bab iii metodologi penelitian a. lokasi...

23
27 Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan Cililin secara geografis terletak di selatan kabupaten Bandung Barat, sedangkan letak astronomi berada pada koordinat 107°28'3,6" - 107°29'2,8" BT dan 7°3'7,3" - 7°3'30,6" LS (Peta RBI lembar Cililin, Ciakar, dan Pasirjambu Tahun 1999). Adapun batas wilayah administratif Kecamatan Cililin yaitu: Sebelah Utara : Kecamatan Batujajar Sebelah Timur : Kabupaten Bandung Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung Sebelah Barat : Kecamatan Cipongkor dan Kecamatan Sindangkerta Lokasi penelitian ini mencakup 11 desa yang terdapat di Kecamatan Cililin. Informasi mengenai desa dan letak astronomi lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1, sedangkan infomasi mengenai letak spasial lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 Tabel 3.1 Lokasi Penelitian No Desa Letak Astronomi Bujur Timur Lintang Selatan 1 Karyamukti 107°28′11″ 7°1′51,45″ 2 Nangerang 107°27′56,14″ 7°1′11,93″ 3 Mukapayung 107°26′22,02″ 6°59′10,61″ 4 Rancapanggung 107°25′33,56″ 6°59′19,76″ 5 Bongas 107°25′9,11″ 6°57′26,38″ 6 Batulayang 107°26′29,67″ 6°57′28,12″ 7 Cililin 107°27′29,00″ 6°57′5,86″ 8 Karang Tanjung 107°27′56,08″ 6°56′53,24″ 9 Kidang Pananjung 107°28′56,59″ 6°58′54,30″ 10 Budiharja 107°26′36,22″ 6°56′21,37″ 11 Karanganyar 107°24′9,98″ 6°55′39,50″

Upload: phamkhue

Post on 25-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

27 Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung

Barat. Kecamatan Cililin secara geografis terletak di selatan kabupaten Bandung

Barat, sedangkan letak astronomi berada pada koordinat 107°28'3,6" - 107°29'2,8"

BT dan 7°3'7,3" - 7°3'30,6" LS (Peta RBI lembar Cililin, Ciakar, dan Pasirjambu

Tahun 1999). Adapun batas wilayah administratif Kecamatan Cililin yaitu:

Sebelah Utara : Kecamatan Batujajar

Sebelah Timur : Kabupaten Bandung

Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung

Sebelah Barat : Kecamatan Cipongkor dan Kecamatan Sindangkerta

Lokasi penelitian ini mencakup 11 desa yang terdapat di Kecamatan Cililin.

Informasi mengenai desa dan letak astronomi lokasi penelitian dapat dilihat pada

tabel 3.1, sedangkan infomasi mengenai letak spasial lokasi penelitian dapat

dilihat pada gambar 3.1

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian

No Desa Letak Astronomi

Bujur Timur Lintang Selatan

1 Karyamukti 107°28′11″ 7°1′51,45″

2 Nangerang 107°27′56,14″ 7°1′11,93″

3 Mukapayung 107°26′22,02″ 6°59′10,61″

4 Rancapanggung 107°25′33,56″ 6°59′19,76″

5 Bongas 107°25′9,11″ 6°57′26,38″

6 Batulayang 107°26′29,67″ 6°57′28,12″

7 Cililin 107°27′29,00″ 6°57′5,86″

8 Karang Tanjung 107°27′56,08″ 6°56′53,24″

9 Kidang Pananjung 107°28′56,59″ 6°58′54,30″

10 Budiharja 107°26′36,22″ 6°56′21,37″

11 Karanganyar 107°24′9,98″ 6°55′39,50″

28

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumber : Peta RBI lembar Cililin, Ciakar dan Pasirjambu, 1999

28

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.1 Peta Administratif

29

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Metode Penelitian

Fathoni, A (2006, hlm. 99) mengemukakan bahwa metode penelitian “cara

kerja yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian”. Berdasarkan pendapat

tersebut maka, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksploratif. Tika, M. (2005, hlm. 5) mengemukakan bahwa metode eksploratif

“suatu metode yang mencari hubungan gejala-gejala sosial atau fisik untuk

mengetahui hubungan tersebut”.

Dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan metode eksploratif

karena bertujuan untuk mencari faktor penyebab atau hal-hal yang mempengaruhi

terjadi potensi longsor di Kecamatan Cililin, dan mengumpulkan data yang

dibutuhkan untuk menganalisi potensi bencana longsor. Data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh

langsung dari lapangan yang mencakup data penyebab longsor, antara lain

mengenai faktor kemiringan lereng, faktor tanah (tekstur tanah, struktur tanah dan

kedalaman efektif tanah), dan penggunaan lahan. Data yang diperoleh dari

lapangan merupakan hasil eksploratif yang berhubungan dengan potensi longsor

yang dicari dan dianalisis dalam penelitian ini, sehingga metode eksploratif

dianggap metode yang paling cocok untuk digunakan. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari instansi-instansi yang terkait yang mencakup data-data

kependudukan, curah hujan, geologi dan peta-peta yang dibutuhkan dalam

penelitian ini.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono. (2009, hlm. 90) mengemukakan bahwa populasi merupakan

“wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan Tika, M (2005, hlm. 24)

mengemukakan bahwa

Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau

tidak terbatas. Himpunan individu atau objek yang terbatas adalah himpunan

objek yang dapat diketahui atau diukur dengan jelas jumlah maupun batasnya.

30

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan himpunan individu atau objek yang tidak terbatas merupakan

himpunan individu atau objek yang sulit diketahui jumlahnya walaupun batas

wilayahnya sudah diketahui.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa populasi

adalah variabel yang ditentukan oleh peneliti untuk dijadikan sebagai objek

penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini

adalah wilayah administratif Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat yang

terdiri dari 11 desa yang dapat diliha pada tabel 3.2 mengenai luas wilayah

perdesa di Kecamatan Cililin

Tabel 3.2 Luas wilayah Perdesa di Kecamatan Cililin Tahun 2014

No Desa Luas Desa

(Ha)

Jumlah

Penduduk

Penduduk

Laki-laki Perempuan

1 Karyamukti 321,00 3.472 1.716 1.756

2 Nangerang 389,60 4.291 2.135 2.156

3 Mukapayung 1.081,9 11.293 5.697 5.596

4 Rancapanggung 483,90 11.709 5.858 5.848

5 Bongas 328,00 8.888 4.499 4.389

6 Batulayang 969,60 10.364 5.430 4.934

7 Cililin 314,90 12.063 6.177 5.886

8 Karang Tanjung 470,00 8.156 4.227 3.929

9 Kidang pananjung 343,60 3.719 1.896 1.823

10 Budiharja 115,00 5.171 2.693 2.478

11 Karanganyar 458,60 6.585 3.463 3.122

Jumlah 5.276,1 85.711 43.791 41.917

Sumber : Kecamatan Cililin dalam Angka, 2015

Berdasarkan data jumlah populasi yang terdapat pada tabel 3.2, diperoleh

kesimpulan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah wilayah administratif

Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari 11 desa dengan

total luas wilayah 5.276,1 Ha. Sedangkan yang menjadi populasi manusia dalam

penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada di Kecamatan Cililin yaitu

sebanyak 85.711 orang. Dapat dilihat di tabel 3.2

2. Sampel

Tika, M. (2005, hlm. 24) mengemukakan bahwa “sampel merupakan

sebagian dari objek atau individu-individu yang mewakili suatu populasi”.

Sependapat dengan Bintarto, R. dan Surastopo (1987, hlm. 42) bahwa sampel

adalah “sebagian populasi, dan sampel yang paling baik merupakan sampel yang

dapat mewakili populasi”. Berdasarkan pengertian sampel menurut para ahli,

31

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa sampel adalah bagian dari populasi

yang dapat mewakili populasi untuk diteliti. Pengambilan sampel menggunakan

teknik sampeling stratified samping yaitu penarikan sampel dengan cara berstrata

untuk mengidentifikasi potensi bencana longsor lahan di Kecamatan Cililin,

Kabupaten Bandung Barat.

Caranya dengan menumpangsusunkan tiga peta yaitu terdiri dari peta

kemiringan lereng, jenis tanah, dan peta penggunaan lahan sehingga menghasilkan

peta satuan lahan. Hasil dari peta satuan lahan kita akan mengambil setiap satu

jenis satuan lahan sehingga menghasilkan 62 sampel jensi satuan lahan untuk

mendapatkan potensi longsor lahan yang akan dihitung melalui teknik penskoran

dan pembobotan. Pengampilan sampel dilakukan dengan metode stratified radom

sampling berdasarkan peta satuan lahan, yang kemudian dilakukan observasi

lapangan. Informasi mengenai peta satuan lahan dapat dilihat pada gambar 3.2,

sedangkan informasi karakteristik sampel satuan lahan dapat dilihat pada tabel

3.3.

