bab iii kajian pustakadasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. ·...

16
Bab. III. KAJIAN PUSTAKA LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017 III - 1 Bab III KAJIAN PUSTAKA III.1. PENGELOLAAN TINGGALAN BUDAYA BAWAH AIR DI INDONESIA Sejak tahun 2005 hingga saat ini, melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.17/HK.01/MKP-2005, tertanggal 27 Mei, tinggalan budaya bawah air ditangani tersendiri oleh satu instansi yaitu Direktorat Peninggalan Bawah Air (PBA) yang berada di dalam lingkup Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Sebelumnya, penanganan temuan ini menjadi kewenangan dari subdit perlindungan, pada direktorat yang menangani peninggalan purbakala. Perluasan kewenangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari makin besar permasalahan yang harus dipecahkan. Sehubungan dengan itu, maka penyiapan pengelolaannya dalam berbagai aspek seperti regulasi, peningkatan sarana prasarana, sumber daya manusia, dan anggaran, merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam rangka melestarikan peninggalan tersebut dan mengelolanya sebaik mungkin agar memberikan manfaat besar bagi masyarakat luas.

Upload: others

Post on 09-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 1

Bab III

KAJIAN PUSTAKA

III.1. PENGELOLAAN TINGGALAN BUDAYA BAWAH AIR DI INDONESIA

Sejak tahun 2005 hingga saat ini, melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata

Nomor: PM.17/HK.01/MKP-2005, tertanggal 27 Mei, tinggalan budaya bawah air

ditangani tersendiri oleh satu instansi yaitu Direktorat Peninggalan Bawah Air (PBA)

yang berada di dalam lingkup Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata. Sebelumnya, penanganan temuan ini menjadi kewenangan

dari subdit perlindungan, pada direktorat yang menangani peninggalan purbakala.

Perluasan kewenangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari makin besar permasalahan

yang harus dipecahkan. Sehubungan dengan itu, maka penyiapan pengelolaannya

dalam berbagai aspek seperti regulasi, peningkatan sarana prasarana, sumber daya

manusia, dan anggaran, merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam rangka

melestarikan peninggalan tersebut dan mengelolanya sebaik mungkin agar memberikan

manfaat besar bagi masyarakat luas.

Page 2: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 2

Selain itu, karena berbagai aktivitas yang tercakup di dalam pengelolaan peninggalan

bawah air seperti survei, ekskavasi, pengolahan data, konservasi benda temuan,

maupun penyediaan tempat penyimpanan, maka sangat diperlukan penyediaan sarana

prasana yang memadai. Meskipun demikian, penyediaan sarana prasarana tersebut

tidak akan bermanfaat maksimal apabila tidak didukung oleh penyediaan sumber daya

manusia handal yang sesuai dengan bidang yang ditanganinya. Aktivitas yang

berlangsung di dalam penanganan peninggalan budaya bawah air ini termasuk yang

berisiko tinggi (high risk) dan juga membutuhkan biaya tinggi (high cost), terutama

terkait dengan pengadaan peralatan khusus, dan membutuhkan waktu yang relatif

cukup panjang–baik untuk pelaksanaan kegiatan di lapangan, pengolahan data,

penanganan temuan, dll– termasuk pembinaan sumber daya manusia.

Tahun 2010 telah terbit undang-undang cagar budaya nomor 11. Undang-undang ini

secara eksplisit mencantumkan pengaturan tentang tinggalan budaya bawah air, yang

tidak ditemukan dalam undang-undang cagar budaya sebelumnya. Dalam pasal 26

Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa:

1. Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan, struktur,

dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya;

2. Pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dapat dilakukan oleh

setiap orang dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat

dan/atau di air;

3. Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) hanya dapat dilakukan

melalui penelitian dengan tetap memperhatikan hak kepemilikan dan/atau

penguasaan lokasi;

4. Setiap orang dilarang melakukan pencarian cagar budaya atau yang diduga

cagar budaya dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat

dan/atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali dengan izin

pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

5. Sementara itu pasal 27 menyebutkan bahwa ‘ketentuan lebih lanjut mengenai

pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya diatur dalam peraturan

pemerintah’.

