bab ii.doc

Upload: chellapremita

Post on 08-Mar-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006).

Kelainan kongenital dapat terjadi pada organ setiap manusia, termasuk pada jantung. Kelainan kongenital jantung adalah kelainan penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia 4 bulan (Dhania, 2009).Faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan congenital jantung adalah factor genetic dan non genetik. Faktor genetik didapatkan dari gen orang tuanya, sedangkan factor non genetik didapatkan dari faktor luar seperti konsumsi makanan ibu saat hamil, tekanan mekanis, dll, yang dapat menyebabkan munculnya kelainan kongenital pada si bayi ataupun anak.

Macam macam dari kelainan jantung kongenital adalah Asianotik dan sianotik. Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono,2003). Sedangkan kelainan jantung sianotik adalah kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya lebih dari 5 gr/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Dibandingkan dengan pasien Asianotik, jumlah pasien sianotik lebih sedikit. Walaupun jumlahnya lebih sedikit, sianotik menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada kongenital jaunting asianotik (Prasodo, 1994).Pasien yang memiliki penyakit kongenital, khususnya pada jantung dalam melakukan perawatan gigi harus dibedakan dengan pasien normal lainnya. Hal ini akan mempangaruhi perawatan yang diberikan kepada si pasien. Pada pasien anak atau pedodonsia, komunikasi antar dokter gigi, wali pasien dan pasien sendiri harus terjalin dengan baik sehingga nantinya, akan mempermudah perawatan selanjutnya. Komunikasi dapat terjalin dengan baik jika dokter gigi dapat memberikan kesan yang baik pada si anak dalam kunjungan pertama. Kunjungan pertama ini yang akan mempengaruhi kunjungan selanjutnya.

Seperti dalam skenario issue 5 bahwa pasien anak merasakan gelisah hingga kukunya digigit. Pada kasus tersebut baiknya dokter gigi memberikan kesan yang baik atau tidak menambah kecemasan pada si anak.

Berdasarkan penjelasan diatas maka makalah ini akan menjelaskan mengenai hubungan kongenital dengan kedokteran gigi.

1.2. Rumusan Masalah

Adakah hubungan penyakit congenital dengan kedokteran gigi ?1.3. Tujuan

1. Mengetahui hubungan penyakit kongenital dengan kedokteran gigi

2. Mengetahui penanganan pada pasien yang memiliki kelainan kongenital jantung

3. Mengetahui penanganan pada pasien anak

4. Mengetahui macam macam kelainan kongenital katub jantungBAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Kongenital

2.1.1. Definisi penyakit Kongenital Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) membedakan kelainan kongenital sebagai berikut: 1. Malformasi

Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.

2. Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.

3. Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.

4. Displasia

Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup (Neonatologi IDAI, 2008).2.1.2. Faktor Etiologi

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersaman. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapu mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

1. Kelainan genetik dan kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan kongenital pada anaknva. DI antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang ,sebagai unsur resesif. Penyelidikan dalam hal ini se ring sukar, tetapi adanya kelainan sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah kongenital yang selanjutnya.

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan seianjutnya. Beberapa contoh: kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolisme), kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

2. Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam penumbuhan organ itu sendiri akan memptrmudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus. (clubfoot).

3. Faktor Infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam penumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada- trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis. Kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroptalmia.4. Faktor obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang balk diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal MI secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.

Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal in] kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian transkuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

5. Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. DI bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan citemukan risiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka kejadian yang ditemukan ialah 1 : 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1 : 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40-44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

6. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7. Faktor radiasi

Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakihatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutik sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8. Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang balk gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A riboflavin, folic acid, thiamin dan lain-lain dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital. (wiknjosastro,2006)2.1.3. Penyakit Kongenital Jantung

penyakit jantung kongenital adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditemukan sejak bayi dilahirkan. Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang dalam kandungan. penyakit jantung kongenital yang paling banyak ditemukan adalah kelainan pada septum bilik jantung atau dikenal dengan sebutan ventricular septal defect (VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum serambi jantung atau lebih dikenal dengan nama Atrial Septal Defect (ASD). 2.1.3.1. Jenis Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit Jantung Bawaan dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi besar, yaitu PJB sianotik dan asianotik (Bernstein, 2007).1. Penyakit jantung kongenital Asianotik Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono,2003).

