan uji coba serta analisis terhadap tes

kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis maka akan diperoleh

perangkat tes yang menjadi instrumen penelitian.

2. Skala Disposisi Matematis

52

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya (Sugiyono, 2015). Skala disposisi matematis diberikan

kepada siswa pada kedua kelas eksperimen maupun setelah pretes dan postes.

Skala disposisi merupakan skala sikap yang berisi pernyataan yang

dipersiapkan untuk mengetahui gambaran sejauh mana disposisi dalam

pembelajaran matematika. Skala sikap terdiri dari pernyataan positif dan

pernyataan negatif. Hal ini dimaksudkan agar kondisi angket tidak monoton

sehingga siswa menjawab pertanyaan lebih teliti dan cermat sehingga hasil

angket diharapkan akan lebih akurat. Skala disposisi disusun berpedomen pada

bentuk skala Likert dengan empat kategori yaitu Sangat setuju (SS), Setuju (S),

Tidak setuju (TS), dan Sangat tidak setuju (STS). Empat kategori tersebut

bertujuan untuk menghindari sikap siswa ragu–ragu atau kecenderungan siswa

tidak memihak (netral) pada suatu pernyataan yang diberikan.

Prosedur pemberian skor berdasarkan skala disposisi matematis siswa

(Sugiyono, 2015) adalah sebagai berikut:

a. Untuk instrumen positif

Sangat setuju (SS) : skor 4

Setuju (S) : skor 3

Tidak setuju (TS) : skor 2

Sangat tidak setuju (STS) : skor 1

b. Untuk instrumen negatif

Sangat setuju (SS) : skor 1

Setuju (S) : skor 2

Tidak setuju (TS) : skor 3

Sangat tidak setuju (STS) : skor 4

Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas isi

dan mukanya dengan meminta pertimbangan dosen pembimbing agar

memenuhi persyaratan yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen

penelitian. Setelah dilakukan telaah validitas isi dan muka maka dilakukan uji

53

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

coba kepada beberapa siswa diluar subjek penelitian untuk melihat keterbacaan

pernyataannya, kemudian karena skalanya ordinal analisisnya menggunakan

program Winstep untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.

Menurut Sumintono & Widhiarso (2013:111), untuk memeriksa item

yang tidak sesuai (outliers atau misfits) digunakan kriteria berikut:

(1)Nilai Outfit Mean Square (MNSQ) yang diterima 0,5 <MNSQ< 1,5

(2)Nilai Outfit Z-Standard (ZSTD) yang diterima -2,0 < ZSTD < +2,0

(3)Nilai Point Measure Correlation (Pt Measure Corr) yang diterima 0,4 < Pt

Measure Corr < 0,85

Jika hasil analisis terlihat bahwa item masuk kedalam katogori outlier

atau misfit dengan data yang ada, maka item dapat direvisi atau dibuang.

Rangkuman hasil analisis terhadap item disposisi disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.10

Rangkuman Hasil Analisis Item Disposisi Matematis No Item MNSQ ZSTD Pt Meas Corr Keputusan

1 0.98 +0.0 0.55 Digunakan

2 1.14 +0.6 0.50 Digunakan 3 0.46 -2.4 0.77 Dibuang

4 1.50 +1.7 0.27 Direvisi 5 0.76 -0.9 0.20 Direvisi

6 1.29 +1.0 0.04 Direvisi

7 2.20 +3.7 0.55 Dibuang 8 1.76 +2.3 0.49 Dibuang

9 0.66 -1.3 0.73 Digunakan 10 1.75 +2.3 0.82 Dibuang

11 0.93 -0.2 0.55 Digunakan 12 1.20 +0.8 0.08 Direvisi

13 0.46 -2.4 0.87 Dibuang 14 1.14 +0.6 0.43 Digunakan

15 0.75 -0.9 0.76 Digunakan 16 0.86 -0.5 0.52 Digunakan

17 0.85 -0.5 0.79 Digunakan 18 0.67 -1.3 0.79 Digunakan

19 0.68 -1.2 0.69 Digunakan 20 0.16 -4.7 0.83 Dibuang

21 0.91 -0.2 0.63 Digunakan

22 1.03 +0.2 0.27 Direvisi 23 0.87 -0.4 0.59 Digunakan

24 0.64 -1.4 0.43 Digunakan 25 0.99 +0.1 0.67 Digunakan

54

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Reliabilitas 0.80

Dari rangkuman hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa, item yang

memenuhi ketiga kriteria kesesuaian langsung dapat digunakan untuk instrumen

penelitian. Item nomor 4, 5, 6, 12 dan 22 tidak memenuhi satu kriteria sehingga

akan digunakan sebagai instrumen setelah direvisi, sedangkan item nomor 3, 7, 8,

10, 13 dan 20 tidak digunakan sebagai instrumen penelitian atau dibuang.

