bab iii hasil penelitian dan analisa perbandingan …

46
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NARKOTIKA UU NO 22 TAHUN 1997 DENGAN UU NO 35 TAHUN 2009 Narkotika merupakan zat atau bahan yang bermanfaat di suatu bidang pengobatan, pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Tetapi pada sisi lain menimbulkan kerugian sistematis apabila disalahgunakan oleh masyarakat tanpa pengendalian dan pengawasan oleh pemerintah. Pengaturan terhadap penyalahgunaan narkoba telah dilakukan dengan berbagai cara oleh berbagai Negara termasuk Indonesia dalam bentuk preemtif maupun represif dengan melibatkan seluruh elemen penegak hukum dan masyarakat. Termasuk melihat secara berkala kinerja regulasi terdahulu untuk menerbitkan regulasi baru yang lebih adaptif dan sesuai dengan kebutuhan penanggulangan penyalahgunaan narkotika saat ini dan kedepan. 1. Undang-Undang Narkotika Berkembang, tidak lengkap dan tidak Selalu Jelas Secara substansial, perubahan signifikan pada UU Nomor 35 Tahun 2009 sebagai regulasi khusus merupakan

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN

UNDANG-UNDANG NARKOTIKA

UU NO 22 TAHUN 1997 DENGAN UU NO 35 TAHUN 2009

Narkotika merupakan zat atau bahan yang bermanfaat di

suatu bidang pengobatan, pelayanan kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan. Tetapi pada sisi lain

menimbulkan kerugian sistematis apabila disalahgunakan oleh

masyarakat tanpa pengendalian dan pengawasan oleh pemerintah.

Pengaturan terhadap penyalahgunaan narkoba telah dilakukan

dengan berbagai cara oleh berbagai Negara termasuk Indonesia

dalam bentuk preemtif maupun represif dengan melibatkan

seluruh elemen penegak hukum dan masyarakat. Termasuk

melihat secara berkala kinerja regulasi terdahulu untuk

menerbitkan regulasi baru yang lebih adaptif dan sesuai dengan

kebutuhan penanggulangan penyalahgunaan narkotika saat ini

dan kedepan.

1. Undang-Undang Narkotika Berkembang, tidak lengkap

dan tidak Selalu Jelas

Secara substansial, perubahan signifikan pada UU Nomor

35 Tahun 2009 sebagai regulasi khusus merupakan

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

2

penyempurnaan dan adaptasi perkembangan regulasi Narkotika

dari UU Nomor 22 Tahun 1997. Perkembangan regulasi ini

sejalan dengan kaidah peraturan atau hukum sebagai sebuah

yurisprudensi. Aturan hukum tidak lengkap karena hukum selaku

berkembang mengikuti perkembangan masyarakat. Sebagai

bagian dari budaya dan nilai kehidupan manusia, maka hukum

pada dasarnya telah ada sejak kehidupan manusia. Setiap perilaku

manusia yang berhubungan dengan orang lain dengan sendirinya

adalah perbuatan hukum. Hubungan perilaku ini di bakukan

dalam norma tata aturan hokum tertulis. Upaya hukum positif

adalah untuk membakukan hubungan perilaku ini dalam norma

tata aturan hukum tertulis.

Dengan kaidah tersebut, maka hukum positif selalu

berkembang dan melengkapi seiring dengan perkembangan

kebudayaan manusia. Basis utama hukum adalah menggali dari

dalam masyarakat. Hukum atau peraturan hukum bertujuan untuk

mengatur kegiatan manusia. Sedangkan kegiatan manusia tidak

terhitung jumlah dan jenisnya, maka tidak heran jika peraturan

hukum tidak lengkap dan tidak selalu jelas. Berdasarkan

pengertian dasar tersebut pada kontek perbandingan asas muatan

materi UU Nomor 5 Tahun 1997 dan UU Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, menarik untuk dirunut perbandingan antar

keduanya.

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

3

2. Narkotika Sebagai Tindak Pidana Khusus

Pada sisi lain pengesahan materi UU Nomor 35 Tahun

2009 menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika menegaskan bahwa narkotika adalah bagian dari

Hukum Tindak Pidana Khusus. Maksudnya adalah tindak pidana

narkotika diatur dalam Undang Undang Pidana yang berada di

luar Hukum Pidana Umum yang mempunyai penyimpangan dari

Hukum Pidana Umum baik dari segi Hukum Pidana Materil

maupun Hukum Pidana Formil. Hukum tindak pidana khusus

mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu

yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu.

Hukum tindak pidana khusus secara substansi berlaku khusus

kepada siapa Hukum Tindak Pidana Khusus itu di arahkan.

Indikator lain yang digunakan untuk mengukur bahwa

undang-undang tersebut merupakan hukum pidana khusus adalah

pada penyimpangan ancaman pidana yang terdapat dalam

undang-undang pidana umum. Hukum Tindak Pidana Khusus

adalah UU Pidana atau Hukum Pidana yang diatur dalam UU

pidana tersendiri. Seluruh indikator tersebut terpenuhi dalam

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Artinya semua ketentuan tentang Narkotika ketentuannya diatur

sendiri dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut.

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

4

3. Undang-undang Khusus Narkotika No 22 tahun 1997

dan No 35 tahun 2009 Bersifat Dinamis

Sebagai Undang Undang Tindak Pidana Khusus tentang

Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 dan Nomor 35 Tahun 2009

bersifat adaptif terhadap perubahan. Ketentuan-ketentuan yang

terdapat dalam undang-undang narkotika dapat dengan mudah

diubah apabila terdapat penyimpangan atau mengatur hal-hal

yang sebelumnya tidak diatur dalam undang-undang tersebut

karena perkembangan zaman. Elastisitas undang-undang

Narkotika ini karena Undang-Undang ini hanya mengatur satu hal

yaitu tentang narkotika.

Perubahan undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 dengan

undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat

dilakukan secara elastic sesuai kebutuhan dan kontek kinerja

regulasi. Berbeda dengan undang-undang pidana umum sejenis

KUHP dan KUHAP kurang memiliki elastisitas karena

ketentuan-ketentuan yang terdapat didalamnya mengatur banyak

hal.

4. Perbandingan Hukum Materil Dalam Undang-Undang

Narkotika No 22/1997 dengan No 35/2009.

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

5

4.1. Kontektualisasi Amar Pertimbangan Hukum

Di sahkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika tanggal 14 September 2009 merupakan

revisi dari UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Di

dalam amar pertimbangannya, pemerintah menilai UU

Nomor 22 Tahun 1997 untuk menjamin masyarakat

Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur, meningkatkan

derajat kesehatan sumber daya manusia, urgensi bahaya

narkotika, mengatur tata kelola dan ancaman pidana

terhadap penyalahgunaan narkotika, Pemerintah menilai

UU Nomor 22 Tahun 1997 tidak efektif lagi menanggulangi

situasi dan kondisi tindak pidana narkotika yang semakin

berkembang dan terorganisir. Seperti ditulis didalam

pertimbangan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

pada huruf e yang berbunyi:

e. bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat

transnasional yang dilakukan dengan menggunakan

modus operandi yang tinggi, teknologi canggih,

didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan

sudah banyak menimbulkan korban, terutama di

kalangan generasi muda bangsa yang sangat

membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan

negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

6

untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana

tersebut;1

Sementara di dalam UU Nomor 22 Tahun 1997 huruf e

juga menyampaikan hal yang sama:

e. bahwa kejahatan narkotika telah bersifat

transnasional yang dilakukan dengan menggunakan

modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih,

sedangkan peraturan perundang-undangan yang ada

sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi

dankondisi yang berkembang untuk menanggulangi

kejahatan tersebut;2

Pertimbangan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009, tidak jauh beda tata bahasanya dengan pertimbangan

yang digunakan untuk merevisi Undang-undang Nomor 9

Tahun 1976 dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika. Hanya pada poin (e) tersebut diatas,

terjadi penggabungan substansi pertimbangan dibandingkan

dengan undang-undang sebelumnya. Kontekstualisasi hukum

dalam amar pertimbangan menjadi landasan pembeda utama

atas perubahan undang-undang.

1 Lihat Menimbang UU No 35/2009 2 Lihat Menimbang UU no 22/1997

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

7

Perbedaan yang lainnya adalah di dalam pertimbangan

UU Nomor 35 Tahun 2009, tentang Narkotika pada huruf e

ada tambahan “ didukung oleh jaringan organisasi yang luas,

dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di

kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan

kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara “ . Sedangkan di

dalam pertimbangan UU Nomor 22 Tahun 1997 tidak ada.

4.2. Pengembangan Ketentuan Umum

Didalam UU Nomor 35 Tahun 2009 terdapat uraian

Ketentuan Umum yang menjadi pembeda sekaligus

pelengkap dari UU Nomor 22 Tahun 1997. Penambahan

ketentuan umum dirumuskan sesuai dengan kaidah

penegakan penyalahgunaan narkotika yang berkembang saat

ini adalah:

Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang

dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang

terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada

untuk suatu waktu tertentu dan bertindak bersama

dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana

Narkotika3.

3 Lihat Ketentuan Umum UU No 35/2009

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

8

Penegasan utama dari Ketentuan Umum yang tertera

didalam UU Nomor 35 Tahun 2009 adalah tindak pidana

narkotika sebagai kejahatan yang bisa dilakukan secara

terorganisir dan lintas Negara/transnasional sehingga tindak

pidana narkotika secara tersirat jelas bukan merupakan

sekedar kegiatan kriminal biasa.

4.3. Meningkatkan Golongan Bahan Narkotika dan

Pembatasan Penggunaannya

Di dalam Lampiran Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika4

menegaskan bahwa Indonesia meningkatkan golongan

bahan-bahan yang masuk dalam kategori Narkotika serta

klasifikasi penggunaannya. Pertama, Sesuai dengan UU

Nomor 35 Tahun 2009 ada perluasan golongan bahan-bahan

dalam kategori Narkotika/Psikotropika dibandingkan dengan

UU Nomor 22 Tahun 19975. Diantaranya dengan

memindahkan Psikotropika Golongan II termasuk sabu-

sabu, ke dalam kategori narkotika Golongan I karena

tingkat bahaya bagi kesehatan manusia.

4 Lihat Lampiran Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2009 5 Lihat Lampiran Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 1997

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

9

Kedua, dalam UU Nomor 35 Tahun 2009, Narkotika

Golongan I tidak digunakan untuk pelayanan kesehatan

karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Dengan

demikian, ada pelarangan dan sanksi berat secara tegas

terhadap organisasi kriminal/sindikat yang memproduksi,

mengimpor, dan mengedarkan secara melawan hukum

Ekstasi dan Sabu. Jika beratnya melebihi 5 (lima)

gram Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman

(termasuk heroin dan kokain) maka pelaku dipidana dengan

pidana mati atau pidana penjara lainnya6.

4.4. Asas-asas Berlakunya Tindak Pidana Narkotika

Asas hukum menurut Paul Scholten dalam

Notohamidjoyo7 adalah suatu tendensi-tendensi yang

disyaratkan kepada hukum oleh faham kesusilaan kita

(tendenzenm welke ons zedelijk oordeel aan het rech stelt).

Demikian juga menurut H.J. Holmes berpendapat bahwa

asas-asas hukum yang konkrit, melainkan perlu dipandang

6 Lihat Bab XV Ketentuan Pidana UU No 35/2009 7 Dr. O. Notohamidjojo, SH. Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum,

Salatiga, Griya Media, 2011 , hlm 23.

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

10

sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk (rishtsnoer) bagi

hukum yang berlaku8

Fungsi asas-asas hukum menurut Notohamidjojo9 adalah:

1. Pengundang-undang harus mempergunakan asas-

asas hukum sebagai pedoman bagi kerjanya.

2. Hakim melakukan interpretasi hukum berdasarkan

pada asas asas hukum.

3. Hakim perlu mempergunakan asas-asas hukum,

apabila ia perlu mengadakan analogi.

4. Hakim dapat melakukan koreksi terhadap

peraturan perundang-undang, apabila undang-

undang, karena tidak dipakai terancam kehilangan

maknanya.

