bab iii harmonisasi kebijakan persaingan …repository.unair.ac.id/13773/13/13. bab 3.pdf · ibid,...
TRANSCRIPT
73
73
BAB III
HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN
DALAM MENGHADAPI ASEAN Economic Community
3.1 Harmonisasi Hukum di European Union
Perdebatan tentang ASEAN dan European Union (EU) dalam konteks
regionalisme telah banyak dibahas dalam berbagai literatur dan diskusi intensif
antar universitas. Terlebih lagi, rencana ASEAN untuk segera mewujudkan
masyarakat Asia Tenggara di tahun 2015 telah menuai banyak pendapat, baik itu
yang bersifat sambutan positif konstruktif atau bahkan sindiran negatif. Ada
banyak hal yang kemudian muncul berkaitan dengan kelembagaan ASEAN dan
tujuan idealisnya di tahun 2015, apalagi bila disandingkan dengan apa yang telah
dicapai oleh EU sebagai institusi pembanding.106
Salah satu hal yang muncul adalah sebuah upaya duplikasi kelembagaan
yang mengartikan bahwa sudah seharusnyalah ASEAN meniru apa yang telah
dilakukan oleh EU sampai bisa menjadi institusi solid seperti saat ini. Namun,
persoalan duplikasi ternyata tidaklah semudah yang dicita-citakan. Sejarah dan
aspek ideologi adalah dua diantara banyak hal yang sangat membedakan antara
EU dan ASEAN. Ditambah lagi, letak geografi politik dan keragaman budaya
yang sangat jauh berbeda. EU dikenal lebih homogen dalam budaya sedangkan
106
Anggun Trisnanto HS, Eropa dalam Asia: Adopsi atau Imitasi? ASEAN dalam Konteks
Integrasi dengan Model EU, Jurnal Interaktif FISIP UB : Desember 2011, h.1
73
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
74
74
ASEAN terdiri dari multi ras dan etnis walaupun dikatakan bahwa nenek moyang
bangsa Asia Tenggara adalah berasal dari satu tempat yang sama.107
EU adalah salah satu contoh organisasi internasional yang unik. Hal ini
disebabkan karena EU tidak hanya sebagai organisasi kerjasama antar pemerintah,
tetapi juga seperti suatu negara karena memiliki institusi-institusi yang sifatnya
cenderung supranasional108
.
Terdapat beberapa perjanjian internasional yang membentuk EU. EU
sebelumnya terbentuk dari komunitas-komunitas Eropa yang pada awalnya
bertujuan untuk kepentingan industri dan ekonomi. Komunitas pertama yang
mengawali terbentuknya EU adalah European Coal and Steel Community
(ECSC). Dibentuknya ECSC bertujuan untuk menciptakan pasar bersama
(common market) di industri batu bara dan baja. ECSC terbentuk melalui Treaty
of Paris pada tahun 1951. Treaty of Paris berlaku pada tanggal 23 Juli 1952 dan
berakhir setelah berjalan 50 tahun.109
Treaty of Paris hanya ditandatangani oleh
enam negara yaitu Belanda, Belgia, Luxemburg, Italia, Perancis dan Jerman.
Dengan dibentuknya ECSC ternyata belum cukup untuk mewujudkan integrasi
Eropa. Mengandalkan keberhasilan dari Treaty of Steel and Coal, enam negara
memperluas kerjasama dengan sektor ekonomi lainnya. Mereka menandatangani
Treaty of Rome pada tanggal 25 Maret 1957, menciptakan Masyarakat Ekonomi
Eropa (European Economic Community), atau common market. Idenya adalah
107
Ibid
108 Walter van Gerven, The European Union : A Policy Of State and People (Standford : Standford
University Press, 2005) h.9
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
75
75
untuk masyarakat Eropa, barang dan jasa dapat bebas bergerak melintasi
perbatasan.110
Proses unifikasi Eropa kemudian berlanjut hingga muncul pemikiran untuk
membentuk EU. Oleh karena itu, dibentuklah Treaty of Maastricht pada tanggal 7
Februari 1992 dan baru mulai berlaku pada 1 November 1993.111
Treaty of
Maastricht merupakan langkah awal bagi pembentukan EU. Perjanjian tersebut
sekaligus menetapkan berdirinya EU, walaupun masih ada kekurangan di
dalamnya. Untuk melengkapi kekurangan tersebut, dibentuklah Treaty of
Amsterdam dan Treaty of Nice yang mulai berlaku pada 1 Mei 1999 dan 1
Februari 2003. Kedua perjanjian tersebut mengubah beberapa aturan dalam Treaty
of Maastricht yang tujuannya untuk menjamin kapasitas EU dalam bertindak
dengan adanya penambahan negara anggota. Oleh karena itu, perubahan yang
terdapat dalam kedua perjanjian tersebut fokus kepada perubahan aturan-aturan
mengenai institusional EU.112
Meskipun telah diubah beberapa kali melalu beberapa perjanjian,
nampaknya negara anggota EU belum puas dengan anggaran dasar yang telah ada.
Hal ini juga disebabkan karena masih adanya komunitas-komunitas awal
pembentuk EU dan EU sendiri sebagai sebuah organisasi.113
Perubahan tersebut
110
“A peaceful Europe – the beginnings of cooperation”, http://europa.eu/about-eu/eu-
history/1945- 1959/index_en.htm diakses pada 5 Desember 2014
111EU Treaties, http://europa.eu/eu-law/decision-making/treaties/index_en.htm diakses pada 5
Desember 2014
112Walter Cairns, Introduction to European Union Law, (London: Cavendish Publishing, 2002),
h.22
113Fanny Alda Putri, “Masalah Keberlakuan Hukum Internasional dalam Hukum Regional EU”,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2013, h.42
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
76
76
kemudian dituangkan ke dalam sebuah reform treaty yang bertujuan untuk
menjadikan semua instrumen EU yang telah dibuat sebelumnya disatukan ke
dalam satu instrumen saja. Reform treaty atau yang lebih dikenal dengan Treaty of
Lisbon menciptakan perubahan-perubahan yang mendasar dari EU yang bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas EU dalam bertindak baik dalam lingkup EU
maupun dalam lingkup internasional dan meningkatkan legitimasi demokrasi
EU.114
EU berdasarkan anggaran dasarnya memiliki organ-organ yang
kedudukannya terpisah dari negara-negara anggota dan memiliki fungsi masing-
masing. Adapun organ-organ yang dimiliki EU yaitu:
a. European Parliament
European Parliament(Parlemen Eropa) adalah parlemen yang terdiri dari
orang-orang yang merupakan perwakilan dari masyarakat EU. Pada awalnya,
Parlemen Eropa adalah gabungan dari ECSC Joint Assembly, EEC Assembly dan
Euratom Assembly. Gabungan dari tiga majelis dalam Komunitas Eropa tersebut
kemdian berganti nama menjadi Parlemen Eropa pada saat dibentuknya Treaty of
European Union (TEU) pada tahun 1993.115
b. European Council
European Council (Dewan Eropa) terdiri dari Kepala Negara atau Kepala
Pemerintahan dari negara-negara anggota EU dan Presiden Komisi Eropa.
114
Klaus-Dieter Borchardt, The ABC of European Union Law, (Luxemburg: Publication Office of
the European Union, 2010), h.14
115Ibid, h.45
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
77
77
Presidensi Dewan dibagi oleh negara-negara anggota secara bergiliran.116
Dewan
Eropa baru menjadi institusi EU melalui Single European Act dan TEU.117
c. The Council
The Council (Dewan) terdiri dari menteri-menteri perwakilan dari negara-
negara anggota EU. Tugas utama Dewan adalah bersama Parlemen Eropa
membentuk produk legislasi EU yaitu legislation, directive,dan decision.118
d. European Commission
European Commission merupakan institusi yang tidak berhubungan
negara anggota EU. Komisi Eropa bekerja atas nama EU secara keseluruhan.119
Jika dibandingkan dengan kewenangan yang ada dalam suatu negara, Komisi
Eropa merupakan lembaga eksekutif.
e. The Court of Justice of the European Union
The Court of Justice of the European Union (Mahkamah Eropa)
merupakan lembaga yudikatif EU. Terdapat tiga tingkatan peradilan di Ui Eropa
yaitu Mahkamah Eropa, Pengadilan Umum dan Pengadilan Khusus.120
116
EU Institutions and Other Bodies,http://europa.eu/about-eu/institutions-bodies/index_en.htm
diakses pada 5 Desember 2014
117Walter Cairns, Introduction to European Union Law, (London: Cavendish Publishing, 2002),
hal.27
118 Bordchart, Op.Cit, h.57
119 Nigel Foster, EU Law: Directions, Oxford: Oxford University Press, 2008, h.43
120 Dalam pasal 19 TEU disebutkan bahwa : “the Court of Justice of the European Union shall
include the Court of Justice, the General Court and specialised court. It shall ensure that in the
interpretation and application of the Treaties the law is observed”
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
78
78
Organisasi regional dalam beberapa tahun belakangan ini sudah tersebar di
banyak tersebar di kawasan di dunia. Organisasi-organisasi regional tersebut juga
telah berpartisipasi aktif dalam pembuatan hukum internasional dan mengubah
politik antara negara yang selama ini sudah dilakukan.121
Organisasi regional
merupakan salah satu bentuk upaya integrasi regional. Akibat dari adanya upaya
integrasi regional yang dilembagakan dalam organisasi internasional adalah
pembentukan aturan-aturan yang ditujukan untuk regional tersebut.122
Salah satu organisasi regional yang paling pesat perkembangannya adalah
EU –sebuah model untuk integrasi yang terkodifikasi dan memiliki kelembagaan–
menjadi suatu Union (Persatuan) dari 28 negara anggota pada 2007.123
EU
merupakan organisasi regional yang paling pesat perkembangannya karena
organisasi ini memiliki institusi yang supranasional dan sistem hukumnya sendiri.