Selain dua instrumen tersebut, untuk mendukung analisis kuantitatif maka

digunakan beberapa cara untuk memperoleh data tambahan yaitu:

1) Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru

selama proses pembelajaran berlangsung di kedua kelas eksperimen. Aktivitas

yang diamati adalah keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawab

pertanyaan, mengemukakan ide dan menanggapi, cara penyelesaian masalah

dan menyelesaikan LAS. Rekap lembar observasi ini tidak dianalisis secara

statistik, tetapi sebagai bahan tambahan dalam pembahasan secara deskriptif.

2) Lembar Penilaian Diri dan Penilaian Antar Teman

Sesuai batasan yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Diknas,

yang dimaksud penilaian diri adalah suatu teknik penilaian yang dilakukan oleh

peserta didik sendiri, berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian

kompetensinya (Arikunto, 2013). Tujuan dari penilaian diri secara umum

adalah untuk mendukung atau memperbaiki proses dan hasil belajar, meskipun

demikian hasil penilaian diri dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

untuk memberikan nilai. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyudin (2012)

bahwa dalam pembelajaran kooperatif pada saat evaluasi siswa dibiarkan untuk

mengetahui dan menghargai analisis mereka atas perilaku mereka sendiri.

Lembar penilaian diri dan penilaian antar teman digunakan untuk mendukung

analisis kuantitatif. Selain itu dengan adanya penialaian diri dan penilaian antar

teman diharapkan siswa akan aktif khususnya dalam diskusi kelompok dan

dalam kegiatan pembelajaran umumnya.

55

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Wawancara

Wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih jauh tentang

pelaksanaan pembelajaran. Wawancara dengan siswa yang dipilih acak

dilakukan untuk mengetahui apakah siswa mengalami kesulitan selama proses

pembelajaran dan mengetahui penyebab kesulitan yang dialami siswa, serta

untuk mengetahui pendapat siswa tentang proses pembelajaran yang

berlangsung yang tidak dapat digali dari angket.

E. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah melalui beberapa tahapan berikut ini:

1. Pengolahan Data Kuantitatif

Data yang berasal dari hasil pretes dan postes diolah dan dianalisis secara

kuantitatif dengan menggunakan uji statistik untuk mengetahui perbedaan

peningkatan kemampuan komunikasi dan Kemampuan berpikir kritis siswa

antara kedua kelas eksperimen. Pengolahan data menggunakan bantuan

program software SPSS for Windows Versi 20 dan Microsoft Office.

Berikut tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data tes.

a. Menskor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman yang

telah dibuat

b. Peningkatan dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan

komunikasi matematis dan Kemampuan berpikir kritis, yang mutu

peningkatannya ditinjau berdasarkan gain ternormalkan dari perolehan

skor pretes dan postes siswa. Rumus gain ternormalkan menurut Hake

(Izzati, 2010) adalah sebagai berikut:

Dengan kriteria indeks gain :

Tabel 3.11

Kriteria Skor Gain Ternormalisasi Skor Gain Interpretasi

Tinggi

56

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedang

Rendah

(Diadaptasi dari Izzati, 2010:72)

c. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, postes dan N-gain yang

meliputi skor minimum, skor maksimum, rata–rata dan simpangan baku.

2. Pengolahan data Skala Disposisi

Skala disposisi pada penelitian ini menggunakan model skala Likert,

sehingga data yang diperoleh berupa data ordinal. Data ini kemudian

dihitung total respon dan persentase untuk setiap pernyataan.

3. Pengolahan Data Tambahan

Data hasil observasi dihitung rata-rata per item untuk mengetahui porsentase

ketercapaian aktivitasnya. Sedangkan data penilaian diri, penilaian antar

teman, data hasil wawancara digunakan untuk mengetahui respon siswa

terhadap pembelajaran dan permasalahan yang dihadapi selama

pembelajaran.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data

kualitatif. Data kualitatif dianalisis secara deskritif sedangkan analisis data

kuantitatif digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian.

Tahapan analisis data untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Melakukan uji normalitas data PAM dan skor pretes kedua kelas. Adapun

rumusan hipotesisnya adalah:

H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data berdistribusi tidak normal

Perhitungan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Kriteria

pengujian adalah tolak H0 apabila Sig. < taraf signifikansi (α = 0,05)

2. Menguji homogenitas varians data PAM dan skor pretes menggunakan uji

Homogenity of Variances (Levene Statistic). Pengujian homogenitas

dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berasal dari

kondisi awal yang sama dan homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji

adalah:

57

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

H0: σ12 = σ2

2 varians kedua kelompok homogen

H1: σ12 ≠ σ2

2 varians kedua kelompok tidak homogen

Keterangan :

σ12 : varians skor pretes kelompok eksperimen

σ22 : varians skor pretes kelompok kontrol

Uji statistik menggunakan Uji Levene, kriteria pengujian adalah tolak H0

apabila Sig.Based on Mean < taraf signifikansi (α = 0,05)

3. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka untuk mengetahui

kemampuan awal kedua kelas sama dilakukan uji perbedaan rerata PAM

dan skor pretes dengan uji dua pihak. Adapun hipotesis yang diuji adalah:

H0 : stad = -murder

H1 : stad ≠ murder

Keterangan:

stad = rerata data PAM/skor pretes siswa yang belajar melalui model

kooperatif STAD

murder = rerata data PAM/skor pretes siswa yang belajar melalui model

kooperatif MURDER

Pengujian menggunakan Compare means (Independent – Sample T-Test)

Untuk uji dua pihak, kriteria pengujian dengan taraf signifikansi α = 0,05

adalah tolak H0 jika Sig.(2-tailed) < α = 0,05.

