bab ii tinjauan umum tentang anak, anak yang …repository.unpas.ac.id/45009/4/bab ii (2).pdf ·...

48
49 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM, SISTEM PEMIDANAAN, SISTEM PEMIDANAAN, PIDANA, SISTEM PEMIDANAAN DAN PERBANDINGAN HUKUM PIDANA A. Pengertian Anak 1. Pengertian Anak Menurut Para Ahli Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Untuk memudahkan memahami temtang pengertian anak dan menghindari salah penerapan kadar penilaian orang dewesa terhadap anak, maka perlu dketahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak dalam pengertian umum tidak saja mendapat perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi dapat juga ditelaah dari sisi pandang kehidupan, seperti Agama, hukum dan sosiologisnya yang menjadikan penhertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Dalam masyarakat, kedudukan anak memiliki makna dari susistem hukum yang ada dalam lingkungan perundangundangan dan subsistem sosial kemasyarakatan universal. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum sebagai subjek hukum.

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

49

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG BERKONFLIK

DENGAN HUKUM, SISTEM PEMIDANAAN, SISTEM PEMIDANAAN,

PIDANA, SISTEM PEMIDANAAN DAN PERBANDINGAN HUKUM

PIDANA

A. Pengertian Anak

1. Pengertian Anak Menurut Para Ahli

Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,

karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Untuk memudahkan

memahami temtang pengertian anak dan menghindari salah penerapan

kadar penilaian orang dewesa terhadap anak, maka perlu dketahui

bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak dalam pengertian

umum tidak saja mendapat perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan,

tetapi dapat juga ditelaah dari sisi pandang kehidupan, seperti Agama,

hukum dan sosiologisnya yang menjadikan penhertian anak semakin

rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Dalam masyarakat,

kedudukan anak memiliki makna dari susistem hukum yang ada dalam

lingkungan perundangundangan dan subsistem sosial kemasyarakatan

universal. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian

kedudukan anak dari pandangan sistem hukum sebagai subjek hukum.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

50

Merujuk dari Kamus Umum bahasa Indonesia mengenai pengertian

anak menyebutkan bahwa :45

“Secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih

kecil ataupun manusia yang belum dewasa.”

R.A. Kosnan menjelaskan pengertian anak, yakni :46

“Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam

jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh

untuk keadaan sekitarnya”.

Arif Gosita menyebutkan bahwa :47

“Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara

sungguhsungguh. Akan tetapi, sebagai makhluk social yang

paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak justru sering

kalidi tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan,

tidakmemiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering

menjadi korban tindak kekerasa dan pelanggaran terhadap

hak-haknya.”

Menurut Sugiri mengatakan bahwa :48

"Selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan

perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru

menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan

itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan

permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun

untuk wanita dan 21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki."

Menurut Bisma Siregar, dalam bukunya menyatakan bahwa :49

“Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hokum tertulis

diterapkan batasan umur yaitu 16 tahun atau 18 tahun

45 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Amirko, 1984, hlm 25. 46 R.A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur, Bandung, 2005, hlm 113. 47 Arif Gosita, Masalah perlindungan Anak, Jakarta, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm 28. 48 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, P.T.Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm 32. 49 Bisma Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai aspek Hukum Nasional, Rajawali, Jakarta, 1986, hlm 105.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

51

ataupun usia tertentu yang menurut perhitungan pada usia

itulah si anak bukan lagi termasuk atau tergolong anak tetapi

sudah dewasa.”

Hanafi mengemukakan bahwa :50

“Pengertian anak dalam berbagai disiplin ilmu berbeda-beda

dan penulis hanya memaparkan pengertian anak dari segi

hukum islam maupun hukum positif. Hukum Islam telah

menetapkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah

seorang manusia yang telah mencapai umur tujuh tahun dan

belum balligh, sedang menurut kesepakatan para ulama,

manusia dianggap balligh apabila mereka telah mencapai usia

15 tahun.”

Kata balligh berasal dari fiil madi balagha, yablugu, bulughan yang

berarti sampai, menyampaikan, mendapat, balligh, masak.51

Pendapat para ahli fiqh mengenai kedudukan anak berbeda-beda

menurut bahasa yang dilaluinya , yaitu :52

a. Masa tidak adanya kemampuan berpikir. Masa ini dimulai sejak

lahir sampai usia 7 tahun, perbuatan pidana yang dilakukannya

tidak dikenai hukuman;

b. Masa kemampuan berfikir lemah. Masa ini dimulai sejak anak

berusia 7 tahun sampai usia 15 tahun. Pada masa tersebut mereka

dijatuhi pengajaran. Pengajaran ini meskipun sebenarnya

hukuman namun tetap dianggap sebagai hukuman mendidikan

bukan hukuman pidana; dan

50 A.hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, Pt Rineka Cipta, Jakarta, 1994. hlm 369. 51 Mahmaud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsiran Al-Qur‟an, Jakarta, 1973, hlm 71. 52 Sudarsono, Kenakalan Remaja,cet. ke-2, Rineka Cipta, Jakarta, 1991,hlm 10.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

52

c. Masa kemampuan berfikir penuh. Masa ini dimulai sejak anak

mencapai usia kecerdasan yang pada umumnya telah mencapai

usia 15 tahun atau 18 tahun. Pada masa ini telah dikenakan

pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan.

Dapat dipahami bahwa kedewasaan menurut Islam adalah dengan

ikhtilam namun terjadi perselisihan mengenai batas umurnya. Dari dasar

ayat al-Qur‟an dan Hadiş serta dari berbagai pendapat tersebut di atas

dapat dipahami bahwa kedewasaan menurut islam adalah dengan ikhtilam

namun terjadi perselisihan mengenai batas umurnya. Hal ini disebabkan

karena adanya perbedaan iklim, suhu, temperamen, dan tabiat seseorang

serta lingkungan sekitarnya.

Kemudian kapan seorang anak dapat dikatakan telah mencapai

dewasa? Untuk menjawab hal ini dapat dilihat dari pendapat Imam

Syafi‟I, sebagaimana yang telah dikutp oleh Chairuman dan Suhrawardi

dalam bukunya hukum perjanjian dan hukum Islam. Imam Syafi‟I

mengungkapkan apabila telah sempurna umur 15 tahun baik laki-laki

maupun perempuan, kecuali bagi laki-laki yang telah ikhtilan atau

perempuan yang sudah haid sebelum mencapai umur 15 tahun maka sudah

dianggap dewasa.

Menurut Hilman Hadikusuma dalam buku yang sama

merumuskannya dengan :53

"Menarik batas antara sudah dewasa dengan belum dewasa,

tidak perlu di permasalahkan karena pada kenyataannya

53 Op, Cit, Bisma Siregar, 1986.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

53

walaupun orang belum dewasa namun ia telah dapat

melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum

dewasa telah melakukan jual beli, berdagang, dam

sebagainya, walaupun ia belum berenang kawin."

M. Nasir Djamil dalam bukunya yang berjudul Anak Bukan Untuk

Di Hukum menyebutkan bahwa :54

“Anak menurut bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil

antara hubungan pria dan wanita. Dalam konsideran Undang-

Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,

dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karuni Tuhan

Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan

martabat sebagai manusia seutuhnya.”

M. Nasir Djamil dalam bukunya yang berjudul Anak Bukan Untuk

DiHukum juga mengemukakan bahwa :55

“Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi,

dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,

memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara

pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak

mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu

mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial,

dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan

serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan

memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta

adanya perlakuan tanpa diskriminasi.”

Abu Huraerah juga menyebutkan bahwa :56

“Anak merupakan seseorang yang dilahirkan dari sebuah

hubungan antara pria dan wanita. Hubungan antara pria dan

wanita ini jika terikat dalam suatu ikatan perkawinan

lazimnya disebut sebagai suami istri.”

54 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm 8. 55 Ibid. 56 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa, Bandung, 2006, hlm 36.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

54

Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang

belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga

merupakan keturunan kedua, di mana kata "anak" merujuk pada lawan

dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun

mereka telah dewasa.57

UNICEF juga menyebutkan bahwa :58

“Anak adalah periode pekembangan yang merentang dari

masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini

biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian

berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.”

Andy Lesmana dalam Blog-nya, menyebutkan bahwa :59

“Anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan anatar

seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak

menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita

meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap

dikatakan anak.”

