bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/nindya indah damayanti bab...

12
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Telah dilakukan penelitan pada pasien stroke non hemoragik (Windartha et al,2013) di RSD dr.Soebandi Jember untuk mengidentifikasi potensi terjadinya DRP menurut klasifikasi Cippole. DRP diklasifikasikan menjadi delapan kelompok meliputi indikasi yang tidak diterapi, obat dengan indikasi tidak sesuai, obat salah, interaksi obat, overdosis (dosis lebih), dosis subterapi, Adverse Drug Reactions dan kegagalan dalam menerima obat. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif selama periode 1 Januari 2013- 31 Desember 2013. Hasil penelitian tersebut yaitu 62,26% terdapat indikasi butuh obat, 58,49% interaksi obat , 43,40% dosis kurang, 20,75% obat tanpa indikasi sesuai serta pemilihan obat dan dosis tidak tepat sebesar 24,53%. Penelitian lain di fasilitas kesehatan tersier di India Selatan (November 2011-April 2012) menemukan 80 DRP dari 108 pasien stroke dengan persentase DRP 1.54 per pasien. DRP diklasfikasikan menurut klasifikasi Cippole meliputi 25% kasus interaksi obat, 15 % penggunaan obat tak sesuai indikasi dan 15% adanya efek samping obat. Selain itu, polifarmasi diindikasikan memiliki potensi besar penyumbang kasus DRP. Persentase penerimaan intervensi apoteker sebesar 97% dan hanya 70% kasus yang mendapat perubahan terapi (T Cellin et al,2012). Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka peneliti berinisiatif menyusun penelitian tentang DRP pada pasien rawat inap stroke secara prospektif. Alat ukur yang digunakan yaitu dengan tools PCNE V.07 2016. PCNE V.07 merupakan alat untuk mengklasifikasikan DRP versi terbaru yang dirilis oleh PCNE Foundation. Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Upload: phamnguyet

Post on 03-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Telah dilakukan penelitan pada pasien stroke non hemoragik (Windartha

et al,2013) di RSD dr.Soebandi Jember untuk mengidentifikasi potensi

terjadinya DRP menurut klasifikasi Cippole. DRP diklasifikasikan menjadi

delapan kelompok meliputi indikasi yang tidak diterapi, obat dengan

indikasi tidak sesuai, obat salah, interaksi obat, overdosis (dosis lebih), dosis

subterapi, Adverse Drug Reactions dan kegagalan dalam menerima obat.

Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif selama periode 1 Januari

2013- 31 Desember 2013. Hasil penelitian tersebut yaitu 62,26% terdapat

indikasi butuh obat, 58,49% interaksi obat , 43,40% dosis kurang, 20,75%

obat tanpa indikasi sesuai serta pemilihan obat dan dosis tidak tepat sebesar

24,53%.

Penelitian lain di fasilitas kesehatan tersier di India Selatan (November

2011-April 2012) menemukan 80 DRP dari 108 pasien stroke dengan

persentase DRP 1.54 per pasien. DRP diklasfikasikan menurut klasifikasi

Cippole meliputi 25% kasus interaksi obat, 15 % penggunaan obat tak

sesuai indikasi dan 15% adanya efek samping obat. Selain itu, polifarmasi

diindikasikan memiliki potensi besar penyumbang kasus DRP. Persentase

penerimaan intervensi apoteker sebesar 97% dan hanya 70% kasus yang

mendapat perubahan terapi (T Cellin et al,2012).

Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka peneliti berinisiatif

menyusun penelitian tentang DRP pada pasien rawat inap stroke secara

prospektif. Alat ukur yang digunakan yaitu dengan tools PCNE V.07 2016.

PCNE V.07 merupakan alat untuk mengklasifikasikan DRP versi terbaru

yang dirilis oleh PCNE Foundation.

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

4

B. Stroke Non Hemoragik

1. Definisi

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah salah satu jenis

penyakit stroke yang disebabkan oleh oklusi formasi trombus ataupun

emboli di arteri serebral (Di Piro et al,2007). Emboli penyebab iskemik

dapat muncul di daerah arteri-intra dan ekstra kranial. Sekitar 88% kasus

stroke merupakan jenis stroke non hemoragik atau iskemik (ISFI a,

2008).