4. Menguji Hipotesis penelitian

1) Pengujian terhadap hipotesis ke-1 dan 5 dilakukan dengan uji perbedaan

rerata dua pihak terhadap skor postes kemampuan komunikasi dan

berpikir kritis. Secara formal, hipotesis statistik (H0) dan hipotesis

penelitian (H1) dapat dinyatakan sebagai berikut:

H0 : stad = -murder

H1 : stad ≠ murder

58

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterangan:

stad = rerata skor postes siswa yang belajar melalui model kooperatif

STAD

murder = rerata skor postes siswa yang belajar melalui model kooperatif

MURDER

Jika kedua rerata skor berdistribusi normal dan homogen, maka uji

statistik yang digunakan uji perbedaan rerata dengan uji t dua pihak

dengan kriteria pengujian dengan taraf signifikansi α = 0,05 adalah tolak

H0 jika Sig. (2-tailed) < taraf signifikansi (α = 0,05)

2) Pengujian hipotesis ke-2, 3, 4, 6, 7 dan 8 untuk mengetahui perbedaan

peningkatan secara keseluruhan maupun berdasarkan kategori

pengetahuan awal siswa serta efek interaksi dilakukan dengan

menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dua jalur kemudian jika

ditemukan perbedaan berdasarkan kategori pengetahuan awal maka

dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat letak perbedaannya. Kriteria

pengujian adalah tolak H0 apabila Sig.< taraf signifikansi (α = 0,05).

Secara formal, hipotesis statistik (H0) dan hipotesis penelitian (H1) untuk

uji perbedaan rerata N-gain secara keseluruhan dinyatakan sebagai

berikut:

H0 : stad = -murder

H1 : stad ≠ murder

Keterangan:

stad = rerata skor N-gain siswa yang belajar melalui model kooperatif

STAD

murder = rerata skor N-gain siswa yang belajar melalui model kooperatif

MURDER

Pengujian perbedaan rerata berdasar PAM dilakukan berdasarkan

hipotesis sebagai berikut:

H0 : µt . = µs. = µr.

H1 : bukan H0

59

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterangan:

t = rerata skor N-gain kelompok PAM tinggi

s = rerata skor N-gain kelompok PAM sedang

r = rerata skor N-gain kelompok PAM rendah

Pengujian interaksi antara model pembelajaran dan pengetahuan awal

matematis berdasarkan hipotesis sebagai berikut:

H0 : model*pam = 0

H1 : model*pam ≠ 0

Keterangan:

model = model pembelajaran

pam = pengetahuan awal matematis

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti,

diantaranya mengidentifikasi masalah penelitian, penyusunan proposal,

mengikuti seminar proposal, dan perbaikan proposal hasil seminar. Setelah

itu peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan

ajar untuk kedua kelompok eksperimen. Kemudian menyusun kisi–kisi soal

untuk pembuatan instrumen penelitian berupa tes kemampuan komunikasi

dan berpikir kritis, serta menyusun kisi – kisi angket dan instrumen

disposisi. Setelah instrumen diperiksa oleh pembimbing, dan dilakukan

revisi, kemudian dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui

keterbacaan dan validitas empiriknya. Hasil uji coba instrumen tersebut

dianalisis dan hasilnya dipilih berdasarkan item yang memenuhi persyaratan

untuk dapat digunakan sebagai alat ukur.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah yang terlebih dahulu dilakukan sebelum melaksanakan

penelitian adalah menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian,

kemudian mengurus surat ijin melaksanakan penelitian pada sekolah yang

60

Nuryanti, 2016 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD DENGAN SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL KOOPERATIF MURDER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akan dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya menentukan kelas eksperimen

1 dan kelas eksperimen 2 berdasarkan pertimbangan sekolah dan cara

pengambilan sampel. Setelah kedua kelas eksperimen ditentukan

selanjutnya diberikan pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa

dalam hal kemampuan kemunikasi matematis dan berpikir kritis.

Kegiatan yang paling penting pada tahap ini adalah pemberian

perlakuan pada kelas eksperimen berupa pembelajaran kooperatif STAD

pada kelas ekperimen pertama dan pembelajaran kooperatif MURDER pada

kelas eksperimen kedua. Setelah dilakukan perlakuan, kedua kelas

eksperimen diberikan postes dengan tujuan melihat hasil belajar siswa

setelah pembelajaran dilakukan. Sedangkan untuk angket diberikan saat

siswa selesai mengerjakan soal tes kemampuan atau bisa juga sebelumnya.

3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah diperoleh diolah kemudian diinterpretasikan sehingga

menghasilkan sebuah kesimpulan penelitian.