bab iii geologi daerah penelitian - · pdf fileyang menyerupai bentukan huruf “u”...
TRANSCRIPT
10
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 Geomorfologi
3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Pengamatan geomrofologi daerah penelitian dilakukan dengan dua tahapan, yaitu
tahapan pengamtan menggunakan data sekunder yang berasal dari citra satelit Shuttle
Radar Topographic Mission (SRTM Image) serta peta kontur tofografi yang dibuat dari
data SRTM, tahap berikutnya yaitu dengan observasi secara langsung ke lapangan.
Tahapan geomorfik pada daerah penelitian merupakan tahapan geomorfik dewasa
hingga tua dimana terlihat adanya proses kartisifikasi lanjut pada batugampingnya,
seperti adanya sinkhole- sinkhole dan gua- gua, selain itu terlihat dari lembah sungai
yang menyerupai bentukan huruf “U” dan berkelok dengan lebar sungai yang realtif
besar, terlihat dari adanya sungai yang berada di bagian selatan daerah penelitian
selain itu di sungai sudah terdapat endapan travertin (Foto 3.1).
Foto 3.1 Sungai yang ada di daerah penelitian, Lebar sungai relatif besar serta
adanya endapan travertin di dasar sungai
11
3.1.2 Pola Kelurusan
Untuk menganalisis pola kelurusan daerah ini penulis menggunkan pengamatan
secara tidak langsung, baik dengan menggunakan data peta tofografi dan SRTM
(Shuttle Radar Topographic Mission). Kelurusan yang teramati didominasi oleh
kelurusan berarah utara- selatan dan berikutnya diikuti oleh kelurusan yang berarah
NW- SE (Gambar 3.1), kelurusan yang diambil merupakan kelurusan dari gawir dan
beberapa kelurusan sungai.
3.1.3 Satuan Geomorfologi
Secara regional daerah penelitian merupakan bagian dari satuan tinggian Karst,
karena secara umum daerah penelitian di dominasi oleh batugamping yang umumnya
berhubungan dengan proses karstifikasi. Dari hasil analisis data SRTM (Shuttle Radar
Topographic Mission) dan dari hasil observasi di lapangan, menurut klasifikasi Lobeck
(1939) satuan geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan
geomorfologi, yaitu: Satuan Perbukitan Karst Gunung Antu dan Satuan Lembah
Antiklin Gunung Antu (lampiran E-2).
Gambar 3.1 Diagram Roset daerah penelitian (atas). Kelurusan diambil
dari data peta topografi dan citra SRTM (bawah). Memperlihatkan pola
struktur yang berkembang di daerah penelitian.
12
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.2 Citra SRTM regional (a), lokasi penelitian (b) dan tiga dimensi daerah
penelitian (c)
13
3.1.3.1 Satuan Perbukitan Karst Gunug Antu
Satuan ini menempati ± 67% dari luas daerah penelitian yang berada di bagian
utara daerah penelitian (Lampiran E-2) . Satuan ini berada pada elevasi ± 219 - 675
mdpl. Satuan ini tersusun oleh batugamping bioklastik yang telah mengalami proses
karstifikasi (Foto 3.3) dan tentunya sudah terdeformasi dimana pada peta geologi
(Lampiran E-3) terdapat struktur sesar mendatar dan juga sesar naik yang ada pada
daerah satuan ini.
Foto 3.2 Geomorfologi berupa perbukitan karst dibatasi. Foto diambil dari Teluk
Sumbang mengarah ke selatan.
Foto 3.3 Singkapan IA7/6. Proses karstifikasi yang terjadi pada Satuan Perbukitan
Karst Gunung Antu yang membentuk gua dengan stalaktit di bagian atasnya.
14
3.1.3.2 Satuan Lembah Antiklin Gunung Antu
Satuan ini meliputi ± 33% dari luas daerah penelitian , sataun ini berada di
bagian selatan daerah penelitian (lampiran E-2). Elevasi dari satuan ini berada di
ketinggian ±135 - 219 mdpl, topografi berupa lembah (Foto 3.4). Satuan ini tersusun
dari litologi berupa napal dan batugamping klastik, namun di bagian selatan lebih di
dominasi oleh napal, pada satuan ini terdapat struktur antiklin dengan sumbu lipatan
realtif berarah barat baratdaya- timur timurlaut.
3.1.4 Pola aliran Sungai
Foto 3.4 Geomorfologi berupa
lembah. Foto diambil dari
perkampungan Sima Agung (Km
8) mengarah ke utara.