Andy Lesmana dalam Blog-nya, juga menyebutkan bahwa :60

“Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi

baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa

dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional.Anak

adalah asset bangsa.Masa depan bangsa dan Negara dimasa

yang akan datang berada ditangan anak sekarang.Semakin

baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula

kehidupan masa depan bangsa.Begitu pula sebaliknya,

57 Wikipedia, Pengertian Anak, https://id.wikipedia.org/wiki/Anak, diakses pada tanggal 26 Juni 2019. 58 Ibid. 59 Andy Lesmana, Definisi Anak, https://www.kompasiana.com/alesmana/55107a56813311573bbc6520/definisi-anak?page=all, diakses pada tanggal 26 Juni 2019. 60 Ibid.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

55

Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan bobrok

pula kehidupan bangsa yang akan datang.”

Secara agama, memberikan pengertian bahwa :61

“Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya

dalam hal ini adalah agama islam, anak merupakan makhluk

yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah

kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui

proses penciptaan. Oleh karena anak mempunyai kehidupan

yang mulia dalam pandangan agama islam, maka anak harus

diperlakukan secara manusiawi seperti dioberi nafkah baik

lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh

menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat

bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk

mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang. Dalam

pengertian Islam,anak adalah titipan Allah SWT kepada

kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak

akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lila’lamin dan

sebagai pewaris ajaran islam pengertian ini mengandung arti

bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan

diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh

akan dari orang tua, masyarakat , bangsa dan negara.”

Dalam pengertian ekonom, juga mengemukakan bahwa :62

“Anak dikelompokan pada golongan non produktif.Apabila

terdapat kemampuan yang persuasive pada kelompok anak,

hal itu disebabkan karena anak mengalami transpormasi

financial sebagai akibat terjadinya interaksi dalam

lingkungan keluarga yang didasarkan nilai kemanusiaan.

Fakta-fakta yang timbul dimasyarakat anak sering diproses

untuk melakukan kegiatan ekonomi atau produktivitas yang

dapat menghasilkan nilai-nilai ekonomi. Kelompok

pengertian anak dalam bidang ekonomi mengarah pada

konsepsi kesejahteraan anak sebagaimana yang ditetapkan

oleh UU no.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak yaitu

anak berhak atas kepeliharaan dan perlingdungan, baik

semasa dalam kendungan , dalam lingkungan masyarakat

yang dapat menghambat atau membahayakan

perkembanganya, sehingga anak tidak lagui menjadi korban

dari ketidakmampuan ekonomi keluarga dan masyarakat.”

Dalam aspek sosiologis anak diartikan :63

61 Ibid. 62 Ibid.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

56

“Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang senan tiasa

berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan

negara.Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok

social yang mempunyai setatus social yang lebih rendah dari

masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi. Makna anak

dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada perlindungan

kodrati anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya

keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh sang anak

sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa,

misalnya terbatasnya kemajuan anak karena anak tersebut

berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses

sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa.”

Hukum adat tidak ada menentukan siapa yang dikatakan anak-anak

dan siapa yang dikatakan orang dewasa. Akan tetapi dalam hukum adat

ukuran anak dapat dikatakan dewasa tidak berdasarkan usia tetapi pada ciri

tertentu yang nyata.

2. Pengertian Anak Menurut Hukum Positif Indonesia

Sholeh Soeaidy dan Zulkhair menyebutkan bahwa :64

“Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata

hukum positif di Indonesia lazim diartikan sebagai orang

yang belum dewasa (minderjaring atau person under age),

orang yang dibawah umur atau keadaan dibawah umur

(minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga disebut

sebagai anak yang dibawah pengawasan wali (minderjarige

onvervoodij).”

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak

menurut peraturan perundang- undangan, begitu juga menurut para pakar

ahli. Namun di antara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai

pengertian anak tersebut, karna di latar belakangi dari maksud dan tujuan

63 Ibid. 64 Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001, Hlm 5.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

57

masing-masing undangundang maupun para ahli. Pengertian anak menurut

peraturan perundangundangan dapat dilihat sebagai berikut :

a. Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan;

b. Di jelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata, mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah

kawin. Jadi anak adalah setiap orang yang belum berusia 21

tahun dan belum meniakah. Seandainya seorang anak telah

menikah sebalum umur 21 tahun kemudian bercerai atau

ditinggal mati oleh suaminya sebelum genap umur 21 tahun,

maka ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa bukan

anak-anak;

c. Anak dalam Pasal 45 KUHPidana adalah anak yang umurnya

belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Pengertian anak yang

terdapat dalam Pasal 45 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana

(selanjutnya disingkat dengan KUHP) yaitu jika seseorang yang

belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya

ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh

memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang

tuanya, walinya, atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

58

suatu hukuman atau memerintahkan supaya si tersalah

diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu

hukuman. Dalam sistem hukum pidana Indonesia pengertian

anak berada dalam penafsiran hukum negatif. Sebagai subjek

hukum, anak memiliki tanggungjawab terhadap tindak pidana

yang dilakukan, namun karena statusnya di bawah umur, anak

memiliki hak-hak khusus, hak untuk memperoleh normalisasi

dari perilakunya yang menyimpang sekaligus tetap

mengupayakan agar anak memperoleh hak atas kesejahteraan

layak dan masa depan lebih cerah. Pengertian anak dalam hukum

pidana di Indonesia mencakup pengertian bahwa anak dinilai

belum mampu untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana

yang dilakukannya dan anak berhak atas pengembalian hak-

haknya melalui proses substitusi hak-hak anak yang timbul dari

aspek hukum perdata dan tata negara untuk mensejahterakan

anak dan berlangsungnya rehabilitasi mental-spiritual si anak

akibat tindakan hukum pidana yang dilakukan serta hak untuk

memperoleh pelayanan, asuhan dan hak-hak lainnya dalam

proses hukum acara pidana Peradilan bagi anak yang melakukan

penyimpangan bukan untuk menghukum tapi bertujuan untuk

memberikan kepentingan yang terbaik kepada anak (the best

interests of the child). Hal ini merupakan prinsip yang

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

59

seharusnya melandasi dalam setiap kebijakan dan tindakan yang

dilakukan oleh siapapun;

d. Menurut Undang-undang No 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang belum

mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah

kawin (Pasal 1 butir 2);

e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, dalam Pasal 1 Ayat (3) Anak adalah anak

yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur

18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana;

f. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut anak adalah

setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun

dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam

kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya;

g. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak, anak adalah

setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun kecuali

berdasarkan undang-undang lain yang berlaku bagi anak-anak

ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal;

h. Pengertian Anak Menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974. UU

No.1 1974 tidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan

seseorang digolongkan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

60

tersirat dalam pasal 6 ayat (2) yang memuat ketentuan

syaratperkawinan bagi orang yang belum mencapai umur 21

tahun mendapati izin kedua orang tua. Pasal 7 ayat (1) UU

memuat batasan minimum usia untuk dapat kawin bagui pria

adalah 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enambelas)

tahun;

i. Dalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak, diakui bahwa anak adalah bagian dari

generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang

merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang

memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,

memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan

sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang, namun nyatanya

banyak anak-anak dizalimi secara hukum. Proses hukum

terhadap anak tidak hanya untuk membuktikan kesalahannya dan

apa akibat dari kesalahannya; dan

j. Sementara Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

61

3. Pengertian Anak Menurut Hukum Positif Malaysia

Undang-undang mengenai perlindungan terhadap anak-anak di

Malaysia diatur dalam Akta Kanak-Kanak dan Orang Muda, Akta

Mahkamah Juvana 1947, dan Akta Perlindungan Wanita dan Gadis

1973Walau bagaimanapun, menyedari hakikat bahwa terdapat keperluan

untuk mengubah tujuan konsep perlindungan terhadap anak-anak dan juga

mengakui bahawa perlunya pembaharuan di dalam undang-undang sejajar

dengan perkembangan masa, maka satu akta yang khusus dan

komprehensif mengenai kanak-kanak telah digubal dan diluluskan iaitu

Akta Kanak-Kanak 2001 yang selanjutnya disebut selepas ini akan disebut

Akta 611 dan telah berkuat kuasa pada 1 Agustus 2002.

