bab ii tinjauan pustaka ii.pdf · ditangkap oleh alat optik, misalnya: mata manusia, kamera,...

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II memaparkan mengenai teori dasar pendukung yang mendasari proses pembuatan Aplikasi Perbandingan Penggunaan Metode Threshold dan Metode K-Nearest Neighbour dalam Deteksi Luas Tutupan Vegetasi Gunung Agung Bali Indonesia. 2.1 State of the Art Penelitian mengenai perbandingan metode dalam deteksi luas tutupan vegetasi menggunakan citra satelit Landsat telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan segmentasi pengolahan citra digital Remote Sensing. Pendeteksian luas tutupan vegetasi pada lereng gunung berapi dapat dikenali melalui padat atau tidaknya populasi tumbuhan yang terdapat pada lereng gunung berapi. Penggunaan parameter seperti metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour untuk mendukung dalam mencari perbandingan antara kedua metode tersebut mengenai luas tutupan vegetasi. Peneliti melakukan penelitian dengan cara menggunakan aplikasi pengolahan citra yang sudah ada, sehingga masih sangat sedikit penelitian yang langsung membuat rancang bangun aplikasi perbandingan antara penggunaan metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour dalam menghitung luas tutupan vegetasi berbasis desktop. Penelitian dalam Tugas Akhir ini melakukan penelitian dan merancang aplikasi perbandingan luas tutupan vegetasi pada lereng Gunung Agung menggunakan metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour berbasis desktop. Penelitian I Putu Wawan Sanjaya Putra (2015) dengan judul “Aplikasi Deteksi Luas Tutupan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai”. Tujuan penelitian tersebut yaitu mendapatkan dan menampilkan perubahan luas tutupan hutan mangrove dari penggunaan citra satelit Landsat 8 dengan tahun yang berbeda. Hasil yang diperoleh yaitu dari luas hutan mangrove menggunakan citra satelit Landsat 8 Tahun 2003 menghasilkan luas area vegetasi mangrove

Upload: trinhkhue

Post on 19-Jul-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II memaparkan mengenai teori dasar pendukung yang mendasari

proses pembuatan Aplikasi Perbandingan Penggunaan Metode Threshold dan

Metode K-Nearest Neighbour dalam Deteksi Luas Tutupan Vegetasi Gunung

Agung Bali Indonesia.

2.1 State of the Art

Penelitian mengenai perbandingan metode dalam deteksi luas tutupan

vegetasi menggunakan citra satelit Landsat telah dilakukan oleh beberapa peneliti

dengan menggunakan segmentasi pengolahan citra digital Remote Sensing.

Pendeteksian luas tutupan vegetasi pada lereng gunung berapi dapat dikenali

melalui padat atau tidaknya populasi tumbuhan yang terdapat pada lereng gunung

berapi. Penggunaan parameter seperti metode Threshold dan metode K-Nearest

Neighbour untuk mendukung dalam mencari perbandingan antara kedua metode

tersebut mengenai luas tutupan vegetasi. