bab ii tinjauan pustaka revisi
DESCRIPTION
sdTRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecepatan Psikomotor
1. Definisi
Kecepatan psikomotorik merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan
untuk memproses sebuah stimulus motorik, mempersiapkan respon yang
akan diberikan, sampai dengan melaksanakan respon tersebut. Proses
psikomotorik membutuhkan koordinasi antara saraf dan otot. Oleh karena
itu, para peneliti menganggap bahwa kecepatan psikomotor
menggambarkan kualitas pengelolaan informasi sehingga mampu
mencerminkan integritas sistem saraf pusat (Departemen Pendidikan
Nasional, 2008; Whitbourne, 2011).
2. Aspek-Aspek Kompetensi Pembelajaran
Proses penilaian suatu kompetensi pembelajaran pada dasarnya
melibatkan tiga aspek penting, yang tediri dari aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Akan tetapi, ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu
sama lain secara tegas (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Aspek kognitif merupakan suatu aspek yang berhubungan dengan
kemampuan berpikir, yang di dalamnya terdiri pula atas kemampuan
menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis serta
mengevaluasi. Aspek afektif merupakan aspek yang mengandung watak
perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Aspek psikomotor
merupakan aspek yang behubungan dengan keterampilan memanipulasi
6
yang membutuhkan keterlibatan otot dan kekuatan fisik sehingga lebih
berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik. Aspek
psikomotorik meliputi kemampuan fisik seperti kekuatan fisik, kecepatan
gerak, ketelitian dan ketepatan, koordinasi dan keluwesan anggota tubuh
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Mardapi (2003) mengatakan bahwa keterampilan psikomotor ada
enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual,
gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan
refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika
bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada
keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah
kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik
adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan
terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan
dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga,
yaitu: specific responding, motor chaining, dan rule using. Tahapan
specific responding menggambarkan seseorang mampu merespons hal-hal
yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau
melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket,
memegang bed untuk tenis meja. Seseorang dikatakan sudah mencapai
tahap motor chaining apabila sudah mampu menggabungkan lebih dari
dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya
7
memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dan
sebagainya. Tahapan rule using menggambarkan seseorang sudah dapat
menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang
komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan
tenaga yang sama hasilnya lebih baik.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar
psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi,
manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan
melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang
dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Misalnya, seseorang mencoba
mengendarai sepeda setelah mengamati orang lain melakukan hal tersebut.
Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum
pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja.
Sebagai contoh, seseorang mampu mengendarai sepeda dengan beberapa
gerakan yang terbatas hanya berdasarkan pada instruksi yang diberikan.
Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-
kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang
tepat. Sebagai contoh, seseorang mampu mengendarai sepeda dengan jalan
lurus tanpa bergoyang. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah
kemampuan merangkai beberapa gerakan secara berkelanjutan dan
terintegrasi. Sebagai contoh, seseorang mampu mengendarai sepeda
dengan lancar. Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan
melakukan gerakan secara wajar dan efisien serta telah menjadikan
gerakan tersebut sebagai bagian dari kebiasaannya. Sebagai contoh,
8
seseorang dapat mengendarai sepeda dengan baik tanpa berpikir tentang
hal tersebut.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Psikomotor
Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi kecepatan
psikomotor, antara lain:
a. Usia
Usia subjek menunjukan tingkat kematangan berkaitan dengan
tingkat pengalaman dan belajarnya (latihan). Semakin bertambahnya
usia, kecepatan psikomotor meningkat seiring dengan berkembangnya
fungsi saraf, tulang, dan otot. Akan tetapi, kecepatan psikomotor justru
akan menurun setelah melewati titik maksimum perkembangan fisik,
yaitu sekitar usia 30 tahun (Anindya, 2009).
b. Tingkat pendidikan
Sebuah teori menjelaskan tentang synaptic reserve hypothesis,
dimana orang yang berpendidikan tinggi mempunyai lebih banyak
synaps di otak bila dibandingkan dengan orang yang berpendidikan
rendah. Ketika sinaps tersebut rusak karena ada proses degeneratif,
maka sinaps yang lain akan menggantikan sinaps yang rusak tersebut.
