bab ii tinjauan pustaka - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf ·...

18
II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1.1. Sejarah Berdirinya PT. Primatexco Indonesia Pada zaman pendudukan Belanda, sentra-sentra produksi Batik di Indonesia (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Cirebon, Ponorogo, dll) mendapat pasokan bahan baku produksi, seperti kain dan obat-obatan (termasuk lilin) dari para pengusaha (mayoritas etnis Cina) yang bekerja sama dengan Pemerintahan Belanda. Akan tetapi, hal ini mengakibatkan para pengusaha memainkan harga sesuai keinginan mereka, sehingga merugikan perajin-perajin batik di Indonesia. Akhirnya, para perajin sepakat untuk mendirikan koperasi batik yang kemudian tergabung dalam GKBI ( Gabungan Koperasi Batik Indonesia ). GKBI ingin menyediakan bahan baku produksi sendiri, tanpa mengandalkan bantuan para penguasa ataupun impor dari luar negeri. GKBI mulai mendirikan perusahaan tekstil di Medari, Sleman, Yogyakarta. Kemudian diikuti Primatexco di daerah Batang. PT. Primatexco Indonesia merupakan suatu perusahaan tekstil dengan status Join V`enture atau kerja sama antar negara, yang memproduksi kain mori untuk bahan baku batik. Perusahaan ini resmi didirikan pada Juni 1972. Pendirian dilakukan setelah ada persetujuan dari Presiden Republik Indonesia saat itu dengan No. B 28/Pres/2/71 serta surat keputusan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 155/M/SK//IV/71 tertanggal 2 April 1971. Nomor Ijin Usaha Tekstil PT. Primatexco Indonesia yang pertama bernomor 596/DJAI/IUT- II/PMA/XII/1987 Tgl. 05/12/1987, sedangkan yang terakhir bernomor 53/T/INDUSTRI/1996 Tgl. 03/09/1996. 2.1.2. Lokasi Perusahaan Secara geografis PT Primatexco Indonesia terletak di Jalan Jendral Urip Sumoharjo, Desa Sambong, Kabupaten Batang, yang berdekatan dengan kota Pekalongan

Upload: duongcong

Post on 28-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1.1. Sejarah Berdirinya PT. Primatexco Indonesia

Pada zaman pendudukan Belanda, sentra-sentra produksi Batik di

Indonesia (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Cirebon, Ponorogo, dll)

mendapat pasokan bahan baku produksi, seperti kain dan obat-obatan (termasuk

lilin) dari para pengusaha (mayoritas etnis Cina) yang bekerja sama dengan

Pemerintahan Belanda. Akan tetapi, hal ini mengakibatkan para pengusaha

memainkan harga sesuai keinginan mereka, sehingga merugikan perajin-perajin

batik di Indonesia.

Akhirnya, para perajin sepakat untuk mendirikan koperasi batik yang

kemudian tergabung dalam GKBI ( Gabungan Koperasi Batik Indonesia ). GKBI

ingin menyediakan bahan baku produksi sendiri, tanpa mengandalkan bantuan

para penguasa ataupun impor dari luar negeri. GKBI mulai mendirikan

perusahaan tekstil di Medari, Sleman, Yogyakarta. Kemudian diikuti Primatexco

di daerah Batang.

PT. Primatexco Indonesia merupakan suatu perusahaan tekstil dengan

status Join V`enture atau kerja sama antar negara, yang memproduksi kain mori

untuk bahan baku batik. Perusahaan ini resmi didirikan pada Juni 1972. Pendirian

dilakukan setelah ada persetujuan dari Presiden Republik Indonesia saat itu

dengan No. B 28/Pres/2/71 serta surat keputusan Menteri Perindustrian Republik

Indonesia No. 155/M/SK//IV/71 tertanggal 2 April 1971. Nomor Ijin Usaha

Tekstil PT. Primatexco Indonesia yang pertama bernomor 596/DJAI/IUT-

II/PMA/XII/1987 Tgl. 05/12/1987, sedangkan yang terakhir bernomor

53/T/INDUSTRI/1996 Tgl. 03/09/1996.

2.1.2. Lokasi Perusahaan

Secara geografis PT Primatexco Indonesia terletak di Jalan Jendral Urip

Sumoharjo, Desa Sambong, Kabupaten Batang, yang berdekatan dengan kota Pekalongan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-2

(± 20 menit dari Pekalongan). Dari arah kota Semarang, PT Primatexco Indonesia berada

di sebelah kiri jalur Pantura, dengan jarak dari tepi pantai ± 8 km.

Letak perusahaan yang berada di Kabupaten Batang telah menempatkan PT

Primatexco Indonesia sebagai pembayar pajak yang berdisiplin dan bertanggung

jawab. Begitu juga untuk masyarakat setempat, PT Primatexco Indonesia telah

menjadi sumber mata pencaharian utama yang memberikan penghasilan di atas

UMR rata-rata. Hampir sebagian besar sumber daya manusia PT. Primatexco

Indonesia merupakan warga setempat karena merupakan salah satu kebijakan

perusahaan untuk mengutamakan warga sekitar sebagai salah satu bentuk

partisipasi perusahaan untuk pemberdayaan masyarakat Batang.

2.1.3. Visi dan Misi Perusahaan

Visi PT Prmatexco Indonesia adalah memproduksi tekstil bernilai tinggi

untuk pasaran internasional dan menunjang pembangunan Indonesia,

meningkatkan persahabatan yang harmonis bangsa Indonesia dan Jepang.

Misi PT Prmatexco Indonesia adalah :

a. Memberikan kepuasan kepada pemegang saham

b. Memberikan kepuasan kepada pelanggan

c. Memberikan kepuasan kepada pemerintah

d. Memberikan kesejahteraan kepada karyawan

e. Memberikan manfaat kepada masyarakat lingkungan perusahaan

2.1.4. Stuktur Organisasi

Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

perpaduan antara bentuk piramid dengan bentuk vertikal, karena bentuk

puncaknya vertikal, namun mulai pada tingkat keempat, struktur organisasi

berbentuk piramid. Keterangan lebih lanjut, dapat dilihat pada gambar 2.1

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-3

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT Primatexco Indonesia

2.1.5. SDM

Karyawan PT Primatexco Indonesia saat ini berjumlah 1823 orang.

Khusus untuk bagian produksi, karyawan terbagi ke dalam 5 Grup, yaitu Grup A,

B, C, D, dan E. Untuk grup A sampai D, waktu kerjanya mengikuti pola 3 hari

kerja diikuti libur 1 hari, sedangkan Grup E bekerja selama 6 hari dari senin

sampai sabtu. Dalam 1 hari terdapat 3 shift kerja, yaitu shift pagi, siang, dan

malam. Masing-masing grup ( kecuali Grup E ) akan mengalami routing kerja

untuk tiap shiftnya. Sebagai contoh, 3 hari pertama Grup A bekerja pada shift

pagi, kemudian libur satu hari dan pada 3 hari berikutnya, mereka mendapat

bagian kerja pada shift siang. Dmikian seterusnya untuk grup-grup yang lain.

Brikut ini merupakan jam kerja yang tersedia di PT Primatexco Indonesia

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-4

Tabel 2.1 Jam Kerja PT Primatexco Indonesia

Shift Hari Jam Kerja Istirahat

PAGI Senin - minggu 06.00 – 14.00 09.00 – 10.00

SIANG Senin - minggu 14.00 – 22.00 18.00 – 19.00

MALAM Senin - minggu 22.00 – 06.00 01.00 – 02.00

Grup E

Senin- Kamis

Jumat

Sabtu

08.00-16.00

08.00-16.00

08.00-13.00

12.00-13.00

11.30-12.45

-

Para karyawan mendapat beberapa fasilitas, antara lain sebagai berikut :

1. Seragam, meliputi : pakaian, sepatu, dan topi yang diperoleh setiap

tahunnya

2. Layanan kesehatan, meliputi : obat-obatan P3K, poliklinik, bantuan

berobat keluarga, bantuan biaya khitan, dan melahirkan

3. Layanan transportasi berupa bus karyawan

4. Tunjangan-tunjangan, seperti : tunjangan istri, anak, THR, dan bonus

gaji

5. Rekreasi

6. Training yang dilakukan secara berkelompok

2.1.6. Hasil Produksi

Jenis produk yang dihasilkan PT Primatexco Indonesia berupa benang

tenun, kain, printing dan waste. Benag tenun yang dihasilkan adalah benang

tenun 100% cotton jenis CD30s, CD40

s, CM50

s, CM60

s, dan benang tenun cotton

polyester (silpy) dengan jenis CT032 dan CT023. Benang silpy adalah produk

baru dengan komposisi bagian tengah benang serat polyester 30% dilapisi atau

dikelilingi serat cotton 70%.

