bab ii tinjauan pustaka prokrastinasi akademik 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1563/2/3.2 bab...

23
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Menurut Burka & Yuen (2008), istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran“crastinus”. yang berarti keputusan hari esok, atau jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Burka & Yuen (2008), kata prokrastinasi yang ditulis dalam American College Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada lain waktu. Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan. Menurut M. N. Ghufron, 2003), prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali digunakan oleh Browndan Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nundapenyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut procrastinator. Prokrastinasi dapat juga dikatakan sebagai penghindaran tugas, yang diakibatkan perasaan tidak senang terhadap tugas serta ketakutan untuk gagal dalam mengerjakan tugas. Knaus (2002), berpendapat bahwa penundaan yang

Upload: vanliem

Post on 07-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prokrastinasi Akademik

1. Pengertian Prokrastinasi Akademik

Menurut Burka & Yuen (2008), istilah prokrastinasi berasal dari bahasa

Latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau

bergerak maju dan akhiran“crastinus”. yang berarti keputusan hari esok, atau jika

digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya.

Burka & Yuen (2008), kata prokrastinasi yang ditulis dalam American College

Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan

dilaksanakan pada lain waktu.

Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai

suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak

suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan. Menurut M. N. Ghufron,

2003), prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali digunakan oleh Browndan

Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nundapenyelesaian

suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda

atau tidak segera memulai kerja disebut procrastinator.

Prokrastinasi dapat juga dikatakan sebagai penghindaran tugas, yang

diakibatkan perasaan tidak senang terhadap tugas serta ketakutan untuk gagal

dalam mengerjakan tugas. Knaus (2002), berpendapat bahwa penundaan yang

9

telah menjadi respon tetap atau kebiasaan dapat dipandang sebagai trait

prokrastinasi. Artinya prokrastinasi dipandang lebih dari sekedar kecenderungan

melainkan suatu respon tetap dalam mengantisipasi tugas-tugas yang tidak disukai

dan dipandang tidak diselesaikan dengan sukses. Dengan kata lain penundaan

yang dikatagorikan sebagai prokrastinasi adalah apabila penundaan tersebut sudah

merupakan kebiasaan atau pola yang menetap, yang selalu dilakukan seseorang

ketika menghadapi suatu tugas dan penundaan yang diselesaikan oleh adanya

keyakinan irasional dalam memandang tugas. Bisa dikatakan bahwa istilah

prokrastinasi bisa dipandang dari berbagai sisi dan bahkan tergantung dari mana

seseorang melihatnya.

Menurut Ferrari (Ghufron, 2003), pengertian prokrastinasi dapat

dipandang dari berbagai batasan tertentu, yaitu: (1) prokrastinasi hanya sebagai

perilaku penundaan, yaitu bahwa setiap perbuatan untuk menunda dalam

mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan

tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan; (2) prokrastinasi sebagai suatu

kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu, yang mengarah kepada trait,

penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan

seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-

keyakinan yang irasional; (3) prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam

pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, akan

tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan komponen-komponen

perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui

secara langsung maupun tidak langsung.

10

Berdasarkan pengertian dari pemaparan sebelumnya, peneliti

menyimpulkan pengertian prokrastinasi sebagai suatu penundaan yang

dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang, dengan melakukan aktivitas lain

yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas yang penting. Seseorang yang

memiliki kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batasan waktu yang

telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan mempersiapkan diri secara

berlebihan, maupun gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai batas waktu bisa

dikatakan sebagai prokrastinator.

Berdasarkan uraian tersebut di atas yang dimaksud dengan prokrastinasi

akademik adalah penundaan tugas akademik yang dilakukan dengan sengaja

dikarenakan melakukan aktivitas di luar akademik yang disenanginya sehingga

membuat tugas akademik tidak dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

2. Aspek-aspek Prokrastinasi Akademik

Ferrari (1995) menyatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan,

prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang

dapat diukur dan diamati, aspek-aspek tersebut berupa:

a. Perceived time, seseorang yang cenderung prokrastinasi adalah orang-

orang yang gagal menepati deadline. Seseorang yang berorientasi pada

masa sekarang dan tidak mempertimbangkan masa mendatang.

