bab iii masyarakat seko embonatana dan memori · desa hoyane, pukul 15.00 wita. 39. dihuni oleh...

37
37 BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI SALLOMBENGANG Dalam konteks memori kolektif penulis melakukan penelitian di Seko Embonatana terhadap Sallombengang sebagai warisan kenangan kebudayaan tradisional yang masih hidup dalam ingatan masyarakat setempat. Ingatan masa lalu itu dijelaskan secara mutualistik antara memori dan pengalaman yang keduanya bertemu secara dialektis membentuk identitas kolektif melalui bahasa, narasi dan interaksi sosial yang terjalin kuat. Sehingga ingatan itu dapat bermanfaat pada masa kini sebagai intrumen integrasi sosial. Pada bab ini, penulis memaparkan atau menyajikan seluruh data yang ditemukan dilapangan terkait dengan topik yang penulis kaji. Penulis mengelompokkan dan mengklasifikasikannya dalam pemaparan sub tema untuk memudahkan pembaca menemukan intisari penelitian sebagaimana yang di sarankan oleh judul. 3.1. Sejarah Singkat dan Geografis Seko Terdapat beberapa versi mengenai nama Seko, menurut informan kata Seko berarti sahabat atau saudara. Kata Seko muncul dari istilah Sisekoang yakni ikatan hidup harmonis dalam segala perbedaan. Padanan kata yang sama dengan kata ini ialah lea yang diartikan sebagai saudara, kerabat dan sahabat. Nama Seko muncul pada waktu terjadi ritual rekonsiliasi antara masyarakat Seko Embonatana dengan masyarakat Karama di bagian barat Seko. Waktu itu kedua pimpinan suku (Tobara’) mengadakan pertemuan perdamain yang dihadiri oleh seluruh lapisan

Upload: others

Post on 02-Nov-2020

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

37

BAB III

MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI

SALLOMBENGANG

Dalam konteks memori kolektif penulis melakukan penelitian di Seko

Embonatana terhadap Sallombengang sebagai warisan kenangan kebudayaan

tradisional yang masih hidup dalam ingatan masyarakat setempat. Ingatan masa

lalu itu dijelaskan secara mutualistik antara memori dan pengalaman yang

keduanya bertemu secara dialektis membentuk identitas kolektif melalui bahasa,

narasi dan interaksi sosial yang terjalin kuat. Sehingga ingatan itu dapat

bermanfaat pada masa kini sebagai intrumen integrasi sosial. Pada bab ini, penulis

memaparkan atau menyajikan seluruh data yang ditemukan dilapangan terkait

dengan topik yang penulis kaji. Penulis mengelompokkan dan

mengklasifikasikannya dalam pemaparan sub tema untuk memudahkan pembaca

menemukan intisari penelitian sebagaimana yang di sarankan oleh judul.

3.1. Sejarah Singkat dan Geografis Seko

Terdapat beberapa versi mengenai nama Seko, menurut informan kata

Seko berarti sahabat atau saudara. Kata Seko muncul dari istilah Sisekoang yakni

ikatan hidup harmonis dalam segala perbedaan. Padanan kata yang sama dengan

kata ini ialah lea yang diartikan sebagai saudara, kerabat dan sahabat. Nama Seko

muncul pada waktu terjadi ritual rekonsiliasi antara masyarakat Seko Embonatana

dengan masyarakat Karama di bagian barat Seko. Waktu itu kedua pimpinan suku

(Tobara’) mengadakan pertemuan perdamain yang dihadiri oleh seluruh lapisan

Page 2: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

38

masyarakat kedua suku tersebut. Dalam upacara rekonsiliasi itu terjadi

pemotongan kerbau jantan sebagai simbol perdamaian. Daging kerbau tersebut

dimakan secara bersama sedangkan kepalanya ditanam. Sebelum kepala kerbau

ditanam kedua kepala suku berdiri di depan masyarakat sambil mengucapkan kata

perdamaian. Inti kata perdamaian yang diucapkan adalah sisekome, sileame

(saapan yang menunjukkan kedekatan yang akrab seperti sahabat, kerabat dan

saudara) karena itu kata siseko atau sisekoang mengandung makna yang sakral

dan harus dipatuhi.1

Sementara narasi lain menjelaskan bahwa kata Seko berasal dari nama

seorang moyang masyarakat Seko yang bernama Seko, kemudian menikah

(mappobahine) dengan seorang putri dewi air (anak ni lea, Dehata Uhai).

Perkawinan itu berlangsung di kediaman dewa air (lipu dehata). Dari perkawinan

itu, melahirkan lima anak laki-laki yakni: Yane, Honeang, Balong, Padang dan

Tappa. Kelima anak mereka masing-masing diwarikan tanah untuk dihuni,sebagai

tempat berburu dan bercocok tanam. Lalu masing-masing anak Seko mendirikan

perkampungan sesuai nama mereka. Yane mendirikan kampung Hoyane,

Honeang mendirikan kampung Pohoneang, Balong mendirikan kampung

Amballong, Padang mendirikan kampung Padang yang juga disebut Hono’, Tappa

yang tinggal di derah Kalletehong tidak dapat mendirikan perkampungan sebab ia

mandul. Informan tidak menjelaskan asal kelima istri anak Seko. Daerah yang

1 Wawancara, Tembo. (Tokoh Masyarakat), 20 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

15.00 WITA.

Page 3: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

39

dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama

moyang mereka.2

Versi yang lain menceritakan bahwa dahulu kala orang Seko dikenal

dengan dua perkampungan besar yakni kampung Pohoneang dan Hono. Leluhur

kedua kampung tersebut berasal dari keturunan tosumalu (orang yang datang

menyuri sungai) menikah dengan seorang gadis Panasuan, bagian barat Seko

Embonatana. Di Seko mereka melahirkan lima anak laki-laki lalu menyebar

menduduki daerah itu.3 Cerita lainnya menegaskan moyang masyarakat Seko

bernama Hulu Pala, menikah dengan seorang bernama Tamelai, lalu melahirkan

lima anak laki-laki: Tapadang, Tabalaong, Tahoneang dan Tayane dan masing-

masing mendirikan kampung sendiri di Seko. Anak kelima berpropesi sebagai

pottappa’ (pandai besi) tidak mendirikan kampung sendiri, keturunannya

membaur di kampung saudara-saudaranya. Masyarakat itu menggunakan bahasa

Seko sebagai bahasa sehari-hari yang tidak serumpun dengan bahasa Toraja,

Luwu, Endrekang, Bugis, Mamuju, Rampi dan Bada. Bahasa Seko mempunyai

kemiripan dengan bahasa penduduk Panasuan di lereng gunug Sandapang sebelah

barat kampung Pohoneang dan Tabulahang di daerah Mambi.4

Kedua komunitas ini merupakan penduduk asli Seko sedangkan generasi

kedua datang di Seko ialah masyarakat To Lemo dari daerah Kanandede-

Rongkong yang tidak tahan dengan kesewenang-wenangan para pemimpin

2 Wawancara, Petrus Tiranda. (Tobara Hoyane), 21 Desember 2016. Desa Hoyane,

Pukul 16.00 WITA. 3 Wawancara, Teang, (Imam Masjid), 21 April 2016. Desa Hoyane, Pukul 16.00 WITA.

4 Ngelouw, Masyarakat Seko, 3.

Page 4: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

40

masyarakatnya. Kaum Eksosdus ini disambut oleh para pemuka masyarakat Seko

di Pohoneang yang diberi pemukiman di daerah Lemo, sebelah barat dekat sungai

Uro. Kemudian mereka dikenal dengan To Lemo, dengan menggunakan bahasa

Rongkong suatu dialek bahasa Toraja.5 Unsur yang ketiga masuk di Seko ialah

masyarakat Rampi yang datang dari daerah Bada’ Sulawesi Tengah dan tinggal di

Sigkalong bagian Utara Seko Padang.

Diantara tiga komunitas itu berlangsung ikatan kekeluargaan yang baik,

harmonis dan damai didalamnya terjadi perkawinan silang sehingga interaksi itu

semakin mengeratkan hubungan sosial antara mereka. Daerah yang dihuni oleh

tiga unsur masyarakat Seko di atas dibagi menjadi tiga bagian yaitu Seko Padang

di timur, Seko Embonatan dibagian tengah dan Seko Lemo dibagian barat. Seko

adalah salah satu kecamatan di kabupaten Luwu-Utara, Provinsi Sulawesi Selatan,

Indonesia terletak ±1200–1800 M di atas permukaan laut pada segitiga perbatasan

antara Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.6

SK Bupati Luwu Utara, No. 400, tahun 2004, mengakui daerah Seko

dengan 9 wilayah adat. Wilayah itu masing-masing dipimpin oleh ketua adat: (1)

Wilayah adat Hono' dipimpin oleh Tubara’ Hono, (2) Wilayah adat Lodang,

dipimpin oleh Tubara Lodang, (3) Wilayah adat Turong dipimpin oleh Tubara’