Kain yang dihasilkan dari mesin shuttle adalah Prima, Primissima,

Berkolin, dan Voilissima, sedangkan yang dihasilkan dari air jet loom adalah

Prima, Berkolin atau Broad Cloth, Primissima, Sateen, Voilee Twill, Pique, dan

Selpy ( Polyester ).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-5

Dari proses produksi tersebut akan menghasilkan waste , yaitu kapas

comber (waste mesin combing) kurang lebih 15%, kapas Flashtrip (waste dari

mesin carding) kurang lebih 0,5%, kapas Scutcher (waste dari mesin blowing)

kurang lebih 0,5%, dan wate Ito (benang cacat). Waste yang dihasilkan dari

Spinning ini dapat digunakan untuk benang pembalut luka dan kapas kecantikan.

Sedangkan waste yang dihasilkan dari weaving adalah benang lemas panjang dan

pendek kurang lebih 0,07%, wate AJL kurang lebih 0,23%, dan Cop kotor kurang

lebih 0,02%, serta potongan kain grey (potongan yang kurang dari 0,5 yard).

Beberapa waste tersebut masih dapat digunakan untuk benang dan sumbu.

2.1.7. Pemasaran dan Distribusi

Pada awalnya PT Primatexco Indonesia memasarkan produknya secara

langsung kepada konsumen. Hal ini ditunjang dengan status perusahaan yang join

venture, sehingga pemasaran produk di luar negeri dapat dilakukan dengan

mudah. Untuk pasar lokal, PT Primatexco Indonesia menawarkan produknya

secara langsung kepada konsumen melalui telepon. Seiring dengan

berkembangnya teknologi informasi, kini PT Primatexco juga memasarkan

produknya melalui internet.

Adapun cara pembelian dilakukan seperti biasa, yaitu secara langsung

datang ke kantor pemasaran PT Primatexco Indonesia. Untuk penjualan lokal,

ada kain jenis tertentu yang harus melalui broker, yaitu jenis Primissima,

sedangkan untuk penjualan ke luar negeri dapat melalui broker atau langsung ke

kantor pemasaran, untuk batas pembelian minimal 1000 yard.

Kurang lebih 75% produk kain yang dihasilkan PT Primatexco Indonesia

kini telah diekspor ke berbagai negara. Untuk kawasan Asia, produk berhasil

dipasarkan di Jepang, Hongkong, dan Singapura, sedangkan kawasan Eropa

meliputi Jerman, Inggris, Belgia, Turki, dan Swiss. Sebagian kecil produk PT

Primatexco Indonesia untuk pasar lokal, telah merambah Jakarta, Bandung,

Semarang, Solo, Yogya, Surabaya, Banjarmasin dan Bali.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-6

2.1.8. Proses Produksi

Proses produksi yang berlangsung di unit weaving menggunakan strategi

flow shop. Oleh karena itu, layout produksi disusun berdasarkan tahapan proses

produksi dan tidak bisa diubah begitu saja. Urutan proses produksi Unit Weaving

ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut

Gambar 2.2 Aliran proses produksi Unit Weaving

Aliran pemrosesan produk dimulai dari persiapan bahan baku hingga

proses packing barang jadi. Bahan baku yang dibutuhkan di unit weaving adalah

benang. Terdapat dua jenis benang yang digunakan, yaitu benang Pakan dan

benang Lusi.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-7

Benang pakan yang berbentuk cone pada dasarnya sudah diperoleh dari

unit pemintalan (spinning) dan siap digunakan pada mesin AJL, sedangkan untuk

mesin shuttle, beang pakan berbentuk cone harus diubah terlebih dahulu ke dalam

bentuk pallet sebelum digunakan pada proses penenunan.