Prokrastinator tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera

diselesaikan, tetapi menunda-nunda untuk mengerjakannya atau menunda

menyelesaikannya jika sudah memulai pekerjaannya tersebut. Hal ini

11

mengakibatkan individu tersebut gagal memprediksikan waktu yang

dibutuhkan untuk mengerjakan tugas.

b. Intention-action (Celah antara keinginan dan tindakan)

Perbedaan antara keinginan dengan tindakan senyatanya ini terwujud pada

kegagalan dalam mengerjakan tugas akademik walaupun punya keinginan

untuk mengerjakannya. Ini terkait pula dengan kesenjangan waktu antara

rencana dan kinerja aktual. Prokrastinator mempunyai kesulitan untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu. seorang siswa mungkin

telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugasnya pada waktu yang

telah ditentukan sendiri, akan tetapi saat waktunya sudah tiba tidak juga

melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga

menyebabkan keterlambatan atau bahkan kegagalan dalam menyelesaikan

tugas secara memadai.

c. Emotional distress, adanya perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi.

Perilaku menunda-nunda akan membawa perasaan tidak nyaman pada

pelakunya, konsekuensi negatif yang ditimbulkan memicu kecemasan

dalam diri pelaku prokrastinasi. Pada mulanya seseorang akan tenang

karena merasa waktu yang tersedia masih banyak. tanpa terasa waktu

sudah hampir habis, ini menjadikan siswa merasa cemas karena belum

menyelesaikan tugas.

d. Perceived ability, atau keyakinan terhadap kemampuan diri.

Prokrastinasi tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif seseorang,

namun keragu-raguan terhadap kemampuan dirinya dapat menyebabkan

12

seseorang melakukan prokrastinasi. Hal ini ditambah dengan rasa takut

gagal menyebabkan seseorang menyalahkan dirinya sebagai yang tidak

mampu, untuk menghindari munculnya dua perasaan tersebut maka

seseorang dapat menghindari tugas-tugas sekolah karena takut akan

pengalaman kegagalan.

3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik

Menurut Santrock (2003), secara umum faktor-faktor yang

mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang ada pada diri individu yang

melakukan prokrastinasi, meliputi:

1) Kondisi fisik individu.

Faktor dari dalam yang turut mempengaruhi prokrastinasi pada individu

adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan seseorang. Dalam hal ini

apabila kondisi fisik dari seseorang sehat dan tidak kurang suatu apapun

dari anggota tubuhnya untuk melakukan suatu kegiatan maka akan

dapat dengan mudah untuk melakukan aktivitas yang disukainya.

Apabila seseorang sakit maka tidak akan dapat melakukan aktivitas

dengan baik untuk menunjang kegiatan belajarnya.

2) Kondisi psikologis individu.

Millgran dan Tenne dalam Santrock (2003), menemukan bahwa

kepribadian khususnya ciri kepribadian locus of control mempengaruhi

seberapa banyak orang melakukan prokrastinasi

13

3) Motivasi berprestasi individu

Motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk menyelesaikan

sesuatu demi tercapainya suatu standar kesuksesan atau melakukan

usaha dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesuksesan. Dalam hal

ini seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan disertai

dengan munculnya harapan untuk sukses yang lebih besar daripada

ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika

menghadapi tugas dan keadaan yang sulit.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat diluar diri individu yang

mempengaruhi prokrastinasi. Faktor tersebut antara lain:

1) Gaya pengasuhan orang tua. Hasil penelitian Ferrari (1995)

menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan

munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi.

2) Kondisi lingkungan.

Prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang

rendah pengawasan dari pada lingkungan yang penuh pengawasan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk

faktor internal yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik

adalah kondisi fisik dari masing-masing individu, kondisi psikis

individu dan motivasi berprestasi individu.

Selanjutnya untuk faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

prokrastinasi akademik adalah gaya pengasuhan orang tua dan kondisi

lingkungan.

14

Di samping itu faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya

prokrastinasi akademik, antara lain:

a. Problem Time Management

Lakein dalam Ferrari (1995), mengatakan bahwa manajemen waktu

melibatkan proses menentukan kebutuhan (determining needs),

menetapkan tujuan untuk mencapai kebutuhan (goal setting),

memprioritaskan dan merencanakan (planning) tugas yang diperlukan

untuk mencapai tujuan. Sebagian besar prokrastinator memiliki masalah

dengan manajemen waktu. Ferrari (1995) menambahkan bahwa

kemampuan estimasi waktu yang buruk dapat dikatakan sebagai

prokrastinasi jika tindakan itu dilakukan dengan sengaja.

b. Penetapan Prioritas

Hal ini penting agar kita bisa menangani semua masalah atau tugas secara

runtut sesuai dengan kepentingannya. Hal ini tidak diperhatikan oleh

siswa pelaku prokrastinasi, sebagai siswa prioritas seharusnya adalah

belajar tapi nyatanya lebih memilih aktifitas lain yang kurang bermanfaat

bagi kelangsungan proses belajar.

c. Karakteristik Tugas

Adalah bagaimana karakter atau sifat tugas sekolah atau pelajaran yang

akan diujikan tersebut. Jika terlalu sulit, cenderung siswa akan menunda

mengerjakan tugas atau menunda mempelajari mata pelajaran tersebut.

Hal ini juga dipengaruhi motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik siswa.

15

d. Karakter Individu

Karakter disini mencakup kurang percaya diri dan irrasional. Orang yang

cenderung menunda pekerjaan jika kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaan tersebut ia takut terjadi kesalahan. Siswa yang

berkarakter berubah-ubah merupakan orang yang hampir sering menunda

pekerjaan. Burka dan Yuen (2008) menegaskan kembali dengan

menyebutkan adanya aspek irrasional yang dimiliki seorang

prokrastinator. Orang tersebut memiliki pandangan bahwa suatu tugas

harus diselesaikan dengan sempurna, sehingga merasa lebih aman untuk

tidak mengerjakannya dengan segera karena itu akan menghasilkan

sesuatu yang kurang maksimal.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa faktor

eksternal yang mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah manajemen

waktu dari masing-masing individu yang dapat dilihat bagaimana seseorang

dapat menggunakan waktunya dengan baik, penetapan prioritas yang dapat

dilihat dari bagaimana seseorang menetapkan tujuan yang utama dari tugas

yang dihadapi. Faktor selanjutnya adalah karakter tugas, yang masing-

masing tugas mempunyai tingkat kesukaran yang berbeda-beda sehingga

tugas yang mudah dapat diselesaikan dengan cepat begitu juga sebaliknya.

Untuk faktor karakter individu, seseorang yang mempunyai tingkat

kepercayaan diri tinggi maka mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu

untuk melaksanakan tugas dengan baik.

16

Peneliti memilih motivasi berprestasi sebagai variabel independen

penelitian dikarenan dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap

prokrastinasi akademik, motivasi berprestasi adalah faktor pendorong dari

dalam diri individu sendiri untuk mencapai apa yang menjadi tujuan prestasi

yang akan dicapai. Dibandingkan dengan faktor lain, motivasi berprestasi

lebih kuat mempengaruhi karena setiap individu mempunyai motivasi

berprestasi yang berbeda tergantung dari tujuan hidupnya. Dibandingkan

dengan kondisi fisik individu dan kondisi psikologis, motivasi lebih

dominan berpengaruh sebagai faktor internal terhadap prokrastinasi

akademik, karena dengan adanya motivasi berprestasi maka sesorang akan

mencapai apa yang menjadi tujuan, harapan maupun cita-citanya.

Pendapat penulis tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Rizvi, dkk (1997) yang menyatakan bahwa faktor motivasi berprestasi yang

rendah dapat mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi

akademik. Sebab, ketika seseorang memiliki motivasi yang rendah, maka

akan malas untuk memulai suatu pekerjaan sehingga kinerjanya akan

menurun. Biordy (dalam Ferrari dkk., 1995) menyatakan bahwa besarnya

motivasi yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi prokrastinasi secara

negatif, dimana semakin tinggi motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang

ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk

melakukan prokrastinasi akademik.

