bab iii deformasi interseismic di zona subduksi...

20
20 BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra 3.1 Data Catatan Sejarah Gempa Besar di Zona Subduksi Sumatra Data catatan sejarah gempa besar pada masa lalu yang pernah terjadi di suatu daerah dapat diperoleh dari cerita masyarakat serta penelitian-penelitian kebumian. Salah satu penelitian gempa bumi paling tua yang dikenal oleh manusia adalah penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan terumbu karang di sekitar kepulauan Mentawai dan kepulauan Batu yang dilakukan oleh LIPI bekerjasama dengan California Technology, gempa bumi dengan kekuatan yang cukup besar pernah terjadi di sekitar daerah tersebut, yaitu tahun 1381, 1608, 1797, 1833, dan terakhir tahun 1861 [Natawidjaja, 2004]. Gempa bumi yang terjadi di sekitar Sumatra sangat dipengaruhi oleh aktifitas tektonik zona subduksi Sumatra. Sebagian besar gempa bumi yang terjadi di sekitar Sumatra, baik gempa kecil maupun gempa besar, berasal dari zona subduksi tersebut. Sejarah mencatat gempa bumi berkekuatan cukup besar pernah terjadi di zona subduksi Sumatra, antara lain di sekitar kepulauan Mentawai dan kepulauan Batu tahun 1797 (8,3 Mw), 1833 (9 Mw), dan 1935 (7,7 Mw), di sekitar Nias-Simeuleu tahun 1861 (8,5 Mw) dan 1907 (8,5 Mw), hingga gempa Aceh-Andaman tahun 2004 (9,2 Mw) dan gempa Nias tahun 2005 (8,7 Mw), dengan bidang patah masing-masing gempa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Upload: hoangnhu

Post on 29-May-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

20

BAB III

Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra

3.1 Data Catatan Sejarah Gempa Besar di Zona Subduksi Sumatra

Data catatan sejarah gempa besar pada masa lalu yang pernah terjadi di suatu

daerah dapat diperoleh dari cerita masyarakat serta penelitian-penelitian kebumian.

Salah satu penelitian gempa bumi paling tua yang dikenal oleh manusia adalah

penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian

pertumbuhan terumbu karang di sekitar kepulauan Mentawai dan kepulauan Batu

yang dilakukan oleh LIPI bekerjasama dengan California Technology, gempa bumi

dengan kekuatan yang cukup besar pernah terjadi di sekitar daerah tersebut, yaitu

tahun 1381, 1608, 1797, 1833, dan terakhir tahun 1861 [Natawidjaja, 2004].

Gempa bumi yang terjadi di sekitar Sumatra sangat dipengaruhi oleh aktifitas

tektonik zona subduksi Sumatra. Sebagian besar gempa bumi yang terjadi di sekitar

Sumatra, baik gempa kecil maupun gempa besar, berasal dari zona subduksi tersebut.

Sejarah mencatat gempa bumi berkekuatan cukup besar pernah terjadi di zona

subduksi Sumatra, antara lain di sekitar kepulauan Mentawai dan kepulauan Batu

tahun 1797 (8,3 Mw), 1833 (9 Mw), dan 1935 (7,7 Mw), di sekitar Nias-Simeuleu

tahun 1861 (8,5 Mw) dan 1907 (8,5 Mw), hingga gempa Aceh-Andaman tahun 2004

(9,2 Mw) dan gempa Nias tahun 2005 (8,7 Mw), dengan bidang patah masing-masing

gempa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Page 2: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

21

Gambar 3.1 Catatan sejarah gempa besar yang terjadi di sekitar zona subduksi Sumatra

[Natawidjaja, 2004].

Berikut catatan sejarah gempa besar yang terjadi di sekitar zona subduksi

Sumatra, yang dirangkum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Catatan sejarah gempa besar yang terjadi di sekitar zona subduksi Sumatra.

Lokasi Tahun Kekuatan (Mw)

Mentawai 1381 ?

Mentawai 1608 ?

