bab ii tinjauan pustaka.pdf

10
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sepsis Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi. 5 Baik respon imun maupun karakteristik infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan tingkat morbiditas pada sepsis. Sepsis dengan kegagalan fungsi organ primer terjadi ketika respon tubuh terhadap infeksi tidak cukup kuat. Permasalahan sepsis yang paling besar terletak pada karakteristik dari mikroorganisme, seperti beratnya infeksi yang diakibatkannya serta adanya superantigen maupun agen toksik lainnya yang resisten terhadap antibodi maupun fagositosis. 6 Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standardisasi terminologi. Pada bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine beberapa pengertian tersebut di bawah ini: 1) Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang secara normal pada jaringan tersebut seharusnya steril. 2) Bakteriemi, adanya bakteri hidup dalam darah 3) Systemic Inflammatory Response Syndrome ( sindroma reaksi inflamasi sistemik = SIRS ), merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Dysfunction (MOD) dengan tanda klinis: a) Temperatur > 38,3 0 C atau < 35,6 0 C b) Denyut jantung > 90 kali / menit c) Frekuensi nafas > 20kali / menit atau PaCO2 < 32 torr ( < 4,3 kPa) d) Hitung leukosit > 12.000 sel / mm3 atau < 4000 sel / mm3 atau ditemukan > 1-% sel imatur. 4) Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi 5) Sepsis berat ( severe sepsis ), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan hipotensi ( tekanan sistolik < 90mmHg atau terjadi penurunan > 40mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan darah yang lain ). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis laktat, oligouria atau perubahan akut status mental. 6) Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan. 7

Upload: tiarahmipriyanto

Post on 06-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi Sepsis

    Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi

    imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk

    mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme

    penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi.5 Baik respon imun maupun

    karakteristik infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme mempunyai pengaruh yang besar

    dalam menentukan tingkat morbiditas pada sepsis. Sepsis dengan kegagalan fungsi organ primer

    terjadi ketika respon tubuh terhadap infeksi tidak cukup kuat. Permasalahan sepsis yang paling

    besar terletak pada karakteristik dari mikroorganisme, seperti beratnya infeksi yang diakibatkannya

    serta adanya superantigen maupun agen toksik lainnya yang resisten terhadap antibodi maupun

    fagositosis.6

    Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standardisasi terminologi. Pada bulan

    Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American College of Chest

    Physicians/Society of Critical Care Medicine beberapa pengertian tersebut di bawah ini:

    1) Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang secara normal pada jaringan

    tersebut seharusnya steril.

    2) Bakteriemi, adanya bakteri hidup dalam darah

    3) Systemic Inflammatory Response Syndrome ( sindroma reaksi inflamasi sistemik = SIRS ),

    merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik

    yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Dysfunction (MOD)

    dengan tanda klinis:

    a) Temperatur > 38,30 C atau < 35,60 C

    b) Denyut jantung > 90 kali / menit

    c) Frekuensi nafas > 20kali / menit atau PaCO2 < 32 torr ( < 4,3 kPa)

    d) Hitung leukosit > 12.000 sel / mm3 atau < 4000 sel / mm3 atau ditemukan > 1-% sel imatur.

    4) Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi

    5) Sepsis berat ( severe sepsis ), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan hipotensi ( tekanan

    sistolik < 90mmHg atau terjadi penurunan > 40mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai

    penyebab dari penurunan tekanan darah yang lain ). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini

    meliputi timbulnya asidosis laktat, oligouria atau perubahan akut status mental.

    6) Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat

    tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.7

  • 4

    2.2 Etiologi Sepsis

    Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram

    negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus

    bahkan parasit. Timbulnya syok septik dan Acute Respiratory Distress Syndrome ( ARDS ) sangat

    penting pada bakteriemia gram negatif. Syok terjadi pada 20% - 35% penderita bakteriemia gram

    negative.8 Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida ( LPS ). LPS atau

    endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram

    negatif. Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang

    terinfeksi. Struktur lipid A dan LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita.