Turong, (4) Wilayah adat Singkalong, dipimpin oleh Tokey, (5) Wilayah adat

Ambalong dipimpin oleh Tobara Embonatana, (6) Wilayah adat Hoyane

dipimpin oleh Tobara’ Hoyane, (7) Wilayah adat Pohoneang, dipimpin oleh

5 Ngelouw, Masyarakat Seko, 4.

6 Data Desa Tanama Kaleang, 20 April 2017.

Page 5: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

41

Tobara’ Pohoneang, (8) Wilayah adat Kariango dipimpin oleh Tomukaka

Kariango’ dan (9) Wilayah adat Beroppa’ dipimpin oleh Tomukaka Beroppa’.7

Berdasarkan pembagian wilayah Seko di atas yang menjadi lokus

penelitian penulis ialah Seko Embontana, terdiri dari tiga desa dan tiga wilayah

adat (katobaraang). Kata Embonatana merupakan istilah yang dipakai

menyebutkantanah yang subur dan kaya sumber daya alam. Hal ini diketahui

melalui ungkapan sayair lere’: Litak ada’ makasana tonaesongi tobara lae i

Embonatana. Lino’ sanganakta, litak makaleng-laeng. Untaian syair lere’ ini

mengungkapkan kejayaan masyarakat katobaraang Embonatana yang hidup di

atas tanah subur, bersahabat dan kaya sumberdaya alamnya.8

Seko Embonatana berada di dataran tinggi pegunungan “Tokalekaju”

diapit oleh pegunungan Quarles dan Verbeek. Tepatnya di aliran sungai Uro dan

Betue, bagian tengah huruf “K” jantung Sulawesi. Jarak dari ibu kota kabupaten

Luwu-Utara, Masamba 120-150 KM yang ditempuh dengan jalur transportasi

udara dengan menggunakan pesawat perintis, jalur darat menggunakan ojek yang

menghabiskan waktu 2-3 hari. Jalur darat dilalui ojek masih berupa jalan tanah

yang memiliki banyak rintangan seperti lebar jalan yang sempit, dan kondisi tanah

basah dan berlumpur sehingga menyebabkan ongkos transportasi ojek mahal.

Secara geopolitik Seko Embonatana terbagi menjadi tiga pemerintahan

Desa yakni Desa Embontana, Tanamakaleang dan Hoyane. Dengan luas wilayah

7 Arsip SK. Bupati Luwu Utara H. M. Luthfi A. Mutty 2004.

8 Wawancara, Tembo. (Tokoh Masyarakat), 20 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

15.00 WITA.

Page 6: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

42

703.63 hektar dan jumlah penduduk 4600 jiwa.9 Secara umum masyarakat Seko

Embonatana 96 % bekerja sebagai petani, 4% Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Dengan tingkat pendidikan rata-rata 85% lulus SD-SMP sedangkan yang lulus

SMA-S1 mencapai 15%.10

Wilayah adat ini dikenal sebagai daerah yang kaya

akan sumber daya alam baik hasil hutan, mineral, ternak dan hasil-hasil pertanian

dan perkebunan lainnya yang menunjang ekonomi masyarakat setempat.

3.2. Sistem Kepercayaan Orang Seko Embonatana

Dahulu kala pra-agama Kristen dan Islam, kepercayaan masyarakat Seko

Embonatana dilekatkan pada ajaran Aluk Pa’ Ada’ yang akrab dikenal dengan

Aluk Todolu atau Aluk Mapporondo’. Dalam kepercayaan itu masyarakat Seko

meyakini Tuhan sang pencipta (Dehata i’ Tangana Langi’), mempersonifikasi diri

menjadi dewa air (Dehata Uhai’), yang dipuja dengan setia melalui perilaku dan

ritus-ritus sakral. Orang Seko percaya sikap keagamaan merupakan tujuan hidup

mencapai kekekalan di alam baka (katuhoang unda ara upuna) bersama dengan

Dehata Langi’ dan leluhur mereka yang telah dahulu kesana membali’ dehata.

Penghayatan terhadap yang ilahi mewajibkan Orang Seko untuk taat dan setia

menjalankan segala ritual demi keseimbangan kosmos dan menjaga stabilitas

kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan sebagaimana yang terkandung dalam

ajaran Aluk dan Pemali.

Ketaatan pada ajaran Aluk dan Pemali menunjukkan sikap religius

masyarakat Seko Embonatana, yang bukan hanya pengabdian kepada Dehata i

9 Wawancara, Esra Nome. (Kepala Desa Hoyane),14 April 2017. Desa Hoyane, Pukul

09.00 WITA. 10

Wawancara melalui via telepon, Topel Pomandia. (Kepala Desa Tanamakaleang), 19

Agustus 2017. Palopo, Pukul 18.00 WITA.

Page 7: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

43

Tangana langi (Tuhan Yang Maha Esa), melainkan juga percaya kepada suatu

panteon yang terdiri dari banyak roh-roh (dehata-dehata), seperti roh leluhur yang

beringkarnasi (melondo’) menjadi binatang dan bersemayam di tempat-tempat

tertentu, juga terdapat banyak sekali ilah diantaranya dehata ikatehu yang biasa

disebut dehata i karu kayya ( ilah yang bersemayam di pohon), dehata i potali

(ilah yang bersemayam di gunung tertinggi di Seko Embonatana), dehata i

makaruppanna (ilah di bebatuan) dan sebagainya.11

Bagi orang Seko, yang ilahi menyatu dengan alam sehingga segala bentuk

gejala alam tidak pernah dilepaskan dari kendali Dehata. Berbagai peristiwa-

peristiwa alami seperti banjir, kekeringan, disambar petir, dijatuhi pohon,

dimangsa binatang buas, gagal panen, sakit penyakit, dan kematian atau apapun

yang menimpa kehidupan manusia mengungkapkan kekuatan-kekuatan ilahi adi-

manusia. Sikap religius dan penghayatan ketuhanan masyarakat Seko Embonatana

yang demikian menciptakan keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam

semestaan mengandung nilai yang sakral, dan harus dipelihara, dijaga dan

dihargai (nisipa’) lewat tindakan yang baik dan benar, melalui ritual dan sesaji

persembahan mengungkapkan kesetiaan.

3.3. Stratifikasi Masyarakat Seko

Orang Seko Embonatana tradisional tidak mengenal sitem kerajaan

melainkan kehidupan dalam satu konsep pemerintahan demokrasi terpimpin di

berbagai wilayah katobaraang. Secara umum kehidupan orang Seko dikenal tiga

11

Wawancara, Cornelius Paonganan, (Mantan Tobara Hoyane), 23 Desember 2016.

Pukul 16.00 WITA.

Page 8: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

44

kedudukan besar yakni kaum bangsawan (Tobara’), Masyarakat (Tau Umbara’)

dan budak (Kunang).12

Tobara’ merupakan kelas bangsawan yang dipilih dan diangkat oleh orang

banyak menjadi seorang pemimpin dengan kriteria Bijaksana (manarang), Berani

(harani), Baik (kinaba) dan kaya (suki). Pada zaman dahulu kala sebelum tahun

1945 Tobara’ adalah jabatan pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin

keagamaan (To Modehata) dikalangan orang Seko. Tobara’ didampingi oleh

seorang penasehat yang bijaksana yang dikenal dengan gelar Possakiih. Di bawah

Possakiih terdapat jabatan Panglima Perang (Pongkalu’), Pemimpin dibidang

Peternakan (Pongarong), Pemimpin di bidang Pertanian (Porrapi), Pemimpin di

bidang Pembangunan (Pombala) dan Seorang Pandai Besi (Pottapah).13

Tau

Umbara’ adalah sekelompok masyarakat yang terdiri dari anggota masyarakat

biasa yang setia dan mematuhi kepemimpinan Tobara’ sedangkan kunang adalah

sejumlah budak yang dibeli dengan kerbau dari daerah sekitar dan budak yang

ditaklukkan dalam peperangan (to nirappah).14

3.4. Sendi-sendi Kebudayaan Seko Embonatana

Sebagai suatu suku bangsa di Sulawesi orang Seko memiliki kebudayaan

tersendiri dan unik. Dalam kebudayaan yang kompleks itu masyarakat Seko

melaksanakannya sesuai dengan situasi religius yang dihayati masyarakat

setempat dalam hubungannya dengan kehidupan manusia (tolino), binatang (olo-

12

Ngelouw, Masyarakat Seko, 213. 13

Wawancara, Usman Sispair. (Masyarakat), 18 Desember 2016. Kota Palopo, Pukul 16.

00 WITA. 14

Wawancara, Teang, (Imam Masjid), 21 April 2017. Desa Hoyane, Pukul 16.00 WITA.

Page 9: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

45

olo’) dan tumbuhan (lamungang). Setiap ritual kebudayaan yang dilaksanakan

oleh orang Seko Embonatana selalu ditandai dengan lere’. Lere’ merupakan syair

sakral dinyanyikan sekelompok orang dewasa dengan irama yang beragam sesuai

situasi yang dihadapi. Syair lere dinyanyikan dengan dikomando oleh seorang

pemimpin syair (pollere) dengan maksud mengucapsyukur, bermohon, pesta

budaya, pembukaan lahan baru, dan menunjukkan legitimasi jabatan dan

kekuasan yang dihayati sebagai sakral, mengandung pemujaan kepada Tuhan

penguasa semestaan (Dehata). Setiap syair lere’ memiliki makna yang berbeda-

beda berdasarkan konteks ritual yang dilakukan.15

Dahulu kala setiap ritual yang dilakukan di Seko didasarkan pada tingkat

dan urutannya tetapi urutan ritual tersebut secara pasti tidak dapat lagi diketahui,

sejak orang Seko memeluk agama Kristen dan Islam yang melarang praktek ritual

itu sebab dianggap kafir (kapere’).16

Adapun bentuk kebudayaan dan ritual di

Seko Embonatana sebagaimana yang penulis dapatkan di lapangan dapat

dibedakan dengan kategori besar sebagai berikut:

3.4.1. Ma’ Patokkoh Tobara’

Ma’Patokoh Tobara’ adalah ritual peneguhan pemimpin yang

dilaksanakan oleh seorang penasehat pemimpin (possakiih) kepada calon Tobara’

(pemimpin masyarakat) dengan menyiram air yang disucikan dalam periam yang

di campur dengan berbagai macam tumbuhan sakral diantaranya tabang dan

15

Wawancara, Cornelius Paonganan, (Mantan Tobara Hoyane), 23 Desember 2016.

Pukul 16.00 WITA. 16

Wawancara, Tembo. (Tokoh Masyarakat), 20 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

15.00 WITA.

Page 10: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

46

petappe’. Dalam ritual itu seorang Tobara’ (pemimpin yang diteguhkan)

menyediakan makanan dengan memotong sejumlah kerbau untuk menjamu

seluruh masyarakat yang hadir menyaksikan upacara itu.17

Peneguhan seorang Tobara’ dapat dilakukan apabila masyarakat

setempat memberikan pengakuan bahwa seorang calon Tobara tersebut sudah

layak dilaksanakan. Syarat untuk mendapatkan jabatan sebagai seorang Tobara’

di Seko ialah berani menanggung setiap resiko (harani), bijaksana (manarang),

berjiwa luhur (kenaba’) dan memiliki harta benda (suki atau pahela’).18

Jika calon Tobara’ sudah memiliki empat kriteria di atas selanjutnya

dilakukan pembuktian kualiatasnya melaui kegiatan mappeandei’. Mappeandei’

adalah proses pengujian kualitas kepemimpinan seorang Tobara’ yang

dibuktikan oleh alam dan disaksiakan manusia. Pembukitian kualiats itu dilihat

dari angka kematian manusia dan hewan, kesuburan tanaman serta hasil

pertanian. Ketika seorang calon Tobara’ berhasil melewati masa mappeandei’

dengan memperoleh bukti dan pengakuan masyarakat (tauummbara’) dan

pengamatan beberapa ahli di bidang pertanian dan peternakan (porrappi dan

pongarong) maka seorang calon Tobara’ ditegukan (nipatokkoh), pada saat yang

sama diadakan aktivitas lere’. Sebaliknya dalam fase itu seorang calon Tobara’

yang gagal memberikan bukti kelayakannya maka dinyatakan batal diteguhkan,

17

Wawancara, Yohanis Andekan. (Pensiunan PNS), 2 Januari 2017. Tana Toraja, Pukul

10.00 WITA. 18

Wawancara, Fajar Padalingan. (Masyarakat), 28 Desember 2016. Desa Tanamakaleang,

Pukul 16.00 WITA.

Page 11: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

47

selanjutnya dicari penggantinya.19

Kepemimpinan Tobara' yang dimaksudkan di

atas telah mengalami perubahan dan pergeseran makna, waktu, peralihan fungsi

kepemimpinan tradisional menjadi pemerintahan distrik dan desa yang

seluruhnya mengeserkan nilai yang dijunjung tinggi masyarakat setempat dalam

jabataan katobaraang dalam kehidupan masyarakat Seko Embonatana yang

semuanya disesuaikan dengan peraturan dan kebijakan pemerintah.

3.4.2. Meleppo’

Meleppo’ merupakan aktivitas kebudayaan dalam rangka pembangunan

rumah tempat tinggal. Dalam kegiatan ini diadakan ritual menarik kayu dari

hutan dan menarik batu sungai (moriu hatang ya hatu) yang dilakukan secara

gotong royong. Batang kayu yang ditarik dari hutan dengan ukuran besar (garis

tengah 2 cm), dijadikan tiang dan pondasi rumah, sedangkan batu besar kira-kira

sebesar kerbau jantan yang ditarik dari sungai, dijadikan sebagai dasar pondasi.

Dalam kegiatan moriu hatang dan hatu dipimpin oleh seorang mandor yang

mengomando masyarakat dengan hitungan oso’ (sebagai tanda tarikkan pertama)

dan hiuoso’ (tanda tarikan kedua). Sementara lere terus dinyanyikan sebagai

tanda ucapan syukur atas alam yang menyedikan segala fasilitas yang

dibutuhkan. Kegiatan ini dilakukan dengan pemotongan kerbau dan babi untuk

menjamu masyarakat yang bergabung dalam kegiatan itu.20

19

Wawancara, Yunus Pangnga’. (Kaur Pembangunan), 27 Desember 2016. Desa Hoyane,

Pukul 18.00 WITA. 20

Wawancara, Paulus Ulu’. (Masyarakat), 19 April 2015. Desa Hoyane, Pukul 16.00

WITA.

Page 12: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

48

Sebelum ritual ini dilaksanakan seorang tukang yang ahli memilih jenis

kayu untuk bangunan rumah (pombala) menyapa kayu itu dalam bahasa lere,

kemudian secara berbalasan sekelompok masyarakat menyanyikan lere sebagai

berikut: Pombala: Kayu aka teeh lea, lea kayyu aka teeh? (ini kayu apa dan

milik siapa kawan). Sekelompok Masyarakat: Kayunna lea Pombala ’ (ini

adalah kayu milik tukang di hutan ini). Hal tersebut sengaja diungkapkan supaya

roh kayu tersebut tidak murka atas manusia. Selanjutnya dilakukan kegiatan

bersama menarik kayu tersebut, ketika kayu itu berada di tempat jurang yang

terjal dan membahaya kanorang yang melukan kegiatan itu, maka kayu sebagai

yang hidup. Menurut informan bahwa dalam kegiatan itu belum pernah ada

masyarakat Seko yang dicelakai kayu atau batu yang ditarik dalam kegiatan

pembangunan rumah sebab mereka mampu menjiwai kayu itu. Sapaan terhadap

kayu atau batu itu dilakukan dengan menyanyikan lere berikut; kayu aka telea?

mambekkongnga solana. (Ini kayu apa ini kawan? Kenapa dia hendak menjepit

sesamanya).21

3.4.3. Mettaung

Mettaung artinya mengelola bumi, ritual ini dilakukan pada saat

masyarakat memasuki masa pengelolaan tanah pertanian. Dahulu kala masyarakat

Seko belum akrab dengan bertani di sawah. Jadi masyarakat bercocok tanam

dengan membuka ladang perkebunan dan menanam padi, jagung dan sayur-

sayuran. Sebelum masyarakat mengerjakan lahan baru pemimpin pertanian dan

21

Wawancara, Tembo. (Tokoh Masyarakat), 20 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

15.00 WITA.

Page 13: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

49

peternakan (pongarong dan porrapi’) pergi mensurvei lahan yang direncanakan

untuk ladang baru. Lalu porrapi’ mengambil tanah dan menyanyikan lere’

sebagai berikut:

Metemmi to lea Pongarong, Pongarong lea e polio, polio lea e

merayo. Lalu Pongarong menjawabnya, Leba’ io lea e Porrappi’,

Porrapi lea e barumbong. (Begitulah adanya kawan, tanah ini akan

penuh biji-bijian padi dan jagung. Lalu Pongarong menjawahnya,

Ia betul kawan, tanah ini juga akan penuh sayur-sayuran yang

tumbuh).22

Setelah itu masyarakat berbondong-bondong membuka ladang sesuai batas

kemampuannya mengolah ladang perkebunan. Pada hari pertama sebelum bekerja

masing-masing anggota keluarga membawa ayam jantan dan memotongnya di

dalam ladang yang di kerjakan. Mereka mengucapkan doa berkat untuk tanah itu

(modehata) kemudian mereka bekerja sambi menyayikan Hokke. Hokke adalah

syair lagu yang berisikan doa kepada Dehata (Tuhan pemilik alam) adapun syair

hokke’ yang dinyanyikan masyarakat dalam membuka lahan baru di ladang ialah

sebagai berikut:

Hokke lea, polio le a polio 116. 465

Polio le a merayo 4656. 465

Parayo le a barumbong 4656.565

Pengertian syair hokke’ di atas ialah, hokke (harapan yang dinyatakan

dalam bentuk lagu), lea (bermakna sapaan kedekatan yang mengacu pada

persaudaraan dan persahabatan), polio (bermakna tanaman padi-padian), porayo

22

Wawancara, Tembo. (Tokoh Masyarakat), 20 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul 15.00

WITA.