Siberut 1797 8,3

Mentawai 1833 9

Nias-Simeuleu 1861 8,5

Aceh-Andaman 1881 7,9

Nias-Simeuleu 1907 8,5

Siberut-Kep. Batu 1935 7,7

Enggano 2000 7,9

Aceh-Andaman 2004 9,2

Nias-Simeuleu 2005 8,7

Page 3: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

22

3.2 Tektonik Setting Zona Subduksi Sumatra

Sejarah tektonik setting di sekitar pulau Sumatra erat kaitannya dengan

peristiwa tumbukan antar lempeng yang terjadi antara lempeng Indo-Australia dan

lempeng Eurasia pada masa lalu. Peristiwa tumbukan tersebut mengakibatkan

rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai

dengan perubahan kecepatan relatif antar lempeng, yang sebelumnya bergerak bebas.

Manifestasi dari tumbukan lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia tersebut

membentuk zona subduksi di sepanjang pantai barat Sumatra serta patahan (sesar)

yang membentang dari utara hingga selatan Sumatra, yang dinamakan dengan Sesar

Semangko atau Sumatra Fault Zone (SFZ).

Lempeng tektonik bergerak relatif terhadap lempeng tektonik lain secara tidak

beraturan. Ketidak teraturan tersebut terutama dipengaruhi oleh pergerakan lempeng

tektonik disekitarnya yang berlainan pula, dan tentunya konfigurasi material batuan

lempeng yang tidak homogen itu sendiri. Suatu lempeng tektonik dapat terbagi lagi

kedalam blok-blok lempeng regionalnya, yang bergerak relatif satu sama lain.

Contohnya lempeng Eurasia yang terbagi lagi menjadi blok-blok lempeng regional,

yang salah satunya untuk wilayah Sumatra dan Indonesia bagian barat dinamakan

Sunda block.

Dalam kaitannya dengan studi potensi gempa bumi, deformasi yang terjadi

idealnya hanya dipengaruhi oleh fenomena yang diamati, tanpa pengaruh yang lain.

Deformasi yang terjadi di sekitar zona subduksi Sumatra tentu saja dipengaruhi pula

oleh pergerakan lempeng regionalnya atau Sunda block. Sehingga untuk memperoleh

fenomena deformasi interseismic yang terjadi si sekitar zona subduksi Sumatra,

tentunya efek pergerakan Sunda block harus diekstrak terlebih dahulu. Berdasarkan

hasil pengamatan GPS yang terdapat di wilayah Sumatra dan sekitarnya, vektor

pergeseran Sunda block adalah ±2 cm/tahun yang bergerak relatif ke arah timur

[Calais, 2006].

Page 4: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

23

Gambar 3.2 Pergerakan blok-blok tektonik pada lempeng regional Eurasia di Asia Tenggara.

Garis berwarna hijau menunjukkan lempeng regional Sunda block [Calais, 2006].

Tektonik setting di sekitar Sumatra menunjukkan bahwa aktifitas tektonik

disekitarnya telah mengakibatkan kemiringan penunjaman terhadap pulau Sumatra

telah terfragmentasi menjadi segmen-segmen akibat proses yang terjadi. Dari hasil

data GPS, deformasi interseismic dari vektor pergerakan segmen Bengkulu-Mentawai

cenderung searah dengan pergerakan lempengnya, sedangkan segmen Aceh-Nias

cenderung sejajar dengan garis sesar Sumatra, seperti yang ditunjukkan pada Gambar

3.2. Hal ini menunjukkan bidang kontak (coupling zone) di segmen selatan relatif

lebih kuat daripada segmen utara. Sehingga dihipotesa bahwa coupling zone segmen

utara selain dipengaruhi aktifitas dari zona subduksi, dipengaruhi juga oleh aktifitas

tektonik lainnya seperti sesar besar Sumatra [Prawirodirdjo, 1997].

Sunda block

Page 5: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

24

Gambar 3.3 Tektonik setting di zona subduksi Sumatra berdasarkan pola deformasi

interseismic, yang membagi zona subduksi Sumatra menjadi segmen utara-selatan. Panah

berwarna biru diperoleh dari data hasil pengamatan GPS, sedangkan panah berwarna coklat

diperoleh dari hasil pemodelan [Prawirodirdjo, 1997].