III.2. KONSEP CITRA KAWASAN

Suatu kawasan wisata memerlukan suatu identitas dan karakter untuk membentuk

suatu citra diperlukan tanda-tanda, elemen spesifik bagian kota. Image terhadap

lingkungan tertentu secara keseluruhan sebenarnya lebih sekedar kesan visual. Suatu

kawasan mengandung banyak konotasi, kenangan iman, harapan, keramaian,

tempat-tempat bangunan, serta peristiwa bersejarah. Dari lingkungan yang spesifik

dapat memberi gambaran dari bagian kawasan wisata. Karena itu citra atau kesan-

kesan bersama dari sebuah kawasan wisata merupakan sebuah gambaran bersama

dari apa yang didasari dari realitas sebuah gambaran itu adalah "Citra Kawasan"

(Lynch 1960). Untuk membentuk citra suatu perlu dijaga kesinambungan visual, serta

Page 3: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 3

karakter suatu kawasan sehingga dapat membentuk dan dijadikan identitas. Pada

skala kawasan, dibutuhkan juga adanya tanda-tanda yang secara implisit

mengandung makna tertentu seperti tanda-tanda (signage dan tetenger). Melalui

tanda-tanda komunikasi simbol, dapat pula dipakai untuk mencari makna dari suatu

lingkungan (Lynch 1981, 141).

Landmark sebagai elemen informasi secara fisik berfungsi sebagai orientasi dan tidak

lepas dari unsur unsur perencanaan kawasan wisata yang membentuk wujud fisik.

Landmark merupakan salah satu bentuk tanda fisik yang memberikan informasi bagi

pengamat dari suatu jarak. Jadi pengamat berada di luar lingkup obyek. (Lynch 1960).

Dari pengamatan diatas, dapat diperoleh tiga unsur penting dalam landmark, yaitu

tanda fisik, informasi dan jarak. Secara fisik bentuk dan tata Ietak bangunan dapat

menjadi landmark suatu kota tertentu. Pada keadaan yang berbeda ruang terbuka dan

preservasi dan konservasi bangunan dapat menjadi landmark. Untuk dapat menjadi

sebuah landmark, karya arsitektur atau tata ruang kawasan yang bersejarah atau

berbudaya harus bersifat wajar (tidak dapat dibuat-buat) dan dianggap alamiah,

selain itu juga dapat menjadi ciri dari kawsasn wisata dan lingkungannya untuk itu

bentuk dari karya arsitektur atau tata ruang ditentukan oleh kekuatan atau pelindung

(Patron). Dalam sebuah kawasan sistem signage (tanda-tanda) merupakan teknik

yang secara detail memberikan informasi kepada warga kota. Tanda-tanda di sini

merupakan segala sesuatu kepada masyarakat. Tanda-tanda dapat juga berfungsi

sebagai orientasi terhadap lingkungan. Oleh sebab itu di dalam perancangan kota

karya-karya arsitektur yang spesifik dan dapat mewakili lingkungan dapat dijadikan

obyek untuk berorientasi.

Karakter Kawasan Wisata lebih mengutamakan keadaan fasilitas bangunan dan alam,

sebagai pembentuk dari aktifitas manusia; kawasan wisata tergantung pada efesiensi

dan kenyamanan serta perilaku manusia. Di dalam kawasan wisata pelayanan utilitas

dan fasilitasnya berbeda-beda menurut fungsi. Christoper Alexander memandang

suatu kawasan, sebagai kumpulan suatu gambar atau pola yang setiap unsurnya

menghasilkan atau memberikan banyak aktifitas ataupun pengalaman terhadap

ruang uatu kawasan, tempat atau bagian kawasan. Cara yang penting untuk

mendesain suatu kawasan yaitu dengan melihat atau memahami pada suatu

kawasan, pada bagian-bagian tempat khusus secara spesifik (Alexander 1992, 3).

Beberapa bagian kawasan wisata mempunyai karakter, karena memerlukan

pengendalian khusus.

Dari pengamatan diatas, dapat diperoleh tiga unsur penting dalam landmark, yaitu

tanda fisik, informasi dan jarak. Secara fisik bentuk dan tata letak bangunan dapat

menjadi landmark suatu kawasan tertentu. Pada keadaan yang berbeda ruang terbuka

dan preservasi dan konservasi bangunan dapat menjadi landmark.