Page 14: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

50

(bermakna tumbuhan jagung), merayo (berarti sayur-mayur).23

Selanjutnya

sesudah mengerjakan ladang itu (tumete’), masyarakat secara serempak membakar

kayu dan rerumputan (mosohe/morappung), lalu menanam sayur-sayuran

(mallamung isuang) padi dan jagung (mattuda’). Setelah tanaman tumbuh

dipelihara dengan baik mereka membersikan ladang secara rutin. Waktunya padi

itu menguning maka masyarakat menyanyikan syair lere di ladang mereka

masing-masing. Lere tersebut dinyanyikan terus menerus hingga waktu menuai

padi. Pada waktu panen padi (morako) masing-masing keluarga memilih seorang

anggota keluarganya menjadi pemimpin ritual panen itu, lalu mereka menjuluki

porrotang. Seorang yang dipilih sebagai porrotang adalah anggota keluarga yang

dianggap memiliki hari beruntung ditahun itu dengan harapan padi yang dituai

mencapai hasil yang melimpah. Porrotang wajib mengikuti seluruh aturan tabu

selama masa panen.24

Setelah panen selesai maka diadakanlah ritual mappeandei, suatu kegiatan

syukuran hasil pertanian sekaligus menikmati hasilnya di tahun itu dengan

memotong kerbau dalam jumlah yang disepakati menurut hasil panen. Dalam

upacara ini diadakan berbagai macam tarian masyarakat yang mengekspresikan

sukacita dan kebahagiaan.

3.4.4. Mabuea’ dan Morrondo’

Mabua’ merupakan aktivitas kebudayaan masyarakat Seko Padang dan

Seko Embonatana yang dilaksanakan dalam suatu pesta untuk menguatkan daya

23

Marsunyi Bangai, dalam Zakaria J. Ngelow, Masyarakat Seko, 240. 24

Wawancara, Teang, (Imam Masjid), 21 April 2017. Desa Hoyane, Pukul 16.00 WITA.

Page 15: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

51

hidup manusia, kerbau dan padi. Dalam pesta rakyat itu diadakan seni marronno

atau menatto bagian tertentu tubuh seorang yang bersedia, kegiatan mabue

bercikal bakal dari dunai roh. Pada zaman dahulu kala sebuah keluarga di

daerah Wono, Seko Padang mempunyai seorang anak laki-laki yang hidupnya

dimanjakan dengan tidak memberikan pekerjaan dalam bentuk apapun

kepadanya, lalu datanglah seorang roh di dalam sungai dan berkata kepada orang

tuanya: Jangan kau sayangi anakmu dengan cara seperti itu. Karena itulah harus

ada suatu pesta, lalu roh itu membawa anak itu ke dalam air alam roh, kemudian

menikahkandengan seorang anaknya. Dua tahun tinggal dengan roh itu dimana

melihat kegiatan mabuea’ dan mempelajari kebiasaan itu. Setelah itu ia pulang

bersama istrinya ke Hono dan mempraktekkan kegiatan bua’ yang ia lihat dalam

alam roh.25

Kegiatan ini dilakukan apabila beberapa kali terjadi kegagalan panen,

kematian ternak dan manusia yang terkena penyakit atau kematian maka

diputuskan untuk melakukan bua’. Pada waktu ladang dan sawah akan ditanami

maka orang berjanji kepada roh-roh (dehata) bahwa jika panen mereka berhasil

mereka akan melakukan upacara bua’. Kegiatan bua’ berkaitan erat dengan

pengorbanan tandasang (manusia belian) dari negeri jauh yang ditukar dengan

kerbau. Dalam upacara upacara itu, masyarakat dijamu dengan makanan dari

kerbau yang dipotong, tandasang (budak belian) pun diberi makan dengan

disuap sebab ia tidak bisa melayani dirinya karena kedua tangannya diikat.

25

Ngelouw, Masyarakat Seko, 220.

Page 16: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

52

Setelah makan orang menggiring tandasang keluar dan membenturkan

kepalanya pada balok pembuatan (fuya) di kolong rumah Tobara’ (kaum

bangsawan). Lalu orang lain membawanya ke kolong rumahnya masing-masing

dan membenturkan kepalanya pada lesung padinya sementara itu orang

memasukan makanan ke mulutnya. Sesudah dianiaya, akhirnya tandasang

dibawa kembali kerumah Tobara’. Di sini ditempatkan di atas serambi duduk

dipuncak tangga, semua orang berdiri di bawah dengan memegang sebatang

kayu.

Kemudian Tobara’ berkata kepada tandasang itu: Jangan menganggap saya

salah karena saya membunuh orang. Saya juga manusia seperti engkau, tetapi

saya telah membelimu dengan kerbau. Lalu ia menarik kaki tandasang itu

kebawah lalu orang-orang memukulinya hingga mati. Setelah itu mayatnya

dibaringkan di depan rumah Tobara’ dan para wanita beramai-ramai

memukulinya.

Lalu pongkalu memenggal kepalanya dan tubuhnya dikuburkan di sebelah

barat rumah Tobara’ dengan kaki di atas. Kepalanya di masak sampai licin supaya

bagian-bagian yang lembek terpisah sehingga mudah dikerutkan. Setelah itu orang

menggantungkan kepalanya pada tiang tengah (petuho’) rumah Tobara’ bersama

dengan tanduk kerbau yang dikorbankan. Setelah Pongkalu memanjat kesebelah

atas tanduk kerbau kemudian mempersembahkan sesaji nasi, hati kerbau dan

Page 17: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

53

sebutir telur kepada Dehata kemudian orang membongkar meja

persembahan(paruang).26

Setelah usainya pesta mabuea’ maka diadakan marronno’ (tato) kepada

haliang (para gadis anak Tobara’ yang berperan menyambut dan menjamu

tandasang sementara itu orang lain memiliki kesempatan untuk ditato’ baik laki-

laki maupun perempuan. Kegiatan menatto dilakukan oleh seniman yang di sebut

porrondo dengan syarat aturan tabu yang berlaku atas dirinya dan bagi orang yang

di tattonya selama kurun waktu tertentu. Sebelum dilakukan acara marrondo,

terlebih dahulu diadakan ritual pemotongan kerbau dan mempersembahakan sesaji

kepada Dehata. Lalu dilaksanakan kegiatan merajah pada beberapa bagaian

tertentu tubuh manusia.

Alat yang digunakan untuk menato (marrondo’) ialah besi kecil berbentuk

jarum (osu), jelaga damar, empedu ular sawa dan sedikit air. Adapun gambar yang

dilukis dibagian tubuh manusia yakni wajah (sila-sila), kantong siri (seriria

sipu’), kapas (kapa-kapa), telur (lisa), jenis pakis yang tidak dimakan (papu-

papu), jenis tanaman paku-pakuan (tanusu), gagang parang yang diikat dengan

rotan (salungang), sebuah tanaman yang dianggap sakral (tabang),pengukur

panjang dari siku ke ujung jari (suka), hiasan (obe), batang pisang yang biasa

dimasak sayur (tita), tempat menggantung sesuatu (saikkang), sebuah kancing (tu’

u-tu’tu’),gambar antara (ala’na) dan gambar perhiasan lainnya.27

Makna yang

26

J. Kruyt, Het ma’ boea en de tatouage in Seko, (Miden-Celebes). Bijdra tot de teaal, lond-

en Volkenkunde Van Nederlandsch-Indies 76, 1920, blz 235-257. Mabuea di Pohoneang Seko

bagian Tengah dalam Ngelouw,Masyarakat Seko,112-217. 27

Ngelouw, Masyarakat Seko, 223-224.

Page 18: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

54

terkandung disetiap lukisan tatto di atas menggambarkan kejayaan, kekayaan,

peran dan fungsi serta dengan strata sosial dalam masyarakat.

3.5.Sallombengang

Sebagaimana yang menjadi pengetahuan bersama bahwa Sallombengang

merupakan ritual yang dilakukan masyarakat Seko Embonatana apabila semua

bentuk ritual sudah dilaksanakan, akan tetapi kegagalan dan kemalangan terus

menerus melanda manusia, tanaman dan hewan. Maka diadakanlah siaya

(pengakuan para petuah kampung), selanjutnya diadakan ritual Sallombengang

dalam rangka menjaga kestabilan sosial yang terekat, utuh dan bersatu.

Informan menjelaskan bahwa cerita yang diwariskan oleh orangtua kepada

kami, bahwa Sallombengang merupakan ritual yang dilaksanakan dengan

memotong kerbau sebagai simbol perdamaian yang dipegang teguh oleh seluruh

masyarakat setempat. Alasan memotong kerbau dalam ritual Sallombengang

kareana kerbau tergolong binatang yang memiliki nilai yang paling tinggi dalam

masyarakat (matodo’ hulunna). Menurut narasi rakyat bahwa kerbau merupakan

hewan peliharaan Dehata Uhai (Dewa Air). Dahulu kala di sungai Betue tempat

mengadakan ritual dan kultus kepada Dehata Uhai, seekor kerbau jantan muncul

dari dalam air ke darat lalu di susul kerbau betina dan manusia menangkapnya.