2. Patofisiologi

Menurut Junaidi dalam Nastiti (2011), stroke iskemik umumnya

disebabkan oleh dua hal yaitu trombosis dan emboli. Trombosis yaitu

pembekuan darah pada jaringan. Trombosis yang terdapat di pembuluh

darah yang menuju otak akan menyumbat aliran darah. Otak akan

kekurangan oksigen dan terjadilah stroke iskemik. Iskemik otak juga

dapat disebabkan oleh emboli. Emboli didefinisikan sebagai segala

benda asing yang lepas dan ikut aliran pembuluh darah. Emboli dapat

berupa trombus yang terlepas, bekuan darah, udara dsb. Emboli yang

ikut aliran darah akan terhenti disaluran pembuuh darah yang sempit dan

menyebabkan stroke iskemik.

Berdasarkan proses perjalanan klinis penyakitnya, stroke iskemik

dibagi menjadi :

1. Transient Ischemic Attack (TIA) : serangan stroke sementara < 24

jam.

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : timbulnya gejala

neurologis dalam rentang > 24 jam sampai 21 hari yang kemudian

menghilang.

3. Progressing Stroke atau Stroke in evolution : kondisi penurunan

neurologis ringan sampai berat.

4. Completed stroke : kelainan neurologis menetap dan tak berkembang

lagi.

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

5

3. Faktor Resiko

Faktor risiko stroke secara umum dapat diklasifikasikan menjadi

tiga sesuai dengan tabel berikut :

Tabel 2.1. Faktor risiko stroke iskemik

Bisa Dikendalikan Berpontensi

Dikendalikan

Tidak Bisa

Dikendalikan

Hipertensi

Atrial Fibrilasi

Penyakit kardiak lainnya

Diabetes

Dislipidemia

Rokok Tembakau

Alkohol

Penyakit sickle cell

Asimptomatik karotid stenosis

Terapi hormon postmenopause

Gaya Hidup

Kontrasepsi oral

Gangguan tidur dan

bernapas

Homosistein

Hemostatis dan faktor

inflamasi

Penyalahgunaan obat dan

alkohol

Migrain

Umur

Berat Badan

kurang

Riwayat

Keluarga

Ras

Jenis Kelamin

Sumber : Di Piro, 2008

4. Gejala Klinik

Menurut Junaidi dalam Nastiti (2011), gejala stroke dapat berupa :

a. Sulit berbicara atau tidak lancar atau tak jelas.

b. Terdapat serangan penurunan neurologis/kelumpuhan fokal

(lumpuh sebelah badan kanan atau kiri saja)

c. Terasa kesemutan dan mati rasa sebelah badan

d. Mulut atau lidah pelo

e. Sulit mendengar, melihat, menelan, menulis, berjalan, membaca dan

tidak mengerti tulisan.

f. Mengalami penuruan kognitif dan vertigo

g. Demensia

h. Terganggunya penglihatan dan pendengaran

i. Terganggunya kestabilan emosi

j. Gerakaan tubuh yang tak terkoordinasi

k. Gangguan kesadaran (pingsan hingga koma)

l. Stroke diawali dengan Transient Ischemic Attack

5. Diagnosis

Penegakan diagnosis stroke dilakukan dengan tujuan untuk

mengidentifikasi penyebab terjadinya stroke baik iskemik dan

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

6

hemoragik (Di Piro et al, 2008). Pemeriksaan MRI dapat dilakukan bila

onset terjadinya serangan stroke akut antara 1 hingga kurang dari 24 jam

(Di Piro et al, 2008 ; Perdossi,2011). CT Scan dapat dilakukan untuk

mengkonfirmasi lokasi terjadinya injury pada sistem saraf pusat dan

distribusinya di otak (Di Piro et al, 2008). Berikut ini daftar pemeriksaan

yang ditegakan untuk mengevaluasi pasien suspek stroke iskemik akut

saat masuk ke unit gawat darurat (Perdossi, 2011).