Page 4: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 4

Gambar 3.1. Landmark dalam Kawasan

Untuk dapat menjadi sebuah landmark, karya arsitektur atau tata ruang kota harus

bersifat wajar (tidak dapat dibuat-buat) dan dianggap alamiah oleh warga kawasan,

selain itu juga dapat menjadi ciri dari kawasan dan lingkungannya untuk itu bentuk

dari karya arsitektur atau tata ruang ditentukan oleh kekuatan atau pelindung

(Patron). Dalam sebuah kota sistem signage (tanda-tanda) merupakan teknik yang

secara detail memberikan informasi kepada warga kota. Tanda-tanda dapat juga

berfungsi sebagai orientasi terhadap lingkungan. Oleh sebab itu di dalam perancangan

kota karya-karya arsitektur yang spesifik dan dapat mewakili lingkungan dapat

dijadikan obyek untuk berorientasi.

Salah satu cara untuk menganalisa struktur visual suatu kawasan telah diungkapkan

oleh Kevin Lynch (1960 ) berdasarkan atas pemahaman tentang gambaran atau hasil

pengamatan pada objek suatu kawasan. Kevin Lynch mengidentifikasi 5 elemen yang

membentuk gambaran atau persepsi suatu kota atau komponen kawasan. Kelima

komponen tersebut adalah :

Paths

Path adalah elemen pembentuk ruang kawasan yang berbentuk ruang Ilner

dapat berupa jalan setapak, koridor, jalan alteri.

Edges

adalah ujung tepian dan matrik kawasan, merupakan batas dari suasana yang

berbeda.

Lanmarks / Tetenger

Page 5: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 5

Lanmark adalah elemen pembentuk kota yang bisa berupa bangunan fisik,

gubahan masa, space atau detail arsitektural yang sangat spesifik, terkadang

sangat kontestual terhadap kawasan.

Nodes / Nodal

Node adalah areal pusat aktivitas dalam bentuk spatial dimana orang-orang

dapat merasakan perubahan aktivitas dari suatu struktur ruang ke struktur

ruang yang lain.

Districts / Kawasan

Distrik adalah areal spesifik pada kawasan perencanaan dengan batas-batas

yang dapat diidentifikasi secara fisikal. Citra distrik yang terbentuk akan

mempengaruhi citra kawasan secara keseluruhan.

III.3. ELEMEN FISIK PERENCANAAN KAWASAN WISATA

Perancangan Kawasan termasuk didalamnya Kawasan Wisata dan Kawasan Kota

(Urban Desain) adalah sebuah disiplin perancangan yang merupakan pertemuan dari

arsitektur dan perencanaan kawasan dan pembangunan kota. Para ahli perancang

sering terkonsentrasi pada perancangan bangunan sebagai sosok tunggal yang

terlepas dari kawasan, tidak merespon terhadap typologi/morfologi arsitektur dan

struktur fisik kawasan.

Menurut Hamid Shirvani (1985), ada beberapa elemen untuk perancangan kawasan

sebagai berikut :

Penggunaan lahan (Land Use)

Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking)

Ruang Terbuka (Openspace)

Pedestrian (Pedestrian Ways)

Aktifitas (Activity Support)

Tanda-tanda Simbol (Signage/ Landmark)

Preservasi (Preservation)

3.1. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan diperoleh dari hasil RUTRK dan RDRK, yang akan

mengarahkan penggunaan lahan pada suatu lokasi / site. Penggunaan lahan

tersebut dapat secara horisontal maupun vertikal.

Dalam hal ini termasuk dalam penggunaan lahan pada elemen perancangan

kota antara lain :

Tipe Penggunaan dalam suatu area

Spesifikasi Fungsi dan keterkaitan antar fungsi dengan pusat kota

ketinggian bangunan

Page 6: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 6

Skala fungsi

Gambar 3.2. Penggunaan Lahan pada Elemen Perancangan

1. Bentuk dan Massa Bangunan

Pada bentuk dan massa bangunan, menurut the Urban Design Plan of

San Fransisco (1970) berkaitan dengan Tinggi dan Besaran Bangunan,

Penampilan Bangunan dan Konfigurasi.

Tinggi dan besaran bangunan berkaitan erat dengan FAR.

Penampilan dan Konfigurasi bangunan meliputi : warna bangunan,

material, skala, proporsi, harmoni, tekstur dan bentuk penampilan

(Facade Form).