Teori ini berhubungan dengan cognitive reserve hypothesis dimana
orang yang beredukasi memiliki lebih banyak sinaps pada otak dan
mampu memberikan kompenssasi yang baik terhadap hilangnya suatu
kemampuan dengan menggunakan strategi alternatif yang diperoleh
9
selama pelatihan dalam kegiatan pendidikan (Dash & Villemarette-
Pittman, 2005).
c. Jenis Kelamin
Pria memiliki kecepatan yang sedikit lebih cepat dibandingkan
wanita, tetapi perbedaan ini sangat kecil. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan. Laki-laki cenderung memiliki aktivitas yang lebih berat
dan membutuhkan kecepatan yang lebih bila dibandingkan dengan
perempuan (Anindya, 2009).
d. Latihan fisik
Latihan fisik mampu mempengaruhi banyak aspek fungsi
kognitif, psikomotorik, dan memiliki banyak efek terhadap kesehatan
mental secara umum. Selain itu, latihan fisik mampu meningkatkan
fungsi eksekutif, seperti fungsi koordinasi, perencanaan, dan memori.
Akan tetapi, seseorang yang melakukan latihan fisik berat justru akan
menunjukkan penurunan kecepatan psikomotor bila dibandingkan
dengan seseorang yang melakukan latihan fisik sedang (Sibley &
Etnier, 2003; Gligoroska et al., 2010).
e. Asupan Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh dan
kolesterol diketahui mampu meningkatkan resiko penurunan fungsi
kognitif. Sebaliknya, pembatasan konsumsi kalori justru akan
membantu peningkatan kemampuan belajar, neurogenesis, dan kadar
neurotrophin (van Praag, 2009).
10
4. Pengukuran Kecepatan Psikomotor
Kecepatan psikomotor seseorang dapat dinilai berdasarkan berbagai
macam tes, salah satunya adalah Trail Making Test (TMT) yang
merupakan suatu tes untuk menilai konsep visual dan memori visuomotor.
Awalnya, tes tersebut merupakan bagian dari Army Individual Test Battery
(1994) yang kemudian digabungkan ke dalam tes neuropsikologi di
Halstead-Reitan Battery (Strauss et al., 2006). Trail Making Test
memberikan evaluasi mengenai kecepatan pengolahan informasi,
kemampuan pembacaan sekilas, integrasi fungsi visual dan motorik,
pengenalan dan pengurutan huruf dan angka, serta kemampuan untuk
memelihara pemikiran dua deretan yang berbeda (Gligoroska et al., 2010).
Tes ini memiliki dua bagian, yaitu bagian A dan bagian B. Bagian A
merupakan bagian paling sederhana dari tes tersebut. Bagian ini meminta
partisipan untuk secepat mungkin membuat garis pengubung dari angka 1
sampai dengan 25 dengan pola bertingkat yang dilingkari dan tersebar
dalam selembar kertas. Bagian A dapat menilai pembacaan cepat,
identifikasi, pengenalan angka, pengurutan angka, dan kecepatan motorik.
Bagian B merupakan bagian yang lebih kompleks bila dibandingkan
dengan bagian sebelumnya. Bagian ini mengharuskan partisipan untuk
menggambar garis penghubung angka dan huruf alfabet dalam pola
berselang, yaitu dengan cara menghubungkan antara angka pertama ke
huruf alfabet pertama, kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan
pasangan angka dan huruf selanjutnya hingga pasangan terakhir, yaitu
angka 12 dan huruf L (sebagai contoh, 1, A, 2, B, 3, C, dan seterusnya).
11
Bagian B berhubungan erat dengan pengujian proses mental, fungsi
eksekutif, dan fleksibilitas mental untuk menyelesaikan dua tipe
rangsangan, yaitu angka dan huruf alfabet (Reitan et al., 1992).
Cara penilaian TMT adalah dengan mengukur total waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan masing-masing bagiannya secepat
mungkin. Untuk dewasa, skor waktu lebih dari 40 detik untuk bagian A
dan 91 detik untuk bagian B mengindikasikan adanya penurunan fungsi
otak. Penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa skor TMT tergantung
oleh beberapa faktor, yaitu tingkat pendidikan dan usia (Gligoroska et al.,
2010).