    Sthaphylococci, pneumococci, streptococci dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan

    sepsis, dengan angka kejadian 20%-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik,

    virus ( dengue dan herpes ) atau protozoa ( Falciparum malariae ) dilaporkan dapat menyebabkan

    sepsis, walaupun jarang.1 Pada sepsis sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi

    apoptosis adalah limfosit, hilangnya limfosit ini akan menurunkan survival sepsis.5,9

    2.3 Patofisiologi Sepsis

    Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan focus infeksi jaringan sebagai sumber

    bacteremia, hal ini disebut sebagai bacteremia sekunder. Sepsis gram negative merupakan

    komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur yang

    berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi appendikal, atau bisa berpindah dari perineum

    ke uretra atau kandung kemih. Selain itu sepsis gram negatif fokus primernya dapat berasal dari

    saluran gastrointestinal, saluran empedu, dan saluran gastrourinarium. Sepsis gram positif biasanya

    timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya luka

    bakar.10

    Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen

    dari luar. Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi

    organisme penyebab. Berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator

    inflamasi termasuk berbagai sitokin. Mediator inflamasi sangat kompleks karena melibatkan

    banyak sel dan mediator yang dapat mempengaruhi satu sama lain.10

    Patofisiologi sepsis sangat kompleks karena melibatkan interaksi antara proses infeksi

    kuman patogen, inflamasi dan jalur koagulasi,11 yang dikarakteristikkan sebagai

    ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis factor-a ( TNF- ),

    interleukin-1 ( IL-1 ), IL-6 dan interferon- ( IFN ) dengan sitokin antiinflamasi seperti IL-1

    reseptor antagonis ( IL-1 ), IL-4 dan IL-10.11 Overproduksi sitokin inflamasi sebagai hasil dari

    aktivasi nuklear faktor B ( NF-B ) akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS

    terutama pada paru-paru, hati, ginjal usus dan organ lainnya,13 yang mempengaruhi permeabilitas

    vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan metabolik sehingga terjadi apoptosis maupun

    nekrosis jaringan, Multiple Organ Failure ( MOF ), syok septik serta kematian.12,13

  • 5

    Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari

    endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS

    dan bersama-sama dengan antibody dalam serum darah penderita membentuk LPSab

    (lipopolisakarida Antibodi). LPSab yang berada dalam darah penderita akan bereaksi dengan

    makrofag melalui TLRs4 ( Toll like Receptors 4 ) sebagai reseptor transmembran dengan

    perantaraan reseptor CD 14+ dan makrofag mengekspresikan imunomodulator, hal ini hanya dapat

    terjadi pada bakteri gram negatip yang mempunyai LPS dalam dindingnya.10

    2.4 Diagnosis Sepsis

    Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non

    spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau

    kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam

    kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering : paru, traktus digestivus,

    traktus urinary, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan

    penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan

    menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, dan gagal organ utama,

    dan pasien dengan granulosiopenia. Yang sering diikuti gejala MODS sampai dengan terjadinya

    syok sepsis.10

    Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi10 :

    1. Sindroma distress perafasan padda dewasa

    2. Koagulasi intravascular

    3. Gagal ginjal akut

    4. Perdarahan usus

    5. Gagal hati

    6. Disfungsi system saraf pusat

    7. Gagal jantung

    8. Kematian

    Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang

    cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak lanjut status hemodinamik.10

    Riwayat membantu menentukan apakah infeksi nosocomial dan apakah pasien

    imunokompromis. Rincian yang harus diketahui meliputi paparan pada hewan, perjalanan, gigitan

    tungau, bahaya di tempat kerja, penggunaan alcohol, seizure, hilang kesadaran, medikasi, dan

    penyakit dasar yang mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu. Berikut gejala dan tanda

    klinis pasien sepsis adalah sebagai berikut

    a) Temperatur > 38,30 C atau < 35,60 C

    b) Denyut jantung > 90 kali / menit

    c) Frekuensi nafas > 20 kali / menit atau PaCO2 < 32 mmHg

    d) Jumlah leukosit > 12.000 sel / mm atau < 4000 sel / mm atau terdapat netrofil > 10%

