bab ii tinjauan pustaka prokrastinasi akademik 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1563/2/3.2 bab...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prokrastinasi Akademik
1. Pengertian Prokrastinasi Akademik
Menurut Burka & Yuen (2008), istilah prokrastinasi berasal dari bahasa
Latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau
bergerak maju dan akhiran“crastinus”. yang berarti keputusan hari esok, atau jika
digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya.
Burka & Yuen (2008), kata prokrastinasi yang ditulis dalam American College
Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan
dilaksanakan pada lain waktu.
Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai
suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak
suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan. Menurut M. N. Ghufron,
2003), prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali digunakan oleh Browndan
Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nundapenyelesaian
suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda
atau tidak segera memulai kerja disebut procrastinator.
Prokrastinasi dapat juga dikatakan sebagai penghindaran tugas, yang
diakibatkan perasaan tidak senang terhadap tugas serta ketakutan untuk gagal
dalam mengerjakan tugas. Knaus (2002), berpendapat bahwa penundaan yang
9
telah menjadi respon tetap atau kebiasaan dapat dipandang sebagai trait
prokrastinasi. Artinya prokrastinasi dipandang lebih dari sekedar kecenderungan
melainkan suatu respon tetap dalam mengantisipasi tugas-tugas yang tidak disukai
dan dipandang tidak diselesaikan dengan sukses. Dengan kata lain penundaan
yang dikatagorikan sebagai prokrastinasi adalah apabila penundaan tersebut sudah
merupakan kebiasaan atau pola yang menetap, yang selalu dilakukan seseorang
ketika menghadapi suatu tugas dan penundaan yang diselesaikan oleh adanya
keyakinan irasional dalam memandang tugas. Bisa dikatakan bahwa istilah
prokrastinasi bisa dipandang dari berbagai sisi dan bahkan tergantung dari mana
seseorang melihatnya.
Menurut Ferrari (Ghufron, 2003), pengertian prokrastinasi dapat
dipandang dari berbagai batasan tertentu, yaitu: (1) prokrastinasi hanya sebagai
perilaku penundaan, yaitu bahwa setiap perbuatan untuk menunda dalam
mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan
tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan; (2) prokrastinasi sebagai suatu
kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu, yang mengarah kepada trait,
penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan
seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-
keyakinan yang irasional; (3) prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam
pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, akan
tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan komponen-komponen
perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui
secara langsung maupun tidak langsung.
10
Berdasarkan pengertian dari pemaparan sebelumnya, peneliti
menyimpulkan pengertian prokrastinasi sebagai suatu penundaan yang
dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang, dengan melakukan aktivitas lain
yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas yang penting. Seseorang yang
memiliki kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batasan waktu yang
telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan mempersiapkan diri secara
berlebihan, maupun gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai batas waktu bisa
dikatakan sebagai prokrastinator.
Berdasarkan uraian tersebut di atas yang dimaksud dengan prokrastinasi
akademik adalah penundaan tugas akademik yang dilakukan dengan sengaja
dikarenakan melakukan aktivitas di luar akademik yang disenanginya sehingga
membuat tugas akademik tidak dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Aspek-aspek Prokrastinasi Akademik
Ferrari (1995) menyatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan,
prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang
dapat diukur dan diamati, aspek-aspek tersebut berupa:
a. Perceived time, seseorang yang cenderung prokrastinasi adalah orang-
orang yang gagal menepati deadline. Seseorang yang berorientasi pada
masa sekarang dan tidak mempertimbangkan masa mendatang.