B. Latihan Fisik
1. Definisi
Latihan fisik merupakan aktivitas fisik yang terencana, terstruktur
dan berulang, serta bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan
satu atau beberapa komponen dari kebugaran fisik (World Health
Organization, 2010). Latihan fisik merupakan suatu kegiatan fisik yang
dapat meningkatkan kesehatan jasmani, sebab latihan fisik tidak hanya
melibatkan sistem muskuloskeletal saja, namun juga mengikutsertakan
sistem lain dalam tubuh, seperti sistem kardiovaskuler, sistem respirasi,
sistem endokrin, sistem saraf, dan sebagainya. Aktivitas fisik yang
kurang telah diidentifikasi sebagai faktor resiko mortalitas di dunia dan
menempati urutan ke empat (6%) setelah hipertensi (13%), merokok
(9%) dan glukosa darah tinggi (6%).
12
2. Manfaat
Apabila seseorang telah melakukan latihan fisik secara teratur
sesuai dengan kebutuhan, maka akan diperoleh beberapa efek positif
terhadap sistem tubuh, antara lain :
a. Sistem saraf dan kesehatan mental
1) Meningkatkan kemampuan kognitif (Winter, et al., 2007;
Tomporowski et al., 2008)
2) Mencegah penurunan memori terkait usia (van Praag, 2008)
3) Memperlambat onset penyakit-penyakit neurodegeneratif (Radak
et al., 2007)
4) Membantu penyembuhan kerusakan otak akibat trauma (van
Praag, 2008)
5) Membantu proses penyembuhan demensia (Woods et al., 2009)
b. Sistem kardiovaskuler
Meningkatkan kerja dan fungsi jantung serta pembuluh darah yang
ditandai dengan :
1) Denyut nadi istirahat menurun
2) Volume sekuncup jantung bertambah
3) Penurunan penimbunan asam laktat
4) Meningkatkan pembuluh darah kolateral
5) Meningkatkan kadar kolesterol HDL
6) Mengurangi aterosklerosis
7) Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita
hipertensi (Syatria, 2006).
13
c. Sistem respirasi
Meningkatkan kemampuan fungsi paru, yang ditandai dengan
peningkatan kapasitas ventilasi paru serta konsumsi oksigen
maksimal (VO2 max) (Maqsalmina, 2007).
d. Sistem endokrin dan metabolik
1) Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah terjadinya
obesitas dan mempertahankan berat badan ideal.
2) Memperbaiki resistensi insulin pada penderita diabetes mellitus
serta meningkatkan metabolisme glukosa (Ristow et al., 2009).
e. Sistem muskuloskeletal
1) Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) tubuh, sehingga dapat
membantu mengurangi terjadinya resiko cedera.
2) Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang untuk
pengoptimalan pertumbuhan anak-anak.
3) Pada orang dewasa dapat dimanfaatkan uuk memperkuat massa
tulang, mengurangi nyeri sendi kronis pada daerah-daerah
tertentu serta mencegah terjadinya osteoporosis (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
f. Sistem imunitas
Meningkatkan aktivitas sistem imun terhadap berbagai macam
penyakit melalui peningkatan pengaturan kekebalan tubuh
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006; Woods et al.,
2009).
14
3. Rekomendasi Global
Latihan fisik akan memiliki manfaat yang maksimal bagi tubuh
apabila seseorang melakukannya secara teratur selama enam minggu
dengan takaran yang sesuai, yaitu meliputi durasi, frekuensi, intensitas
dan tipe (World Health Organization, 2010; Tseng, Gau, & Lou, 2011).
a. Durasi adalah seberapa lama seseorang melakukan latihan fisik.
Secara umum, durasi digambarkan dalam hitungan menit. Penelitian
terdahulu menyatakan bahwa durasi latihan fisik yang efektif untuk
memperoleh manfaat kesehatan adalah 30 – 60 menit setiap kali
latihan (Colcombe et al., 2006; Kwak et al., 2008; Marmeleira et al.,
2009; Tseng, Gau, & Lou, 2011).
b. Frekuensi adalah seberapa sering seseorang melakukan latihan fisik.