Sebab itu kerbau diyakini sebagai binatang yang bernilai suci. Dengan pemaknaan

yang demikian kerbau digunakan dalam berbagai macam ritual masyarakat, salah

satunya adalah Sallombengang. Dalam Ritual Sallombengang dilakukan ketika

terjadi perseteruan, konflik dan benturan antara masyarakat Seko sendiri maupun

Page 19: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

55

masyarakat luar. Jika tidak dilakukan ritual ini maka akan terjadi malapetaka yang

menimpa masyarakat dalam bentuk penyakit, kematian, gagal panen dan

sebagainya.28

3.5.1. Pengertian Sallombengang

Berdasarkan tuturan lisan Sallombengang berasal dari kata lombeng yaitu

tempat menyimpan, memasukkan, mengumpulkan, menimbang dan menyatukan

biji-biji emas kecil untuk ditimbang. Dari kata inilah muncul istilah

Sallombengang yang diartikan sebagai wadah menyimpan kebenaran,

menghimpun kebaikan, menimbang keadilan dan menyatukan seluruh masyarakat

dalam satu ruang yang kuat tempat menyatukan biji emas yang memiliki

keragaman bentuk. Dengang menjunjung tinggi nilai kemanusian, keadilan,

kejujuran, kesetiaan dan kesetaraan hidup dalam ikatan yang kuat (tuh’

sakkapu’).29

Orang Seko meyakini bahwa Sallombengang merupakan ajaran dari Tuhan

(kareba’ nipasaki’ nei Dehata) melalui sabda yang disampaikan oleh Passupu

(perantara Tuhan dan manusia) yang bernama Roka. Waktu itu di kampung

Amballong Seko Embonatana, Passupu mengundang seluruh Tobara dan tetua

kampung, lalu ia naik ke atas pohon beringin (katehu/harana’) yang rimbun dan

besar, dengan memegang biji manik-manik (saruhane) menyerupai kalung dengan

28

Wawancara, Laso’. (Masyarakat) 23 April 2017. Desa Embonatana, Pukul 15.00 WITA. 29

Wawancara, Usman Sispair. (Masyarakat), 18 Desember 2016. Kota Palopo, Pukul 16. 00

WITA.

Page 20: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

56

ukuran kecil, sedang dan besar dan memegang buah aren (kotta) yang berbeda

warnahnya lalu ia berkata dalam bahasa Seko Embonatana tradisional:

E to Seko. Anna u issang ti masallombengang, uiataah ti halusuna

lino. Sakko anna idauissangngi ti masallombengang ya umetenga

re saruhane ung sisarak-sarak, ya unapapelahakka raa’. Sakko

anna uisang hoda ti masallombengang ya umutenga ree kotta ree

eh, namoi andanamasandia sakko mamesa’ marasang nei

kanaung sakko tuho sule.30

Artinya: Wahai orang Seko jika kalian mengetahui hidup

masallombengang yang bersatu, rukun, mengasihi, jujur maka kalaian akan

merasakan kedamaian dan menikmatikesejahtraan hidup di dunia tetapi jika kalian

tidak menghidupi Sallombengang maka kalian akan terporak-porandakan sama

seperti manik ini jika tali pengikatnya dilepaskan tetapi jika kalian tetep

mengetahui dan menghidupi Sallombengang, maka kalian akan seperti buah aren

ini sekalipun berbeda, ukuran, bentuk, dan warnanya akan tetap utuh. Bahkan jika

ada yang jatuh ketanah pasti akan tumbuh, berbuah dan berfungsi seperti pohon

aren ini segala unsurnya memiliki manfaat untuk kehidupan. Karena itu

Sallombengang wajib dilakukan dalam kehidupan sehari-hari kapan dan di

manapun kita berada.31

Perspektif lain memaknai Sallombengang dari kata lombeng itu sebagai

tali pengikat tuyu. Tutu’ adalah jenis tanaman yang dianyam menjadi tikar,

banyaknya kira-kira satu genggaman orang dewasa. Pengikat tuyu itulah yang

disebut satu lombeng atau sallombengang. Jadi Sallombengang dalam versi ini

30

Wawancara, Narto Lome. (Pendeta), 20 Desember 2016. Tana Toraja, Pukul 13.00

WITA. 31

Wawancara, Cornelius Paonganan, (Mantan Tobara Hoyane), 23 Desember 2016. Pukul

16.00 WITA.

Page 21: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

57

diartikan sebagai tali perekat yang mempersatukan kepelbagian dalam masyarakat

baik kelas sosial, jabatan, pekerjaan, pendidikan dan gender.32

3.5.2. Sejarah Sallombengang dan Roka

Berdasarkan cerita yang hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya,

melalui cerita baik di rumah maupun tempat bertani, saatduduk bersama pada

waktu makan dan minum kopi (jam 4 sore) seperti biasanya orangtua

menceritakan Sallombengang sebagai sejarah penting bagi kehidupan masyarakat

Seko Embonatana, sebab melaluinya kita bisa hidup bersatu, berdamai dan

melakukan segala hal yang baik. Menurut tuturan lisan itu kami mendengar bahwa

amanah, Sallombengang diperkirakan muncul pada abad ke-XVIII sekitar tahun

1820-an. Dalam konteks itu masyarakat Seko berada dalam situasi yang kacau

balau akibat perang saudara antara wilayah katobaraang (wilayah adat) hampir

seluruh wilayah Seko. Kehidupan yang tidak bersatu membuka peluang bagi dua

kerajaan besar yakni kerajaan Luwu di timur dan kerajaan Kulawi di utara untuk

memperebutkan seluruh wilayah katobaraang di Seko. Tekanan dari dua kekuatan

besar itu menjadi ancaman bagi peradaban Seko, muncullah seorang passupu

(perantara Tuhan dan manusia) yang bernama Roka dengan membawa ajaran

Sallombengang yang menekankan persatuan dan kebersamaan hidup yang wajib

dipegang teguh oleh seluruh masyarakat Seko demi memperoleh perdamaian yang

abadi.33

32

Wawancara, Teang, (Imam Masjid), 21 April 2016. Desa Hoyane, Pukul 16.00 WITA. 33

Wawancara, Barnabas Bara’. (Tokoh Masyarakat), 26 Desember 2016. Desa Embonatana,

Pukul 16.00 WITA.

Page 22: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

58

Roka adalah seorang perempuan yang diyakini menyampaikan sabda ilahi

dari Tuhan (mappadea kareba nipasaki nei Dehata). Ia berasal dari latarbelakang

keluarga terpinggirkan, miskin dan tidak terpandang di masyarakat pada

zamannya tetapi dia diberi ilham atau karunia oleh Dehata dalam mengarjarkan

Sallombengang sebagai pandangan dan cara hidup masyarakat Seko Embonatana.

Masyarakat meyakini bahwa Roka adalah seorang yang memiliki kekuatan supra

natural yang diperoleh dari Dehata Sumarakading (Tuhan Yang Maha Kuasa),

sehingga mampu melakukan mujizat dan nubuatan yang dibuktikan kemudian

hari di Seko. Ia menggunakan bahasa sakti yang berasal dari kayangan dan sulit

dipahami makna dan tujuannya kecuali seorang yang memiliki karunia

mengartikan dan menerjemahkannya.34

Ada anggapan bahwa inti pengajaran Roka adalah“inang ba’ru” atau

dunia baru. Dunia baru yang ia maksudkan yakni dunia modern, sebagaimana

yang ia jabarkan dalam sabdanya di atas“pala’ka” (kemah tempat menyampaikan

ajaranya), dengan menggunakan bahasa Seko Embonatana tradisional. Waktu itu

beliau menubuatkan perkembangan dunia modern yang akan datang kemudian di

Seko. Adapun isi nubuatannya yakni:

Anna idauissang i ti masallombengang,auissangngi timassapang

katuhoang.Pengaraah anna buru ti tau maleholong matanna, buruah

dah ti appeku ussahu bahulaknna, usi ande-ande beteah,

unapapelahakkah ra’a. Adia hurai memammu ti upomemamnga. Anna

uissamo ti masallombengang pengaraah anna buru ti pare kotta’

34

Wawancara, R. Kondo Lada. (Tobara Embonatana), 19 Desember 2016. Desa

Embonatana, Pukul 16. 00 WITA.

Page 23: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

59

lakkang kuayang, leppo basi ummelaking. Kanak-kanak mane ni

sasaiah da tahuninna tiunnipomatuaah.35

Arti ramalan tersebut yakni; Jika kalian tidak hidup bersatu, tentu kalian

tidak akan bisa menangkal dan membentengi hidup. Satu saat nanti akan datang

sekelompok orang yang bermata biru, (yangbermata biru yang dimaksudkan oleh

Roka diperkirakan orang asing dari Eropa yang datang di Seko pada tahun 1920-

an). Akan datang sekelompok laki-laki yang berambut panjang (orang yang

berambut panjang diduga tentara DI/TII yang datang di Seko tahun 1950-an).

Kalian pasti saling memakan sama seperti ikan, yang besar memangsa yang kecil,

yang kuat membunuh yang lemah sehingga darah mengalir sampai pinggang.

Bukan lagi kehendakmu yang akan jadi tetapi jika kalian kembali hidup bersatu,

maka saatnya akan datang datang tanaman biji-bijian seperti kakao dan kopi,

kemudian disusul datangnya elang besi (pesawat) dan rumah berjalan (mobil).

Seorang pemimpin akan tampil dari anak kecil yang baru dipotong tali pusarnya.

