bab ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · papua yang besar. terwakili dengan baik di...

21
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bio-ekologi Cikukua timor 2.1.1. Jenis-jenis Cikukua dan gambaran ringkas morfologinya Terdapat enam jenis burung Cikukua yang tergolong dalam genus Philemon di daerah Walacea (Coates et al. 2000), yaitu: (1) Cikukua kecil (P. citreogularis), yang merupakan burung penetap (ada sepanjang tahun dan berbiak) di Nusa Tenggara (Kisar-Moa). Burung ini memiliki ukuran tubuh 25 cm, dan bagian pipi yang gundul berwarna abu-abu kebiruan. Burung-burung remaja memiliki tenggorokan bernuansa kuning; (2) Cikukua timor, yang merupakan burung endemik kawasan Wallacea dan memiliki sebaran di Timor (Nusa Tenggara Timur). Burung ini memiliki ukuran tubuh 24 cm, memiliki mata polos, kulit di sekeliling mata agak gundul, dan sekilas nampak hampir mirip dengan Cikukua tanduk (P. buceroides); (3) P. buceroides, merupakan penetap di Nusa Tenggara. Hal yang dapat membedakan dengan P. inornatus adalah ukuran tubuh yang lebih besar (29-33 cm), berwarna kecoklatan kusam, bagian bawah lebih pucat, muka dan sisi kepala gelap dan gundul, paruh hitam besar dengan kenop pada paruh khas, pada Cikukua tanduk remaja memiliki punggung bersisik putih, tenggorokan dan dada agak kuning, kenop pada paruh samar-samar dan P.b. buceroides terdapat di NTT; (4) Cikukua hitam (P. fuscicapillus) terdapat di Maluku bagian Utara, memiliki ciri berukuran tubuh 30 cm, bercak-mata gundul merah-jambu, paruhnya kokoh, kenop pada paruh tidak jelas, sekilas nampak mirip dengan kepudang halmahera (Oriolus phaeochromus), (5) Cikukua seram (P. subcorniculatus) di Maluku sebarannya terbatas sampai di Seram, memiliki ukuran tubuh 35 cm, berwarna coklat zaitun, bagian bawah lebih pucat, muka gundul gelap bercak-mata bervariasi coklat kekuningan hingga kemerahan, leher belakang abu-abu, dada kekuningan, kenop pada paruh tidak jelas, sekilas nampak seperti kepudang seram (Oriolus bouroensis); (6) Cikukua maluku (P. moluccensis) di Nusa Tenggara (Tanimbar) dan Maluku (Buru dan Kei) memiliki ciri ukuran tubuh 31-37 cm, berwarna coklat, bagian bawah dan leher belakang lebih pucat, bercak-muka gundul kehitaman, burung remaja memiliki ciri sisi

Upload: lamtuong

Post on 17-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

  

  

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bio-ekologi Cikukua timor

2.1.1. Jenis-jenis Cikukua dan gambaran ringkas morfologinya

Terdapat enam jenis burung Cikukua yang tergolong dalam genus

Philemon di daerah Walacea (Coates et al. 2000), yaitu: (1) Cikukua kecil (P.

citreogularis), yang merupakan burung penetap (ada sepanjang tahun dan berbiak)

di Nusa Tenggara (Kisar-Moa). Burung ini memiliki ukuran tubuh 25 cm, dan

bagian pipi yang gundul berwarna abu-abu kebiruan. Burung-burung remaja

memiliki tenggorokan bernuansa kuning; (2) Cikukua timor, yang merupakan

burung endemik kawasan Wallacea dan memiliki sebaran di Timor (Nusa

Tenggara Timur). Burung ini memiliki ukuran tubuh 24 cm, memiliki mata

polos, kulit di sekeliling mata agak gundul, dan sekilas nampak hampir mirip

dengan Cikukua tanduk (P. buceroides); (3) P. buceroides, merupakan penetap di

Nusa Tenggara. Hal yang dapat membedakan dengan P. inornatus adalah ukuran

tubuh yang lebih besar (29-33 cm), berwarna kecoklatan kusam, bagian bawah

lebih pucat, muka dan sisi kepala gelap dan gundul, paruh hitam besar dengan

kenop pada paruh khas, pada Cikukua tanduk remaja memiliki punggung bersisik

putih, tenggorokan dan dada agak kuning, kenop pada paruh samar-samar dan

P.b. buceroides terdapat di NTT; (4) Cikukua hitam (P. fuscicapillus) terdapat di

Maluku bagian Utara, memiliki ciri berukuran tubuh 30 cm, bercak-mata gundul

merah-jambu, paruhnya kokoh, kenop pada paruh tidak jelas, sekilas nampak

mirip dengan kepudang halmahera (Oriolus phaeochromus), (5) Cikukua seram

(P. subcorniculatus) di Maluku sebarannya terbatas sampai di Seram, memiliki

ukuran tubuh 35 cm, berwarna coklat zaitun, bagian bawah lebih pucat, muka

gundul gelap bercak-mata bervariasi coklat kekuningan hingga kemerahan, leher

belakang abu-abu, dada kekuningan, kenop pada paruh tidak jelas, sekilas nampak

seperti kepudang seram (Oriolus bouroensis); (6) Cikukua maluku (P.

moluccensis) di Nusa Tenggara (Tanimbar) dan Maluku (Buru dan Kei) memiliki

ciri ukuran tubuh 31-37 cm, berwarna coklat, bagian bawah dan leher belakang

lebih pucat, bercak-muka gundul kehitaman, burung remaja memiliki ciri sisi

Page 2: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

8  tenggorokan bagian bawah agak kuning, P. m. moluccensis (Buru), tidak ada

kenop pada paruh, tenggorokan keputih-putihan, alis pucat, sekilas nampak

seperti kepudang muka hitam (Oriolus bouroensis).

a. Cikukua timor b. Cikukua tanduk

Gambar 2 Perbedaan Cikukua timor dengan Cikukua tanduk.

2.1.2. Klasifikasi Cikukua timor

Sistematika Cikukua timor sebagai berikut;

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Aves

Ordo : Passeriformes

Famili : Meliphagidae

Genus : Philemon

Spesies : Philemon inornatus (G.R Gray, 1846)

Nama Daerah : Cikukua timor (Indonesia); koakiko (Kupang-Timor),

Lorikeet (Timor Leste).