Tabel 2.2 Pemeriksaan diagnosis pada stroke akut

Elektrokardiogram (EKG)(AHA/ASA, Class I, Level of Evidence B)

Pencitraan otak :

CT (ESO, Class IA) non kontras

MRI (ESO, Class II) dengan perfusi dan difusi

Pemeriksaan Laboratorium Darah : hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi

gagal ginjal (ureum, kreatinin). Activated partial thrombin time (Aptt),

Phrotrombin time (PT), INR (AHA,ASA, Class I, Level of Evidence B).

Pemeriksaan laboratorium di ruang gawat darurat anatar lain gula darah puasa dan

2 jam setelah makan, profil lipid, C-Reactive Protein (CRP), laju endap darah dan

pemeriksaan atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin/CKMB), serum

elektrolit, analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit.

Sumber : Perdossi, 2011

6. Penatalaksanaan Terapi

a. Terapi Non Farmakologi

Tindakan bedah dekompresi merupakan alternatif pertama untuk

menurunkan tekanan intrakranial penyebab iskemik. Alternatif lain

yaitu karotid endarterektomi dan stenting (Di Piro et al, 2008).

Pencegahan primer dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat

rendah lemak dan kolestrol. Makanan yang dapat membantu

menurunkan kadar kolestrol diantaranya serat, oat (beta glucan),

kacang kedelai dan kacang – kacangan. Konsumsi vitamin B12, B6,

riboflavin, asam folat, susu, ikan tuna, ikan salmon, teh hitam dan

teh hijau dapat membantu menurunkan risiko stroke. Selain itu

mengurangi asupan natrium (<6 gram/hari) dan menambah asupan

kalium (>4,7 gram/hari) (Perdosi, 2011).

Istirahat cukup (6-8 jam/hari) dianjurkan bagi penderita stroke

dan mengelola stres dengan baik. Menurut WHO, stres kronis dapat

meningkatkan tekanan darah. Berpikir positif, bersikap ramah dan

mendekatkan diri pada Tuhan YME dapat menghasilkan respon

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

7

relaksasi yang menurunkan tekanan darah dan denyut jantung

(Perdosi, 2011).

b. Terapi Farmakologi

Antitrombotika adalah zat-zat yang digunakan untuk pengobatan

atau pencegahan trombosis dan emboli. Pada trombosis terjadi

pembentukan suatu trombus, yakni bekuan darah didalam pembuluh.

Pada emboli terdapat penyumbatan arteri kecil atau kapiler akibat

embolus, yakni bekuan darah atau sumbatan lain (antara lain

gelembung udara) yang dibawa oleh aliran darah dan tersendat di

pembuluh dan menyumbatnya. Antitrombotika adalah zat – zat yang

digunakan untuk terapi dan prevensi trombosis yang berdasarkan

mekanisme kerjanya dibagi menjadi tiga kelompok :

1) Antikoagulansia

Antikoagulansia merupakan antagonis vitamin K berkerja

dengan menghambat pembentukan fibrin. Fibrin terbentuk dari

fibrinogen yang merupakan suatu globulin di hati. Protein ini

adalah zat utama dari bekuan darah. Fibrin akan menjaring

trombosit dan unsur darah lainnya. Antagonis vitamin K

menghambat sintesa benang – benang fibrin. Penggunaanya

yaitu pada tromboemboli, termasuk tromboflebitis (radang vena),

setelah pembedahan dimana terdapat faktor-faktor yang

memudahkan terjadinya trombosis, terutama trombosis koroner.

Secara preventif, antikoagulansia digunakan ntuk mencegah

terbentuknya trombi (darah beku) pada aterosklerosis, misalnya

pada gangguan sirkulasi akibat penyempitan pembuluh.

Antikoagulansia dikelompokan menjadi dua golongan yaitu :

a) Zat –zat dengan kerja langsung

Heparin BM rendah (enoxaparin, nadroparin) dan

zat – zat heparinoid. Zat – zat ini bereaksi dengan

tromboplastin dan membentuk suatu persenyawaan

kompleks antitromboplastin, yang menghindarkan

terbentuknya trombin dari protrombin. Dengan

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

8

demikian heparin merupakan zat pencegah pembekuan

darah yang kuat.

b) Zat – zat dengan kerja tak langsung

Mekanismenya yaitu dengan menghalangi pembentukan

faktor pembekuan darah secara tidak langsung.