Tabel 3.3 Unit Satuan Lahan

No Unit Satuan

Lahan

Kemiringan

Lereng Jenis Tanah Penggunaan Lahan

1 IAAT Datar Aluvial Area Terbangun

2 IAK Datar Aluvial Kebun

3 IAS Datar Aluvial Sawah

4 IASB Datar Aluvial Semak Belukar

5 ILAT Datar Latosol Area Terbangun

6 ILH Datar Latosol Hutan

7 ILK Datar Latosol Kebun

8 ILSB Datar Latosol Semak Belukar

9 IPAT Datar Posdolik Merah Kuning Area Terbangun

10 IPK Datar Posdolik Merah Kuning Kebun

11 IPS Datar Posdolik Merah Kuning Sawah

12 IILAT Landai Latosol Area Terbangun

13 IILH Landai Latosol Hutan

14 IILK Landai Latosol Kebun

15 IILS Landai Latosol Sawah

16 IILSB Landai Latosol Semak Belukar

17 IIPAT Landai Posdolik Merah Kuning Area Terbangun

18 IIPH Landai Posdolik Merah Kuning Hutan

19 IIPK Landai Posdolik Merah Kuning Kebun

32

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

20 IIPS Landai Posdolik Merah Kuning Sawah

21 IIPSB Landai Posdolik Merah Kuning Semak Belukar

22 IIAAT Landai Aluvial Area Terbangun

23 IIAH Landai Aluvial Hutan

Lanjutan tabel 3.3 unit satuan lahan

No Unit Satuan

Lahan

Kemiringan

Lereng Jenis Tanah Penggunaan Lahan

24 IIAK Landai Aluvial Kebun

25 IIAS Landai Aluvial Sawah

26 IIASB Landai Aluvial Semak Belukar

27 IIIAAT Agak Curam Aluvial Area Terbangun

28 IIIAH Agak Curam Aluvial Hutan

29 IIIAK Agak Curam Aluvial Kebun

30 IIIAS Agak Curam Aluvial Sawah

31 IIIASB Agak Curam Aluvial Semak Belukar

32 IIILAT Agak Curam Latosol Area Terbangun

33 IIILH Agak Curam Latosol Hutan

34 IIILK Agak Curam Latosol Kebun

35 IIILS Agak Curam Latosol Sawah

36 IIILSB Agak Curam Latosol Semak Belukar

37 IIIPAT Agak Curam Posdolik Merah Kuning Area Terbangun

38 IIIPH Agak Curam Posdolik Merah Kuning Hutan

39 IIIPK Agak Curam Posdolik Merah Kuning Kebun

40 IIIPS Agak Curam Posdolik Merah Kuning Sawah

41 IIIPSB Agak Curam Posdolik Merah Kuning Semak Belukar

42 IVAAT Curam Aluvial Area Terbangun

43 IVAH Curam Aluvial Hutan

44 IVAK Curam Aluvial Kebun

45 IVAS Curam Aluvial Sawah

46 IVASB Curam Aluvial Semak Belukar

47 IVLAT Curam Latosol Area Terbangun

48 IVLH Curam Latosol Hutan

49 IVLK Curam Latosol Kebun

50 IVLS Curam Latosol Sawah

51 IVLSB Curam Latosol Semak Belukar

52 IVPAT Curam Posdolik Merah Kuning Area Terbangun

53 IVPH Curam Posdolik Merah Kuning Hutan

54 IVPK Curam Posdolik Merah Kuning Kebun

55 IVPS Curam Posdolik Merah Kuning Sawah

56 IVPSB Curam Posdolik Merah Kuning Semak Belukar

57 VAK Sangat Curam Aluvial Kebun

58 VLH Sangat Curam Latosol Hutan

33

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

59 VLK Sangat Curam Latosol Kebun

60 VLS Sangat Curam Latosol Sawah

61 VLSB Sangat Curam Latosol Semak Belukar

62 VPH Sangat Curam Posdolik Merah Kuning Hutan

Sumber: Hasil Penelitian, 2016

34

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.2 Peta Satuan Lahan

35

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D. Variabel Penelitian

Sugiyono. (2009, hlm. 39) mengemukakan bahwa variabel penelitian

merupakan “suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”.

Jadi, variabel penelitian adalah objek kajian yang kita amati berdasarkan

berbagai penilaian sehingga ada pembatasan kajian yang menjadi titik pusat.

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel

terikat.

Fathoni, A. (2006, hlm.115) mengemukakan bahwa “variabel bebas

merupakan variabel yang mempengaruhi, sedangkan variabel terikat yaitu variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.

Adapun variabel bebas meliputi parameter penyebab terjadinya longsor

sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu potensi bencana longsor.