  • 6

    Diagnosis terhadap sepsis juga dapat dilakukan dengan mengkultur mikroba penyebab

    sepsis sebelum terapi antimikroba diberikan namun kultur tidak boleh menyebabkan penundaan

    yang signifikan ( > 45 menit ) terhadap penatalaksanaan antimikroba. Untuk mengoptimalkan

    identifikasi organisme penyebab sepsis, setidaknya dibuat dua set kultur darah ( aerobik dan

    anaerobik ) yang diambil secara perkutan dan melalui perangkat akses vaskuler, kecuali

    perangkatnya baru ( < 48 jam ). Kultur dari cairan tubuh lain ( urin, cairan serebrospinal, luka,

    sekret pernapasan ) yang menjadi sumber infeksi juga harus diperhatikan sebelum terapi

    antimikroba. Studi pencitraan juga dapat dilakukan segera untuk mengetahui sumber infeksi

    potensial. 4

    Temuan laboratorium lain yakni :

    1. Sepsis awal. Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan

    proteinuria. Neutrophil mengandung granulasi toksik, badan dohle, atau vakuola sitoplasma.

    Hiperventilasi menimbulkan alkalosis respirator. Hipoksemia dapat dikoreksi dengan oksigen.

    Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.10

    2. fase lanjut. Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu thrombin, penurunan

    fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia

    lebih dominan. Aminotransferase ( enzim liver ) meningkat. Bila otot pernafasan lelah, terjadi

    akumulasi laktat serum. Asidosis metabolic ( peningkatan gap anion ) terjadi setelah alkalosis

    respiratorik. Hipoksemia tidak dapat dikoreksi bahkan dengan oksigen 100%. Hiperglikemia

    diabetic dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.10

    Mortalitas meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah gejala SIRS dan berat proses

    penyakit.

    Komplikasi10

    1. Sindrom distress pernafasan dewasa ( ARDS, adult respiratory disease syndrome )

    2. Koagulasi intravascular diseminata ( DIC )

    3. Gagal ginjal akut ( ARF, acute renal failure )

    4 Perdarahan usus

    5. Gagal hati

    6. Disfungsi system saraf pusat

    7. Gagal jantung

    8. Kematian

    Insidensi komplikasi tersebut yang dilaporkan pada SIRS dan sepsis dalam penelitian

    berbeda adalah 19% untuk disfungsi CNS, 2-8% untuk ARDS, 12% untuk gagal hati, 9-23% untuk

    ARF, dan 8-18% untuk DIC.10

    Pada syok septik, ARDS dijumpai pada sekitar 18%, DIC pada 38%, dan gagal ginjal

    50%.10

  • 7

    Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Sepsis14

  • 8

    Tabel 2.2 Kriteria Sepsis Berat14

    2.5 Klasifikasi Sepsis

    Terdapat macam-macam sepsis, antara lain :

    1. MRSA sepsis yaitu sepsis yang disebabkan oleh Methicilin-resisten bakteri Stapphylocoocus

    aureus ( yang menyerang darah dan jaringan tubuh lain ).

    2. VRE sepsis yaitu sepsis yang disebabkan oleh Vancomycin-resisten bakteri Enterococcus

    species ( yang menyerang darah dan jaringan tubuh lain ).

    3. Urosepsis, yaitu sepsis yang disebabkan oleh adanya infeksi saluran kencing.

    4. Wound sepsis, yaitu sepsis yang disebabkan oleh infeksi luka.

    5. Neonatal sepsis atau Neonatorum sepsis atau Septicemia, yaitu sepsis pada bayi baru lahir,

    terutama 4 minggu pertama sejak dilahirkan.