Semua yang diramalkan atau dinubuatkan Roka, di atas terjadi dan dialami

oleh masyarakat Seko dalam rentang sejarah yang panjang yakni;

Tahun 1923 Agama Sarani (Kristen) masuk di Seko yang

diajarkan oleh Van Weerden, Weerden ini penginjil tentara

Belanda dan matanya biru,yang memaksa agamanya

dianut,kemudian agama Kristen dilanjutkan oleh tuang Pandita

Pither Sangka Palisungan orang Tator (Tana-Toraja). Tahun

1930an kalau saya tidak salah Agama Sallang (Islam) masuk di

Seko yang dibawa oleh orang Duri yang datang menjual dan beli

kopi di Seko, lalu orang Duri itu menikah dengan orang Seko, lalu

memperkenalkan agama Sallang, lalu agama Sallang datang lagi

dibawah oleh tentara gurilla yang panjang rambutnya pada tahun

1951 dan menyuruh masyarakat Seko menganut agama Sarani

35

Wawancara, R. Kondo Lada. (Tobara Embonatana), 19 Desember 2016. Desa

Embonatana, Pukul 16. 00 WITA.

Page 24: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

60

dan Sallang tahun itu. Lalu tahun 1953 tentara gurila menyuruh

semua orang Seko masuk agama Sallang dan banyak orang Seko

yang masuk agama itu lalu merea juga jadi tentara gurilla. Orang

yang menolak masuk Sallang dibunuh. Orang Seko yang tidak

mau menerima agama Sallang mengusi ke daerah Karama daerah

bagian Mamuju dan tinggal dengan masyarakat sekitar khusunya

daerah Huko, Ledo, Makki. Ada juga yang ke Toraja di daerah

Baruppu sampai ke Awan, ada juga yang pigi di Palu. Itu tahun

terjadi pengusian 1952-1956. Kemudian 1961. Masyarakat Seko

pulang ke Seko dan memulai kehidupannya yang baru karena

rumah mereka sudah dibakar gurilla, lumbung padi juga dibakar

dan hewan ternak tidak ada lagi sudah habis ditembak. Waktu

masuknya tentara gurilla banyak sekali orang Seko yang mati.

Mungkin ini yang dibilang Passupu bahwa unapapelahakkah raa,

(karena kalian tidak hidup bersatu maka darah akan mengalir

sampai dipinggang menghiasi bumi Seko). Puji Tuhan sekarang

kita sudah menikmati pare kotta (padi, jagung, coklat dan kopi

yang melimpah) dan kita sudah lihat lakkang kuayang (pesawat),

leppo basi ummelakking (mobil) yang datang di Seko saat ini.36

Berdasarkan pengalaman hidup yang dialami oleh orang Seko di atas

mestinya menjadi pembelajaran bagi generasi Seko saat ini, dalam rangka

mengatasi beragam konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat terkait persoalan

pembangunan infrastruktur PLTA Seko Power Prima yang tampaknya memupuk

konfilik yang kembali ditampilkan pada perseteruan kepentingan yang bercikal

bakal dari hal-hal sepele kemudian menggoncang masyarakat Seko yang pro dan

kontra terhadap pembangunan itu. Berbagai jalur baik hukum, pemerintah dan

gereja telah ditempuh untuk memediasi agar terjadi harmonisasi dan perdamaian

tetapi konflik sosial masih saja terjadi dan kesenjangan sosial antara masyarakat

semakin memprihatinkan.37

36

Wawancara, Suleman Sobong. (Sekertaris Desa), 27 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA. 37

Wawancara, Yunus Pangnga’. (Kaur Pembangunan), 27 Desember 2016. Desa Hoyane,

Pukul 18.00 WITA.

Page 25: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

61

Pengajaran yang lainnya Roka’, mengritik ketidakadilan yang dilakukan

oleh pemimpin masyarakat kepada rakyatnya sehingga tidak sedikit masyarakat

mengikuti ajarannya, maka terjadilah kecemburuan sosial dari salah seorang

Tobara’di Amballong. Maka Tobara’ meminta bantuan pasukan kerajaan Luwu

di bawah pimpinan Opu Daeng Makole Tarue yang bertugas di Seko dan

beberapa orang dari Beroppa Seko Lemo untuk menyerang pala’ka’ kemah

pemberitaan sabda Sallombengang. Penyerangan pertama Roka tidak

terkalahkan oleh sejumlah orang yang menyerangnya tetapi penyerangan kedua

berlangsung Roka mengundurkan diri bersama pengikutnya karena kuatir

peperangan itu akan banyak menelan korban jiwa.

Kemudian ia mengungsi ke seberang sungai Betue tepatnya di Tarette

wilayah yang terjal sehingga orang sulit menjangkaunya. Setelah tinggal di

Tarette selama tiga tahun, lalu pindah ke Tadepong dan ke Kapiri, terakhir pindah

ke Usaho sebuah wilayah di Seko Embonatana, disitu ia membangun pala’ka dan

mengajarkan Sallombengang selama tiga tahun.Tahun 1872 Roka jatuh sakit dan

kehilangan kekuatannya hingga ia meninggal tahun 1891. Jenasanya dibawah ke

tempat pertama menerima ilham dari Dehata Sumarakading (Tuhan Yang Maha

Kuasa) dan di kuburkan dalam goa, tiga kilo meter dari kampung Amballong

Seko Embonatana, sampai sekarang peti dan kerangka jenasanya masih utuh.38

3.5.3. Ritual Sallombengang

38

Wawancara, Suleman Sobong. (Sekertaris Desa), 27 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA.

Page 26: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

62

Sallombengang adalah salah satu bentuk ritual kebudayaan dari beragam

upacara yang dipraktikkan oleh masyarakat Seko dalam setiap tahunnya.

Sallombengang merupakan ritual yang dilaksanakan untuk merekatkan ikatan

persatuan dan persaudaraan antara wilayah adat (katobaraang) di Seko

Embonatana. Sebelum dilaksanakan ritual Sallombengang para tetua kampung

(Tobara dan Amanna Lipu) terlebih dahulu mengadakan musyawarah untuk

menentukan tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan. Setelah sepakat, tetua

kampung membagi pekerjaan dan menyuruh beberapa anggota masyarakatnya

menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kegiatan itu.39

Satu hari sebelum dilakukannya ritual itu, semua perempuan datang

membawa beras untuk komsumsi hari esok. Sedangkan laki-laki menyiapkan kayu

bakar dan bahan lainnya yang dibutuhkan. Keseokan harinya diadakanlah ritual

Sallombengang dalam acara itu seluruh masyarakat di masing-masing wilayah

adat (katobaraang) terlibat mengikuti ritual, dengan nyanyian (hatta) sebagai

ungkapan syukur atas kebersamaan yang terjalin. Selanjutnya diadakan pentas

seni budaya dan pemotongan kerbau dalam jumlah yang disepakati oleh tetua

kampung. Hati kerbau yang dipotong sedikit dipersembahkan kepada Tuhan

(Dehata), dengan cara menancapkannya dalam sebuah lingkaran sambil

mengucapkan doa (massodang).40

Lalu Tobara berdiri di depan orang banyak, kemudian menjelaskan arti

dan makna Sallombengang dengan memegang manik-manik (saruhane’), buah

39

Wawancara, Teang, (Imam Masjid), 21 April 2017. Desa Hoyane, Pukul 16.00 WITA. 40

Wawancara, Narto Lome. (Pendeta), 20 Desember 2016. Tana Toraja, Pukul 13.00 WITA.

Page 27: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

63

aren (hoana kotta), buah pinang (hoana buaa’), pengikat tuyu’ (pekapu tuyu’)

seperti yang diajarkanRoka. Selanjutnya tetua dari dikampung tetangga bergantian

menyampaikan wejangan hikmat dan perdamaian. Kemudian diadakan makan

bersama di rumah Tobara’, lalu masyarakat yang datang dalam ritual itu boleh

pulang ke kampung mereka masing-masing.41

Sekalipun sudah dilaksanakan ritual Sallombengang antara wilayah adat

(kotobaraang) tetapi masyarakat di kampung tertentu mengalami sakit-penyakit,

kematian, kegagalan panen, dan ternak tidak berkembang biak dengan baik maka

dilakukanlah ritual Sallombengang yang kedua kalinya. Proses pelaksanaan

upacara itu diawali dengan musyawarah (mokobo’) oleh para tetua kampung

(amanna lipu’) yang dipimpin oleh seorang Tobara’. Inti musyawarah tersebut

ialah mencari segala penyebab terjadinya kemalangan yang mereka alami

(massalu tuho). Ketika mereka menemukan penyebab kemalangan maka diadakan

pengakuan kesalahan kepada Tuhan (Dehata) atas pelanggaran yang mereka

lakukan. Lalu beberapa waktu kemudian dilaksanakanlah ritual Sallombengang.42

Selang waktu 2 hari sebelum kegiatan ritual Salombengang dilakukan,

seperti biasanya tetua kampung membagi pekerjaan bagi masing-masing anggota

masyarakatnya untuk mempersiapkan ritual. Usainya persiapan dilakukan, maka

dimulailah ritual di kediaman Tobara. Kemudian masyarakat berdiri melingkar di

bawah kolong rumah Tobara’ sambil menombak kerbau yang disediakan untuk

41

Lihat arti kata lombeng, saruhane, kotta’, bua’pekapu tuyu’ pada pengertian dan makna

Sallombengang di atas. 42

Tetua Kampung yang dimaksudkan ialah Tobara’ Possakiih, Pongarong, Porrappi,

Pokkalu’, Pottappah dan Pombala.