Perbedaan kecepatan pergerakan lempeng di masing-masing lokasinya

mengakibatkan perbedaan pula terhadap kecepatan penunjaman yang terjadi di zona

subduksi Sumatra. Dimana velocity rate per tahunnya yang diperoleh dari data GPS,

menunjukkan bahwa kecepatan penunjaman semakin besar menuju selatan di

sepanjang zona subduksi Sumatra bahkan hingga selatan Jawa. Seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 3.4, bahwa velocity rate di segmen Bengkulu-Mentawai

dari utara ke selatan adalah sekitar 57 mm/tahun hingga 60 mm/tahun.

Page 6: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

25

Gambar 3.4 Tektonik setting di zona subduksi Sumatra berdasarkan velocity rate

penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Semakin ke selatan, velocity

rate penunjamannya semakin besar [Lasitha, 2006].

Selain itu, kemiringan (dip slip) penunjaman zona subduksi Sumatra juga

berbeda-beda. Dip slip dapat diketahui dari trend linier kedalaman sebaran gempanya,

dimana kedalaman sebaran gempa menunjukkan kedalaman dari coupling zone antar

kedua lempeng yang bersubduksi. Berdasarkan data sebaran gempa yang pernah

terjadi di sekitar zona subduksi Sumatra, bahwa dip slip penunjaman menunjukkan

semakin ke selatan semakin besar atau dalam. Dari data kedalaman sebaran gempa

baik akibat gempa Aceh 2004 maupun gempa Nias 2005 menunjukkan dip slip

segmen Aceh-Nias ± 8o. Sedangkan dari data kedalaman sebaran gempa baik akibat

gempa maupun gempa susulan (aftershock) menunjukkan dip slip segmen Bengkulu-

Mentawai ± 12o.

Gambar 3.5 Menentukan dip slip dari data kedalaman sebaran gempa [Chlieh, 2008].

Page 7: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

26

3.3 Gempa Bengkulu 2007

Wilayah Bengkulu-Mentawai telah sejak lama diketahui memiliki potensi

gempa bumi dengan skala besar. Data catatan sejarah gempa terbesar yang pernah

terjadi yaitu tahun 1797,1833, dan 1861. Berdasarkan penelitian pertumbuhan

terumbu karang yang telah dilakukan di Kepulauan Mentawai dan sekitarnya

[Natawidjaja, 2004], siklus gempa didaerah tersebut menunjukkan periode gempa

sekitar 200 tahun. Sebelum gempa 1797, 1833, dan 1861, dari hasil penelitian

pertumbuhan terumbu karang tersebut, diketahui bahwa gempa besar juga pernah

terjadi pada 1381 dan 1608. Gempa Bengkulu 2007 yang terjadi sebenarnya sudah

diprediksi sebelumnya, bahwa siklus gempa wilayah Bengkulu-Mentawai akan

berulang sekitar tahun 2000. Bahkan kemungkinan gempa akan terjadi lebih awal

diperkuat oleh fakta bahwa gempa Aceh 2004 dan Nias 2005 semakin menambah

tingkat ketegangan di daerah coupling zone. Namun perihal kapan dan dimana

tepatnya gempa akan terjadi, hingga kini teknologi yang ada belum sampai disitu.

Seperti yang telah diprediksi sebelumnya, gempa Bengkulu-Mentawai

akhirnya terjadi juga. Pada September 2007, serangkaian gempa bumi dengan

kekuatan yang cukup besar terjadi di sekitar pantai barat Bengkulu. Gempa bumi

berkekuatan 8,4 Mw terjadi pada 12 September 2007. Tak hanya sampai disitu, sehari

kemudian gempa bumi dengan kekuatan yang tak kalah hebatnya kembali terjadi, kali

ini bahkan hingga dua kali yaitu gempa berkekuatan 7,8 Mw di sekitar pulau Pagai

yang memecah keheningan pagi dan gempa berkekuatan 7,1 Mw di sekitar pulau

Sipora yang terjadi beberapa jam kemudian. Kedua gempa yang terjadi sehari

kemudian tersebut, sulit untuk diklasifikasikan sebagai gempa susulan karena

skalanya terlalu besar. Oleh karena itu, kedua gempa tersebut lebih cocok untuk

disebut sebagai sumber gempa baru yang terpicu oleh hentakan gempa yang pertama

[Meilano, 2007].