Terkait dengan hal-hal yang perlu dianalisis dalam menentukan daerah potensi

bencana longsor di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat yaitu dapat di

lihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Variabel Penelitian Potensi Bencana Longsor

Variabel Bebas

(x)

Variabel Terikat

(y)

a. Kemiringan Lereng

b. Curah Hujan

c. Penggunaan Lahan

d. Tanah

Tekstur Tanah

Struktur Tanah

Kedalaman Efektif

e. Geologi

f. Kepadatan Penduduk

Potensi Bencana Longsor di Kecamatan Cililin

Kabupaten Bandung Barat

Sumber : Hasil Penelitian, 2016

E. Pendekatan Geografi yang Digunakan

Pendekatan geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kelingkungan atau ekologi. Bintarto, R. dan Surastopo H. (1987, hlm.18)

mengemukakan bahwa dalam “pendekatan ekologi studi mengenai antara

36

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

organisme hidup dengan lingkungan”. Sumaatmadja, N. (1988, hlm.82)

mengemukakan bahwa “pendekatan ekologi adalah suatu metodologi untuk

mendekati, menelaah, dan menganalisis sesuatu gejala atau sesatu masalah dengan

menerapkan konsep dan prinsip ekologi”

Berdasarkan pengertian tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa

pendekatan kelingkungan atau ekologi merupakan pendekatan yang ada

keterkaitan antara gejala atau masalah manusia dengan lingkungannya. Dalam

penelitian ini Pendekatan kelingkungan atau ekologi digunakan untuk

menganalisis penyebaran potensi longsor dan keterkaitan antara manusia dengan

lingkungannya sehingga dapat disimpulkan sebaran tingkat potensi bencana

longsor di Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat.

F. Definisi Operasional

Pedoman penulisan karya ilmiah (2013, hlm. 23) “definisi operasional adalah

rumusan untuk setiap variabel harus melahirkan indikator-indikator dari setiap

variabel yang diteliti kemudian akan dijabarkan dalam instrumen penelitian”.

Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan pengidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologi (Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007).

2. Potensi bencana

Bahaya atau ancaman (hazard) adalah suatu situasi atau kejadian atau

peristiwa yang mempunyai potensi yang dapat menimbulkan kerusakan,

kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan (BARKORNAS PB, 2007).

3. Longsor

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,

ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari

terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut

37

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(BARKORNAS PB, 2007). Potensi longsor dapat diketahui dari berbagai faktor

diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor Curah hujan

Faktor curah hujan yang menjadi indikator untuk menentukan daerah potensi

longsor yaitu curah hujan rata-rata yang tinggi diatas 2500 mm/tahun atau curah

hujan kurang dari 70 mm perjam tetapi berlangsung terus menerus hingga

beberapa hari selanjutnya, sehingga mengakibatkan air tanah menjadi jenuh dan

terakumulasi di bagian dasar lereng yang menimbulkan gerakan lateral (Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007).

b. Faktor Batuan (Geologis)

Faktor batuan yang menjadi indikator untuk menentukan daerah potensi

longsor yaitu daerah yang memiliki batuan dasarnya yang lebih padat dan kedap,

seperti andesit, breksi andesit, tuf, napal dan batu lempung (Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007).

c. Faktor Kemiringan lereng

Faktor kemiringan lereng yang menjadi indikator untuk menentukan daerah

potensi longsor yaitu daerah yang memiliki lereng yang terjal, lereng yang sering

muncul rembesan air atau mata air (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

22/PRT/M/2007).

d. Faktor Tanah

Faktor tanah yang menjadi indikator untuk menentukan daerah potensi

longsor yaitu tanah yang bersifat gembur dan mudah meloloskan air, tanah

residual atau tanah hasil endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 meter

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007).

e. Faktor penggunaan lahan

Faktor penggunaan lahan yang menjadi indikator untuk menentukan daerah

potensi longsor yaitu daerah lereng yang ditanami oleh jenis tanaman yang tidak

tepat seperti hutan pinus, tanaman berakar serabut (persawahan dan perladangan),

melakukan pemotongan lereng tanpa memperhatikan dan memperhitungkan

struktur lapisan tanah atau batuan pada lereng serta analisis kestabilan lereng

seperti pembangunan jalan, bangunan dan penambangan, pembangunan kolam

38

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ikan yang mengakibatkan rembesan air kolam kedalam lereng, dan sistem

drainase yang tidak memadai (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

22/PRT/M/2007).

f. Faktor penduduk

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 menjelaskan bahwa

aktifitas manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya potensi longsor yaitu

pembangunan konstruksi dengan berat beban melampui batas.