Frekuensi digambarkan dalam sesi atau episode. Penelitian terdahulu
menyatakan bahwa frekuensi latihan fisik yang efektif untuk
memperoleh manfaat kesehatan adalah minimal tiga kali per minggu
(Colcombe et al., 2006; Kwak et al., 2008; Marmeleira et al., 2009;
Tseng, Gau, & Lou, 2011).
c. Intensitas adalah seberapa berat upaya seseorang melakukan latihan
fisik. Intensitas latihan fisik dapat ditentukan oleh denyut nadi dan
usia seseorang sehingga secara keseluruhan dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu intensitas ringan, sedang dan berat.
1) Intensitas ringan, bila target denyut nadi latihan seseorang kurang
dari 50% dari denyut nadi maksimum.
Denyut nadi maksimum (DNM) : 220 – usia sekarang
15
Denyut nadi latihan (DNL) : kurang dari 50% × DNM
2) Intensitas sedang, bila target denyut nadi latihan seseorang
berkisar antara 50% sampai dengan 70% dari denyut nadi
maksimum.
Denyut nadi maksimum (DNM) : 220 – usia sekarang
Denyut nadi latihan (DNL) : 50% × DNM sampai dengan
70% × DNM
3) Intensitas berat, bila target denyut nadi latihan seseorang berkisar
antara 70% sampai dengan 85% dari denyut nadi maksimum.
Denyut nadi maksimum (DNM) : 220 – usia sekarang
Denyut nadi latihan (DNL) : 70% × DNM sampai dengan
85% × DNM
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa intensitas latihan fisik
yang efektif untuk memperoleh manfaat kesehatan adalah intensitas
sedang dan berat (Colcombe et al., 2006; Kwak et al., 2008;
Marmeleira et al., 2009; Tseng, Gau, & Lou, 2011).
d. Tipe
Terdapat berbagai macam bentuk pembagian jenis latihan fisik.
Salah satu pembagian tersebut adalah berdasarkan konsumsi oksigen
atau sistem energi dominan yang digunakan dalam suatu latihan, yaitu
latihan fisik aerobik dan anaerobik.
a. Latihan fisik aerobik merupakan latihan fisik yang bergantung
terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses
pembakaran sumber energi sehingga juga akan bergantung
16
terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung,
paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut
oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan
dengan sempurna (Irawan, 2007). Latihan fisik ini biasanya
merupakan aktivitas latihan fisik dengan intensitas rendah-sedang
yang dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang cukup
lama seperti jalan kaki, bersepeda atau juga jogging.
Latihan fisik aerobik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
menurut Heyward (2002), yaitu :
1) Kelompok 1 : Kelompok aktivitas yang memiliki intensitas
relatif konstan dan tidak membutuhkan
keterampilan, misalnya berjalan, jogging,
treadmill, lari, dan bersepeda.
2) Kelompok 2 : Kelompok aktivitas yang memiliki intensitas
konstan atau bervariasi dan membutuhkan
keterampilan, misalnya senam, dansa, dan
renang.
3) Kelompok 3 : Kelompok aktivitas yang memiliki intensitas
bervariasi dan sangat membutuhkan
keterampilan, misalnya sepak bola, basket, voli,
tenis lapangan, dan tenis meja.
b. Latihan fisik anaerobik merupakan latihan fisik dengan intensitas
tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang
singkat namun tidak dapat dilakukan secara kontinu untuk durasi
17
waktu yang lama (Irawan, 2007). Latihan ini biasanya juga akan
membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat diregenerasi
sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali. Contoh dari
kegiatan atau jenis latihan fisik yang memiliki aktivitas anaerobik
dominan adalah lari cepat (sprint), push-up, body building,
gimnastik atau juga loncat jauh. Dalam beberapa jenis latihan fisik
beregu atau juga individual akan terdapat pula
gerakan-gerakan/aktivitas sepeti meloncat, mengoper, melempar,
menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan
cepat yang bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa
cabang latihan fisik seperti sepakbola, bola basket atau juga tenis
lapangan disebutkan merupakan kegiatan latihan fisik dengan
kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik.