17

B. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Menurut Uno (2006), istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat

diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang

menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat

diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya

berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah

laku tertentu. Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, perlu diindentifikasi

mengenai kata motif dan motivasi. Motif adalah daya penggerak dalam diri

seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu.

Dengan demikian motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri

seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik

dalam memenuhi kebutuhannya.

King (2010) menyatakan motivasi adalah kekuatan yang menggerakkan

seseorang untuk berperilaku, berpikir dan merasa seperti apa yang dirasakan.

Perilaku yang termotivasi diberi kekuatan, diarahkan dan dipertahankan.

Dalam motivasi tercakup konsep-konsep seperti kebutuhan untuk berprestasi,

kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan seseorang terhadap

sesuatu. Terdapat berbagai teori motivasi yang bertitik tolak pada dorongan

yang berbeda satu sama lain. Ada teori motivasi yang bertitik tolak pada

dorongan dan pencapaian kepuasan, ada pula yang bertitik tolak pada asas

kebutuhan. Motivasi menurut asas kebutuhan pada saat ini banyak diminati.

Banyak teori motivasi yang didasarkan dari asas kebutuhan (need). Kebutuhan

18

yang menyebabkan seseorang berusaha untuk dapat memenuhinya. Uno,

(2006) menyatakan motivasi adalah proses psikologis yang dapat menjelaskan

perilaku seseorang. Perilaku hakikatnya merupakan orientasi pada satu tujuan.

Dengan demikian motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang

melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.

Wade (2007) menyatakan seseorang dapat tergerak untuk mencapai suatu

tujuan karena adanya motivasi intrinsik yakni suatu keinginan untuk

melakukan suatu aktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi

kesenangan atau kepuasan yang didapat dari melakukan aktivitas tersebut.

Dapat juga dikarenakan adanya motivasi ekstrinsik yakni keinginan untuk

mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.

Pengertian mengenai motivasi berprestasi dalam hal ini tidak dapat

dilepaskan dari pengertian dari istilah motivasi itu sendiri. Santrock (2007)

menyatakan motivasi dapat dipahami sebagai proses yang memberi semangat,

arah, dan kegigihan perilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang termotivasi adalah

perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.

Motif untuk berprestasi (achievement motive) menurut McClelland

(1987) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan

dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence), baik

berasal dari standar prestasinya sendiri (autonomous standard) pada masa yang

telah lalu ataupun prestasi orang lain (social comparison standard). Motivasi

berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat seseorang,

yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan

19

menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi

mencapai prestasi yang maksimal.

Santrock (2003) menyatakan motivasi berprestasi sendiri dapat dikatakan

sebagai keinginan untuk menyelesaikan sesuatu demi tercapainya suatu standar

kesuksesan atau melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan suatu

kesuksesan. Dalam hal ini seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi

akan disertai dengan munculnya harapan untuk sukses yang lebih besar

daripada ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika

menghadapi tugas dan keadaan yang sulit.

Menurut McClelland (1987), secara sederhana motivasi berprestasi dapat

dipahami sebagai kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli

standar. Santrock (2003) menyatakan pada sisi lain, motivasi berprestasi tidak

dapat dilepaskan dari kegigihan dalam mengejar waktu yang telah ditentukan

untuk mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan tetap bekerja dengan baik.

Sementara itu, menurut McClelland (1987), motivasi berprestasi merupakan

usaha yang tampak gigih untuk mencapai keberhasilan dalam kehidupan

seseorang. Dalam hal ini, McClelland mengistilahkannya sebagai need of

achievement.

Schultz dan Sidney (1993) menyatakan motif untuk berprestasi

(achievement motive) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai

keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal

dari standar prestasinya sendiri diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain.

20

Motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri

individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu.