Prokrastinator tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera
diselesaikan, tetapi menunda-nunda untuk mengerjakannya atau menunda
menyelesaikannya jika sudah memulai pekerjaannya tersebut. Hal ini
11
mengakibatkan individu tersebut gagal memprediksikan waktu yang
dibutuhkan untuk mengerjakan tugas.
b. Intention-action (Celah antara keinginan dan tindakan)
Perbedaan antara keinginan dengan tindakan senyatanya ini terwujud pada
kegagalan dalam mengerjakan tugas akademik walaupun punya keinginan
untuk mengerjakannya. Ini terkait pula dengan kesenjangan waktu antara
rencana dan kinerja aktual. Prokrastinator mempunyai kesulitan untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu. seorang siswa mungkin
telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugasnya pada waktu yang
telah ditentukan sendiri, akan tetapi saat waktunya sudah tiba tidak juga
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga
menyebabkan keterlambatan atau bahkan kegagalan dalam menyelesaikan
tugas secara memadai.
c. Emotional distress, adanya perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi.
Perilaku menunda-nunda akan membawa perasaan tidak nyaman pada
pelakunya, konsekuensi negatif yang ditimbulkan memicu kecemasan
dalam diri pelaku prokrastinasi. Pada mulanya seseorang akan tenang
karena merasa waktu yang tersedia masih banyak. tanpa terasa waktu
sudah hampir habis, ini menjadikan siswa merasa cemas karena belum
menyelesaikan tugas.
d. Perceived ability, atau keyakinan terhadap kemampuan diri.
Prokrastinasi tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif seseorang,
namun keragu-raguan terhadap kemampuan dirinya dapat menyebabkan
12
seseorang melakukan prokrastinasi. Hal ini ditambah dengan rasa takut
gagal menyebabkan seseorang menyalahkan dirinya sebagai yang tidak
mampu, untuk menghindari munculnya dua perasaan tersebut maka
seseorang dapat menghindari tugas-tugas sekolah karena takut akan
pengalaman kegagalan.
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik
Menurut Santrock (2003), secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang ada pada diri individu yang
melakukan prokrastinasi, meliputi:
1) Kondisi fisik individu.
Faktor dari dalam yang turut mempengaruhi prokrastinasi pada individu
adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan seseorang. Dalam hal ini
apabila kondisi fisik dari seseorang sehat dan tidak kurang suatu apapun
dari anggota tubuhnya untuk melakukan suatu kegiatan maka akan
dapat dengan mudah untuk melakukan aktivitas yang disukainya.
Apabila seseorang sakit maka tidak akan dapat melakukan aktivitas
dengan baik untuk menunjang kegiatan belajarnya.
2) Kondisi psikologis individu.
Millgran dan Tenne dalam Santrock (2003), menemukan bahwa
kepribadian khususnya ciri kepribadian locus of control mempengaruhi
seberapa banyak orang melakukan prokrastinasi
13
3) Motivasi berprestasi individu
Motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk menyelesaikan
sesuatu demi tercapainya suatu standar kesuksesan atau melakukan
usaha dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesuksesan. Dalam hal
ini seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan disertai
dengan munculnya harapan untuk sukses yang lebih besar daripada
ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika
menghadapi tugas dan keadaan yang sulit.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat diluar diri individu yang
mempengaruhi prokrastinasi. Faktor tersebut antara lain:
1) Gaya pengasuhan orang tua. Hasil penelitian Ferrari (1995)
menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan
munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi.
2) Kondisi lingkungan.
Prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang
rendah pengawasan dari pada lingkungan yang penuh pengawasan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk
faktor internal yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik
adalah kondisi fisik dari masing-masing individu, kondisi psikis
individu dan motivasi berprestasi individu.
Selanjutnya untuk faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
prokrastinasi akademik adalah gaya pengasuhan orang tua dan kondisi
lingkungan.