Page 8: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

27

Berdasarkan bidang yang pecah saat gempa 1833, sebenarnya segmen

Bengkulu-Mentawai dikhawatirkan akan terjadi gempa besar dengan kekuatan hingga

9 Mw jika bidang tersebut pecah kembali secara bersamaan. Namun setelah rentetan

kejadian gempa 12 dan 13 September 2007 tersebut, kekhawatiran akan terjadi gempa

dengan kekuatan hingga 9 Mw menjadi lebih kecil. Seperti yang dapat dilihat pada

gambar 4.1, bahwa bidang gempa 1833 telah terpecah menjadi bidang-bidang yang

lebih kecil. Mekanisme ini disebut dengan stress transfer, yang juga dapat

mempercepat kemungkinan terjadinya gempa di wilayah sekitarnya yang belum

terjadi gempa. Sehingga rangkaian gempa tanggal 12 dan 13 September 2007

diperkirakan tidak berhenti sampai disitu, gempa tersebut juga akan mempercepat

terjadinya gempa di bidang gempa sekitar pulau Siberut yang belum pecah, seperti

pada Gambar 3.3 yang ditunjukkan dengan arsir berwarna merah.

Gambar 3.6 Bidang gempa 1833 dan 1861 yang sudah patah, yang ditunjukkan dengan

garis putus-putus kecil, dan bidang gempa yang belum patah, yag ditunjukkan dengan arsir

berwarna merah [Meilano, 2007].

Page 9: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

28

Faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya suatu bidang potensi gempa akan

pecah sangat tergantung dari banyak faktor. Salah satu faktornya adalah tingkat

kuncian coupling zone bidang potensi gempa tersebut. seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, bahwa bagian selatan Sumatra tingkat kunciannya lebih kuat

dibandingkan bagian utara yang lebih rapuh [Prawirodirdjo, 1997]. Sehingga semakin

rendah tingkat kunciannya batas lempeng tersebut akan semakin mudah pecah. Hal ini

diperkuat juga dengan peristiwa pecahnya bidang gempa Bengkulu 2007 yang

tersegmen-segmen menjadi lebih kecil. Sedangkan segmen sekitar pulau Siberut yang

belum pecah mengindikasikan kembali bahwa tingkat kuncian didaerah tersebut lebih

kuat dibangkankan dengan bidang yang lain. Faktor yang mempengaruhi tingkat

kuncian juga sangat kompleks, kaitannya dengan struktur material batuan lempeng itu

sendiri yang heterogen.

Dari hipotesa awal data seismik dan geologi, gempa berskala 8.4 tersebut

diperkirakan meluluh lantakkan zona batas lempeng di bawah wilayah antara pulau

Enggano dan Pagai seluas ~300 x 100 km2 dan menggerakkan bumi di atasnya

beberapa meter, lebih kecil dibandingkan dengan gempa Aceh-Andaman yang luas

lempeng pecahnya mencapai 1600 km dan pergerakannya mencapai 30 meter. Bidang

batas lempeng di sekitar Bengkulu-Mentawai memiliki kemiringan yang landai

sekitar 12˚ ke arah timur sehingga pergerakan beberapa meter ke arah barat ini hanya

mengangkat dasar laut beberapa puluh sentimeter saja. Inilah penjelasan logis

mengapa tsunami yang terjadi tidak besar [Natawidjaja, 2007].

3.4 Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 dari Data GPS

Kontinyu SuGAr

Data GPS yang digunakan dalam analisis pola deformasi interseismic sebelum

gempa Bengkulu 2007 adalah data hasil pengolahan stasiun GPS kontinyu SuGAr.

Banyaknya data yang digunakan adalah selama ±120 hari sejak 1 Januari 2007.