G. Instrumen Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Global Positioning System (GPS), digunakan untuk menentukan koordinat di

lapangan.

b. Bor tanah, digunakan untuk mengebor tanah

c. Label, untuk memberi nama sampel tanah

d. Plastik, untuk menyimpan sampel tanah

e. Meter lipat, untuk mengukur kedalaman efektif tanah

f. Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan kondisi di lapangan

yang berupa hasil foto di lapangan.

g. Komputer dengan spesifikasi intel core 3, Harddisk 500 GB, 14,0”, RAM 2

GB, DVD RW, dan CPU 1,9 GHz digunakan untuk menjalankan software

sebagai alat menyusun laporan dan alat analisis.

h. Software ArcGIS 10.2, digunakan untuk memetakan data yang dibutuhkan

dalam bentuk akhir sebuah peta.

i. Carrymap observer versi android, membatu dilapangan untuk menentukan

posisi kita dipeta dengan menggunakan bantuan gps dari telepon genggam.

j. Pedoman observasi lapangan.

2. Bahan

Adapun bahan yang diperlukan untuk melakukan analisis potensi bencana

longsor di Kecamatan Cililin diantaranya:

39

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Peta rupa bumi Indonesia 1:25.000 lembar 1208-222 Cililin, Lembar 1208-

554 Pasirjambu dan Lembar 1208-221 Ciakar

b. Peta geologi lembar Bandung, lembar Cianjur dan lembar Sindangbarang.

c. Peta kemiringan lereng Kabupaten Bandung Barat

d. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat

e. Peta tanah Kabupaten Bandung Barat

f. Data curah hujan tahun 2005-2010

g. Data kejadian bencana Kabupaten Bandung Barat

h. Data kependudukan Kecamatan Cililin tahun 2015

i. Data monografi Kecamtan Cililin tahun 2015

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian potensi bencana longsor di Kecamatan Cililin meliputi

beberapa tahapan, diantaranya:

1. Memilih masalah

2. Studi pendahuluan

3. Indentifikasi masalah

4. Memilih metode penelitian

5. Menentukan variabel

6. Menentukan sampel penelitian

7. Menentukan dan menyusun instrumen

8. Mengumpulkan data

9. Analisis data

10. Menarik kesimpulan

11. Menyusun laporan

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menganalisi dan menjawab

rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data

40

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan, studi litelatur, dan

studi dokumentasi, dapat dilihat sebagai berikut:

1. Observasi Lapangan

Tika, M. (2005, hlm. 44) mengemukakan bahwa “observasi adalah cara dan

teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhada gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian.

Observasi lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data

primer yang aktual dan langsung dari objek penelitian untuk mengamati kondisi

fisik pada lokasi kajian. Data yang didapatkan dengan melalui obersavi lapangan

diantaranya yaitu faktor kemiringan lereng, faktor tanah (tekstur tanah, struktur

tanah dan kedalaman efektif tanah).

2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan buku, jurnal, artikel, peta serta

data sekunder yang terkait dengan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Data-data sekunder yang dikumpulkan yaitu dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Pengumpulan Data Sekunder Berdasarkan Bentuk dan Sumber Data

No Jenis Data Cara memperoleh data

1 Curah hujan Diperoleh dari Dinas Pengelola Sumber Daya

Air Provinsi Jawa Barat dalam unit data berupa

Kecamatan tahun 2005-2015

2 Peta Penggunaan lahan Diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Bandung

Barat dalam bentuk data SHP dengan skala

1:25.000 3 Peta Jenis Tanah

4 Peta Satuan Batuan

(Geologi)

Diperoleh dari badan geologi Provinsi Jawa

Barat dalam bentuk data softfile

5 SRTM (Shuttle Radar

Topography Mission)

Diperoleh dari data publikasi The CGIAR

Consortium for Spatial Information (CGIAR-

CSI) dalam bentuk data citra.

6 Kepadatan penduduk Diperoleh dari data publikasi BPS tahun 2015

dengan unit data berupa desa atau kelurahan

Sumber: Hasil penelitian, 2016

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen

yang berbentuk dokumentasi seperti, foto, laporan, catatan dan sebagainya. Data

41

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dokumentasi yang digunkan dalam penelitian ini yaitu foto-foto wilayah kajian

dan laporan kejadian bencana longsor di Kecamatan Cililin.

J. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

tumpang susun (overlay) dengan metode penskoran dan pembobotan.

Menganalisis pembobotan dan penskoran merupakan teknik analisis data

kuantitatif yang digunakan untuk nilai pada masing-masing wilayah dengan

beberapa parameter yang telah ditetapkan menjadi indikator penelitian.