U
Gambar 3.3 Peta pola
dan tipe genetik sungai
(berwarna biru) daerah
penelitian yang
menunjukkan Pola
Dendritik
15
Pola aliran sungai yang terdapat pada daerah penelitian berupa Pola Dendritik
(Gambar 3.3). Pola ini terlihat dari percabangannya yang tidak teratur dengan arah
dan sudut yang beragam, lebih dikontrol oleh litologi dan morfologi daerah penelitian
yang relatif datar.
3.2 Stratigrafi
Gambar 3.4 Profil umum daerah penelitian
16
Berdasarkan hasil dari pengamatan lapangan dan analisis sayatan petrografi
disimpulkan bahwa pada daerah penelitian ini dibagi menjadi empat satuan
litostratigrafi tidak resmi, dengan urutan satuan dari tua ke muda adalah Satuan
Batugamping Terumbu, Satuan Batugamping Kalkarenit, Satuan Napal dan Satuan
Endapan Aluvial (Gambar 3.4).
3.2.1 Satuan Batugamping Terumbu
3.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan ini menempati sekitar 60% dari luas daerah penelitian dengan penyebaran
yang berada di bagian utara daerah penelitian yang memanjang dari barat hingga
timur daerah penelitian. Pada peta geologi ( lampiran E-3) satuan ini ditandai dengan
warna biru tua. Pada daerah penelitian, singkapan- singkapan dari satuan ini umunya
di temukan di sekitar Gunung Antu, umumnya pada singkapan satuan batugamping
ini tidak menunjukkan kedudukannya namun di beberapa tempat terdapat singkapan
batugamping yang memiliki kedudukan relatif barat-timur dengan arah kemiringan ke
selatan, satuan ini merupakan batugamping bioklastik yang terdiri dari fasies
Wackestone- Packestone. Satuan ini membentuk suatu bukit. Berdasarkan penampang
geologi XY (gambar 3.5) yang ada dalam peta geologi (Lampiran E-3) daerah
penelitian ketebalan satuan ini diperkirakan mencapai +/- 1210 m.
Gambar 3.5 Penampang Geologi XY
3.2.1.2 Ciri Litologi
Satuan batugamping bioklastik ini terdiri dari tiga jenis batuan, yaitu :
Wackestone- Packestone, Packestone- Grainstone, berwarna putih kecoklatan, ciri-
ciri terpilah buruk, kemasnya terbuka dan umumnya masif tapi sebagian ada yang
berlapis, terdapat banyak fosil foraminifera besar, foraminifera kecil, koral dan fosil
alga.
U S
17
Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan batuan (Lampiran B) batugamping
ini memiliki komponen utama berupa pecahan koral, pecahan alga dan foraminifera
yang didominasi oleh foraminifera besar dan kelompok Miliolidae .
Foto 3.5 Singkapan IA5/1a. Satuan Batugamping Terumbu yang berlapis, antara
Batugamping Packstone dan Batugamping Grainstone (kiri), Batugamping
Grainstone berwarna abu terang (kanan).
Gambar 3.6 Sayatan tipis batugamping dari Satuan Batugamping Terumbu dengan kode
sampel IA7/10, memeperlihatkan butirannya terdiri dari pecahan foraminifera besar (B4) dan
fosil Quinqueloculina sp (C8).
3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan sayatan tipis batuan ini ditemukan fosil foraminifera besar,
berdasarkan mikrofosil yang ditemukan yang kemudian dianalisis (lampiran A) dapat
18
disimpulkan umur satuan ini yaitu berumur Te5 hingga Tf2 (van der Vlerk dan
Umbergrove, 1927 dalam Pringgoprawiro dan Kapid 2000) pada kala Miosen Awal –
Tengah dan dengan melimpahnya fosil-fosil foraminifera bentik Quenqueloculina sp
diperkirakan satuan ini diendapkan pada linkungan Neritik Tepi (laut dangkal)
(Bandy, 1967 dalam Pringgoprawiro dan Kapid, 2000) .
3.2.1.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi
Kontak bagian bawah satuan ini tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah
penelitian.
Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan
Batugampnig Terumbu ini dapat disetarakan dengan Formasi Tendenhantu (Djamal
dkk, 1995).