    6. Septic abortion, yaitu keguguran yang disebabkan oleh adanya infeksi dengan terjadinya sepsis

    pada seorang ibu yang mengalami keguguran.

    2.6 Penatalaksanaan Sepsis

    Penderita sepsis sebaiknya dirawat di rumah sakit dan biasanya ditempatkan di Unit

    Perawatan Intensif ( UPI ). Pemberian obat antibiotika secepatnya melalui infus, dengan kombinasi

    2 atau 3 macam antibiotika pada saat yang sama. Bila hasil pemeriksaan tes retensi didapatkan,

    maka penderita dapat segera diberikan antibiotika yang masih dapat membunuh bakteri yang

    didapat dalam pemeriksaan kultur dari darah penderita.

    2.6.1 Stabilisasi Pasien Langsung

    Masalah mendesak yang dhadapi pasien dengan sepsis berat adalah pemulihan

    abnormalitas yang membahayakan jiwa ( ABC : airway, breathing, circulation ). Pemberian

    resusitasi awal sangat penting pada penderita sepsis, dapat diberikan kristaloid atau koloid untuk

    mempertahankan stabilitas hemodinamik. Perubahan status mental atau penurunan tingkat

    kesadaran akibat sepsis memerlukan perlindungan secara langsung terhadap jalan napas pasien.

    Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis deapat

  • 9

    membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernapasan dan peningkatan ketersediaan

    oksigen untuk jaringan lain. Peredaran darah terancam, dan penurunan bermakna pada tekanan

    darah memerlukan terapi empiric gabungan yang agresif dengan cairan ( ditambah kristaloid atau

    koloid ) dan inotrope / vasopressor ( dopamine, dobutamin, fenilefrin, epinefrin, atau norepinefrin).

    Pada sepsis berat perlu pemantauan peredaran darah. CVP 18-12 mmHg ; Mean arterial pressure

    65 mmHg ; urine output 0.5 mL/Kg-1/ jam-1, central venous ( superior vena cava ) oxygen

    saturation 70% atau mixed venous 65%.10

    Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien ( tekanan

    darah, denyut jantung, laju napas, dan suhu badan ) harus dipantau. Frekuensinya tergantung pada

    berat sepsis. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan

    dialysis untuk mempertahankan fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien

    hipotensif dengan obat vasoaktif, missal dopamine, dobutamin, atau norepinefrin.10

    2.6.2 Terapi Antimikroba

    Terapi antimikroba IV merupakan salah satu kumponen penting dari resusitasi inisial pada

    pasien sepsis. Antimikroba diberikan setelah kultur dilakukan tetapi tidak boleh lebih dari 1 jam

    setelah sepsis teridentifikasi. Kumar et al menemukan bahwa setiap penundaan lebih dari 1 jam

    terhadap pemberian antimikroba berhubungan dengan menurunnya jumlah pasien yang selamat

    sebanyak 7,6%. Pemilihan antimikroba yang akan diberikan berhubungan dengan riwayat pasien

    ( alergi obat dan antimikroba yang terakhir kali diberikan ), kemungkinan sumber infeksi, dan

    antibiogram spesifik rumah sakit. Surviving Septic Campaign Guideline merekomendasikan terapi

    inisial anti infeksi empirik yaitu bila satu atau lebih obat berkerja terhadap semua kemungkinan

    patogen ( bakteri, jamur, virus ) atau obat yang memiliki konsentrasi penetrasi adekuat ke dalam

    jaringan yang dianggap sebagai sumber infeksi. Antimikroba dapat berupa antibiotik IV spektrum

    luas yang harus dievaluasi setiap hari untuk mencegah terjadinya resistensi obat, durasi dari terapi

    antimikroba ini 7 - 10 hari. Procalcitonin atau biomarker yang serupa dapat membantu klinisi

    dalam menentukan penghentian antibiotik empirik terhadap pasien yang awalnya menunjukkan

    gejala sepsis namun tidak memiliki bukti adanya infeksi. Pada pasien dengan kasus-kasus tertentu