Karena alasan ketersediaan data, maka stasiun GPS kontinyu SuGAr yang digunakan

berjumlah 22 stasiun dari 29 stasiun yang ada hingga tahun 2006. Adapun deskripsi

dari 22 stasiun tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.2, dengan sebaran lokasi seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Page 10: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

29

Tabel 3.2 Deskripsi 22 stasiun GPS kontinyu SuGAr yang digunakan dalam analisis pola

deformasi interseismic sebelum gempa Bengkulu 2007.

No Nama Lokasi Bujur Lintang Instalasi

1 ABGS Air Bangis E 99° 23' 14'' N 0° 13' 14'' 03-09-2004

2 ACEH Banda Aceh E 95° 22' 6'' N 5° 34' 9"

3 BITI Biouti, Nias E 97° 48' 40'' N 1° 4' 43'' 22-08-2005

4 BSAT Bulasat, Pulau Pagai

Selatan

E 100° 17' 4'' S 3° 4' 36'' 21-09-2002

5 BSIM Bandara Simeuleu E 96° 19' 34'' N 2° 24' 33'' 01-02-2004

6 BTET Betaet E 98° 38' 38'' S 1° 16' 53'' 09-08-2005

7 BTHL Botohilithano E 97° 42' 38'' N 0° 34' 9'' 15-08-2005

8 JMBI Universitas Jambi E 103° 31' 13'' S 1° 36' 56'' 26-08-2004

9 LAIS Lais, Bengkulu E 102° 2' 1'' S 3° 31' 44'' 04-02-2006

10 LHWA Lahewa, Pulau Nias E 97° 10' 18'' N 1° 23' 48'' 14-02-2005

11 LNNG Lunang, Indonesia E 101° 9' 23'' S 2° 17' 7'' 22-08-2004

12 MKMK Bandara Muko-muko E 101° 5' 29'' S 2° 32' 33'' 23-08-2004

13 MLKN Malakoni, Pulau

Enggano

E 102° 16' 35'' S 5° 21' 9'' 02-08-2005

14 MNNA Manna, Bengkulu

Selatan

E 102° 53' 24'' S 4° 27' 1'' 28-02-2006

15 PBLI Pulau Balai E 97° 24' 19'' N 2° 18' 30'' 18-08-2005

16 PPNJ Pulau Panjang,

Tuapejat

E 99° 36' 13'' S 1° 59' 38'' 13-08-2004

17 PRKB Parak Batu, Pulau

Pagai Selatan

E 100° 23' 58'' S 2° 57' 59'' 07-08-2004

18 PSKI Pulau Sikuai E 100° 21' 12'' S 1° 7' 29'' 05-08-2002

19

PSMK Pulau Simuk E 97° 51' 39'' S 0° 5' 21'' 19-08-2002

20 SAMP Sampali, Sumatera

Utara

E 100° 0' 34'' S 2° 45' 58'' 09-08-2004

21 TIKU Tiku E 99° 56' 39'' S 0° 23' 56'' 07-03-2006

22 UMLH Ujung Muloh, Banda

Aceh

E 95° 20' 20'' N 5° 3' 11" 09-02-2005

Page 11: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

30

Gambar 3.7 Sebaran stasiun GPS kontinyu SuGAr [http://sopac.ucsd.edu, 2007].

Strategi pengolahan datanya menggunakan data, baik data kode atau

pseudorange maupun data beda fase. Selain itu mengestimasi pula efek atmosfer,

kesalahan orbit satelit, kesalahan jam receiver, dan ambiguitas fase per harinya, yang

dalam software ilmiah Bernesse telah dijadikan satu paket, yang disebut Bernesse

Proccessing Engine (BPE). Setelah itu titik-titik tersebut juga diikatkan ke titik

permanen atau referensi International GNSS Service (IGS), yang tersebar sekitar

Sumatra. Titik-titik IGS yang digunakan adalah titik-titik yang telah dikoreksi

terhadap efek geodinamika, yang direalisasikan dalam kerangka referensi sistem

koordinat International Terrestrial Reference Frame 2005 (ITRF 2005).

aceh

tiku

lais

samp

Page 12: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

31

Pola deformasi interseismic gempa Bengkulu 2007 diperoleh dengan

melakukan langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut :

• Transformasi koordinat geosentrik hasil pengolahan data GPS ke koordinat

toposentrik, dengan titik pertama pengamatan dijadikan sebagai acuan.