2. Sirkulasi dan Parkir

Sirkulasi yang dimaksud di sini adalah sirkulasi untuk kendaraan, baik

kendaraan bermotar maupun tidak bermotor. Sirkulasi tersebut meliputi

pencapaian, besaran, kapasitas dan arah sirkulasi.

Parkir dalam hal ini dibedakan menjadi parkir individu dan umum.

Untuk sirkulasi dan parkir sangat berpengaruh pada visual kota, besaran

bangunan, aktifitas dan "hidup"nya kota.

3. Ruang Terbuka

Ruang terbuka ada bermacam-macam pengertiannya, untuk Teori

Perancangan Kota disini Ruang Terbuka didefinisikan sebagai Landscape,

Hardscape (Jalan dan Pedestrian), Taman dan Rekreasi Terbuka.

4. Pedestrian

Pedestrian sengaja dipisahkan dengan Sirkulasi dan Parkir, mengingat

pedestrian mempunyai skala tersendiri yakni skala pejalan kaki.

Skala pejalan kaki berbeda dengan skala kendaraan, karena skala pejalan

kaki akan menjadikan lingkungan kota menjadi lebih "detail" meliputi :

Page 7: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 7

pola aktifitas (retail), persyaratan lingkungan (udara, kebisingan, dsb)

dan keamanan sirkulasi terhadap kendaraan.

Pedestrian berkaitan dengan :

Aktifitas yang mendukung

Street furniture

Transporasi Umum

5. Papan lklan

Dalam kehidupan kota saat ini, iklan / advertensi merebak mengisi

ruang visual kota melalui papan iklan, spanduk, baliho umbul-umbul dan

sebagainya. Hal ini sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara

makro maupun mikro, skala kendaraan maupun pejalan kaki.

6. Preservasi

Preservasi yang dimaksud dalam perancangan kota adalah perlindungan

terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) yang ada dan Urban

Places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai

ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah.

Manfaat dari preservasi tersebut antara lain :

Peningkatan Nilai Tanah

Peningkatan Nilai Lingkungan

Menghindarkan dari Pengalihan Bentuk dan Fungsi karena aspek

komersial

Peningkatan pendapatan dari Pajak dan Retribusi

Untuk itu perlu perlindungan dengan peraturan yang memadai, antara

lain :

Standar Design

Perijinan yang menyangkut Arsitektur Bangunan

Review jenis preservasi (restorasi, rehabifitasi, demolisi)

Prosedur untuk perlindungan terhadap Tetenger (Landmark)

III.4. KONSEP PENGHIJAUAN DAN RUANG TERBUKA

Hijau (lansekap kota) terdiri dari vegetasi, bentang alam, seting lingkungan terkait

dengan pola ruang terbuka kota. Ruang terbuka didefinisikan sebagai landscape,

hardskape taman-taman umum dan rekreasi di area perkotaan. Ruang terbuka (open

scape) menjembatani maksud yang berlainan, dari penggunaan yang berbeda. Dalam

hal ini open scape didenitifkasikan sebagai landsecape, hardscape, parkir dan area

rekreasi dalam area kota.

Ruang terbuka selalu menjadi inti dari elemen urban design, juga area yang penting.

Pada masa lalu ruang terbuka selalu dinomorduakan dari pemecahan arsitektur kota.

Open Space adalah ruang terbuka kota, peran keberadaannya ditentukan oleh

bangunan-bangunan yang melingkupinya, sehingga berbentuk urban space (ruang

Page 8: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 8

kota). Kualitas bangunan yang melingkupinya berpengaruh terhadap kualitas space

tersebut.

Menurut Shivani, ruang terbuka merupakan elemen-elemen perancangan kota yang

lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

setapak (pedestrian ways).

Elemen-elemen dasar lingkungan fisik merupakan bidang-bidang yang mempunyai

tekstur. Hubungan urban desain dengan bidang jalan lingkungan dapat digunakan

untuk menghasilkan pola-pola perilaku dan efek-efek. Sehingga di dalam perancangan

kota tata hijau dan ruang terbuka kota, memiliki pengaruh besar, khususnya bagi

kota-kota tropis, antara lain :

Secara Ekologis, mampu menyaring dan mengendalikan pencemaran,

mengatur tata air, pelindung, mencegah erosi perbukitan

Secara Fungsional, mampu sebagai media ruang interaksi komunikasi sosial,

budaya dan rekreasi, serta terjalinnya hubungan habitat flora dan fauna

Secara Ekonomis, mampu menyaring konflik lingkungan tercipta daur ulang,

ekonomi, energi alam, dan kesehatan lingkungan.

