bab ii tinjauan umum a. keterangan saksi dalam hukum ...repository.radenfatah.ac.id/6936/2/skripsi...

16
BAB II TINJAUAN UMUM A. Keterangan saksi Dalam Hukum Pidana Positif Dalam pengertian tentang keterangan saksi, terdapat beberapa pengertian lainnya yang perlu penulis kemukakan, yaitu Sebagai Berikut: 1. Pengertian Saksi Saksi dalam bahasa Indonesia merupakan kata benda yang berarti “orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian). 1 Menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP yang di maksud dengan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. 2 Dan dalam pengertian saksi terdapat beberapa pengertian yang dapat dikemukakan, yaitu : a. Seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis melalui indra mereka (misal penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian. Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata. b. Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian tindak pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian tindak pidana (rancangan undang-undang perlindungan saksi pasal 1 angka 1). 3 1 Purwa darmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 825. 2 Redaksi Bhafana Publishing, KUHAP, 179. 3 Andi Muhammad Sofyan dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana, (Jakarta : Kencana, 2014), 235.

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN UMUM

    A. Keterangan saksi Dalam Hukum Pidana Positif

    Dalam pengertian tentang keterangan saksi, terdapat beberapa pengertian

    lainnya yang perlu penulis kemukakan, yaitu Sebagai Berikut:

    1. Pengertian Saksi

    Saksi dalam bahasa Indonesia merupakan kata benda yang berarti “orang

    yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian).1 Menurut Pasal 1

    angka 26 KUHAP yang di maksud dengan saksi adalah orang yang dapat

    memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan

    tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami

    sendiri.2 Dan dalam pengertian saksi terdapat beberapa pengertian yang dapat

    dikemukakan, yaitu :

    a. Seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu

    kejahatan atau kejadian dramatis melalui indra mereka (misal penglihatan,

    pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan

    pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian.

    Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga

    sebagai saksi mata.

    b. Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang

    dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian tindak pidana

    berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri

    dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu

    guna kepentingan penyelesaian tindak pidana (rancangan undang-undang

    perlindungan saksi pasal 1 angka 1). 3

    1 Purwa darmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),

    825. 2 Redaksi Bhafana Publishing, KUHAP, 179.

    3 Andi Muhammad Sofyan dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana, (Jakarta : Kencana,

    2014), 235.

  • Undang-Undang No 31 Tahun 2014 juga menjelaskan mengenai pengertian

    saksi yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 saksi adalah orang yang dapat

    memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan,

    dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar

    sendiri, ia lihat sendiri , dan ia alami sendiri. Keterangan saksi di dalam

    penyelidikan dan atau penyidikan sangat dibutuhkan untuk mempelancar

    pemeriksaan perkara di dalam tahap penyelidikan dan penyidikan.4 Tidak hanya itu

    keterangan saksi adalah salah satu alat bukti yang sah, menurut pasal 184 ayat (1)

    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :

    1. Keterangan Saksi

    Yang dimaksud dengan keterangan saksi menurut pasal 1 angka 27

    KUHAP adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa

    keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,

    ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan

    pengetahuannya itu.5

    Dari bunyi pasal di atas dapat di simpulkan unsur penting keterangan saksi

    yaitu:

    a. Keterangan dari orang (saksi);

    b. Mengenai suatu peristiwa pidana;

    c. Yang didengar sendiri, lihat sendiri dan dialami sendiri.6

    2. Keterangan Ahli

    Di dalam KUHAP telah merumuskan pengertian tentang Keterangan Ahli ,

    diantaranya Pasal 1 angka 28 KUHAP, bahwa ” keterangan yang diberikan

    oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan

    4 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

    Saksi Dan Korban. 5 Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 238.

    6 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 1992), 11.

  • untuk membuat tenrang suatu perkara pidana guna kepentingan

    pemeriksaan”.7

    3. Keterangan Bukti Surat

    Surat menurut Pitlo yaitu pembawa tanda tangan bacaan yang berarti yang

    menerjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat, foto dan peta, sebab

    benda ini tidak memuat tanda bacaan.8

    4. Alat Bukti Petunjuk

    Menurut pasal 188 KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan alat bukti

    petunjuk adalah:

    a. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena

    persesuainnya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan

    tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak

    pidana dan siapa pelakunya.

    b. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat di peroleh

    dari :

    1. Keterangan saksi

    2. Surat

    3. Keterangan terdakwa

    c. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap

    keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah

    ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan

    berdasarkan hati nuraninya.