Karena kemajuan yang dimiliki oleh EU inilah, organisasi-organiasi regional
lainnya cenderung mengikuti konsep yang dimiliki EU. Salah satu organisasi
regional yang cenderung mengikuti konsep EU ini yaitu ASEAN.
ASEAN adalah sebuah organisasi regional yang beranggotakan negara-
negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. ASEAN didirikan berdasarkan
Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh 5 (lima) negara, yaitu:
121
Kenneth W.Abbott et al., “The Concept of Legalization”, dalam Beth Simmons dan Richard
Steinberg (eds.) International Law and International Relations, (Cambridge: Cambridge
University Press, 2006), h.129
122Fanny Alda Putri,Op.Cit., h.34
123
Countries, http://europa.eu/about-eu/countries/index_en.htm diakses pada 15 Desember 2014
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
79
79
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.124
Pembentukan ASEAN
ini pada awalnya tidak dituangkan dalam suatu perjanjian internasional yang
mengikat dan hanya didasari kesadaran para pendiri untuk membentuk kerjasama
regional. Tidak adanya instrumen yang formal ini membuat sulit untuk
menentukan kapasitas hukum (legal personality) dari ASEAN. Atas dasar inilah
kemudian para negara anggota ASEAN meneruskan komitmen yang dituangkan
dalam Deklarasi Bangkok ke dalam suatu deklarasi dan perjanjian internasional,
yakni Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Declaration (ZOPFAN) pada
tahun 1971 dan the ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992.125
Walaupun sudah terbentuk perjanjian internasional tersebut, ASEAN tetap
berjalan tanpa adanya suatu pemerintahan regional atau sistem pengadilan dapat
memaksa negara-negara anggota untuk memenuhi kewajibannya dalam perjanjian
internasional tersebut.
Perkembangan yang terjadi di dalam ASEAN saat ini adalah
ditandatanganinya Piagam ASEAN126
pada bulan November 2007 yang
mengindikasikan komitmen negara-negara ASEAN untuk memperkuat kerjasama
regional melalui pembentukan Masyarakat ASEAN (ASEAN Community) yang
124
Subianta Mandala, Penguatan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015, Jurnal Rechtsvinding Vol.3 Nomor 2, Agustus 2014, h.184
125 Direktorat Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN:
Selayang Pandang, ed.ke-10. (Jakarta: Sekretariat Direktorat Kerjasama ASEAN, 2010) h.3
126 Piagam ASEAN ditandatangani oleh 10 Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN tanggal 20
November 2007 pada KTT ke-13 di Singapore dan mulai berlaku efektif tanggal 15 Desember
2008 setelah kesepuluh negara anggota ASEAN menyampaikan instrumen
ratifikasi<http://www.aseansec.org/21069.pdf>[Charter]
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
80
80
lebih terintegrasi yang diharapkan terwujud pada tahun 2015.127
Dalam ASEAN
Charter sudah terdapat ketentuan mengenai struktur dari ASEAN, hak dan
kewajiban negara anggota, cara penyelesaian sengketa di ASEAN. Dengan adanya
ASEAN Charter maka ASEAN telah memiliki personalitas hukum sebagai
organisasi internasional yang juga merupakan subjek hukum internasional.128
Salah satu perbedaan hakiki, antara ASEAN dan Eropa Barat, dan karena
itu dapat diperkirakan proses di kedua kawasan itu akan berbeda, adalah motivasi
bagi integrasi ekonomi regional itu. Proses di Eropa Barat dilatarbelakangi oleh
dorongan internal (kawasan) yang kuat, artinya dorongan dari dalam sendiri.
Karena bencana luar biasa dua perang dunia dalam kurun waktu hanya dua
generasi maka lahir keinginan untuk menghindarkannya at all cost, yaitu dengan
menggagas suatu kesatuan politik (political union). Cetak birunya adalah suatu
United States of Europe yang diupayakan secara bertahap melalui kerjasama
ekonomi terlebih dahulu.129
Sebaliknya negara-negara ASEAN menggagas AFTA sebagai jawaban
atas tantangan eksternal, yaitu perkembangan ekonomi dunia. AFTA adalah
jawaban terhadap globalisasi dan regionalisasi sekaligus. Menghadapi tantangan
itu negara-negara ASEAN memutuskan untuk menjawab secara bersama karena
dengan demikian kemungkinan (chances) yang mereka miliki untuk bisa survive
dan bahkan mengambil keuntungan dari perkembangan global itu akan jauh lebih
127
Subianta Mandala, Op.Cit,h.185
128 Pasal 3 ASEAN Charter berbunyi,”ASEAN, as an intergovernmental organization, is hereby
conferred legal personality”.
129Subianta Mandala, Loc.Cit
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
81
81
besar daripada bila masing-masing bertindak sendiri. Dengan demikian maka
diupayakan agar ASEAN menjadi satu kekuatan ekonomi.130
Tetapi ASEAN tidak bersedia untuk “go all out” dan mengarah pada
pembentukan suatu uni ekonomi. Salah satu sebabnya, dan ini pula yang
membedakannya dengan Eropa Barat, adalah adanya perbedaan tingkat
perkembangan ekonomi yang cukup besar di antara negara-negara ASEAN.
Pendapatan per kepala di Singapura barangkali 50 kali pendapatan per kepala di
Laos. Pendapatan per kepala di Jerman paling tinggi hanya 4 kali pendapatan per
kepala di Portugal.131
Tidak seperti di Asia, integrasi EU didampingi oleh proses pelembagaan.
Memang, pelembagaan dan pembangunan lembaga tidak dianggap bermanfaat
dalam konteks Asia. Ada kekhawatiran bahwa lembaga akan mewajibkan
pemerintah untuk menyerah kedaulatan di bidang kebijakan utama. Dari
perspektif Asia, integrasi regional tidak harus didukung oleh lembaga yang
memaksakan aturan dan norma-norma yang mengikat secara hukum pada anggota
mereka.132
Kurangnya gaya-EU dalam integrasi politik dan ekonomi yang terlembaga
adalah belum tentu kelemahan melainkan kekuatan untuk negara-negara Asia
130
Hadi Soesastro, Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan
Semua Itu, CSIS Working Paper Series, Maret 2004, h.19-20
131Ibid h.20
132 Dr. Axel Berkofsky, Comparing EU and Asian Integration Processes- The EU a Role Model
for Asia,European Policy Centre: 2005, h.8
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
82
82
seperti itu untuk terus melakukan proses integrasi secara "fleksibel" dan
mempertahankan statusnya secara hukum tidak mengikat.133
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang didirikan
pada tahun 1967 sebagai inisiatif untuk mengkoordinasikan kebijakan ekonomi
dan luar negeriantara negara-negara Asia Tenggara, merupakan lembaga regional
tanpa instrumen dan kemampuan untuk menerapkan kebijakan secara hukum
mengikat. Berbeda dengan EU, ASEAN bertindak sesuai dengan prinsip non
intervensi dalam urusan internal negara-negara anggotanya. Prinsip ini,
dirumuskan dalam Piagam ASEAN, memang prinsip utama ASEAN, secara
signifikan membatasi pengaruh asosiasi pada pembuatan kebijakan negara
anggota. EU dan birokrasi yang sangat dirasionalisasi, di sisi lain, telah dilengkapi
dengan baik untuk menangani hukum publik dan lembaga formal.134
Lahirnya Piagam ASEAN telah merubah ASEAN dari suatu asosiasi yang
longgar menjadi suatu organisasi yang berdasarkan hukum (rules-based) dan
berorientasi kepada kepentingan rakyat (people oriented). Pada tahun awal
didirikannya, ASEAN tidak pernah dimaksudkan sebagai sebuah organisasi
formal yang operasionalnya terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum dan tidak
dipandang dalam bingkai aturan dalam konteks kewajiban-kewajiban hukum atau
norma yang harus ditaati oleh anggotanya. ASEAN tidak terbiasa berbicara
mengenai hak dan kewajiban, karena ASEAN tidak pernah dikaitkan dengan
133
Ibid
134Hadi Soesastro,Op.Cit.,h.9
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
83
83
hukum internasional dan perjanjian-perjanjian internasional.135
ASEAN selalu
dipandang sebagai sebuah kelompok yang terdiri dari negara yang berdaulat yang
bekerja berdasarkan prosedur informal dan konsensus yang bersifat ad-hoc dan
tidak dalam bingkai aturan-aturan hukum yang mengikat.136
Perubahan dalam pengambilan keputusan di ASEAN yang dulunya
didasarkan pada konsensus atau musyawarah semata menjadi atas dasar aturan
hukum terlihat secara menonjol dalam kerjasama di bidang ekonomi dan
perdagangan. Pengaturan kerjasama ekonomi yang didasarkan pada kerangka
hukum yang mengikat akan semakin berkembang di masa mendatang dengan
semakin terintegrasinya ASEAN sebagai sebuah komunitas tunggal, terutama
menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN.137
Berbeda dengan konsep negara Barat (EU) yang lebih mengedepankan
legalistik formal dalam proses pengambilan keputusan dan menentukan hak dan
kewajiban masing-masing pihak, maka ASEAN menggunakan pendekatan dengan
cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Pendekatan yang bersifat informal dan
soft inilah yang dikenal sebagai “The ASEAN Way”.138
135
Perjanjian yang bersifat mengikat (legally binding treaty) pertama yang dibuat oleh ASEAN
adalah pada saat ASEAN Summit I di Bali pada tahun 1976, sembilan tahun setalah lahirnya
ASEAN, yaitu the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia
136Subianta Mandala, Op.Cit., h.188
137 Paul J. Davidson, “The ASEAN Way and the Role of Law in ASEAN Economic Cooperation”,
Singapore Year Book of International Law, 2004.h.165
138 Rodolfo C. Severino, Sekretaris Jenderal ASEAN, the ASEAN Way and the Rule of Law,
makalah lepas yang disampaikan pada International Law Conference on ASEAN Legal Systems
and Regional Integration yang diselenggarakan oleh Universitas Malaya, Kuala Lumpur, 3
September 2001
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
84
84
ASEAN Way dapat dikatakan sebagai cara-cara ASEAN dalam
menanggapi dan menanggulangi permasalahan yang ada. Secara sederhana
ASEAN Way juga merupakan suatu pembentukan suatu identitas bagi negara-
negara Asia Tenggara di tengah maraknya dominasi negara-negara Barat yang
maju. Selain itu, mekanisme yang digunakan adalah pendekatan secara informal.