Antikoagulansia oral memiliki onset 18-72 jam yaitu

jika faktor pembekuan darah yang ada bersikulasi

hilang. Contoh : asenokumarol, warfarin dan

fenkprokumon.

2) Penghambat penggumpalan trombosit

Senyawa ini menghambat agregasi trombosit. Caranya

dengan menghambat sintesa tromboksan A2 di trombosit,

meningkatkan jumlah cAMP atau dengan mengurangi

pengikatan fibrinogen pada reseptor GP trombosit. Contoh obat –

obat golongan ini yaitu asetosal, klopidogrel, dipiridamol,

tiklopidin, indobufen dan epoprostenol.

3) Trombolitika (fibrinolitika)

Obat – obat ini berdaya melarutkan gumpalan darah yang

terbentuk beberapa jam sebelumnya. Caranya ialah dengan jalan

mengaktivasi sistem fibrinolitis tubuh melalui stimulasi

pengubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini

memecahkan jaringan fibrin dari trombus. Bila diberikan tepat

pada waktunya, yakni dalam jam pertama setelah timbulnya

gejala, obat – obat ini dapat membatasi luasnya infark dan

kerusakan otot jantung, sehingga memperbaiki prognosa

penyakit.

Terdapat dua kelompok fibrinolitika. Pertama, fibrinolisin

(plasmin), enzim protease (fibrinolitis), yang langsung

merombak jaringan fibrin dari trombus dan protein plasma

lainnya seperi fibrinogen, faktor beku V dan VIII. Kedua, zat –

zat aktivator plasminogen yang bekerja secara tak langsung

menstimulir pengubahan plasminogen menjadi plasmin. Contoh

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

9

obat golongan ini yaitu streptokinase, alteplase, urokinase dan

reteplase (Tjay Hoan Tan, 2013).

Rekomendasi terapi stroke non hemoragik menurut Joseph Di Piro et

al (2008) :

Tabel. 2.3 Rekomendasi terapi stroke non hemoragik

Rekomendasi Level EBM

Terapi Akut t-PA 0.9 mg/kg iv (maksimum

90kg) selama 1 jam atau 3 jam

untuk pasien tertentu

ASA 160-325 mg/hari, dimulai

dalam 48 jam saat terjadi

serangan

IA

IA

Pencegahan Sekunder

Nonkardioembolik

Kardioembolik ( misal :

fibrilasi atrial)

Semua

Riwayat Hipertensi

Riwayat normotensif

Dislipidemia

Normal lipid

Terapi antiplatelet :

Aspirin 50 -325 mg/hari

Klopidogrel 75 mg/hari

Aspirin 25 mg + 200 mg

dipyridamole extended release

dua kali sehari

Warfarin (INR=2.5)

Terapi antihipertensi

ACEI + diuretik

ACEI + diuretik

Statin

Statin

IA

IIa

IIb B

IIa A

IA

IA

IA

IIa B

IA

IIa B

Sumber : Di Piro et al, 2008

C. Drug Related Problems (DRP)

Drug Related Problems (DRP) didefinisikan sebagai suatu kejadian

yang diakibatkan oleh pengobatan obat baik yang secara nyata ataupun

memilikipotensi mengganggu hasil terapi yang diinginkan. Pharmaceutical

Care Network Europe telah mengklasifikasikan tiga domain utama masalah,

delapan domain penyebab dan lima domain intervensi terapi yang mana tiap

– tiap domain kemudian dijabarkan secara terperinci kedalam sub domain

untuk menngidentifikasikan terjadinya DRP (PCNE, 2016).

