bab ii tinjauan pustaka.pdf
TRANSCRIPT
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi
imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk
mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme
penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi.5 Baik respon imun maupun
karakteristik infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme mempunyai pengaruh yang besar
dalam menentukan tingkat morbiditas pada sepsis. Sepsis dengan kegagalan fungsi organ primer
terjadi ketika respon tubuh terhadap infeksi tidak cukup kuat. Permasalahan sepsis yang paling
besar terletak pada karakteristik dari mikroorganisme, seperti beratnya infeksi yang diakibatkannya
serta adanya superantigen maupun agen toksik lainnya yang resisten terhadap antibodi maupun
fagositosis.6
Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standardisasi terminologi. Pada bulan
Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American College of Chest
Physicians/Society of Critical Care Medicine beberapa pengertian tersebut di bawah ini:
1) Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang secara normal pada jaringan
tersebut seharusnya steril.
2) Bakteriemi, adanya bakteri hidup dalam darah
3) Systemic Inflammatory Response Syndrome ( sindroma reaksi inflamasi sistemik = SIRS ),
merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik
yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Dysfunction (MOD)
dengan tanda klinis:
a) Temperatur > 38,30 C atau < 35,60 C
b) Denyut jantung > 90 kali / menit
c) Frekuensi nafas > 20kali / menit atau PaCO2 < 32 torr ( < 4,3 kPa)
d) Hitung leukosit > 12.000 sel / mm3 atau < 4000 sel / mm3 atau ditemukan > 1-% sel imatur.
4) Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi
5) Sepsis berat ( severe sepsis ), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan hipotensi ( tekanan
sistolik < 90mmHg atau terjadi penurunan > 40mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai
penyebab dari penurunan tekanan darah yang lain ). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini
meliputi timbulnya asidosis laktat, oligouria atau perubahan akut status mental.
6) Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat
tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.7
-
4
2.2 Etiologi Sepsis
Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram
negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus
bahkan parasit. Timbulnya syok septik dan Acute Respiratory Distress Syndrome ( ARDS ) sangat
penting pada bakteriemia gram negatif. Syok terjadi pada 20% - 35% penderita bakteriemia gram
negative.8 Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida ( LPS ). LPS atau
endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram
negatif. Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang
terinfeksi. Struktur lipid A dan LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita.
Sthaphylococci, pneumococci, streptococci dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan
sepsis, dengan angka kejadian 20%-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik,
virus ( dengue dan herpes ) atau protozoa ( Falciparum malariae ) dilaporkan dapat menyebabkan
sepsis, walaupun jarang.1 Pada sepsis sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi
apoptosis adalah limfosit, hilangnya limfosit ini akan menurunkan survival sepsis.5,9
2.3 Patofisiologi Sepsis
Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan focus infeksi jaringan sebagai sumber
bacteremia, hal ini disebut sebagai bacteremia sekunder. Sepsis gram negative merupakan
komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur yang
berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi appendikal, atau bisa berpindah dari perineum
ke uretra atau kandung kemih. Selain itu sepsis gram negatif fokus primernya dapat berasal dari
saluran gastrointestinal, saluran empedu, dan saluran gastrourinarium. Sepsis gram positif biasanya
timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya luka
bakar.10
Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen
dari luar. Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi
organisme penyebab. Berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator
inflamasi termasuk berbagai sitokin. Mediator inflamasi sangat kompleks karena melibatkan
banyak sel dan mediator yang dapat mempengaruhi satu sama lain.10
Patofisiologi sepsis sangat kompleks karena melibatkan interaksi antara proses infeksi
kuman patogen, inflamasi dan jalur koagulasi,11 yang dikarakteristikkan sebagai
ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis factor-a ( TNF- ),
interleukin-1 ( IL-1 ), IL-6 dan interferon- ( IFN ) dengan sitokin antiinflamasi seperti IL-1
reseptor antagonis ( IL-1 ), IL-4 dan IL-10.11 Overproduksi sitokin inflamasi sebagai hasil dari
aktivasi nuklear faktor B ( NF-B ) akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS
terutama pada paru-paru, hati, ginjal usus dan organ lainnya,13 yang mempengaruhi permeabilitas
vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan metabolik sehingga terjadi apoptosis maupun
nekrosis jaringan, Multiple Organ Failure ( MOF ), syok septik serta kematian.12,13
-
5
Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari
endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS
dan bersama-sama dengan antibody dalam serum darah penderita membentuk LPSab
(lipopolisakarida Antibodi). LPSab yang berada dalam darah penderita akan bereaksi dengan
makrofag melalui TLRs4 ( Toll like Receptors 4 ) sebagai reseptor transmembran dengan
perantaraan reseptor CD 14+ dan makrofag mengekspresikan imunomodulator, hal ini hanya dapat
terjadi pada bakteri gram negatip yang mempunyai LPS dalam dindingnya.10
2.4 Diagnosis Sepsis
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non
spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau
kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam
kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering : paru, traktus digestivus,
traktus urinary, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan
penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan
menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, dan gagal organ utama,
dan pasien dengan granulosiopenia. Yang sering diikuti gejala MODS sampai dengan terjadinya
syok sepsis.10
Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi10 :
1. Sindroma distress perafasan padda dewasa
2. Koagulasi intravascular
3. Gagal ginjal akut
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Disfungsi system saraf pusat
7. Gagal jantung
8. Kematian
Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang
cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak lanjut status hemodinamik.10
Riwayat membantu menentukan apakah infeksi nosocomial dan apakah pasien
imunokompromis. Rincian yang harus diketahui meliputi paparan pada hewan, perjalanan, gigitan
tungau, bahaya di tempat kerja, penggunaan alcohol, seizure, hilang kesadaran, medikasi, dan
penyakit dasar yang mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu. Berikut gejala dan tanda
klinis pasien sepsis adalah sebagai berikut
a) Temperatur > 38,30 C atau < 35,60 C
b) Denyut jantung > 90 kali / menit
c) Frekuensi nafas > 20 kali / menit atau PaCO2 < 32 mmHg
d) Jumlah leukosit > 12.000 sel / mm atau < 4000 sel / mm atau terdapat netrofil > 10%
-
6
Diagnosis terhadap sepsis juga dapat dilakukan dengan mengkultur mikroba penyebab
sepsis sebelum terapi antimikroba diberikan namun kultur tidak boleh menyebabkan penundaan
yang signifikan ( > 45 menit ) terhadap penatalaksanaan antimikroba. Untuk mengoptimalkan
identifikasi organisme penyebab sepsis, setidaknya dibuat dua set kultur darah ( aerobik dan
anaerobik ) yang diambil secara perkutan dan melalui perangkat akses vaskuler, kecuali
perangkatnya baru ( < 48 jam ). Kultur dari cairan tubuh lain ( urin, cairan serebrospinal, luka,
sekret pernapasan ) yang menjadi sumber infeksi juga harus diperhatikan sebelum terapi
antimikroba. Studi pencitraan juga dapat dilakukan segera untuk mengetahui sumber infeksi
potensial. 4
Temuan laboratorium lain yakni :
1. Sepsis awal. Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan
proteinuria. Neutrophil mengandung granulasi toksik, badan dohle, atau vakuola sitoplasma.
Hiperventilasi menimbulkan alkalosis respirator. Hipoksemia dapat dikoreksi dengan oksigen.
Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.10
2. fase lanjut. Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu thrombin, penurunan
fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia
lebih dominan. Aminotransferase ( enzim liver ) meningkat. Bila otot pernafasan lelah, terjadi
akumulasi laktat serum. Asidosis metabolic ( peningkatan gap anion ) terjadi setelah alkalosis
respiratorik. Hipoksemia tidak dapat dikoreksi bahkan dengan oksigen 100%. Hiperglikemia
diabetic dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.10
Mortalitas meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah gejala SIRS dan berat proses
penyakit.