    seperti pasien dengan severe sepsis yang mengalami neutropenia, terinfeksi bakteri patogen yang

    resisten terhadap obat kombinasi seperti Acinetobacter dan pseudomonas spp, dapat diberikan

    terapi kombinasi yang tidak boleh dilanjutkan lebih dari 3 5 hari.4,15

    2.6.3 Pengendalian Infeksi

    Salah satu komponen dari resusitasi awal pada sepsis adalah mengidentifikasi dan

    mengendalikan sumber infeksi. Contoh yang sedarhana seperti mengganti peralatan akses vaskular

    yang terkontaminasi. Pada pasien bedah, perut merupakan tempat infeksi 50% kasus. Pasien-

    pasien ini sering memerlukan diagnostik pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi dan

    menentukan prosedur operasi sehingga sumber dapat di kendalikan. Hal ini meliputi debridemen

    jaringan nekrotik, drainase abses, mengganti peralatan akses vaskular yang terkontaminasi, dan

    laparatomi eksplorasi.15

  • 10

    2.6.4 Penunjang Hemodinamik dan Terapi Adjuvant

    1) Resusitasi Cairan

    Sejak awal 1940-an, pemulihan volume intravaskular telah dianut sebagai intervensi

    penting dalam resusitasi syok. Namun, kontroversi telah bertahan mengenai cairan resusitasi yang

    optimal untuk digunakan. Ada beberapa perbedaan mendasar antara kristaloid ( ringer laktat,

    normal saline ) dan koloid ( albumin, saline hipertonik ) sebagai cairan resusitasi. Volume distribusi

    kristaloid secara signifikan lebih besar daripada koloid. Oleh karena itu, rasio kristaloid dibanding

    koloid pada penginfusan adalah 3 : 1. Pendukung resusitasi kristaloid menyatakan bahwa kristaloid

    dapat mengganti defisit volume cairan interstitial yang berkurang pada syok dini, risiko minimal

    akan terjadinya reaksi anafilaktoid, penggantian kehilangan volume dengan larutan fisiologis yang

    seimbang, dan biaya yang harus dikeluarkan menurun. Pendukung resusitasi koloid menyatakan

    bahwa pada syok septik terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler difus sehingga koloid dengan

    berat molekul sedang dapat lebih cepat dalam memulihkan volume intravaskular dan mengurani

    terjadinya edema interstitial. Bagaimanapun kristaloid dipilih sebagai cairan awal dalam resusitasi

    sepsis berat dan syok septik. Albumin digunakan ketika pasien memerlukan sejumlah besar

    kristaloid. Jika koloid diberikan, maka jumlah yang harus masuk pada 30 menit pertama sebesar

    300 - 500 cc. Jika kristaloid diberikan, maka jumlah cairan yang harus masuk pada 30 menit

    pertama sebesar 1000 cc. Cairan dapat ditambah sesuai kebutuhan pasien. Protokol ini harus

    dilakukan secepat mungkin setelah hipoksia jaringan teridentifikasi sehingga perfusi okesigen ke

    jaringan dapat lebih adekuat dan mencegah hipoksia lebih lanjut.4,15

    2) Vasopressor

    Syok septik menyebabkan vasodilatasi terkait dengan cardiac output yang tinggi dan

    resistensi pembuluh darah sistemik yang rendah. Oleh karena itu terapi vasopresor awal dapat

    digunakan untuk memulihkan tonus vaskuler. Terdapat beberapa jenis obat vasopresor.