Untuk Lusi, proses persiapan yang dilakukan lebih panjang sebelum

masuk ke dalam proses weaving (pernenunan). Tahap pertama adalah tahap

warping atau penggulungan benang yang berbentuk cheese atau cone menjadi

bentuk warper beam. Kemudian beam tersebut dikanji untuk kemudian digulung

ulang menjadi sizing beam dan siap dipakai sebagai benang lusi. Proses ini

disebut sizing. Perbedaan antara banang pakan dan lusi dapat diamati pada gambar

2.3 berikut.

Gambar 2.3 Benang Pakan (kiri) dan Benang lusi (kanan)

Tahap terakhir sebelum benang lusi ditenun, terdapat proses reaching dan

tying. Reaching merupakan tahap pemasukan masing-masing benang lusi sizing

ke dalam dropper dan sisir (reed). Proses ini dibutuhkan ketika terdapat

penggantian jenis kain yang akan dikerjakan pada mesin tertentu dan harus

dilakukan pencucukan benang kembali sesuai jenis anyamannya.

Setelah bahan baku berupa benang pakan dan benang lusi siap, dilakukan

proses penenunan benang (weaving) dan selanjutnya kain grey yang dihasilkan

mengalami proses pemeriksaan (inspecting) untuk mengetahui tingkat kecacatan

kain yang akan menentukan kualitas kain. Tahap terakhir sebelum kain-kain

dikirim adalah packing. Terdapat dua jenis bentuk packing yaitu bentuk ball dan

roll. Untuk bentuk ball, kain dilipat terlebih dahulu pada proses folding kemudian

dipress menjadi bantuk balok.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-8

2.2. LANDASAN TEORI

2.2.1. Perencanaan Kapasitas Dalam Sistem Manufacturing

Keberhasilan perencanaan dan pengendalian manufaktur memerlukan

perencanaan kapasitas yang efektif, agar mampu memenuhi target produksi yang

ditetapkan. Kekurangan kapasitas akan menyebabkan kegagalan dalam memenuhi

target produksi, keterlambatan pengiriman pelanggan, dan kehilangan

kepercayaan dalam sistem formal yang mengakibatkan reputasi perusahaan akan

menurun atau hilang sama sekali. Di sisi lain, kelebihan kapasitas akan

mengakibatkan tingkat utilisasi sumber-sumber daya yang rendah, biaya

meningkat, dan harga produk menjadi tidak kompetitif.

Sistem manufaktur tidak dapat memproduksi prioritas (output) yang

diinginkan tanpa memiliki kapasitas input yang cukup. Oleh karena itu, dalam

sistem manufaktur modern, aktifitas perencanaan prioritas (priority planning)

sejajar dengan aktivitas perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki

rencana-rencana kapasitas (capacity planning) yang sejajar dan sesuai dengan

rencana-rencana prioritas (priority planning).

2.2.2. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Pada dasarnya, perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan

melalui langkah-langkah berikut ini :

a. Memperoleh rencana produksi

b. Menentukan struktur produk atau proses pembuatan produk

c. Menentukan bill of resources

d. Menghitung kebutuhan sumber daya total, dihitung berdasarkan agregat

waktu total yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi

e. Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan, dengan cara

membandingkan sumber daya yang ada dan yang dibutuhkan

2.2.3. Definisi Kapasitas

Menurut Bayr Render dan Jay Heizer, kapasitas adalah hasil produksi

(output) maksimal dari sistem pada periode tertentu. Kapasitas pada umumnya

dinyatakan dalam angka per satuan waktu. Kebanyakan organisasi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-9

mengoperasikan fasilitasnya pada tingkat yang kurang dari kapasitas perusahaan.

Hal itu karena mereka menyadari bahwa sumber daya manusia dapat beroperasi

secara lebih efisien bila sumber daya tersebut tidak dimanfaatkan sampai batas

yang maksimal. Oleh karena itu, optimal beroperasi pada tingkat 95% merupakan

kapasitas maksimal.

2.2.4. Metode Pengukuran Kapasitas

Pada dasarnya terdapat tiga metode pengukuran kapasitas, yaitu :

1. Theoretical Capacity (synonym: Maximum Capacity, Design Capacity)

merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufacturing

yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal, seperti: 3 shift

per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin, dll. Dengan

demikian, theoretical capacty diukur tanpa adanya suatu kesempatan untuk

berhenti atau istirahat, downtime mesin, atau alasan lainnya. Kapasitas

produksi teoritis tidak pernah dapat dicapai dan karena itu tidak umum

digunakan dalam penentuan kapasitas.