Nama Inggris : Timor Friarbird/Plain friarbird (Sukmantoro et al. 2007)

2.1.3. Daerah penyebaran Cikukua timor

Burung ini merupakan jenis endemik Timor. Burung Cikukua timor

hidup pada ketinggian 0-2400 dari permukaan laut (Coates et al. 2000). Status

Cikukua timor dalam kategori Endemic Bird Areas (EBAs) adalah RR

(Restricted-range) ditemukan di tipe hutan tropis kering (tropical dry forest)

Page 3: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

9

(Trainor 2002). International Union for the Conservation of Nature and Nature

Resources (IUCN) memasukkan status keterancaman spesies Cikukua timor yang

terkategori Least Concern (LC) Ver 3.1. (BirdLife International, 2009). Status LC

menunjukkan bahwa keberadaan populasi burung Cikukua timor di alam masih

umum ditemukan dan tidak terancam kepunahan maupun kategori mendekati

kepunahan atau Near Treatened (NT). Laporan IUCN ini berdasarkan data Coates

dan Bishop (1997), bahwa ukuran populasi secara global tidak dihitung, tapi

keberadaan spesies ini tersebar luas dan umum ditemukan di Timur Leste (http:

//www. iucnredlist. org/apps/redlist/details, 2011 [19 Februari 2011]).

Habitat Cikukua timor dan Cikukua tanduk sama-sama di hutan tropis

(Tropical Forest), daerah berhutan (Woodland), dan perkebunan (Plantation), dan

dikategorikan sebagai common resident (cr) (Trainor et al. 2008). Trainor (2002)

juga menyatakan Cikukua timor hidup di habitat hutan muson (monsoon forest).

Cikukua tanduk atau Helmeted Friarbird P. buceroides merupakan burung yang

umum di savana dataran rendah, memiliki distribusi di bagian Barat atau Utara

Wallacea (yang terhubung dengan pulau dan yang bertautan dengan benua Asia

Selatan-Timur (Trainor et al. 2008).

Gambar 3 Peta Pulau Timor, wilayah garis perbatasan dan penyebaran burung di

Timor Leste dan Timor Barat, Indonesia (Sumber: Trainor et al. 2008).

2.2. Karakterisitik Burung Pemakan Nektar

Suku Meliphagidae (isap madu) termasuk ke dalam burung Australo-

Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang

mencapai kawasan Sunda. Suku burung ini beragam, mulai dari jenis berukuran

Page 4: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

10  besar seperti burung Cikukua yang mengisi relung rangkong sampai berukuran

kecil mengisi relung yang sama dengan Pijantung dan Burung madu (MacKinnon

et al. 2010)

Penampakan umumnya tidak mencolok. Paruhnya ramping, tajam dan

melengkung ke bawah. Memakan nektar, buah-buahan dan serangga. Sarangnya

dibuat berbentuk mangkuk. Satu-satunya wakil dari suku ini adalah isap-madu

Indonesia (Lichmera limbata), khas untuk anggota yang berukuran kecil dalam

suku ini (MacKinnon et al. 2010). Komunitas burung merupakan salah satu

komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan

kelestarian alam.Peran tersebut tercermin dari posisi tropik yang ditempatinya.

Sebagai contoh, burung pemakan nektar dan buah berperan dalam proses

penyerbukan buah dan penyebaran biji (Partasasmita 2009).

Deliso (2008) menjelaskan bahwa perubahan iklim telah mempengaruhi

populasi burung kolibri (hummingbird) di Monteverde, Pegunungan Tilaran,

Costa Rica. Perubahan iklim telah mempengaruhi tanaman penghasil nektar.

Kolibri telah mengalami efek kompleks pada komunitas tumbuhan melalui

penyerbukan. Selanjutnya, nektar dan produksi bunga mempengaruhi perilaku,

ukuran populasi, dan siklus kehidupan burung. Variabel iklim yang mencakup

curah hujan, temperatur dan penutupan awan mempengaruhi produksi nektar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan yang menurun, terjadinya

peningkatan suhu dan penutupan awan telah berdampak langsung kepada populasi

kolibri dan tanaman yang mendukung kehidupannya. Famili kolibri lebih memilih

jenis tumbuhan yang menghasilkan bunga dengan tempat daun bunga (petal) dan

bukaan diameter korola yang lebih besar. Kolibri mengunjungi bunga di hari

pertama bunga tersebut mekar dengan jumlah kunjungan sebanyak tiga kali secara

bertahap. Selain itu, tanaman yang berukuran besar dengan bunga lebih banyak,

dan jumlah nektar lebih besar, menerima kunjungan lebih banyak per tanaman dan

per bunga dibandingkan tanaman kecil dengan beberapa bunga saja.

Honeyeaters dapat memakan serangga kecil atau serbuk sari ketika mereka

mengunjungi bunga yang berukuran kecil. Honeyeaters cenderung makan di

daerah hutan yang memilliki ciri-ciri tersendiri (discrete) karena mereka memiliki

kepentingan makanan yang sama (Castro & Robertson 1997). Honeyeaters

Page 5: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

11

ataupun hummingbirds (Fam.Trochilidae) mendapatkan lebih banyak airnya dari

nektar yang mereka konsumsi dan kadang-kadang asupan air yang berlebihan

diperoleh melalui nektar (Nicolson 2006).

Rata-rata, bunga untuk burung pemakan nektar mengandung 75-80% air

(Nicolson 2006). Tumbuhan yang terbanyak menyediakan sumber nektar untuk

honeyeaters di Australia berasal dari famili Myrtaceae (10 genus; pohon dan

semak belukar), Proteaceae (7 genus: pohon dan semak), Loranthaceae (6 genus:

hemisparasites); Rutaceae (6 genus; pohon dan semak), Epacridaceae (5 genus;

semak), dan famili penting lainnya yaitu Myoporacea, Haemodoracea, dan

Fabacea di Australia Selatan-Timur (Ford et al. 1979).

2.3. Teritori Famili Meliphagidae

Maher dan Lott (1995) menyatakan bahwa definisi teritori secara

konseptual kebanyakan berbeda antara satu dengan yang lainnya dari tiga tipe

yaitu; (1) daerah pertahanan, (2) daerah eksklusif, (3) dominan lokasi spesifik.

Teritori pada burung paling umum didefinisikan secara konseptual sebagai areal

pertahanan. Penelitian burung kebanyakan terkait dengan penandaan teritori

dengan nyanyian. Nyanyian merupakan cara relatif lebih mudah untuk mengukur

dan mengidentifikasi teritori; pada habitat yang visibilitas yang rendah, mengukur

jumlah nyanyian lebih mudah daripada menghitung jumlah pergerakan

penyusupan melalui vegetasi.