4. Metabolisme Energi Selama Latihan Fisik
Prinsip seluruh proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah
untuk meresintesis molekul ATP, yang prosesnya dapat berjalan secara
aerobik maupun anearobik. Proses hidrolisis ATP yang akan
menghasilkan energi ini dapat dituliskan melalui persamaan reaksi kimia
sederhana sebagai berikut:
ATP + H2O ADP + H+ + Pi -31 kJ per 1 mol ATP
Dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi
sebesar 31 kJ (7.3 kkal) serta akan menghasilkan produk lain berupa
ADP (adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat). Saat melakukan
18
latihan fisik, terdapat 3 jalur metabolisme energi yang dapat digunakan
oleh tubuh untuk menghasilkan ATP yaitu hidrolisis phosphocreatine
(PCr), glikolisis anaerobik serta glikolisis aerobik.
Kegiatan latihan fisik dengan aktivitas aerobik yang dominan,
metabolisme energi untuk memproduksi ATP (adenosine triphospate)
akan berjalan melalui glikolisis aerobik berupa pembakaran simpanan
karbohidrat, lemak dan sebagian kecil dari pemecahan simpanan protein
yang terdapat di dalam tubuh. Proses metabolisme ketiga sumber energi
ini akan berjalan dengan ketersediaan oksigen (O2) yang diperoleh
melalui proses pernafasan. Lain halnya dengan aktivitas anaerobik yang
membutuhkan energi secara cepat. Aktivitas ini memperoleh energi
melalui hidrolisis phosphocreatine (PCr) serta melalui glikolisis glukosa
secara anaerobik. Proses metabolisme energi secara anaerobik ini dapat
berjalan tanpa ketersediaan oksigen (O2). Proses metabolisme energi
secara anaerobik dapat menghasilkan ATP dengan laju yang lebih cepat
jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik. Sehingga
untuk gerakan-gerakan dalam latihan fisik yang membutuhkan tenaga
yang besar dalam waktu yang singkat, proses metabolisme energi secara
anaerobik dapat menyediakan ATP dengan cepat namun hanya untuk
waktu yang terbatas yaitu hanya sekitar ±90 detik. Walaupun prosesnya
dapat berjalan secara cepat, namun metabolisme energi secara anaerobik
ini hanya menghasilkan molekul ATP yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik (2 ATP vs 36
ATP per 1 molekul glukosa) (Irawan, 2007).
19
Proses metabolisme energi secara aerobik juga dikatakan
merupakan proses yang bersih karena selain akan menghasilkan energi,
proses tersebut hanya akan menghasilkan produk samping berupa
karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Hal ini berbeda dengan proses
metabolisme secara anaerobik, sebab selain menghasilkan CO2 dan H2O
juga akan menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat. Asam
laktat yang terakumulasi dalam tubuh dapat menghambat kontraksi otot
dan menyebabkan rasa nyeri pada otot. Hal inilah yang menyebabkan
mengapa gerakan-gerakan bertenaga saat latihan fisik tidak dapat
dilakukan secara kontinu dalam waktu yang panjang dan harus diselingi
dengan interval istirahat (Irawan, 2007).
Proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses
metabolisme yang membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar prosesnya
dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Saat latihan
fisik, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa
darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk
trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi
secara aerobik di dalam tubuh. Kedua simpanan energi ini dapat
memberikan jumlah kontribusi yang berbeda tergantung pada intensitas
latihan fisik yang dilakukan (Irawan, 2007).
LEMAK KARBOHIDRAT PROTEIN
Asam Lemak dan Gliserol
Glikogen / Glukosa Asam Amino
GlikolisisDeaminasi
atau Transaminasi
Asam Piruvat
Asetil-KoA
Asam Laktat
ß-oksidasi
Siklus Asam Sitrat
20
Gambar 2.1 Metabolisme energi secara aerobik
Secara singkat proses metabolisme energi secara aerobik seperti
yang ditunjukan pada gambar 2.1. Berdasarkan gambar tersebut dapat
dilihat bahwa untuk meregenerasi ATP, akan digunakan tiga simpanan
energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa,glikogen), lemak dan
juga protein. Di antara ketiganya, simpanan karbohidrat dan lemak
merupakan sumber energi utama saat melakukan latihan fisik (Irawan,
2007).