3.2.2 Satuan Batugamping Kalkarenit
3.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batugamping kalkarenit menyebar di tengah daerah penelitian memanjang
dari barat ke timur daerah penelitian, menempati sekitar 17% dari luas daerah
penelitian. Pada peta geologi ( lampiran E-3) satuan ini ditandai dengan warna biru
muda. Pada daerah penelitian, Singkapan dari satuan ini umunya ditemukan di sungai
yang berada di sekitar lereng Gunung Antu, kedudukan yang ada pada satuan ini
berjurus barat timur namun memiliki arah kemiringan yang berlawanan sehingga
satuan ini membentuk antiklin, namun di beberapa tempat, kedudukan dari satuan ini
ada yang berjurus realtif utara- selatan hal di perkirakan karena adanya sesar yang
merubah kedudukan tersebut. Ketebalan dari satuan ini yang berdasarkan penampang
yang ada dalam peta geologi (Lampiran E-3) daerah penelitian, diperkirakan
mencapai sekitar 590 m.
3.2.2.2 Ciri Litologi
Satuan terdiri dari batugamping kalkarenit, dan memiliki perselingan yang baik
antara batugamping kalkarenit dengan napal (Foto 3.6), dimana lapisan batugamping
kalkarenit lebih dominan.
Dengan cirri litologi bertekstur klastik, warna kuning kecoklatan, berlapis dengan
napal, bentuk butir menyudut tanggung - membundar, kemas terbuka, porositas cukup
baik, memiliki komposisi pecahan fosil foraminifera, fragmen litik dan cangkang
moluska.
19
Gambar 3.7 Sayatan tipis batugamping dari Satuan Batugamping Kalkarenit dengan kode
sampel IA8/13, memperlihatkan butiran penyusunnya didominasi oleh mineral karbonat
berbentuk menyudut tanggung dengan masadasar berupa lumpur karbonat yang sudah
termikritisasikan.
Foto 3.6 Singkapan IA11/6. Singkapan Satuan Batugamping Kalkarenit yang
tersingkap di dinding sungai di sekitar lembah Gunung Antu, batugamping yang
berlapis dengan napal, memiliki perlapisan yang relatif baik.
20
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan
Dari hasil analisis mikrofosil (Lampiran A) terhadap kandungan fosil
foraminifera kecil planktonik yang dilakukan pada contoh batuan di lokasi IA2/3
menunjukkan kisaran umur dari Satuan Batugamping Kalkarenit adalah N12 hingga
N15 (Blow, 1969 dalam Pringgoprawiro dan Kapid, 2000) pada Kala Miosen Tengah.
Dan dengan melimpahnya fosil-fosil foraminifera bentonik Amphistegina lesonii.
Textularia sp dan Cibides praevintus, diperkirakan lingkungan pengendapannya
merupakan Neritik Tengah (Bandy, 1967 dalam Pringgoprawiro dan Kapid, 2000).
Mekanisme pengendapan dari Satuan Batugamping Kalkarenit memiliki
mekanisme yang mirip dengan proses pengendapan sedimen klastik yaitu
memerlukan arus yang cukup besar. Selain itu,terdapat struktur perlapisan sedimen
yang baik berupa perlapisan sejajar.
3.2.2.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi
Satuan ini diendapkan secara selaras di atas Satuan Batugamping Terumbu. Pada
peta geologi (Lampiran E-3) batas antara satuan ini dengan Satuan Batugamping
Terumbu adalah sesar naik.
Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan
Batugamping Kalakrenit ini dapat disetarakan dengan Formasi Golok (Djamal dkk,
1995).
3.2.3 Satuan Napal
3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan ini menempati sekitar 23% daerah penelitian. Satuan Napal berada di
bagain selatan daerah penelitian, sama seperti halnya Satuan Batugamping Terumbu
dan Satuan Batugamping Kalakarenit satuan ini memanjang dari barat hingga timur
daerah penelitian. Pada peta geologi (Lampiran E-3) satuan ini ditandai dengan warna
hijau. Singkapan- singkapan dari satuan ini terdapat di sungai- sungai yang berada di
selatan daerah penelitian yaitu di sekitar lembah yang ada di bagian selatan Gunung
Antu. Satuan ini memiliki jurus relatif barat- timur dengan kemiringan ke arah
selatan. Berdasarkan penampang dari peta geologi (Lampiran E-3) ketebalan satuan
ini diperkirakan mencapai sekitar 620 meter.