Graf (2008) menyatakan bahwa teritori berkaitan erat dengan seleksi

habitat, karena burung teritorial harus mencari patch yang belum digunakan oleh

pesaing sejenis atau lain atau harus merebut suatu wilayah yang sudah digunakan

oleh individu atau pasangan lainnya. Teritorialitas biasanya ditunjukkan dengan

respon agresifitas terhadap individu lain yang melibatkan penggusuran

(displacing), berburu (chasing) atau membentur (striking) dan beberapa respon

yang lebih lemah seperti nyanyian dan atraksi lainnya. Menetapkan dan

mempertahankan wilayah merupakan pendekatan untuk mengamankan

ketersediaan sumberdaya yang terbatas seperti makanan, lokasi bersarang dan

kawin.

Page 6: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

12  2.4. Perilaku

Penelitian di wilayah Armidale, New South Wales (NSW), selama lebih

dari 8 tahun dengan melakukan pencincinan burung (banded birds) oleh Ford

tahun 1999 diketahui bahwa aktivitas organisasi sosial burung P. corniculatus,

seringkali kelihatan dilakukan oleh seekor, berpasangan atau bersama-sama

(flocks) (Clements 2000). Menurut Sukarsono (2009), perilaku sosial

menyediakan banyak manfaat. Banyak binatang lebih sukses dalam menemukan

makanan jika mereka mencarinya secara berkelompok, terutama jika sumber-

sumber daya makanan hanya terdapat di tempat tertentu. Jika lebih banyak

individu bekerja sama, maka akan ada satu atau lebih kesempatan mereka

menemukan makanan. Tracey et al. (2007) Noisy friarbirs dapat bermigrasi dan

kebanyakan populasi Noisy friarbirs terlihat bergerak mengembara (nomadic)

mengikuti kualitas nektar terbaik dari pohon dan belukar yang sedang berbunga.

Noysi friarbird tercatat melakukan berpindah terjauh 510 km dari selatan Mudgee

ke Mita-Mita di timur laut Victoria.

Noisy friarbirs makan bersama kelompok lorikeets, red wattlebirds

(Anthochaeracarunculata) dan honeyeaters (Melipagidae) lain sampai

berkompetisi secara intensif pada saat kekurangan pakan. Secara umum friarbird

makan dalam kelompok kecil yang ribut, tidak lebih dari 20 induvidu, tapi

berkelompok lebih besar dapat terjadi sekitar sumber pakan (Tracey et al. 2007)

Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan

kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan

persaingan dan bekerjasama untuk mendapatkan pakan, pelindung, pasangan

untuk kawin, reproduksi dan sebagainya (Alikodra 2002). Bailey (1984)

menyatakan bahwa satwaliar yang hidup secara berkelompok dapat meningkatkan

kesempatan untuk menemukan sumberdaya habitat, pendeteksian adanya bahaya,

dan untuk menghindarkan atau mempertahankan diri dari predator. Kehidupan

secara sosial ini timbul karena adanya proses pembelajaran tentang kemampuan

adaptif seperti mencari sumber pakan, wilayah jelajah dan rute-rute migrasi.

Banyak hewan tinggal dalam kelompok sosial yang dilakukan juga untuk

perlindungan. Beberapa binatang membentuk kelompok sosial untuk membuat

Page 7: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

13

perjalanan mereka lebih mudah, seperti Angga kenada dan spesies burung lain

secara tipikal terbang dengan formasi V (Sukarsono 2009). Populasi satwaliar

mempertahankan nilai-nilai adaptif baik perilaku kompetitif dan kooperatif

melalui sistem evolusi sosial, yakni sistem hirarki dan teritorial. Sistem hirarki

dan teritorialisme ini selanjutnya mengendalikan perilaku agresivitas intraspesifik

secara terbatas yang memungkinkan terbentuknya dan berfungsinya kelompok

sosial (Bailey 1984).

2.5. Habitat

Morrison (2005) menyatakan bahwa istilah habitat terkait pada konfigurasi

spesifik dari komponen lingkungan (misalnya, vegetasi, permukaan batuan, air)

yang digunakan satwa pada setiap titik waktu. Habitat merupakan konsep

spesifik suatu spesies, dimana setiap spesies hewan menggunakan suatu

kombinasi dari komponen lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, tidak ada

daerah spesifik habitat yang baik atau buruk, kecuali jika dinilai dalam

hubungannya dengan spesies tertentu. Jadi apa yang “baik” untuk satu spesies

mungkin “ tidak baik” bagi spesies lain.

Kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik,

yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta

berkembangbiaknya satwaliar disebut habitat (Alikodra 2002). Menurut Krebs

(1978); Leksono (2007), habitat merupakan lingkungan dimana spesies berada

atau habitat adalah bagian biosfer dimana organisme dapat hidup, baik secara

permanen maupun temporer.

Menurut Bailey (1984), habitat suatu organisme pada umumnya

mengandung faktor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang

menghuninya. Kebutuhan habitat dari suatu spesies satwaliar adalah faktor yang

menentukan kesejahteraan bagi suatu jenis satwa. Tersedianya kebutuhan habitat

suatu jenis satwa selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan

kesehatan dari satwa. Persyaratan hidup setiap organisme merupakan kisaran

faktor-faktor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap organisme

untuk mempertahankan hidupnya. Persyaratan habitat terdiri dari pakan,

penutupan tajuk dan faktor lain yang dibutuhkan oleh satwaliar untuk bertahan

Page 8: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

14  hidup serta untuk keberhasilan proses reproduksi. Habitat mempunyai fungsi

dalam penyediaan makanan, air dan pelindung (Alikodra 2002). Berdasarkan segi

komponennya, habitat terdiri dari komponen fisik dan komponen biotik.

Komponen fisik dan biotik ini membentuk sistem yang dapat mengendalikan

kehidupan satwaliar.

Faktor-faktor dari komponen fisik yang berperan dalam pertumbuhan

populasi satwaliar antara lain; (a) air dimana ketersediaan air pada suatu habitat

secara langsung dipengaruhi oleh iklim lokal, dan iklim tidak hanya menentukan

kuantitas total air yang tersedia per tahun, tetapi juga keadaan hujan yang merata

sepanjang tahun atau hanya beberapa bulan saja, (b) radiasi surya diubah dengan

cara kimia setelah sampai di permukaan bumi untuk dipergunakan oleh berbagai

organisme, (c) temperatur dimana berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan

dan kematian suatu organisme, dan secara umum temperatur berpengaruh

terhadap perilaku satwaliar, ukuran tubuh ataupun bagian-bagiannya, (d) panjang

hari dimana aktivitas satwaliar banyak tergantung pada panjang hari, terutama

jenis satwa yang aktif pada siang hari (diurnal) dan berlindung pada malam hari,

jenis satwaliar yang aktif pada malam hari (nocturnal), dan beberapa jenis aktif

pada waktu senja ataupun fajar (crepuscular), (e) aliran dan tekanan udara

berperan sangat penting bagi beberapa jenis satwaliar seperti jenis elang,

mempengaruhi tingkat kandungan air dan kelembaban relatif tanah, mempunyai

kekuatan sebagai perusak, perbedaan tekanan udara berdasarkan perbedaan

ketinggian dapat menyebabkan perbedaan bentuk kehidupan, dimana semakin

tinggi suatu tempat akan semakin rendah tekanan udaranya, sehingga mempersulit

proses respirasi satwaliar, (f) tanah yang terbentuk sebagai hasil interaksi proses

geologis, iklim, dan biologis, secara umum tipe tanah berpengaruh terhadap tipe

vegetasi, sehingga dapat menentukan struktur kehidupan satwaliar yang

menempatinya (Alikodra 2002).