Pendekatan informal ini dimaksudkan agar mencairkan ketegangan yang
umumnya terjadi pada pihak-pihak yang berselisih. Dengan memanfaatkan nilai
positif dari mekanisme ini, maka penyelesaian konflik dengan cara-cara yang
damai dapat dicapai.139
Lingkungan sosial-ekonomi dan politik struktur antara anggota ASEAN
sebagian besar berbeda dari anggota EU. Namun demikian, UU Persaingan EU
telah efektif diberlakukan sejak berdirinya Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)
pada tahun 1957. Karena pengalaman EU dalam penegakan hukum persaingan
regional, prosedur penegakannya harus ditinjau dalam konteks ASEAN untuk
menentukan pendekatan seperti apakah yang tepat untuk ASEAN.140
EU memiliki hukum yang keberlakuannya mengikat negara-negara yang
tunduk padanya. Hukum yang berlaku tersebut memiliki kekuatan di atas hukum
nasional mereka.
EU telah mulai mengembangkan hukum persaingan yang diawali dengan
Pasal 85 dari Perjanjian Roma dan terus merevisi dan memperluas hukum
139
Subianta Mandala, Op.Cit., h.189-190
140 Phanomkwan Devahastin Na Ayudhaya, ASEAN HARMONIZATION OF
INTERNATIONAL COMPETITION LAW: WHAT IS THE MOST EFFICIENT OPTION? ,
Proceeding - Kuala Lumpur International Business, Economics and Law Conference. April 8 - 9,
2013, h.189-190.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
85
85
persaingan EU, yang terbaru dari Pasal 101 dengan Pasal 105 dari Treaty on the
Functioning of the European Union (TFEU).141
Anggota EU harus mengikuti
TFEU, dan karena itu mereka harus merevisi/mengadopsi hukum nasional atau
kebijakannya sendiri secara paralel untuk itu.142
3.1.2 Prinsip-prinsip dalam European Union
Hubungan antara hukum regional EU dengan hukum nasional negara
anggota tidak pernah diatur secara spesifik dan eksplisit dalam perjanjian EU.
Hubungan antara kedua sistem hukum yang dimaksud dalam arti apakah hukum
regional EU dan hukum nasional negara anggota ada dalam satu sistem hukum
atau tidak, dan bagaimana hubungannya secara hierarki antara kedua sistem
hukum. Tidak ada satu pasal dalam perjanjian pembentuk EU yang mengatakan
bahwa apabila terjadi benturan antara hukum regional EU dengan hukum nasional
negara anggota yang mengatur hal yang sama, hukum mana yang harus
didahulukan daripada yang lain.143
EU hanya mengatur bahwa hendaknya ada kerjasama antara hukum
nasional negara anggota dengan hukum regional EU. Hal ini sebagaimana yang
141
Perjanjian tentang Fungsi dari EU(The Treaty on the Functioning of the European
Union/TFEU) mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2009 menyusul ratifikasi Treaty of Lisbon,
yang membuat amandemen the Treaty on European Union dan the Treaty establishing the
European Community (TEC). The TFEU adalah versi yang telah diperbaharui dan berganti nama
dari TEC. TFEU termasuk perangkat tambahan untuk dimensi sosial dari EU.
142Phanomkwan Devahastin Na Ayudhaya, ASEAN HARMONIZATION OF INTERNATIONAL
COMPETITION LAW: WHAT IS THE MOST EFFICIENT OPTION? , Proceeding - Kuala
Lumpur International Business, Economics and Law Conference. April 8 - 9, 2013, h.4
143Martin Stiernstrom, The Relationship Between Community Law and National Law, Jean
Monnet/Robert Schuman Paper Series Vol.5 No. 33. October 2005, h.2
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
86
86
terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) TEU.144
Kerjasama ini diperlukan karena pada
dasarnya hukum regional EU ada karena adanya kehendak dari negara-negara
anggota itu sendiri.
Hubungan kerjasama atau yang biasa disebut dengan sincere cooperation
antara hukum regional EU dengan hukum nasional negara anggota ini dapat tidak
berjalan dengan sebagaimana mestinya apabila terjadi konflik antara hukum
regional EU dengan hukum nasional negara anggota. Dalam hal terjadi konflik
harus ada seperangkat aturan yang menunjukkan norma hukum apa yang berlaku
atas yang lainnya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi konflik yang terjadi antara hukum
regional EU dengan hukum nasional negara anggota, terdapat prinsip-prinsip
dasar dalam hukum regional EU yang mengikat negara anggota EU untuk
mendahulukan hukum regional EU. Adapun prinsip-prinsip tersebut yaitu :
a. Prinsip Direct Effect dalam Hukum Regional European Union
Prinsip direct efffect yang dimaksud disini adalah bahwa hukum regional
EU memberikan hak dan kewajiban secara langsung tidak hanya kepada institusi-
institusi EU dan negara-negara anggota EU, tetapi juga kepada masyarakat EU.
Definisi ini terdapat dalam putusan-putusan Mahkamah Eropa.145
144
Pasal 4 ayat (3) TEU berbunyi: ”Pursuant to the principle of sincere cooperation, the Union and
the Member States shall, in full mutual respect, assist each other in carrying out tasks which flow
from the Treaties.The Member States shall take any approriate measure, general or particular, to
ensure fulfillment of the obligations arising out of the Treaties or resulting from the acts of the
institutions of the Union. The Member States shall facilitate the achievement of the Union’s
tasksand refrain from any measure which could jeopardise the attainment of the Union’s
objectives.”
145Fanny Alda Putri, Op.Cit h.71
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
87
87
Salah satu putusan Mahkamah Eropa yang menjadi tonggak sejarah
mengenai prinsip keberlakuan langsung hukum regional EU adalah dalam perkara
Van Gend en Loos pada tahun 1993 mengenai kenaikan tarif yang ditetapkan oleh
otoritas Belanda yang ditengarai bertentangan dengan Pasal 12 EC Treaty
(sekarang Pasal 25 TEU).146
Dalam kasus ini perusahaan Belanda yag bernama
Van Gend en Loos, yang mengimpor produk kimia dari Jerman ke Belanda,
mengklaim bahwa Otoritas Pajak Belanda membebankan pajak terlalu tinggi
terhadap barang yang mereka impor dan tingginya biaya pajak tersebut
bertentangan dengan aturan hukum Komunitas Eropa. Van Gend en Loos
kemudian membawa perkara ini kepada Tarief Commissie di Amsterdam yang
merupakan pengadilan tertinggi yang berkaitan dengan pajak di Belanda.
Pengadilan di Belanda kemudian mengajukan preliminary ruling147
kepada
Mahkamah Eropa karena tidak yakin apakah Pasal 12 EC Treaty dapat berlaku
secara langsung tidak hanya kepada negara anggota, tetapi juga kepada individu
dan badan hukum.