Komplikasi10
1. Sindrom distress pernafasan dewasa ( ARDS, adult respiratory disease syndrome )
2. Koagulasi intravascular diseminata ( DIC )
3. Gagal ginjal akut ( ARF, acute renal failure )
4 Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Disfungsi system saraf pusat
7. Gagal jantung
8. Kematian
Insidensi komplikasi tersebut yang dilaporkan pada SIRS dan sepsis dalam penelitian
berbeda adalah 19% untuk disfungsi CNS, 2-8% untuk ARDS, 12% untuk gagal hati, 9-23% untuk
ARF, dan 8-18% untuk DIC.10
Pada syok septik, ARDS dijumpai pada sekitar 18%, DIC pada 38%, dan gagal ginjal
50%.10
-
7
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Sepsis14
-
8
Tabel 2.2 Kriteria Sepsis Berat14
2.5 Klasifikasi Sepsis
Terdapat macam-macam sepsis, antara lain :
1. MRSA sepsis yaitu sepsis yang disebabkan oleh Methicilin-resisten bakteri Stapphylocoocus
aureus ( yang menyerang darah dan jaringan tubuh lain ).
2. VRE sepsis yaitu sepsis yang disebabkan oleh Vancomycin-resisten bakteri Enterococcus
species ( yang menyerang darah dan jaringan tubuh lain ).
3. Urosepsis, yaitu sepsis yang disebabkan oleh adanya infeksi saluran kencing.
4. Wound sepsis, yaitu sepsis yang disebabkan oleh infeksi luka.
5. Neonatal sepsis atau Neonatorum sepsis atau Septicemia, yaitu sepsis pada bayi baru lahir,
terutama 4 minggu pertama sejak dilahirkan.
6. Septic abortion, yaitu keguguran yang disebabkan oleh adanya infeksi dengan terjadinya sepsis
pada seorang ibu yang mengalami keguguran.
2.6 Penatalaksanaan Sepsis
Penderita sepsis sebaiknya dirawat di rumah sakit dan biasanya ditempatkan di Unit
Perawatan Intensif ( UPI ). Pemberian obat antibiotika secepatnya melalui infus, dengan kombinasi
2 atau 3 macam antibiotika pada saat yang sama. Bila hasil pemeriksaan tes retensi didapatkan,
maka penderita dapat segera diberikan antibiotika yang masih dapat membunuh bakteri yang
didapat dalam pemeriksaan kultur dari darah penderita.
2.6.1 Stabilisasi Pasien Langsung
Masalah mendesak yang dhadapi pasien dengan sepsis berat adalah pemulihan
abnormalitas yang membahayakan jiwa ( ABC : airway, breathing, circulation ). Pemberian
resusitasi awal sangat penting pada penderita sepsis, dapat diberikan kristaloid atau koloid untuk
mempertahankan stabilitas hemodinamik. Perubahan status mental atau penurunan tingkat
kesadaran akibat sepsis memerlukan perlindungan secara langsung terhadap jalan napas pasien.
Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis deapat
-
9
membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernapasan dan peningkatan ketersediaan
oksigen untuk jaringan lain. Peredaran darah terancam, dan penurunan bermakna pada tekanan
darah memerlukan terapi empiric gabungan yang agresif dengan cairan ( ditambah kristaloid atau
koloid ) dan inotrope / vasopressor ( dopamine, dobutamin, fenilefrin, epinefrin, atau norepinefrin).
Pada sepsis berat perlu pemantauan peredaran darah. CVP 18-12 mmHg ; Mean arterial pressure
65 mmHg ; urine output 0.5 mL/Kg-1/ jam-1, central venous ( superior vena cava ) oxygen
saturation 70% atau mixed venous 65%.10
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien ( tekanan
darah, denyut jantung, laju napas, dan suhu badan ) harus dipantau. Frekuensinya tergantung pada
berat sepsis. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan
dialysis untuk mempertahankan fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien
hipotensif dengan obat vasoaktif, missal dopamine, dobutamin, atau norepinefrin.10
2.6.2 Terapi Antimikroba
Terapi antimikroba IV merupakan salah satu kumponen penting dari resusitasi inisial pada
pasien sepsis. Antimikroba diberikan setelah kultur dilakukan tetapi tidak boleh lebih dari 1 jam
setelah sepsis teridentifikasi. Kumar et al menemukan bahwa setiap penundaan lebih dari 1 jam
terhadap pemberian antimikroba berhubungan dengan menurunnya jumlah pasien yang selamat