14
Di samping itu faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya
prokrastinasi akademik, antara lain:
a. Problem Time Management
Lakein dalam Ferrari (1995), mengatakan bahwa manajemen waktu
melibatkan proses menentukan kebutuhan (determining needs),
menetapkan tujuan untuk mencapai kebutuhan (goal setting),
memprioritaskan dan merencanakan (planning) tugas yang diperlukan
untuk mencapai tujuan. Sebagian besar prokrastinator memiliki masalah
dengan manajemen waktu. Ferrari (1995) menambahkan bahwa
kemampuan estimasi waktu yang buruk dapat dikatakan sebagai
prokrastinasi jika tindakan itu dilakukan dengan sengaja.
b. Penetapan Prioritas
Hal ini penting agar kita bisa menangani semua masalah atau tugas secara
runtut sesuai dengan kepentingannya. Hal ini tidak diperhatikan oleh
siswa pelaku prokrastinasi, sebagai siswa prioritas seharusnya adalah
belajar tapi nyatanya lebih memilih aktifitas lain yang kurang bermanfaat
bagi kelangsungan proses belajar.
c. Karakteristik Tugas
Adalah bagaimana karakter atau sifat tugas sekolah atau pelajaran yang
akan diujikan tersebut. Jika terlalu sulit, cenderung siswa akan menunda
mengerjakan tugas atau menunda mempelajari mata pelajaran tersebut.
Hal ini juga dipengaruhi motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik siswa.
15
d. Karakter Individu
Karakter disini mencakup kurang percaya diri dan irrasional. Orang yang
cenderung menunda pekerjaan jika kurang percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut ia takut terjadi kesalahan. Siswa yang
berkarakter berubah-ubah merupakan orang yang hampir sering menunda
pekerjaan. Burka dan Yuen (2008) menegaskan kembali dengan
menyebutkan adanya aspek irrasional yang dimiliki seorang
prokrastinator. Orang tersebut memiliki pandangan bahwa suatu tugas
harus diselesaikan dengan sempurna, sehingga merasa lebih aman untuk
tidak mengerjakannya dengan segera karena itu akan menghasilkan
sesuatu yang kurang maksimal.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa faktor
eksternal yang mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah manajemen
waktu dari masing-masing individu yang dapat dilihat bagaimana seseorang
dapat menggunakan waktunya dengan baik, penetapan prioritas yang dapat
dilihat dari bagaimana seseorang menetapkan tujuan yang utama dari tugas
yang dihadapi. Faktor selanjutnya adalah karakter tugas, yang masing-
masing tugas mempunyai tingkat kesukaran yang berbeda-beda sehingga
tugas yang mudah dapat diselesaikan dengan cepat begitu juga sebaliknya.
Untuk faktor karakter individu, seseorang yang mempunyai tingkat
kepercayaan diri tinggi maka mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu
untuk melaksanakan tugas dengan baik.
16
Peneliti memilih motivasi berprestasi sebagai variabel independen
penelitian dikarenan dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
prokrastinasi akademik, motivasi berprestasi adalah faktor pendorong dari
dalam diri individu sendiri untuk mencapai apa yang menjadi tujuan prestasi
yang akan dicapai. Dibandingkan dengan faktor lain, motivasi berprestasi
lebih kuat mempengaruhi karena setiap individu mempunyai motivasi
berprestasi yang berbeda tergantung dari tujuan hidupnya. Dibandingkan
dengan kondisi fisik individu dan kondisi psikologis, motivasi lebih
dominan berpengaruh sebagai faktor internal terhadap prokrastinasi
akademik, karena dengan adanya motivasi berprestasi maka sesorang akan
mencapai apa yang menjadi tujuan, harapan maupun cita-citanya.
Pendapat penulis tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Rizvi, dkk (1997) yang menyatakan bahwa faktor motivasi berprestasi yang
rendah dapat mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi
akademik. Sebab, ketika seseorang memiliki motivasi yang rendah, maka
akan malas untuk memulai suatu pekerjaan sehingga kinerjanya akan
menurun. Biordy (dalam Ferrari dkk., 1995) menyatakan bahwa besarnya
motivasi yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi prokrastinasi secara
negatif, dimana semakin tinggi motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang
ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk
melakukan prokrastinasi akademik.
17
B. Motivasi Berprestasi
1. Pengertian Motivasi Berprestasi
Menurut Uno (2006), istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang
menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat
diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya
berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah
laku tertentu. Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, perlu diindentifikasi
mengenai kata motif dan motivasi. Motif adalah daya penggerak dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu.