Faktor-faktor dari komponen biotik terdiri dari kuantitas dan kualitas

makanan, pemangsaan (predasi) dan penyakit (Bailey 1984). Satwaliar

memerlukan kuantitas dan kualitas makanan yang berbeda menurut jenis,

perbedaan jenis kelamin, kelas umur, fungsi fisiologis, musim, cuaca dan kondisi

geografis. Alikodra (2002) menyatakan bahwa adanya asosiasi antara mangsa

Page 9: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

15

(prey) dan pemangsa (predator) menunjukkan bahwa populasi mangsa akan

ditentukan oleh ukuran populasi predator, dan populasi predator akan ditentukan

oleh ketersediaan mangsa.

2.6. Preferensi Habitat

Habitat preferensi mencerminkan integrasi beberapa faktor lingkungan

pada beberapa skala spasial, dan individu mungkin memiliki lebih dari satu

pilihan untuk mengoptimalkan fitness melalui strategi seleksi habitat. Penilaian

kualitas habitat untuk strategi manajemen idealnya harus mencakup analisis

beragam konsekwensi fitness pada berbagai tingkatan spasial ekologi yang

relevan (Chalfoun & Martin 2007). Preferensi habitat didorong oleh interaksi

yang kompleks antara pola-pola perilaku, persyaratan biologis dan kondisi

lingkungan (Ersts & Rosenbaum 2003).

Menurut Celuch dan Zahn (2008) secara umum, tujuan untuk menentukan

preferensi habitat suatu spesies adalah untuk mengevaluasi kualitas habitat yang

memiliki kontribusi terhadap kelangsungan hidup dari populasi tersebut.

Penggunaan habitat menjadi selektif jika satwa membuat pilihan dibandingkan

mengembara dengan sembarangan di luar lingkungannya. Penilaian kualitas suatu

habitat berdasarkan pada pemahaman bahwa preferensi dan seleksi adalah terkait

dengan fitness dan karena itu preferensi dapat diduga dari pola pemanfaatan yang

diamati.

Mengidentifikasi atribut-atribut habitat yang mempengaruhi pemilihan

habitat dan meningkatkan fitness adalah hal penting untuk pengelolaan yang

efektif (Chalfoun & Martin 2007). Leksono (2007) menjelaskan fitness adalah

ukuran atau kemampuan kontribusi genetis individu untuk generasi berikutnya.

Individu memiliki fitness yang tinggi jika mereka meningggalkan banyak

keturunan. Individu dapat lebih sesuai dengan lingkungan jika; (a) memiliki laju

reproduksi yang tinggi, (b) memiliki kesintesaan (lama hidup) yang lama, (c)

memiliki keduanya.

2.7. Kesesuaian Habitat

Habitat yang sesuai adalah tempat yang mampu menyediakan kondisi yang

dibutuhkan oleh satwa untuk dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam

Page 10: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

16  jangka waktu yang cukup lama (Nursal, 2007). Menurut Odum (1993), proses

identifikasi kesesuaian habitat satwaliar dilakukan berdasarkan kajian dan

penilaian atas kebutuhan hidup satwaliar tersebut. Hal ini tidak dapat lepas dari

hukum minimum Leibig dan hukum toleransi Shelford. Hukum minimum Leibig

menyatakan bahwa untuk dapat bertahan dan hidup di dalam keadaan tertentu,

suatu organisme harus memiliki bahan-bahan penting yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan berkembangbiak. Keperluan-keperluan dasar ini bervariasi

antara jenis dan keadaan. Di bawah keadaan-keadaan mantap, bahan penting yang

tersedia dalam jumlah paling mendekati jumlah minimum genting yang

diperlukan akan cenderung merupakan pembatas. Hukum toleransi Shelford

menyatakan bahwa kehadiran dan keberhasilan suatu organisme atau golongan

organisme bergantung pada lengkapnya kompleks keadaan. Ketiadaan atau

kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan atau kelebihan

secara kualitatif atau kuantitatif dari salah satu beberapa faktor yang mungkin

mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut. Keadaan manapun yang

mendekati atau melampaui batas-batas toleransi dinamakan sebagai yang

membatasi atau faktor pembatas.

Kebutuhan hidup minimal bagi setiap spesies satwaliar berbeda-beda satu

sama lain (Odum 1993), atau dapat dikatakan bahwa setiap organisme mempunyai

habitat yang sesuai dengan kebutuhannya (Indriyanto 2006). Perbedaan tersebut

mengakibatkan tidak seluruh wilayah kawasan hutan secara potensial sesuai bagi

setiap spesies satwaliar. Oleh karena itu masing-masing spesies memperlihatkan

perbedaan dalam lokasi keberadaannya, sehingga masing-masing spesies memiliki

relung atau ruangan habitat yang berbeda (Odum 1993). Selanjutnya Indriyanto

(2006) menjelaskan jika terjadi gangguan pada habitat, maka akan mengakibatkan

terjadinya perubahan pada komponen habitat, sehingga ada kemungkinan habitat

menjadi tidak cocok bagi organisme yang menghuninya. Apabila kondisi habitat

berubah hingga di luar kisaran faktor-faktor ekologi yang diperlukan oleh setiap

organisme di dalamnya, maka organisme itu dapat mati atau migrasi ke tempat

lain.

Page 11: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

17

2.8. Seleksi Habitat

Johnson (1980) mendefinisikan seleksi sebagai proses dimana satwa

secara nyata memilih suatu sumberdaya atau habitat; dan menurut Bailey (1984),

seleksi habitat merupakan spesialisasi. Bagi suatu spesies, memilih habitat tertentu

berarti membatasi diri pada habitat tersebut dan akan mencapai adaptasi terutama

kesesuaian dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia. McComb (2007)

menyatakan bahwa seleksi habitat adalah sekumpulan perilaku kompleks tentang

suatu spesies yang dibangun diantara individu-individu di dalam populasi untuk

kelangsungan fitnes. Moris (1987) menyatakan bahwa pemilihan habitat

merupakan suatu hal penting bagi satwaliar karena mereka dapat bergerak secara

mudah dari satu habitat ke habitat lainnya untuk mendapatkan makanan, air,

reproduksi atau menempati tempat baru yang menguntungkan.