sebanyak 7,6%. Pemilihan antimikroba yang akan diberikan berhubungan dengan riwayat pasien
( alergi obat dan antimikroba yang terakhir kali diberikan ), kemungkinan sumber infeksi, dan
antibiogram spesifik rumah sakit. Surviving Septic Campaign Guideline merekomendasikan terapi
inisial anti infeksi empirik yaitu bila satu atau lebih obat berkerja terhadap semua kemungkinan
patogen ( bakteri, jamur, virus ) atau obat yang memiliki konsentrasi penetrasi adekuat ke dalam
jaringan yang dianggap sebagai sumber infeksi. Antimikroba dapat berupa antibiotik IV spektrum
luas yang harus dievaluasi setiap hari untuk mencegah terjadinya resistensi obat, durasi dari terapi
antimikroba ini 7 - 10 hari. Procalcitonin atau biomarker yang serupa dapat membantu klinisi
dalam menentukan penghentian antibiotik empirik terhadap pasien yang awalnya menunjukkan
gejala sepsis namun tidak memiliki bukti adanya infeksi. Pada pasien dengan kasus-kasus tertentu
seperti pasien dengan severe sepsis yang mengalami neutropenia, terinfeksi bakteri patogen yang
resisten terhadap obat kombinasi seperti Acinetobacter dan pseudomonas spp, dapat diberikan
terapi kombinasi yang tidak boleh dilanjutkan lebih dari 3 5 hari.4,15
2.6.3 Pengendalian Infeksi
Salah satu komponen dari resusitasi awal pada sepsis adalah mengidentifikasi dan
mengendalikan sumber infeksi. Contoh yang sedarhana seperti mengganti peralatan akses vaskular
yang terkontaminasi. Pada pasien bedah, perut merupakan tempat infeksi 50% kasus. Pasien-
pasien ini sering memerlukan diagnostik pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi dan
menentukan prosedur operasi sehingga sumber dapat di kendalikan. Hal ini meliputi debridemen
jaringan nekrotik, drainase abses, mengganti peralatan akses vaskular yang terkontaminasi, dan
laparatomi eksplorasi.15
-
10
2.6.4 Penunjang Hemodinamik dan Terapi Adjuvant
1) Resusitasi Cairan
Sejak awal 1940-an, pemulihan volume intravaskular telah dianut sebagai intervensi
penting dalam resusitasi syok. Namun, kontroversi telah bertahan mengenai cairan resusitasi yang
optimal untuk digunakan. Ada beberapa perbedaan mendasar antara kristaloid ( ringer laktat,
normal saline ) dan koloid ( albumin, saline hipertonik ) sebagai cairan resusitasi. Volume distribusi
kristaloid secara signifikan lebih besar daripada koloid. Oleh karena itu, rasio kristaloid dibanding
koloid pada penginfusan adalah 3 : 1. Pendukung resusitasi kristaloid menyatakan bahwa kristaloid
dapat mengganti defisit volume cairan interstitial yang berkurang pada syok dini, risiko minimal
akan terjadinya reaksi anafilaktoid, penggantian kehilangan volume dengan larutan fisiologis yang
seimbang, dan biaya yang harus dikeluarkan menurun. Pendukung resusitasi koloid menyatakan
bahwa pada syok septik terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler difus sehingga koloid dengan
berat molekul sedang dapat lebih cepat dalam memulihkan volume intravaskular dan mengurani
terjadinya edema interstitial. Bagaimanapun kristaloid dipilih sebagai cairan awal dalam resusitasi
sepsis berat dan syok septik. Albumin digunakan ketika pasien memerlukan sejumlah besar
kristaloid. Jika koloid diberikan, maka jumlah yang harus masuk pada 30 menit pertama sebesar
300 - 500 cc. Jika kristaloid diberikan, maka jumlah cairan yang harus masuk pada 30 menit
pertama sebesar 1000 cc. Cairan dapat ditambah sesuai kebutuhan pasien. Protokol ini harus
dilakukan secepat mungkin setelah hipoksia jaringan teridentifikasi sehingga perfusi okesigen ke
jaringan dapat lebih adekuat dan mencegah hipoksia lebih lanjut.4,15
2) Vasopressor
Syok septik menyebabkan vasodilatasi terkait dengan cardiac output yang tinggi dan
resistensi pembuluh darah sistemik yang rendah. Oleh karena itu terapi vasopresor awal dapat
digunakan untuk memulihkan tonus vaskuler. Terdapat beberapa jenis obat vasopresor.