Dengan demikian motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri
seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik
dalam memenuhi kebutuhannya.
King (2010) menyatakan motivasi adalah kekuatan yang menggerakkan
seseorang untuk berperilaku, berpikir dan merasa seperti apa yang dirasakan.
Perilaku yang termotivasi diberi kekuatan, diarahkan dan dipertahankan.
Dalam motivasi tercakup konsep-konsep seperti kebutuhan untuk berprestasi,
kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan seseorang terhadap
sesuatu. Terdapat berbagai teori motivasi yang bertitik tolak pada dorongan
yang berbeda satu sama lain. Ada teori motivasi yang bertitik tolak pada
dorongan dan pencapaian kepuasan, ada pula yang bertitik tolak pada asas
kebutuhan. Motivasi menurut asas kebutuhan pada saat ini banyak diminati.
Banyak teori motivasi yang didasarkan dari asas kebutuhan (need). Kebutuhan
18
yang menyebabkan seseorang berusaha untuk dapat memenuhinya. Uno,
(2006) menyatakan motivasi adalah proses psikologis yang dapat menjelaskan
perilaku seseorang. Perilaku hakikatnya merupakan orientasi pada satu tujuan.
Dengan demikian motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang
melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.
Wade (2007) menyatakan seseorang dapat tergerak untuk mencapai suatu
tujuan karena adanya motivasi intrinsik yakni suatu keinginan untuk
melakukan suatu aktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi
kesenangan atau kepuasan yang didapat dari melakukan aktivitas tersebut.
Dapat juga dikarenakan adanya motivasi ekstrinsik yakni keinginan untuk
mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.
Pengertian mengenai motivasi berprestasi dalam hal ini tidak dapat
dilepaskan dari pengertian dari istilah motivasi itu sendiri. Santrock (2007)
menyatakan motivasi dapat dipahami sebagai proses yang memberi semangat,
arah, dan kegigihan perilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang termotivasi adalah
perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.
Motif untuk berprestasi (achievement motive) menurut McClelland
(1987) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan
dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence), baik
berasal dari standar prestasinya sendiri (autonomous standard) pada masa yang
telah lalu ataupun prestasi orang lain (social comparison standard). Motivasi
berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat seseorang,
yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan
19
menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi
mencapai prestasi yang maksimal.
Santrock (2003) menyatakan motivasi berprestasi sendiri dapat dikatakan
sebagai keinginan untuk menyelesaikan sesuatu demi tercapainya suatu standar
kesuksesan atau melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan suatu
kesuksesan. Dalam hal ini seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
akan disertai dengan munculnya harapan untuk sukses yang lebih besar
daripada ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika
menghadapi tugas dan keadaan yang sulit.
Menurut McClelland (1987), secara sederhana motivasi berprestasi dapat
dipahami sebagai kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli
standar. Santrock (2003) menyatakan pada sisi lain, motivasi berprestasi tidak
dapat dilepaskan dari kegigihan dalam mengejar waktu yang telah ditentukan
untuk mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan tetap bekerja dengan baik.
Sementara itu, menurut McClelland (1987), motivasi berprestasi merupakan
usaha yang tampak gigih untuk mencapai keberhasilan dalam kehidupan
seseorang. Dalam hal ini, McClelland mengistilahkannya sebagai need of
achievement.
Schultz dan Sidney (1993) menyatakan motif untuk berprestasi
(achievement motive) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai
keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal
dari standar prestasinya sendiri diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain.
20
Motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri
individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu.
Lindgren (1976) mengemukakan hal senada bahwa motivasi berprestasi
sebagai suatu dorongan yang ada pada seseorang sehubungan dengan prestasi,
yaitu menguasai, memanipulasi serta mengatur lingkungan sosial maupun fisik,
mengatasi segala rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing
melalui usaha-usaha untuk melebihi hasil kerja yang lampau, serta
mengungguli hasil kerja yang lain.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa yang
dimaksud dengan motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah usaha yang
dilakukan oleh mahasiswa untuk mencapai prestasi yang diharapkannya.