Menurut Morris (1987), faktor yang mendorong terjadinya pemilihan

habitat berhubungan dengan laju predasi, toleransi fisiologis dan interaksi sosial.

Adapun kondisi mikro habitat tidak menentukan terjadinya pemilihan habitat.

Satwaliar tidak menggunakan seluruh kawasan hutan yang ada sebagai habitatnya

tetapi hanya menempati beberapa bagian secara selektif.

Beberapa organisme tidak dapat menempati range pontensialnya,

meskipun secara fisik mereka dapat mencapai daerah tersebut. Dengan demikian,

individu-individu tersebut tidak hidup di habitat tertentu dan distribusi dari spesies

mungkin dibatasi oleh faktor perilaku pemilihan habitat (Leksono 2007). Menurut

Johnson (1980), hadirnya populasi atau individu tergantung pada kriteria biologi

dan fisik serta kriteria ini untuk membangun habitat. Penggunaan habitat atau

“Habitat use”merupakan penggunaan dari salah satu komponen-komponen ini,

sedangkan seleksi habitat (“Habitat selection”) merupakan proses dimana satwa

memilih komponen apa yang digunakan. Pemilihan komponen diatur dalam

urutan hirarkis dengan urutan pertama adalah jangkauan geografis, kedua adalah

home range (daerah jelajah) individu dalam jarak geografis, ketiga adalah

penggunaan komponen dalam home range dan keempat adalah representasi dari

bagian komponen home range yang secara aktual digunakan oleh individu seperti

Page 12: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

18  jika urutan ke-tiga merupakan suatu tempat mencari makan, urutan ke-empat

adalah makanan yang dikonsumsi.

Moris (1987) menyatakan bahwa beberapa spesies satwaliar menggunakan

habitat secara selektif dalam rangka meminimumkan interaksi negatif (seperti

predasi dan kompetisi) dan memaksimumkan interaksi positif (seperti

ketersediaan mangsa). Pemilihan habitat oleh satwaliar dapat disebabkan oleh tiga

hal, yakni;(1) ketersediaan mangsa (pakan), (2) menghindari pesaing, dan (3)

menghindari predator (Moris 1987; Leksono (2007).

Graf (2008) menjelaskan bahwa pemilihan habitat adalah keputusan

berbagai aspek yang harus dilakukan oleh burung. Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi pemilihan tempat untuk berkembangbiak, kawin dan mencari

makan. Beberapa faktor dari bagian habitat burung adalah struktur atribut lanskap

seperti air, jurang, hutan primer, atau semak atau padang rumput, kepadatan dan

semak-semak yang tidak tinggi, dekat dengan lokasi mencari makan dan peluang

bersarang, ketersediaan pakan, keberadaan predator (pemangsa), mudah

melakukan pertahanan (keamanan), kemungkinan survive bagi keturunannya,

perubahan iklim mikro, dan jarak ke pemukiman. Bermacam-macam faktor ini

menunjukkan bahwa hal tersebut sangat mahal bagi burung untuk menjelajahi

seluruh wilayah untuk mengecek semua faktor ini atau setidaknya ada faktor

penting untuk burung.

Leksono (2007) menjelaskan dua pendekatan untuk mempelajari seleksi

habitat; pertama pendekatan proksimal yakni melihat pemilihan habitat sebagai

mekanisme perilaku dan mempertanyakan dalam rangka fisiologi bagaimana

hewan memilih habitatnya, kedua pendekatan ultimate atau pendekatan evolusi

yakni melihat alasan adaptif untuk pemilihan habitat dan signifikansi evolusioner

dari perilaku yang terlibat.

McComb (2007) menjelaskan bahwa perilaku seleksi habitat juga telah

memungkinkan setiap spesies memilih habitat dengan cara yang memungkinkan

untuk mengurangi kompetisi memperoleh sumber daya dengan spesies lain. Jadi,

tekanan seleksi evolusioner pada setiap spesies, baik abiotik dan biotik, telah

menyebabkan spesies tersebut mengembangkan strategi yang berbeda untuk

kelangsungan hidup yang berkaitan dengan seleksi habitat dan dinamika populasi.

Page 13: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

19

Beberapa spesies yang memiliki habitat generalis, dapat menggunakan sumber

daya makanan dan cover yang luas. Spesies generalis cenderung mudah

beradaptasi dan terdapat dalam berbagai macam kondisi lingkungan.

Spesies-spesies yang lain memiliki habitat spesialis. Spesies spesialis beradaptasi

bertahan hidup di hutan dengan memanfaatkan penggunaan sekumpulan sumber

daya yang sempit, sumber daya bagi mereka beradaptasi lebih baik untuk

digunakannya daripada kebanyakan spesies yang lain.

2.9. Struktur dan Komposisi Vegetasi

Struktur fisik hutan terbentuk oleh adanya perbedaan tinggi pohon

menurut jenis, umur dan sifat tumbuhnya. Kondisi ini membentuk stratifikasi

menjadi relung ekologi tertentu bagi suatu jenis satwa (Duma 2007). Analisis

struktur fisik vegetasi hutan, Soerianegara dan Indrawan (1998) membedakan

stadium tumbuh vegetasi sebagai berikut; (a) semai (seedling) mulai dari

kecambah sampai tinggi 1,5 m, (b) pancang (sapling) tumbuhan berkayu yang

tingginya lebih dari 1,5 m dan diameter kurang dari 10 cm, (c) tiang (pole)

tumbuhan berkayu dengan diameter 10 - < 20 cm, dan (d) pohon dewasa yang

berdiameter yang berdiameter ≥ 20 cm.

2.10. Kerapatan

Kerapatan atau densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit

volume atau merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang (Indriyanto

2006). Salah satu unsur habitat yang paling umum diukur adalah kerapatan yang

meliputi; pohon, tiang, pancang, semak atau semai dan tanaman lain (McComb

2007). Menurut Arrijani et al. (2006), nilai kerapatan suatu spesies menunjukkan

jumlah individu spesies yang bersangkutan pada satuan luas tertentu. Oleh karena

itu nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada

suatu lokasi penelitian. Nilai kerapatan belum dapat memberikan gambaran

tentang bagaimana distribusi dan pola penyebarannya. Gambaran mengenai

distribusi individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari nilai frekuensinya,

sedangkan pola sebaran dapat ditentukan dengan membandingkan nilai tengah

spesies tertentu dengan varians populasi secara keseluruhan. Perbedaan nilai

Page 14: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

20  kerapatan masing-masing jenis disebabkan oleh reproduksi, penyebaran dan daya

adaptasi terhadap lingkungan.