Dalam putusan perkara Van Gend en Loos ini, Mahkamah Eropa
menyatakan bahwa:
“... the Community constitutes a new legal order ... the subjects of which
comprise not only the Member States but also their nationals.
146
ECJ, Case 26/62, NV Algemene Transporten Expeditie Onderneming van Gend en Loos v.
Nederlandse Administratie der Belastingen, 5 Februari 1963
147Preliminary ruling merupakan keputusandariPengadilan Eropa(ECJ) pada interpretasihukum
EU, yang dibuatatas permintaanpengadilan atau mahkamahdarinegaraanggotaEU.
(http://europa.eu/legislation_summaries/institutional_affairs/decisionmaking_process/l14552_en.ht
m)
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
88
88
Independently of the legislations of Member States, Community law not
only imposes obligations on individuals but its also intended to confer
upon them rights. These rights arise not only when they are expressly
granted by the Treaty, but also by reason of obligations which the Treaty
imposes in a clearly defined way upon individuals as well as upon the
Member States and upon the institutions of the Community.”
("... Komunitas merupakan suatu tatanan hukum yang baru ... subjek yang
terdiri tidak hanya dari negara-negara anggota, tetapi juga warga negara
mereka. Terpisah dari peraturan perundang-undangan Negara-negara
Anggota, hukum Masyarakat tidak hanya membebankan kewajiban pada
individu tetapi juga dimaksudkan untuk memberikan kepada mereka hak.
Hak-hak ini muncul tidak hanya ketika mereka secara tegas diberikan oleh
Perjanjian, tetapi juga dengan alasan kewajiban yang Perjanjian kenakan
dengan cara yang jelas pada individu maupun pada negara-negara anggota
dan pada lembaga-lembaga masyarakat.)
Dalam putusan tersebut terlihat bahwa aturan-aturan yang ada dalam EC
Treaty tidak hanya memberikan kewajiban kepada individu dari negara anggota,
tetapi juga memberikan hak kepada mereka dan hak tersebut harus dilindungi oleh
pengadilan nasional negara anggota. Pasal 25 EC Treaty berlaku langsung, yang
artinya hukum Komunitas, dalam kondisi tertentu memberikan hak kepada
individu dari negara anggota yang dilindungi oleh pengadilan nasional. Adanya
efek keberlakuan langsung yang dimiliki oleh perjanjian pembentukan EU sangat
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
89
89
diperlukan untuk memastikan efektivitas dan keseragaman berlakunya hukum
Komunitas di negara-negara anggota.148
Tidak semua hukum regional EU dan ketentuan dalam Perjanjian dapat
menghasilkan efek keberlakuan langsung terhadap negara anggota EU yang lain.
Suatu ketentuan memiliki efek keberlakuan langsung apabila memenuhi sejumlah
kriteria seperti harus jelas, tidak ambigu, tanpa syarat, tidak tidak dapat dilakukan
reservasi terhadap aturan tersebut, dan tidak harus ditranposisikan ke hukum
nasional negara anggota.149
b.Supremasi Hukum Regional EU terhadap Hukum Nasional Negara Anggota
Sama seperti prinsip keberlakuan langsung hukum regional EU, prinsip
supremasi hukum regional EU terhadap hukum nasional negara anggota juga tidak
ditemukan dalam perjanjian pembentuk EU, tetapi dalam putusan-putusan
Mahkamah Eropa.150
Putusan perkara Costa vs ENEL merupakan landasan dalam penjelasan
prinsip supremasi hukum regional EU terhadap hukum nasional negara anggota.
Costa adalah seorang pemegang saham suatu perusahaan Italia yang kemudian
perusahaan tersebut dinasionalisasi oleh Pemerintah Italia. Aset-aset yang dimiliki
Costa dialihkan kepada ENEL, perusahaan yang dinasionalisasi oleh Pemerintah
Italia. ENEL kemudian menuntut Costa karena tidak membayar tagihan listrik
148
Martin Stiernstrom, Op.Cit., h.4
149 T.C., Hartley, European Community Law, ed.ke-4, (Oxford; New York: Oxford University
Press, 1998), h.191
150 Verica Trstenjak, National Sovereignity and the Principle of Primacy in EU Law and Their
Importance for the Member States, Beijing Law Review 2013. Vol.4, No.2, 71-76, h.72
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
90
90
dari perusahaan tersebut. Costa menolak untuk membayar tagihan listrik yang
dikeluarkan oleh perusahaan listrik Italia ENEL, karena menurutnya dia tidak
harus membayar tagihan listrik karena nasionalisasi yang dilakukan oleh
Pemerintah Italiabertentangan dengan EC Treaty.. Pengadilan nasional Italia
kemudian menyerahkan masalah itu ke Mahkamah Eropa untuk melakukan
preliminary ruling.151
Mahkamah Eropa dalam hal ini menyatakan bahwa dengan menjadi
anggota dari Komunitas Eropa, suatu negara berarti menyerahkan hak
berdaulatnya dalam beberapa bidang tertentu sehingga apabila ada aturan dalam
hukum nasional yang bertentangan dengan hukum Komunitas Eropa, maka
hukum nasional tidak berlaku.152
Lebih lanjut Mahkamah Eropa menyatakan
dalam Putusan Costa vs ENEL bahwa:
“...the law stemming from the Treaty, an independent source of law, could
not, because of its special and original nature, be overriden by domestic
legal provisions, however framed, without being deprived of its character
as Community law and without the legal basis of the Community itself
being called into question.”153
("... Hukum yang berasal dari Perjanjian, sebuah sumber hukum yang independen,
tidak bisa, karena sifat khusus dan aslinya, diganti oleh ketentuan hukum dalam
negeri, namun dibingkai, tanpa kehilangan karakternya sebagai hukum
151
Martin Stiernstrom, Op.Cit., h.4
152 Fanny Alda Putri, Op.Cit., h.74
153 ECJ, Costa vs ENEL, 1964, para.585.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
91
91
Masyarakat dan tanpa dasar hukum dari Komunitas itu sendiri yang
dipertanyakan.")
Setidaknya ada tiga alasan mengapa harus ada supremasi hukum regional
di EU. Pertama, prinsip keberlakuan langsung yang terdapat pada perjanjian
pembentuk EU tidak akan bermakna apabila negara anggota dapat secara sepihak
tidak memberlakukan hukum regional EU dan membuat peraturan perundang-
undangan nasional yang kedudukannya lebih tinggi dari hukum regional EU.
Kedua, dengan memberikan sebagian hak berdaulat kepada EU dalam bidang
tertentu, maka negara anggota akan kedaulatannya menjadi terbatas. Oleh karena
itu, hukum regional EU kedudukannya ada di atas hukum nasional negara
anggota. Ketiga, dalam menjaga tujuan utama dibentuknya EU, maka
keseragaman dalam memberlakukan hukum regional EU harus dijaga. Salah satu
cara untuk mencapai keseragaman tersebut adalah dengan memberi supremasi
kepada hukum regional EU.154
c. Prinsip State Liability terhadap pelanggaran Hukum Regional EU
Sama dengan prinsip direct effect, prinsip state liability serta dua prinsip
yang lain semata-mata dikembangkan oleh Mahkamah Eropa, tanpa aturan
eksplisit dalam EC Treaty yang membahas mengenai pinsip tersebut. Untuk
meningkatkan kredibilitas dua prinsip, Pengadilan menjelaskan dalam kasus
7broeck155
bahwa :
154
Alina Kaczorowska, European Union Law, ed ke-2, (New York: Routledge, 2011), h.256
155Case C-312/93 Peterbroeck, Van Campenhout SCS & Cie v. Belgian State [1995] E.C.R I-4599
at para. 12
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
92
92
“under the principle of co-operation laid down in Article 5(now 10) of the
Treaty, it is for the Member States to ensure the legal protection which
individuals derive from the direct effect of Community law. ”
Berdasarkan prinsip kerjasama yang ditetapkan dalam Pasal 5 (sekarang 10) dari
EC Treaty, untuk negara-negara anggota untuk menjamin perlindungan hukum
yang individu berasal dari efek langsung dari hukum Masyarakat."156
Sebelum kasus Francovich157
, kewajiban Negara biasanya diklasifikasikan
sebagai masalah hukum nasional, sedangkan dalam kasus Francovic, dua
pertanyaan penting diangkat ke Mahkamah Eropa, pertama, bisakahdirective158
ditegakkan tanpa implementasi dalam Negara Anggota, kedua, haruskah negara
anggota memberi kompensasi atas kerugian seorang individu yang muncul akibat
kegagalan pelaksanaan
Francovich dan penggugat lainnya, membawa tindakan terhadap
pemerintah Italia, meminta para hakim baik untuk menghukum terdakwa untuk
membayar mereka gaji mereka yang hilang dengan, menerapkan Council directive
80/987/CEE untuk kasus mereka, atau untuk terus bertanggung jawab atas
kerugianyang diikuti dengan penggabungan ketetapan tersebut ke dalam sistem
156
Hui Yu, The Mysterious State Liability Doctrine of European Community: An Uncertainty
Analysis, September 2006, h.7
157Joined Cases 6/90 and 9/90 Francovich v Italy, [1991] ECR I-5357
158Directive digunakan untuk membawa hukum nasional yang berbeda sejalan dengan satu sama
lain, dan sangat umum dalam hal-hal yang mempengaruhi penyelenggaraan pasar bersama
(misalnya standar keamanan produk)
Setiap directive menentukan tanggal dimana hukum nasional harus disesuaikan - memberikan
otoritas nasional ruang untuk melakukan manuver dalam tenggat waktu yang diperlukan untuk
memperhitungkan situasi nasional yang berbeda.