Lindgren (1976) mengemukakan hal senada bahwa motivasi berprestasi

sebagai suatu dorongan yang ada pada seseorang sehubungan dengan prestasi,

yaitu menguasai, memanipulasi serta mengatur lingkungan sosial maupun fisik,

mengatasi segala rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing

melalui usaha-usaha untuk melebihi hasil kerja yang lampau, serta

mengungguli hasil kerja yang lain.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa yang

dimaksud dengan motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah usaha yang

dilakukan oleh mahasiswa untuk mencapai prestasi yang diharapkannya.

Prestasi tersebut dapat berupa prestasi akademik ataupun prestasi non

akademik.

2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi

McClelland (1987) mengemukakan ciri-ciri motivasi berprestasi sebagai

berikut:

a. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara pribadi

atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan. Dalam hal ini,

seorang individu akan merasa puas dengan prestasi yang telah diraih

meskipun belum melebihi prestasi orang lain. Hal ini berkaitan dengan

adanya standar yang ditentukan sendiri, sehingga ketika standar tersebut

telah dicapai maka kepuasan mulai terbangun. Standar tersebut secara

21

perlahan akan ditingkatkan sehingga akhirnya dapat mengungguli prestasi

orang lain.

b. Menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses. Dalam hal ini, individu

akan menetapkan arah dan tujuan sukses dalam dirinya dengan standar

optimis akan berhasil. Hal demikian kemudian menumbuhkan keinginan

untuk terus berusaha dan kembali mencoba jika mengalami kegagalan

sampai meraih kesuksesan.

c. Menempatkan tujuan yang pasti dan mewujudkannya dengan kerja keras.

Individu berusaha memaksimalkan kepuasan akan prestasinya. Tujuan

dalam hal ini berkaitan dengan keseimbangan antara kemampuan dengan

tugas yang dirasa akan mampu dihadapi. Apabila suatu tugas dapat

dikerjakan dengan baik, maka tingkat kepuasan yang diterima semakin

besar. Oleh sebab itu, perhatian pada proporsi kemampuan diri sendiri

dengan beban tugas menjadi salah satu aspek penting yang diperhatikan.

Menurut Atkinson (dalam Sukadji 2001), motivasi berprestasi dapat

tinggi atau rendah, didasari pada dua aspek yang terkandung didalamnya yaitu

sebagai berikut:

a. Memiliki harapan untuk sukses atau berhasil (motive of success)

Seseorang yang memiliki harapan untuk meraih kesuksesan yang tinggi

maka akan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi

b. Memiliki ketakutan akan kegagalan (motive to avoid failure)

22

Seseorang yang memiliki ketakutan yang tinggi dibandingkan dengan

harapan/keinginannya untuk sukses maka dapat dikategorikan sebagai

individu yang motivasinya rendah

Ciri lainnya dalam motivasi berprestasi dikemukakan oleh Robbins (2001)

yang menyatakan:

a. Menyukai tugas yang tidak memiliki tingkat kesulitan tinggi

Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha

mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan,

sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan

enggan melakukannya. Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang

tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil

resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah

ditentukan. Oleh karena itu bagi yang memiliki motivasi berprestasi tinggi

menyukai tugas dengan taraf kesulitan sedang dan dianggap realistis

dengan kemampuannya untuk melakukan tuntutan pekerjaan.

b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk

bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Individu akan

memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan

tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Individu juga

mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas,

dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum selesai.

23

c. Inovatif

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi juga selalu berupaya

untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien

untuk menyelesaikan pekerjaan. Seseorang senang mencari informasi

untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan

menghindari cara kerja yang monoton dan rutin.

d. Ketahanan

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan

kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang

dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu

bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi

berprestasi tinggi percaya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat

dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil

yang lebih baik di masa yang akan datang.

Pada sisi lain, motivasi berprestasi yang diistilahkan sebagai need of

achievement dinilai tidak dapat dilepaskan dari aspek proses belajar dan

latihan. Lebih lanjut, McClelland (1987) juga menyatakan bahwa motivasi

berprestasi sangat lekat dengan aspek usia masing-masing individu. Hal

demikian merujuk pada adanya pembandingan prestasi antara seorang individu

dengan individu lainnya.