21
3.2.3.2 Ciri Litologi
Satuan ini merupakan perselingan antara batugamping kalkarenit dan napal
dengan dominasi dari napal, terlihat dari adanya singkapan napal yang masif
(Foto3.7).
Napal berwarna abu- abu kekuningan, friable, mengandung foraminifera kecil
mengandung karbonat kurang lebih sebanyak 34% berdasarkan analisis kalsimetri
(Lampiran C).
Gambar 3.8 Sayatan tipis napal dengan kode sampel IA6/3, terlihat adanya fosil
foraminifera sebagai butir dari batuan (E5).
Foto 3.7 Singkapan IA6/6, napal masif. Singkapan Satuan Napal yang tersingkap di
dinding sungai yang ada di bagian selatan daerah penelitian.
22
3.2.3.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan
Dari contoh batuan di lokasi IA8/10 dilakuakan analisis mikrofosil (Lampiran A)
terhadap kandungan fosil foraminifera kecil planktonik menunjukkan kisaran umur
dari Satuan Napal adalah N12 hingga N17 (Blow, 1969 dalam Pringgoprawiro dan
Kapid, 2000), yaitu kala Miosen Tengah – Miosen Akhir.
Berdasarkan adanya foraminifera bentonik Uvigerina schwagerii, Eponides
umbonatus, Giroidina soldanii dan Nodosaria sp, satuan ini diendapkan pada
lingkungan Neritik Luar- Batial Atas (Bandy, 1967 dalam Pringgoprawiro dan Kapid,
2000).
3.2.3.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi
Satuan ini diendapkan secara selaras di atas Satuan Batugamping Kalkarenit
dengan kontak gradual dengan Satuan Batugamping Kalkarenit yang berada di
bawahnya.
Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan Napal
ini dapat disetarakan dengan Formasi Golok ( Djamal dkk, 1995).
3.2.4 Satuan Alluvial
3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan ini menempati daerah penelitian namun tidak terpetakan pada peta
geologi skala 1:12500, daerah yang terdapat satuan ini berada di bagian selatan daerah
penelitian dimana terdapat sungai yang relatif besar.
Foto 3.8 Singkapan IA8/1. Singkapan Satuan Alluavial, terlihat adanya material
lepas- lepas yang merupakan hasil erosi dari batuan yang lebih tua.
23
3.2.4.2 Ciri Litologi
Satuan ini terdiri dari material lepas seperti lempung dan batugamping kalkarenit
(Foto 3.8).
3.2.4.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan
Satuan ini berumur Resen karena proses pembentukannya masih berlangsung
hingga saat ini, dan di endapkan di lingkungan darat.
3.2.4.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi
Satuan Aluvial memiliki hubungan yang tidak selaras dengan satuan batuan yang
lebih tua.
3.3 Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian terdiri dari sesar – sesar
mendatar yang berkembang pada daerah penelitian ini secara umum memiliki pola
berarah utara – selatan yang terdiri dari Sesar Mendatar Antu 1 dan Sesar Mendatar
Antu 2, hal ini juga dapat dibuktikan dengan pola kelurusan yang berkembang pada
daerah ini yang tergambarkan pada SRTM dimana memiliki trend kelurusan utara-
selatan, selain itu berkembang juga sesar- sesar geser lainya yang berarah timurlaut-
barat daya dan baratlaut- tengara yang terdiri atas sesar mendatar Antu 5 dan sesar
mendatar Antu 6 (Gambar 3.9), selain itu terdapat struktur sesar naik Antu dan
struktur lipatan , kedua strukutr ini terpotong oleh sesar- sesar mendatar Antu, secara
umum antiklin dan sesar naik tersebut berarah realtif timur timurlaut –barat baratdaya
serta barat baratlaut – timur tenggara. Diperkirakan pembentukan struktur- struktur ini
terbentuk pada Kala Pliosen-Pleistosen.
3.3.1 Jurus dan Kemiringan Lapisan
Kedudukan dari batuan yang ada di daerah penelitian relatif berarah barat
baratdaya- timur timurlaut dengan arah kemiringan ada yang berarah relatif ke utara
dan ada juga yang berarah ke selatan, dengan besar kemiringan anatara 90- 65
0,
sehingga di daerah penelitian terbentuk struktur antiklin.
24
Gambar 3.9 Penyebaran struktur daerah penelitian, adanya sesar- sesar mendatar
yang memotong sesar naik dan sumbu antiklin.