Page 28: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

64

ritual itu. Lalu pokkalu (bidang peternakan), turun dari rumah Tobara’ dengan

memegang bambu bulat yang ukurannya kira-kira 2 meter panjangnya, lalu

memukul tiang rumah sambil berkata: Sai to’ massaku balulangku? (siapakah

yang menombak kerbauku?) Maksud ungkapan ini untuk massondo’ (menjiwai)

roh kerbau itu supaya tidak merasa kecil hati kerena ditombak oleh manusia.

Dengan terbunuhnya kerbau itu diharapkan membawa segala tindakan buruk ke

alam kematian. Kemudian kepala kerbau disucikan oleh seorang pemimpin ritual

(Ponodehata), lalu Pongkalu memberikan wejangan persatuan.43

Beberapa laki-laki yang sudah ditentukan pergi memasak daging kerbau

yang ditombak itu, sedangkan perempuan mempersiapkan nasi untuk makan

siang. Sesudah persiapan, semua masyarakat naik kerumah Tobara’ dan duduk

membentuk lingkaran luas di bagian tengah rumah itu (kalena’ lleppo’). Tobara’

berdiri di tengah-tengah orang banyak itu lalu menyampaikan pengakuan massal

atas segala bentuk pelanggaran yang disengaja maupun yang tidak disengaja

dengan harapan mereka luput dari murka Dehata sehingga kemalangan tidak

menimpa mereka.44

43

Wawancara, Paulus Ulu’. (Masyarakat), 19 April 2015. Desa Hoyane, Pukul 16.00 WITA.

44

Menurut tuturan lisan dahulu kala Tobara’ di Seko Embonatana tidak meiliki rumah

khusus melainkan tinggal bersama dengan masyarakatnya, hanya saja di dalam rumah itu ia

memiliki kamar khusus untuk keluarganya, demikian masyarakat yang lain. Hal itu dapat

dibuktikan dengan melihat batu pondasi rumah sebagai peninggalan sejarah di derah Penakang,

Lamba dan Polipuang yang sekarang menjadi Desa Hoyane. Menurut tuturan informan bahwa,

masyarakat Seko Embonatana secara khusus yang tinggal di Hoyane mengalami pembantaian

massal dari tiga kerajaan besar yakni Luwu di bagian Timur, Maradika pada bagian Barat dan

Kulawi bagian Utara menggabung kekuatan untuk menaklukkan wilayah Katobaraang Hoyane

yang terkenal dengan tanah yang paling subur dan melimpah kekayaan sehingga masyarakatnya

menjadi“sombong” dan menyinggung kerajaan di sekitar. Ukuran rumah tradisional di Seko

Embonatana memiliki panjang 300-400 meter, dengan luas 90 meter yang dihuni laki-laki siap

Page 29: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

65

Sesudah pengakuan dilaksanakan maka Tobara’ menyampaikan amanah

Sallombengangyang menyingkap makna persatuan seperti:lombeng (tempat

menyimpan, memasukkan dan menimbang biji emas), saruhane (kumpulan

manik-manik yang beragam ukuran warna), kotta (keindahan dalam buah aren),

bua’ (kesatuan pada buah pinang) dan pekaputuyu’ (pengikat pada tanaman

tuyu’). Setelah itu diadakan makan bersama, kepala tanduk kerbau tersebut

disimpan di depan atas rumah Tobara’. Ritual Sallombengang berakhir dan

masyarakat kembali kerumah masing-masing dan melakukan berbagai macam

aktivitas seperti biasanya.45

Penting menjadi perhatian bersama bahwa ritual Sallombengang tidak lagi

dilakukan sebagai ritual masyarakat saat ini dikarenakan justifikasi agama Kristen

dan Islam yang menilai kebudayaan adalah hal yang kafir dan bebas nilai, tetapi

amanah yang terkandung di dalamnya masih tetap hidup dalam ingatan bersama

yang diajarkan oleh orangtua kepada anak-anaknya melalui dapur rumah sebagai

tempat berkumpul bersama anggota keluarga sambil mengelilingi api dan

menunggu masaknya nasi dan sayur. Ajaran yang terdapat dalam amanah itu

didialogkan dalam kelompok yang lebih luas melalui interaksi di tempat bekerja

pada saat menuai kopi, coklat dan padi baik di kebun, ladang maupun sawah.46

perang sebanyak kira-kira 850 jiwa per rumah. Wawancara, Petrus Tiranda. (Tobara Hoyane), 21

Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul 16.00 WITA. 45

Wawancara, Narto Lome. (Pendeta), 20 Desember 2016. Tana Toraja, Pukul 13.00 WITA.

46

Wawancara, Petrus Tiranda. (Tobara Hoyane), 21 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA.

Page 30: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

66

3.5.4. Simbol Sallombengang

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Sallombengang, merupakan simbol

kebudayaan yang mereprsentasikan nilai persatuan dalam kehidupan masyarakat.

Simbol yang terkandung dalam Sallombengang adalah ajaran tentang persatuan

dan kebersamaan hidup bagi Orang Seko. Sallombengang mengungkapkan

beberapa simbol diantarnya:

3.5.4.1. Lombeng

Dalam memahami persatuan sebagai nilai hidup, Sallombengang

dimaknai wadah pencapainnya. “Kebhinekaan itu terungkap secara spontan

melalui simbol lombeng yang dijadikan pandangan hidup sekaligus cara hidup

merekatkan seluruh elemen masyarakat Seko Embonatana. Lombeng dimaknai

sebagai alat yang digunakan untuk menyatukan masyarakat, menyimpan

keadilan, menyiapkan kebenaran dan menimbang segala perilaku hidup yang

mencerminkan emas. Dari kata inilah masyarakat memaknainya dalam arti

kehidupan yang utuh (tuho’ sakkapu’)”.47

Untuk menjaga persekutuan itu setiap

orang Seko Embonatana wajib mempraktikkan Sallombengang’ sebagai dasar

kehidupan bersama dengan mengedepankan sikap hidup yang adil, jujur dan

setia pada kemanusiaan.48

47

Wawancara, Usman Sispair. (Masyarakat), 18 Desember 2016. Kota Palopo, Pukul 16. 00

WITA.

48

Wawancara, Narto Lome. (Pendeta), 20 Desember 2016. Tana Toraja, Pukul 13.00 WITA.

Page 31: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

67

3.5.4.2.Saruhane’

Saruhane atau manik merupakan simbol yang dipakai Roka dalam

menjelaskan Sallombengang kepada masyarakat Seko zaman dahulu kala. Saat itu

Roka mengajarkan tentang inang ba’ru atau dunia baru sambil ia memegang

kalung dan mengatakan:

Anna i da metengko re saruhane akkareeh, namoi ara ung supi,

kakaleanna anna ussama, ya sisengarang rondona. Usisarak-

sarakkah meteng akare saruhane reeh.49

Artinya ialah; Jika kamu tidak seperti manik-manik ini bersatu meskipun

ada yang kecil, sedang dan besar serta warna-warni yang beragam, maka kamu

akan bercerai-berai seperti manik ini jika dilepaskan ikatannya, sebab itu kamu

harus sisallombengang.

Simbolisme manik-manik (saruhane) menggambarkan kehidupan orang

Seko Embonatana. Manik-manik kecil adalah orang kecil yang dilihat dari strata

sosial, manik yang sedang adalah gambaran kelas menengah dalam masyarakat.

Sedangkan manik yang paling besar yang menjadi mahkota, yaitu orang besar

atau kelas atas dalam masyarakat yang harus merendahkan diri dan wajib berbagi

kasih kepada yang kecil. Meskipun terdapat perbedaan ukuran dalam manik-

manik tersebut tetapi semuanya harus hidup dalam suatu ikatan persatuan yang

kokoh.50

49

Wawancara, Petrus Tiranda. (Tobara Hoyane), 21 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA. 50

Wawancara, Roni. (Masyarakat), 30 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul 19.00 WITA.

Page 32: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

68

Dalam kumpulan manik-manik terdapat lingkaran yang menghubungkan

antara manik yang berukuran kecil, sedang dan besar. Hal itu dimaknai sebagai

lingkaran hidup yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Kehidupan akan

terus berjalan dengan keterkaitan utuh dan tidak dapat dipisahkan satu dengan

yang lain. Sebab jika salah satu manik tersebut hilang, maka masyarakat akan

hancur. Lebih dalam dari itu masyarakat kehilangan identitas dan makna dirinya.51

Sedangkan warna-warni dari manik melambangkan bahwa dalam masyarakat

terdapat beragam kehidupan yang menunjukkan klasifikasi pemilikan harta benda,

tingkat pengetahuan, bentuk fisik, agama yang berbeda-beda tetapi mereka hidup

berdampingan bersatu dan saling melengkapi dalam komunitas.52

Tali pengikat

yang menghubungkan saruhane yang berbeda bentuk dan warnya itulah yang

disebut sebagai ulang Sallombengang (tali perekat Sallombengang) yang

menyatukan seluruh aspek perbedaan dalam kehidupan masyarakat Seko

Embonatana.53

3.5.4.3.Kotta

Sallombengang diibaratkan dengan buah aren (kotta) yang menyatu padu.