• Plotting timeseries pada masing-masing komponen northing dan easting.

• Estimasi komponen non-linier yang masih terdapat dalam data hasil

pengolahan GPS dengan menggunakan Fourier transform.

• Proses linear fitting untuk memperoleh fungsi liniernya.

• Menghitung velocity rate per tahun dari fungsi liniernya.

• Menghilangkan efek pergerakan lempeng regional Sunda block, dengan

mengkoreksi velocity rate.

• Plotting vektor pergeseran untuk melihat pola deformasi interseismic dari

vektor pergeserannya.

Berikut diagram alur pengolahan datanya ditunjukkan pada Gambar 3.8 :

Gambar 3.8 Diagram alur pengolahan data.

Transformasi koordinat

Plotting timeseries

Fourier transform

Linear fitting

Menghitung velocity rate per tahun

Koreksi Pergerakan Sunda block

Plotting vektor pergeseran

Pemodelan deformasi interseismic

Plotting model deformasi interseismic

Plotting perbandingan vektor pergeseran data GPS dan model

Page 13: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

32

3.4.1 Timeseries Sebelum Gempa Bengkulu 2007

Dari data hasil pengolahan harian stasiun GPS kontinyu SuGAr, lalu

dilakukan transformasi koordinat dari geosentrik ke toposenstrik, yang hasilnya dapat

dilihat pada bagian Lampiran 1. Koordinat toposentrik digunakan karena fenomena

yang akan diamati adalah pergerakan titik di permukaan bumi relatif terhadap titik di

permukaan bumi lainnya sebagai acuan. Sehingga perlu dilakukan transformasi pusat

sistem koordinatnya dari pusat bumi ke permukaan bumi.

Hasil plotting koordinat toposentrik tersebut akan membentuk timeseries per

stasiun, dengan sumbu-x sebagai fungsi waktu dan sumbu-y sebagai fungsi dari

komponen baik northing maupun easting. Setelah itu dilakukan linear fitting untuk

memperoleh trend linier pergeserannya. Linear fitting diperoleh dari hasil estimasi

dengan menggunakan Least Square Equation. Alasan penggunaan linear fitting

adalah dikarenakan fenomena deformasi interseismic merupakan fungsi yang linier.

Sehingga faktor-faktor yang non-linier yang terdapat dalam data harus dihilangkan.

Data hasil pengolahan GPS ternyata masih memiliki faktor non-linier. Faktor

non-linier tersebut dapat terlihat pada hasil plotting berupa pola sinusoidal, yang

merupakan variasi musiman yang belum tereduksi ketika pengolahan data GPS.

Sehingga sebelum dilakukan linear fitting dilakukan terleih dahulu estimasi terhadap

pola sinusiodal tersebut dengan menggunakan Fourier transform. Dalam tugas akhir

ini, linear fitting dan Fourier transform diperoleh secara langsung dengan

menggunakan script Matlab, yang dapat dilihat pada bagian Lampiran 2.

Proses yang dilakukan untuk 8 titik di segmen Aceh-Nias, yaitu ACEH, BITI,

BSIM, BTHL, LHWA, PBLI, SAMP, dan UMLH hanya linear fitting saja. Gambar

3.9 dan 3.10 menunjukkan linear fitting titik-titik ACEH dan SAMP untuk masing-

masing komponen northing dan easting. Sedangkan proses linear fitting, untuk

komponen northing, pada 14 titik di segmen Bengkulu-Mentawai diperoleh dari hasil

Fourier transform. Data yang digunakan pada Masing-masing komponen hingga hari

ke-62 saja, karena faktor noise setelah hari ke-62 yang cukup tinggi, seperti dapat

dilihat pada Gambar 3.11, 3.12, 3.13, dan 3.14. Hasil linier fitting dari timeseries titik

yang lain beserta residunya secara lengkap dapat dilihat pada bagian Lampiran 3.