    5. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

    Menurut Pasal 189 KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan alat bukti berupa

    keterangan terdakwa adalah:

    Apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang

    ia ketahui sendiri atau alami sendiri. keterangan terdakwa harus diberikan di depan

    sidang saja, sedangkan di luar sidang hanya dapat digunakan untuk menemukan

    7 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016),

    273. 8 Sadi Is, Kumpulan Hukum Acara di Indonesia, 97.

  • bukti sidang. Demikian pula apabila terdakwa lebih dari satu orang, maka

    keterangan dari masing-masing terdakwa untuk dirinya sendiri, artinya keterangan

    terdakwa satu dengan terdakwa lainnya tidak boleh dijadikan alat bukti bagi

    terdakwa lainnya. Dalam hal keterangan terdakwa saja di dalam sidang, tidak cukup

    untuk membuktikan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan suatu tindak pidana,

    tanpa didukung oleh alat bukti lainnya.

    2. Pengertian Kesaksian

    Dalam pengertian kesaksian terdapat beberapa pengertian yang dapat

    dikemukakan, yaitu :

    a. Menurut Soesilo, adalah suatu keterangan dimuka hakim dengan sumpah,

    tentang hal-hal mengenai kejadian tertentu, yang ia dengar, ia lihat dan alami

    sendiri.

    b. Menurut Sudikno Mertokusumo adalah kepastaian yang diberikan kepada

    hakim di persidangan tentang peristiwa dengan jalan pemberitahuan secara

    lisan dan pribadi oleh orang yang bukan dilarang atau tidak di perbolehkan

    oleh undang-undang, yang dipanggil di pengadilan.9

    3. Syarat-Syarat Menjadi Saksi

    Untuk keterangan saksi supaya dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah,

    maka harus memenuhi dua syarat, yaitu :

    a. Syarat Formil

    Bahwa keterangan saksi hanya dapat dianggap sah, apabila diberikan

    memenuhi syarat formil, yaitu saksi memberikan keterangan di bawah

    sumpah, sehingga keterangan saksi yang tidak disumpah hanya boleh

    digunakan sebagai penambahan penyaksian yang sah lainnya. Dan Berumur

    15 tahun keatas , Sehat akalnya, Tidak ada hubungan keluarga sedarah dan

    semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus kecuali undang-

    undang menentukanlain, Tidak dalam hubungan perkawinan dengan salah

    satu pihak meskipun sudah bercerai, Tidak ada hubungan kerja dengan salah

    satu pihak dengan menerima upah kecuali undang-undang menentukan lain,

    9 Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 236-238.

  • Menghadap di persidangan, Mengangkat sumpah sesuai dengan agamanya,

    Sekurang-kurangnya 2 orang untuk kesaksian suatu peristiwa atau dikuatkan

    dengan bukti lain, Dipanggil masuk ke ruang sidang dan memberikan

    keterangan secara lisan.10

    b. Syarat materiil

    Bahwa keterangan seseorang atau satu saksi saja tidak dapat dianggap sah

    sebagai alat pembuktian (usus testis nulus tetis) karena tidak memenuhi

    syarat materiil, akan tetapi keterangan seseorang atau satu orang saksi adalah

    cukcup untuk alat pembuktian salah satu unsur kejahatan yang dituduhkan.11

    Menerangkan apa yang saksi lihat, ia alami sendiri, Diketahui sebab-sebab

    saksi mengetahui peristiwanya bukan merupakan pendapat atau kesimpulan

    sendiri, Saling bersesuaian satu dengan yang lain, Dan tidak bertentangan

    dengan akal sehat.

    Adapun Syaiful Bakhri mengatakan bahwa ada beberapa ketentuan pokok

    yang harus dipenuhi oleh seorang saksi sebagai alat bukti yang memiliki ketentuan

    pembuktian,yaitu :

    1. Saksi harus mengucapkan Sumpah atau janji

    2. Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti ialah apa yang ia lihat, ia

    dengar, dan ia alami sendiri bukan pendapat saksi yang di peroleh dari hasil

    pemikiran yang di reka-reka.