Indriyanto (2006), menyatakan densitas pada umumnya berhubungan

dengan kelimpahan berdasarkan penaksiran kualitatif seperti sangat jarang, jarang,

banyak, dan sangat banyak.Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang

mencerminkan distribusi relatif spesies organisme dalam komunitas. Menurut

Bibby et al. (2000), menghubungkan distribusi burung secara langsung dengan

pohon dan jenis tumbuhan yang ada di suatu tempat memang sangat ideal.

Kelimpahan pohon yang sedang berbuah mungkin dapat dihubungkan dengan

kelimpahan jenis burung pemakan buah-buahan.

2.11. Principal Component Analysis (PCA)

Secara teknis, Principal Component Analysis (PCA) atau Analisis

Kompunen Utama (AKU) merupakan suatu teknik mereduksi data multivariate

(banyak data) yang mencari untuk mengubah (mentransformasi) suatu matrik data

awal/asli menjadi suatu set kombinasi linear yang lebih sedikit akan tetapi

menyerap sebagian besar jumlah varian dari data awal. Banyaknya faktor

(komponen) yang dapat diekstrak dari data awal/asli ialah sebanyak variabel yang

ada. Kita harus mereduksi data asli dengan sedikit mungkin komponen/faktor

akan tetapi masih memuat sebagian besar variasi dari data asli/awal katakan lebih

dari 80% (Supranto 2004).

Di dalam aplikasi data penginderaan jauh (inderaja), PCA merupakan

salah satu metode statistika yang digunakan untuk menggali informasi dari data

citra inderaja, terutama dalam hubungannya dengan multidimensi peubah

(Adiningsih et al.2004). Principal Component Analysis digunakan untuk menguji

hubungan antara beberapa variabel kuantitatif. Teknik ini sangat baik dalam

mendeteksi hubungan linear antara plot-plot pada berbagai komposisi jenis,

kepadatan dan cover. Principal Component Analysis telah digunakan sebagai cara

terbaik melakukan analisis awal dari skema klasifikasi vegetasi dalam

mempersiapkan membangun peta vegetasi. Komponen utama dihitung

berdasarkan kombinasi linear dari variabel-variabel yang digunakan dalam

analisis, dengan koefisien yang sama untuk eigenvector dari korelasi atau matriks

kovarian. Komponen utama diurutkan berdasarkan urutan eigenvalue, dimana

Page 15: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

21

sama dengan komponen varian. Bila diterapkan dengan benar, PCA sangat kuat

untuk analisis awal dataset vegetasi, terutama untuk analisis komunitas tumbuhan.

Hal ini merupakan langkah awal yang efektif sebagai cara untuk mengklaster plot-

plot survei yang memiliki komposisi, kepadatan atau cover yang serupa

(Department of The Army USA 1999).

Syartinilia (2008) menjelaskan bahwa korelasi berbasis PCA

menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dilakukan pada

variabel lingkungan dalam rangka untuk mengukur pola lanskap yang independent

satu sama lainnya. Secara matematis, PCA, melibatkan eigen analisis dari

persamaan matriks simetris atau koefisien korelasi antara variabel-variabel

geografis untuk menghasilkan serangkaian eigenvalues dan eigenvector yang

saling berhubungan. Komponen utama diakhiri dengan dirotasi menggunakan

metode varimax untuk membantu interpretasi cara penyelesaian faktor. Kemudian

komponen-komponen diinterpretasikan dengan menggunakan komponen yang

dimasukkan (korelasi antara komponen utama dan setiap variabel asli).

Khera et al. (2009) menggunakan PCA dengan program XLSTAT (Versi

2007.6) untuk menganalisis distribusi burung pada 19 ruang hijau dan

menentukan ukuran ruang hijau dan spesies tumbuhan berkayu yang

mempengaruhi kelimpahan spesies burung di Delhi, India. Data matrik PCA

terdiri dari 19 lokasi x 56 jenis burung. Nilai rata-rata sejumlah individu dicatat

dari tiap spesies yang digunakan dalam matriks. Dua sumbu utama dihubungkan

dengan variabel-variabel habitat seperti ukuran ruang hijau, keanekaragaman dan

kepadatan spesies tumbuhan menggunakan korelasi Pearson. Korelasi Pearson

digunakan untuk menentukan bagaimana ukuran komunitas burung secara

keseluruhan dipengaruhi oleh ukuran ruang hijau, keragaman dan kepadatan

vegetasi berkayu, jumlah spesies burung dan keragamannya berkurang dengan

ukuran ruang hijau. Hasil analisis dengan PCA menunjukkan bahwa spesies

burung cenderung lebih memilih hutan dengan semakin bertambahnya ukuran

ruang hijau, keragaman dan kepadatan semak belukar.

Page 16: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

22  

2.12. Populasi

Populasi didefinisi sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-

individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan

pada suatu tempat dan waktu tertentu (Anderson, 2002). Dalam pengelolaan

satwaliar, Alikodra (2002) memberikan batasan populasi menjadi “kelompok

organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu

menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya”. Dalam ilmu dinamika

populasi, Tarumingkeng (1994) mendefinisikan populasi adalah sehimpunan

individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam

satu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik

dengan jenis yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu

wilayah atau tata ruang tertentu.

Suatu populasi memiliki sifat-sifat khas yaitu; kepadatan (denstitas), laju

kelahiran (natalitas) laju kematian (mortalitas), sebaran (distribusi), pemencaran

(disperse), struktur umur, potensi biotik, sifat genetik, nisbah kelamin dan

perilaku (Tarumingkeng 1994; Alikodra 2002). Kepadatan populasi itu sendiri

dipengaruhi oleh beberapa parameter demografi antara lain; natalitas, mortalitas,

struktur populasi, nisbah kelamin, dan migrasi (Alikodra 2002).

Survei memberikan informasi dasar tentang distribusi spesies dan jumlah

populasi. Survei mengkaji situasi pada suatu saat tertentu, sedangkan program

pemantauan umumnya mendeteksi perkembangan menuju situasi yang telah

ditetapkan. Survei berperan penting pada saat merancang jaringan kawasan

lindung, menentukan perbatasan kawasan suaka atau batas-batas koridor yang

menghubungkan populasi yang terisolasi, dan saat memutuskan di lokasi mana

akan dilakukan investasi waktu dan upaya untuk kegiatan perlindungan atau

penelitian (Khul et al. 2011).