    Norepinefrin dan dopamin merupakan agen lini pertama untuk pengobatan syok septik. Agen ini

    harus diberikan melalui kateter vena sentral. Norepinefrin merupakan agonis reseptor adrenergik

    1 yang menyebabkan vasokonstriksi luas dan memiliki sedikit efek terhadap denyut jantung

    maupun stroke volume. Penggunaan norepinefrin dalam waktu lama dapat menyebabkan efek

    toksis terhadap miokard jantung dengan menginduksi apoptosis dengan aktivasi protein kinase A

    dan meningkatkan influks Ca2+. Dopamin berikatan dengan reseptor adrenegik 1, menstimulus

    pengeluaran norepinefrin. Pemberian dosis yang lebih besar dopamin yang berikatan dengan

    reseptor adrenergik 1 menyebabkan vasokonstriksi. Dopamine sebagai agen vasopresor alternatif

    dari norepinefrin hanya pada pasien tertentu ( misalnya pasien dengan resiko rendah takiaritmia

    dan bradikardi absolut atau relative ). Penambahan vasopresin mungkin bermanfaat.Vasopresin

    atau hormon antidiuretik berikatan dengan reseptor V1 yang menstimulus otot polos vaskuler dan

    berikatan dengan reseptor V2 yang menstimulus reabsorbsi air pada duktus koletikus renal.

    Fenilefrin berikatan kuat dengan reseptor adrenergik tapi tidak berikatan dengan reseptor

  • 11

    adrenergik . tidak direkomendasikan pada terapi syok sepsis kecuali pada keadaan dimana ( a )

    norepinefrin berhubungan dengan aritmia yang serius, ( b ) cardiac output diketahui tinggi dan

    tekanan darah persisten rendah, atau ( c ) sebagai salvage therapy ketika dikombinasikan dengan

    obat inotropik / vasopresor dan dosis rendah vasopresin gagal mencapai MAP yang

    ditargetkan.4,15,16

    3) Inotropik

    Pada pasien sepsis meskipun resusitasi cairan telah adekuat, perfusi jaringan yang baik akan

    sulit tercapa bila terjadi gangguan kontraktilitas miokardium. Oleh karena itu dapat diberikan obat-

    obatan inotropik seperti dobutamin jika terjadi gangguan kontaktilitas miokard. Dobutamine adalah

    sintetik katekolamin yang berikatan kuat dengan reseptor 1 dan 2 adrenergik. Dobutamin

    memiliki efek intropik yang kuat namun efek kronotropik y ang lemah. Sebuah percobaan dengan

    infus dobutamine hingga 20 mikrogram / kg / menit dimasukkan atau ditambahkan pada vasopresor

    ( jika digunakan ) dalam keadaan ( a ) disfungsi miokard yang diperkirakan dari peningkatan

    tekanan pengisian jantung dan cardiac output yang rendah, atau ( b ) sedang berlangsung tanda-

    tanda hipoperfusi, walaupun telah mencapai volume intravaskular yang adekuat dan MAP yang

    adekuat.16,17

    2.6.5 Kortikosteroid

    Penggunaan kortikosteroid masih banyak kontroversial, ada yang menggunakan pada awal

    terjadinya sepsis, ada yang menggunakan terapi steroid sesuai dengan kebutuhan dan kekurangan

    yang ada di dalam darah dengan memeriksa kadar steroid pada saat itu (pengobatan suplementasi).

    Penggunaan steroid ada yang menganjurkan setelah terjadi septic shock. Penggunaan

    kortikosteroid direkomendasikan adalah dengan low doses corticosteroid > 300 mg hydrocortisone

    per hari dalam keadaan septic shock. Penggunaan high dose corticosteroid tidak efektif sama sekali

    pada keadaan sepsis dan septic shock.10

    2.6.6 Glukosa Kontrol

    Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah yang tidak mengalami dan yang

    mengalami diabetes mellitus. Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan sampai dengan < 150

    mg/dL. Dengan melakukan monitoring pada gula darah setiap 1-2 jam dan diperthankan minimal

    sampai dengan 4 hari.10

    Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan profilaksis dengan menggunakan H2

    blocker, proton pump inhibitor.10

    Apabila terjadi kesulitan perbafasan penderits memerlukan ventilator dimana tersedia di

    ICU.10

  • 12

    Tabel 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Sepsis Pada Neonatus dan Anak14