a. Akta Kanak-Kanak dan Orang Muda (Pekerjaan) (Pindaan) 2011

menyebutkan bahwa anak adalah orang yang berumur dibawah

15 tahun;

b. Akta Kanak-Kanak 2001 menyebutkan bahwa anak-anak ialah

mereka yang berumur dibawah 14 tahun, sedangkan yang berusia

di atas 14 tahun dan di bawah 18 tahun adalah orang muda;

c. Akta Mahkamah Juvana 1947 menyebutkan bahwa anak adalah

orang yang telah mencapai usia 10 tahun dan berada di bawah

usia 15 tahun; dan

d. Akta Perlindungan Wanita dan Gadis 1973 memberikan bahwa

pengertian Gadis (Anak Perempuan) adalah yang berusia di

bawah 21 tahun.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

62

B. Pengertian Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang

berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak

yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana. Masalah anak

merupakan arus balik yang tidak diperhitungkan dari proses dan

perkembangan pembangunan bangsa-bangsa yang mempunyai cita-cita tinggi

dan masa depan cemerlang guna menyongsong dan menggantikan pemimpin-

pemimpin bangsa Indonesia. Terkait dengan hal itu paradigma pembangunan

haruslah pro anak.65

Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen menjelaskan bahwa ada 2

(dua) kategori perilaku anak yang membuat anak harus berhadapan dengan

hukum, yaitu :66

1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila

dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan,

seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari rumah;

dan

2. Juvenile Deliquence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila

dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran

hukum.

65 Muhammad Joni dan Zulchaina Z Tanamas, Aspek Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm.83. 66 Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen dalam Purniati, Mamik, Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, Correction in America An Introduction, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) di Indonesia, UNICEF, Jakarta, 2003, hlm.2.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

63

Berdasarkan penjelasan diatas anak yang berhadapan dengan hukum

atau anak yang berkonflik dengan hukum adalah mereka yang berkaitan

langsung dengan tindak pidana, baik itu sebagai korban maupun saksi dalam

suatu tindak pidana. Ada juga perbedaan dari perilaku atau perbuatan melawan

hukum anak dan orang dewaa yang tidak bisa di samakan, dimana sebuah

perbuatan yang dilakukan anak bisa saja menjadi suatu perbuatan melawan

hukum, namun untuk orang dewasa itu bukan merupakan perbuatan melawan

hukum, maupun sebaliknya.

Tingkah laku menjurus kepada masalah Juvenile Deliquency itu

menurut Alder, adalah :67

1. Kebut-kebutan di jalan yang menganggu keamanan lalu lintas dan

membahayakan jiwa sendiri dan orang lain;

2. Perilaku ugal-ugalan, berandal, urakan yang mengacaukan

ketentraman lingkungan sekitarnya. Tingkah ini bersumber pada

kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta

kesukaan menteror lingkungan;

3. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku

(tawuran) sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa;

4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau

bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan

eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindaka a-susila;

67 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Anak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.31-33.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

64

5. Kriminalitas anak, remaja, dan adolesens antara lain perbuatan

mengancam, intimidasi, memeras, mencuri, mencopet, merampas,

menjambret, menyerang, merampok, menganggu, menggarong,

melakukan pembunuhan dengan menyembelih korbannya,

mencekik, meracun, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya;

6. Berpesta pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks

bebas, atau orgi (mabukmabukan yang menimbulkan kacau balau)

yang menganggu sekitarnya;

7. Perkosaan, agresivitas seksual, dan pembunuhan dengan motif

sosial, atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari

perasaan inferior, menuntut pengakuan diri depresi, rasa kesunyian,

emosi, balas dendam, kekecewaan, ditolak cintanya oleh seorang

wanita dan lain-lain;

8. Kecanduan dan ketagihan Narkoba (obat bius, drug, opium, ganja)

yang erat kaitannya dengan kejahatan;

9. Tindakan-tindakan immoral seksual secara terang-terangan tanpa

tedeng aling-aling, tanpa malu dengan cara kasar. Ada seks dan

cinta bebas tanpa kendali (promiscuity) yang didorong oleh

hiperseksualitas, dorongan menuntut hak, dan usaha-usaha

kompensasi lainnya yang kriminal sifatnya;

10. Homoseksualitas, erotisme anak dan oral serta gangguan

seksualitas lainnya pada anak remaja disertai dengan tindakan-

tindakan sadis;

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

65

11. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan

sehingga menimbulkan akses kriminalitas;

12. Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinkuen

dan pembunuhan bayi-bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin;

13. Tindakan radikal dan ekstrem dengan jalan kekerasan, penculikan

dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja;

14. Perbuatan a-sosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada

anakanak dan remaja psikopatik, neurotic dan menderita gangguan

jiwa lainnya;

15. Tindak kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur (encephalitics

lethargoical) dan ledakan meninngitis serta post-encephalitics juga

luka di kepala dengan kerusakan otak yang adakalanya

membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan

tidak mampu mengendalikan diri; dan

16. Penyimpangan tingkah laku yang disebabkan oleh kerusakan pada

karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya

organorgan yang imferior.

Menurut Romli Atmasasmita bentuk motivasi itu ada dua macam,

yaitu :68

“Berbicara tentang kenakalan anak tidak terlepas dari adanya

faktor-faktor yang mendorong dan yang memotivasi seorang

anak sehingga anak melakukan kenakalan, yang dimana

68 Romli Atmasasmita, Problematika Kenakalan Anak-Anak Remaja, Armico, Bandung, 1983, hlm.46.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

66

nantinya akan menimbulkan reaksi dari anak untuk kenakalan

yang diperbuatnya yakni motivasi instrinstik dan ekstrenstik.”

Edwin H. Sutherland berhipotesis bahwa :69

“Perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi Edwin H.

Sutherland berhipotesis bahwa perilaku kriminal itu dipelajari

melalui asosiasi ang dilakukan dengan mereka yang melanggar

norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses yang

dipelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan

sesungguhnya namun juga motif, dorongan sikap dan

rasionalisasi yang nyaman atau memuaskan bagi dilakukannya

perbuatan-perbuatan anti sosial.”

Teori Asosiasi Diferensial mengenai kejahatan menegaskan bahwa :70

1. Tingkah laku kriminal dipelajari;

2. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan

orang lain melalui suatu proses komunikasi;

3. Bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal terjadi

dalam kelompok yang intim;

4. Mempelajari tingkah laku kriminal, termasuk didalamnya teknik

melakukan kejahatan dan motivasi/dorongan atau alasan pembenar;

5. Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atau

peraturan perundang-undangan: menyukai atau tidak menyukai;

6. Seseorang menjadi delinquent karena penghayatannya terhadap

peraturan perundang-undangan: lebih suka melanggar daripada

menaatinya;

69 Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Edisi Revisi, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2016, hlm. 42 70 Ibid.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

67

7. Asosiasi diferensial ini bervariasi bergantung pada frekuensi,

durasi, proritas, dan intensitas;

8. Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui pergaulan

dengan pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua

mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar; dan

9. Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari

kebutuhan umum dan nilai-nilai, namun perilaku kriminal tersebut

tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan niali tadi

karena perilaku non kriminal merupakan pencerminan dari

kebutuhan umum dan nilai yang sama.

Teori kontrol sosial berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa

individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama untuk menjadi

“baik” atau menjadi “jahat”. Baik atau jahatnya seseorang sepenuhnya

ditentukan oleh masyarakatnya. Perilaku kriminal merupakan kegagalan

kelompok sosial konvensional, seperti keluarga, sekolah, kawan sebaya untuk

mengikat atau terikat dengan individu. Mengingat semua orang dilahirkan

dengan kecenderungan alami untuk melanggar peraturan-peraturan di dalam

masyarakat, deliquent dipandang oleh para teorisi kontrol sosial sebagai

konsekuensi logis kegagalan seseorang untuk mengembangkan larangan-

larangan ke dalam terhadap perilaku melanggar hukum.71

Fokus perhatian dari faham ini ialah memandang kepatuhan atau

ketaatan sebagai problematik yang perlu dicari penjelasannya. Seseorang akan

71 Ibid.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

68

patuh pada norma masyarakat karena adanya ikatan sosial (social bound).