Prestasi tersebut dapat berupa prestasi akademik ataupun prestasi non
akademik.
2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi
McClelland (1987) mengemukakan ciri-ciri motivasi berprestasi sebagai
berikut:
a. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara pribadi
atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan. Dalam hal ini,
seorang individu akan merasa puas dengan prestasi yang telah diraih
meskipun belum melebihi prestasi orang lain. Hal ini berkaitan dengan
adanya standar yang ditentukan sendiri, sehingga ketika standar tersebut
telah dicapai maka kepuasan mulai terbangun. Standar tersebut secara
21
perlahan akan ditingkatkan sehingga akhirnya dapat mengungguli prestasi
orang lain.
b. Menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses. Dalam hal ini, individu
akan menetapkan arah dan tujuan sukses dalam dirinya dengan standar
optimis akan berhasil. Hal demikian kemudian menumbuhkan keinginan
untuk terus berusaha dan kembali mencoba jika mengalami kegagalan
sampai meraih kesuksesan.
c. Menempatkan tujuan yang pasti dan mewujudkannya dengan kerja keras.
Individu berusaha memaksimalkan kepuasan akan prestasinya. Tujuan
dalam hal ini berkaitan dengan keseimbangan antara kemampuan dengan
tugas yang dirasa akan mampu dihadapi. Apabila suatu tugas dapat
dikerjakan dengan baik, maka tingkat kepuasan yang diterima semakin
besar. Oleh sebab itu, perhatian pada proporsi kemampuan diri sendiri
dengan beban tugas menjadi salah satu aspek penting yang diperhatikan.
Menurut Atkinson (dalam Sukadji 2001), motivasi berprestasi dapat
tinggi atau rendah, didasari pada dua aspek yang terkandung didalamnya yaitu
sebagai berikut:
a. Memiliki harapan untuk sukses atau berhasil (motive of success)
Seseorang yang memiliki harapan untuk meraih kesuksesan yang tinggi
maka akan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
b. Memiliki ketakutan akan kegagalan (motive to avoid failure)
22
Seseorang yang memiliki ketakutan yang tinggi dibandingkan dengan
harapan/keinginannya untuk sukses maka dapat dikategorikan sebagai
individu yang motivasinya rendah
Ciri lainnya dalam motivasi berprestasi dikemukakan oleh Robbins (2001)
yang menyatakan:
a. Menyukai tugas yang tidak memiliki tingkat kesulitan tinggi
Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha
mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan,
sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan
enggan melakukannya. Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil
resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah
ditentukan. Oleh karena itu bagi yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
menyukai tugas dengan taraf kesulitan sedang dan dianggap realistis
dengan kemampuannya untuk melakukan tuntutan pekerjaan.
b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja
Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk
bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Individu akan
memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan
tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Individu juga
mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas,
dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum selesai.
23
c. Inovatif
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi juga selalu berupaya
untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien
untuk menyelesaikan pekerjaan. Seseorang senang mencari informasi
untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan
menghindari cara kerja yang monoton dan rutin.
d. Ketahanan
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan
kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang
dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu
bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi
berprestasi tinggi percaya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat
dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil
yang lebih baik di masa yang akan datang.
Pada sisi lain, motivasi berprestasi yang diistilahkan sebagai need of
achievement dinilai tidak dapat dilepaskan dari aspek proses belajar dan
latihan. Lebih lanjut, McClelland (1987) juga menyatakan bahwa motivasi
berprestasi sangat lekat dengan aspek usia masing-masing individu. Hal
demikian merujuk pada adanya pembandingan prestasi antara seorang individu
dengan individu lainnya.
Menurut McClelland (1987), indikator utama motivasi berprestasi adalah
besarnya keinginan untuk mencapai kesuksesan. Hal demikian dilihat dari
upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas dengan lebih baik dari
24
pada individu lain (better than others), kemampuan individu untuk
menyelesaikan masalah secara cepat, kesediaan memikul tanggung jawab
penting, serta adanya perencanaan menuju kesuksesan (McClelland, 1987).