Terkait dengan penjelasan diatas, maka jika melihat

Muatan Materi Undang-undang tentang Narkotika,

diselenggarakan berdasarkan beberapa asas yang diatur

dalam Pasal 3 UU Nomor 35 Tahun 2009 yaitu:

a) keadilan,

b) pengayoman,

c) kemanusiaan,

d) ketertiban,

e) perlindungan,

f) keamanan,

8 Ibid. hlm 23 9 Ibid. hlm 23

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

11

g) nilai-nilai ilmiah,

h) kepastian hukum.

Masuknya azas dalam bagian pasal merupakan langkah

maju dalam perbaikan undang-undang Narkotika sesuai UU

Nomor 35 Tahun 2009. Langkah penetapan azas dalam

undang-undang narkotika sejalan dengan ketetapan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Sementara, pada UU Nomor 22 Tahun 1997,

penegasan asas-asas yang ditetapkan adalah sesuai dalam

Penjelasan Umum alinea ke 5 yang berbunyi:

Untuk lebih meningkatkan pengendalian dan

pengawasan serta meningkatkan upaya mencegah dan

memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika, diperlukan pengaturan dalam bentuk

undang-undang baru yang berasaskan keimanan dan

ketagwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, manfaat,

keseimbangan, keserasian, dan selarasan dalam

perikehidupan hukum, serta ilmu pengetahuan dan

teknologi. Dan dengan mengingat ketentuan baru

dalam Konvensi Perserikataan Bangsa-Bangsa tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika tahun 1988 yang telah diratifikasi dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 Tentang

Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

12

tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika.

Pada Penjelasan Umum tersebut, dapat disimpulkan

bahwa UU Nomor 22 Tahun 1997 menganut asas :

a) keimanan dan ketagwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa,

b) manfaat,

c) keseimbangan,

d) keserasian,

e) keselarasan dalam perikehidupan hukum,

f) ilmu pengetahuan dan teknologi

Penegasan penggunaan asas yang berlaku di dalam

materi muatan undang-undang menjadi urgen, apalagi jika

menyangkut dua kaidah hukum yang saling melengkapi

seperti di dalam UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika, dimana proses acara pidana sesuai dengan

Tindak Pidana Umum yang tertera dalam KUHAP.

Sementara pidana merujuk pada UU Nomor 22 Tahun

1997. Sebagai catatan, asas yang dipakai di dalam produk

UU Tindak Pidana Umum sesuai KUHP adalah

diselenggarakan berdasarkan azas: (a) Azas legalitas

(b) Azas teritorial (c) Azas tidak berlaku surut (retro aktif)

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

13

(d) Azas nasionalitas yang terdiri dari nasionalitas aktif dan

pasif.

Asas asas yang terkandung dalam Undang Undang

Nomor 22 Tahun 1997 dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Keimanan dan ketagwaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa

Asas ini adalah asas menetap (constant) atau asas

yang berlaku tetap dalam semua kaidah berkehidupan.

Asas ini merupakan derajat tertinggi dalam produk

hukum dan undang-undang. Wujud utama dari asas

keimanan dan ketagwaaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa adalah tercapainya keadilan hukum dalam

kehidupan manusia.

Merujuk kepada konsep keadilan yang di susun

oleh Gustav Radbruch, maka asas keimananan kepada

Tuhan Yang Maha Esa, jika dikaitkan dengan konsep

keadilan hukum Gustav Radbruch adalah hukum

sebagai pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat atau

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

14

bersumber dari manusia maupun dari Tuhan. Ilmu

tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil10

Keimanan dan Ketagwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa menuntut orang untuk berlaku adil dengan

kepercayaan yang penuh dan transenden kepada Tuhan

Yang Maha Esa. Di dalam Pancasila, jelas posisi

tertinggi dalam sila adalah sila pertama. Ketuhanan

yang Maha Esa. Artinya asas hukum UU Nomor 22

Tahun 1997 dilandaskan pada asas Ketuhananan yang

Maha Esa. Asas pertama dalam berbangsa dan

bernegara. Prinsip utama yang mencerminkan pribadi

yang Bertagwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah

berlaku adil terhadap semua manusia. Konsep Adil

menurut Penjelasan Umum UU Nomor 12 Tahun 2011

Huruf g:

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah

bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-

undangan harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga Negara.

10

Ibid. hlm. 183.

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

15

Konsep asas keadilan ini juga di dalam UU Nomor

35 Tahun 2009 sesuai dengan asas keadilan, asas

kemanusiaan, asas pengayoman dan perlindungan bagi

individu masyarakat dan negara. Kontek ketagwaan dan

keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta Keadilan

adalah wujud tertinggi dari asas Materi Muatan

Perundang-undangan.

b. Manfaat.

Asas manfaat adalah asas yang memastikan bahwa

hukum yang ditetapkan atau setiap Materi Muatan

Perundang-undangan memberikan manfaat bagi

kehidupan manusia yang lebih baik dan bermartabat

dalam kontek Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada kaidah yang lain, asas manfaat jika dilihat dari UU

Nomor 12 Tahun 2011 merupakan makna yang dekat

dengan Asas “Kedayagunaan dan Hasilgunaan”.

Menurut Penjelasan Umum UU Nomor 12 Tahun 2011

Huruf e:

Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan

kehasilgunaan “adalah bahwa setiap Peraturan

Perundang-undangan dibuat karena memang

bener-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

16

mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara.

Substansi dari asas manfaat di dalam UU Nomor

22 Tahun 1997 terkait dengan asas-asas Asas

Pengayoman, Asas Ketertiban, Asas Perlindungan, Asas

Keamanan dan Kepastian hukum. Meskipun belum

diuraikan secara ekplisit, tetapi kinerja UU Nomor 22

Tahun 1997 diharapakan mampu memberikan kejelasan

pengayoman, ketertiban, perlindungan, keamanan dan

kepastian hukum bagi individu, masyarakat dan Negara.

Termasuk didalammnya adalah bagi korban dan

keluarga korban dan masyarakat umum.

c. Keseimbangan, keserasian, dan selarasan dalam

perikehidupan hukum, serta Ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Makna dari asas ini adalah merujuk kepada

Penjelasan Umum UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Penjelasan Huruf j:

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

17

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan,

keserasian dan keselarasan” adalah bahwa setiap

Materi Muatan Peraturan Perundangundangan

hasur mencerminkan keseimbangan, keserasian,

dan keselarasan, antara kepentingan individu,

masyarakat dan kepentingan bangsa dan Negara.