Apabila seseorang terlepas atau putus dari ikatan sosial dengan masyarakat

maka ia bebas untuk berperilaku menyimpang. Ikatan sosial itu lalu

diterjemahkan menjadi 4 (empat) elemen yaitu attachment, coommitment,

involvement, dan beliefes.72

Menurut Kartini Kartono, menyebutkan bahwa :73

“Perbuatan yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa lebih

sering disebut dengan kenakalan. Tindakan yang tepat untuk

mengurangi kenakalan adalah dengan cara penanggulangan.

Menurut Kartini Kartono, upaya penanggulangan kenakalan anak

harus dilakukan secara terpadu, dengan tindakan preventif,

tindakan penghukuman, dan tindakan kuratif.”

C. Pengertian Pidana

Tri Andrisman dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana,

mengatakan bahwa :74

“Pidana ini merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan dalam hukum

pidana. Tujuannya agar dapat menjadi sarana pencegahan umum

maupun khusus bagi anggota masyarakat agar tidak melanggar hukum

pidana.Pengertian pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat

tertentu.”

Muladi dan Barda Nawawi Arief menyatakan :75

“Istilah pidana dari kata hukuman (straf) tetapi kata hukuman merupakan

istilah yang umum dan konvensional juga mempunyai arti yang luas dan

72 Ibid. 73 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 , Kenakalan Remaja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.94-97 74 Tri Andrisman, Hukum Pidana. Unila Press. Bandar Lampung. 2007. hlm. 7. 75 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung. 1998. hlm. 2.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

69

berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang

cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya digunakan dalam bidang hukum

tetapi juga dalam istilah moral, pendidikan, agama, dan sebagainya.

Sedangkan istilah pemidanaan berasal dari kata sentence yang artinya

pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.”

Menurut Sudarto juga memberikan penjelasan mengenai pengertian

pidana, yaitu :76

“Pidana adalah pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat

tertentu.”

Sedangkan, menurut Roeslan Saleh (dalam Muladi dan Barda Nawawi

Arief) menyatakan :77

“Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang

dengan sengaja ditimpakan kepada pembuat delik itu.”

Selanjutnya Van Hamel (dalam P.A.F. lamintang mempertegas

pengertian pidana sebagai berikut :78

“Pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah

dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana

atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum

umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut

telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh

Negara.”

Berdasarkan definisi tersebut diatas menurut Muladi dan Barda Nawawi

Arief dapatlah diartikan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri

sebagi berikut :79

76 Sudarto. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto Fak. Hukum Undip. Semarang. 1990. Hlm. 9. 77 Op.Cit. Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. hlm. 2. 78 P.A.F. Lamintang. Hukum Penintensier Indonesia. Amrico. Bandung. 1984. hlm. 34. 79 Op.Cit. Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. hlm. 4.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

70

1. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan

atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang

mempunyai kekuasaan yang berwenang; dan

3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah memenuhi syarat-

syarat tertentu.

Menurut Andi Hamzah, ahli hukum Indonesia membedakan istilah

hukuman dengan pidana, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah

straft, yaitu :80

“Istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk

semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata,

administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana

diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan

hukumpidana.”

Menurut Satochid Kartanegara, bahwa :81

“Hukuman (pidana) itu bersifat siksaan atau penderitaan, yang

oleh undang-undang hukum pidana diberikan kepada seseorang

yang melanggar sesuatu norma yang ditentukan oleh undang-

undang hukum pidana, dan siksaan atau penderitaan itu dengan

keputusan hakim dijatuhkan terhadap diri orang yang

dipersalahkan itu. Sifat yang berupa siksaan atau penderitaan itu

harus diberikan kepada hukuman (pidana), karena pelanggaran

yang dilakukan oleh seseorang terhadap norma yang ditentukan

oleh undang- undang.”

Notohamidjojo mendefinisikan bahwa :82

80 Andi Hamzah, Asas - Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, , Jakarta, 2008, hlm.27. 81 Ibid, hlm. 27 82 O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga, 2011, hlm, 121

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

71

“Hukum adalah sebagai keseluruhan peraturan yang tertulis dan

tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa, untuk kelakuan

manusia dalam masyarakat negara (serta antar negara), yang

mengarah kepada keadilan, demi terwujudnya tata damai, dengan

tujuan memanusiakan manusia dalam masyarakat.”

Sedangkan menurut Soedarto pidana adalah :83

“Penderitaan yang sengaja di bebankan kepada orang yang

melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.”

W.L.G Lemaire memberikan pengertian mengenai hukum pidana,

yaitu:84

“terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan

laranganlarangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah

dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu

penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga

dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem

norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang

mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu

dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan

dalam keadaaan-keadaan bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi

tindakan-tindakan tersebut.”

M. Ali juga memberika pengertian mengenai Pidana, yakni :85

“Dengan demikian Hukum Pidana diartikan sebagai suatu

ketentuan hukum/undang-undang yang menentukan perbuatan

yang dilarang/pantang untuk dilakukan dan ancaman sanksi

terhadap pelanggaran larangan tersebut. Banyak ahli berpendapat

bahwa Hukum Pidana menempati tempat tersendiri dalam

sistemik hukum, hal ini disebabkan karena hukum pidana tidak

menempatkan norma tersendiri, akan tetapi memperkuat norma-

norma di bidang hukum lain dengan menetapkan ancaman sanksi

atas pelanggaran norma-norma di bidang hukum lain tersebut.”

83 Op.Cit. Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. hlm. 2. 84 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984, hlm 1-2. 85 M. Ali Zaidan, Menuju Pembaruan HUKUM PIDANA, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 3.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

72

Pengertian diatas sesuai dengan asas hukum pidana yang terkandung

dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP dimana hukum pidana bersumber pada peraturan

tertulis (undang-undang dalam arti luas) disebut juga sebagai asas legalitas.

Berlakunya asas legalitas memberikan sifat perlindungan pada undang-undang

pidana yang melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan yang tanpa

batas dari pemerintah.

Suharto dan Junaidi Efendi menyebutkan bahwa :86

“Karakteristik hukum adalah memaksa disertai dengan ancaman

dan sanksi. Tetapi hukum bukan dipaksa untuk membenarkan

persoalan yang salah, atau memaksa mereka yang tidak

berkedudukan dan tidak beruang. Agar peraturan-peraturan hidup

kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga

menjadi kaidah hukum, maka peraturan kemasyarakatan tersebut

harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian,

hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa setiap orang

supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan

sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja yang

tidak mau mematuhinya.”

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa :87

“Adanya aturan-aturan yang bersifat mengatur dan memaksa

anggota masyarakat untuk patuh dan menaatinya, akan

meyebabkan terjadinya keseimbangan dan kedamaian dalam

kehidupan mereka. Para pakar hukum pidana mengutarakan

bahwa tujuan hukum pidana adalah pertama, untuk menakut-

nakuti orang agar jangan sampai melakukan kejahatan

(preventif). Kedua, untuk mendidik atau memperbaiki orang-

orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar

menjadi orang yang baik tabi’atnya (represif).”

Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang

perseorangan atau hak asasi manusia dan masyarakat. Tujuan hukum pidana di

86 Suharto dan Junaidi Efendi, Panduan Praktis Bila Menghadapi Perkara Pidana, Mulai Proses Penyelidikan Sampai Persidangan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hlm 25. 87 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm. 20.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

73

Indonesia harus sesuai dengan falsafah Pancasila yang mampu membawa

kepentingan yang adil bagi seluruh warga negara. Dengan demikian hukum

pidana di Indonesia adalah mengayomi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan

hukum pidana dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :88

1. Tujuan hukum pidana sebagai hukum Sanksi.

Tujuan ini bersifat konseptual atau filsafati yang bertujuan

member dasar adanya sanksi pidana. Jenis bentuk dan sanksi pidana

dan sekaligus sebagai parameter dalam menyelesaikan pelanggaran

pidana. Tujuan ini biasanya tidak tertulis dalam pasal hukum pidana

tapi bisa dibaca dari semua ketentuan hukum pidana atau dalam

penjelasan umum.

2. Tujuan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap orang yang

melanggar hukum pidana.

Tujuan ini bercorak pragmatik dengan ukuran yang jelas dan

konkret yang relevan dengan problem yang muncul akibat adanya

pelanggaran hukum pidana dan orang yang melakukan pelanggaran

hukum pidana. Tujuan ini merupakan perwujudan dari tujuan

pertama.