Secara Estetis Kota, mampu memperindah, membuat asri, sejuk, nyaman,

pemandangan suatu kota

Menurut Hamid Shirvani (1985), ada beberapa elemen untuk perencanaan wisata

sebagai berikut :

Penggunaan lahan (Land Use)

Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking)

Ruang Terbuka (Openspace)

Pedestrian (Pedestrian Ways)

Aktifitas (Activity Support)

Tanda-tanda Simbol (Signage / Landmark)

Preservasi (Preservation)

4.1 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan diperoleh dari hasil RUTRK dan RDRK, yang akan mengarahkan

penggunaan lahan pada suatu lokasi/ site. Penggunaan lahan tersebut dapat

secara horisontal maupun vertikal. Dalam hal ini termasuk dalam penggunaan

lahan pada elemen perancangan kota antara lain :

Tipe Penggunaan dalam suatu area

Spesifikasi Fungsi dan keterkaitan antar fungsi dengan pusat kota

Skala fungsi

Page 9: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 9

4.2 Bentuk dan Massa Bangunan

Pada bentuk dan massa bangunan, menurut the Urban Design Plan of San

Fransisco (1970) berkaitan dengan penampilan dan konfigurasi bangunan

meliputi : warna bangunan, material, skala, proporsi, harmoni, tekstur dan

bentuk penampilan (Facade Form).

4.3 Sirkulasi dan Parkir

Sirkulasi tersebut meliputi pencapaian, besaran, kapasitas dan arah sirkulasi.

Sirkulasi dan parkir sangat berpengaruh pada visual kota, besaran bangunan,

aktifitas dan "hidup"nya kota.

4.4 Ruang Terbuka

Ruang terbuka ada bermacam-macam pengertiannya, untuk Teori Perancangan

Kota dan Kawasan disini Ruang Terbuka didefinisikan sebagai Landscape,

Hardscape (Jalan dan Pedestrian), Taman dan Rekreasi Terbuka.

4.5 Pedestrian

Skala pejalan kaki berbeda dengan skala kendaraan, karena skala pejalan kaki

akan menjadikan lingkungan wisata menjadi lebih "detail" meliputi : pola aktifitas

(retail), persyaratan lingkungan (udara, kebisingan, dsb) dan keamanan sirkulasi

terhadap kendaraan. Pedestrian berkaitan dengan aktifitas yang mendukung,

street furniture, transporasi umum

4.6. Preservasi

Preservasi yang dimaksud dalam perencanaan kawasan wisata adalah perlindungan

terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) yang ada, tempat tempat yang

mempunyai ciri khas yang mempunyai nilai sejarah, seperti halnya perlindungan

terhadap bangunan bersejarah.

Manfaat dari preservasi tersebut antara lain :

Peningkatan Nilai Tanah

Peningkatan Nilai Lingkungan

Pengalihan Bentuk dan Fungsi karena aspek komersial

Peningkatan pendapatan dari Pajak dan Retribusi

Untuk itu perlu perlindungan dengan peraturan yang memadai, antara lain :

Standar Design

Arsitektur Bangunan

Prosedur untuk perlindungan terhadap Tetenger (Landmark)

III.5. KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang

dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan

Page 10: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 10

pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Adapun teori dalam

penataan kawasan adalah:

1. Adaptasi/ revitalisasi adalah merubah tempat agar dapat digunakan yang

lebih sesuai. Yang dimaksud dengan fungsi yang lebih sesuai adalah

kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya menuntut

sedikit dampak minimal.

2. Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan

keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru.

3. Preservasi adalah pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya

tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah kehancuran.

4. Restorasi adalah upaya memasang / mengembalikan unsur-unsur awal yang

terdapat pada suatu bangunan/ linkungan dan menghilangkan unsur-unsur

tambahan yang baru.

5. Rehabilitasi adalah mengembalikan kondisi suatu bangunan atau unsur-unsur

kawasan kota yang telah mengalami kerusakan, kemunduran, ataru degradasi

kepada kondisi aslinya sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana

mestinya.

Mengingat hal itu dalam usaha konservasi perlu digariskan sasaran yang tepat antara

lain:

1. Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian.

2. Memanfaatkan peninggalan obyek pelestarian yang ada untuk menunjang

kehidupan masa kini.

3. Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan

perkembangan perencanaan masa lalu yang tercermin dari obyek pelestarian

tersebut.

4. Menampilkan sejarah pertumbuhan kota/ lingkungan dalam ujud fisik tiga

dimensi.

Di dalam menentukan arah pembangunan suatu kawasan atau bangunan, perlu

memiliki motivasi-motivasi:

1. Motivasi untuk mempertahankan warisan budaya atau warisan sejarah.

2. Motivasi untuk menjamin terwujudnya variasi dalam bangunan perkotaan

sebagai tuntutan aspek estetis dan variasi budaya masyarakat.

3. Motivasi ekonomis yang menganggap bangunan-bangunan yang dilestarikan

tersebut dapat meningkatkan nilainya apabila dipelihara sehingga memiliki nilai

komersial yang lebih tinggi.

4. Motivasi simbolis dimana bangunan-bangunan yang merupakan manifestasi

fisik dan identitas suatu kelompok masyarakat tertentu yang pernah menjadi

bagian dari kota.

Adapun nilai-nilai dalam konservasi bangunan ialah sebagai berikut:

1. Aesthetic, terkait dengan nilai keindahan yang luas, meliputi seluruh aspek

persepsi sensori: bentuk, skala, warna, tekstur, material, bau dan suara.

Page 11: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 11

2. Scenic and Panoramic, pemandangan yang ditawarkan dari area yang

dimaksud ke lingkungan di sekitarnya.

3. Architectural/ technological, menyangkut inovasi, pengembangan dan mungkin

prestasi termasuk kerajinan lokal.

4. Historical, memiliki makna yang kuat untuk menghubungkan masa lalu dan

masa kini.

5. Associational, terkait dengan kejadian atau tokoh tertentu.

6. Archeological, memiliki kelengkapan dan representasi. Menyimpan evolusi fisik

sebagai ekspresi dari perkembangan tata nilai.

7. Economic, mampu menjadi pembangkit kegiatan bernilai ekonomis.

8. Educational, memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan dalam

berbagai aspek kepada masyarakat.

III.6. KONSEP LANSKAP

Lanskap merupakan wajah atau karakter bahan atau tapak bagian muka bumi dengan

segala kehidupan dan apa saja yang ada di dalamnya, baik yang bersifat alami maupun

buatan manusia yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta

makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh segenap indera kita dapat

menangkap dan sejauh imajinasi kita dapat membayangkan. Sedangkan arsitektur

lanskap adalah Ilmu dan seni yang mempelajari pengorganisasian ruang dan massa,

dengan mengkomposisikan elemen-elemen lanskap alami dan buatan, sehingga tercipta

keselarasan lingkungan hidup dalam suatu ekosistem, secara fungsional berguna,

secara estetis indah dan memberi kenyamanan aktivitas. Tata hijau sebagai salah satu

elemen pembentuk kota, memiliki peran dalam menciptakan sebuah kesan melalui

pandangan dan perasaan ruang yang terbentuk oleh keberadaannya. Pada suatu

kawasan perkotaan tata hijau diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan

dimana fungsinya sebagai kontrol pandangan, pembatas fisik, pengendali iklim dan nilai

estetis.

Menurut Norman (1983), vegetasi tidak hanya digunakan untuk dekorasi dan ornamen

semata. Namun dalam penilaian landscape dan visual quality, vegetasi dapat

membentuk ruang (space or out door room) sebagai pengerah pergerakan penyatu

visualitas kelompok bangunan dan pengaruh sinar matahari dan angin. Vegetasi dapat

dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama yaitu: sebagai environmental, structural dan

visual. Keberadaaan vegetasi memberikan perlindungan terhadap tiupan angin yang

kuat. Pengaturan vegetasi dapat berkesan menciptakan massa sebagai penyatu

diantara ruang-ruang sehingga menciptakan kemenerusan visual.

Sebagai elemen struktural, vegetasi dapat berkesan seperti dinding, celling dan lantai

dari landscape melalui pengaturan ruang, mempengaruhi pandangan dan pergerakan.

Pertimbangan penting penggunaan vegetasi sebagai elemen structural adalah size form

solidity dan opaqueness. Penempatan vegetasi sebagai pembentuk ruang tidak akan

efektif, jika lebat dan tinggi vegetasi itu terlalu rendah/kecil. Sehingga semakin tinggi

Page 12: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 12

lebar vegetasi maka akan dapat memberikan kesan ruang yang lebih kuat. Sebagai

elemen visual vegetasi dapat menjadi dominan vocal point dan visual connector.

Pengamatan visual menggunakan elemen vegetasi salah satunya bertujuan untuk

memperlihatkan secara bertahap sehingga membangkitkan suatu rasa pendugaan dan

membuat pengamat memahami ruang selangkah demi selangkah, sehingga dapat

menciptakan ruang yang dapat tidak membosankan. Sedangkan untuk mempererat

pemandangan dan memberi ruang tersebut. Pepohonan atau penghijauan yang diatur

dalam pola penjajaran dapat memperjelas batas dari jalan. Jika vegetasi ini

dipararelkan/ disejajarkan dengan bangunan maka akan dapat memberikan kesan

kesatuan visual yang lebih kuat (Berry,1980).

Ruang yang terbentuk dari komposisi vegetasi ini memberikan kontribusi besar untuk

memperjelas kedudukan dan orientasi kawasan serta penampilan dan bentuk bangunan

disamping sebagai peneduh (Jeffry, 1990). Semua elemen pembentuk karakter

kawasan tersebut di atas saling memiliki keterkaitan dengan kegiatan yang berlangsung

di dalamnya, karena pertumbuhan dan perubahan fisik suatu kawasan urban tidak bisa

lepas dari perkembangan kegiatan yang berlaku di dalamnya dengan suatu kesatuan

proses secara menyeluruh.

Dasar Pemikiran Perencanaan Lanskap

1. Design with Nature (Ian Mc Harg), yaitu perencanaan dengan konsep

mempertimbangkan keselarasan dengan alam. Mengikutsertakan konsep alam

dalam berencana. Merancang bersama alam. Alam menjadi bagian dalam

perencanaan. Alam tidak membutuhkan manusia, manusia membutuhkan

alam. Konsep alam menjadi bagian dari kehidupan manusia dan makhluk hidup

lain. Alam terkembang menjadi guru. Menciptakan kota menjadi Alam Kota

(Lanskap Kota) dengan Perencanaan Lanskap berbasis ekologi. Ciri khas Alam

Kota (Alam buatan manusia) dengan menyimak ciri khas Alam Original.

2. Ecological basic (J O Simonds) yaitu Keutuhan ekosistem merupakan bagian

penting dari perencanaan lanskap untuk mencapai keseimbangan alam dan

mengurangi dampak lingkungan. Dasar untuk mengenal karakter alam /

lanskap. Syarat utama dalam perencanaan lanskap yaitu dengan

mengidentifikasi komponen ekosistem dalam lanskap, hubungan antar

komponen dalam suatu rantai makanan kehidupan. Makin tinggi nilai ekosistem

makin tinggi kualitas lingkungannya.

III.7. KONSEP EKOWISATA

Rumusan 'ecotourism', eko wisata sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan

oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb: "Nature or ecotourism can be defined as

tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural

areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and

its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past

Page 13: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 13

and present) found in the areas.". "Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah

perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau

terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan

menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk

manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini."

Rumusan di atas hanyalah penggambaran tentang kegiatan wisata alam biasa.

Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES)

pada awal tahun 1990 yaitu sebagai berikut: "Ecotourism is responsible travel to natural

areas which conserved the environment and improves the welfare of local people."

Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami

dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk

setempat”.

Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan

pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian

lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat.

Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata dapat didifinisikan sebagai

penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan

atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi

berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)

dan meningkatnkan kesejahtraan masyarakat setempat. Definisi ini sebenarnya hampir

sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama

menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam

kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen

terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata

merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-

sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang

berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus.

Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata. Adanya unsur plus

di atas yaitu kepudulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian

lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh:

a. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat

eksploatatif terhadap sumber daya alam.

b. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.

c. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat

setempat.

d. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat

ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari.

e. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih

alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan

Page 14: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 14

penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka

homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang

berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan

mereka atau meningkatkan kualitas hidpu penduduk lokal, baik secara materiil,

spirituil, kulturil maupun intelektual.

Sedangkan pengertian Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based

ecotourism) merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi

oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan

pengembangan ekowisata dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring

dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh

masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang

memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata.

7.1. Pedoman Ekowisata

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan

budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli

biokonservasi memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara

'megadiversity' dalam hal keaneka ragaman hayati akan mampu menggeser

Brasil sebagai negara tertinggi akan keaneka jenis, jika para ahli biokonservasi

terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum

tersentuh. Bayangkan saja bahwa Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan

berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia and amfibia,

17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia

hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia (BAPPENAS, 1993).

Di dunia hewan, Indonesia juga memiliki kedudukan yang istimewa di dunia.

Dari 500-600 jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25%

endemik), 78 jenis paruh bengkok (40% endemik) dan 121 jenis kupu-kupu

(44% endemik) (McNeely et.al. 1990, Supriatna 1996). Sekitar 59% dari luas

daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari luas

hutan yang ada di dunia (Stone, 1994). Sekitar 100 juta hektar diantaranya

diklasifikasikan sebagai hutan lindung, yang 18,7 juta hektarnya telah ditetapkan

sebagai kawasan konservasi.

Namun Demikian sampai saat ini kita harus menanggung beban berat sebagai

negara terkaya keaneka ragaman hayati di kawasan yang sangat sensitif, karena

biota Indonesia tersebar di lebih dari 17,000 pulau. Oleh karena itu bukan saja

jumlah populasi setiap individu tidak besar tetapi juga distribusinya sangat

terbatas. Ini harus disadari oleh pemerintah, sehingga Indonesia harus

merumuskan suatu kebijakan dan membuat pendekatan yang berbeda di dalam

pengembangan sistem pemanfaatan keaneka ragaman hayatinya, terutama

Page 15: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 15

kebijakan dalam pengembangan pariwisata yang secara langsung

memanfaatkan sumber daya alam sebagai aset. Pengembangan sumber daya

alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan perlu diprioritaskan

dan dalam bidang Pariwisata pengembangan seperti eko wisata harus menjadi

pilihan utama.

7.2. Visi Eko Wisata Indonesia

Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, maka Visi Ekowisata Indonesia adalah

untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang

mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan

menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial.

Dengan visi ini Ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk

mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat

internasional, nasional, regional maupun lokal.

Penetapan Visi Ekowisata di atas di dasarkan pada beberapa unsur utama:

a. Ekowisata sangat tergantung pada kualitas sumber daya alam,

peninggalan sejarah dan budaya. Kekayaan keaneka-ragaman hayati

merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata, sehingga

kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan

sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk ekowisata.

Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar,

untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di

tingkat internasional, nasional, regional dan lokal.

b. Pelibatan Masyarakat Lokal Mulai Dari Tingkat Perencanaan Hingga pada

Tingkat Pengelolaan. Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan

budaya serta kawasan daya tarik wisata, dimiliki oleh masyarakat

setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari

tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan.

c. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai

peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah

kepada pengunjung dan masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan

dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari

pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih

menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.

d. Pertumbuhan pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional.

Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan

terhadap produk ekowisata baik ditingkat internasional maupun nasional.

Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk

berprilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi

kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran,

Page 16: Bab III KAJIAN PUSTAKAdasun.desa.id/wp-content/uploads/sites/549/2019/02/3... · 2019. 2. 13. · lain yang tata guna lahan, massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalan

Bab. III. KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN MASTERPLAN DAN DED DESA DASUN, KECAMATAN LASEM, KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2017

III - 16

penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai peninggalan

sejarah dan budaya setempat.

e. Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Ekowisata

memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara,

pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang

non-ekstraktif dan non-konsumtif sehingga meningkatkan perekonomian

daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah

ekowisata, mewujudkan ekonomi berkelanjutan.

Tujuan Ekowisata Indonesia adalah untuk (1) Mewujudkan penyelenggaraan

wisata yang bertanggung jawab, yang mendukung upaya-upaya pelestarian

lingkungan alam, peninggalan sejarah dan budaya; (2) Meningkatkan partisipasi

masyararakat dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat;

(3) Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui penerapan

kaidah-kaidah ekowisata.