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

10

Tabel 2.4 Klasifikasi domain utama DRP PCNE V.07

No Klasifikasi Kode

V7.0 Domain Utama

1 Masalah

P1

Efektifitas pengobatan

Ada masalah yang cukup potensial dengan

kurangnya efek farmakoterapi

P2

Reaksi yang merugikan

Pasien menderita, atau mungkin akan

menderita, dari pemberian obat

P3 Lainnya

2 Penyebab

C1

Pemilihan obat

Penyebab dari DRP dapat berhubungan

dengan pemilihan obat

C2

Bentuk sediaan obat

Penyebab dari DRP dapat berhubungan

dengan bentuk sediaan obat

C3

Pemilihan dosis

Penyebab dari DRP dapat berhubungan

dengan pemilihan daftar dosis

C4

Durasi pengobatan

Penyebab dari DRP dapat behubungan

dengan durasi dari terapi

C5

Dispensing

Penyebab dari DRP dapat berhubungan

dengan kondisi logistik dari proses

prescribing dan dispensing

C6

Proses penggunaan obat

Penyebab DRP yang berkaitan dengan cara

pasien mendapat obat dari tenaga kesehatan

profesional, terlepas dari instruksi dosis

yang tepat (pada label)

C7

Pasien

Penyebab DRP dapat berhubungan dengan

kepribadian atau perilaku pasien

C8 Lainnya

3 Intervensi I0 Tanpa intervensi

I1 Pada tingkat prescriber

I2 Pada tingkat pasien

I3 Pada tingkat obat

I4 Lainnya

4 Penerimaan intervensi A1 Intervensi diterima

A2 Intervensi tidak diterima

A3 Lainnya

5 Status DRP O0 Permasalahan tidak diketahui

O1 Permasalahan terpecahkan

O2 Permasalahan sebagian terpecahkan

O3 Permasalahan tidak terpecahkan

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

11

Tabel. 2.5 Klasifikasi masalah DRP PCNE V.07

No Domain utama Kode

V7.0

Masalah

1 Efektifitas

pengobatan : Ada

masalah yang

cukup potensial

dengan kurangnya

efek farmakoterapi

P1.1

P1.2

P1.3

P1.4

Tidak ada efek dari obat / terapi gagal

Efek terapi obat tidak optimal

Obat atau pengobatan yang tidak diperlukan

Indikasi yang tidak tertangani

2 Reaksi tidak

diinginkan :

Pasien menderita

kesakitan atau

kemungkinan

menderita

kesakitan akibat

suatu efek yang

tidak diinginkan

dari obat.

P2.1 Reaksi obat yang merugikan terjadi

3 Lainnya P3.1 Pasien tidak puas dengan terapi meskipun hasil

pengobatan secara klinis dan ekonomi optimal.

P3.2 Masalah tidak selesai / keluhan. klarifikasi lebih

lanjut diperlukan (gunakan sebagai pelarian saja)

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

12

Tabel. 2.6 Klasifikasi penyebab DRP PCNE V.07

No Domain Utama Kode

V7.0 Penyebab

1 Pemilihan obat

Penyebab dari

DRP dapat

berhubungan

dengan pemilihan

obat

C1.1

C1.2

C1.3

C1.4

C1.5

C1.6

C1.7

C1.8

C1.9

Obat yang tidak tepat menurut pedoman /

formularium

Obat yang tidak tepat (dalam pedoman tetapi

sebaliknya kontraindikasi)

Tidak ada indikasi untuk obat

Kombinasi obat yang tidak tepat, atau obat dan

makanan.

Duplikasi yang tidak tepat pada kelompok

terapeutik atau bahan/zat aktif

Indikasi untuk obat-pengobatan tidak

diperhatikan

Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk

indikasi

Obat yang sinergis dan diperlukan untuk

pencegahan tidak diberikan

Indikasi baru bagi terapi obat muncul

2 Bentuk sediaan

obat

Penyebab DRP

berkaitan dengan

pemilihan bentuk

sediaan obat.