Sesar Mendatar Antu 1
Sesar Mendatar Antu 6
Antiklin Antu
Sesar Mendatar Antu 5
Sesar Mendatar Antu 4
Sesar Mendatar Antu 3
Sesar Mendatar Antu 2
Sesar Naik Antu
Antiklin Antu
25
3.3.2 Antiklin
3.3.2.1 Antiklin Antu
Foto 3.9 Singkapan IA11/2. Singkapan yang diinterpretasikan sebagai sumbu
Antiklin Antu yang tersingkap di dinding sungai.
Sturktur Antiklin Antu diinterpretasikan dari adanya perbedaan arah kemiringan
dari Satuan Batugamping Kalkarenit serta dari adanya singkapan sumbu lipatan di
lokasi penelitian (Foto 3.9). Sama seperti halnya struktur sesar naik, struktur ini
terpotong- potong juga oleh Sesar- sesar Mendatar Antu. Diperkirakan antiklin ini
terbentuk akibat adanya tegasan utama yang berarah baratlaut- tenggara.
3.3.3 Sesar
Struktur sesar yang terdapat pada daerah penelitian ini terdiri atas sesar mendatar
dan sesar naik, sesar- sesar tersebut adalah :
3.3.3.1 Sesar Naik Antu
Sesar ini dapat diamati di beberapa lokasi observasi dengan adanya zona
hancuran dan dari singkapan yang ada diperkirakan sesar ini memiliki kemiringan
sebesar 450
(Foto 3.10). Sesar ini terpotong- potong oleh sesar mendatar Antu 2, 4, 5
dan 6, menandakan sesar ini terbentuk terlebih dahulu dibanding sesar – sesar
mendatar yang ada di daerah penelitian. Sesar ini terbentuk oleh adanya tegasan utama
yang berarah baratlaut- tenggara.
26
Foto 3.10 Singkapan IA12/5. Zona hancuran akibat adanya Sesar Naik Antu.
3.3.3.2 Sesar Mendatar Antu 1
Sesar Mendatar Antu 1 ditemukan pada bagian utara daerah penelitian berada di
sekitar Gunung Antu yang memanjang ke arah selatan, yang terbentuk akibat tegasan
utama yang berarah baratlaut – tenggara. Bukti lapangan yang menunjukkan adanya
struktur sesar pada daerah ini adanya zona hancuran,dan adanya kekar gerus (Foto
3.11), dan dari SRTM terlihat adanya kelurusan berarah utara- selatan. Berdasarkan
analisis kinematika dari data-data struktur yang ditemukan di lapangan (lampiran D)
didapatkan arah breksiasinya N 1750E, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N
1750 E/ 87
0 dengan pitch 6
0, dengan kedudukan slip-nya 5
0, N 355
0 E. Disimpulkan
berdasarkan hasil analisis kinematika bahwa sesar ini adalah sesar mengiri naik.
Foto 3.11 Singkapan IA5/4. Zona hancuran akibat Sesar Mendatar Antu 1, terlihat
adanya orientasi butiran hasil hancuran.
27
3.3.3.3 Sesar Mendatar Antu 2
Sesar Mendatar Antu 2 berada di bagian utara daerah penelitian berada di
sebalah barat Sesar Mendatar Antu 1 sesar ini memanjang dari Gunung Antu hingga
sungai yang berada di bagian selatan Gunung Antu, yang terbentuk akibat tegasan
utama yang berarah baratlaut – tenggara, jka menggunakan konsep Simple Shear
(Harding, 1965 dalam Sapiie dan Harsolumakso, 2006) trend dari sesar ini memiliki
arah dan pergerakan yang sesuai. Bukti lapangan yang menunjukkan adanya struktur
geologi berupa sesar yaitu adanya sungai yang mengikuti arah dari sesar, adanya
breksiasi (Foto 3.12) dan adanya perubahan kedudukan dari litologi batugamping
kalakarenit yang arahnya mengikuti arah sesar dibagian selatan daerah penelitian yang
masih merupakan jalur dari sesar ini, serta dari data SRTM yang menunjukkan adanya
kelurusan berarah utara- selatan. Berdasarkan data- data yang didapat mulai dari
penyebaran kedudukan batuan, pergeseran sesar naik Antu dan pergeseran sumbu
antiklin Gunung Antu, pergerakan sesar ini relatif menganan.
Foto 3.12 Adanya zona hancuran (kiri, singkapan IA5/7) dan adanya kedudukan
batugamping yang realtif tegak (kanan, singkapan IA5/10) dengan jurus yang
mengikuti jurus Sesar Mendatar Antu 2.