Page 14: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

33

Gambar 3.9 Hasil linear fitting dari timeseries titik ACEH, yang ditunjukkan oleh garis lurus

warna merah.

Gambar 3.10 Hasil linear fitting dari timeseries titik SAMP, yang ditunjukkan oleh garis lurus

warna merah.

Page 15: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

34

Gambar 3.11 Hasil linear fitting dari timeseries titik JMBI, hingga hari ke-62 (garis tebal

putus-putus), yang ditunjukkan oleh garis lurus warna merah. Garis warna merah muda

adalah original timeseries dan garis warna biru hasil Fourier transform (gambar bawah).

Gambar 3.12 Hasil linear fitting dari timeseries titik ABGS, hingga hari ke-62 (garis tebal

putus-putus), yang ditunjukkan oleh garis lurus warna merah. Garis warna merah muda

adalah original timeseries dan garis warna biru hasil Fourier transform (gambar bawah).

Page 16: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

35

Gambar 3.13 Hasil linear fitting dari timeseries titik MKMK, hingga hari ke-62 (garis tebal

putus-putus), yang ditunjukkan oleh garis lurus warna merah. Garis warna merah muda

adalah original timeseries dan garis warna biru hasil Fourier transform (gambar bawah).

Gambar 3.14 Hasil linear fitting dari timeseries titik PRKB, hingga hari ke-62 (garis tebal

putus-putus), yang ditunjukkan oleh garis lurus warna merah. Garis warna merah muda

adalah original timeseries dan garis warna biru hasil Fourier transform (gambar bawah).

Page 17: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

36

3.4.2 Reduksi Efek Pergerakan Sunda Block

Dari hasil linear fitting yang telah dilakukan, diperoleh koefisien liniernya

yang digunakan untuk menghitung velocity rate per tahunnya. Dari perhitungan

koefisien hasil linear fitting, dengan cara memasukkan faktor pengali waktu menjadi

satu tahun (365 hari), maka diperoleh velocity rate per tahunnya dari 22 stasiun GPS

kontinyu SuGAr. Namun hasil perhitungan velocity rate tersebut masih dipengaruhi

pergerakan lempeng regionalnya yang dinamakan Sunda block. Sehingga untuk

memperoleh deformasi interseismic-nya saja, tanpa dipengaruhi deformasi yang lain,

perlu dilakukan pengekstrakan efek pergerakan Sunda block tersebut, yaitu dengan

cara mereduksi velocity rate tersebut dengan model velocity rate Sunda block. Model

velocity rate Sunda block yang digunakan pada tugas akhir ini adalah model yang

dibuat oleh Bock (2000) dengan menggunakan script Matlab, yang dapat dilihat pada

bagian Lampiran 4.

Tabel 3.3 menunjukkan hasil perhitungan velocity rate dari linear fitting,

sebelum dan setelah diekstrak efek pergerakan Sunda block-nya, beserta residunya

pada masing-masing komponen easting dan northing. Dari hasil reduksi yang

dilakukan dapat dilihat bahwa efek pergerakan Sunda block mempengaruhi nilai

pergerakan titik-titik sebesar ±2 cm/tahun relatif ke arah timur. Baris yang ditandai

dengan arsir warna kuning menunjukkan 8 buah stasiun SuGAr segmen Aceh-Nias.

Page 18: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

37

Tabel 3.3 Velocity rate per tahun dari stasiun GPS kontinyu SuGAr, sebelum dan setelah

diekstrak efek pergerakan Sunda block-nya.