Berikut ini disebutkan pula beberapa pendapat yang dikemukakan oleh

Sudarto, bahwa fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan sebagai berikut :89

1. Fungsi yang umum

88 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hlm. 7. 89 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990, Hlm 9.

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

74

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh

karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum

pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau

untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat.

2. Fungsi yang khusus

Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi

kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak

memperkosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa

pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi

yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu

terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum

pidana dikatakan sebagai „mengiris dagingnya sendiri‟ atau sebagai

„pedang bermata dua‟, yang bermakna bahwa hukum pidana

bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum

(misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun

jika terjadi pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru

mengenakan perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si

pelanggar. Dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi

aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan jahat. Dalam hal ini

perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum

pidana adalah subsidair,artinya hukum pidana hendaknya baru

diadakan (dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

75

Selain daripada itu dijelaskan pula sumber hukum yang merupakan asal

atau tempat untuk mencari dan menemukan hukum. Tempat untuk

menemukan hukum, disebut dengan sumber hukum dalam arti formil.

Menurut Sudarto sumber hukum pidana Indonesia adalah sebagai berikut :90

1. Sumber utama hukum pidana Indonesia adalah hukum yang tertulis

Induk peraturan hukum pidana positif adalah KUHP, yang nama

aslinya adalah Wetboek van Strafrecht voor nederlandsch indie

(W.v.S), sebuah Titah Raja (Koninklijk Besluit) tanggal 15 Oktober

1915 No. 33 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. KUHP

atau W.v.S.v.N.I. ini merupakan copie (turunan) dari Wetboek van

Strafrecht Negeri Belanda, yang selesai dibuat tahun 1881 dan mulai

berlaku pada tahun 1886 tidak seratus persen sama, melainkan

diadakan penyimpangan-penyimpangan menurut kebutuhan dan

keadaan tanah jajahan Hindia Belanda dulu, akan tetapi asas-asas

dan dasar filsafatnya tetap sama. KUHP yang sekarang berlaku di

Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17-8-1945

mendapat perubahan-perubahan yang penting berdasarkan Undang-

undang No. 1 Tahun 1942 (Undang-undang Pemerintah RI,

Yogyakarta), Pasal 1 berbunyi: “Dengan menyimpang seperlunya

dari Peraturan Presiden RI tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2

menetapkan, bahwa peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku

ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8

90 Ibid., Hlm, 15-19.

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

76

Maret 1942”. Ini berarti bahwa teks resmi (yang sah) untuk KUHP

kita adalah Bahasa Belanda. Sementara itu Pemerintah Hindia

Belanda yang pada tahun 1945 kembali lagi ke Indonesia, setelah

mengungsi selama zaman pendudukan Jepang (1942-1945) juga

mengadakan perubahan-perubahan terhadap W.v.S. v.N.I. (KUHP),

misalnya dengan Staat-blad 1945 No. 135 tentang ketentuan-

ketentuan sementara yang luar biasa mengenai hukum pidana Pasal

570. Sudah tentu perubahanperubahan yang dilakukan oleh kedua

pemerintahan yang saling bermusuhan itu tidak sama, sehingga hal

ini seolah-olah atau pada hakekatnya telah menimbulkan dua buah

KUHP yang masingmasing mempunyai ruang berlakunya sendiri-

sendiri. Jadi boleh dikatakan ada dualisme dalam KUHP (peraturan

hukum pidana). Guna melenyapkan keadaan yang ganjil ini, maka

dikeluarkan UU No. 73 Tahun 1958 (L.N. 1958 No. 127) yang antara

lain menyatakan bahwa UU R.I. No. 1 Tahun 1946 itu berlaku untuk

seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian perubahan-perubahan

yang diadakan oleh Pemerintah Belanda sesudah tanggal 8 Maret

1942 dianggap tidak ada. KUHP itu merupakan kodifikasi dari

hukum pidana dan berlaku untuk semua golongan penduduk, dengan

demikian di dalam lapangan hukum pidana telah ada unifikasi.

Sumber hukum pidana yang tertulis lainnya adalah peraturan-

peraturan pidana yang diatur di luar KUHP, yaitu peraturan-

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

77

peraturan pidana yang tidak dikodifikasikan, yang tersebar dalam

peraturan perundangundangan hukum pidana lainnya.

2. Hukum pidana adat mengatakan bahwa Di daerah-daerah tertentu

dan untuk orang-orang tertentu hukum pidana yang tidak tertulis juga

dapat menjadi sumber hukum pidana. Hukum adat yang masih hidup

sebagai delik adat masih dimungkinkan menjadi salah satu sumber

hukum pidana, hal ini didasarkan kepada Undang-undang Darurat

No. 1 Tahun 1951 (L.N. 1951-9) Pasal 5 ayat 3 sub b. Dengan masih

berlakunya hukum pidana adat (meskipun untuk orang dan daerah

tertentu saja) maka sebenarnya dalam hukum pidana pun masih ada

dualisme. Namun harus disadari bahwa hukum pidana tertulis tetap

mempunyai peranan yang utama sebagai sumber hukum. Hal ini

sesuai dengan asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1 KUHP.

3. Memorie van Toelichting (Memori Penjelasan) adalah penjelasan

atas rencana undang-undang pidana, yang diserahkan oleh Menteri

Kehakiman Belanda bersama dengan Rencana Undang-undang itu

kepada Parlemen Belanda. RUU ini pada tahun 1881 disahkan

menjadi UU dan pada tanggal 1 September 1886 mulai berlaku.

M.v.T. masih disebut-sebut dalam pembicaraan KUHP karena

KUHP ini adalah sebutan lain dari W.v.S. untuk Hindia Belanda.

W.v.S. Hindia Belanda (W.v.S.N.I.) ini yang mulai berlaku tanggal 1

Januari 1918 itu adalah copy dari W.v.s. Belanda tahun 1886. Oleh

karena itu M.v.T. dari W.v.S. Belanda tahun 1886 dapat digunakan

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

78

pula untuk memperoleh penjelasan dari pasal-pasal yang tersebut di

dalam KUHP yang sekarang berlaku.

D. Sistem Pemidanaan

Secara singkat sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai sistem

pemberian atau penjatuhan pidana. Sistem pemberian/penjatuhan pidana

(sistem pemidanaan) itu dapat dilihat dari dua sudut yaitu :

1. Sudut Fungsional

Sistem pemidanaan dari sudut bekerjanya/ berfungsinya/

prosesnya, dapat diartikan sebagai :91

a. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk

fungsionalisasi/ operasionalisasi/ konkretisasi pidana; dan

b. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang

mengatur bagaimana hukum pidana ditegakan atau

dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang

dijatuhi sanksi (hukum) pidana.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka sistem pemidanaan

identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari

subsistem hukum pidana materil/ substantif, subsistem pidana

formal, dan subsistem hukum pelaksanaan pidana.

Ketiga subsistem merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan

karena tidak mungkin hukum pidana dioperasionalkan/ ditegakkan

secara konkret hanya dengan salah satu subsistem itu. Pengertian

91 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.. CitraAadtya Bakti . Bandung. 2005. hlm. 261.

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

79

sistem pemidanaan yang demikian itu dapat disebut dengan sistem

pemidanaan fungsional atau sistem pemidanaan dalam arti luas.

2. Sudut Norma-Substantif

Hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif,

sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai :92

a. Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel

untuk pemidanaan; dan

b. Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel

untuk pemberian/ penjatuhan dan pelaksanaan hukum

pidana.

Berdasarkan uraian di atas, maka keseluruhan peraturan

perundang-undangan yang ada di dalam KUHP maupun undang-

undang diluar KUHP, pada hakikatnya merupakan satu-kesatuan

sistem pemidanaan, yang terdiri dari aturan umum dan aturan

khusus. Aturan umum terdapat didalam Buku I KUHP dan aturan

khusus terdapat di dalam buku II dan Buku III KUHP maupun di

dalam undang-undang khusus diluar KUHP.

Berdasarkan dimensi sesuai konteks di atas maka dapat

dikonklusikan bahwa semua aturan perundang-undangan mengenai

Hukum Pidana Materiel/Substantif, Hukum Pidana Formal dan

Hukum Pelaksanaan Pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan

sistem pemidanaan. Konkretnya, sistem pemidanaan terdiri dari

92 Ibid, hlm. 262.

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

80

subsistem hukum pidana substantif, subsistem hukum pidana formal,

dan subsistem hukum pelaksanaan/eksekusi pidana.