Lebih lanjut, dalam hal ini McClelland (1987) juga mengemukakan
beberapa kriteria yang menunjukkan ciri-ciri dari individu dengan motivasi
berprestasi tinggi, yaitu:
a. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai suatu kesuksesan
dengan menentukan sendiri standar bagi prestasinya.
b. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas
rutin, tetapi akan cenderung menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-
tugas khusus yang penting.
c. Cenderung mengambil resiko yang wajar, namun tetap diperhitungkan.
d. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang.
e. Menyukai situasi menantang yang dapat dimanfaatkan untuk mengasah
kemampuan.
f. Kreatif.
Atkinson (dalam Menhrabian dan Bank, 1975), menjelaskan bahwa untuk
mengetahui motivasi berprestasi seseorang terdapat dua kecenderungan
perilaku, yaitu:
1. Individu yang mengejar kesuksesan (tedency approach succes).
2. Individu yang berusaha menghindari kegagalan (tendecy to avoid failure).
25
Selanjutnya, menurut Wyner (dikutip Haditono, 1988) menyebutkan ciri-
ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah sebagai
berikut:
1. Individu yang menunjukkan aktivitas yang berprestasi.
2. Individu yang menunjukkan ketekunan dan tidak putus asa dalam
menghadapi kegagalan.
3. Individu yang memilih tugas-tugas dengan tingkat kesulitan yang tidak
tinggi
Menurut Heckhausen (2008) mengemukakan ada enam sifat individu yang
mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Sifat-sifat tersebut adalah:
1. Individu yang mempunyai kepercayaan dalam menjalankan tugas yang
berhubungan dengan prestasi
2. Individu yang mempunyai sikap yang berorientasi ke masa depan
3. Individu yang memilih tugas dengan tingkat kesulitan tidak tinggi
4. Individu yang tidak suka membuang-buang waktu.
5. Individu yang lebih tangguh dalam suatu tugas
Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori motivasi
berprestasi McClelland. Hal tersebut dikarenakan dibandingkan dengan teori
motivasi yang diungkap oleh ahli lain diantaranya Robbins (2001), Wyner
(dikutip Haditono, 1988), Heckhausen (2008) pendapat yang dikemukakan
oleh McClelland memiliki ciri yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian
ini.
26
Aspek-aspek motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini
didasarkan pada teori McClelland, yaitu memiliki kepercayaan diri yang tinggi
dan tanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka
mencapai tujuan, menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses, dan
menempatkan tujuan dan bekerja lebih keras. Kepercayaan diri berkaitan
dengan kepuasan atas prestasi yang dicapai oleh siswa dengan berdasarkan
standar prestasi yang ditentukan oleh diri sendiri. Sementara menetapkan arah
tujuan untuk berhasil dan sukses berarti siswa memiliki kemampuan untuk
berhasil dalam bidang pendidikan yang sedang ditempuhnya. Selanjutnya
untuk menetapkan tujuan yang sedang dan bekerja bekerja lebih keras yaitu
upaya yang dilakukan oleh siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh untuk
mencapai suatu prestasi yang telah ditetapkannya.
C. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Prokrastinasi
Akademik
Menurut McClelland (1987), individu dengan motivasi berprestasi tinggi
akan memiliki kemampuan untuk menentukan standar prestasinya sendiri. Oleh
sebab itu, penghargaan kemudian tidak akan banyak mempengaruhi
tumbuhnya motivasi berprestasi. Lebih lanjut McClelland (1987) menyatakan
dalam hal ini, motivasi berprestasi lebih berkaitan dengan aspek besarnya
keinginan untuk mencapai kesuksesan. Hal demikian dapat dilihat dari upaya-
upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas dengan lebih baik dari pada
27
individu lain (better than others), kemampuan individu untuk menyelesaikan
masalah secara cepat, kesediaan memikul tanggung jawab penting, serta
adanya perencanaan atas setiap tindakan menuju kesuksesan. Aspek motivasi
berprestasi ditunjukkan dengan aspek-aspek oleh McClelland (1987) antara
lain (a) memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara
pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan, (b)
menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses, (c) menetapkan tujuan yang
sedang dan bekerja lebih keras.