1. Teknik Tumpang Susun (Overlay)

Teknik analisis tumpang susun merupakan suatu teknik analisis yang

menggunakan aplikasi Arcgis. Teknik ini bertujuan untuk menggabungkan semua

peta parameter yang menjadi indikator penyebab dan pemicu longsor, setelah

ditumpang susunkan maka hasilnya akan berupa peta potensi bencana longsor di

Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat.

2. Teknik Pembobotan dan Penskoran

Sholahuddin, M. (2015, hlm.3) mengemukakan bahwa “metode skoring

merupakan suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap masing-masing value

parameter untuk menentukan tingkat kemampuannya”. Sedangkan metode bobot

yang digunakan adalah sebagai nilai pembeda dari setiap indikator, penilaian ini

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan atau telah ada pedomannya untuk

dijadikan rujukan atau arahan. Pembobotan dan penskoran pada setiap parameter

pada penelitian ini diantaranya parameter longsor dan data penduduk.

Potensi bencana longsor dalam penelitian ini berupa faktor penyebab, pemicu

terjadinya longsor dan data penduduk. Parameter yang digunakan dalam faktor

penyebab dan pemicu terjadinya longsor yaitu faktor curah hujan, kemiringan

lereng, penggunaan lahan, geologi dan tanah sedangkan data penduduk yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data kepadatan penduduk, untuk

memperkira penduduk yang terpapar oleh kejadian bencana longsor.

42

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pembobotan disusun atas dasar pemahaman yang dikutip dari Gunadi, S. dkk

(2004, hlm. 195) bahwa longsor terjadi karena adanya faktor penyebab dan faktor

pemicu. Faktor yang menyebabkan terjadinya longsoran adalah gaya gravitasi

yang bekerja pada massa tanah atau batuan. Besarnya pengaruh gaya gravitasi

terhadap massa tanah/batuan ditentukan oleh sudut lereng. oleh karena itu lereng

diberikan pembobotan lebih besar dibandingkan faktor lainnya. Faktor pemicu

dibagi menjadi dua yaitu faktor yang bersifat dinamik dan faktor yang bersifat

statis. Faktor yang bersifat dinamis diberi bobot lebih besar dibandingkan dengan

faktor statis dikarenakan kejadian longsor selalu dipicu oleh adanya perubahan

gaya/energi akibat perubahan faktor yang yang bersifat dinamis. Faktor dinamis

meliputi curah hujan, dan penggunaan lahan. Faktor curah hujan memiliki bobot

lebih besar dibandingkan penggunaan lahan dikarenakan curah hujan dapat

mempengaruhi perubahan besar beban masa batuan dan atau tanah secara relatif

lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan lahan.

Faktor-faktor yang bersifat statis dikelompok menjadi dua kelompok, yaitu

faktor tanah dan batuan. Faktor batuan di beri bobot yang lebih besar

dibandingkan dengan faktor tanah karena batuan merupakan alas daripada tanah.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada batuan secara otomatis mempengaruhi

kestabilan tanah yang menumpang diatasnya, sedangkan perubahan-perubahan

yang terjadi ditanah belum tentu berpengaruh terhadap batuan yang ada

dibawahnya. Pemberian bobot dan skor setiap parameter dapat dilihat pada tabel

3.6.

Tabel 3.6 Parameter Pembobotan dan Penskoran Potensi Longsor

No Jenis Faktor Parameter Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

Min Maks Min Maks

1 Faktor penyebab Kemiringan

lereng 10 1 5 10 50

2 Faktor pemicu

(Dinamik)

Curah Hujan 5,6 1 5 5,6 28

3 Penggunaan

Lahan 2,4 1 5 2,4 12

4

Faktor pemicu

(statis)

Geologi 4,2 1 5 4,2 21

5 Tektur tanah 0,36 1 5 0,36 1,8

6 Struktur tanah 0,54 1 5 0,54 2,7

7 Kedalaman

efektif 0,9 1 5 0,9 4,5

43

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jumlah 24 120

Sumber: Gunadi, S. 2004

a. Kemiringan Lereng

Faktor kemiringan lereng mempunyai pengaruh sangat besar terhadap tanah

longsor, kemiringan lereng merupakan faktor penyebab terjadinya longsor.