21
5. Respon Kardiovaskuler pada Orang yang Melakukan Latihan fisik
Selama latihan fisik berlangsung, terjadi berbagai metabolisme di
dalam organ-organ tubuh. Semakin besar metabolisme dalam suatu organ,
maka semakin besar kebutuhan darahnya (Guyton & Hall, 2007). Hal ini
akan dikompensasi jantung dengan terjadinya perubahan pada sistem
kardiovaskuler berupa peningkatan curah jantung dan redistribusi darah
dari organ yang kurang aktif ke organ yang aktif. Peningkatan curah
jantung ini dilakukan dengan meningkatkan isi sekuncup dan denyut
jantung (Elly, 2006). Isi sekuncup akan meningkat seiring dengan
peningkatan aliran balik vena melalui mekanisme Frank-Starling dan
peningkatan kontraktilitas miokardium yang distimulasi oleh saraf
simpatis. Peningkatan denyut jantung selama melakukan latihan fisik
terjadi akibat peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas
parasimpatis pada nodus sinoatrial (SA) (Sherwood, 2001).
Latihan fisik yang teratur selain menyebabkan hipertrofi pada otot
rangka ternyata juga menyebabkan hipertrofi pada miokardium sehingga
ruang jantung juga akan membesar. Hal tersebut akan menyebabkan
peningkatan kapasitas pompa jantung yang mempengaruhi peningkatan
isi sekuncup. Walaupun jantung pada orang yang terlatih lebih besar dari
orang normal, curah jantungnya selama istirahat ternyata hampir sama
dengan orang normal. Curah jantung seseorang setara dengan isi
sekuncup dikalikan dengan denyut jantung. Oleh karena itu, untuk
memperoleh curah jantung yang sama dengan orang normal pada
peningkatan isi sekuncup, maka frekuensi denyut nadi istirahat pada
22
orang yang terlatih akan menjadi lebih lambat bila dibandingkan dengan
orang normal. Hal inilah yang biasa disebut dengan efisiensi kerja jantung
oleh miokardium (Guyton & Hall, 2007). Perubahan denyut nadi sering
dipakai sebagai dasar untuk physical fitness test, dimana perubahan yang
sedikit menunjukkan baiknya pengaturan sistem sirkulasi, sedangkan
peningkatan yang sangat signifikan menjadi pertanda kurang baiknya
penyesuaian dalam sistem ini (Price & Wilson, 1995).
C. Masa Dewasa Muda
1. Definisi
Dewasa (adult) berasal dari bahasa Latin adolescene – adolescere
yang memiliki arti “tumbuh menjadi kedewasaan”. Istilah adult sendiri
berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang
mempunyari arti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang
sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Berdasarkan istilah-istilah
tersebut, dapat pula disimpulkan bahwa orang dewasa adalah individu
yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima
kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya
(Hurlock, 1999).
Masa dewasa dini atau muda dimulai pada usia 18 tahun sampai
sekitar 40 tahun, saat terjadi perubahan-perubahan dari sisi fisik dan
psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif
(Hurlock, 1999).
23
2. Perkembangan Psikomotor Pada Masa Dewasa Muda
Masa dewasa muda merupakan periode adaptasi individu terhadap
pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Tidak hanya
itu, orang dewasa muda diharapkan mulai memainkan peran baru seperti
peran suami/isteri, orang tua, dan pencari nafkah. Proses adaptasi yang
harus dijalani oleh orang dewasa muda menjadi periode yang terberat
dari rentang hidup seseorang. Selain itu, sesorang pada usia dewasa muda
memiliki tugas perkembangan,seperti belajar, bekerja dan membina
hubungan sosial yang sehat. Kegagalan dalam menguasai tugas-tugas
perkembangan ini menyebabkan kegagalan dalam memenuhi harapan
sosial, yang dalam beberapa aspek dapat mempengaruhi penyesuaian
pribadi dan sosial individu (Hurlock, 1999).
Masa dewasa muda merupakan masa puncak dari perkembangan
fisik seorang manusia sekaligus permulaan penurunan kemampuan
tersebut. Seseorang yang berusia sekitar 19-26 tahun mengalami puncak
pertumbuhan tulang dan otot. Selain itu, ketahanan fisik, kesehatan dan
kekuatan umumnya dalam kondisi terbaik. Kecepatan respons dan
kemampuan belajar keterampilan motorik yang baru mencapai tingkat
maksimal cenderung menyebabkan seseorang pada usia dewasa muda
mengerjakan sesuatu secara berlebihan secara fisik untuk mencapai
kemapanan kerja atau finansial. Akan tetapi, sekitar usia 30 tahun, mulai
muncul tanda-tanda penurunan kekuatan dan kesehatan otot yang akan
mempengaruhi aktivitas individu (Santrock, 2002).