Menurut Bandura (2001), seseorang dengan motivasi berprestasi yang
tinggi cenderung akan lebih banyak belajar dan berprestasi dari pada individu
dengan motivasi berprestasi yang rendah, meskipun kemampuan yang dimiliki
adalah sama. Hal demikian menunjukan bahwa individu-individu dengan
kemampuan yang sama akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda
ketika terdapat perbedaan motivasi berprestasi di antara individu-individu
tersebut. Seorang individu yang memiliki keyakinan mampu menyelesaikan
suatu tugas akan cenderung lebih meraih keberhasilan dari pada individu-
individu yang tidak meyakini kemampuan dirinya sendiri dalam meraih
keberhasilan.
Bandura (2001) menyatakan, bagi seseorang yang memiliki motivasi
berprestasi yang rendah maka cenderung memiliki sikap atau perilaku
menunda pekerjaan. Proses untuk menuju ke suatu tindakan untuk menunda
pekerjaan tersebut tidak berlangsung dengan cepat akan tetapi melalui suatu
proses dan waktu, misalkan seseorang sibuk dengan pekerjaan atau
28
aktivitasnya sehingga melupakan sejenak tugas akademik yang harus
diselesaikannya dan pada saat tugas akademik tersebut harus dikumpulkan
maka diselesaikan dengan cepat.
Menurut Uyun (1998), prokrastinasi adalah kecenderungan untuk
menunda dalam memulai, melaksanakan dan mengakhiri suatu aktivitas.
Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang terjadi di lingkungan
akademik. Prokrastinasi yang dilakukan seseorang menjadi indikasi kurangnya
motivasi berprestasi (need for achievement) seseorang untuk tampil optimal
seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama sehingga tidak mampu
menyelesaikan tugas tepat waktu. Mahasiswa sebagai penerus bangsa
diharapkan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi yang ditunjukkan dengan
semangat hidup yang tinggi, ulet, optimis dan memiliki dorongan untuk meraih
sukses.
Rizvi,dkk (1997) mengemukakan bahwa faktor motivasi berprestasi yang
rendah dapat mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik.
Sebab, ketika seseorang memiliki motivasi yang rendah, maka akan malas
untuk memulai suatu pekerjaan sehingga kinerjanya akan menurun. Woolfolk
(1996) menyatakan bahwa motivasi berprestasi sebenarnya memiliki aspek
maintaining yaitu menjaga agar perilaku yang dimaksud tetap stabil. Seorang
prokrastinator mudah sekali terganggu oleh interupsi dari luar yang tampak
menyenangkan (Milgram, 1991). Individu yang memiliki motivasi berprestasi
yang rendah biasanya menggunakan self handicapping strategy, dan strategi ini
biasanya juga dipakai oleh prokrastinator (Midgley, dkk, 1996). Dalam hal ini
29
apabila seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka memiliki
prokrastinasi akademik yang rendah, begitu juga sebaliknya bagi sesorang yang
motivasi berprestasi yang rendah maka memiliki prokrastinasi akademik yang
tinggi.
Berikut ini merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini:
Tinggi
Rendah
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
X : Motivasi Berprestasi
Y : Prokrastinasi Akademik
Motivasi Berprestasi
(X)
Prokrastinasi Akademik
Rendah
Prokrastinasi Akademik
Tinggi
30
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara motivasi
berprestasi dengan prokrastinasi akademik. Semakin tinggi motivasi berprestasi
maka semakin rendah prokrastinasi akademik, sebaliknya semakin rendah
motivasi berprestasi maka semakin tinggi prokrastinasi akademik.