bab ii_evan kedua joss
TRANSCRIPT
PENGARUH JENIS BAHAN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN TERHADAP KADAR HALITOSIS (H2S)
(kajian terhadap bahan GTSL Resin Akrilik dan Nilon Termoplastik)
Disusun oleh:
Evan Arif Raharjo
Pembimbing 1: Prof. Dr. Haryo M Dipoyono. Drg., MS, Sp.Pros (K)
Pembimbing 2: drg.Suparyono Saleh, Sp.Pros (K)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIYOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehilangan gigi merupakan masalah yang sering ditemukan. Berdasarkan
laporan survey Depkes tahun 2008, penyakit kehilangan gigi merupakan penyakit
gigi dan mulut peringkat pertama yang sering diderita masyarakat Indonesia
(Depkes, 2009). Hilangnya satu atau beberapa gigi dapat mengakibatkan
terganggunya keseimbangan susunan gigi geligi. Menurut Gunadi dkk. (1995),
apabila hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan terjadi gangguan pada fungsi
bicara, pengunyahan maupun estetik, yang mana hal tersebut dapat berdampak
pada kesehatan tubuh secara umum. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa
pilihan perawatan antara lain dapat dibuatkan gigi tiruan jembatan, implant atau
gigi tiruan sebagian lepasan.
Pada beberapa kasus yang tidak memungkinan dibuatkan gigi tiruan
jembatan dan implant, maka gigi tiruan sebagian lepasan merupakan pilihan yang
terbaik (Gundai dkk., 1995). Negrutiu dkk. (2005) menambahkan terdapat 3 jenis
gigi tiruan sebagian lepasan yang dibedakan menurut bahan basis gigi tiruannya
yaitu gigi tiruan kerangka logam, gigi tiruan dengan basis akrilik dan gigi tiruan
dengan basis berbahan dasar nilon termoplastik atau sering disebut dengan flexi
(valplast).
Bahan resin akrilik polimetil metakrilat (PMMA) di bidang ilmu gigi
tiruan, sampai saat ini masih banyak digunakan sebagai basis gigi tiruan,
meskipun sekarang banyak didapatkan bahan basis gigi tiruan dari metal atau
1
metal frame denture. Hal ini disebabkan harganya relatif murah, manipulasi serta
cara pembuatannya yang relatif mudah, warnanya menyerupai gingiva, sifat tidak
toksis, tidak larut dalam ludah, dapat dilakukan reparasi dan perubahan
dimensinya kecil (Gunadi dkk., 1995). Selain resin akrilik kini juga ditemukan
nilon termoplastik. Nilon termoplastik adalah gigi tiruan fleksibel yang pertama di
dunia. Bahan ini tidak mempunyai cengkeram logam dan bersifat ringan.
Bahannya bersifat tembus pandang sehingga gusi pasien terlihat jelas,
menghasilkan penampilan alami dan memberikan estetika yang memuaskan
Negrutiu dkk. (2005). Menurut Shamnur dkk. (2008), nilon termoplastik adalah
basis gigi tiruan yang bebas monomer, bersifat hipoalergenik sehingga dapat
menjadi alternatif yang berguna bagi pasien yang sensitif terhadap resin akrilik
konvensional, nikel atau kobalt. Nilon termoplastik yang disebut juga nylon
injection molded, adalah basis gigi tiruan yang ideal untuk gigi tiruan sebagain
dan restorasi unilateral. Termoplastik merupakan bahan yang akan menjadi plastik
di bawah tekanan dan panas, tetapi sangat kuat pada suhu ruangan. Menurut Stern
(1964), penggunaan nilon sebagai bahan basis gigi tiruan telah dibahas pada
literatur pada tahun 1950 walaupun nilon tidak direkomendasikan untuk
penggunaan umum pada saat itu. Beberapa kerugian yang dilaporkan mengenai
bentuk awal nilon termasuk kerentanan warna basis bahan untuk berubah,
mengalami stain, penyerapan air yang tinggi dan pembentukan permukaan yang
kasar setelah jangka waktu yang pendek.
Keberadaan gigi tiruan di dalam rongga mulut selalu berkontak dengan
saliva, mengakibatkan gigi tiruan akan mengabsorbsi protein saliva secara selektif
2
acquired denture pelicle (ADP). Segera setelah ADP terbentuk, mikroorganisme
akan melekat pada reseptor protein saliva dalam membentuk koloni. Pengumpulan
mikroorganisme yang membentuk lapisan lunak, tidak terkalsifikasi dan melekat
pada gigi tiruan disebut plak gigi gigi tiruan (Edgerton dan Michael, 1993 sit
Parnaadji dan Soeprapto, 2001). Plak gigi tiruan merupakan penyebab masalah
yang berhubungan dengan jaringan periodontal, halitosis, perubahan warna pada
gigi tiruan dan peradangan jaringan mukosa di bawah gigi tiruan yang disebut
denture stomatitis. Hal ini dibenarkan oleh Nalcaci dan Baran (2008), yang
menyebutkan lama pemakaian gigi tiruan dapat mempengaruhi munculnya
halitosis.
Halitosis adalah istilah umum yang digunakan untuk mendefinisikan bau
yang tidak enak yang berasal dari dalam mulut atau luar mulut (Nalcaci dan
Baran, 2008). Halitosis dapat timbul terus-menerus atau secara periodik,
tergantung penyebabnya. Meskipun beberapa bagian ekstra oral juga dihubungkan
dengan halitosis seperti saluran pernafasan atas dan bawah, saluran pencernaan,
penyakit ginjal dan hati, penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan tetapi
90% halitosis disebabkan oleh faktor-faktor di dalam rongga mulut, seperti abses
pada gigi, karies gigi, penyakit periodontal, tongue coating, xerostomia dan
pemakaian gigi tiruan (Rosenberg dan McCulloch, 1992: Pintauli, 2008).
Halitosis dapat diukur dengan beberapa metode, yaitu metode langsung
dan metode tidak langsung (Pintauli, 2008). Penelitian mengenai halitosis ini
diukur mengoral chroma yang termasuk metode langsung. Oral chroma adalah
alat pengukur gas kromatografi portable. Alat ini mengukur Volatile Sulfur
3
Compounds (VSC) sebagai faktor penyebab paling utama pada halitosis dan
menunjukkan konsentrasi tiap gasnya (Abemedical, 2008). Volatile Sulfur
Compounds yang mempunyai peranan utama terhadap terjadinya halitosis adalah
hidrogen sulfida (H2S), methyl mercaptan (CH3SH), dan dimethyl mercaptan
(CH3SCH3) (Yaegaki dan Coil, 2000). Penelitian ini menitik beratkan pada
pengukuran kadar H2S.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan,
apakah terdapat pengaruh jenis bahan gigi tiruan sebagian lepasan terhadap kadar
halitosis dengan mengukur kadar H2S.
C. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai perbandingan tingkat keparahan halitosis terhadap
pemakaian gigi tiruan sudah pernah dilakukan oleh Nalcaci dan Baran (2008),
“Oral Malodor and removable Complete Denture in Elderly”. Perbedaan dengan
penulis, Nalcaci dan Baran. (2008) menuliskan tentang bau mulut yang
disebabkan oleh gigi tiruan lengkap sedangkan penulis melihat perbandingan
kadar halitosis pada pemakaian gigi tiruan sebagian berbasis resin akrilik dan
nilon termoplastik.
4
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan gigi tiruan
sebagian lepasan terhadap kadar halitosis dengan mengukur kadar H2S.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat memberi informasi ilmiah mengenai
pengaruh jenis bahan gigi tiruan sebagian lepasan terhadap kadar halitosis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
1.1 Pengertian Gigi Tiruan Lepasan
Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang
menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang pada rahang atas (RA) atau
rahang bawah (RB) dan dapat dibuka-pasang oleh pasien. Ada beberapa jenis
GTSL, berdasarkan bahan yang digunakan GTSL dibagi dalam dua kelompok
pada awalnya yaitu GTSL resin akrilik, yaitu gigi tiruan yang basisnya dibuat dari
bahan resin akrilik, dan GTSL kerangka logam, yaitu gigi tiruan yang
kerangkanya dibuat dari logam.1,2
Kedua jenis gigi tiruan di atas merupakan gigi tiruan standar untuk
menggantikan gigi yang hilang yang mana perbedaannya terletak pada bahan
basis yang digunakan untuk mendukung gigi tiruan dan retensi di dalam mulut,
yang sering menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien saat tersenyum maupun
berbicara akibat cangkolan yang sering terlihat. Seiring perkembangan ilmu dan
teknologi di bidang kedokteran gigi dalam dekade terakhir diperkenalkan gigi
tiruan fleksibel oleh Arpad dan Tibor Nagy pada tahun 1950-an, yang lebih estetis
dibandingkan GTSL konvensional. Gigi tiruan fleksibel merupakan gigi tiruan
dengan basis yang biokompatibel. 3,4,5
6
Gigi tiruan fleksibel terbuat dari bahan nilon termoplastik dengan sifat
fisik dan estetis yang khas sehingga memiliki derajat fleksibilitas dan stabilitas
yang sangat baik, serta dapat dibuat lebih tipis dibanding GTSL akrilik dengan
ketebalan tertentu yang telah direkomendasikan sehingga lebih ringan dan tidak
mudah patah. Warna, bentuk dan desain gigi tiruan fleksibel menyerupai jaringan
gingiva, membuat gigi tiruan hampir tidak terlihat, sehingga dapat digunakan
untuk meningkatkan estetis terutama pada kehilangan gigi anterior dengan adanya
resesi.6,9,10
Gigi tiruan ini dapat dijadikan pilihan terutama pada pasien yang alergi
terhadap bahan resin akrilik yang sering terjadi pada sebagian besar pasien yang
memakai GTSL konvensional.5,6,11 Selain itu, gigi tiruan fleksibel juga
diindikasikan pada pasien dengan torus palatinus yang luas atau adanya
penonjolan tulang yang tidak mungkin dilakukan pembedahan. Gigi tiruan ini
dibuat tanpa menggunakan cangkolan logam maupun kawat sebagai retensi seperti
halnya GTSL konvensional sehingga tidak mengganggu faktor estetis.5,6,9,10
Fungsi cangkolan pada gigi tiruan fleksibel digantikan oleh bahan basis
gigi tiruan berupa perluasan basis nilon termoplastik membentuk cangkolan yang
dibuat melingkar cukup rapat di sekeliling servikal gigi asli yang masih ada dan
gingiva sebagai retensi yang dikenal dengan prinsip retento grip.2,6,8 Sesuai
dengan prinsip retensi ini maka tipe cangkolan yang digunakan saat mendesain
basis gigi tiruan fleksibel yaitu : tipe Wrap Around, Spur, dan Anchor.12,13. Selain
itu, gigi tiruan fleksibel juga dapat dikombinasikan dengan kerangka logam untuk
meningkatkan kekuatan dan stabilisasi.
7
GTSL konvensional biasanya menggunakan ikatan kimia antara basis dan
anasir gigi tiruan sebagai retensi, sedangkan gigi tiruan fleksibel menggunakan
retensi mekanis untuk melekatkan anasir gigi tiruan pada basis nilon
termoplastik.4,8,9 Pembuatan gigi tiruan fleksibel juga sedikit atau tidak
membutuhkan preparasi gigi penyangga, karena gigi tiruan ini memanfaatkan
daerah gerong pada gigi penyangga dan edentulus sebagai retensi sehingga daerah
tersebut dianjurkan agar dimanfaatkan sebaik mungkin saat mendesain gigi tiruan
fleksibel sesuai dengan prinsip retensi.9,12,13
Apabila dalam pembuatannya dibutuhkan preparasi gigi penyangga untuk
tempat dudukan sandaran maka hal tersebut disesuaikan dengan kebijaksanaan
dokter gigi. Bahan cetak yang paling baik digunakan pada tahap pencetakan
rahang pasien adalah irreversibel hidrokoloid karena bahan ini meminimalisasi
tertekannya mukosa alveolus dan dianjurkan menggunakan teknik pencetakan
mukostatik.4,5,8,9
Pembuatan gigi tiruan ini menggunakan sistem injeksi, dimana bahan
nilon termoplastik diinjeksikan dari suatu tabung berbentuk silinder yang
digunakan untuk mengisi bahan yang telah dicairkan ke dalam kuvet yang di
dalamnya terdapat ruangan (mold).10,12
8
2. Basis Gigi Tiruan
Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan. Kayu,
tulang, ivory, keramik, logam, logam aloi dan berbagai polimer telah
diaplikasikan untuk basis gigi tiruan. Perkembangan yang pesat dalam bahan basis
gigi tiruan menyebabkan terjadinya peralihan dari penggunaan bahan alami
menjadi penggunaan resin sintetis dalam pembuatan basis gigi tiruan.1,4
2.1.1 Pengertian
Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms (GPT)12, basis gigi
tiruan adalah bagian dari suatu gigi tiruan yang bersandar pada jaringan
pendukung dan tempat anasir gigi tiruan dilekatkan dan bahan basis gigi tiruan
adalah suatu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan.
Daya tahan, penampilan dan sifat-sifat dari suatu basis gigi tiruan sangat
dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk
membuat gigi tiruan, namun belum ada bahan yang dapat memenuhi semua
persyaratan bahan basis gigi tiruan.1,2,9
2.1.2 Persyaratan
Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO), syarat-
syarat bahan basis gigi tiruan yang ideal adalah:4
a. Biokompatibel : tidak toksik dan non-iritan.
b. Karakteristik permukaan : permukaan halus, keras dan kilat.
9
c. Warna : translusen dan warna merata, bila perlu, mengandung serat secara
merata.
d. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan
dalam warna, yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan.
e. Translusensi: dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen.
f. Bebas dari porositas : tidak boleh menunjukkan rongga kosong.
g. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 60-65 MPa.
h. Modulus elastisitas : paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang
dipolimerisasi dengan panas dan paling sedikit 1500 MPa untuk polimer
swapolimerisasi.
i. Tidak ada monomer sisa.
j. Tidak menyerap cairan.
k. Tidak dapat larut.
Sampai saat ini belum ada satu pun bahan yang mampu memenuhi semua kriteria
tersebut di atas.10
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi basis gigi tiruan berdasarkan bahan yang digunakan secara umum
terdiri atas bahan logam, resin, dan kombinasi logam-resin.10
2.1.3.1 Logam
Logam sebagai bahan basis gigi tiruan memiliki beberapa keuntungan:
a. Penghantar suhu 10
10
Logam merupakan penghantar suhu yang baik, sehingga setiap perubahan
suhu yang terjadi akan langsung disalurkan ke jaringan di bawahnya.
Rangsang seperti ini akan menstimulasi dan mempertahankan kesehatan
jaringan.
b. Ketepatan dimensi
Basis yang terbuat dari aloi emas maupun krom kobalt tidak hanya lebih
tepat, tetapi juga mampu mempertahankan bentuk tanpa terjadi perubahan
selama pemakaian dalam mulut.
c. Kebersihan
Logam adalah bahan yang tahan abrasi, sehingga permukaannya tetap licin
dan mengkilat serta tidak menyerap saliva. Sifat ini membuat deposit
makanan dan kalkulus sulit melekat.
d. Kekuatan maksimal dengan ketebalan minimal
Basis logam dapat dibuat lebih tipis daripada resin, tetapi cukup kuat dan
kaku, sehingga ruang gerak bagi lidah relatif lebih luas.
Di samping beberapa keuntungan di atas, logam juga memiliki beberapa
kerugian:
a. Basis logam tidak mungkin dilapis atau dicekatkan kembali 10
b. Warna basis logam tidak harmonis dengan warna jaringan sekitarnya,
sehingga bila dipakai di bagian anterior akan mengganggu estetik.
c. Relatif lebih berat, terutama aloi emas untuk rahang atas.
d. Perluasan basis logam hingga lipatan bukal serta pengembalian kontur pipi
dan bibir sulit dilakukan dengan basis logam.
11
e. Teknik pembuatannya lebih rumit dan mahal.
2.1.3.2 Resin
Sebagai basis gigi tiruan, resin akrilik dan nilon menunjukkan beberapa
keuntungan: 10
a. Warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya, sehingga memenuhi
faktor estetik.
b. Dapat dilapis dan dicekatkan kembali.
c. Relatif lebih ringan.
d. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah.
e. Biaya murah.
Di samping keuntungan tersebut, resin juga memiliki beberapa kerugian:
a. Penghantar suhu yang buruk.10
b. Dimensinya tidak stabil baik pada waktu pembuatan, pemakaian dan
reparasi.
c. Mudah terjadi abrasi pada saat pembersihan atau pemakaian.
d.Walaupun dalam derajat kecil, resin menyerap cairan mulut sehingga
mempengaruhi stabilitas warna.
e. Kalkulus dan deposit makanan mudah melekat pada basis resin.
2.1.3.3 Kombinasi Logam-Resin
Basis kombinasi logam-resin ini berupa rangka dari logam, dilapisi resin
untuk tempat perlekatan elemen tiruan dan bagian yang berkontak dengan mukosa
12
mulut. (Gambar 2) Tujuan pemakaian basis kombinasi logam-resin adalah
memanfaatkan keuntungan masing-masing bahan.10
2.2 GTSL Resin Akrilik
Resin akrilik telah digunakan sebagai basis gigi tiruan selama lebih dari 60
tahun dan saat ini merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk
pembuatan basis gigi tiruan.2,3,4,5 Resin akrilik merupakan bahan pilihan karena
memiliki estetis yang baik,sifat fisis dan mekanis yang cukup baik, murah, dan
mudah dibuat dengan peralatan yang tidak mahal. Walaupun demikian, seperti
bahan basis gigi tiruan lainnya, resin akrilik tidak terlepas dari keterbatasan dan
tidak memenuhi seluruh persyaratan bahan basis gigi tiruan yang ideal. Pada
tahun 1935, Imperial Chemical Industries memperkenalkan bahan resin akrilik
injection-moulded. Pada tahun 1936, Roth menemukan proses dough moulding
yang kemudian dibuat dan dipasarkan dengan polimer dalam bentuk bubuk dan
monomer dalam bentuk cairan. Ketika dicampurkan bahan ini membentuk suatu
adonan plastis yang dapat dimasukkan dalam mould gigi tiruan dan polimerisasi
terjadi dengan pemanasan terhadap mould yang telah terisi yang akhirnya
membentuk suatu zat padat yang kaku.2
2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi GTSL Resin Akrilik
Penggunaan gigi tiruan fleksibel harus disesuaikan dengan indikasinya
agar mendapatkan suatu gigi tiruan yang baik dari segi fungsi dan estetis.
2.2.1.1 Indikasi
13
Penggunaan gigi tiruan resin akrilik diindikasikan agar dapat digunakan
untuk semua desain gigi tiruan karena merupakan bahan utama sebagai basis gigi
tirauan sebagian selama ini.
2.2.1.2 Kontraindikasi
Kontraindikasi yang perlu dipertimbangkan untuk memperoleh hasil yang
lebih baik dari gigi tiruan resin akrilik adalah: Pasien yang alergi terhadap resin
akrilik, karena reaksi alergi terhadap monomer resin akrilik pada sebagian besar
pasien yang memakai GTSL konvensional dapat menyebabkan terjadinya
Stomatitis Venenata.
2.2.2 Keuntungan dan kerugian basis gigi tiruan resin akrilik
2.2.2.1 Keuntungan
Keuntungan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas adalah:
1. Penyerapan air lebih rendah dibandingkan nilon termoplastik.
2. Permukaan halus.
3. Kekerasan permukaan lebih tinggi dibandingkan nilon.
4. Sudut kontak permukaan dengan air cukup besar sehingga
perlekatan bakteri tidak akan mudah terjadi.
5. Stabilitas warna lebih baik dibandingkan nilon.
6. Mudah dalam pembuatan, penyesuaian, proses akhir dan
pemolesan, serta perbaikan.
2.2.2.2 Kerugian
14
Kerugian penggunaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas
adalah:
1. Mudah fraktur (Gambar 5), karena resin akrilik polimerisasi panas
memiliki kekuatan tensil, lentur, fatique dan impak yang rendah
serta sifat notch sensitivity yang tinggi.2,3,5,8,15,16,27
2. Memiliki porositas.
3. Mengandung monomer sisa dan melepasnya dalam air, sehingga
berkontak dengan mukosa mulut dan menimbulkan gejala
hipersensitivitas pada pasien yang alergi terhadap metil metakrilat.
4. Dapat terjadi crazing yang melemahkan basis gigi tiruan.
2.3 GTSL Nilon Termoplastik
GTSL fleksibel merupakan gigi tiruan dengan basis yang biokompatibel,
yaitu nilon termoplastik yang memiliki sifat fisik dan estetis yang khas.4-6
Gigi tiruan ini memiliki derajat fleksibilitas dan stabilitas yang sangat baik, dan
dapat dibuat lebih tipis dengan ketebalan tertentu yang telah direkomendasikan
sehingga sangat fleksibel, ringan dan tidak mudah patah (Gambar 1).
Warna, bentuk, dan desain gigi tiruan fleksibel menyerupai jaringan
gingiva sehingga membuat gigi tiruan hampir tidak terlihat.7-9 Gigi tiruan ini
dibuat tanpa menggunakan cangkolan logam maupun kawat sebagai retensi,
fungsi cangkolan diganti dengan perluasan basis membentuk cangkolan, sehingga
tidak terlihat adanya cangkolan pada permukaan gigi yang mengganggu faktor
estetis (Gambar 2)
15
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTSL Fleksibel
Penggunaan gigi tiruan fleksibel harus disesuaikan dengan indikasinya
agar mendapatkan suatu gigi tiruan yang baik dari segi fungsi dan estetis.
2.3.1 Indikasi
Penggunaan gigi tiruan fleksibel diindikasikan untuk :
1. Peningkatan kebutuhan kosmetik pada kehilangan gigi anterior dengan
adanya resesi gingiva.
2. Jika terdapat daerah gerong pada gigi penyangga dan edentulus dengan
besar minimal 0,3 mm.
3. Pasien yang alergi terhadap resin akrilik, karena reaksi alergi terhadap
monomer resin akrilik pada sebagian besar pasien yang memakai
GTSL konvensional dapat menyebabkan terjadinya Stomatitis
Venenata.
4. Pasien yang menginginkan penampilan yang alami dan estetis
denganpemakaian GTSL.
5. Pasien dengan torus palatinus yang luas atau adanya penonjolan tulang
yang tidak mungkin dilakukan pembedahan.
6. Pasien yang rentan mengalami kerusakan gigi tiruan karena kurang
hati-hati selama pemakaian GTSL.
7. Pasien dengan penyakit periodontal seperti gigi sensitif, kanker rongga
mulut, atau kondisi yang membutuhkan kenyamanan.
2.3.2 Kontraindikasi
16
Kontraindikasi yang perlu dipertimbangkan untuk memperoleh hasil
yang lebih baik dari gigi tiruan fleksibel adalah:
1. Pasien yang tidak toleran dengan basis yang luas di daerah palatum.5,9
2. Pasien dengan mukosa yang menutupi tulang alveolus yang sangat
resilien.
3. Pasien yang tidak dapat bekerja sama dengan dokter gigi, atau pasien
dengan oral hygiene yang buruk.
4. Jika terdapat jarak interoklusal di daerah posterior yang kurang dari 4
mm ataupun kasus gigitan dalam (4 mm atau lebih).
5. Jika terdapat kasus berujung bebas dengan perluasan distal pada
rahang bawah dengan tepi linggir yang tajam ataupun kasus berujung
bebas dengan perluasan distal pada rahang atas dengan atropi linggir
alveolus yang parah.
2.4 Keuntungan dan Kerugian GTSL Fleksibel
Berdasarkan fungsinya yang lebih mengutamakan penampilan, estetis
dan kenyamanan pasien, gigi tiruan fleksibel juga memiliki keuntungan dan
kerugian jika dibandingkan dengan GTSL konvensional.
2.4.1 Keuntungan
Gigi tiruan fleksibel memberikan beberapa keuntungan, yaitu :
17
1. Tidak menggunakan cangkolan logam maupun kawat yang dapat
terlihat di permukaan gigi, sehingga dapat meningkatkan estetis. 2,4-
8,10,17,18
2. Tipis dan ringan tetapi sangat kuat sehingga tidak mudah patah dan
mengalami kerusakan.
3. Biokompatibilitas tercapai karena bahan tersebut bebas monomer dan
logam, yang menjadi dasar penyebab reaksi pada beberapa pasien serta
tidak bersifat toksik.
4. Tekanan hampir seluruhnya disalurkan ke gigi penyangga dan struktur
tulang di bawahnya.
5. Pasien bebas melakukan pergerakan selama pengunyahan karena
fleksibilitas gigi tiruan yang tinggi sehingga meningkatkan
kenyamanan.
6. Bahan yang translusen menggambarkan warna jaringan yang berada
dibawahnya sehingga gigi tiruan hampir tidak terlihat (Gambar 3)
7. Tidak berubah posisi akibat adanya air, stabil, tekstur tidak berubah,
dan tidak kehilangan retensi dari gigi.
8. Sangat sedikit atau tidak memerlukan preparasi gigi, dan apabila
dibutuhkan, preparasi untuk tempat dudukan sandaran oklusal
disesuaikan dengan kebijaksanaan dokter gigi.
2.4.2 Kerugian
18
Kerugian yang mendasar dari gigi tiruan fleksibel dengan bahan nilon
termoplastik adalah:
1. Kesulitan dalam memperbaiki apabila terjadi kerusakan.5
2. Pembuatannya memerlukan peralatan khusus di laboratorium.
2.3.4. Bahan Basis
Basis gigi tiruan fleksibel terbuat dari bahan nilon termoplastik,
golongan superpoliamida. Nilon termoplastik memiliki sifat dan
karakteristik yang baik, serta memberikan estetis yang optimal dan
biokompatibel. Bahan ini tidak mengalami perubahan kimia ketika
berkontak dengan cairan mulut, bakteri dan lingkungan fisik rongga mulut,
sehingga warnanya tetap stabil.Nilon termoplastik diinjeksikan pada
temperatur 274ºC sampai 293°C, memiliki berat jenis 1,14, penyusutan
cetakan sekitar 0,014 in/in (0,014 cm), tensile strength11.000 lb/in42
(767,44 kg/cm2), dan kekuatan lentur 16.000 lb/in2 (1116,28 kg/cm2).
Nilon termoplastik sedikit lebih sukar untuk disesuaikan dan dipoles,
tetapi bahan ini dapat dibuat menjadi semi-translusen untuk memberikan
estetis yang baik pada pembuatan gigi tiruan fleksibel.3,20 Bahan yang tipis
dan translusen mengakibatkan gingiva pasien terlihat dan terbayang dari
luar sehingga terkesan lebih alami dan meningkatkan estetis.
Nilon termoplastik yang digunakan dalam pembuatan basis gigi
tiruan fleksibel memiliki kekuatan fisik yang tinggi, tahan terhadap panas
dan bahan kimia, serta dapat dengan mudah dimodifikasi untuk
19
meningkatkan kekakuan dan daya tahan akibat pemakaian. Keseimbangan
yang baik antara kekuatan, daya regang, dan daya tahan terhadap panas,
menyebabkan nilon termoplastik lebih diutamakan untuk mengganti bahan
yang menggunakan logam.4,20
Fleksibilitas bahan nilon termoplastik yang digunakan memberi
efek stress-breaker sehingga mengakibatkan jaringan gingiva distimulus
secara perlahan selama proses pengunyahan, dan tekanan yang tidak
diinginkan pada gigi asli yang masih ada dapat dikurangi. Adanya efek
stressbreaker tersebut membuat gigi tiruan akan terasa lebih nyaman bagi
pasien karena pasien merasa bahwa gigi-gigi penyangga tidak tertekan
pada saat pengunyahan.
Bahan nilon termoplastik memberikan banyak keuntungan bila
dibandingkan dengan bahan lainnya, antara lain; lebih stabil dan memiliki
stabilitas warna dan dimensi yang tinggi.4,20 Bahan ini tersedia dalam
beberapa kategori warna dasar, antara lain; merah muda terang, merah
muda, dan meharry (perpaduan warna kulit etnis Afrika-Amerika), yang
hampir sama dengan warna asli gingiva.
3. Halitosis
20
3.1 Definisi Halitosis
Halitosis berasal dari bahasa latin halitus yang berarti nafas dan osis yang
berarti keadaan, halitosis digunakan untuk menggambarkan keadaan nafas yang
tidak sedap yang timbul dari rongga mulut 15. Istilah halitosis mengacu pada suatu
keadaan metabolik yang melibatkan saluran pencernaan. Kondisi halitosis dapat
berupa fisiologis maupun patologis. Halitosis fisiologis adalah halitosis yang
bersifat sementara dan terjadi bila substansi yang menimbulkan bau tersebut
secara hematologi menuju paru-paru. Hal ini dapat disebabkan oleh makanan
maupun minuman, seperti bawang, lobak, kopi, teh maupun minuman beralkohol.
Halitosis patologis disebabkan karena kelainan yang bersifat lokal maupun
sistemik seperti diabetes militus, uremia, gastristis, tukak lambung maupun
hepatitis.
Sembilan puluh persen kasus halitosis disebabkan oleh faktor dalam
rongga mulut, yaitu lapisan lidah, celah gingival, dan poket periodontal sebagai
hasil dari metabolisme mikroba yang diperparah oleh aliran saliva yang rendah
sepanjang hari karena impaksi makanan dan dari makanan itu sendiri 15. Selain itu
adanya mikroorganisme plak pembusukkan merupakan hasil dari pelepasan
chemical volatile terutama kombinasi sulfide (hydrogen sulfide, methyl
mercaptan, dan dimethyl sulfida), merupakan gas-gas utama penyebab bau dalam
rongga mulut yang dilepaskan lewat udara pernafasan.15-18
Volatile Sulfur Compound (VSC) adalah kumpulan gas-gas yang
mengandung sulfur yang dilepaskan lewat udara pernafasan yang merupakan hasil
produksi aktifitas bakteri anaerob di dalam rongga mulut 18, yang berupa senyawa
21
yang berbau tidak sedap dan mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang
mudah tercium oleh orang lain disekitarnya16.
Bakteri anaerob ini merupakan flora normal di dalam mulut yang tumbuh
ideal pada penimbunan plak dimana sumber makanannya adalah protein yang
dipecah menjadi asam amino dan menghasilkan senyawa sulfur17. Terdapat tiga
asam amino yang menghasilkan VSC: L cysine yang menghasilkan senyawa
sulfur hydrogen sulfida (H2S), L methionine yang menghasilkan senyawa sulfur
metal mercaptan (CH3SH), L cistine yang menghasilkan senyawa sulfur dimetil
mercaptan ((CH3)2S) 17-19
Halitosis dapat disebabkan oleh faktor lokal sistemik dan proses
pencernaan produk makanan. Faktor lokal antara lain: pembusukan makanan
diantara gigi-gigi, karies gigi, penyakit periodontal dengan poket, necrotizing
ulcerative gingivitis, karang gigi, restorasi yang dapat menjebak makanan
terutama restorasi gigi tiruan cekat, kebiasan merokok, aktivitas bakteri, dan gigi
tiruan yang kotor. Faktor sistemik antara lain, diabetes , perdarahan internal,
nekrosis, gagal ginjal, penyakit gastroinstentinal, kerusakan hati dan penyakit
paru. Proses pencernaan produk makanan seperti bawang atau peppermint
meskipun sudah melewati rongga mulut akan menyebabkan bau mulut. Pada psien
yang sering mengkonsumsi makanan berlemak dan produk susu, hasil dari
pencernaan makan tersebut akan menghasilkan bau mulut.16-21
Halitosis dapat disebabkan oleh factor fisiologis dan patologis. Faktor
fisiologis antara lain kurangnya aliran ludah selama tidur, makanan/minuman,
kebiasaan merokok, dan menstruasi. Faktor patologis dapat dibedakan menjadi
22
faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal berasal dari tingkat kebersihan rongga
mulut yang buruk, karies, periodontitis, dry mouth, gigi tiruan, dan lidah
bermabut. Penyebab sistemik halitosis adalah akibat berbagai infeksi atau lesi dari
saluran nafas antara lain bronkitis, pneumonia, bronkiektatis, bau yang
dikeluarkan dari jantung ke substansi aromatik dalam darah yang terdiri dari
metabolisme beberapa makanan atau pengeluran produk dari metabolisme sel,
contohnya pada pecandu alkohol, penderita diabetes militus, dan gangguan ginjal.
Kondisi seperti penyakit jantung dan bronkus, sinustits, tonsillitis, penyakit hati,
ganguan gastrointestinal dan gagal ginjal juga berhubungan dengan halitosis.
Klasifikasi halitosis meliputi genuine halitosis, pseudo-halitosis, dan halitofobia.
Terdapat dua metode untuk memastikan ada atau tidaknya halitosis pada
seseorang, yaitu metodee langsung dan metode tidak langsung.15-18
1. Metode Langsung, dilakukan dengan menghirup langsung bau atau
mengukur gas-gas volatile sulfur compound (VSC), yang meliputi :
a. Self diagnosis & home diagnosis, metode yang paling sederhana yaitu
mencium bau nafasnya sendiri. Namun metode ini tidak efektif karena
hasilnya tergantung pada persepsi orang tersebut terhadap bau yang
dicium. Dilakukan dengan cara menjilat pergelangan tangan dan
membiarkan selama satu atau dua menit sampai saliva kering
kemudian menciumnya. Cara lain adalah dengan mengerok bagian
posterior lidah dengan menggunakan sendok plastik, dibiarkan sampai
beberapa menit kemudian dicium baunya.18
23
b. Pengukuran organoleptik, metode yang paling umum dan sederhana
karena tidak memerlukan alat pengukur khusus dan dapat digunakan
pada jumlah populasi yang besar. Pengukuran ini berskala nol sampai
lima (tabel 2). Kekurangannya yaitu adanya variabilitas antar
pemeriksa, efek adaptasi (kehilangan sensivitas penciuman
dikarenakan mencium sesuatu secara terus-menerus) dan adanya resiko
penularan penyakit lewat udara pernafasan.15,17,19
c. Gas kromatografi yang dipaukan dengan flame photometric detector
yang khusus mengukur langsung komponen VSC yang merupakan gas
utama penyebab halitosis.
d. Halimeter, monitor sulfida portabel yang menggunakan sensor
elektrokemikal dan voltametrik yang akan menghasilkan sebuah sinyal
apabila terpapar VSC. Alat ini dilengkapi sebuah pipa untuk
menghubungkan udara yang keluar dari mulut ke dalam alat tersebut
dan memiliki tampilan digital yang merekam konsentrasi VSC dalam
satuan parts per billion (tabel 3). Walaupun lebih murah, cepat, dan
tidak memerlukan keahlian, alat ini hanya mendeteksi sulfur saja dan
senyawa seperti etanol dan minyak esensial yang banyak terdapat pada
pencuci mulut yang akan mempengaruhi pemeriksaan.
e. Electronic Nose, merupakan alat pengukuran bau nafas yang dapat
digenggam. Alat ini akan menjadi teknik baru dalam pengukuran
halitosis.
24
2. Metode tidak langsung, biasnya dilakukan di laboratorium dengan
mengidentifikasi mikroorganisme yang berperan dalam menghasilkan
VSC secara in vivo atau mengidentifikasi produk-produk yang dihasilkan
oleh mikroorganisme tersebut secara in vitro meliputi :
a. Uji BANA (benzoyl-D, L-arginine-naphthylamide), bakteri penyebab
penyakit periodontal yang dapat menyebabkan bau mulut
menghasilkan enzim yang akan mendegradasi benzoyl-D, L-arginine-
naphthylamide tersebut.
b. Uji b-galaktose
4. Hubungan Jenis Bahan GTSL terhadap Halitosis
Kesehatan rongga mulut sangat erat kaitannya dengan pemakaian gigi
palsu. Sebab keberadaan gigi tituan dalam rongga mulut dapat menyebabkan
meningkatnya retensi dari partikel makanan, akumulasi plak, serta inflamasi
rongga mulut dan periodonsium. Apapun jenis gigi tiruan baik lepasan maupun
cekat merupakan penyebab sebagian besar dari bau mulut. Meskipun halitosis
berkaitan dengan kolonisasi bakteri pada lidah, poket gingival, pada gigi
maupun jaringan pendukungnya, tetapi jangan dilupakan kemampuan
perlekatan bakteri pada permukaan gigi tiruan. Ion-ion logam, polimer akrilat,
komposit, maupun nilon termoplastik memiliki berbagai kemampuan untuk
berikatan dengan sisterm fermentasi bakteri. Oleh sebab itu tingkat perlekatan
mikroba pada permukaan gigi tiruan dapat berbeda-beda.
25
Namun yang patut diwaspadai adalah kemampuan adhesive dari bakteri
anaerob. Bakteri ini mampu mengurai sulfur amino dalam rongga mulut
menjadi hydrogen sulfida yang menyebabkan halitosis. Bau dari zat ini
menyerupai telur busuk, dimana dihasilkan oleh senyawa sulfur-methylcarptan.
Bahkan dua seperseratus millimeter ketebalan plak dapat menciptakan kondisi
anaerob untuk bakteri. Oleh karena itu kondisi ideal untuk pembentukan koloni
bakteri pada pemakai gigi tiruan sangat mudah muncul.5,7 Hal yang tidak boleh
dilupakan adalah partikel makanan yang dengan mudah menangkap plak pada
gigi palsu, sisa makanan yang terurai dalam rongga mulut meningkatkan
manifestasi halitosis terutaman pada kasus pemakain gigi tiruan dengan kondisi
kebersihan rongga mulut yang buruk.
Setiap gigi tiruan harus dievaluasi sebagai obat medis dengan rantai oleh
efek. Jelas, gigi palsu menentukan kompleks kondisi higienis baru di rongga
mulut. Oleh karena itu,durasi meningkat perawatan rongga mulut, menciptakan
rantai baru tindakan higienis penting. Bahkan berkualitas tinggi gigi palsu
secara substansial mengubah kondisi biologis dalam rongga mulut. Sayangnya,
cukup banyak tetap gigi palsu telah disusun dan diproduksi tanpa mengambil
mempertimbangkan persyaratan higienis.10,11,12 Penyebab gigi palsu adhesi
bakteri koloni, serta luka dan iritasi pada prostetik daerah. Adhesi bakteri yang
berhubungan dengan fitur khusus struktur dinding sel, serta kemampuan untuk
mematuhi permukaan gigi palsu.8 Hanya sisa-sisa makanan adalah mungkin
untuk menjadi terlepas dengan bantuan air, namun, setelah tiga hari deposit
plak akan terklasifikasi oleh kristal kalsium fosfat, yang akan menjadi kalkulus.
26
Kebersihan dapat dijaga dengan mempertimbangkan berbagai faktor dari gigi
tiruan antara lain: konstruksi gigi palsu, permukaan polishing gigi palsu, jenis,
letak dari retainer, dan kualitas bahan yang digunakan untuk gigi palsu.2,13
Gigi palsu dapat menghambat kemampuan self cleansing dari rongga
mulut. Oksigen yang diperkaya air liur tidak selalu dapat menjangkau seluruh
wilayah di daerah prostetik, hal ini akan meningkatkan kondisi ideal untuk
pertumbuhan bakteri anaerob.14 Dalam kasus pasien memiliki tingkat higienis
rendah, kesehatan rongga mulut secara substansial akan memburuk, dan
mungkin menyebabkan masalah halitosis. Pada gilirannya, komplikasi muncul
dalam situasi klinis ketika pasien secara teratur, bahkan secara intensif
melaksanakan kebersihan rongga mulut, tetapi konstruksi gigi palsu dapat
menghambat proses ini.2,3 Pembuatan plat dengan perluasan basis ke distal akan
meningkatan perlekatan retensi partikel makanan dan deposit plak, yang
akibatnya menyebabkan bau mulut.1,2,3
27
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Hilangnya satu atau beberapa gigi dapat mengakibatkan terganggunya
keseimbangan susunan gigi, hal ini berdampak pada gangguan fungsi bicara,
pengunyahan maupun estetik. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa pilihan
perawatan antara lain dapat dibuatkan gigi tiruan. Pada beberapa kasus yang tidak
memungkinan dibuatkan gigi tiruan jembatan dan implant, maka gigi tiruan
sebagian lepasan merupakan pilihan yang terbaik.
Terdapat 3 jenis gigi tiruan sebagian lepasan yang dibedakan menurut
bahan basis gigi tiruannya yaitu gigi tiruan kerangka logam, gigi tiruan dengan
basis akrilik dan gigi tiruan dengan basis berbahan dasar nilon termoplastik.
Bahan resin akrilik masih banyak digunakan relatif murah, manipulasi serta cara
pembuatannya yang relatif mudah, warnanya menyerupai gingiva, sifat tidak
toksis, tidak larut dalam ludah, dapat dilakukan reparasi dan perubahan
dimensinya kecil. Nilon termoplastik adalah gigi tiruan bahannya bersifat ringan,
tembus pandang sehingga gusi pasien terlihat jelas, menghasilkan penampilan
alami dan memberikan estetika yang memuaskan walaupun sering terdapat
termasuk kerentanan warna basis bahan untuk berubah, mengalami stain,
penyerapan air yang tinggi dan pembentukan permukaan yang kasar setelah
jangka waktu yang pendek.
28
Keberadaan gigi tiruan di dalam rongga mulut selalu berkontak dengan
saliva, mengakibatkan gigi tiruan akan mengabsorbsi protein saliva hal ini
memudahkan terbantuknya lapisan lunak, tidak terkalsifikasi dan melekat pada
gigi tiruan disebut plak gigi gigi tiruan. Plak gigi tiruan merupakan penyebab
masalah yang berhubungan dengan jaringan periodontal, halitosis, perubahan
warna pada gigi tiruan dan peradangan jaringan mukosa di bawah gigi tiruan yang
disebut denture stomatitis. menyebutkan lama pemakaian gigi tiruan dapat
mempengaruhi munculnya halitosis.
Halitosis merupakan bau yang tidak enak yang berasal dari dalam mulut.
Halitosis disebabkan oleh faktor-faktor di dalam rongga mulut, seperti abses pada
gigi, karies gigi, penyakit periodontal, tongue coating, xerostomia dan pemakaian
gigi tiruan. Kadar halitosis dapat ditentukan dengan cara mengitung konsentrasi
gas hasil metabolism bakteri dalam rongga mulut yang disebut Volatile Sulphur
Compounds (VSC) terdiri dari kadar hidrogen sulfida (H2S), methyl mercaptan
(CH3SH) dan dimethyl mercaptan (CH3SCH3). Namun pada penelitian ini peneliti
hanya mengukur kadar H2S. Penanganan halitosis yang disebabkan oleh gigi
tiruan dapat dilakukan dengan cara membersihan gigi tiruan tersebut.
Pembersihan dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi, hal ini bertujuan
menghilangkan akumulasi plak yang melekat pada gigi tiruan. Metode mekanik
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunkan sikat, sabun,
pembersih ultrasonik. metode kimiawi dilakukan dengan merendam gigi tiruan
dalam larutan pembersih.
29
B. Hipotesis
Berdasarkan uraian landasan teori diatas dapat disusun hipotesis sebagai
berikut: Terdapat pengaruh jenis bahan gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik
dan nilon termoplastik terhadap kadar halitosis dengan mengukur kadar hidrogen
sulfida (H2S).
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental klinis
B. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel pengaruh :
Jenis bahan GTSL : Resin akrilik
Nylon thermoplastik
2. Variabel terpengaruh
Kadar halitosis yang merupakan kadar dari Volatile Sulphur
Coumpounds (VSC) dengan mengukur kadar hidrogen sulfida
(H2S).
30
3. Variabel terkendali
a) Lama pemakaian GTSL : 5-7 bulan
b) Rahang dan jumlah gigi pada GTSL : Rahang bawah 3-5 gigi
c) Penyakit sistemik dan penyakit periodontal
d) Metode pembersihan gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik dan
nilon termoplastik: penyikatan menggunakan sikat gigi ditambah
penggunaan pasta gigi.
e) Waktu aplikasi pembersihan gigi tiruan sebagian lepasan: 4 minggu.
f) Lama penyikatan : 1 menit.
g) Cara penyikatan : Secara manual sekitar 60 kali
gerakan, satu arah ke anterior.
h) Jenis pembersih gigi tiruan : Pasta gigi merk Close Up.
i) Jenis sikat gigi : Sikat gigi merk Formula.
j) Frekuensi penyikatan : 2 kali sehari (pagi dan malam hari).
k) Volume pasta gigi : Diameter sama dengan mulut
wadah pasta gigi (kurang lebih 8
mm), dengan panjang pasta sama
dengan panjang bagian kepala sikat
gigi (kurang lebih 40 mm).
4. Variabel tak terkendali
a. Air untuk berkumur
b. Posisi anterior/posterior pada GTSL rahang bawah.
c. Tekanan pada penyikatan.
31
C. Definisi Operasional
a. Metode pembersihan adalah cara pembersihan gigi tiruan dari deposit
material organik maupun anorganik, pada penelitian ini dilakukan
dengan cara penyikatan terhadap gigi tiruan sebagian lepasan
menggunakan sikat gigi dan ditambah pembersih gigi tiruan.
b. Halitosis adalah nafas yang tidak sedap dari rongga mulut.
c. Gigi tiruan sebagian lepasan merupakan alat yang berfungsi
menggantikan fungsi sebagian gigi asli di dalam rongga mulut. Pada
penelitian ini digunakan dua jenis bahan yaitu resin akrilik dan nilon
termoplastik.
d. Oral chroma merupakan alat yang digunakan untuk mengukur gas
kromatografi, pada penelitian ini digunakan untuk mengukur faktor
penyebab halitosis yaitu Volatile Sulphur Compound (VSC) yang
terdiri dari kadar hidrogen sulfida (H2S) methyl mercaptan (CH3SH)
dan dimethyl mercaptan (CH3SCH3), pada penelitian ini hanya
mengukur kadar hidrogen sulfida (H2S).
e. Pembersih gigi tiruan Close Up adalah pasta gigi yang digunakan
untuk membersihkan gigi tiruan.
32
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pemakai gigi tiruan sebagian lepasan berbahan
nilon termoplastik dan berbahan resin akrilik masing-masing berjumlah 10 orang.
Subyek tersebut telah menggunakan gigi tiruan selama 5-7 bulan. Subyek tidak
menderita penyakit sistemik, penyakit paru, penyakit gastrointestinal, dan
gangguan fungsi ginjal. Pasien juga tidak menderita penyakit periodontal.
E. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
a. Oral chroma
b. Spruit injeksi
c. Sarung tangan
d. Masker
e. Stopwatch
f. Spidol permanen
2. Bahan Penelitian
a. Aquades
b. Alkohol 70%
c. Kapas
33
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Gadjah Mada.
2. Jalannya penelitian
a. Subyek penelitian berjumlah 20 orang. Subyek merupakan pasien yang
pernah dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan di klinik RSGM FKG
UGM.
b. Pasien yang telah menandatangani informed consent dilakukan
pengukuran kadar halitosis dengan menggunakan oral chroma.
Pemeriksaan menggunakan oral chroma :
1) Subyek penelitian duduk di kursi yang stabil.
2) Ambil spruit dari wadah, masukkan ke dalam rongga mulut dan
mulut subyek harus menutup rapat. Posisi spruit harus horizontal.
3) Subyek diminta untuk bernafas melalui hidung kurang lebih 30 detik,
lidah pasien dikondisikan tidak menyentuh spruit, karena saliva
pasien dapat mempengaruhi keakuratan pengukuran.
4) Setelah 30 detik, tarik piston spruit dan isi dengan sampel nafas.
Dorong piston untuk mengembalikan sampel nafas ke rongga mulut.
Tarik kembali piston agar terkumpul sampel nafas yang lain lalu
keluarkan spruit dari rongga mulut.
34
5) Setelah menghilangkan saliva dari ujung spruit dengan kapas,
pasangkan jarum ke ujung spruit.
6) Suntikkan sampel nafas ke lubang panel oral chroma, pengukuran
otomatis dimulai dan 8 menit kemudian hasil akan muncul pada
layar.
c. Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok; resin akrilik dan nilon
termoplastik, masing-masing berjumlah 10 orang dan dilakukan
pengukuran awal kadar halitosis menggunakan oral chroma, yang diukur
adalah kadar H2S.
d. Kedua kelompok diinstruksikan untuk menjaga kebersihan gigi tiruannya
dengan metode penyikatan dan pasta gigi dengan waktu pada pagi hari
setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur.
e. Setelah empat minggu, kadar halitosis kedua kelompok diukur kembali
menggunakan oral chroma, yang diukur adalah kadar H2S.
G. Analisis Data
Hasil penelitian pengamatan kadar halitosis pada pemakai gigi tiruan
berbasis resin akrilik dan valplast merupakan data rasio. Data yang diperoleh
dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dan uji variansi
menggunakan Levene’s Test kemudian hasil pengamatan dianalisis dengan
ANAVA satu jalur untuk menguji signifikansi pengaruh jenis bahan gigi tiruan
dengan kadar halitosis (H2S). Analisis data dilanjutkan dengan uji T-tes
independen dengan tingkat kepercayaan 95%.
35
36
H. Skema Penelitian
37
Analisis data menggunakan
ANAVA 1 jalur dan dilanjutkan T-tes
independen, dengan syarat p<0,05
Kelompok 2 (10 orang)Pemakai GTSL Resin Akrilik
Pemilihan subjek penelitian
H2S
Kelompok 1 (10 orang)Pemakai GTSL Nilon
Termoplastik
Setiap pasien diminta melakukan pembersihan gigi tiruan menggunakan sikat gigi dan pasta gigi close up (dilakukan di rumah selama 4 minggu)
Pengukuran awal kadar halitosis menggunakan alat
oral chroma
Pengukuran awal kadar halitosis menggunakan alat
oral chroma
H2S
Pengukuran kadar halitosis setelah 4 minggu
Pengukuran kadar halitosis setelah 4 minggu
H2S H2S
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Abemedical Corporation, 2008, Oral Chroma, available at http://www.abilit-medical-andenviromental.ip/en/medical/product_01.html diunduh 30 April 2012
Anusavice, K.J., 2004, Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi (terj.), EGC, Jakarta, p.197.
Addy, M., and Moran, J., 1995, Mechanism of Stain Formation on Teeth in Particular Associated wiyh Metal Ions and Antiseptics, J. Adv. Dent. Res., 9(4): 450-456.
American Dental Association, 2012, Mouthrinses, http://www.ada.org/1319.aspx, 04/04/2012.
Bernstein, D., Shiff, G., Echler, G., Prince, A., feller, M., Briner, W., 1990, In vitro Virucidal Effectiveness of a 0.12%-Chlorhexidine Gluconate Mouthrinse, J Dent Res, 69(3): 874-876.
Budtz-Jorgensen, E., 2006, Materials and Methods for Cleansing Dentures, J. Prost. Dent., 42(6): 619-623 (Abstr.).
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G., 2002, Biologi (terj.), ed. 5, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, p.195.
Combe, E., 1992, Sari Dental Material (terj.), Balai Pustaka, Jakarta.
Craig, R.G., and Peyton, F.A., 1975, Restorative Dental Materials, 5th ed., Mosby, St. Louis, p.75.
David, and Munadziroh, E., 2005, Perubahan Warna Lempeng Resin Akrilik yang Direndam dalam Larutan Desinfektan Sodium Hipoklorit dan Khlorhexidin, Maj. Ked. Gigi (Dent. J.), 38(1):36-40.
DiTolla, M., 2004, Valplast: Flexible, Estethic Partial Dentures, http:// www.dr ditolla .com/pdfs/ valplast _dentures.pdf , 26/03/2012.
Ebel, S., 1992, Obat Sintetik: Buku Ajar dan Buku Pegangan (terj.), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, p.475-488.
Erlin, E., 2004, Uji Daya Antiseptik Khlorhexidin Glukonat terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Resisten Metisilin dan Staphylococcus aureus Sensitif Metisilin, Medika Kartika, 2(1): 1-9.
38
Fadriyanti, O., 2007, Gigi Tiruan Sebagian Imediat untuk Memperbaiki Estetis pada Gigi Anterior Atas, Dentika Dental Journal, 12(1): 54-56.
Freedman, K.A., 1979, Management of the Geriatric Dental Patient, Quintessence Publishing Co., Chicago, p.25.
Goiato, M.C., dos Santos, D.M., Pesqueira, A.A., 2010, Effect of Accelerated Aging on the Microhardness and Color Stability of Flexible Resins for Dentures, Braz. Oral Res., 24(1): 114-119.
Goodman, L.S., and Gilman, A., 1980, The Pharmacologycal Dosis of Therapeutic’s, 6th ed., McMillan Publishing Co., New York, p.975.
Gorlin, R.J., and Goldman, H.M., 1970, Thoma's Oral Pathology, 6th ed., Mosby, St. Louis, p.184-192.
Greenstein, G., Berman, C., Jaffin, R., 1985, Chlorhexidine an Adjunct to Periodontal Therapy, J. Period., 57(6): 370-377.
Gunadi, H.A., 1995, Terminologi, in Gunadi, H.A. (ed.): Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan, Hipokrates, Jakarta, p.12-14.
Gunadi, H.A., and Setiabudi, I., 1995, Pertimbangan-pertimbangan dalam Perawatan Prostodontik, in Gunadi, H.A. (ed.): Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan, Hipokrates, Jakarta, p.31-33.
Harty, F.J., and Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta, p.2, 7.
Huda, N., 2001, Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer UV-Vis GBC 911A Menggunakan Pewarna Tartrazin CL19140, http://digilib.batan.go.id/e-jurnal/Artikel/Sigma-Epsilon/Vol20-21%20Feb-Maret-01/Nurul%20Huda.pdf, 04/04/2012.
Indrasari, M., and Munadziroh, E., 2001, Tindakan untuk Mengurangi Perlekatan Candida albicans pada Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik, Maj. Ked. Gigi (Den. J.), 34(3a): 255-258.
Joseph, S., 2009, Quantification of 4-Chloroaniline in Chlorhexidine using the Agilent 1200 Series Rapid Resolution LC System coupled with the Agilent 6410B Triple Quadrupole LC/MS System, http://www.chem.agilent.com/Library/applications/5990-3676EN.pdf, 04/04/2012.
Lai, Y.L., Lui, H.F., Lee, S.Y., 2003, In Vitro Color Stability Stain Resistance and Water Sorbtion of Four Removable Gingival Flange Materials, J. Pros. Dent., 90(3): 293-300.
39
Lecitona, J., 2011, Flexible Dentures, http://costdentures.com/removable/flexible-dentures/, 07/12/2011.
Lee, Y.K., 2001, Comparison of CIELAB ∆E* and CIEDE2000 Color Differences after Polymerization and Thermocycling of Resin Composite, Dental Materials, 21(7): 678-682.
Lindawati, M., Rahardjo, T.W., Himawan, I.S., and Soelistijani, 1997, Pengaruh Pemakaian Desinfektan terhadap Transverse Strength Resin Akrilik yang Pengerasannya dengan Pemanasan, Jurnal Ked. Gigi Univ. Indonesia, 4: 169-174.
Mangundjaja, S., Nisa, R.K., Lasaryna, S., Fauziah, E., Mutya, 2000, Pengaruh Obat Kumur Khlorhexidin terhadap Populasi Kuman Streptococcus mutans di dalam Air Liur, Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, Denpasar.
Mathur, S., Mathur, T., Srivastava, R., Khatri, R., 2011, Chlorhexidine: The Gold Standard in Chemical Plaque Control, National Journal of Physiology, Pharmacy & Pharmacology, 1(2): 45-50.
Negrutiu, M., Sinescu, C., Romanu, M., Pop, D., and Lakatos, S., 2005, Thermoplastic Resins for Flexible Framework Removable Partial Dentures, J. Timisoara Medical, Vol.55, No.33.
Newburn, E., 1995, Antiplaque/ Antigingivitis Agents, in Yagiela, J.A., (ed.): Pharmacology and Therapetics for Dentistry, 4th ed., Mosby, St. Louis, p.598-599, 602-603, 611.
Oliveira, L.V., Mesquita, M.F., Henriques, G.E.P., Consani, R.L.X., Fragoso, W.S., 2006, The Compatibility of Denture Cleansers and Resilient Liners, J Appl Oral Sci., 14(4): 286-90.
Perdok, J.F., 1955, Mouthrinses Psyco-chemical Properties and Short Term Clinical Efficacy,http://dissertations.ub.rug.nl/FILES/faculties/medicine/1991/j.f.perdok/Perdok.pdf, 04/04/2012.
Pietruska, M., Paniczko, A., Waszkiel, D., Pietruski, J., Bernaczyk, A., 2006, Efficacy of Local Treatment with Chlorhexidine Gluconate Drugs on the Clinical Status of Periodontium in Chronic Periodontitis Patients, Advances in Medical Sciences, 51(1): 162-165.
40
Prashanti, E., Jain, N., Shenoy, V.K., Shetty, B.T., and Saldanha, S., 2010, Flexible Dentures: A Flexible Option to Treat Edentulous Patients, J. Nepal Dent. Assoc., Vol.11, No.1.
Prijantojo, 1992, Penurunan Radang Gingiva karena Pemakaian Larutan 0,2% Chlorhexidine sebagai Obat Kumur, Kumpulan Makalah Ilmiah Kongres PDGI XVIII, Semarang, p.329-335.
Prijantojo, 1996, Peranan Chlorhexidine terhadap Kelainan Gigi dan Rongga Mulut, Cermin Dunia Kedokteran (113): 33-37.
Prijantojo, 1998, Peran Chlorhexidine untuk mencegah dan Mengurangi Keradangan Gingiva, Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Nasional I Peringatan 70 Tahun PDGI, p.43-46.
Pusz, A., Szymiczek, M., and Michalik, K., 2010, Ageing Process Influence on Mechanical Properties of Polyamide-Glass Composites Applied in Dentistry, Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering, 38(1): 49-55.
Sato, S., Cavalcante, M.R.S., Orsi, I.A., Paranhos, H.F.O., and Zaniquelli, O., 2005, Assessment of Flexural Strengthand Color Alteration of Heat-Polymerized Acrilic Resins After Stimulated Use of Dentures Cleansers, Braz. Dent. J., 16(2): 124-128.
Takabayashi, Y., 2010, Characteristics of Denture Thermoplastic Resins for Non-metal Clasp Denture, Dent. Mater. J., 29(4): 353-361.
Watt, D.M., and MacGregor, 1992, Membuat Desain Gigi Tiruan Lengkap (terj.), EGC, Jakarta.
41