24
D. Hubungan Antara Latihan fisik Dengan Kecepatan Psikomotor
Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa mekanisme yang
memediasi efek latihan fisik terhadap otak.
1. Neurogenesis
Secara alamiah, manusia dan mamalia memproduksi neuron-
neuron baru di bulbus olfaktorius dan gyrus dentatus pada hipokampus
otak selama hidupnya (van Praag et al., 2009). Proses produksi neuron-
neuron baru memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran dan
memori yang berhubungan dengan fungsi kognitif. Sedangkan, ablasi sel-
sel baru justru akan menyebabkan defisit pada memori spasial (Imayoshi
et al., 2008). Penelitian pada hewan rodent menunjukkan adanya efek
latihan fisik terhadap peningkatan jumlah lipatan gyrus dentatus pada
hipokampus yang mengindikasikan adanya peningkatan produksi dan
kelangsungan hidup neuron-neuron baru (van Praag, 2008). Hal tersebut
mampu mempengaruhi peningkatan kecepatan psikomotor melalui
keterlibatan proses kognitif.
2. Plastisitas sinaps
Latihan fisik memberikan efek terhadap perubahan struktur di
otak berupa peningkatan plastisitas sinaps. Penelitian terhadap berbagai
hewan coba menggambarkan adanya penambahan jaringan di gyrus
dentatus yang berdampak pada peningkatan plastisitas sinaps (van Praag,
2009). Plastisitas sinaps akan mampu mempengaruhi fungsi kognitif
yang mengarah pada proses psikomotorik seseorang.
25
3. Peningkatan aliran darah otak, angiogenesis, dan faktor pertumbuhan
vaskuler
Struktur di otak yang juga mendapatkan pengaruh latihan fisik
adalah pembuluh darah. Selama latihan fisik, metabolisme di otak akan
meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan oksigen untuk
metabolisme aerobik, sehingga akan terjadi peningkatan aliran darah otak
(Secher, Seifert, & Van Lieshout, 2008; Ogoh & Ainslie, 2009).
Pergerakan yang dinamis berhubungan erat dengan aktivasi kortikal dan
peningkatan aliran darah ke area motorik tambahan dan area
sensorimotor primer, sehingga mampu melatih proses koordinasi dalam
pembentukan suatu gerakan pada kemampuan psikomotorik seseorang
(Orgogozo & Larsen, 1979).
Tidak hanya itu, latihan fisik juga mampu meningkatkan
proliferasi sel-sel endotel dan angiogenesis pembuluh darah otak. Efek
angiogenik dan neurogenik akibat latihan fisik diperankan oleh faktor-
faktor pertumbuhan seperti insulin-like growth factor (IGF) dan vascular
endothelial growth factor (VEGF). Beberapa jenis latihan fisik seperti
berlari, diketahui mampu menyebabkan peningkatan ekspresi gen IGF di
hipokampus serta peningkatan kadar IGF dan VEGF serum (Carro et al.,
2000; Fabel et al., 2003; Cao et al., 2004). Selain efeknya pada otot,
tulang dan hati, IGF-1 juga telah diketahui memiliki peranan dalam
sistem saraf pusat, antara lain mendukung proses regenerasi selama masa
perkembangan, menjaga plastisitas sinaps pada dewasa, memperbaiki
kognisi setelah trauma otak, serta mengurangi defisit kognisi yang
26
berhubungan dengan proses degeneratif (Pinilla et al., 2008). Fungsi
kognitif yang meningkat tersebut turut meningkatkan kecepatan
psikomotorik melalui proses koordinasi.