2.13. Lanskap

Lanskap merupakan suatu konsep ruang yang holistis dan umum, jauh

lebih luas daripada komponen-komponen penyusunnya; dataran, tanah, penutup

dan penggunaan lahan (Sheil et al. 2004). Lanskap dapat diartikan sebagai tata

ruang atau bentang alam yang didalamnya terdiri dari berbagai kegiatan baik yang

Page 17: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

23

berjalan secara alami maupun bentuk kegiatan yang dipengaruhi oleh kegiatan

manusia. Oleh karena itu proses kegiatan di dalam lanskap akan selalu

berhubungan dengan proses sosial ekonomi dan ekologi atau yang dikenal dengan

ekologi lanskap (Farina 1998).

Perubahan lanskap dapat dibedakan ke dalam lima tipe (Forman dan

Gordon 1986), yaitu; (1) lanskap alamiah (perkembangan/perubahan terjadi

karena alam bukan manusia, (2) lanskap pengelolaan (perkembangan/perubahan

terjadi karena miss-managamant) misalnya buruknya sistem pengelolaan hutan

produksi, (3) lanskap budidaya (perkembangan/perubahan terjadi karena budidaya

usahatani yang terkait erat dengan pengembangan wilayah dan transportasi; proses

perubahan lanskap budidaya terjadi melalui tiga tahap yaitu usaha tani tradisional,

kombinasi tradisional dan moderen, dan moderen yang pada perkembangannya

menghasilkan bentuk-bentuk permukiman terpencar, kemudian berkelompok dan

akhirnya menyatu menjadi pedesaan dan perkotaan, (4) lanskap pedesaan

(perkembangan/perubahan terjadi karena adanya kegiatan manusia, antara lain,

kebun dan pekarangan, (5) lanskap perkotaan terbentuk karena adanya perubahan

struktur lanskap alamiah yang terdegradasi menjadi bentuk alam perkotaan akibat

akivitas manusia.

2.14. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer yang terdiri

atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data

geografis dan sumber daya manusia (brainware) yang mampu merekam,

menyimpan, memperbaharui, menampilkan dan menganalisis, memanipulasi dan

menampilkan informasi yang bereferensi geografis (Jaya 2002; Prahasta 2009).

Menurut Ekadinata et al. (2008) sistem SIG adalah sebuah sistem atau teknologi

berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan,

menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari

suatu obyek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadannya di

permukaan bumi.

Data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu

data spasial dan data atribut. Data spasial merepresentasikan posisi atau lokasi

Page 18: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

24  geografis dari suatu obyek di permukaan bumi, sedangkan data atribut

memberikan deskripsi atau penjelasan dari suatu obyek. Data atribut dapat berupa

informasi numerik foto, narasi, dan lain sebagainya yang diperoleh dari data

statistik, pengukuran lapangan dan sensus, serta lain-lainnya. Sumber data spasial

antara lain mencakup; data grafis peta analog foto udara, citra satelit, survei

lapangan, pengukuran theodolit, pengukuran dengan menggunakan Global

Positioning System (GPS), dan lain-lain (Ekadinata et al. 2008). Menurut Barnes

dan Malik (1997), aplikasi SIG telah diadoposi dalam pemodelan ekologi sebagai

alat untuk menghasilkan data yang diperlukan pada pemodelan skala ruang dan

waktu yang berbeda, dan juga sebagai alat untuk ekstrapolasi hasil dari basis titik

menjadi basis spasial (Osborne at al. (2001).

2.15. Citra Landsat-5 Thematic Mapper (TM)

Lo (1995), menjelaskan sensor pada satelit landsat berfungsi sebagai

sistem pencitraan, diantaranya adalah kamera Return Beam Vidicon (RBV),

Multispectral Scanner (MSS) dan Thematic Mapper (TM). Landsat 2 dan 3 adalah

RBV dan MSS, sedangkan pada Landsat 4 ditambahkan sistem pencitraan TM

yang bertujuan untuk perbaikan resolusi spasial, pemisahan spektral, kecermatan

dan radiometrik, serta ketelitian geometrik. Thematic Mapper merupakan suatu

sensor optik penyinaran yang beroperasi pada saluran tampak, inframerah. Secara

rinci dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Aplikasi prinsip dan saluran spektral Thematic Mapper Saluran (Band)

Panjang Gelombang (µm)

Potensi Pemanfaatan

1 0,45-0,52 Dirancang untuk penetrasi badan air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai, membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan korniver

2 0,52 – 0,69 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan

3 0,63- 0,69 Saluran absorsi klorofil yang penting untuk diskriminasi 4 0,76 – 0,90 Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan

delineasi badan air 5 1,55 – 1,75 Menunjukkan kandungan kelembaban vegetasi dan

kelembaban tana, dan juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan

6 10,40– 12.50 Saluran inframerah termal penggunaanya untuk analisis pemetaan vegetasi, diskriminasi kelebaban tanah dan pemetaan termal

7 2,08 – 2,35 Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan pemetaan hidrotermal

Sumber: Lo (1995).

Page 19: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

25

Landsat 5, diluncurkan pada bulan Maret 1984, dengan sensor citra-bumi

TM. Satelit dan sensor kontinu beroperasi harian, setelah melayani lebih dari 23

tahun. Thematic Mapper memiliki 7 band; 30 m 6 band reflektif dan 120 m satu

band thermal. Band-band TM memiliki pusat panjang gelobang kira-kira 0,49,

0,56, 0,66, 083, 1,67, 11,5 dan 2,24 µm (Chander et al. 2007).  

2.16. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Selama bertahun-tahun, berbagai indek vegetasi telah dikembangkan dalam

penilaian kuantitatif dan kualitatif dari parameter bio-fisik vegetasi. Sensor

dengan band spektral pada Red (RED) dan near-infrared (NIR) digunakan untuk

memonitoring vegetasi karena band-band tersebut merupakan indikator kuat dari

jumlah biomasa hijau aktif photosintesis (Tucker 1979 diacu dalam Chander &

Groeneveld, 2009). Hasilnya telah digunakan secara luas ketika membuat NDVI,

yang didefinisikan sebagai (NIR-RED)/(NIR + RED). Teillet et al (1997)

meringkas efek dari spektral, karakteristik spasial dan radiometrik pada NDVI

dari daerah berhutan.