Menurut McClelland (1987), indikator utama motivasi berprestasi adalah

besarnya keinginan untuk mencapai kesuksesan. Hal demikian dilihat dari

upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas dengan lebih baik dari

24

pada individu lain (better than others), kemampuan individu untuk

menyelesaikan masalah secara cepat, kesediaan memikul tanggung jawab

penting, serta adanya perencanaan menuju kesuksesan (McClelland, 1987).

Lebih lanjut, dalam hal ini McClelland (1987) juga mengemukakan

beberapa kriteria yang menunjukkan ciri-ciri dari individu dengan motivasi

berprestasi tinggi, yaitu:

a. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai suatu kesuksesan

dengan menentukan sendiri standar bagi prestasinya.

b. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas

rutin, tetapi akan cenderung menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-

tugas khusus yang penting.

c. Cenderung mengambil resiko yang wajar, namun tetap diperhitungkan.

d. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang.

e. Menyukai situasi menantang yang dapat dimanfaatkan untuk mengasah

kemampuan.

f. Kreatif.

Atkinson (dalam Menhrabian dan Bank, 1975), menjelaskan bahwa untuk

mengetahui motivasi berprestasi seseorang terdapat dua kecenderungan

perilaku, yaitu:

1. Individu yang mengejar kesuksesan (tedency approach succes).

2. Individu yang berusaha menghindari kegagalan (tendecy to avoid failure).

25

Selanjutnya, menurut Wyner (dikutip Haditono, 1988) menyebutkan ciri-

ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah sebagai

berikut:

1. Individu yang menunjukkan aktivitas yang berprestasi.

2. Individu yang menunjukkan ketekunan dan tidak putus asa dalam

menghadapi kegagalan.

3. Individu yang memilih tugas-tugas dengan tingkat kesulitan yang tidak

tinggi

Menurut Heckhausen (2008) mengemukakan ada enam sifat individu yang

mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Sifat-sifat tersebut adalah:

1. Individu yang mempunyai kepercayaan dalam menjalankan tugas yang

berhubungan dengan prestasi

2. Individu yang mempunyai sikap yang berorientasi ke masa depan

3. Individu yang memilih tugas dengan tingkat kesulitan tidak tinggi

4. Individu yang tidak suka membuang-buang waktu.

5. Individu yang lebih tangguh dalam suatu tugas

Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori motivasi

berprestasi McClelland. Hal tersebut dikarenakan dibandingkan dengan teori

motivasi yang diungkap oleh ahli lain diantaranya Robbins (2001), Wyner

(dikutip Haditono, 1988), Heckhausen (2008) pendapat yang dikemukakan

oleh McClelland memiliki ciri yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian

ini.

26

Aspek-aspek motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini

didasarkan pada teori McClelland, yaitu memiliki kepercayaan diri yang tinggi

dan tanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka

mencapai tujuan, menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses, dan

menempatkan tujuan dan bekerja lebih keras. Kepercayaan diri berkaitan

dengan kepuasan atas prestasi yang dicapai oleh siswa dengan berdasarkan

standar prestasi yang ditentukan oleh diri sendiri. Sementara menetapkan arah

tujuan untuk berhasil dan sukses berarti siswa memiliki kemampuan untuk

berhasil dalam bidang pendidikan yang sedang ditempuhnya. Selanjutnya

untuk menetapkan tujuan yang sedang dan bekerja bekerja lebih keras yaitu

upaya yang dilakukan oleh siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh untuk

mencapai suatu prestasi yang telah ditetapkannya.

C. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Prokrastinasi

Akademik

Menurut McClelland (1987), individu dengan motivasi berprestasi tinggi

akan memiliki kemampuan untuk menentukan standar prestasinya sendiri. Oleh

sebab itu, penghargaan kemudian tidak akan banyak mempengaruhi

tumbuhnya motivasi berprestasi. Lebih lanjut McClelland (1987) menyatakan

dalam hal ini, motivasi berprestasi lebih berkaitan dengan aspek besarnya

keinginan untuk mencapai kesuksesan. Hal demikian dapat dilihat dari upaya-

upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas dengan lebih baik dari pada

27

individu lain (better than others), kemampuan individu untuk menyelesaikan

masalah secara cepat, kesediaan memikul tanggung jawab penting, serta

adanya perencanaan atas setiap tindakan menuju kesuksesan. Aspek motivasi

berprestasi ditunjukkan dengan aspek-aspek oleh McClelland (1987) antara

lain (a) memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara

pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan, (b)

menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses, (c) menetapkan tujuan yang

sedang dan bekerja lebih keras.