No Titik

Ve Vn

SdN

Vektor Pergeseran

Setelah diekstrak

(m/th)

Sebelum diekstrak (m/thn)

Setelah diekstrak (m/thn)

SdE Sebelum diekstrak (m/thn)

Setelah diekstrak (m/thn)

1 abgs 0.02973 0.00999 0.04768 0.00687 0.00753 0.02649 0.01251 2 aceh -0.13662 -0.15596 0.06375 -0.13980 -0.14024 0.03168 0.20974 3 biti -0.06272 -0.08224 0.07401 -0.04088 -0.04045 0.03930 0.09165 4 bsat 0.04414 0.02442 0.04855 0.01400 0.01526 0.02817 0.02880 5 bsim -0.07384 -0.09318 0.06853 -0.06112 -0.06098 0.04242 0.11136 6 btet 0.03364 0.01410 0.04952 -0.01040 -0.00953 0.02876 0.01702 7 bthl -0.06009 -0.07957 0.07097 -0.03893 -0.03841 0.04849 0.08836 8 jmbi 0.04626 0.02592 0.04631 -0.00285 -0.00168 0.02937 0.02597 9 lais 0.03587 0.01588 0.04860 0.00420 0.00562 0.03048 0.01685 10 lhwa -0.07822 -0.09764 0.06931 -0.08577 -0.08542 0.04656 0.12973 11 lnng 0.04399 0.02408 0.06182 0.00454 0.00571 0.02501 0.02475 12 mkmk 0.04765 0.02777 0.04470 0.00937 0.01058 0.02630 0.02971 13 mlkn 0.04133 0.02139 0.04416 0.00840 0.01014 0.02667 0.02367 14 mnna 0.03357 0.01348 0.05180 0.00102 0.00264 0.02775 0.01374 15 pbli -0.05158 -0.07110 0.06576 -0.05116 -0.05095 0.04134 0.08747 16 ppnj 0.03859 0.01892 0.04503 0.01010 0.01114 0.02729 0.02196 17 prkb 0.03581 0.01607 0.04882 0.01535 0.01660 0.03027 0.02310 18 pski 0.03623 0.01640 0.04689 -0.00019 0.00075 0.02636 0.01641 19 psmk 0.00584 -0.01362 0.04466 -0.00443 -0.00380 0.02512 0.01414 20 samp -0.04046 -0.06026 0.06405 -0.04976 -0.04970 0.03578 0.07811 21 tiku 0.02436 0.00455 0.04475 0.00016 0.00095 0.02738 0.00465 22 umlh -0.14583 -0.16515 0.06570 -0.14584 -0.14619 0.04263 0.22055

/ residu / residu

Page 19: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

38

3.4.3 Vektor Pergeseran Sebelum Gempa Bengkulu 2007

Nilai velocity rate per tahun yang telah diperoleh kemudian diplot dengan

menggunakan software GMT. Gambar 3.15 menunjukkan hasil plotting velocity rate

per tahun dari stasiun GPS kontinyu SuGAr sebelum gempa Bengkulu 2007. Namun

vektor pergeseran tersebut masih dipengaruhi efek pergerakan lempeng regionalnya

atau Sunda block. Sehingga perlu dilakukan pengekstrakan efek pergerakan Sunda

block-nya, untuk memperoleh aktifitas deformasi interseismic-nya saja.

Gambar 3.15 Hasil plotting vektor pergeseran stasiun GPS kontinyu SuGAr sebelum

diekstrak efek pergerakan Sunda block-nya.

Indo-Australia

5 cm/thn

2 cm/thn

Trench

Page 20: BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatradigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl...penelitian pertumbuhan pada terumbu karang. Berdasarkan data penelitian pertumbuhan

39

Velocity rate pergerakan Sunda block salah satunya diperoleh dari hasil

pengamatan GPS. Titik-titik pengamatan GPS, sedapat mungkin tersebar secara

merata si seluruh bloknya, sehingga model yang didapat merepresentasikan keadaan

sebenarnya. Model pergerakan Sunda block yang dibuat, menggunakan prinsip

interpolasi untuk dapat mengetahui efek pergerakan Sunda block di lokasi yang

diinginkan. Nilai pergeseran Sunda block adalah ±2 cm/tahun yang bergerak relatif ke

arah timur. Efek pergerakan Sunda block di titik-titik GPS kontinyu SuGAr dapat

dilihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Hasil plotting efek pergerakan Sunda block di titik-titik stasiun GPS

kontinyu SuGAr.

Indo-Australia

5 cm/thn

2 cm/thn

Trench