    3. Keterangan saksi harus dinyatakan di sidang pengadilan

    4. Keterangan satu saksi saja tidak cukup, yaitu keterangan seorang saksi saja

    belum dianggap cukup sebagai alat bukti dalam membuktikan kesalahan

    terdakwa.

    Nashr farid washil, menambahkan tidak adanya paksaan. Sedangkan sayyid

    sabiq juga menambahkan bahwa saksi itu harus memiliki ingatan yang baik dan

    bebas dari tuduhan negatif (tidak ada permusuhan).12

    10

    Reminceloke, “Kedudukan Saksi Dalam Hukum Pidana”, Jurnal Remincel

    Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Padang Vol. 1, No 2 (2019) : 271. 11

    Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 236. 12

    Maharani, “ Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta Dalam Perkara

    Pidana (Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang No 31 Tahun 2014 Tentang

  • 4. Jenis-jenis Saksi

    Jenis-jenis saksi yaitu:

    a. Saksi A Charge (saksi yang memberatkan terdakwa).

    Saksi ini adalah saksi yang telah dipilih dan diajukan oleh penuntut umum,

    dengan keterangan atau kesaksian yang diberikan akan memberatkan

    terdakwa, yang terdapat dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP.

    b. Saksi A De Charge (saksi yang meringankan terdakwa). Saksi ini dipilih atau

    di ajukan oleh penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum, yang

    mana keterangan atau kesaksian yang diberikan akan meringankan atau

    menguntungkan terdakwa, yang terdapat dalam pasal 160 ayat (1) huruf c

    KUHAP.13

    c. Saksi Ahli

    Yaitu seseorang yang mempunyai pengetahuan dan keahlian khusus

    mengenai sesuatu yang menjadi sengketa yang memberikan penjelassan dan

    bahan baru bagi hakim dalam memutuskan perkara.

    d. Saksi Korban

    Korban disebut sebagai saksi karena status korban di pengadilan adalah

    sebagai saksi yang kebetulan mendengar sendiri, melihat sendiri dan yang

    pasti mengalami sendiri peristiwa tersebut.14

    e. Saksi de Auditu

    Saksi de Auditu atau di dalam ilmu hukum acara pidana disebut testimonium

    de auditu atau sering di sebut juga dengan saksi hearsay adalah keterangan

    seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain atau bisa disebut dengan

    report, gosip, atau rumor. Saksi ini merupakan saksi yang keterangannya

    bukan ia lihat, ia dengar maupun ia alami sendiri melainkan pengetahuannya

    tersebut didasarkan dari orang lain. Saksi ini bukanlah alat bukti yang sah,

    Perlindungan Saksi Dan Korban) Dalam Perssfektif Hukum Islam”, Skripsi, (Universitas

    Islam Negeri Palembang, 2019), 32-33. 13

    Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana, 236. 14

    Muhandar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana,

    (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), 5.

  • akan tetapi keterangannya perlu di dengar oleh hakim untuk memperkuat

    keyakinannya.

    f. Saksi Mahkota (Kroongetuide)

    Menurut Firma Wijaya, saksi mahkota atau crown witnes adalah salah satu

    seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan

    perbuatan pidana yang ditarik sebagai saksi kunci untuk mengungkap pelaku-

    pelaku lain dengan iming-iming pengurangan ancamaman hukuma

    g. Saksi pelapor (Whistleblower)

    adalah orang yang melihat, mendengar, mengalami, atau terkait dengan

    tindak pidana dan melaporkan dugaan tentang terjadinya suatu tindak pidana

    kepada peyelidik atau penyidik.

    h. Saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator) adalah saksi yang juga

    sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak

    hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu

    tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana

    kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum

    serta memberikan kesaksian dalam proses peradilan.15

    B. Tinjauan Keterangan saksi Menurut Hukum Pidana Islam

    1. Pengertian Saksi

    Menurut Al-Jauhari saksi adalah orang yang mempertanggung jawabkan

    kesaksian dan mengemukakannya, karena dia menyaksikan suatu (peristiwa) yang

    orang lain tidak menyaksikannya. Pada umumnya dalam beberapa kitab fiqh tidak

    ditemukan definisi saksi secara rinci dan jelas, yang lebih dititik beratkan

    kebanyakan adalah definisi kesaksian. As Syahadah (kesaksian) menurut bahasa

    ialah Al Bayan (pernyataan), atau pemberitahuan yang pasti, yaitu ucapan yang

    terbit dari pengetahuan yang diperoleh dengan penyaksian langsung. Pengertian As

    Syahada (kesaksian) menurut syara’ ialah : pemberitahuan yang benar untuk

    menetapkan suatu hak dengan lafal syahadah atau kesaksian di depan sidang

    15

    Nanda Alysia Dewi, “Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Perlindungan Hukum Bagi

    Saksi Pelaku Yang Berkerja Sama (Justice Collaborator) Pada Tindak Pidana Korupsi”,

    Skripsi, (Universitas Islam Negeri Palembang, 2019), 27-31.