28
3.3.3.4 Sesar Mendatar Antu 3
Foto 3.13 Zona beksiasi dari Sesar Mendatar Antu 3, dengan arah N 3150 E
(singkapan IA7/4).
Di bagian utara selaian terdapat Sesar Mendatar Antu 1 dan 2 masih terdapat
Sesar Mendatar Antu 3, sesar ini memiliki arah yang berbeda dengan Sesar Mendatar
Antu 1 dan 2, sesar ini relatif berarah baratlaut- tenggara yang memanjang dari sekitar
puncak Gunung Antu sampai berhenti di Sesar Mendatar Antu 2, yang terbentuk
akibat tegasan utama yang berarah baratlaut – tenggara. Bukti yang menunjukan
adanya sesar ini adalah adanya breksiasi berarah N 3150
E dan kekar gerus di
lapangan (Foto 3.13). Dari hasil analisis kinematika dari data struktur (Lampiran D)
yang didapatkan dari lapangan diperkirakan kedudukan sesarnya adalah N 3150 E /82
0
dengan kedudukan slip-nya adalah 10, N 316
0 E dengan pitch: 2
0, pergerakan dari
sesar ini adalah menganan naik.
3.3.3.5 Sesar Mendatar Antu 4
Sesar ini terdapat di bagian baratdaya daerah penelitian, trend dari sesar ini adalah
baratlaut- tenggara dengan arah tegasan utamanya baratlaut - tenggara, diinterpretasikan dari
adanya penyebaran kedudukan batuan yang tidak beraturan, dan adanya pergeseran dari
sumbu lipatan yang ada di sekitar Gunung Antu. Diperkirakan juga sesar ini memotong sesar
naik Gunung Antu. Trend dari sesar ini memiliki arah dan pergerakan yang sesuai jika
menggunakan konsep Simple Shear (Harding, 1965 dalam Sapiie dan Harsolumakso,
2006 ).
29
3.3.3.6 Sesar Mendatar Antu 5
Foto 3.14 Singkapan kedudukan batuan yang berubah secara acak akibat adanya
sesar (singkapan IA11/3).
Di sebelah timur sesar mendatar antu 4 terdapat sesar mendatar Antu 5 yang
berarah timurlaut- baratdaya, diinterpretasikan sesar mendatar ini merupakan
pasangan dari Sesar Mendatar Antu 4 maka tegasan utama sesar ini diperkirakan
memiliki arah yang sama yaitu baratlut- tenggara. Bukti di lapangan untuk struktur ini
adalah adanya penyebaran kedudukan batuan secara acak (Foto 3.14).
3.3.3.7 Sesar Mendatar Antu 6
Sesar mendatar ini diinterpretasikan dari adanya perubahan kedudukan bataun
yang diukur pada saat observasi dilapangan, lintasan ynag dilalui saat observasi
melewati jalur sesar ini, dari adanya penyebaran kedudukan batuan yang arah
kemringannya berbeda namun memiliki strike yang relatuf searah maka sesar ini
dinterpretasikan sebagai sesar mendatar, dan dari adanya pergeseran sumbu Antiklin
Antu pergerakan sesar ini relatif mengiri.
30
3.3.4 Mekanisme Struktur Daerah Penelitian
Daerah penelitian berada diantara dua sesar mendatar yaitu Sesar Mangkalihat
dan Sesar Sangkulirang (Satyana et al., 1999), akibat kedua pergerakan sesar ini
daerah penelitian berada pada zona transpresi.
Mekanisme pembentukan struktur yang ada di daerah penelitian diakibatkan oleh
adanya gaya kompresi yang relatif berarah utara baratlaut – selatan tenggara yang
terbentuk akibat adanya pergerakan Sesar Mangkalihat dan Sesar Sangkulirang,
diawali oleh pembentukan Sesar Naik Antu, kemudian di ikuti oleh pembentukan
Antiklin Antu yang keduanya memliki arah yang sama relatif barat baratdaya-timur
timurlaut, setelah itu diikuti oleh terbentuknya Sesar- sesar Mendatar Antu.
Gambar 3.10 Mekanisme pembentukan struktur daerah penelitian yang terbentuk
akibat adanya pergerakan Sesar Mangkalihat dan Sesar Sangkulirang.
Sesar Sangkulirang
Sesar Mangkalihat