Penegasan keseimbangan, keserasian dan

keselarasan dalam perikehidupan hukum, serta Ilmu

pengetahuan mencerminkan bahwa UU Nomor 22

Tahun 1997 sesuai dengan herarki hukum. Penjenjangan

setiap jenis peraturan perundang-undangan yang

didasarkan pada asas-asas peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Asas tersebut diatas, jika dibandingkan dengan

asas-asas yang tertulis didalam UU Nomor 35 Tahun

2009, maka dikategorikan dalam asas kepastian hukum.

Hukum bekerja untuk ditaati dan untuk itu dibutuhkan

kejelasan hirarki hukum sehingga kinerja hukum bisa di

pertanggungjawabkan.

Sementara penggunaan asas Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi bermakna, UU Nomor 22 Tahun 1997

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

18

memberikan ruang pengakuan ilmu pengetahuan dan

teknologi didalam menjalankan materi muatan hukum.

Pengakuan ini penting mengingat UU Nomor 22 Tahun

1997 merupakan Undang Undang Narkotika yang

perkembangannya sangat pesat dan dekat dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Di dalam UU Nomor 35 Tahun 2009, asas Ilmu

Pengetahuan dan Tekonologi ini kategorikan ke dalam

asas Nilai-Nilai Ilmiah. Substansi dari kedua asas dalam

UU Nomor 22 Tahun 1997 dan UU Nomor 35 Tahun

2009 adalah sama. Perbedaannya adalah pada UU

Nomor 22 Tahun 1997 belum tegas mencantumkan asas

ke dalam pasal ke dalam Materi Muatan Perundang-

undangan, tetapi masuk ke dalam Penjelasan Umum.

Sedangkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tegas

memasukan asas-asas ke dalam Pasal 3.

4.5. Perluasan Tempat Kejadian Perkara

Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal

Narkotika 1961, beserta Protokol Tahun 1972 yang

mengubahnya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

19

Republik Indonesia Nomor 3085; serta penerbitan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United

Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic

Drugs and Psychotropic Substances, 1988 atau Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan

Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988,

sebagaimana tertera dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3673; maka asas

territorial dan kerjasama ektrateritorial dalam kejahatan

Narkotika semakin tegas. Penegasan Narkotika sebagai

extra ordinary crime memungkinkan undang-undang

Narkotika menjangkau wilayah ektrateritorial.

Di dalam Pasal 63 UU Nomor 35 Tahun 2009, upaya

kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional

secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun

internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan

Narkotika dan Prekursor Narkotika di masukan dalam

bagian tugas Negara demi kepentingan nasional.

Kepentingan nasional ini diupayakan pemerintah

terintegrasi dengan kepentingan internasional bagi

perlawanan terhadap kejahatan narkotika pada tingkat

global. Pasal 63 UU Nomor 35 Tahun 2009:

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

20

Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan

negara lain dan/atau badan internasional secara

bilateral dan multilateral, baik regional maupun

internasional dalam rangka pembinaan dan

pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika

sesuai dengan kepentingan nasional.

Sedangkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1997 belum

tegas memberikan kewenangan pemerintah secara regional

kawasan maupun internasional untuk menjalin kerjasama

produktif melawan kejahatan Narkotika. Kelemahan UU

Nomor 22 Tahun 1997 adalah secara formil mengikuti

undang-undang tindak pidana umum sesuai KUHP yang

tidak memiliki cakupan ekstra teritorial karena KUHP

hanya berlaku diwilayah Negara Indonesia.

4.6. Pembatasan Penyimpanan, Rehabilitasi dan

Pengobatan Narkotika

Penerbitan UU Nomor 35 Tahun 2009 menegaskan

kepada masyarakat bahwa mereka tidak

diperbolehkan/penyimpanan narkotika untuk jenis dan

golongan apapun. Penyimpanan Narkotika diperbolehkan

pada industri farmasi, pedagang besar farmasi, apotek,

rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan,

dokter dan lembaga ilmu pengetahuan. Sebagaimana diatur

dalam Pasal 4 UU Nomor 35 Tahun 2009:

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

21

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:

a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk

kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan

bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;

c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan

Prekursor Narkotika; dan

d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis

dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu

Narkotika.

Pada satu sisi, UU Nomor 35 Tahun 2009

memberikan ketegasan bahwa tidak diperkenankan

menyimpan secara personal kecuali pasien rehabilitasi dan

mendapatkan resep dari dokter yang ditunjuk. Sementara

kekawatiran akan sangat menyulitkan pengguna narkotika

yang sedang melakukan pemulihan, dimana para pengguna

harus mengunjungi tempat-tempat tertentu secara ilegal di

minimalisir dan dinafikan. Semua bentuk rehabilitasi bagi

korban dilakukan oleh Negara dan di control oleh Negara

melalui rehabilitasi medis terpercaya.

Satu sisi ada kekawatiran akan memunculkan black

market Narkoba semakin besar di Indonesia, tetapi

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

22

kekawatiran ini bisa dimengerti sebagai bagian dari kritik

atas pelayanan rehabilitasi korban narkoba yang kurang

professional.

Ketentuan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksanan

di sidang pengadilan dalam Pasal 103 UU Nomor 35 Tahun

2009 ditentukan:

(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu

Narkotika dapat:

a. memutus untuk memerintahkan yang

bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau

perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu

Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan

tindak pidana Narkotika; atau

b. menetapkan untuk memerintahkan yang

bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau

perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu

Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah

melakukan tindak pidana Narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan

bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa

menjalani hukuman.11

11 Pasal 103 UU No. 35/2009

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

23

Penegasan rehabilitasi dan pengobatan bagi korban

Penyalah Guna Narkotika dan/atau Pecandu Narkotika

cukup menarik di dalam UU Nomor 35 Tahun 2009. Kata

“dapat” pada Pasal 103 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009

tersebut menempatkan para pengguna narkotika baik yang

bersalah maupun yang tidak bersalah untuk menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi. Untuk

kepentingan tersebut dalam persidangan, Hakim diberikan

wewenang menghukum pecandu/penyalahguna narkotika

untuk ditetapkan menjalani pengobatan dan rehabilitasi dan

dapat dijadikan sebagai pengganti hukuman.