2. Demonstrated Capacity (synonym: Actual Capacity, Efficiency Capacity)

merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada

pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu

lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban

kerja normal.

3. Rated Capacity (synonym: Calculated Capacity, Nominal Capacity) diukur

berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang

telah ditentukan oleh demonstrated capacity. Dihitung melalui penggandaan

waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi.

Perhitungan Rated Capacity per periode waktu adalah :

C = N x T x S x h x U x E ......................................... Persamaan 2.1

Keterangan :

C = kapasitas

N = jumlah mesin atau banyaknya orang

T = jam per shift

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-10

S = shift per hari

h = hari kerja per periode

U = Utilisasi

E = Efisiensi

2.2.5. Utilisasi dan Efisiensi

Utilisasi adalah pecahan yang mengambarkan persentase clock time yang

tersedia dalam pusat kerja yang secara aktual digunakan untuk produksi

berdasarkan pengalaman lalu. Utilisasi dapat ditentukan untuk mesin atau tenaga

kerja, atau keduanya, tergantung pada mana yang lebih cocok untuk situasi dan

kondisi aktual di perusahaan. Perlu dicatat bahwa angka utilisasi tidak dapat

melebihi 1,0 (100%). Formula untuk menghitung utilisasi adalah :

Utilisasi = jadwalmenurut tersediayang jam

produksiuntuk digunakan yang aktual jam ............... Persamaan 2.2

Efisiensi adalah faktor mengukur performansi aktual dari pusat kerja

relatif terhadap standar yang diterapkan. Faktor efisiensi dapat lebih dari 1,0.

Formula untuk menghitung efisiensi adalah :

Efisiensi = produksiuntuk digunakan yang aktual jam

diproduksiatau diperoleh yangstandar jam.............. Persamaan 2.3

Sedangkan proporsi atau persentase penggunaan kapasitas yang

dibutuhkan didefinisikan sebagai kontribusi setiap stasiun kerja dalam proses

pengerjaan produk secara keseluruhan. Formula yang dihunakan adalah :

%Um =

∑=

n

i

i

m

T

T

1

........................................................................ Persamaan 2.4

Dimana,

U = penggunaan kapasitas

T = total waktu proses yang digunakan

m = stasiun kerja ke-

n = total stasiun kerja

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-11

2.2.6. Strategi Penjadwalan

Perhitungan loads dan pendistribusian ke pusat kerja selama periode waktu

tertentu dilakukan dengan menggunakan strategi penjadwalan. CRP menggunakan

dua pendekatan penjadwalan, yaitu :

a. Backward Scheduling, yang digunakan untuk menempatkan load hours ke

dalam pusat kerja. Pendekatan ini, dimulai dari requested due date (schedule

or planned receipt date) kemudian bergerak mundur, menggunakan routing

untuk menentukan titik waktu paling lambat (latest start date) dari setiap

operasi, kemudian menggunakannya sebagai schedule due date untuk operasi

sebelumnya dan mengulang Backward Scheduling sampai selesai

menjadwalkan semua operasi untuk pesanan tertentu. Melalui pendekatan ini,

dapat diketahui waktu paling lambat suatu pesanan harus dikeluarkan agar

masih memenuhi schedule due date.

b. Forward scheduling yang dimulai dari schedule receipt atau planned order

release date dari MRP, kemudian menjadwalkan waktu mulai paling awal

untuk setiap operasi dalam arah bergerak maju dari tanggal mulai sampai

tanggal akhir dengan menggunakan routing. Selanjutnya, menggunakan

tanggal akhir atau selesai dari operasi yang dijadwalkan sebagai tanggal mulai

paling awal dari opasi berikutnya. Pendekatan ini menjelaskan tanggal

penyelesaian paling awal untuk setiap operasi.

2.2.7. Perencanaan kebutuhan Kapasitas

Pada dasarnya perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan

melalui langkah-langkah sebagai berikut.

1) Memperoleh rencana produksi

2) Menentukan struktur produk atau proses pembuatan produk

3) Menentukan bill of resources.

4) Menghitung kebutuhan sumber daya total, dihitung berdasarkan agregat

waktu total yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi.

5) Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan, dengan cara membandingkan

sumber daya yang ada dan yang dibutuhkan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-12

2.3. INDUSTRI PERTENUNAN

Industri pertenunan merupakan bagian dari industri tekstil yang mengolah

bahan baku berupa benang menjadi kain grey atau kain mentah. Industri ini secara

garis besar dibagi menjadi dua, yaitu industri pertenunan yang mengolah bahan

baku benang yang terbuat dari serat-serat pendek (staple fibre) dan industri

pertenunan yang mengolah bahan baku benang yang terbuat dari serat-serat

panjang atau filament fibre (Priyono, 1998).

2.3.1. Karakteristik produk

Produk kain tenun terdiri dari dua komponen yang saling menganyam,

yaitu benang lusi dan benang pakan. Benang lusi adalah benang yang searah

dengan panjang kain, sedangkan benag pakan adalah benang yang searah dengan

lebar kain. Benang lusi maupun pakan juga dibuat dari benang dengan spesifikasi

masing-masing. Secara umum, hal-hal yang mempengaruhi struktur kain grey

yaitu :

1. Nomor benang lusi maupun benang pakan yang akan mempengaruhi

kehalusan dan kekuatan benang yang dipakai.

2. Tetal lusi dan tetal pakan yang menggambarkan kerapatan antarbenang lusi

maupun antar benang pakan.

3. Jenis anyaman yang digunakan

Nomor benang menunjukkan kehalusan benang dan perbandingan antara

panjang serta berat benangnya. Dalam industri tekstil dikenal 4 macam

penomoran benang, yaitu :

1. Nomor sistem Inggris, diberi simbol Ne yang menggambarkan panjang

benang dalam 840 yard dan berat dalam 1 lbs (pound)

2. Nomor Sistem Metric, diberi simbol Nm yang menggambarkan panjang dalam

1 meter dan berat dalam 1 gram

3. Nomor sistem Tex, diberi simbol Tex yang menggambarkan berat dalam gram

dan panjang dalam 1000 meter.

4. Nomor sistem Denier, diberi simbol denier yang menggambarkan berat dalam

1 gram dan panjang dalam 9000 meter.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-13

2.3.2. Karakteristik Proses

Proses produksi yang dilakukan meliputi proses persiapan (preparation),

proses pertenunan, dan proses pemeriksaan (inspecting). Secara garis besar proses

produksi berfungsi untuk mengubah benang menjadi kain grey.

Preparation dilakukan untuk menjamin kelancaran dan kesempurnaan

proses penenunan. Baik buruknya kondisi penenunan juga sangat tergantung dari

proses persiapan. Dalam tahap ini, benang yang digunakan dijadikan benang lusi

dan sebagian dijadikan benang pakan. Lusi melalui beberapa proses terlebih

dahulu sebelum digunakan pada proses tenun. Tahap-tahap yang dilalui Lusi pada

bagian preparation yaitu : warping, reaching, dan sizing, sedangkan benang

pakan dapat digunakan langsung pada mesin AJL tanpa harus diubah ke dalam

bentuk pallet seperti halnya untuk mesin shuttle.

Setiap proses di unit weaving melibatkan perhitungan tertentu dalam

pembuatan rencana dan target kerja. Penjelasan selengkapnya tentang

karakteristik setiap proses, diuraikan sebagai berikut.

1. Proses Warping

Proses warping merupakan tahap penggulungan benang dari bentuk cheese

menjadi bentuk beam. Proses ini merupakan langkah pertama dalam proses

persiapan. Hal yang terpenting adalah pensejajaran benang dalam bentuk lapisan,

dengan jarak antar benang disesuaikan dengan tetal lusi pada kain yang telah

direncanakan. Proses ini diikuti oleh adanya kesamaan tegangan antarbenang dan

cara peletakan benang pada beam dengan baik.

Warping dilakukan dengan memasang benang-benang cheese pada rak

sesuai jumlah yang telah direncanakan. Selanjutnya, benang ditarik bersamaan

dan digulung pada beam warping sampai mencapai panjang benang maksimal

dalam satu beam.