Gunadi, S. dkk. (2004, hlm.195) mengemukakan bahwa “besarnya pengaruh gaya

gravitasi terhadap massa tanah/batuan ditentukan oleh sudut lereng”. Semakin

miring suatu daerah, maka daerah tersebut mempunyai potensi yang lebih besar

terjadinya longsor. Klasifikasi kemiringan lereng dalam bentuk % terbagi menjadi

lima kelas klasifikasi yaitu kelas I-V yang meliputi datar, landai, agak curam,

curam hingga sangat curam. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7 Klasifikasi Skor dan Bobot Berdasarkan Kemiringan Lereng

No Kemiringan Lereng (%) Kelas Lereng Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

1 Datar 0-8% I

10

1 10

2 Landai 8-15% II 2 20

3 Agak Curam 15-25% III 3 30

4 Curam 25-40% IV 4 40

5 Sangat Curam >40% V 5 50

Sumber: Gunadi, S. 2004

b. Curah Hujan

Faktor curah hujan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya longsor.

curah hujan yang menyebabkan terjadnya longsor yaitu durasi yang lama dengan

intensitas curah hujan yang tinggi, atau sama halanya dengan intensitas curah

hujan yang tinggi dengan durasi waktu yang relatif sebentar, itu lebih berpotensi

dibadingkan dengan intensitas curah hujan dengan relatif kecil dengan durasi

waktu yang lama. Curah hujan diklasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi

yaitu, sangat rendah, rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.8.

Tabel 3.8 Klasifikasi Skor dan Bobot Berdasarkan Curah Hujan

No Intensitas Curah hujan

(mm/tahun) Klasifikasi kelas

Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

44

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 1000-1500 Sangat rendah

5,6

1 5,6

2 1500-2000 Rendah 2 11,2

3 2000-3000 Mengengah 3 16,8

4 3000-4000 Tinggi 4 22,4

5 >4000 Sangat tinggi 5 28

Sumber: Gunadi, S. 2004

c. Penggunaan Lahan

Faktor penggunaan lahan mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi air

tanah, hal ini akan mempengaruhi kondisi tanah dan batuan yang pada akhirnya

juga akan mempengaruhi keseimbangan lereng. Penggunaan lahan bersifat

mempertinggi atau menekan terjadinya longsor, karena bentuk penggunaan lahan

yang kurang sesuai akan menjadi pemicu atau mempertinggi terjadinya longsor.

Pemberian skor pada penggunaan lahan hutan, semak belukar dan kebun lebih

kecil dibandingkan dengan pemukiman dan sawah, atas dasar karena sawah dan

pemukiman lebih memicu terjadinya potensi longsor daripada jenis penggunaan

lahan yang lainnya. Sawah diberikan skor lebih besar dibandingkan pemukiman

karena sawah dapat mengakibatkan tanah menjadi mudah jenuh. Apabila sawah

tersebut berada di lereng yang curam maka potensi terjadinya longsor lebih besar

dibandingkan dengan pemukiman. Penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi

lima kelas klasifikasi, untuk bobot dan skor setiap klasifikasi kelasnya dapat di

lihat pada tabel 3.9.

Tabel 3.9 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Penggunaan Lahan

No Kriteria Penggunaan

Lahan Klasifikasi kelas

Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

1 Hutan Sangat rendah

2,4

1 2,4

2 Semak belukar Rendah 2 4,8

3 Kebun Mengengah 3 7,2

4 Pemukiman Tinggi 4 9,6

5 Sawah Sangat tinggi 5 12

Sumber : Gunadi, S. 2004 dan Effendi, A. 2008

d. Geologi

Geologi merupakan alas untuk tanah dan penggunaan lahan lainnya, apabila

batuan yang dibawahnya terganggu maka secara otomatis mempengaruhi

kestabilan tanah yang menumpang diatasnya. Faktor geologi diklasifikasikan

menjadi lima kelas klasifikasi yang meliputi batuan aluvial, batuan kapur, batuan

45

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sedimen, batuan vulkanik, dan batuan sedimen dan batuan vulkanik. Untuk bobot

dan skor setiap klasifikasi kelas dapat di lihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Geologi

No Kriteria Geologi Klasifikasi kelas Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

1 Batuan Aluvial Sangat rendah

4,2

1 4,2

2 Batuan Kapur Rendah 2 8,4

3 Batuan Sedimen Mengengah 3 12,6

4 Batuan Vulkanik Tinggi 4 16,8

5 Batuan Sedimen dan Batuan

Vulkanik

Sangat tinggi 5 21

Sumber : Gunadi, S. 2004 dan Mukti, A. 2012.

e. Faktor Tanah

Arsyad, S. (1989, hlm. 133) mengemukakan bahwa faktor tanah yang

mempunyai kepekaan dalam erosi yaitu: (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi

infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang

mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengahancur

agregat tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Berdasarkan

pendapat tersebut maka faktor tanah yang dikaji dalam penelitian ini adalah

tekstur tanah, struktur tanah dan kedalaman efektif. Penjelasannya dapat dilihat

sebagai berikut:

1) Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukan kasar halusnya tanah, tekstur tanah. Yang

dipengaruhi oleh tiga komponen utama yaitu lempung (clay), debu (silt) dan pasir

(sand). Perbandingan tiga komponen tersebut dalam tanah. Darmawijaya, I.