Menurut Soeroso dan Sastrosoebroto (1994), berdasarkan ada tidaknya pirau, kelompok asianotik terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok dengan pirau dari kiri ke kanan dan kelompok tanpa pirau Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:a. Defek Septum Ventrikel Defek Septum Ventrikel (DSV) adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara antar rongga ventrikel (Ramaswamy, et al. 2009). Defek ini dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak, serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi (Fyler, 1996). b. Defek Septum Atrium

Defek Septum Atrium (DSA) adalah anomali jantung kongenital yang ditandai dengan defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum, ostium primum, dan bantalan endokardial. Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal (Bernstein, 2007).c. Defek Septum Atrioventrikularis

Defek Septum Atrioventrikularis (DSAV) ditandai dengan penyatuan DSA dan DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular (Bernstein, 2007).d. Duktus Arteriosus Persisten

Seperti namanya, Duktus Arteriosus Persisten (DAP) disebabkan oleh duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Jika duktus tetap terbuka setelah penurunan resistensi vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis (Bernstein, 2007).2. Penyakit jantung kongenital SianotikSesuai dengan namanya, manifestasi klinis yang selalu terdapat pada penyakit jantung sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya lebih dari 5 gr/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Dibandingkan dengan pasien PJB non sianotik, jumlah pasien PJB sianotik lebih sedikit. Walaupun jumlahnya lebih sedikit, PJB sianotik menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada PJB non sianotik (Prasodo, 1994). a. Tetralogi Fallot

Tetralogi Fallot (TF) merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu Defek Septum Ventrikel (DSV), over-riding aorta, Stenosis Pulmonal (SP), serta hipertrofi ventrikel kanan. Komponen paling penting untuk menentukan derajat beratnya penyakit adalah SP yang bersifat progresif (Prasodo, 1994).b. Transposisi Arteri Besar

Transposisi Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secara morfologi muncul dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis muncul dari ventrikel kiri. Pada 60% pasien, aorta berada di bagian anterior kanan dari arteri pulmonalis walaupun di beberapa kasus aorta dapat berada di bagian anterior kiri dari arteri pulmonalis.c. Atresia Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh

Pada Atresia Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh (APSVU), daun katup pulmonalis berfusi secara lengkap sehingga membentuk membran dan tidak terdapat jalan keluar (outflow) ventrikel kanan. Tidak terdapat aliran darah di ventrikel kanan karena tidak adanya hubungan antarventrikel (Bernstein, 2007).d. Ventrikel Kanan dengan Jalur Kedua Ganda

Ventrikel Kanan dengan Jalan Keluar Ganda (VKAJKG), yang dalam kepustakaan barat disebut Double Outlet Right Ventricle (DORV), adalah kelainan jantung yang ditandai dengan malposisi arteri-arteri besar, septum outlet, atau keduanya, yang menyebabkan kedua arteri besar muncul dari ventrikel kanan (Hoffman, 2009).e. Atresia Trikuspid

Istilah Atresia Trikuspid (AT) menggambarkan agenesis katup trikuspid kongenital dan merupakan jenis PJB sianotik terbanyak setelah TF dan TAB (Rao, 2009). Pada defek ini, tidak terdapat aliran dari atrium kanan menuju ventrikel kanan sehingga seluruh aliran balik vena sistemik masuk ke bagian kiri jantung melalui foramen ovale atau jika terdapat defek pada septum atrium (Bernstein, 2007).2.1.3.2. Gejala Penyakit Jantung Kongenital

1. PJB seringkali ditemukan pada masa kanak-kanak. Akan tetapi, tidak semua kelainan jantung bawaan langsung menimbulkan gejala saat lahir. Beberapa kelainan jantung bawaan sulit untuk dideteksi pada masa kanak-kanak, sehingga kelainan tersebut baru dapat ditemukan saat remaja dan dewasa. Pada umumnya kelainan jantung bawaan yang berat dapat menimbulkan gejala dalam bererapa bulan pertama setelah lahir, sehingga seringkali dapat terdeteksi pada masa kanak-kanak. Akan tetapi kelainan jantung bawaan yang ringan seringkali tidak menimbulkan keluhan, sehingga seringkali pula tidak terdeteksi. Umumnya kelainan jantung bawaan ringan akan terdeteksi saat anak tersebut datang berobat ke dokter.2. Penyakit jantung bawaan dapat dibagi menjadi dua. Penyakit jantung bawaan biru dan penyakit jantung bawaan tanpa biru. Penyakit jantung bawaan biru lebih cepat menimbulkan gejala dan paling mudah dikenali. Gejala yang paling sering ditemukan adalah bayi menjadi biru saat menangis (bibir, kuku, dan lidah menjadi biru). Wajah bayi tampak pucat dan biru, ujung kaki dan tangan juga kuku terlihat kebiruan akibat kurangnya aliran darah.

3. Biru dan sesak ini akan tampak lebih jelas bila bayi menangis atau mengedan saat buang air besar, secara umum fisik tampak lemas, lelah dan malas menyusu,bayi sering demam batuk pilek. Pada saat menghisap ASI, bayi sering berhenti dan nafas tersengal-sengal wajah kebiruan. Gejala-gejala lainnya antara lain, sulit bernapas, nafsu makan rendah, bayi sering tersedak atau terbatuk saat menyusu, berkeringat berlebih saat makan atau minum susu, pertumbuhan dan perkembangan terhambat, berat badan sulit meningkat atau cenderung menurun, terlambat berjalan, aktivitas anak berkurang, anak terlihat lemah, dan anak sering mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya.2.1.3.3. Pencegahan Penyakit Jantung Kongenital 1. Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan. Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat dihindari atau dikenali secara dini.

2. Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan genetik down sindrom , penyakit jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.

3. Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin dengan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini sangat tergantung dengan saat dilakukannya USG, beratnya kelainan jantung dan juga kemampuan dokter yang melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.

4. Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko terkena infeksi virus TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes). Skrining sebelum merencanakan kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH adalah hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.

5. Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya. Penggunaan obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya. Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya

6. Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan

7. Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota keluarga di sekitarnya.

8. Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap zat zat racun dari karbon dioksida 2.2. Erupsi Gigi Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. Pada manusia terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen. Setiap gigi berbeda-beda secara anatomi, tetapi dasar proses pertumbuhannya sama pada semua gigi2.2.1. Erupsi gigi disidui

Seluruh gigi sulung akan digantikan olehgigi permanennya secara bertahap. Gigi seri sulung diganti oleh gigi seri permanen, gigi taring sulung diganti oleh gigi taring permanen, gigi gerahamsulung diganti oleh gigi geraham kecilpermanen.Berikutnya adalah gambar lengkap gigipermanen, terdiri dari gigi seri (central & lateralincisor), taring (canine), geraham kecil (first & second premolar) dan geraham (first,second, & third molar). Lengkap dengan waktu erupsinya. 2.2.2. Erupsi Gigi Permanen

2.3. Psikologi Anak 1. Tahap 0-1 tahun

Pada tahap ini, anak mulai menghayati obyek di luar dirinya sendiri, ketrampilan motoriknya mulai berkembang (Kartono, 1995), namun belum dapat diajak berkomunikasi. Anak cenderung takut terhadap benda atau orang yang belum dikenalnya.

2. Tahap 1-4 tahun

Anak mengenal dunia luas dengan penghayalan subyektif. Selain itu, anak juga suka memindahkan keadaan batinnya ke benda lain (misalnya sering berbicara sendiri dengan bonekanya atau hewan peliharaannya) . Anak juga memiliki rasa takut pada orang asing atau sesuatu yang tidak dikenal, takut suara bising, cahaya terang, kegelapan dan takut dipisahkan dari orang tua. Selain itu, anak juga sering berpikiran tentang bahaya yang nyata maupun dari imajinasinya sendiri.

3. Tahap 4-8 tahun

Tahap ini merupakan masa bersosialisasi, mulai mengenal dunia luar secara obyektif, mulai mengenal pekerjaan, kewajiban, mulai masuk sekolah, mulai punya tokoh identifikasi lain selain orang tua, yaitu guru

4. Tahap 8-14 tahun

Pada tahap ini merupakan masa bereksperimen yang didorong oleh rasa ingin tahu yang besar, pemusatan tenaga untuk berlatih dan bereksplorasi. Anak mulai menemukan identitas diri, obyektifitas. Pada usia ini anaka umumnya lebih bersikap toleransi, berusaha untuk mandiri, bersikap jujur, mematuhi peraturan dengan sukarela, mulai memeperhatikan tentang moral dan idealisme.

5. Tahap 14-19

Pada tahap ini anak mulai memasuki masa kedewasaan, sehingga obyektifitasnya terjadi dengan kesadaran. Mulai terjadi keselarasan antara sikap batin dan sikap yang keluar ke dunia nyata. Dokter gigi dapat melakukan pendekatan seperti pada penderita dewasa

2.3.1. Kunjungan Pertama Dental

Kunjungan ke dokter gigi bagi pasien anak merupakan hal yang penting terutama kunjungan pertama. Bila kunjungan pertama sudah berhasil dengan baik maka kunjungan berikutnya akan merupakan kunjungan yang menyenangkan bagi anak sebagai pasien dan dokter gigi yang merawatnya sehingga kunjungan pertama ini sering disebut sebagai Kunci Keberhasilan perawatan dan merupakan dasar yang nyata. Untuk mencapai tujuan ini perawatan harus dilangsungkan sedemikian rupa sehingga merupakan pengalaman yang menyenangkan dan anak akan mengenali dokter gigi dan lingkungannya.Tujuan Kunjungan Pertama adalah sebagai berikut :

Menciptakan komunikasi dengan anak dan orang tua

Mendapatkan keterangan tentang riwayat pasien

Memeriksa anak dan untuk mendapatkan ronsen foto bila diperlukan.

Melakukan prosedur perawatan sederhana yaitu :

Profilaksis

Dilakukan hanya pada gigi depan (utk anak kecil) atau seluruh mulut termasuk pembuangan kalkulus bila diperlukan.

Topikal Aplikasi Fluor Prosedur ini dapat dilakukan disamping prosedur non tra matik lain. Menjelaskan tujuan perawatan pada anak dan orang tua yaitu : Tekankan perlunya tindakan pencegahan maupun operatif

Mintalah anak membawa sikat giginya pada kunjungan berikutnya.

Memberikan perkiraan jumlah kunjungan yang diperlukan untuk menyelesaikan perawatan.

2.3.2. Dokter Gigi

Rasa takut pada anak dapat disebabkan oleh pengelolaan yang kurang tepat oleh dokter gigi. Sikap dokter gigi yang kaku atau keras, kurang sabar, kurang menunjukkan kehangatan dan perhatian dapat menyebabkan anak bersikap negatif. Dokter gigi harus bersikap lembut ketika merawat pasien anak, mempunyai wibawa serta dapat menjelaskan perawatan yang akan dilakukan dengan cara yang tidak membuat anak merasa takut.

Selain itu, ruangan praktek yang dianggap asing oleh anak dapat dibuat menjadi lebih aman. Misalnya ruang tunggu yang dilengkapi beberapa mainan, gambar maupun buku yang berhubungan dengan anak.1. Tipe Rasa Takut

Rasa takut adalah respon semosional dan merupakan suatu mekanisme protektif untuk melindungi seseorang dari ancaman atau bahaya dari luar. Rasa takut tidak diwariskan tetapi diperoleh setelah lahir. Rasa takut anak diperoleh secara objektif atau subjektif.

a. Rasa Takut Objektif

Rasa takut objektif merupakan respons dari stimulus yang dirasakan, dilihat, didengar, dicium dan merupakan hal atau keadaan yang tidak enak atau tidak menyenangkan. Rasa takut objektif ditimbulkan oleh rangsangan langsung yang diterima organ perasa dan secara umum bukan bersumber dari orang lain. Rasa takut objektif dapat disebabkan karena perasaan yang tidak menyena ngkan terhadap perawatan gigi. Seorang anak yang pernah dirawat dan mengalami rasa sakit yang hebat di rumah sakit oleh dokter yang berseragam putih akan menimbulkan rasa takut yang hebat pada dokter gigi atau perawat gigi yang berseragam sama. Bahkan karakteristik bau dari obat-obatan atau bahan kimia tertentu dapat di hubungkan dengan keadaan yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan rasa takut yang tidak beralasan

Seorang anak yang pernah berobat ke dokter gigi, akibat rasa takut yang dimilikinya akan merasakan rasa sakit yang berlebihan pada setiap perawatan gigi yang dijalaninya. Seorang anak yang pernah merasa sakit dan takut untuk pergi ke dokter gigi akan sangat sulit untuk diajak ke dokter gigi kembali. Ketika dia dibujuk untuk kembali, dokter gigi harus menyadari tingkat emosionalnya dan mengembalikan secara perlahan kepercayaan anak terhadap dokter gigi dan perawatan gigi.

b. Rasa Takut Subjektif

Rasa takut subjektif merupakan rasa takut yang didapat dari orang lain dan anak tersebut tidak mengalaminya sendiri. Anak kecil sang at mudah dipengaruhi sehingga anak kecil yang tidak berpengalaman ketika mendengar pengalaman yang tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan rasa sakit yang dialami oleh orang tua mereka, dengan segera akan menimbulkan rasa takut pada dirinya. Hal-hal yang dapat menimbulkan rasa takut akan disimpan dalam ingatannya, dengansegala imajinasi yang dimilikinya, dan rasa takut menjadi bertambah hebat.

Pengaruh orang tua sangat penting terhadap pembentukan perilaku anak dalam menjalani perawatan gigi.Orang tua harus menginformasikan kepada anak mereka tentang apa yang sebaiknya dia lakukan selama berada di praktek dokter gigi. Anak harus terlebih dahulu diberi gambaran tentang dokter yang akan merawatnya serta situasi yang dapat timbulnya nanti sebelum membuat janji bertemu dengan dokter gigi,tidak perlu menceritakan rasa sakit yang begitu hebat kepada anak, tetapi diperlukan pernyataan yang jujur tanpa emosi yang dilebih-lebihkan

2.3.3. Kecemasan Pada Anak

Kecemasan (anxiety) adalah suatu perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respons-respons psikofisiologis terhadap antipasi bahaya yang tidak riil atau yang terbayangkan, secara nyata disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak diketahui (Prasetyo,2012)

Rasa takut dan cemas terhadap berbagai jenis perawatan gigi banyak ditemukan pada anak. Adanya rasa takut dan cemas ini akan mempengaruhi usaha program perawatan gigi yang optimal. Rasa takut dan cemas dipengaruhi oleh asumsi pribadi yang disebabkan adanya ketidaktahuan akan kesehatan gigi dan perawatan yang dilakukan. Selain itu rasa takut dan cemas dipengaruhi pula oleh tumbuh kembang anak serta faktor pelayanan yang didapat saat pertama kali berobat. Untuk mendapatkan kerja sama yang baik dengan pasien anak, dokter gigi tidak hanya harus mengadakan hubungan baik dengan anak tetapi juga harus mengetahui bagaimana teknik teknik penatalaksanaan rasa takut yang paling efektif (Prasetyo,2012)

Tekhnik Komunikasi Dokter Gigi Terhadap Anak

Ada beberapa teknik komukasi yang efektif terhadap anak, diantaranya yakni:

a) Menciptakan komunikasi

Yakni mengikutsertakan anak dalam percakapan, diperlukan selain agar dokter gigi dapat memahami pasien, juga sekaligus membuat anak jadi lebih rileks. Banyak cara untuk menciptakan komunikasi verbal, dan keefektivan dari komunikasi ini tergantung dari usia anak. Tahap awal yang sangat baik untuk memulainya ialah dengan memberikan komentar-komentar yang bersifat pujian dan diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang timbulnya jawaban dari anak, selain kata ya atau tidak. b) Melalui Komunikator