Buah itu tidak akan jatuh dan rontok jika belum waktunya. Makna dari filosofi

simbol ini adalah cerminan hidup masyarakat yang matang, berkumpul dalam satu

ikatan Sallombengang yang memberi keindahan. Bagi masyarakat Seko

perbedaan adalah suatu hal yang indah jika dimaknai sama seperti warna majemuk

51

Wawancara, Suleman Sobong. (Sekertaris Desa), 27 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA. 52

Wawancara, Cornelius Paonganan, (Mantan Tobara Hoyane), 23 Desember 2016. Pukul

16.00 WITA. 53

Wawancara, Yunus Pangnga’. (Kaur Pembangunan), 27 Desember 2016. Desa Hoyane,

Pukul 18.00 WITA.

Page 33: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

69

yang menyatu pada pohon aren sebagai pohon kehidupan. Jika pohon aren jatuh

ke tanah ia akan memberikan hidupan baru, hal ini menunjukkan bahwa

kehidupan yang dipupuk dalam persatuan dan kesatuan tidak akan pernah pudar

tertelan masa, sekalipun usia berlalu di dunia ini sikap persatuan akan tetap

tumbuh bagi generasi selanjutnya. Hal ini menegaskan bahwa persatuan dan

kesatuan harus dihidupkan dari generasi ke generasi sebagaimana yang

diungkapkan pada buah pohon aren.54

3.5.4.4.Bua’ Kalebu

Bua’a kalebu merupakan simbol persatuan masyarakat Seko Embonatana

sebagaimana yang dijabarkan dalam amanah Sallombengang oleh Roka yakni;

Tuho mamesa ko se, meteng bua kalebu. Mesa’ inaha, tanga,

paissang, pahela ya hatang putti Seko. Tuho masallombengang diaah

moh manssapang nasang kamakarimo-rimoang.55

Ungkapan simbolis diatas dapat dimaknai sebagai faedah hikmat yang

mewajibkan segenap orang Seko untuk hidup bersatu sama seperti bulatnya buah

pinang. Masyarakat dituntut untuk hidup sehati, sepikir, sejiwa dalam ikatan

kekeluargaan yang utuh ibarat pohon pisang yang tidak pernah tumbuh secara

tunggal melainkan hidup dalam kebersamaan dan serta sagala unsur pada dirinya

bermanfaat untuk kehidupan. Hidupbersatu (masallombengang) akan

membentengi dan memagari kehidupan dari segala bentuk malapetaka,

penderitaan dan kesulitan hidup. Jiwa yang melebur dalam satu ikatan persatuan

54

Wawancara, Suleman Sobong. (Sekertaris Desa), 27 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA. 55

Wawancara, Yunus Pangnga’. (Kaur Pembangunan), 27 Desember 2016. Desa Hoyane,

Pukul 18.00 WITA.

Page 34: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

70

adalah kehidupan. Perbedaan prinsip hidup awal dari kematian (mesa’ inaha

nipotuho’ pattang sipa’ nipomate).56

3.5.4.5.Tanduk Balulang

Dalam ritual Sallombengang diadakan pemotongan kerbau (balulang) sesuai

kesepakatan para tetua kampung. Kerbau yang dipotong itu dimakan secara

bersama oleh seluruh masyarakat yang hadir, sedangkan tanduknya disimpan di

rumah Tobara’ sebagai bukti bahwa ritual Sallombengang sudah dilaksanakan

dalam tahun itu.57

Menurut tuturan lisan, dahulu kala tanduk kerbau tersebut disucikan dengan

doa lalu Tobara menyampaiakan sumpah: “Anna utekai ti kada’ mesa

Sallombengang, dia te tanduk reeh ti mattandukko’ Barang siapa yang sengaja

melanggar Sallombengang sebagai kesepakatan bersama maka ia akan dilanda

oleh malapetaka”. Malapetaka yang akan terjadi bagi orang yang melanggar

kesepakatan itu seperti yang disimbolkan ditanduk kerbau ialah gagal panen,

gagal beternak, diserang penyakit dan dimangsa binatang buas yang mematikan.58

3.6. Nilai yang Terkandung dalam Sallombengang

Dalam Sallombengang terdapat nilai kemanusiaan yang menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia sebagai yang berharga karena itu perbedaan yang

timbul sebagai ciri manusia perlu dijiwai (nisipa’) supaya tercipta kebersamaan

56

Wawancara, Tembo. (Tokoh Masyarakat), 20 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul 15.00

WITA. 57

Wawancara, Petrus Tiranda. (Tobara Hoyane), 21 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA. 58

Wawancara, Barnabas Bara’. (Tokoh Masyarakat), 26 Desember 2016. Desa Embonatana,

Pukul 16.00 WITA.

Page 35: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

71

yang harmonis, rukun dan damai. Makna dan nilai persatuan itu terjabar melalui

keterikatan yang kuat dengan dorongan kekuatan hati yang luhur (mabusana

penanaha), sikap lapang dada (mahoi penanaha), mengharagai (mappake’)

sesama anggota masyarakat, utamanya yang dituakan seperti, lembaga adat,

pemerintah dan lembaga keagamaan dengan prinsip saling menghidupkan

(situhoi), saling menghidupi (sipatuho), saling menopang (sitoko) dalam segala

situasi hidup.59

Nilai yang terkandung dalam Sallombengang menekankan kebersaman

hidup menyatukan seluruh perbedaan golongan agar terwujud persatuan hidup

seperti yang dicita-citakan oleh seluruh manusia. Perwujudan nilai itu dapat

dinikmati oleh orang Seko jika mereka secara konsisten mempraktikkan

Sallombengang dalam kata dan perbuatan. Hal ini diejewantahkan dalam

pengungkapan nilai Sallombengang sebagai daya hidup dalam ikatan satu ikatan

tali persatuan yang kuat merajut segenap jiwa orang Seko (Tuho

ma’sallombengang diamo patuna inaha nasang lilini sassekoang).60

Sebab dalam nilai itu mengandung ajaran hidup positif dengan

mengedepankan kasih (pamase’) yang jujur ikhlas (mahulo penanaha) tidak

mementingkan diri sendiri dan rela mengabdikan diri demikebersaman, terlibat

aktif mengikuti kegiatan sosial, gotong royong,upacara adat dan aktivitas

59

Wawancara, Petrus Tiranda. (Tobara Hoyane), 21 Desember 2016. Desa Hoyane, Pukul

16.00 WITA. 60

Wawancara, Yohanis Andekan. (Pensiunan PNS), 2 Januari 2017. Tana Toraja, Pukul

10.00 WITA.

Page 36: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

72

keagamaan.61

Falsafah hidup dalam Sallombengang direpresentasikan melalui

bua’a (buah pinang) yang dimaknai sebagai kesatuan yang bulat dan utuh (bua’a

kalebu) mencerminkan pola hidup orang Seko menyatu padu dalam satu pohon

kehidupan. Tuturan kata itu dimaknai dalam suatu pandangan hidup yang

disampaikan Roka bahwa;

Tuho mamesa ko se, meteng bua kalebu.Mesa’ inaha, tanga,

paissang, pahela ya hatang putti Seko. Tuho masallombengang

diaah moh manssapang nasang kamakarimo-rimoang.62

Arti kata di atas ialah; Hendaknya kalian hidup bersatu, sama seperti

bulatnya buah pinang. Satu perasaan, pikiran, kemampuan, kekayaan dan satu

kesatuan dalam raga Seko. Hidup masallombengang (bersatu) akan membentengi

dan memangari kehidupan dari segala bentuk penderitaan dan kesulitan hidup.

Hatang putti merupakan simbol kekeluargaan yang rukun dari dalamnya

menciptakan kehidupan yang serbaguna, sebagaimana setiap unsur pisang

memiliki manfaat bagi kehidupan. Akar pisang (oa’na) dijadikan obat (pakuli),

batangnya (hatanna) dijadikan sayur, daunnya (donna) dipakai membungkus

berbagai macam makanan lokal, buahnya dimakan, jantung pisang (puso’na)

dijadikan makanan dan warna pada karya seni.

Berdasarkan data yang ditemukan dalam penelitian lapangan, penulis

menyimpulkan bahwa, Sallombengang adalah puncak kebudayaan masyarakat

Seko Embonatana yang melaluinya orang Seko Embonatana merefleksikan

seluruh makna hidup dan kehidupannya dalam satu kesatuan yang kuat. Dengan

61

Wawancara, R. Kondo Lada. (Tobara Embonatana), 19 Desember 2016. Desa

Embonatana, Pukul 16. 00 WITA. 62

Wawancara, Yunus Pangnga’. (Kaur Pembangunan), 27 Desember 2016. Desa Hoyane,

Pukul 18.00 WITA.

Page 37: BAB III MASYARAKAT SEKO EMBONATANA DAN MEMORI · Desa Hoyane, Pukul 15.00 WITA. 39. dihuni oleh kelima anak itu kemudian diberi nama Seko sesuai dengan nama moyang mereka. 2. Versi

73

mengedepankan nilai kemanusiaan, keadilan, kejujuran, kesetian dan perdamaian

dalam membangun relasi dengan sesamanya manusia, Tuhannya dan alam

semesta. Sedangkan amanah yang terkandung dalam Sallombengang di pelihara

dan dijaga melalui ritual Sallombenggang dan diekspresiakan melalui cara hidup

yang terjalin secara harmonis dengan mengedepankan sikap kerja sama dan

gotong royong dalam kehidupan sehari-hari kapan dan dimanapun itu dilakukan.