(1997, hlm.163) mengemukakan bahwa “tekstur tanah berperan dalam

menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan

kemampuan pengikat air oleh tanah, serta mempengaruhi kapasitas tanah untuk

menahan air”. Tektur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi, untuk

bobot dan skor setiap kelas klasifikasi tekstur tanah dapat di lihat pada tabel 3.11.

Tabel 3.11 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Tekstur Tanah

No Tekstur Tanah Klasifikasi kelas Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

1 Halus Sangat rendah

0,36

1 0,36

2 Agak halus Rendah 2 0,72

3 Sedang Mengengah 3 1,08

4 Agak kasar Tinggi 4 1,44

46

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5 Kasar Sangat tinggi 5 1,8

Sumber: Gunadi, S. 2004

2) Struktur Tanah

Darmawijaya, I. (1997, hlm. 171) mengemukakan bahwa “struktur tanah

sangat mempengaruhi sifat dan keadaan tanah seperti gerakan air, lalu lintas

panas, dan aerasi.” Struktur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi

diantaranya remah, granuler, blok atau gumpal bersudut dan gumpal membulat,

plat, masif dan prismatik. Klasifikasi skor dan bobot untuk struktur tanah dapat di

lihat pada tabel 3.12.

Tabel 3.12 Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Struktur Tanah

No Struktur Tanah Klasifikasi kelas Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

1 Prismatik Sangat rendah

0,54

1 0,54

2 Plat, Masif/tiang Rendah 2 1,08

3 Gumpal Mengengah 3 1,62

4 Granuler Tinggi 4 2,16

5 Remah Sangat tinggi 5 2,7

3) Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh

akar tanaman (Hardjowigeno, S. 2010, Hlm.57). kedalaman efektif tidak di

tentukan oleh lapisan solum tanah melainkan persebaran akar di dalam tanah.

Kedalaman efektif di klasifikasikan menjadi lima kelas klasifikasi, dari yang

sangat tipis, hingga sangat tebal. Dapat dilihat pada tabel 3.13 untuk mengetahui

skor dan bobot kedalaman efektif dapat dilihat pada tabel 3.13.

Tabel 3.13. Klasifikasi Skor dan Pembobotan Berdasarkan Kedalaman Efektif

No Kedalaman Efektif Klasifikasi kelas Bobot

(B)

Skor

(S) B*S

1 <50 cm Sangat Tipis

0,9

1 0,9

2 51cm - 70 cm Tipis 2 1,8

3 71 cm - 100 cm Sedang 3 2,7

4 101 cm - 120 cm Tebal 4 3,6

5 >121 cm Sangat Tebal 5 4,5

Sumber: Gunadi, S. 2004

Cara untuk menentukan tingkat potensi bencana longsor dapat di hitung

melalui persamaan sebagai berikut:

Nilai interval kelas : Ni

(Nmaks –Nmin)

n kelas =

Sumber: Gunadi, S. 2004 dan hasil analisis peneliti, 2016

47

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ni = 120−24

5

Ni = 19,2

Keterangan

Ni : Nilai interval

Nmaks : Nilai Maksimum

Nmin : Nilai Minimum

n kelas : Jumlah kelas

Maka tingkat potensi longsor dapat dilihat pada tabel 3.15

Tabel 3.14 Klasifikasi Skor dan Bobot Berdasarkan Tingkat Potensi Longsor

No Tingkat Potensi Skor Total

1 Sangat Rendah 24-43,2

2 Rendah 43,2-62,4

3 Menengah 62,4-81,6

4 Tinggi 81,6-100,8

5 Sangat Tinggi 100,8-120

Sumber: Hasil penelitian, 2016

48

Ade Rika Siti Fauziyah, 2016 ANALISIS POTENSI BENCANA LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

K. Alur Penelitian

Peta Potensi

Bencana

Longsor Lahan

Kepadatan Penduduk

Overlay

Pengambilan Sampel

Pemberian Skor dan Bobot pada

Peta Parameter

Overlay

Persiapan Pengumpulan data

Peta Satuan Lahan

Curah Hujan Geologi Kemiringan Lereng Penggunaan Lahan Jenis Tanah

Peta Potensi Longsor Lahan

Overlay

Hasil Analisis Lapangan