Lamanya proses warping ini tergantung dari kecepatan mesin dalam

menggulung benang serta efisiensi proses. Rumus yang digunakan adalah :

PW = E x 60 x D

A x

s

wS .............................................................. Persamaan 2.5

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-14

Keterangan :

PW = lama proses warping ( jam )

S = jumlah beam

Aw = panjang benang dalam satu beam warping ( yard )

Ds = kecepatan penggulungan ( yard/menit )

E = efisiensi

Proses warping dilakukan untuk tiap lot sizing. Tiap lot membutuhkan

jumlah beam warper yang berbeda-beda, sesuai dengan jenis kain yang

dikerjakan. Selain itu, jumlah helai benang dalam 1 beam warper juga tergantung

pada spesifikasi kain yang dibuat. Oleh karena itu, dapat dihitung berapa jumlah

beam warper yang dibutuhkan untuk masing-masing ukuran lot sizing melalui

rumus :

SH = c

b

K

g ............................................................................... Persamaan 2.6

Dimana,

SH = banyaknya beam warper tiap lot

Gb = jumlah helai benang untuk kain jenis b

Kc = kapasitas beam warpimg

Berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah beam warws per yang dibutuhkan

untuk 1 lot sizing dengan kapasitas yang berbeda-beda bagi tiap jenis kain.

2. Proses Penganjian (sizing)

Proses sizing (penganjian) adalah proses pemberian larutan kanji pada

benang lusi dengan tujuan untuk meningkatkan daya tenun, memeperbaiki rasa

rabaan, memeperbaiki mutu benang dari segi kekuatan, mulur, ketahanan gesek,

dan kelenturannya serta memindahkan benang-benang lusi tunggal dari beam

warping ke beam sizing atau bisa disebut beam siap tenun. Proses penganjian

perlu dilakukan dengan hati-hati dan cermat, terutama dalam memperhitungkan

komposisi kanji yang pas, sehingga dapat menghasilkan benang-benang lusi yang

kuat dan tidak mudah patah.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-15

Prinsip proses penganjian terdiri dari beberapa tahap, yaitu : benang-

benang lusi ditarik, direndam dalam larutan kanji, dipress dengan roll,

dikeringkan, dan kemudian digulung ke dalam beam sizing.

Waktu proses penganjian tergantung dari kecepatan penggulungan benang

dan panjang benang. Lamanya waktu proses sizing atau penganjian, dapat

dihitung melalui rumus berikut:

Pk =

E x 60 x

AS

sD ................................................................. Persamaan 2.7

Keterangan :

Pk = lamanya proses penganjian tiap lot

AS = panjang benang sizing

Perhitungan waktu produksi pada mesin kanji sama dengan perhitungan

pada mesing warping. Perbedaannya, pada proses warping, benang yang digulung

beasal dari benang-benang cheese, sedangkan pada penganjian, benang lusi yang

digulung adalah benang warping. Ukuran panjang dalam 1 beam sizing berbeda

dengan ukuran panjang maksimal dari beam warping.

Proses setup dilakukan untuk tiap lot. Proses setup meliputi, pemasangan

beam warper pada creel, pemasakan kanji dan penarikan awal. Apabila proses

setup telah selesai, proses penganjian untuk suatu jeis kain tertentu dapat

dilakukan. Ketika mesin harus mengerjakan beam warping untuk jenis kain yang

lain, maka harus dilakukan setup kembali. Jumlah beam tenun yang dihasilkan

untuk tiap lot serta panjang maksimal untuk satu beam sizing, ditentukan oleh

perusahaan.

Beam-beam tenun yang dihasilkan dari proses penganjian selanjutnya

diproses dalam mesin tenun dan tidak lagi dihitung dalam ukuran lot. Beam-beam

tersebut ada yang mengalami proses reaching terlebih dahulu dan ada yang

langsung dibawa ke bagian loom untuk mengalami proses tying sebelum ditenun.

Jadi, untuk mengetahui banyaknya beam yang harus diproduksi di mesin

sizing dan warping, terlebih dahulu perlu dihitung berapa beam yang dibutuhkan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-16

di bagian loom (tenun) dan di bagian reaching. Selanjutnya, perhitungan dapat

dilakukan untuk menentukan jumlah lot yang harus diproduksi di bagian sizing

maupun warping.