E. Perbandingan Hukum Pidana

Istilah perbandingan hukum menurut Barda Nawawi Arief dalam bahasa

asing, diterjemahkan sebagai berikut :93

1. Comparative law (bahasa Inggris);

2. Vergleihende rechstlehre (bahasa Belanda); dan

3. Droit compare (bahasa Perancis).

Istilah ini, dalam pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat, sering

diterjemahkan lain, yaitu sebagai conflict law atau dialih bahasakan, menjadi

hukum perselisihan, yang artinya menjadi lain bagi pendidikan hukum di

indonesia. Istilah yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini, adalah

perbandingan hukum pidana. Istilah ini sudah memasyarakat di kalangan

teoritikus hukum di indonesia, dan sudah sejalan dengan istilah yang

dipergunakan untuk hal yang sama dibidang hukum pidana, yaitu

perbandingan hukum pidana.

Menurut Barda Nawawi Arief dalam bukunya mengutip beberapa

pendapat para ahli hukum mengenai istilah perbandingan hukum, antara lain:94

1. Rudolf B. Schlesinger mengatakan bahwa, perbandingan hukum

merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh

penetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.

Perbandingan hukum bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas

93 Op. Cit, Barda Nawawi Arief, 1990. Hlm 3. 94 Ibid, hlm 4.

Page 33: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

81

hukum dan bukan suatu cabang hukum, melainkan merupakan teknik

untuk menghadapi unsur hukum asing dari suatu masalah hukum;

2. Winterton mengemukakan, bahwa perbandingan hukum adalah suatu

metoda yaitu perbandingan suatu sistem-sistem hukum dan

perbandingan tersebut menghasilkan data sistem hukum yang

dibandingkan;

3. Gutteridge menyatakan bahwa perbandingan hukum adalah suatu

metoda yaitu metoda perbandingan yang dapat digunakan dalam

semua cabang hukum. Gutteridge membedakan antara comparatif

law dan foreign law (hukum asing), pengertian istilah yang pertama

untuk membandingkan dua sistem hukum atau lebih, sedangkan

pengertian istilah yang kedua, adalah mempelajari hukum asing

tanpa secara nyata membandingkannya dengan sistem hukum yang

lain;

4. Perbandingan hukum adalah metoda umum dari suatu perbandingan

dan penelitian perbandingan yang dapat diterapkan dalam bidang

hukum. Para pakar hukum ini adalah: Frederik Pollock, Gutteridge,

Rene David, dan George Winterton;

5. Lemaire mengemukakan, perbaningan hukum sebagai cadang ilmu

pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda perbandingan)

mempunyai lingkup (isi) dari kaidah-kaidah hukum, persamaan dan

perbedaannya, sebabsebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya;

Page 34: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

82

6. Ole Lando mengemukakan antara lain bahwa perbandingan hukum

mencakup “analysis and comparison of the laws”. Pendapat tersebut

sudah menunjukkan kecenderungan untuk mengakui perbandingan

sebgai cabang ilmu hukum;

7. Definisi lain mengenai kedudukan perbandingan hukum

dikemukakan oleh Zwiegert dan kort yaitu :”comporative law is the

comparable legal institutions of the solution of comparable legal

problems in different system”. (perbandingan hukum adalah

perbandingan dari jiwa dan gaya dari sistem hukum yang berbeda-

beda atau lembaga-lembaga hukum yang berbeda-beda atau

penyelesaian masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam

sistem hukum yang berbeda-beda)

8. Barda Nawawi Arief yang berpendapat perbandingan hukum adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari secar sistematis hukum (pidana)

dari dua atau labih sistem hukum dengan mempergunakan metoda

perbandingan.

Holland mendefinisikan istilah tersebut sebagai :95

“Metode perbandingan dilakukan dengan mengumpulkan,

menganalisa, menguraikan gagasan-gagasan, doktrin, peraturan

dan pelembagaan yang ditemukan di setiap sistem hukum yang

berkembang, atau setidaknya pada hampir keseluruhan sistem,

dengan memberikan perhatian mengenai persamaan atau

perbedaan dan mencari cara untuk membangun suatu sistem

secara alamiah, sebab hal tersebut mencakup apa yang

masyarakat tidak inginkan namun telah disetujui dalam konteks

hal-hal yang dianggap perlu dan filosofis sebab hal ini membawa

95 Muazin, S.H.I, Makalah Perbandingan Hukum, dikutip dari http://makalah2107.blogspot.com/2016/07/makalah-perbandingan-hukum.html, pada tanggal 11 Juli 2019, pukul 13:38 WIB.

Page 35: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

83

di bawah kata-kata dan nama-nama dan mendapatkan identitas

dari subtansi di bawah perbedaan deskripsi dan bermanfaat,

karena perbedaan tersebut menunjukan secara khusus pengertian

akhir bahwa seluruh atau sebagian besar sistem mengejar untuk

menerapkan sistem terbaik yang pernah dicapai.”

Seorang Penulis Jerman, Bernhoft, mengemukakan :96

“Perbandingan hukum menunjukkan bagaimana masyarakat dari

keadaan awal dan umum telah mengembangkan secara bebas

konsepsi mengenai hukum tradisional; bagaimana seseorang

memodifikasi lembaga yang diwariskan secara turun-temurun

berdasarkan sudut pandangnya masing-masing; hingga

bagaimana, tanpa adanya hubungan material, sistem hukum dari

bangsa yang berbeda-beda berkembang berdasarkan prinsip-

prinsip umum evolusioner. Secara singkat, perbandingan hukum

berusaha untuk menemukan ide hukum dalam bermacam sistem

hukum yang ada.”

Menurut Levy Ullman :97

“Perbandingan hukum telah didefinisikan sebagai cabang dari

ilmu hukum di mana tujuannya yaitu untuk membentuk

hubungan erat yang terusun secara sistematis antara lembaga-

lembaga hukum dari berbagai negara.”

Perbandingan hukum merupakan kegiatan memperbandingkan sistem

hukum yang satu dengan yang lain baik antar bangsa,negara,bahkan

agama,dengan maksud mencari dan mensinyalir perbedaan-perbedaan serta

persamaan-persamaan dengan memberi penjelasannya dan meneliti bagaimana

berfungsinya hukum dan bagaimana pemecahan yuridisnya di dalam praktek

serta faktor-faktor non hukum yang mana saja yang

mempengaruhinya.penjelasannya hanya dapat di ketahui dalam sejarah

96 Ibid. 97 Ibid.

Page 36: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

84

hukumnya, sehingga perbandingan hukum yang ilmiah memerlukan

perbandingan sejarah hukum.98

Jadi, memperbandingkan hukum bukanlah sekedar menumpulkan

peraturan perundang-undangan dan mencari perbedaan serta persamaannya

saja.perhatian akan perbandingkan hukum di tujukan kepada pertanyaan

sampai berapa jauh peraturan perundang-undangan suatu kaedah tidak tertulis

itu di laksanakn dalam masyarakat,maka dari itu di carilah persamaan dan

perbedaan.

Sejarah perbandingan hukum :99

1. (430-470 SM) Plato melakukan kegiatan memperbandingkan

hukum, dalam karyanya “politeia (negara) plato membandingkan

bentuk-bentuk negara;

2. (384-322 SM) Aristoteles dalam politiknya membandingkan

peraturan-peraturan dari berbagai negara;

3. (372-287 SM) Theoprastos memperbandingkan hukum yang berkitan

dengan jual beli di berbagai negara;

4. Dalam Collatio (mosaicurium et romanium legum collatio),suatu

karya yang penulisnya tidak di kenal,di perbandingkan antar undang-

undang mozes (pelateuch) dengan ketentuan-ketentuan yang mirip

dari hukum romawi;

5. (1930) Study perbandingan antar organisasi negara dari inggris

dengan prancis di lakukan oleh Forteuscue;

98 Ibid. 99 Ibid.

Page 37: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

85

6. (1687-1755) Montequie dalam L’esprit De Lois (1748)

memperbandingkan organisasi negara dari Inggris dan Perancis;

7. (1687-1716) Leibniz menulis suatu uraian tentang semua sistem hum

seluruh dunia,ia yakin dengan cara itu dapat menemukan semua

dasar hukum; dan

8. (1900) Paris di adakan kongres dunia pertama yang memikirkan

tentang metode dan tujuan perbandingan hukum.di putuskan bahwa

perbandingan hukum harus di pusatkan pada hukum yang nyata-

nyata berlaku (law in action) dan tidak semata-mata pada bunyi

undang-undang saja.