Vegetasi merupakan suatu yang penting dan elemen dinamis dalam siklus

hidrologi. Penggunaan citra satelit pada areal yang bervegetasi umumnya

menunjukkan nilai yang tinggi disebabkan oleh reflektansinya yang tinggi pada

inframerah dekat dan reflektansi yang rendah pada sinar tampak. Hal sebaliknya

terjadi dimana air, awan dan salju mempunyai nilai reflektansi yang tinggi

terhadap sinar tampak (merah) dari pada reflektansi inframerah dekat, sehingga

menunjukkan nilai indeks vegetasi yang negatif. Pada batuan dan lahan atau

tanah kosong menghasilkan indeks vegetasi mendekati nol, karena pada kedua

band (kanal) reflektansi yang terjadi hampir sama (Yin & Williams 1997).

Budi (2000) menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai NDVI maka biomassa

akan meningkat secara logistik. Sesuai dengan penyataan Barret dan Curtis

(1992) diacu dalam Budi (2000), bahwa hubungan NDVI dengan biomassa tidak

berbentuk linear (tidak konsisten). NDVI telah menjadi indeks popular untuk

estimasi LAI (Leaf Area Index) di seluruh ekosistem yang beragam. Namun,

sebagian besar studi tersebut untuk memperkirakan LAI menggunakan NDVI

yang terkait dengan sistem vegetasi semi-arid dan pertanian dimana penutupan

Page 20: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

26  kanopi kurang dari 100%. Studi terbaru menunjukkan bahwa NDVI banyak tidak

sensitif terhadap nilai-nilai LAI khususnya pada ekosistem hutan yang memiliki

kanopi yang rapat dimana nilai LAI relatif tinggi (Chen & Cihlar 1996; Turner

et al. 1999).

Menurut Prahasta (2009) vegetasi memiliki spektral signature yang

unik dan memungkinkan bagi dipakainya untuk membedakan tipe-tipe landcover

pada image near-infrared. Pantulannya akan bernilai rendah pada domain

spektrum biru dan merah, karena penyerapan klorofil untuk fotosintesa. Vegetasi

memiliki pantulan puncak pada spektrum hijau dan meningkatkan warna hijau

pada unsur yang bersangkutan.Bentuk spektrum pantulan juga dapat dipakai untuk

mengidentifikasi tipe atau kelas vegetasi.

2.17. Representasi Data Spasial

Data spasial perlu dikonversi ke dalam format dijital untuk dapat dipergunakan dalam data SIG. Dalam format digital, terdapat dua model representasi data (struktur data grafis) yaitu model vektor dan raster. Kedua model mampu menyimpan detil informasi tentang lokasi serta atributnya. Pada model vektor, posisi suatu obyek didefinisikan oleh rangkaian koordinat X dan Y. Dalam menggunakan model vektor, obyek-obyek dan informasi di permukaan bumi dilambangkan sebagai titik, garis, atau polygon (Ekadinata et al. 2008)

Pada model raster, data spasial diorganisasikan dalam sel (grid cells) atau pixel.Piksel adalah unit dasar yang digunakan untuk menyimpan informasi secara eksplisit. Masing-masing pixel mewakili luasan tertentu di permukiman bumi. Pada dasarnya dalam pemodelan raster, permukaan bumi yang dimodelkan menjadi matriks dua dimensi yang terdiri dari sel-sel yang sama besar (Ekadinata et al. 2008).

2.18. Pemanfaatan SIG untuk Konservasi

Indrawan et al. (2007) menyatakan bahwa SIG yang terdiri atas berbagai

tahapan, termasuk menyimpan, menampilkan dan menganalisa bermacam jenis

data yang tersimpan dalam peta, termasuk peta jenis vegetasi, iklim, tanah,

topografi, geologi, hidrologi, sebaran spesies, kawasan yang dilindungi,

permukiman manusia dan pola ekstrasi sumber daya alam. Kumara (2006)

menjelaskan keunggulan-keunggulan SIG sebagai sebuah perangkat sistem yang

Page 21: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Papua yang besar. Terwakili dengan baik di Indonesia bagian Timur, tetapi jarang ... komponen biotik ekosistem yang berperan dalam

27

sudah dioperasikan dengan kemampuan untuk mengumpulkan, menyimpan,

memunculkan kembali, mentransformasi dan menampilkan data spasial dari dunia

nyata untuk sebuah maksud atau tujuan tertentu, telah membuat SIG sebagai

perangkat yang sangat berguna dalam analisa spasial dan telah diaplikasikan

dalam berbagai kegiatan, tidak hanya sekedar pemetaan, namun juga

pemanfaatannya dibidang pengelolaan sumber daya alam maupun konservasi.

Menurut Sinclair et al. (2006) SIG merupakan sarana yang

menghubungkan informasi geografis yang kompleks dari struktur fisik, relief

topografi, fitur biologis, dan elemen lanskap buatan manusia ke dalam data base

komputerisasi. Hal ini memungkinkan pengguna dengan cepat menyaring

informasi spasial yang kompleks dalam konteks visual. Osborne et al. (2001)

menggunakan SIG dan penginderaan jauh untuk membuat pemodelan penggunaan

habitat pada skala lanskap. Beberapa penelitian habitat menggunakan SIG dengan

metode dan perangkat lunak yang bervariasi Tabel 2.

Tabel 2 Penelitian tentang habitat burung menggunakan SIG

Lokasi Habitat Software SIG Hasil Penelitian Sumber

Propinsi Toledo, Spanyol

Arc-View Sofware

Model preferensi habitat untuk sarang elang (Owls Bubo Bubo): topografi yang bersifat irregular, dekat sungai dapat diartikan baik untuk dipilih sebagai kawasan lindung bagi lokasi sarang atau kawasan dengan ketersedian mangsa yang tinggi.

Ortego dan Diaz (2004)

Castello, Iberian Paninsula

Analisis spasial dengan ESRI, Inc© Arview GIS 3.2.Logistic Regression

Pemodelan preferensi habitat breeding Bonelli’s eagle (Hieraaetus fasciatus) dalam hubungan dengan topografi, gangguan, iklim, penggunaan lahan pada skala spasial berbeda: spesies ini nampak suka menyebar di hutan, lahan bersemak belukar, dan areal pertanian.

Lopez et al. (2006)

Osca, Hungaria

GPS pathfinder office 2.90 dan ArcView 3.2

Preferensi habitat Sylviidae warblers di lahan basah terfragmentasi; pola distribusi dan ukuran home range tampak berbeda diantara kelompok studi, pemilihan habitat ternyata menjadi skala keputusan yang sangat kecil

Preiszner dan Csorgi (2008)

TN.Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara

ARgis 9.3, Erdas Imagine 9.1, Regresi Logistic

Analisis kesesuian habitat burung maleo (Macrocephalon maleo): model kesesuaian burung maleo di TNBNW adalah model dengan veriabel bebas ketinggian tempat, jarak dari sungai, NDVI layak diterapkan.

Ambagau (2011)