(http://www.europeanlawmonitor.org/what-is-guide-to-key-eu-terms/eu-legislation-what-is-an-eu-
directive.html) diakses pada 14 Juni 2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
93
93
hukum nasional. Majikan penggugat adalah perusahaan yang telah menjadi
bangkrut dengan gaji dan tunjangan lainnya yang belum dibayar, dengan aset
yang cukup untuk memenuhi tuntutan karyawan dalam proses kebangkrutan
berikutnya. Pengadilan menegaskan kurangnya efek keberlakuan langsung
directive dari sudut pandang yang tidak cukup presisi, dan kemudian menyatakan
bahwa:
“...State must be liable for loss and damage caused to individuals as a
result of breaches of Community law for which the State can be held
responsible is inherent in the system of the Treaty”.
Bahwa negara harus bertanggung jawab atas kerugian dan kerusakan yang
terjadi pada individu sebagai akibat dari pelanggaran hukum Komunitas yang
manapertanggungjawaban negara telah melekat dalam sistem Perjanjian.
Pengadilan dengan kreatif menjunjung tinggi hak-hak individu atas dasar prinsip-
prinsip dasar dari Perjanjian, yang meliputi individu di bawah sistem hukum,
membuat kewajiban Negara sebagai sebuah prinsip hukum Masyarakat, dan yang
lebih penting, menciptakan perbaikan baru di bawah sistem hukum EU.
Dengan adanya kasus Francovich, Pengadilan untuk pertama kalinya
sepenuhnya menjawab pertanyaan tentang kewajiban Negara untuk pelanggaran
hukum Masyarakat dan berlandaskan pada EC, bukan hukum nasional,
meletakkan persyaratan sebagai berikut sehubungan dengan pembentukan
kewajiban Negara yang berasal dari non-transposisi dari directive dalam jangka
waktu yang diperlukan:
1. Hasil yang ditentukan oleh directive harus meliputi pemberian hakindividu
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
94
94
2. Isi hak-hak harus diidentifikasi berdasarkan ketentuandirectiveitu;
3. Adanya hubungan sebab akibat antara pelanggaran kewajiban negara dan
kerugian dan kerusakan yang diderita oleh pihak yang dirugikan.159
d. Prinsip Indirect Effect
Istilah indirect effect tidak ada dalam aturan legislatif tetapi digunakan
oleh doktrin dalam ketentuan Komunitas, bahkan jika tidak langsung efektif,
harus diperhitungkan oleh pengadilan nasional ketika menafsirkan undang-undang
nasional. Doktrin pengaruh tidak langsung diterapkan terutama dalam arahan dan
tidak bisa langsung memaksakan kewajiban pada individu. Dengan demikian
directive dapat memiliki efek tidak langsung bahkan jika tidak secara vertikal
langsung efektif.160
Doktrin pengaruh tidak langsung berasal dari Von Colson Case.161
Kasus
ini mengenai diskriminasi seks. Dalam putusan kasus Pengadilan menyatakan
bahwa:
“It is for the national court to interpret and apply the legislation adopted
for the implementation of the directive in conformity with the requirements of
Community law, in so far as it is given discretion to do so under national law”162
159
Hui Yu, Op.Cit, hal.9
160 Anthony Arnull, The European Union and Its Court of Justice, Oxford University EC Law
Library, 2006, Second Edition, h.185
161 Case 14/83, Von Colson and Kaman.
162 Case 14/83, Von Colson and Kaman, at paragraph 28.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
95
95
Jadi, pengadilan nasional berkewajiban untuk mendamaikan hukum nasional yang
bertentangan dengan directive dengan menafsirkan hukum nasional dari sudut
pandang susunan kata dan tujuan dari directive yang bersangkutan.
Tabel 3.1 : Negara-negara Anggota EU
Negara anggota EU Tahun Bergabungnya
Austria 1995
Belgia 1952
Bulgaria 2007
Kroasia 2013
Siprus 2004
Republik Ceko 2004
Denmark 1973
Estonia 2004
Finlandia 1995
Perancis 1952
Jerman 1952
Yunani 1981
Hongaria 2004
Latvia 2004
Irlandia 1973
Italia 1952 ( negara pendiri )
Lithuania 2004
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
96
96
Luksemburg 1952 ( negara pendiri )
Malta 2004
Belanda 1952 ( negara pendiri )
Polandia 2004
Portugal 1986
Rumania 2007
Slowakia 2004
Slovenia 2004
Spanyol 1986
Swedia 1995
Inggris Raya 1973
Sumber : europa.eu163
3.2 Konsep Harmonisasi Hukum di wilayah regional ASEAN
Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa
bertubrukan satu sama lain sehingga oleh hukum diintegrasikan sedemikian rupa
sehingga tubrukan-tubrukan itu bisa ditekan sekecil-kecilnya. Pengorganisasian
kepentingan-kepentingan dilakukan dengan membatasi dan melindungi
kepentingan-kepentingan tersebut. Memang, dalam suatu lalu lintas kepentingan,
163
Countries,http://europa.eu/about-eu/countries/member-countries/index_en.htm diakses pada 4
Desember 2014
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
97
97
perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan
dengan cara membatasi kepentingan di lain pihak.164
Suasana perubahan ke arah kehidupan masyarakat bangsa-bangsa yang
semakin menyatu dengan bermacam implikasinya seperti diuraikan di atas, tentu
saja mempengaruhi model pranata hukum yang harus dipersiapkan. Jika
penyiapan pranata hukum yang dilakukan negara nasional seperti Indonesia
semata-mata menggunakan model kodifikasi sebagaimana berlangsung selama ini,
dikhawatirkan model semacam itu akan sulit mengadaptasikan diri dengan
berbagai proses perubahan yang berlangsung sangat cepat akibat interaksi
masyarakat bangsa-bangsa yang semakin hari semakin intensif.165
Harmonisasi hukum dimaksud dapat digambarkan "sebagai suatu upaya
yang dilaksanakan melalui proses untuk membuat hukum nasional dari negara-
negara anggota ASEAN memiliki prinsip serta pengaturan yang sama mengenai
masalah yang serupa di masing-masing yurisdiksinya". Harmonisasi dalam bidang
hukum merupakan salah satu tujuan penting dalam menyelenggarakan hubungan-
hubungan hukum. Terlebih lagi kawasan ASEAN telah bersepakat membentuk
AFTA sebagai kawasan perniagaan negara-negara di Asia Tenggara. Kerjasama
bidang hukum yang berujung pada adanya harmonisasi, penting agar hubungan-
164
Sardjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1982, h.64
165 Eman Suparman, Harmonisasi Hukum di Era Global Lewat Nasionalisasi Kaidah
Transnasional, Syiar Hukum Vol 11, No 3 Tahun 2009, h.237
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
98
98
hubungan hukum yang diatur oleh satu negara akan sejalan atau tidak begitu
berbeda dalam penerapannya dengan ketentuan yang berlaku di negara lain.166
Indonesia dan bangsa-bangsa di sudut manapun di muka bumi ini,
sekarang sudah terhubung dan terkooptasi ke dalam satu pola kehidupan.
Akibatnya batas-batas teritorial negara hampir tidak lagi menjadi penghalang bagi
berkembangnya ragam aktivitas manusia, baik perniagaan maupun bukan
perniagaan.167
Hukum dan sistem hukum adalah faktor penting bagi kemajuan ekonomi.
Hukum dan kelembagaan hukum dapat mendorong kegiatan ekonomi. Rodolfo C
Severino, mantan Sekjen ASEAN mengatakan bahwa jika kerjasama ekonomi
ingin lebih substansial dan berdampak nyata, maka perjanjian-perjanjian yang
dibuat haruslah mempunyai kekuatan mengikat.168
Kecenderungan untuk hidup bersatu adalah kodrat naluri manusia. Oleh
karena itu terbentuknya institusi global semacam WTO (World Trade
Organization), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) sebagai forum
kerjasama ekonomi antar bangsa-bangsa, sekalipun dalam kawasan (regional)
tertentu. Sebagai contoh kecenderungan menyatunya pola kehidupan dalam satu
166
E. Saefullah, “Harmonisasi Hukum di antara Negara-Negara Anggota ASEAN”; Kertas Kerja
pada Simposium Nasional Aspek-aspek Hukum Kerjasama Ekonomi Antara Negara-Negara
ASEAN dalam rangka AFTA; Fakultas Hukum UNPAD, Bandung, 1 Februari 1993, h.1.