Pada sisi lain, UU Nomor 35 Tahun 2009 juga

mengatur mekanisme pelaporan bagi korban yang belum

cukup umur oleh orang tuanya/ wali, untuk mendapat

Rehabilitasi Medis dan Sosial dari negara; dan bagi

Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur, selama 2 (dua)

kali perawatan dokter di Lembaga Rehabilitasi Medis yang

ditunjuk Pemerintah, kesemuanya tidak dituntut pidana,

tetapi diwajibkan menjalani Rehabilitasi Medis dan Sosial.

Pasal 54 “Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

24

Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial” 12

.

Hal berbeda ditemukan pada UU Nomor 22 Tahun

1997, Pasien dapat memiliki, menyimpan, dan/atau

membawa narkotika yang digunakan untuk dirinya sendiri

yang diperoleh dari dokter dan dilengkapi dengan bukti

yang sah. “(2) Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika

kepada … dan (f) pasien.13

Melalui UU Nomor 35 Tahun 2009, kebebasan dan

kehendak sendiri untuk sembuh tidak lagi diberikan oleh

Negara. Para pecandu dan korban mempunyai kewajiban

mengikuti rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang

dikelola oleh negara. Para korban pecandu narkotika

diwajibkan untuk melaporkan diri mereka kepada pusat

kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Kewajiban

tersebut juga menjadi tanggung jawab orang tua dan

keluarga sesuai Pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2009. Akan

terbit peraturan menteri yang mengatur tentang rehabiltasi

medis dan sosial yang diselenggarakan oleh instansi

pemerintah ataupun masyarakat.

12 Pasal 55 UU No 35/2009. 13 Pasal 39 UU No 22/1997

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

25

4.7. Ketentuan Pidana antara UU No 22 Tahun 1997 dengan

UU No 35 Tahun 2009

Beberapa perbandingan ketentuan pidana yang diatur

di dalam UU Nomor 22 Tahun 1997 dan UU Nomor 35

tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Matrik 3.1. Perbandingan Substansi Muatan Materi UU No 22/1997

dan UU No 35/2009.

Substansi Muatan Materi

UU No 22 Tahun 1997 UU No 35 Tahun 2009

Jumlah pasal mengandung pidana

Memuat 19 pasal me ngandung pidana dari 96 pasal, atau 19 %.

39 pasal mengandung macam-macam pidana dari 150 pasal, atau 26%.

Ancaman pidana

Terdapat ancaman hukuman mati, hukum penjara, hukuman denda.

Terdapat ancaman hukuman mati, penjara, denda. Ancaman hukuman lebih berat dibanding UU No 22/1997. Penegasan hukum mati bagi pelaku.

Sanksi Tambahan

Sanksi administratif sampai pencabutan izin usaha

Sanksi administratif sampai pencabutan izin usaha dan status badan hokum

Jenis Kesalahan

Unsur ketidakesengajaan tidak berlaku/Culpa

Unsur ketidakesengajaan tidak berlaku/culpa

Ancaman Pemidanaan

Menggunakan pende katan pidana minimal

Menggunakan pendekatan pidana minimal

Sistem kumulatif

Percobaan atau permu fakatan jahat untuk mela kukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sama dengan orang melakukan kejahat an atau pelanggaran ter hadap ketentuan dalam undang-undang

Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sama dengan orang melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang narkotika ini

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

26

Narkotika ini.

Hukuman pidana dan denda

Hukuman pidana dan denda lebih berat dari UU N0 22 1997

Persamaan Hu kuman Terha dap Delik Per cobaan dan Delik Selesai

Menyamakan hukuman pidana bagi pelaku tindak pidana selesai dengan pelaku tindak pidana percobaan.

Menyamakan hukuman pidana bagi pelaku tindak pidana selesai dengan pelaku tindak pidana percobaan.

Ancaman hu kuman orang tua pelaku/ korban dan Masyarakat

Tidak memberikan hukuman kepada orang tua/keluarga.

Memberikan ancaman hukuman pidana 6 bulan kurungan bagi yang tidak melaporkan penyalah gunaan narkotika/psikotropika.

Rehabilitasi Mengenal konsep rehabilitasi oleh Negara dan masyarakat

Mengenal konsep rehabilitasi hanya oleh Negara.

Penegak hukum

Penegak hukum dalam hal ini Penyidik hanya diampu oleh Penyidik Polri

Selain penyidik dari Kepolisian juga ada penyidik dari BNN

Jenis barang yang dilarang

Barang yang dilarang hanya narkotika yang sudah jadi/siap pakai

Barang yang dilarang selain narkotika yang sudah jadi juga prekusornya atau bahan bahannya.

Dari tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Jumlah Pasal Mengandung Pidana

Penerbitan UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan tegas

penggunaan pendekatan pidana lebih menonjol

dibandingkan dengan ketentuan pidana dalam UU Nomor

22 Tahun 1997. Pendekatan pidana digunakan sebagai

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

27

upaya efek jera dan memberi rasa takut kepada pelaku

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Ketentuan

pidana tercantum pada 39 pasal yang mengandung macam-

macam pidana dari 150 pasal yang ada dalam UU Nomor

35 Tahun 2009, atau 26%. Sementara di dalam UU Nomor

22 Tahun 1997 memuat 19 pasal yang mengandung pasal

pidana dari keseluruhan 96 pasal, atau 19 %. Tampak

pendekatan treatment hukum masih dominan pada Undang-

Undang tersebut.

Meskipun demikian penggunaan pasal mengandung

pidana pada UU 22 Tahun 1997 dan UU 35 Tahun 2009

mencerminkan asas manfaat yang terkait dengan Asas

Pengayoman, Asas Ketertiban, Asas Perlindungan Hukum,

Asas Keamanan dan Kepastian Hukum. Pendekatan Asas

Keamanan dan Kepastian Hukum tampak memunculkan

kekawatiran disatu sisi dari terbitnya UU Nomor 35 Tahun

2009. Ada kekawatiran munculnya kriminalisasi orang,

baik produsen, distributor, konsumen dan masyarakat

dalam undang-undang ini. Apalagi super bodi dengan

kewenangan yang luar biasa seperti Badan Narkotika

Nasional memungkinkan untuk melakukan hal tersebut jika

lemah dalam kontrol.

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

28

b. Ancaman Pidana

Dalam undang-undang narkotika Nomor 22 Tahun

1997 maupun UU Nomor 35 Tahun Nomor 2009 terdapat

ancaman hukuman mati, hukum penjara, hukuman denda.

Perbedaan kedua undang-undang tersebut adalah pada berat

ringannya sanksi. Sebagai perhatian utama adalah dalam

UU Nomor 35 Tahun 2009 yang menegaskan hukuman

mati bagi pelaku yang terbukti membawa secara tidak sah

narkotika pada ukuran tertentu.

Pendekatan ancaman pidana mati merujuk secara

langsung pada penggunaan asas keadilan yang merupakan

asas menetap (constant) dari Asas Keimanan dan

Ketagwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti tertulis

di dalam Asas UU Nomor 22 Tahun 1997. Sementara di

dalam UU Nomor 35 Tahun 2009, asas tersebut di jabarkan

dalam Asas Keadilan, Asas Kemanusiaan, Asas

Pengayoman dan Perlindungan bagi Individu Masyarakat

dan Negara.

c. Sanksi Tambahan

Pada penyelenggara dan pengelolaan yang ditunjuk,

terdapat sanksi adminisratif seperti teguran, peringatan,

denda adminisratif, penghentian sementara kegiatan dan

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

29

pecambutan izin serta hukuman tambahan yang diatur

dalam Pasal 130 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, berupa: (a) pencabutan izin usaha;

dan/atau (b) pencabutan status badan hukum.

Sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009, penggunaan

Asas Kemanusiaan, Asas Pengayoman dan Perlindungan

bagi Individu Masyarakat dan Negara lebih menonjol di

dalam asas muatan materi pasal ini. Meskipun juga

memberikan ruang bagi berjalannya Asas Kepastian

Hukum. Sementara UU Nomor 22 Tahun 1997 di

kategorikan sebagai Asas Keseimbangan, Keserasian dan

Keselarasan dalam Perikehidupan Hukum.

b. Jenis Kesalahan

Secara harfiah, dalam Tindak Pidana narkotika

penggunaan kata ”Setiap orang tanpa hak dan melawan

hukum” dalam pasal-pasal di Bab XV Ketentuan Pidana

UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan tidak memperdulikan

unsur kesengajaan. Artinya siapa saja dapat terkena

ancaman pidana baik melakukan perbuatan penyalahgunaan

narkotikan secara sengaja maupun tidak sengaja. Meskipun

dikenal didalam hukum pidana Asas Tidak Ada Pidana

Tanpa Kesalahan tetapi, delik ini dapat menjerat orang-

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

30

orang yang memang sebenarnya tidak mempunyai niatan

melakukan tindak pidana narkotika. Baik karena adanya

paksaan, desakan, ataupun ketidaktahuan. Semisal di jebak,

di titipi oleh orang lain tanpa sepengetahuan pembawa atau

karena ketidaktahuan maupun menerima paket dari pos dan

kondisi lainnya. Dalam undang-undang narkotika tidak

mengenal adanya delik culpa atau ketidaksengajaan.

Penanganan kasus penyalahgunaan narkotika yang

kurang efektif salah satunya adalah alibi ketidaksengajaan

pelaku atau berlindung sebagai korban. Oleh karena itu di

dalam UU Nomor 35 Tahun 2009, UU Nomor 22 Tahun

1997 dan KUHP Hukum Pidana Umum dalam KUHP

terdapat delik culpa. Meskipun di dalam KUHP terhadap

orang yang melakukan delik culpa tersebut masih

dipertimbangkan, seperti dalam pasal 359 KUHP.

Penegasan Asas Perlindungan, Asas Ilmu

Pengetahuan atau Asas Nilai-Nilai Ilmiah merupakan

rujukan utama bagi berjalannya keserasian, keselarasan dan

keseimbangan kehidupan individu masyarakat dan Negara.

Asas pada muatan materi pasal ini baik dalam UU Nomor

22 Tahun 1997 maupun UU Nomor 35 Tahun 2009

mengakui bahwa penyalahgunaan narkotika yang terus

berkembang memaksa undang-undang berkembang dan

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

31

mengikuti ranah teknologi dan nilai-nilai ilmiah yang terus

berkembang.

c. Ancaman Pemidanaan

Pendekatan UU Nomor 35 Tahun 2009 maupun

UU Nomor 22 Tahun 1997 menetapkan sistem pidana

minimal. Hal ini memunculkan asumsi bahwa UU

tersebut dapat mencegah masyarakat untuk berhubungan

dengan narkotika/psikotropika. Meskipun ada

kekawatiran penggunaan pidana minimal juga akan

menutup kebebasan Hakim dalam menjatuhkan putusan,

walaupun di dalam prakteknya, hakim dapat

menjatuhkan putusan kurang dari pidana minimal.

Keputusan Hakim tersebut diperbolehkan oleh

Mahkamah Agung.

Pada sisi lain, sistem pemidanaan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997 juga tidak memberikan hukuman

kepada orang tua/keluarga pelaku penyalahgunaan

narkotika. Pada Pasal 86 menyebutkan:

(1). Orang tua atau wali pecandu yang belum

cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal

46 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

32

bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00

(satu juta rupiah). (2). Pecandu narkotika yang

belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh

orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 46 ayat (1) tidak dituntut pidana.

Pasal 88 juga menyebutkan:

(2). Keluarga pecandu narkotika sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) yang dengan sengaja tidak

melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana

dengan pidana kurungan palinglama 3 (tiga) bulan

atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu

jutarupiah).

Sementara Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

memberikan ancaman hukuman pidana bagi keluarga

yang tidak melaporkan penyalahgunaan

narkotika/psikotropika.

Pasal 134 :

(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak

melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan

atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,00

(satu juta rupiah).

Sesuai UU Nomor 22 Tahun 1997 dan UU Nomor

35 Tahun 2009, Asas Keadilan dan Keseimbangan jelas

Page 33: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

33

tercermin dari ancaman pemidanaan yang meluas sampai

ke orang tua/keluarga pelaku penyalahgunaan narkotika.

d. Sistem Kumulatif

Percobaan atau permufakatan jahat untuk

melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor

Narkotika sebagaimana diatur dalam undang-undang

narkotika tersebut dengan pidana penjara yang sama

dengan orang melakukan kejahatan atau pelanggaran

terhadap ketentuan dalam undang-undang narkotika ini.

Dalam pasal-pasal di Bab XV Ketentuan Pidana UU

Nomor 35 Tahun 2009 percobaan untuk menyediakan

narkotika golongan 1, dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Sebagaimana tertera dalam Pasal 111 UU Nomor 35

Tahun 2009.

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum menanam, memelihara, memiliki,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Page 34: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

34

Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan

miliar rupiah).

Sedangkan dalam kaidah Hukum Tindak Pidana

Umum dalam KUHP, hukuman terhadap orang yang

melakukan percobaan adalah maksimum hukuman

utama yang diadakan bagi kejahatan dikurangkan

dengan sepertiganya, dalam hal percobaan.

Berdasarkan sifat hukuman, sanksi dan hukuman

dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 dan UU Nomor 22

tahun 1997 tentang Narkotika bersifat komulatif.

Maknanya orang yang tertangkap melakukan kejahatan

atau pelanggaran terhadap narkotika akan dihukum

dengan hukuman pidana dan hukuman denda. Jadi

terpidana harus memenuhi vonis hukuman primer dan

vonis hukuman subsider tersebut. Pidana kumulatif ini

menjadi salah satu ciri utama UU Tindak Pidana Khusus

Tentang Narkotika. Perbedaan Hukuman Kumulatif

antar kedua UU narkotika tersebut adalah pada lama

hukuman pidana dan besar denda. Pada UU Nomor 35

Page 35: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

35

Tahun 2009, hukuman yang demikian memberikan efek

jera bagi pelaku.

Efek Jera dalam UU Nomor 22 Tahun 1997 dan

UU Nomor 35 Tahun 2009 merupakan salah satu

manifestasi penerapan Asas Keadilan, Asas Kepastian

Hukum dan Asas Keseimbaangan, Keserasian dan

Keselarasan dalam Perikehidupan Hukum.

e. Persamaan Hukuman Terhadap Delik Percobaan

dan Delik Selesai.

Dalam Undang-undang pidana umum KUHP

terjadi pembedaan vonis hukuman antara suatu tindak

pidana selesai dengan suatu tidak pidana tidak selesai

atau percobaan. Sedangkan UU Nomor 22 Tahun 1997

dan UU Nomor 35 Tahun 2009 menyamakan hukuman

pidana bagi pelaku tindak pidana selesai dengan pelaku

tindak pidana percobaan.

Latar belakang bahwa tindak Pidana Narkotika

adalah suatu kejahatan sistematis karena perbuatan

tersebut memiliki efek yang buruk dan berlanjut di

masyarakat. Oleh karena itu delik percobaan

mensyaratkan suatu tindak pidana tersebut terjadi dan

akibat tindak pidana tersebut selesai.

Page 36: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

36

Sementara pada kasus penyalahgunaan narkotika,

diasumsikan bahwa semua proses kejahatan oleh pelaku

berhenti, tetapi dampaknya masih berlanjut. Meskipun

penting juga dicari cara untuk membedakan pemidanaan

antara pelaku tidak pidana percobaan dan pelaku tidak

pidana selesai harus dibedakan untuk menjunjung tinggi

Asas Keadilan, Asas Manfaat dan Asas Keseimbangan

Hukum yang merupakan kekuatan dari UU Nomor 22

Tahun 1997 dan UU Nomor 35 Tahun 2009.

f. Ancaman hukuman bagi orang tua pelaku/

korban dan masyarakat

Di dalam materi pidana UU Nomor 35 Tahun 2009

memberikan ancaman hukuman pidana 6 bulan

kurungan pada UU Nomor 35 Tahun 2009 bagi orang

tua yang sengaja tidak melaporkan anaknya yang

menggunakan narkotika untuk mendapatkan rehabilitasi.

Dalam Pasal 128 UU Nomor 35 Tahun 2009

menyebutkan:

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum

cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)

Page 37: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

37

bulan atau pidana denda paling banyak Rp.

1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Meskipun unsur ’kesengajaan tidak melapor’

tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu, unsur tersebut

tidak mengecualikan orang tua yang tidak mengetahui

bahwa zat yang dikonsumsi anaknya adalah narkotika.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009

memberikan ancaman pidana maksimal 1 tahun bagi

orang yang tidak melaporkan adanya tindak pidana

narkotika. Sesuai Pasal 131 UU Nomor 35 Tahun 2009:

Setiap orang yang dengan sengaja tidak

melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113,

Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal

118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122,

Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal

127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Maknanya undang-undang Nomor 35 Tahun 2009

juga menuntut agar setiap orang melaporkan tindak

pidana narkotika. Potensi kesulitan justru muncul pada

saat penerapan undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

Page 38: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

38

Biasanya pasal-pasal sejenis ini digunakan untuk pihak-

pihak yang ditangkap ketika berkumpul dengan para

pengguna narkotika. Orang tersebut juga dapat

dipergunakan sebagai saksi mahkota untuk memberatkan

suatu tindak pidana narkotika. Pada satu sisi, pasal ini

juga menjadi ancaman serius bagi para pihak yang

mendampingi komunitas pecandu narkotika dalam

bentuk yayasan sosial, rehabilitasi yang dikelola oleh

masyarakat maupun individu.

Ketidaksinkronan delik materiil terdapat pada

ketentuan peran serta masyarakat yang diatur pada pasal

104 sampai pasal 108 BAB XIII Tentang Peran

Masyarakat sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 dimana

dalam ketentuan Bab tersebut masyarakat tidak

diwajibkan untuk melaporkan jika mengetahui adanya

penyalahgunaan narkotika atau peredaran gelap

narkotika. Pasal 107 UU Nomor 35 tahun 2009

Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat

yang berwenang atau BNN jika mengetahui

adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Terkait dengan informasi tentang Narkotika,

masyarakat memiliki hak dan tanggungjawab yang

Page 39: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

39

tentunya hak dan tanggung jawab ini dapat digunakan

maupun tidak gunakan tergantung pada keputusan

individu masyarakat.

Tanggung jawab memberantas penyalahgunaan

narkotika merupakan tanggung jawab bersama antara

Negara, individu, keluarga dan masyarakat. Oleh sebab

itu, penggunaan Asas Manfaat dan Asas Keseimbangan,

Keserasian dan Keselarasan dalam Perikehidupan

Hukum menonjol dalam bagian pasal-pasal yang

menjelaskan tentang peran dan tanggung jawab

masyarakat.

g. Rehabilitasi

Di dalam Undang-Undang 22 Tahun 1997 konsep

rehabilitasi bagi korban dan pelaku penyalahgunaan

narkotika adalah oleh Negara dan Masyarakat.

kelemahan mendasar rehabilitasi korban narkotika

adalah ketidakjelasan batasan antara rehabilitasi oleh

Negara maupun rehabilitasi oleh masyarakat. Sementara

di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tanggung jawab rehabilitasi di fokuskan pada tanggung

jawab Negara yang harus mengatur tata kelola peran

Page 40: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

40

masyarakat dalam rehabilitasi bagi korban. Dalam pasal

55 UU Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan:

(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika

yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada

pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau

lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial

yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan

pengobatan dan/atau perawatan melalui

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Sementara Pasal 57:

Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi

medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat

diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau

masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan

tradisional.

Pasal 58 juga menyebutkan:

Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika di

selenggarakan baik oleh instansi pemerintah

maupun oleh masyarakat.

Peran rehabilitasi termasuk rehabilitasi sosial

diatur secara ketat atas ijin dari pemerintah, sesuai Pasal

56 UU Nomor 35 Tahun 2009:

(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika

dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh

Menteri. (2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang

diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau

Page 41: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

41

masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis

Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan

Menteri.

Rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan

narkotika merupakan manifestasi Asas Keadilan, Asas

Manfaat, Asas Keseimbangan, Keserasian dan

Keselarasan Perikehidupan Hukum. Negara menyadari

bahwa Negara harus kuat untuk menjamin peran

masyarakat dalam proses rehabilitasi korban dalam

bentuk yayasan rehabilitasi korban narkotika, klinik

rehabilitasi maupun kegiatan masyarakat sejenisnya

dengan mengatur dalam tata laksana hukum pada

tingkat operasional lapangan melalui peraturan setingkat

Menteri.

h. Penegak hukum

Perubahan signifikan dalam UU Nomor 35 tahun

2009 di bandingkan denan UU Nomor 22 tahun 1997

adalah dalam hukum formil dalam penanganan

Nrakotika di Indonesia adalah dibentuknya Badan

Narkotika Nasional sebagai Lembaga Pemerintah Non

Kementerian yang merupakan organisasi vertikal dari

pusat sampai ke provinsi dan kabupaten/ kota yang

Page 42: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

42

bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Undang--

Undang Nomor 35 tahun 2009 telah memperkuat bidang

pemberantasan dan penegakan hukum dengan

memberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan

kepada BNN, di samping penyidik dari kepolisian

maupun instansi lain. Ada dua Bab masing-masing Bab

XI dan Bab XII yang mengatur khusus tentang BNN.

Seperti didalam Pasal 64 UU Nomor 35 tahun 2009:

(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang

ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang

selanjutnya disingkat BNN.

(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan lembaga pemerintah nonkementerian

yang berkedudukan di bawah Presiden dan

bertanggung jawab kepada Presiden.

Porsi kewenangan besar bagi BNN diberikan oleh

UU Nomor 35 tahun 2009 untuk mencegah dan

memberantas penyalahgunaan dan peredaran narkotika

dan prekursor narkotika. Selain itu BNN juga dapat

memantau, mengarahkan dan meningkatkan kapasitas

Page 43: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

43

masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap

penyalahgunaan narkotika dengan cara memberdayakan

anggota masyarakat. Kewenangan ini menjadikan BNN

menjadi superbodi yang memiliki kekuasaan yang besar

terkait Narkotika di Indonesia. Pasal 70 UU Nomor 35

tahun 2009:

BNN mempunyai tugas:

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional

mengenai pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika;

b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan

dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor

Narkotika;

c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia dalam pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika,

baik yang diselenggarakan oleh pemerintah

maupun masyarakat;

e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika;

f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan

kegiatan masyarakat dalam pencegahan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika;

g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral,

baik regional maupun internasional, guna

Page 44: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

44

mencegah dan memberantas peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika;

h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan

Prekursor Narkotika;

i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan

penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor

Narkotika; dan

j. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan

tugas dan wewenang.

Selain dari pada itu, BNN diberi kewenangan

untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

penyalahgunaan, peredaran narkotika, dan prekusor

narkotika beserta dengan kewenangan yang dimilki

penyelidik dan penyidik seperti penangkapan selama 3 x

24 jam dan dapat diperpanjang 3×24 jam ditambah

penyadapan dalam hal melakukan kewenangannya dalam

pemberantasan narkotika. Pasal 71 UU Nomor 35 tahun

2009:

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang

melakukan penyelidikan dan penyidikan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika.

Page 45: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

45

i. Jenis barang yang dilarang

Di dalam UU Nomor 22 tahun 1997 narkotika yang

dilarang hanya jenis narkotika yang telah siap pakai atau

narkotika yang sudah jadi. Sedangkan di dalam UU

Nomor 35 tahun 2009 selain narkotika yang telah siap

pakai atau narkotika yang sudah jadi juga diatur tentang

prekusornya atau bahan bahan pembuat narkotika.

Seperti didalam Pasal 5 UU Nomor 35 tahun 2009:

Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini

meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau

perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika

dan Prekursor Narkotika.

Sementara Pasal 129 UU Nomor 35 tahun 2009

berbunyi :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan denda paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap

orang yang tanpa hak atau melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan

Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau

menyalurkan

Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

Page 46: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PERBANDINGAN …

46

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,

menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

menyerahkan Prekursor Narkotika untuk

pembuatan

Narkotika;

d. membawa, mengirim, mengangkut, atau

mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan

Narkotika.