Menurut Bandura (2001), seseorang dengan motivasi berprestasi yang

tinggi cenderung akan lebih banyak belajar dan berprestasi dari pada individu

dengan motivasi berprestasi yang rendah, meskipun kemampuan yang dimiliki

adalah sama. Hal demikian menunjukan bahwa individu-individu dengan

kemampuan yang sama akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda

ketika terdapat perbedaan motivasi berprestasi di antara individu-individu

tersebut. Seorang individu yang memiliki keyakinan mampu menyelesaikan

suatu tugas akan cenderung lebih meraih keberhasilan dari pada individu-

individu yang tidak meyakini kemampuan dirinya sendiri dalam meraih

keberhasilan.

Bandura (2001) menyatakan, bagi seseorang yang memiliki motivasi

berprestasi yang rendah maka cenderung memiliki sikap atau perilaku

menunda pekerjaan. Proses untuk menuju ke suatu tindakan untuk menunda

pekerjaan tersebut tidak berlangsung dengan cepat akan tetapi melalui suatu

proses dan waktu, misalkan seseorang sibuk dengan pekerjaan atau

28

aktivitasnya sehingga melupakan sejenak tugas akademik yang harus

diselesaikannya dan pada saat tugas akademik tersebut harus dikumpulkan

maka diselesaikan dengan cepat.

Menurut Uyun (1998), prokrastinasi adalah kecenderungan untuk

menunda dalam memulai, melaksanakan dan mengakhiri suatu aktivitas.

Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang terjadi di lingkungan

akademik. Prokrastinasi yang dilakukan seseorang menjadi indikasi kurangnya

motivasi berprestasi (need for achievement) seseorang untuk tampil optimal

seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama sehingga tidak mampu

menyelesaikan tugas tepat waktu. Mahasiswa sebagai penerus bangsa

diharapkan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi yang ditunjukkan dengan

semangat hidup yang tinggi, ulet, optimis dan memiliki dorongan untuk meraih

sukses.

Rizvi,dkk (1997) mengemukakan bahwa faktor motivasi berprestasi yang

rendah dapat mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik.

Sebab, ketika seseorang memiliki motivasi yang rendah, maka akan malas

untuk memulai suatu pekerjaan sehingga kinerjanya akan menurun. Woolfolk

(1996) menyatakan bahwa motivasi berprestasi sebenarnya memiliki aspek

maintaining yaitu menjaga agar perilaku yang dimaksud tetap stabil. Seorang

prokrastinator mudah sekali terganggu oleh interupsi dari luar yang tampak

menyenangkan (Milgram, 1991). Individu yang memiliki motivasi berprestasi

yang rendah biasanya menggunakan self handicapping strategy, dan strategi ini

biasanya juga dipakai oleh prokrastinator (Midgley, dkk, 1996). Dalam hal ini

29

apabila seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka memiliki

prokrastinasi akademik yang rendah, begitu juga sebaliknya bagi sesorang yang

motivasi berprestasi yang rendah maka memiliki prokrastinasi akademik yang

tinggi.

Berikut ini merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini:

Tinggi

Rendah

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

X : Motivasi Berprestasi

Y : Prokrastinasi Akademik

Motivasi Berprestasi

(X)

Prokrastinasi Akademik

Rendah

Prokrastinasi Akademik

Tinggi

30

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara motivasi

berprestasi dengan prokrastinasi akademik. Semakin tinggi motivasi berprestasi

maka semakin rendah prokrastinasi akademik, sebaliknya semakin rendah

motivasi berprestasi maka semakin tinggi prokrastinasi akademik.