Norepinefrin dan dopamin merupakan agen lini pertama untuk pengobatan syok septik. Agen ini
harus diberikan melalui kateter vena sentral. Norepinefrin merupakan agonis reseptor adrenergik
1 yang menyebabkan vasokonstriksi luas dan memiliki sedikit efek terhadap denyut jantung
maupun stroke volume. Penggunaan norepinefrin dalam waktu lama dapat menyebabkan efek
toksis terhadap miokard jantung dengan menginduksi apoptosis dengan aktivasi protein kinase A
dan meningkatkan influks Ca2+. Dopamin berikatan dengan reseptor adrenegik 1, menstimulus
pengeluaran norepinefrin. Pemberian dosis yang lebih besar dopamin yang berikatan dengan
reseptor adrenergik 1 menyebabkan vasokonstriksi. Dopamine sebagai agen vasopresor alternatif
dari norepinefrin hanya pada pasien tertentu ( misalnya pasien dengan resiko rendah takiaritmia
dan bradikardi absolut atau relative ). Penambahan vasopresin mungkin bermanfaat.Vasopresin
atau hormon antidiuretik berikatan dengan reseptor V1 yang menstimulus otot polos vaskuler dan
berikatan dengan reseptor V2 yang menstimulus reabsorbsi air pada duktus koletikus renal.
Fenilefrin berikatan kuat dengan reseptor adrenergik tapi tidak berikatan dengan reseptor
-
11
adrenergik . tidak direkomendasikan pada terapi syok sepsis kecuali pada keadaan dimana ( a )
norepinefrin berhubungan dengan aritmia yang serius, ( b ) cardiac output diketahui tinggi dan
tekanan darah persisten rendah, atau ( c ) sebagai salvage therapy ketika dikombinasikan dengan
obat inotropik / vasopresor dan dosis rendah vasopresin gagal mencapai MAP yang
ditargetkan.4,15,16
3) Inotropik
Pada pasien sepsis meskipun resusitasi cairan telah adekuat, perfusi jaringan yang baik akan
sulit tercapa bila terjadi gangguan kontraktilitas miokardium. Oleh karena itu dapat diberikan obat-
obatan inotropik seperti dobutamin jika terjadi gangguan kontaktilitas miokard. Dobutamine adalah
sintetik katekolamin yang berikatan kuat dengan reseptor 1 dan 2 adrenergik. Dobutamin
memiliki efek intropik yang kuat namun efek kronotropik y ang lemah. Sebuah percobaan dengan
infus dobutamine hingga 20 mikrogram / kg / menit dimasukkan atau ditambahkan pada vasopresor
( jika digunakan ) dalam keadaan ( a ) disfungsi miokard yang diperkirakan dari peningkatan
tekanan pengisian jantung dan cardiac output yang rendah, atau ( b ) sedang berlangsung tanda-
tanda hipoperfusi, walaupun telah mencapai volume intravaskular yang adekuat dan MAP yang
adekuat.16,17
2.6.5 Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid masih banyak kontroversial, ada yang menggunakan pada awal
terjadinya sepsis, ada yang menggunakan terapi steroid sesuai dengan kebutuhan dan kekurangan
yang ada di dalam darah dengan memeriksa kadar steroid pada saat itu (pengobatan suplementasi).
Penggunaan steroid ada yang menganjurkan setelah terjadi septic shock. Penggunaan
kortikosteroid direkomendasikan adalah dengan low doses corticosteroid > 300 mg hydrocortisone
per hari dalam keadaan septic shock. Penggunaan high dose corticosteroid tidak efektif sama sekali
pada keadaan sepsis dan septic shock.10
2.6.6 Glukosa Kontrol
Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah yang tidak mengalami dan yang
mengalami diabetes mellitus. Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan sampai dengan < 150
mg/dL. Dengan melakukan monitoring pada gula darah setiap 1-2 jam dan diperthankan minimal
sampai dengan 4 hari.10
Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan profilaksis dengan menggunakan H2
blocker, proton pump inhibitor.10
Apabila terjadi kesulitan perbafasan penderits memerlukan ventilator dimana tersedia di
ICU.10
-
12
Tabel 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Sepsis Pada Neonatus dan Anak14