4. Neurotransmitter dan faktor pertumbuhan
Neurotransmitter merupakan zat kimia yang berkomunikasi dan
memberi informasi dari satu sel ke sel yang lain. Saat ini terdapat lebih
dari 100 berbagai neurotransmitter yang telah dikenali. Dari penelitian
ditemukan bahwa neurotransmitter yang ditemukan berbeda dalam
bagian atau daerah otak yang berbeda. Aktivitas latihan fisik ternyata
mampu meningkatkan sistem glutamatergik yang berperan utama dalam
regulasi psikomotor. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan
salah satu reseptor glutamat, yaitu reseptor NMDA (N-methyl-D-
aspartate) subtipe NR2A dan NR2B yang banyak ditemukan pada
neuron-neuron imatur hasil neurogenesis. Selain itu, peningkatan
penarikan reseptor AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-
isoxazolepropionic acid) ke sinaps juga terjadi selama latihan fisik
berlangsung. Reseptor tersebut merupakan salah satu reseptor glutamat
tipe non-NMDA yang memediasi percepatan transmisi sinaps pada
sistem saraf pusat (van Praag, 2009).
Aktivitas fisik juga diketahui mampu mengaktivasi sistem
monoamin dan mempercepat penyembuhan depresi. Efek antidepresan
dari latihan fisik ternyata sama potensialnya dengan efek pengobatan
serotonergik. Latihan fisik mampu meningkatkan tryptophan hydroxylase
yang merupakan salah satu enzim yang berfungsi mensintesis serotonin
27
pada raphe nuclei di batang otak (Chaouloff, 1989). Raphe nuclei
tersebut berfungsi melepaskan serotonin otak yang memiliki berbagai
fungsi, termasuk regulasi suasana hati, selera makan, tidur, kontraksi
otot, dan beberapa fungsi kognitif, termasuk memori dan belajar. Gyrus
dentatus pada hipokampus mengandung banyak sekali reseptor 5-
hydroxytryptamine 5-HT1A yang menerima input serotonergik dari raphe
nuclei yang memicu proliferasi sel dalam proses neurogenesis (Radley &
Jacobs, 2002).
Aktivasi reseptor serotonin meningkatkan ekspresi BDNF (Brain
Derived Neurotrophic Factor) pada sel-sel hipokampus. BDNF sebagai
metabotrophin berperan dalam proses metabolisme di hipokampus
dimana metabolisme yang terjadi tersebut dapat menjadi mediator utama
dari neurogenesis, pertumbuhan neuron, ketahanan neuron, efikasi
sinaptik, penghubungan neuron dan plastisitas sinaps (Pinilla et al.,
2008). Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi kinerja neuron yang
bertanggung jawab atas kerja otot dalam kemampuan psikomotorik.
5. Mekanisme epigenetik
Mekanisme epigenetik terdiri atas modifikasi DNA post-
translational dan protein histone dalam struktur kromatin. Modifikasi
kromatin spesifik tersebut diduga terlibat dalam respon ekspresi gen yang
mengarah pada penyesuaian neuron-neuron baik secara fisiologi maupun
fungsional yang nantinya akan berperan dalam proses kognisi terhadap
kejadian-kejadian yang penuh tekanan. Berdasarkan penelitian oleh
Collins, et al (2009), tikus yang melakukan latihan fisik dapat mengambil
Kecepatan Psikomotor
Usia Jenis Kelamin
Asupan Makanan Tingkat Pendidikan
28
strategi penyelesaian masalah yang berbeda dibandingkan dengan hewan
kontrol yang tidak melakukan latihan fisik. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tikus yang melakukan latihan fisik memiliki peningkatan
kemampuan penyelesaian masalah psikologis terhadap tantangan yang
penuh tekanan. Peningkatan kemampuan beradaptasi tersebut diduga
merupakan konsekuensi dari peningkatan kemampuan kognitif dan
penurunan tingkat kecemasan pada subyek yang melakukan latihan fisik.
Kemampuan adaptasi tersebut berpengaruh pada kemampuan
pengelolaan informasi serta integrasi fungsi visual dan motorik yang
berperan dalam proses psikomotorik individu.
E. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka teori
Latihan Fisik
D urasi
Sistem saraf
dan
kesehatan mental
Neurogenesis
Plastisitas sinaps
Angiogenesis
Neurotransmitter
Mekanisme epigenetik
Sistem respirasi
Sistem kardiovaskuler
Sistem endokrin dan metabolisme
Sistem muskulo skeletal
Sistem imunologi
Frekuensi T ipe Intensitas
29
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka konsep
G. Hipotesis
Terdapat hubungan antara latihan fisik dengan kecepatan psikomotor
pada masa dewasa muda.
Kecepatan PsikomotorLatihan fisik :
a. Terlatihb. Tidak Terlatih