  • pengadilan. Definisi lain dapat juga dikatakan ialah : pemberitaan akan hak

    seseorang atas orang lain, baik hak tersebut bagi Allah ataupun hak manusia,

    pemberitaan yang terbit dari keyakinan, bukan perkiraan, sebgaimana diisyaratkan

    oleh Nabi S.A.W. dengan Sabdanya : ” idza raaita mitslas syamsi fasyhad wa illa

    fada”, artinya bila anda lihat seperti melihat matahari, maka persaksikanlah, dan

    jika tidak demikian, tinggalkanlah.”16

    Terdapat beberapa penjelassan tentang kesaksian yang dikemukakan oleh fara

    fuqoha, antara lain yaitu :

    a. Menurut Muhammad Salam Madzkur, bahwa yang dimaksud dengan

    kesaksian adalah istilah mengetahui pemberitahuan seseorang yang benar

    didepan pengadilan dengan ucapan kesaksian untuk menerapkan suatu hak

    terhadap orang lain.17

    b. Menurut Ibnu al-hamman, bahwa yang dimaksud dengan kesaksian adalah

    pemberitahuan yang benar untuk menetapkan suatu hal dengan ucapan

    kesaksian di depan pengadilan.18

    Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa saksi adalah seseorang

    yang mengemukakan keterangannya untuk menetapkan hak atas orang lain dengan

    mempertanggung jawabkan kesaksian atau keterangan yang diberikannya di depan

    sidang pengadilan.19

    2. Syarat-Syarat Saksi dalam Hukum Pidana Islam

    Dalam hukum acara pidana Islam persyaratan seseorang untuk menjadi saksi

    sangat ketat dan selektif, hal ini dikarenakan kesaksian merupakan unsur terpenting

    dalam persidangan yang bertujuan untuk dapat menguatkan keyakinan hakim dalam

    16

    Usman Hasyim dan Ibnu Rachman, Teori Pembuktian Menurut Fiqh Jinayat

    Islam, (Yogyakarta : Andi Offset, 1984), 1. 17

    Ahmad Warson al-Munawir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif,

    1997), 746. 18

    Ibnu Hamman, Syarah Fath al-qadir, (Misr: Musta Hadad. 1970), 41. 19

    Maharani, “ Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta Dalam Perkara

    Pidana (Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang No 31 Tahun 2014 Tentang

    Perlindungan Saksi Dan Korban) Dalam Perssfektif Hukum Islam”, Skripsi, (Universitas

    Islam Negeri Palembang, 2019), 41.

  • memutuskan perkara pidana terhadap terdakwa. Karena berhubungan tidak hanya

    dengan hak-hak terdakwa tetapi juga dengan hak-hak Allah Swt.

    Bagi saksi ada dua segi :

    1. Dinamakan “ Tahamul (membawa)”. Yaitu kesanggupan memelihara dan

    menghapal kesaksian

    2. Dinamakan “ada” (menunaikan) yaitu kesanggupan mengungkapkan

    dengan ucapan yang benar menurut syara.20

    Syarat-syarat yang di tuntut pada saksi ada dua macam :

    a. Syarat Membawa Kesaksian

    1. Saksi itu harus Akil waktu membawakan kesaksian, maka tidak sah

    membawa kesaksian dari orang gila, anak-anak yang tidak adil. Karena

    membawa kesaksian itu adalah harus memahami peristiwa dan

    mengingatnya, hal ini hanya bisa dengan adanya alat memahami dan

    mengingat yaitu akal.

    2. Saksi itu harus melihat, tidak buta, ini menurut sebagai fuqaha. Tetapi

    menurut syafi’i melihat tidak jadi syarat sah membawakan dan

    menunaikan kesaksian.

    b. Syarat ada’ (menunaikan kesaksian), dalam syarat ada terdapat syarat

    umum dan syarat khusus:

    Syarat-syarat umum:

    1. Berakal, orang yang tidak berakal, tidak bisa menunaikan kesaksian

    2. Adil, saksi harus orang adil ialah kebaikkannya lebih banyak daripada

    kejahatannya.