3. Proses Reaching

Proses reaching disebut juga proses pencucukan. Proses ini dilakukan

apabila ada penggantian jenis kain yang akan diproduksi pada mesin tenun

tertentu, atau yang lebih dikenal dengan proses Kirkae. Bagian ini terdiri dari 2

tahap, yaitu pencucukan dan penyisiran benang. Proses pencucukan adalah proses

memasukkan tiap helai benang pada lubang dropper. Pencucukan dilakukan

secara manual dan sangat membutuhkan ketelitian karena satu helai benang hanya

mengisi satu dropper.

Proses kedua yaitu penyisiran. Proses ini dilakukan dengan memasukkan

tiap helai benang ke dalam sisir sesuai dengan jenis anyamannya. Jumlah helai

dalam sekali penyisiran menentukan bentuk anyaman yang akan dihasilkan,

sehingga pekerjaan ini membutuhkan kecermatan dan kehati-hatian dari

operatornya. Untuk lebih jelasnya, kedua proses di atas dapat dilihat pada gambar

di bawah ini.

( a )

( b )

Gambar 2.4 (a) Proses Pencucukan, (b) Prsoes Penyisiran

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-17

Di bagian pencucukan dan penyisiran ini tidak terdapat mesin yang dapat

berproduksi dengan sendirinya. Oleh karena itu, kecepatan penyisiran maupun

pencucukan tidak dapat dihitung dengan pasti. Kecepatan standar yang digunakan

oleh perusahaan ditentukan berdasarkan target kerja tiap operator, yaitu 4050 helai

untuk pencucukan dan 12.150 helai untuk penyisiran.

Waktu proses pencucukan tergantung pada jumlah helai benang dalam

satu beam dan kecepatan operator. Kecepatan pencucukan per jam dapat dihitung

sebesar 579 per jam dan kecepatan penyisiran sebesar 1737 per jam. Oleh karena

itu, waktu proses reaching untuk kedua tahap di atas dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Tn beamjumlah pencucukan proses kec.

benangjumlah x= ...................... Persamaan 2.8

Sedangkan untuk tahap penyisiran adalah

Tn beamjumlah penyisiran proses kec.

benangjumlah x= ......................... Persamaan 2.9

4. Proses Tenun

Proses tenun adalah proses menyilangkan benang-benang pakan di antara

jajaran benang Lusi, sehingga terbentuk anyaman tertentu sesuai desain kain

tenun yang diinginkan. Beam sizing dipasang pada mesin, sedangkan benang

pakan diluncurkan dari luar mesin.

Proses tenun dilakukan selama 24 jam dalam sehari. Hasil produksi tenun,

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain putara mesin atau putaran per menit,

tetal pakan dan tetal lusi. Apabila tetal pakan jarang maka jumlah produksi tinggi

dan apabila tetal pakan kerap, maka jumlah produksi rendah. Efisiensi proses

penenunan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : kondisi mesin, kualitas bahan

baku, serta keterampilan operator.

Persediaan bahan baku (benang) harus lebih banyak dari panjang kain

yang akan dibuat, karena adanya mengkeret lusi dan pakan, serta waste kain yang

terbuang. Untuk melakukan perhitungan kebutuhan lusi, harus diketahui panjang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan

II-18

dan lebar kain yang akan ditenun. Jumlah beam tenun yang dibutuhkan dapat

dihitung melalui rumus berikut:

Sk = P

Ak ....................................................................................Persamaan 2.10

Keterangan :

Sk = jumlah beam

Ak = panjang kain yang akan dibuat

P = Panjang kain per beam ( yard )

Waktu proses penenunan di setiap mesin dipengaruhi oleh nilai tetal,

efisiensi, kecepatan tenun, lebar dan panjang kain tenun sesuai spesifikasi produk

yang telah ditentukan. Jadi, lamanya proses penenunan dapat dihitung melalui

persamaan 2.11 berkut ini.

VTn =

36pakan x tetal

x 60 effxRPM .................................................. Persamaan 2.11

dengan VTn = kecepatan tenun dalam yard/jam

sehingga berdasarkan persamaan di atas, waktu proses untuk setiap jenis kain

sesuai jumlah permintaan adalah

Tn =

Tn

k

V

A ........................................................................... Persamaan 2.12

dengan Tn = Total waktu proses penenunan

Melalui perhitungan di atas, dapat pula diperkirakan umur satu beam

tenun, sehingga memudahkan bagian sizing dan warping untuk merencanakan

kapan harus dibuat beam yang baru.