C2.1 Bentuk sediaan obat yang tidak tepat

3 Pemilihan dosis

Penyebab dari

DRP dapat

berhubungan

dengan pemilihan

daftar dosis

C3.1

C3.2

C3.3

Dosis obat terlalu rendah

Dosis obat terlalu tinggi

Frekuensi regimen dosis kurang

C3.4 Frekuensi regimen dosis berlebih

4 Durasi

pengobatan

Penyebab dari

DRP dapat

behubungan

dengan durasi

dari terapi

C4.1

C4.2

Durasi pengobatan terlalu singkat

Durasi pengobatan terlalu lama

5 Dispensing

Penyebab dari

DRP dapat

berhubungan

dengan kondisi

logistik dari

proses prescribing

dan dispensing

C5.1

C5.2

C5.3

C5.4

Obat yang diresepkan tidak tersedia

Kesalahan peresepan (informasi penting hilang)

Kesalahan peresepan (terkait perangkat lunak

resep)

Kesalahan dispensing (salah obat atau salah

dosis)

6 Proses

penggunaan obat

Penyebab DRP

yang berkaitan

dengan cara

pasien mendapat

obat dari tenaga

kesehatan

C6.1

C6.2

C6.3

C6.4

C6.5

Waktu penggunaan dan/atau interval dosis yang

tidak tepat

Obat yang dikonsumsi kurang

Obat yang dikonsumsi berlebih

Obat tidak dikonsumsi sama sekali

Obat yang digunakan salah

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

13

Lanjutan ...

profesional,

terlepas dari

instruksi dosis

yang tepat (pada

label)

7 Pasien

Penyebab DRP

dapat

berhubungan

dengan

kepribadian atau

perilaku pasien.

C7.1

C7.2

C7.3

C7.4

Pasien lupa menggunakan obat

Pasien menggunakan obat yang tidak diperlukan

Pasien mengonsumsi makanan yang berinteraksi

dengan obat.

Pasien menyimpan obat dengan tidak tepat

C7.5 Pasien menggunakan obat dengan cara yang salah

C7.6 Pasien tidak dapat mengadakan obat

C7.7 Penyalahgunaan obat (pemakaian berlebihan

yang tidak diatur)

C7.8 Pasien tidak dapat menggunakan obat seperti

yang dianjurkan

8 Lainnya C8.1 Tidak dipantau, atau pemantauan hasil yang tidak

tepat (termasuk TDM)

C8.2 Penyebab lain ; menentukan

C8.3 Tidak ada penyebab yang jelas

Sumber : Pharamceutical Care Network Europe, 2016

D. Rumah Sakit

Rumah Sakit merupakan institusi yang melayani dan menyelenggarakan

pelayanan kesehatan meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat. Dalam penyelanggarananya, rumah sakit memiliki fungsi sesuai

dengan PERMENKES No.44 Tahun 2009 sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan

kebutuhan medis

c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan SDM

d. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam bidang

kesehatan

Berdasarkan pelayanannya, rumah sakit dibagi menjadi dua yaitu rumah

sakit umum yang menangani semua jenis penyakit dan rumah sakit khusus

yang hanya memberikan satu pelayanan jenis penyakit. Sedangkan bila

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4572/3/NINDYA INDAH DAMAYANTI BAB II.pdf · Atrial Fibrilasi Penyakit kardiak lainnya Diabetes Dislipidemia Rokok

14

ditinjau dari pengelolaannya. Rumah sakit dibagi menjadi dua kategori yaitu

rumah sakit publik dan privat (Depkes, 2009).

E. Rekam Medik

Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No.269, disebutkan bahwa

rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

yang telah diberikan kepada pasien (Depkes, 2008). Rekam medis

merupakan dokumen rahasia pasien berisi tentang identitas, diagnosa

penyakit, riwayat medis, riwayat penyakit dan riwayat pengobatan yang

hanya dapat dibuka dalam kondisi berikut :

a. Demi kepentingan kesehatan pasien

b. Memenuhi permintaan penegakan hukum oleh aparatur negara

c. Atas persetujuan pasien sendiri

d. Permintaan institusi atau lembaga berdasarkan ketentuan undang

undang dan

e. Kepentingan penelitian, pendidikan dan audit media dengan catatan

tidak menyebutkan identitas pasien.

Rekam medis dapat dimanfaatkan dengan tujuan untuk memelihara

kesehaan dan pengobatan pasien, pendidikan, penelitian, statistik kesehatan,

alat bukti penegakan hukum dan dasar pembiayaan pelayanan kesehatan

(Depkes, 2008).

Identifikasi Drug Related..., Nindya Indah Damayanti, Fakultas Farmasi UMP, 2017