167 Eman Suparman, Op.Cit.,h.234
168Rodolfo C. Severino, Sekretaris Jenderal ASEAN, the ASEAN Way and the Rule of Law,
makalah lepas yang disampaikan pada International Law Conference on ASEAN Legal Systems
and Regional Integration yang diselenggarakan oleh Universitas Malaya, Kuala Lumpur, 3
September 2001
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
99
99
kepentingan yang serupa sebagaimana penyatuan mata uang untuk negara-negara
yang tergabung dalam EEC (European Economic Council).169
Dalam keadaan semacam itu, norma yang mengatur ragam aktivitas
tersebut tentu tidak diserahkan kepada aturan normatif suatu negara tertentu.
Sebab kaidah hukum nasional suatu negara berdaulat, batas berlakunya hanya di
dalam teritorial negara tersebut. Untuk itu, pengaturan berbagai hak dan
kewajiban maupun kepentingan bersama antar negara berdaulat tadi, kaidahnya
akan diupayakan dalam bentuk kesepakatan bersama antar negara-negara yang
lazimnya dituangkan dalam bentuk “perjanjian internasional”.170
Instrumen inilah
yang paling mungkin untuk digunakan dalam menangani berbagai persoalan
transnasional yang dihadapi bersama.171
Saat ini hampir setiap negara merupakan pihak dari perjanjian integrasi
regional (regional integration agreement) atau secara aktif turut bernegosiasi
dalam rangka mewujudkan integrasi regional. Kecenderungan integrasi regional
tampaknya akan terus berlanjut karena paling tidak integrasi regional dapat
meredam ketegangan antara tekanan globalisasi dan tuntutan untuk otonomi
regional yang semakin besar.172
Pada kondisi masyarakat dunia yang digambarkan semacam itu, instrumen
hukum “perjanjian internasional”, kian menjadi penting. Melalui perjanjian
169
Ibid
170 “Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-
bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.”
171Eman Suparman, Op.Cit, h.234
172 Zhenis Kembayev, “Legal Aspects of Regional Integration in Central Asia”, Heidelberg
Journal of International Law 66.4 (2006): 967-983, h.967
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
100
100
internasional itulah negara-negara, baik negara penanda tangan maupun negara
yang turut serta kemudian, dapat menciptakan norma-norma hukum baru yang
diperlukan untuk mengatur hubungan antar negara dan antar masyarakat negara-
negara yang volumenya semakin besar, intensitasnya semakin kuat, dan materinya
semakin kompleks.173
Memang setiap negara merdeka dan berdaulat memiliki sistem Hukum
Perdata Internasional (HPI) yang berlainan satu sama lain. Untuk mengatasi
kesulitan yang timbul manakala muncul persoalan perdata dan melibatkan dua
negara atau lebih, maka negara-negara berupaya mengadakan kerjasama
internasional dengan jalan mempersiapkan konvensi-konvensi yang bertujuan
menciptakan unifikasi di dalam bidang hukum, khususnya hukum perdata. Akan
tetapi upaya yang dilakukan itu bukan dimaksudkan untuk menyeragamkan
seluruh sistem hukum intern dari negara-negara peserta konperensi, melainkan
sekedar upaya untuk menyelaraskan kaidah-kaidah HPI-nya. Harapannya adalah
penyelesaian persoalan untuk masalah-masalah hukum perdata tertentu akan dapat
dilakukan oleh badan-badan peradilan masing-masing negara peserta.174
Apabila
kesepakatan antar negara menghendaki lain maka pilihan lain dalam penyelesaian
persoalan untuk masalah-masalah hukum perdata tertentu dapat dilakukan oleh
suatu lembaga supranasional yang menyelesaikan sengketa lintas batas negara.
Dengan adanya penyeragaman sistem hukum di antara negara-negara
dalam suatu organisasi yang membuat kerjasama-kerjasama di bidang tertentu,
173
Mochd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta: Liberty, 1990, h.8-9.
174 Sudargo Gautama, Capita Selecta Hukum Perdata Internasional. Bandung: Alumni, 1983, h.5
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
101
101
diharapkan penyelesaian masalah bisa menjadi lebih mudah tanpa adanya
penafsiran berbeda atas suatu pemecahan masalah.
3.3 Harmonisasi Hukum Persaingan di tingkat regional ASEAN
Sejak ASEAN bertujuan untuk memperkuat integrasi ekonomi di kawasan
tersebut, kebutuhan hukum dan lembaga untuk mendukung pelaksanaan dan
elaborasidari liberalisasi perdagangan dan investasi di pasar ASEAN semakin
nyata. Interaksi antara pemerintah, konsumen dan produsen telah menimbulkan
perhatian bahwa sistem berbasis aturan perlu diperkuat.175
Kedua, dalam ekonomi pasar bebas ASEAN yang sedang berkembang,
monopoli dan praktek bisnis yang membatasi dipandang sebagai sesuatu yang
tidak diinginkan, karena merekacenderung mendistorsi harga dan menghambat
alokasi sumber daya yang efisien. Dengan demikian, ada seruan untuk adanya
persaingan untuk memastikan bahwa akses masuk gratis dan tekanan pesaing baru
dapat berfungsi dan menyeimbangkan kekuatan pasar dan struktur di pasar
ASEAN. Pada akhirnya, tujuan adanya persaingan pasar dan kompetisi yang
tidak terdistorsi adalah untuk menguntungkan konsumen, untuk memungkinkan
varietas besarproduk berkisar pada harga minimum.176
Hukum persaingan
umumnya membutuhkan perspektif kebijakan pro-konsumen yang fundamental
mengkonsolidasikan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan konsumen.
175
Lawan Thanadsillapakul, The Harmonisation of ASEAN Competition Laws and Policy
and Economic Integration, h.4, 2004
176Ibid h.5
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
102
102
Banyak organisasi internasional, seperti The Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD), WTO, dan United Nations Conference
on Trade and Development(UNCTAD), telah mengakui bahwa isu yang paling
penting adalah kesulitan dalam berbagi informasi antara negara yang terkena
dampak dan negara yang menyinggung dimana kantor pusat sebuahperusahaaan
berada. Oleh karena itu, organisasi-organisasi internasional biasanya mendorong
anggotanya untuk bekerja sama dan menegakkan hukum persaingan terhadap
perusahaan-perusahaan multinasional dengan perilaku anti persaingan bersama-
sama.177
Selain itu, dalam perspektif EU (EU), dua mantan komisaris untuk
Kompetisi Direktorat di Komisi Eropa kepada Dewan Eropa, Sir Leon Brittan dan
Karel Van Miert telah berkomentar tentang perlunya penegakan internasional
hukum persaingan (Osterud, 2010) ;178
"Liberalisasi dan globalisasi mempertanyakan sifat domestik aturan kompetisi dan
tidak adanya aturan yang mengikat di tingkat internasional. Banyak negara atau
suatu regional telah menerapkan kebijakan yang komprehensif, tetapi tidak
memiliki instrumen yang tepat untuk menerapkan aturan kompetisi domestik
dengan praktek anti persaingan dengan dimensi internasional, serta untuk
memperoleh informasi yang relevan di luar yurisdiksi. Sebuah framework yang
diperlukan untuk meningkatkan penegakan efektif aturan kompetisi."
177
Phanomkwan Devahastin Na Ayudhaya, ASEAN HARMONIZATION OF
INTERNATIONAL COMPETITION LAW: WHAT IS THE MOST EFFICIENT OPTION? h.2-3
Proceeding - Kuala Lumpur International Business, Economics and Law Conference. April 8 - 9,
2013.
178 Osterud, E. (2010). Identifying Exclusionary Abuses by Dominant Undertakings under EU
Competition Law: The Spectrum of Test. Alphen aan den Rijn, The Netherlands: Kluwer Law
International dalam Phanomkwan Devahastin Na Ayudhaya, ASEAN HARMONIZATION OF
INTERNATIONAL COMPETITION LAW: WHAT IS THE MOST EFFICIENT OPTION? h.2-3
Proceeding - Kuala Lumpur International Business, Economics and Law Conference. April 8 - 9,
2013.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
103
103
Sementara Pedoman Kebijakan Persaingan Regional ASEAN juga
mengakuiperlunya bagi anggotanya untuk mengembangkan hukum persaingan
yang efektif;
"Untuk memenuhi tujuan wilayah ekonomi yang sangat kompetitif, salah satu
tugas tindakan yang diidentifikasi di bawah AEC Blueprint adalah untuk
mengembangkan pada tahun 2010 pedoman regional tentang kebijakan
persaingan, yang akan didasarkan pada pengalaman negara dan praktik terbaik
internasional dengan pandangan untuk menciptakan lingkungan persaingan yang
sehat. Sebagaimana diuraikan dalam Cetak Biru AEC, semua negara anggota
ASEAN akan berusaha untuk memperkenalkan kebijakan persaingan pada tahun
2015."