    3. Beragama Islam

    4. Sudah dewasa atau balight sehingga dapat membedakan antara yang

    hak dan yang bhatil.

    5. Orang yang merdeka

    6. Harus ia mengetahui benar-benar orang yang disaksikannya itu waktu ia

    menunaikan kesaksian.

    20

    Hasyim dan Rachman, Teori Pembuktian menurut Fiqh Jinayah Islam, (Yogyakarta: Andi Offset. 1981), 103.

  • 7. Disyaratkan saksi itu lelaki, jika tidak ada baru boleh perempuan.

    Syarat-Syarat Khusus

    1. Lafal kesaksian

    Menurut Hanafiah, saksi musti mengucapkan kata: ”Saya bersaksi

    (Asyhadu” supaya kesaksiannya di terima. Jika ia hanya berkata: ”Saya

    mengetahui atau saya yakin ”, tidak diterima kesaksiannya.karena

    nash-nash datang dengan lafal ”syahadah”.

    2. Sesuainya kesaksian dengan dakwa atau pengaduan

    Kesaksian harus sesuai dengan dakwa dalam perkara yang diperlukan

    pengaduan. Jika menyimpang, tidak diterima, kecuali bila si pendakwa

    menyesuaikan antara dakwa dengan kesaksian, ketika mungkin

    penyesuaian tersebut.

    3. Sidang Pengadilan

    Kesaksian tidak jadi hujjah yang musti, kecuali dengan keputussan

    hakim, oleh karena itu harus di depan sidang pengadilan. Maka wajib

    saksi bersaksi di depan hakim di majelis hakim : kalau ia bersaksi di

    depan bukan hakim atau di depan hakim, tetapi bukan dalam sidang

    pengadilan, tidak dianggap kesaksiannya itu.21

    3. Dasar Hukum Kesaksian

    Menurut hukum Islam menjadi saksi dan mengemukakan kesaksian oleh

    orang yang menyaksikan peristiwa atau perkara pidana hukumnya Fardhu Kifayah.

    Fardu Kifayah, jika ada beberapa orang saksi dan telah ada yang memberi

    kesaksiannya, gugurlah kewajiban dari yang lain, karena tujuannya untuk

    memelihara hak dan yang demikian telah cukup dengan kesaksian sebagai mereka.

    Memberi kesakaksian itu wajib dengan permintaan si pendakwa dalam hak

    manusia. Atau karena kuatir hilang hak seseorang, jika dia tidak memberikan

    kesaksian, karena siapa yang menyaksikan sesuatu hak manusia dan orang itu tidak

    mengetahui adanya saksi dan kuatir hilang hak manusia itu, menjadi wajibalah atas

    saksi itu mengemukakan kesaksiannya tanpa diminta oleh yang punya hak. Dan

    21

    Hasym dan Rachman, Teori Pembuktian menurut Fiqh Jinayah Islam, 9-12.

  • pada hak Allah kesaksian itu wajib tanpa diminta. Seperti saksi dalam hal

    kemerdekaan hamba sehaya.Tidak memberi kesaksian dalam hal itu berarti rela

    pada kejahatan, yang tersebut di atas adalah kaidah umum.22

    Dalam Q.S An-Nissa ayat 135 di jelaskan:

    Artinya : ”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang

    benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap

    dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun

    miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu

    mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika

    kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka

    Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu

    kerjakan”.

    kandungan makna dari ayat di atas yaitu, jadilah penegak keadilan secara

    benar didunia, jadilah saksi karena allah walaupun terhadap diri sendiri, kedua

    orang tua, kerabat dan orang lain walaupun dia miskin atau kaya keadilan harus

    ditegakkan, dan jangan menyimpang dari kebenaran dengan memberikan saksi

    palsu dan jangan menolak menjadi saksi karna allah mengetahui apa yang kita

    kerjakan.

    22

    Hasyim dan Rachman, Teori Pembuktian Menurut Fiqh Jinayat Islam, 4-9.

  • Dalam Q.S. Al-Maidah ayat 8 dijelaskan:23

    Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang

    yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan

    adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,

    mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu

    lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya

    Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

    Kandungan dari ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin

    agar jika melaksanakan ibadah itu yang ikhlas karna allah semata, dalam

    memberikan penyaksian kita diperintahkan agar berlaku yang adil tanpa

    memikirkan itu menguntungkan lawan dan merugikan sahabat, kita harus berkata

    yang sebenarnya, perintah menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu, tanpa

    pandang kawan atau lawan, jika memang lawan yang benar kita akui kebenarannya,

    dan sebaliknya jangan berlaku berat sebelah hanya karena rasa kebencian kita, adil

    dapat mendekatkan ketaqwaan.24

    4. Macam-macam Hak Persaksian :

    Hak dalam persaksian terdiri atas hak Allah SWT, dan hak manusia. Hak

    sesama manusia terbagi atas sebagai berikut.

    a. Hak persaksian tidak diterima, kecuali dari dua orang saksi laki-laki atau

    lebih, yaitu hak yang tidak berkaitan dengan harta benda dan biasa disaksikan

    oleh laki-laki, seperti pernikahan, perceraian, wasiat, dan lain-lain.

    23

    Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 100.

    24 Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, (Mesir: Muktabah al-Qahirah, 1960), 132.

  • b. Hak persaksian diterima dari dua orang saksi, yaitu seorang laki-laki atau dua

    orang perempuan,yaitu hak yang berkaitan dengan harta benda, misalnya jual

    beli, sewa-menyewa, pegadaian, dan lain-lain.

    c. Hak persaksian hanya diterima dari dua orang saksi laki-laki atau satu orang

    saksi laki-laki bersama dua orang saksi wanita atau empat orang saksi wanita

    yaitu hak yang berhubungan dengan masalah yang biasanya tidak dilihat oleh

    kebanyakan laki-laki, seperti aib yang dimiliki oleh para wanita, hukum

    menyusui (saudara sesusu, ibu yang menyusui), melahirkan, dan lain-lain.

    Abu Syuja’ mengatakan bahwa hak Allah terbagi tiga macam, yaitu sebagai

    berikut:

    a. Hak yang persaksian tidak diterima, kecuali dari empat orang laki-laki atau

    lebih. Yaitu dalam kesaksian terhadap perbuatan zina atau orang yang

    menuduh berzina.

    b. Hak yang persaksiannya di dalamnya diterima dengan persaksian dua orang

    laki-laki, yaitu setiap hukum hudud selain zina, seperti had orang yang

    minum-minuman keras, qisas, dan lain-lain.

    c. Hak yang dapat diterima dengan persaksian satu orang laki-laki, yaitu pada

    penetapan hilal bulan Ramadhan.25

    5. Orang-Orang Yang di Tolak Kesaksiannya

    Terdapat dalam fiqh jinyah Islam orang-orang yang ditolak kesaksiannya,

    Para saksi dari segi tahanmul dan ada’ (membawa dan menunaikan) ada beberapa

    macam. Sebagaimana sudah dikemukakan terdahulu, bahwa tahammul ialah

    kesanggupan memelihara dan mengingat, sedangkan ada’ ialah kesanggupan

    mengemukakan atau melapalkan yang benar menurut syara :

    a. Saksi-saksi yang ahli untuk tahanmul dan ada’ secara sempurna, ialah orang

    merdeka, baligh, akil, dan adil.

    b. Saksi-saksi yang ahli untuk keduanya secara tidak sempurna, ialah : orang

    fasik, karena dituduh dusta .

    25

    Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam, ( Bandung:

    Pustaka Setia, 2013), 249-254.

  • c. Saksi-saksi yang tidak ahli untuk tahanmul dan ada’. Ialah : kanak-kanak,

    orang gila, dan orang kafir.

    d. Saksi-saksi yang ahli untuk tahanmul tetapi tidak untuk ada’ ialah seperti

    orang yang sudah kena had qazaf dan orang buta.

    C. Sumpah

    1. Pengertian Sumpah dan Tanpa Sumpah

    Sumpah menurut bahasa Hukum Islam disebut al-yamin atau al hilfh tetapi

    kata al-yamin lebih umum dipakai.26

    Al-yamin, pengertian al-yamin ialah kekuatan,

    dan ia dipakai pada anggota badan dan sumpah. Karena itu salah satu tangan

    dinamai dengan yamin, karena lebih kuatnya dari pada yang lain. Dan lafadz al

    yamin bermakna tangan kanan, karena orang Arab apabila bersumpah dengan

    mengangkat tangan kanannya. Sumpah menurut Sudikno Mertokusumo, ia lah suatu

    pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji

    atau keterangan dengat mengingat sifat maha kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa

    yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh nya.

    Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat bahwa Tuhan adalah yang

    maha tahu dan bahwa Tuhan akan menghukum tiap dusta, pada waktu orang

    memberikan suatu keterangan atau kesanggupan. Sedangkan definisi Tanpa Sumpah

    tidak terdapat baik dalam tinjauan hukum pidana islam maupun hukum pidana

    fositip, Dan setelah penulis memahami tentang definisi sumpah jadi menurut

    penulis yang dimaksud dengan Tanpa Sumpah jika dilihat dari pasal 171 KUHAP

    yaitu saksi yang di periksa tanpa melakukan atau mengucapkan sumpah di

    sebabkan oleh keadaan tertentu memberikan kesaksiannya tetapi tanpa melakukan

    sumpah dihadapan majelis Hakim dipengadilan. Sumpah pada hakikatnya adalah

    suatu perbuatan yang bersifat keagamaan.

    26

    Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, ( jakarta : PT Rajagrafindo

    Persada, 2015), 187.

  • 2. Macam-Macam Sumpah

    a. Sumpah dimuka hakim

    Didalam golongan ini termasuk sumpah pemutus (decisoir), sumpah

    tambahan, sumpah penaksiran, sumpah saksi dan sumpah seorang ahli.

    b. Sumpah diluar pengadilan, dalam mana termasuk sumpah pembersih

    (zuiveringseed) yaitu suatu pernytaan pada waktu menerima suatu jabatan

    bahwa untuk mendapat jabatan itu, orang tidak perna menyanggupkan

    sesuatu kepada orang lain; sumpah setia yaitu sumpah yang mengandung

    pernyataan setia kepada Negara atau seorang pejabat tinggi. Selanjutnya

    dapat juga disebut sumpah penaksir oleh seorang ahli.

    sumpah dimuka hakim ada 2 rupa:

    1. Sumpah pemutus (decisoir), yaitu sumpah yang oleh pihak yang satu dengan

    perantara hakim diperintahkan kepada pihak yang lain untuk mengantungkan

    pemutusan perkara.di dalam hal ini para pihak yang perkara menggantungkan

    penentuan perkaranya kepada diangkatnya sumpah itu, karena biasanya tidak

    ada alat bukti lain yang tersedia. Sumpah ini harus sungguh-sungguh

    mengakhiri perkara maka dari itu disebut sumpah “decisoir” yang berarti

    sumpah yang menentukan perkara (litis decisoir).

    2. Sumpah tambahan (aanvullende eed), yaitu suatu sumpah yang oleh hakim

    karena jabatannya diperintahkan kepada salah satu pihak yang berperkara.

    Sumpah ini diperintahkan oleh hakim karena bukti-bukti yang diajaukan

    belum dianggap cukup untuk memutuskan perkara, maka dari itu diperlukan

    tambahan bukti.27

    3. Sumpah li’an sumpah ini adalah salah satu cara pembuktian telah berzina

    oleh suaminya terhadap istrinya, ialah dengan melakukan sumpah li’an

    4. sumpah Qasamah yaitu sumpah yang diulang-ulang dalam dakwaan

    (tuntuttan) pembunuhan yang dilakukan oleh wali (keluarga si pembunuh)

    27

    Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta : PT

    Rineka Cipta, 2000), 218-219.

  • untuk membuktikkan pembunuhan atas tersangka atau dilakukan oleh

    tersangka untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan pembunuhan. 28

    Adapun Terdapat didalam KUHAP Orang yang sama sekali tidak dapat di

    dengar atau memberikan keterangannya atau sebagai saksi atau dapat

    mengundurkan diri dalam suatu perkara pidana menurut pasal 170 ayat (1) KUHAP,

    yaitu ” mereka yang karena perkerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan

    menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi

    keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.29

    28

    https://www.academia.edu/3512930/PembuktiandalamHukumPidanaIslam ,

    diakses 20 November 2019, Pukul 21: 16 WIB. 29

    Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, 12.

    https://www.academia.edu/3512930/PembuktiandalamHukumPidanaIslam