Setiap subjek hukum berhubungan dengan satu bagian khusus

dalam sistem hukum, hukum pidana membahas aturan-aturan mengenai

kejahatan, hukum acara membahas aturan-aturan tentang proses-proses

beracara di pengadilan. Sebagian ilmu hukum mempunyai sifat yang

berbeda karena berhubungan dengan beberapa masalah menyeluruh yang

mempengaruhi seluruh atau hampir seluruh sistem hukum. Yang termasuk

kelompok ini adalah subjek-subjek teoritis, antara lainsejarah hukum,

sosiologi hukum, yurisprudensi serta perbandingan hukum atau hukum

komparatif (comparative law). Istilah perbandingan hukum dalam bahasa

asing antara lain: Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign

Law, Droit Compare, Rechtsgelijking. Dalam Blacks Law Dictionary

dikemukakan bahwa, Comparative Jurisprudence ialah suatu studi

Page 38: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

86

mengenai prinsip ilmu hukum dengan melakukan perbandingan berbagai

macam sistem hukum.

Menurut Konrad Zwegert dan kurt Siehr, studi comparative hukum

ataupun perbandingan hukum modern menggunakan metode kritis,

realistis dan tidak dogmatis :

“Kritis karena studi komparatif ataupun perbandingan hukum

sekarang tidak mementingkan perbedaan-perbedaan ataupun

persamaan-persamaan dari berbagai tata hukum (legal orders) semat-

mata sebagi fakta, akan tetapi yang dipentingkan ialah apakah

penyelesaian secara hukum ataupun sesuatu masalah relevan, dapat

dipraktekkan. Adil dan kenapa penyelesaian demikian.”

Soedarto berpendapat bahwa kegunaan studi komparatif hukum

mencakup beberapa hal, yakni :100

1. Unifikasi hukum;

2. Harmonisasi hukum;

3. Mencegah adanya chauvisme hukum nasional;

4. Memahami hukum asing; dan

5. Pembaharuan hukum

Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa :101

“Terdapat berbagai istilah asing mengenai perbandingan hukum ini,

antara lain: comparative law, comparative jurisprudence, foreign law

(istilah Inggris); droit compare (istilah Perancis); rechtsgelijking (istilah

100 Ramli atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Bandung, 1996, hlm. 16 101 Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hlm, 3.

Page 39: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

87

Belanda) dan rechverleichung atau vergleichende rechlehre (istilah

Jerman).”

Di dalam black`s law dictionary dikemukakan, bahwa comparative

jurisprudence ialah suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan

melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum (the study of

principles of legal science by the comparison of various system of law). Ada

pendapat yang membedakan antara comparative law dengan foreign law,

yaitu :102

1. Comparative law

Mempelajari berbagai sistem hukum asing dengan maksud

untuk membandingkannya.

2. Foreign law

Mempelajari hukum asing dengan maksud semata-mata

mengetahui sistem hukum asing itu sendiri dengan tidak secara nyata

bermaksud untuk membandingkannya dengan sistem hukum yang

lain.

Munir Fuady mengatakan bahwa :103

“Akibat dari pengaruh globalisasi dunia, dengan perkembangan

pergaulan Internasional yang pesat dan perkembangan teknologi

informasi, maka kebutuhan untuk mengetahui hukum dari sistem

hukum lain di dunia ini semakin terasa, sehingga akhir-akhir ini

perkembangan pengetahuan tentang perbandingan hukum sangat

cepat. Bahkan dalam kurikulum-kurikulum fakultas hukum

sudah lama diajarkan tentang perbandingan hukum ini sebagai

suatu mata kuliah. Hal ini memang perlu untuk memperluas

102 Ibid. 103 Munir Fuady, Perbandingan Ilmu Hukum, PT Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm. 6.

Page 40: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

88

cakrawala berpikir dari para mahasiswa fakultas hukum tersebut.

Hal yang sama juga diperlukan terhadap pengetahuan tentang

sejarah hukum. Sebagaimana diketahui bahwa di zaman

Romawi, ahli hukum Romawi kurang tertarik dengan sistem

hukum selain dari hukum Romawi. Menurut mereka, tidak ada

satupun hukum di dunia ini yang dapat dibandingkan dengan

hukum Romawi. Dan anggapan seperti itu kelihatannya memang

benar adanya. Hal yang sama juga terdapat dalam pendapat

orang-orang Inggris terhadap hukum Inggris. Di Romawi, Cicero

pernah mengatakan bahwa semua sistem hukum di luar sistem

hukum Romawi adalah membingungkan dan banyak yang aneh-

aneh.”

Hanya setelah era klasik di zaman Romawi, yakni sekitar abad III atau

IV Masehi, ada kajian komparatif dari para yuris di Romawi, yang

memperbandingkan dengan mempertentangkan antara hukum Romawi dengan

hukum Yahudi seperti yang diajarkan oleh Nabi Musa. Kajian seperti itu

terdapat dalam buku dengan judul Collatio Legum Mosaicarum et

Romanarum. Dalam hal ini dengan buku tersebut, yang ditunjukkan bahwa

hukum Romawi berbeda dengan hukum Yahudi, tetapi tidak terlalu berbeda

dengan sistem hukum kristiani (biblical law).104

Perkembangan ilmu dan pikiran tentang perbandingan hukum

mengalami kemunduran di abad pertengahan. Karena, di abad pertengahan,

pemikiran tentang hukum (terutama hukum yang sekuler) tidak berkembang.

Karena itu, pemikiran terhadap perbandingan hukum karenanya juga tidak

berkembang di Eropa daratan. Kemudian di Inggris seorang ahli hukum yaitu

104 Ibid.

Page 41: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

89

Fortescue (yang meninggal ditahun 1485) pernah menulis dua buku yang

berkaitan dengan perbandingan hukum dengan judul sebagai berikut :105

1. De laudibus legum angliae; dan

2. The governance of england. Sayangnya, kedua buku tersebut tidak

ditulis secara objektif, melainkan hanya semata-mata untuk

menunjukkan bahwa hukum Inggris lebih superior dari hukum

Perancis.

Mengenai perbandingan hukum sebagai metode penelitian, Prof. Dr.

Soerjono Soekanto menegaskan, bahwa dalam penelitian hukum normatif

perbandingan hukum merupakan suatu metode. Dijelaskan selanjutnya :106

1. Di dalam ilmu hukum dan praktek hukum metode perbandingan

sering diterapkan. Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh

ahli-ahli hukum yang tidak mempelajari ilmu-ilmu sosial lainnya,

metode perbandingan dilakukan tanpa sistematik atau pola tertentu;

2. Oleh karena itu, penelitian-penelitian hukum yang mempergunakan

metode perbandingan biasanya merupakan penelitian sosiologi

hukum, antropologi hukum, psikologi hukum dan sebagainya yang

merupakan penelitian hukum empiris;

3. Walaupun belum ada kesepakatan, namun ada beberapa model atau

paradigma tertentu mengenai penerapan metode perbandingan

hukum, salah satunya yaitu : Constantinesco, ia mempelajari proses

perbandingan hukum dalam tiga fase. Fase pertama, mempelajari

105 Ibid. 106 Op.Cit, Arief, Perbandingan Hukum Pidana, hlm 9.

Page 42: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

90

konsep-konsep (yang diperbandingkan) dan menerangkannya

menurut sumber aslinya (studying the concepts and examining them

at their original source), serta mempelajari konsep-konsep itu di

dalam kompleksitas dan totalitas dari sumber-sumber hukum dengan

pertimbangan yang sungguh-sungguh, yaitu dengan melihat hirarki

sumber hukum itu dan menafsirkannya dengan menggunakan metode

yang tepat atau sesuai dengan tata hukum yang bersangkutan

(studying the concepts in the complexity and the totality of the source

of law under consideration, looking at the hierarchy of the sources of

law and interpreting the concepts to be compared using the method

proper to that legal order). Fase kedua, memahami konsep-konsep

yang diperbandingkan, yang berarti, mengintegrasikan konsep-

konsep itu ke dalam tata hukum mereka sendiri, dengan memahami

pengaruh- pengaruh yang dilakukan terhadap konsep-konsep itu

dengan menentukan unsur-unsur dari sistem dan faktor di luar

hukum, serta mempelajari sumber- sumber sosial dari hukum positif.

Fase ketiga, melakukan penjajaran (menempatkan secara

berdampingan) konsep-konsep itu untuk diperbandingkan (the

juxtapositian of the concepts to be compared). Fase ketiga ini

merupakan fase yang agak rumit di mana metode-metode

perbandingan hukum yang sesungguhnya digunakan. Metode-

metode ini ialah melakukan deskripsi, analisa dan eksplanasi yang

harus memenuhi kriteria- kriteria/bersifat kritis, sistematis dan

Page 43: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

91

membuat generalisasi dan harus cukup luas meliputi

pengidentifikasian hubungan-hubungan dan sebab-sebab dari

hubungan-hubungan itu.

Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa :107

1. Memberikan pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan antara

berbagai bidang tata hukum dan pengertian- pengertian dasarnya;

2. Pengetahuan tentang persamaan tersebut pada nomor 1 akan

mempermudah mengadakan :

a. keseragaman hukum (unifikasi);

b. kepastian hukum; dan

c. kesederhanaan hukum;

3. Pengetahuan tentang perbedaan yang ada memberikan pegangan atau

pedoman yang lebih mantap, bahwa dalam hal-hal tertentu

keanekawarnaan hukum merupakan kenyataan dan hal yang harus

diterapkan;

4. Perbandingan hukum (PH) akan dapat memberikan bahan-bahan

tentang faktor-faktor hukum apakah yang perlu dikembangkan atau

dihapuskan secara berangsur-angsur demi integritas masyarakat,

terutama pada masyarakat majemuk seperti Indonesia;

5. Perbandingan hukum memberikan bahan-bahan untuk

pengembangan hukum antar tata hukum pada bidang-bidang di mana

kodifikasi dan unifikasi terlalu sulit untuk diwujudkan;

107 Ibid.

Page 44: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

92

6. Dengan pengembangan perbandingan hukum, maka yang menjadi

tujuan akhir bukan lagi menemukan persamaan dan/atau perbedaan,

akan tetapi justru pemecahan masalah-masalah hukum secara adil

dan tepat;

7. Mengetahui motif-motif politis, ekonomis, sosial dan psikologis

yang menjadi latar belakang dari perundang- undangan,

yurisprudensi, hukum kebiasaan, traktat dan doktrin yang berlaku di

suatu negara;

8. Perbandingan hukum tidak terikat pada kekakuan dogma;

9. Penting untuk melaksanakan pembaharuan hukum;

10. Di bidang penelitian, penting untuk lebih mempertajam dan

mengarahkan proses penelitian hukum; dan

11. Di bidang pendidikan hukum, memperluas kemampuan untuk

memahami sistem- sistem hukum yang ada serta penegakannya yang

tapat dan adil.

Selain manfaat perbandingan hukum yang sudah djelaskan seperti di

atas, perbandingan hukum memberikan faedah-faedah sebagai berikut :108

1. Faedah untuk bidang kultural

Mempelajari ilmu perbandingan hukum membawa faedah

untuk bidang kultural karena bagi seorang yang mempelajari ilmu

perbandingan hukum, berarti dia telah memiliki pemahaman tentang

108 Ibid.

Page 45: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

93

hukum diberbagai negara, sehingga dia dapat lebih luas dan kritis

dalam memahami hukum di negaranya sendiri.

2. Faedah untuk bidang profesional

Dengan faedah untuk bidang profesional, yang dimaksudkan

adalah bahwa pemahaman tentang hukum dari negara lain dapat

membantu pihak-pihak profesional dalam menjalankan tugasnya.

3. Faedah untuk bidang keilmuan

Dengan faedah untuk bidang keilmuan, dimaksudkan adalah

bahwa untuk mendapatkan prinsip-prinsip umum dari berbagai

sistem hukum yang ada, sehingga hal tersebut berguna bagi

pengembangan ilmu hukum untuk mencari suatu yang baik, atau

untuk dapat dilakukan harmonisasi hukum, atau bahkan untuk

mendapati suatu unifikasi dari berbagai sistem hukum yang ada.

4. Faedah untuk bidang internasional

Faedah Internasional dari ilmu perbandingan hukum adalah

mempelajari perbandingan hukum dalam rangka dapat merumuskan

berbagai kebijaksanaan atau naskah Internasional.

5. Faedah untuk bidang transnasional

Yang dimaksudkan adalah manfaat bagi pihak-pihak yang

harus memberlakukan hukum asing, seperti jika terjadi penanaman

modal asing, jika arbitrase atau pengadilan harus menerapkan hukum

asing, atau jika terjadi perbuatan hukum lainnya yang tergolong ke

Page 46: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

94

dalam wilayah hukum perdata Internasional, atau hukum pidana

Internasional.

Pada dasarnya penelitian perbandingan hukum dapat dibedakan dalam

dua kelompok, yaitu penelitian perbandingan hukum fungsional dan penelitian

perbandingan hukum struktural.

1. Penelitian perbandingan hukum fungsional

Penelitian ini tugasnya adalah mencari cara bagaimana suatu

peraturan atau pranata hukum dapat menyelesaikan suatu masalah

sosial atau ekonomi, atau bagaimana suatu pranata hukum atau

pengaturan suatu pranata sosial atau ekonomi dapat menghasilkan

perilaku yang diinginkan. Oleh karena itu, menurut FW. Grosheide

da FJ., van der Velden metode penelitian perbandingan hukum

fungsional digunakan untuk mencari jawaban mengenai bagaimana

hukum mengatur suatu hubungan atau masalah sosial. Apabila

penelitian perbandingan hukum menggunakan metode penelitian

fungsional, ia juga akan memerlukan dan menggunakan metode-

metode penelitian yang digunakan oleh peneliti di bidang sosiologi

hukum. Hanya saja baginya penelitian sosiologi hukum dan metode

penelitian sosialnya hanya merupakan alat atau unsur pembantu

saja.109

2. Penelitian perbandingan hukum struktural

109 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Penerbit Alumni, Bandung, 1994, hlm. 171-172.

Page 47: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

95

Penelitian perbandingan hukum struktural atau sistematik

terutama berusaha untuk menyusun suatu sistem tertentu yang

digunakan sebagai referensi dalam mengadakan perbandingan-

perbandingan. Sistem termasuk dapat saja berupa sistem yang

konkrit, abstrak, konseptual, terbuka maupun tertutup. Konsep

(Inggris : concept, Latin : conceptus dari concipere (yang berarti

memahami, menerima, menangkap) merupakan gabungan dari kata

con (bersama) dan capere (menangkap, menjinakkan). Konsep

memiliki banyak pengertian. Konsep dalam pengertian yang relevan

adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena

dalam suatu bidang studi yang kadangkala menunjuk pada hal-hal

yang universal yang diabstraksikan dari hal-hal yang partikular.

Salah satu fungsi logis dari konsep ialah memunculkan, objek-objek

yang menarik perhatian dari sudut pandangan praktis dan sudut

pengetahuan dalam pikiran dan atribut- atribut tertentu. Berkat fungsi

tersebut, konsep-konsep berhasil menggabungkan kata-kata dengan

objek-objek tertentu. Penggabungan itu memungkinkan

ditentukannya arti kata-kata secara tepat dan menggunakannya dalam

proses pikiran.110

Penelitian jenis ini digunakan oleh mereka yang menganggap bahwa

tidaklah mungkin membandingkan dua atau lebih sistem hukum dari

masyarakat yang berbeda ideologi sosial-ekonominya. Oleh karenanya,

110 Ibid, hlm 173.

Page 48: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, ANAK YANG …repository.unpas.ac.id/45009/4/BAB II (2).pdf · sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan

96

menurut Banakas yang dinukilkan oleh Sunaryati Hartono dalam bukunya

yang berjudul Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, untuk

itu diperlukan suatu pendekatan sistemik yang memperhatikan interaksi antara

hukum dan kondisi sosial ekonomi setempat. Pendekatan semacam ini pada

akhirnya melihat sistem hukum sebagai suatu subsistem dari sistem yang lebih

luas, yaitu sistem sosial politik.111

111 Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hlm, 173-174.