Ini berarti bahwa organisasi-organisasi internasional yang bertujuan untuk
melakukan integrasi ekonomi mengakui kebijakan persaingan sebagai salah satu
alat yang digunakan untuk menjaga lingkungan persaingan yang sehat di kawasan
ini. Namun, ada pendekatan yang berbeda untuk internasionalisasi hukum
persaingan. ASEAN belum tentu perlu menyelaraskan hukum persaingan dalam
cara yang mirip dengan EU dan bisa mengambil pendekatan kooperatif yang
berbeda.179
Upaya penyelarasan kaidah hukum publik maupun privat melalui
perjanjian internasional, sudah saatnya dilakukan juga oleh negara-negara di
kawasan ASEAN ini. Paling tidak menyambut berlaku efektifnya AFTA
mendatang, kesenjangan akibat perbedaan sistem hukum yang ada pada sejumlah
negara anggota ASEAN, harus diupayakan untuk diminimalkan.180
179
Phanomkwan Devahastin Na Ayudhaya, ASEAN HARMONIZATION OF INTERNATIONAL
COMPETITION LAW: WHAT IS THE MOST EFFICIENT OPTION? h.2-3 Proceeding - Kuala
Lumpur International Business, Economics and Law Conference. April 8 - 9, 2013.
180Eman Suparman, Harmonisasi Hukum di Era Global Lewat Nasionalisasi Kaidah Transnasional,
Syiar Hukum Vol 11, No 3 Tahun 2009, h.237
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
104
104
3.3.1 Kebijakan Persaingan Usaha dalam ASEAN Economic Community
Kerjasama regional di antara negara anggota ASEAN dalam beberapa
tahun ini telah diarahkan oleh niat mereka untuk mendirikan Komunitas ASEAN
pada tahun 2015. Pertama kali diumumkan pada tahun 2003, Komunitas ASEAN
harus didukung oleh tiga pilar utama, yang dinamakan ASEAN Economic
Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC) and the ASEAN Socio-
Cultural Community (ASCC). Pencapaian AEC memerlukan integrasi regional
dari perekonomian negara-negara anggota.181
Niat untuk mempercepat pelaksanaan AEC dibuktikan melalui
diumumkannya AEC Blueprint yang pertama kali diumumkan pada tahun 2006
dan diadopsi pada tahun 2007. Karakteristik dan elemen dari AEC termasuk: (i)
pasar tunggal dan basis produksi, (ii) kawasan ekonomi yang kompetitif, (iii)
pembangunan ekonomi yang setara, (iv) integrasi ke dalam ekonomi global. Di
dalam Blueprint, kebijakan persaingan usaha diperkenalkan sebagai salah satu
kunci untuk mencapai “kawasan ekonomi yang kompetitif”. Dalam hal ini,
sejumlah tindakan yang diprioritaskan telah diidentifikasikan dan dijadwalkan
untuk dilaksanakan selama periode 2008-2015.182
Persaingan jelas merupakan aspek penting dalam pandangan ASEAN
untuk integrasi ekonomi regional. Itu merupakan salah satu unsur dari empat
karakteristik dalam AEC Blueprint. Bentuk dari pasar tunggal dan basis produksi
181
Casey Lee and Yoshifumi FUKUNAGA, ASEAN Regional on Competition Policy h.1, April
2013
182Ibid
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
105
105
didasarkan pada gagasan untuk persaingan seluruh pasar di negara-negara
ASEAN. Daya saing ekonomi dari kawasan ASEAN dan integrasinya menuju
perekonomian global membutuhkan kemampuan negara-negara anggota untuk
bersaing secara global.183
3.3.2 Manfaat harmonisasi hukum persaingan di tingkat regional ASEAN
Dalam rangka mendorong lahirnya kawasan yang memiliki daya saing,
ASEAN sudah menyiapkan kerangka bagaimana mekanisme pasar bebas ASEAN
dirancang. Rumusan kebijakan persaingan menjadi isu yang sangat strategis.
Salah satu karakteristik kunci MEA adalah tercapainya Competitive Economic
Region. Namun apakah semua negara-negara ASEAN memiliki kemampuan yang
sama untuk bersaing meski dengan tetangga sendiri, melalui implementasi
kebijakan dan hukum persaingan usaha. Dalam konteks pasar bebas ASEAN,
Kebijakan dan Hukum Persaingan Usaha ini akan sangat dibutuhkan karena pada
tahun 2015 nanti pasar dimana transaksi perdagangan barang dan atau jasa sudah
terbuka.184
Saat ini, semua negara ASEAN menerapkan proses penyaringan dan
menerapkan pra entri persyaratan untuk semua investor asing. Ada juga beberapa
peraturan untuk mencegah investor asing / perusahaan dari menjadi kekuatan yang
dominan diekonomi, misalnya, pembatasan ekuitas/ kepemilikan asing, dan
persyaratan divestasi. Hukum dan peraturan tersebut dapat digunakan untuk
mencegah investor asing dari penggabungan dengan atau mengakuisisi
183
Ibid
184Subianta Mandala, Op.Cit., h.163-182
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
106
106
perusahaan lokal, seperti mereka tidak dapat memiliki saham di atas batas yang
ditentukan. Perusahaan asing juga tidak bisa bergabung atau mengakuisisi
perusahaan asing lain jika ekuitas mereka di baruperusahaan berada di luar equity
ratio185
yang ditetapkan oleh undang-undang. Jelas, di bawah keadaan ini, negara-
negara ASEAN perlu hukum persaingan untuk mengontrol merger dan akuisisi.
Meskipun mereka telah melonggarkan terhadap beberapa peraturan mengenai
rasio ekuitas investor asing, hal ini berada di kasus per kasus dalam kondisi
tertentu saja.186
Hukum dan kebijakan persaingan akan membantu untuk mempromosikan
pertumbuhan usaha kecil dan menengah, yang merupakan mayoritas di negara
lokal ASEAN, dan memungkinkan mereka untuk bersaing dengan saingan mereka
yang lebih kuat. Liberalisasi perdagangan dan investasi berdasarkan persaingan
yang sehat akan memungkinkan perusahaan-perusahaan kecil dan menengah lokal
untuk mengembangkan kekuatan ekonomi mereka, meng-upgrade proses produksi
teknologi dan meningkatkan sistem manajerial dan keterampilan komersial, agar
dapat bersaing dengan perusahaan asing. Hukum persaingan akan memastikan
bahwa perusahaan, baik lokal maupun asing, dicegah dari melakukan praktik
185
Ekuitas (equity) merupakan sumber perolehan dana yang berasal dari setoran pemilik (disebut
modal atau modal saham) dan dari laba yang tidak dibagikan ke pemilik (disebut laba ditahan). -
See more at: http://keuanganlsm.com/definisi-ekuitas/#sthash.pHKS7Nlh.dpuf
Rasiohutang yang tinggi/ekuitasumumnya berartibahwaperusahaantelah agresif
dalampembiayaanpertumbuhandenganutang. Hal inidapatmengakibatkanlabayang mudah
menguapsebagaiakibat daribeban bungatambahan –See more at :
http://www.investopedia.com/terms/d/debtequityratio.asp diakses pada 2 Desember 2014
186Lawan Thanadsillapakul, The Harmonisation of ASEAN Competition Laws and Policy
and Economic Integration, 2004, h.6
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
107
107
bisnis yang membatasi, menyalahgunakanposisi dominan atau membentuk kartel
atau jenis lain dari praktek yang tidak adil yang dapat merusak perusahaan lain.187
Persaingan juga menjamin keuntungan dari integrasi regional bisa
terdistribusi secara merata di antara konsumen dan produsen di dalam kawasan,
begitu juga di antara negara-negara anggota ASEAN. Dalam hal ini, kebijakan
persaingan, diartikan sebagai semua kebijakan pemerintah dalam menggalakkan
persaingan dalam pasar, yang merupakan kebijakan penting dalam realisasi
AEC.188
Dengan demikian, hukum dan kebijakan persaingan memiliki peran besar
untuk bermain dalam proses liberalisasi ASEAN, juga untuk memastikan bahwa
pasar ASEAN dijaga seterbuka mungkin untuk pendatang baru, dan bahwa
perusahaan tidak menggagalkan tujuan ini dengan terlibat dalam praktek-praktek
anti-kompetitif . Dengan cara ini, penegakan kuat dari hukum persaingan ASEAN
dapat memberikan jaminan bahwa liberalisasi investasi tidak akan membiarkan
ketidakberdayaanpemerintah menghadapi transaksi-transaksi anti persaingan.
3.3.3 Progress dalam mencapai harmonisasi hukum persaingan
Di tahun 2015, transaksi perdagangan dan jasa akan menyatu dan
berintegrasi dalam satu pasar bersama. Hal ini berarti bahwa pelaku usaha di
Indonesia khususnya pelaku usaha yang berkeinginan untuk melakukan ekspansi
usaha di ASEAN atau berhubungan dengan pelaku usaha di negara-negara
ASEAN lainnya harus memahami hukum usaha yang berlaku di negara-negara
187
Ibid, h.36
188 Casey Lee dan Yoshifumi FUKUNAGA, Op.Cit, h.1
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
108
108
anggota termasuk hukum persaingan usaha. Usaha untuk menciptakan daya saing
melalui hukum dan kebijakan persaingan, ASEAN melalui Sekretariat ASEAN
telah melakukan sejumlah aksi. Terdapat perbedaan substansial dalam pengaturan
hukum persaingan usaha di negara-negara anggota ASEAN akan menyebabkan
kesulitan dalam penerapan hukum persaingan usaha lintas batas negara.