Biasanya, asisten dental yang berbicara dengan anak selama perjalanan pasien dari ruang resepsionis sampai ke ruang operator dan juga selama proses preparasi di dental unit. c) Kejelasan pasien

Komunikasi ialah sesuatu yang kompleks dan multisensoris. Didalamnya mencakup penyampai pesan (dokter gigi), media (kata-kata yang diucapkan), dan penerima pesan (pasien). Pesan yang disampaikan harus dapat dimengerti dengan satu pemikiran yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan. Sangat sering digunakan eufimisme (pengganti kata) untuk lebih dimengerti dalam menjelaskan prosedur terhadap pasien muda. 4 Berikut contohnya:

Terminologi dental = Kata ganti

alginate = puding

crown = gigi robot

bur = sikat kecil

radiograf = gambar gigi

anestesi = obat penidur untuk gigi

karies = kutu / cacing pada gigi

d) Kontrol suara

Dokter gigi sebaiknya mengeluarkan kata-kata yang tegas tetapi lembut, agar dapat menarik perhatian anak atan memberhentikan si anak dari segala aktivitas yang sedang dikerjakannya.e) Komunikasi multisensory

Komunikasi verbal fokus pada apa yang diucapkan dan bagaimana kata-kata itu diucapkan. Komunikasi non-verbal juga dapat disampaikan melalui kontak tubuh.4 Contohnya, dokter gigi meletakkan tangannya pada pundak anak saat duduk di dental chair agar merasakan kehangatan dan lebih merasa bersahabat. Kontak mata juga penting. Dokter gigi sebaiknya menatap anak dengan tatapan lembut dan tidak melotot.

f) Masalah kepemilikan

Pada suatu masa, adakalanya dokter gigi lupa dengan siapa dia berhadapan. Mereka memanggil kamu kepada anak tersebut. Panggillan si anak dengan panggilan di rumahnya karena kata kamu lebih mengimplikasikan bahwa anak tersebut salah.g) Aktif mendengarkan

Mendengarkan juga penting dalam merawat anak. Aktif mendengarkan ialah tahap kedua terbaik yang diungkapkan Wepman dan Sonnenberg dalam teknik berkomunikasi. Sehingga pasien terstimulasi untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya. h) Respon yang tepat

Dokter gigi juga harus memberikan respon yang positif terhadap apa-apa yang diungkapkan anak. (Prasetyo,2012)2.4. Four Handed DentistryFour handed dentistry adalah suatu teknik yang digunakan dalam kedokteran gigi dimana dokter gigi dan perawat gigi secara bersama melakukan tindakan perawatan kepada pasien. Metode ini dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses dan mengurangi kelelahan baik itu untuk pasien dan tenaga kesehatan gigi. Tujuan four-handed dentistry yang lainnya adalah untuk memperpendek waktu perawatan gigi yang diberikan kepada pasien dan meningkatkan kualitas pekerjaan.Metode ini sangat efektif untuk digunakan, karena transfer alat antara dokter gigi dan perawat gigi bisa lebih cepat, tidak hanya mempercepat tranfer alat tetapi juga mempercepat penyiapan bahan-bahan untuk perawatan. Misalnya pada saat dilakukan penambalan gigi, dokter gigi melakukan reparasi dan setelah reparasi bahan tumpatan bisa langsung diaplikasikan dengan cepat karena sudah dipersiapkan perawat gigi sebagai partnernya2.4.1. Pembagian zona kerja

Ada 4 zona pada posisi kerja berdasarkan arah jarum jam: Zona operator berada pada posisi arah jarum jam 7-12

Zona asisten berada pada posisi arah jarum jam 2-4

Zona statis (untuk instrumen dan bahan) berada pada posisi arah jarum jam 12-2

Operators Zone sebagai tempat pergerakan dokter gigiPosisi dokter gigi berubah tergantung rahang & gigi yang akan dirawat. Perawat jarang untuk mengubah posisinya. Perawatan pada gigi rahang bawah, perawat gigi harus meninggikan kursinya untuk mendapatkan lapangan pandang yang baik.

Zona transfer berada pada posisi arah jarum jam 4-7 Transfer Zone adalah daerah pertukaran alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan perawat gigi.

Posisi kerja sesuai arah jarum jamA. Posisi kerja jam pada perawatan Exodontia

Posisi kerja jam pada perawatan Rahang Atas kananPosisi operator yang nyaman pada jam 10, asisten pada jam 3, sedangkan meja instrumen pada jam 2. Kepala pasien menoleh ke kiri, jari telunjuk tangan kanan fixasi pada permukaan bukal Molar 1 Rahang Atas, kaca mulut posisi di dekat I1 atau I2 Rahang Bawah.Bisa juga melakukan penambalan dengan posisi operator di jam 11/12 dengan cara merangkul pasien/dibelakang pasien. Posisi asisten dan meja instrumen menyesuaikan. Posisi jam pada perawatan RA KiriPosisi operator di jam 9/10, kepala pasien menoleh menghadap operator, kaca mulut agak jauh dari bagian oklusal gigi RA kiri, dekat dengan bibir bawah. Daerah proksimal dan gingival akan mudah terlihat. Fixasi jari pada gigi Molar 1, juga berfungsi untuk membuka mukosa pipi dan bibir Posisi jam pada perawatan Rahang Bawah KiriPosisi operator di jam 9, kepala pasien menghadap kearah operator. Kaca mulut dekat dengan molar RB. Tangan operator menyilang, tangan kiri yang memegang kaca mulut terletak dibawah tangan kanan yang memegang instrument lain. Asistan duduk di jam 3 dan meja instrument di jam 2. Sinar lampu direfleksikan lewat kaca mulut Posisi jam pada Perawatan Rahan Bawah Kanan

Posisi operator yang nyaman adalah di jam 9. Sebaik nya pasien tidak dalam posisi supine tetapi membentuk sudut 450 , kepala pasien menghadap kearah operator, rahang pasien sejajar siku operator.Fixasi dilakukan pada permukaan bukal gigi molar dengan bantuan mirror dan gigi lain yang dekat dengan handpiece. Posisi jam pada Perawatan Anterior RB dan RA Biasanya posisi operator di jam 8. Bekerja dengan bantuan operator terutama pada bagian lingual dan palatinal. Tetapi untuk perawatan pada sebelah labial, pandangan langsung dengan mata, kaca mulut digunakan untuk membuka mukosa labial. 2.5. Rampan Karies

Rampan karies Yaitu karies yang terjadi secara cepat mengenai bebrapa gigi serta sering menimbulkan rasa sakit sehingga anak menjadi rewel, karies ini sering ditemukan pada anak usia 5 tahun. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pada anak yang minum susu atau cairan manis lainnya melalui botol pada waktu tidur maka cairan dari botol atau susu yang diminum anak akan tergenang didalam mulut dalam waktu yang lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi rampan karies). Selain itu keadaan lain yang dapat menyebabkan rampan karies adalah substrat lama berada dalam mulut, kebiasaan anak menahan makanan didalam mulut dimana makanan tersebut tidak cepat ditelan. Dapat disimpulkan bahwa anak minum susu formula melalui botol dengan frekuwensi sering dan berlangsung lama maka anak menderita rampan karies.2.5.1. Prevalensi Rampan kariesPrevalensi rampan karies mencapai tingkat yang tinggi pada Negara berkembang dan keparahanya meningkat seiring pertambahan usia anak.Oleh karena itu gigi sulung diharapkan dalam kondisi yang baik untuk perkembangan system stomatognatik anak yang baik dan adekuat. Gigi sulung yang sehat penting untuk kemampuan bicara,mastikasi,pencegahan kebiasaan oral yang buruk, dan berperan sebagai penuntun erupsi gigi permanen.Selain itu, estetika dari gigi anterior menunjang perkembangan kepribadian yang normal sehingga kepercayaan diri akan meningkat secara poaitif dan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak pada masa depannya. (Oktariana,2010)Rampan karies juga dikenal sebagai karies botol merupakan karies gigi yang parah dan terjadi pada bayi atau anak-anak, berkembang dengan cepat dan mengakibatkan gangguan kesehatan yang panjang pada anak-anak. Kesulitan makan adalah keluhan yang sering dialami anak penderita rampan karies, karena sakit bila mengunyah sehingga, anak sering mengemut makananya untuk menghindari terjadinya rasa nyeri bila mengunyah, anak sering menangis karena rasa nyeri yang mengenai seluruh gigi, serta adanya bau mulut (Oktariana,2010).Dampak asupan susu formula pada gigi anak Gambar 1. :karies rampan, jurnal international dentistry vol.11, No 4

2.5.2. Pencegahan dan perawatan rampan kariesHal pertama yang dilakukan dalam penanggulangan rampan karies adalah mengurangi aktivitas bakteri untuk menghentikan karies dan mencegah penjalaran yang cepat kearah pulpa. Untuk mengurangi perkembangan bakteri serta adanya bau mulut perlu pula dilakukan oral profilaksis.Oral profilaksis dapat dilakukan dengan menyikat gigi secara benar maupun dengan menggunakan alat bur atau alat lainnya yang lebih canggih seperti air scaler maupun sand blaster Perawatan rampan karies yang utama adalah menhilangkan rasa sakit, adanya rasa sakit perlu segera ditanggulangi karena dapat mengganggu aktivitas sehari-hari anak tersebut. Perawatan rasa sakit dapat diberikan baik secara lokal di gigi yang sakit maupun secara oral atau diminum,pemberian lokal dapat diberikan dengan menumpat secara langsung dengan obat-obatan eugenol melalui kapas yang selanjutnya ditumpat sementara dengan zinc oxide eugenol tanpa penggunaan kapas obat.Pemberian obat-obatan sedatif dan analgesik dapat pula diberikan melalui obat minum atau oral. Obat ini diberikan pada rasa sakit yang telah lanjut dalam pengendalian kariesnya.Penanggulangan rampan karies harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif serta sesuai dengan prinsip pencegahan dan perawatan secara menyeluruh yang berdasarkan urutan prioritas. Adapun pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies botol antara lain : Setelah diberi makan, bersihkan gusi anak dengan kain/ lap bersih. Kemudian bersihkan/ sikat gigi anak, jika giginya sudah erupsi. Bersihkan dan pijat gusi pada area yang ompong dan pemakaian flossing semua gigi anak yang telah erupsi, biasanya pada usia 2- 2,5 tahun Pergunakan botol hanya ketika makan saja jangan gunakan botol minuman sebagai dot, jangan biarkan anak berjalan sambil meminumnya dalam waktu yang lama. Ini tidak hanya menyebabkan karies, tetapi juga anak dapat menderita cedera pada giginya ketika mereka terjatuh sambil mengedot. jangan pernah membiarkan anak tertidur sambil minum melalui botol yang berisi susu, formula atau jus buah atau larutan yang manis jika anak membutuhkan botol atau dot untuk pemberian makan yang reguler, pada malam hari, atau hingga tertidur, berilah anak dot bersih yang direkomendasikan oleh dokter gigi atau dokter anak. Jangan pernah memasukkan dot dengan minuman yang manis Hindari mengisi botol minum anak dengan larutan seperti air gula dan soft drink Jika air yang akan diberikan kepada anak tidak mengandung fluoride, tanyalah dokter gigi apa yang sebaiknya diberikan pada anak. Mulailah berkunjung ke dokter gigi sejak tahun pertama kelahiran, buatlah kunjungan secara teratur.Jika anak mempunyai masalah dengan giginya, segera periksakan ke dokter gigi (Bechal,1991)1

3