Melalui ASEAN Expert Group on Competition(AEGC) sebagai lembaga
struktural di ASEAN yang menangani implementasi hukum persaingan telah
menginisiasi dan mempromosikan hal ini. Tercatat hingga saat ini, lima negara
ASEAN yang telah memberlakukan hukum persaingan yaitu Indonesia dan
Thailand (1999), Singapore dan Vietnam (2004) serta Malaysia (2012), sementara
5 negara lainnya masih dalam tahap legislasi.189
Tindakan pertama pada kebijakan persaingan berkaitan dengan
pelaksanaanhukum persaingan di ASEAN Member States (AMS) itu sendiri.
Bunyinya: "Berusaha memperkenalkan Kebijakan Persaingan di semua negara
anggota ASEAN pada tahun 2015". Tingkat implementasi bisa diukur baik
menggunakan interpretasi yang luas atau sempit mengenai "kebijakan
persaingan". Berdasarkan implementasi secara sempit itu berarti 5 (lima) dari 10
(sepuluh) AMS telah memberlakukan hukum persaingan nasionalnya. Namun jika
interpretasi secara luas diterapkan, maka “kebijakan persaingan” diartikan sebagai
setiap kebijakan pemerintah yang mendorong dan memelihara tingkat persaingan
189
Nawir Messi, Kompetisi Menuju Pasar Bebas ASEAN, Jurnal Kompetisi Edisi 42 Tahun
2013,h.5
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
109
109
di pasar, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar telah memiliki aturan
tentang persaingan meskipun tidak semuanya.190
Aksi kedua pada kebijakan persaingan berkaitan dengan pembentukan
jaringan kebijakan persaingan yang melibatkan AMS. Aksi ini dinyatakan dalam
Cetak Biru AEC sebagai: "Membangun jaringan otoritas atau lembaga yang
bertanggung jawab untuk kebijakan persaingan untuk melayani sebagai forum
untuk mendiskusikan dan mengkoordinasikan kebijakan persaingan."191
Tingkat pelaksanaan tindakan di atas dapat dianggap tinggi
berdasarkan pembentukan dan kegiatan ASEAN Experts Group on
Competition (AEGC). AEGC yang secara resmi didirikan pada tahun 2007,
merupakan wadah ASEAN untuk mengembangkan hukum dan kebijakan
persaingan. AEGC adalah badan resmi yang terdiri dari perwakilan dari semua
AMS yang dicalonkan oleh Pemimpin Senior Economic Official Meeting (SEOM)
dari masing-masing negara. AEGC didirikan dengan mandat untuk mengawasi
hal-hal yang termasuk persaingan di ASEAN. Ini termasuk pencapaian tujuan
terkait persaingan dalam Cetak Biru AEC. Pada Juni 2012, AEGC telah memiliki
sembilan pertemuan sejak didirikan.
Kontribusi yang signifikan dari AEGC dapat dilihat dari
kegiatannya yang dilakukan melalui lima kelompok kerja, yaitu:
a)pedoman regional kebijakan persaingan
b) buku tentang kebijakan dan hukum persaingandi ASEAN untuk bisnis
190
Cassey LEE, Op.Cit., h.23-24
191Ibid h.24
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
110
110
c) capacity buiding
d)inti-kompetensi regional dalam kebijakan dan hukum persaingan
e) strategi dan alat untuk advokasi kompetisi regional.
Tabel 3.2: AEGC Activities, 2008-2012
2008 2009 2010 2011 2012
Capacity Building 2 6 3 3 5
Policy
Dialogue/Conferences/Outreach
1 4 4 1
Sesi Brainstorming 2
Pedoman ASEAN dalam
Kebijakan Persaingan
2 1
Buku Panduan tentang
Kebijakan Persaingan
1 1
Kompetensi dasar kawasan 2 2
Lainnya - Peletakan Yayasan,
inventarisasi,
study visit
2 3
Total 5 16 11 6 7
Sumber : AEGC192
Tiga program utama AEGC adalah terbentuknya Regional Guideline,
Regional Handbook, dan adanya kegiatan Capacity Building yang sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas masing-masing negara AMS. Seperti yang telah
diketahui, belum semua AMS memiliki lembaga persaingan dan undang-undang
192
Dalam Cassey LEE, ASEAN Regional Cooperation on Competition Policy, 2013
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
111
111
persaingan. Keunikan dan tingkat pemahaman yang berbeda-beda tersebut
menjadi tantangan tersendiri dalam menyusun pendekatan untuk mewujudkan
sebuah lembaga dan undang-undang persaingan pada tahun 2015 sebagai
supporting tools terbentuknya common market di wilayah ASEAN.
Tujuan utama dari kebijakan persaingan adalah untuk mendorong budaya
persaingan yang sehat. Untuk mencapai hal ini, beberapa langkah strategis telah
diletakkan pada Cetak Biru AEC dengan target pencapaian pada tahun 2015:
a. Upaya untuk memperkenalkan kebijakan persaingan di semua AMSS pada
tahun 2015;
b. Membangun jaringan otoritas atau lembaga yang bertanggung jawab untuk
kebijakan persaingan untuk melayani sebagai forum untuk mendiskusikan
dan mengkoordinasikan kebijakan persaingan;
c. Mendorong kapasitas program pembangunan / kegiatan untuk AMSS
dalam mengembangkan kebijakan persaingan nasional;
d. Mengembangkan pedoman regional tentang kebijakan persaingan pada
tahun 2010, berdasarkan pengalaman negara dan praktik terbaik
internasional dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan persaingan
yang sehat.193
Pedoman/guidelines yang telah dibuat oleh AEGC tentunya tidaklah cukup
untuk menemukan solusi permasalahan hukum persaingan usaha lintas batas
negara di ASEAN nantinya, dikarenakan guidelines hanya mengatur terkait
pedoman
193
About the ASEAN Experts Group on Competition (AEGC),
http://www.aseancompetition.org/aegc/about-asean-experts-group-competition-aegc
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
112
112
pedoman saja namun tidak mengatur terkait implementasi untuk menyelesaikan
masalah hukum persaingan usaha.
Maka dari itu diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi perbedaan dalam
hukum persaingan usaha di ASEAN dalam rangka menghadapi AEC di tahun
2015. Salah satu solusi adalah berupa penerapan asas Comity dalam hukum
persaingan usaha. Bentuk penerapan asas ini berupa pembuatan perjanjian
multilateral antar negara anggota ASEAN.Isi dari perjanjian ini akan menerapkan
Positive dan Negative Comity. Dalam keberlakuan hukum dalam sebuah negara,
di samping melakukan “pemujaan” terhadap hukum nasional, juga terdapat tempat
bagi berlakunya hukum asing. Disinilah peran dan posisi asas Comity berlaku.194
Awal penggunaan asas Comity dipelopori oleh Ulrich Huber yang
menjelaskan asas Comity : “The high authorities ofeach country offer each other
hand”195
(kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara memberikan usul terhadap
negara lain) Ulrich Huber juga mengatakan:196
Hukum suatu negara hanya berlaku
dalam batas-batas teritorial negara tersebut; Semua orang/subjek hukum yang
secara tetap/sementara berada dalam teritorial wilayah suatu negara yang
berdaulat: (i) merupakan subjek hukum dari negara tersebut, dan (ii) Tunduk serta
terikat pada hukum negara tersebut; Namun, berdasarkan prinsip comity, hukum
yang berlaku di negara asalnya tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-mana
194
Gautama Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia (jilid I), Alumni, Bandung, 1979,
h.172
195Joel, R. Paul,The Transformation of International Comity,2008, h.23
196 IrinaGetman Pavlova V,”The Concept of “Comity” In Ulrich Huber‟s Conflict Doctrine”, 2012,
h.3
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
113
113
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara
pemberian pengakuan.
Penerapan asas Comity ini tentunya tidak akan membatasi tindakan dari
pelaku usaha namun justru akan melindungi berbagai pihak yang berkepentingan
di hukum persaingan usaha, antara lain : negara, pelaku usaha bahkan konsumen.
Solusi ini akan lebih tepat dilaksanakan sambil menunggu adanya harmonisasi
hukum persaingan usaha negara ASEAN, yang bukan perkara mudah mengingat
adanya sepuluh negara dengan sistem hukum yang berbeda. Dengan menerapkan
asas Comity, tentunya masalah perbedaan sistem hukum di negara ASEAN tidak
lagi menjadi masalah yang artinya, negara ASEAN hanya perlu melakukan
akseptasi dari perjanjian yang menerapkan asas Comity. Menerapkan asas ini
cenderung akan memangkas waktu namun juga tidak mengurangi esensidari
harmonisasi dan tujuan untuk menegakkan hukum persaingan usaha. Oleh karena
itu menerapkan asas Comity dalam perjanjian multilateral merupakan solusi yang
tepat menuju AEC 2015.197
197
Fikri Nur Setyansyah, “Penerapan Asas Comity di Hukum Persaingan Usaha Dalam
Rangka ASEAN Economic Community”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2015,
h.79.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH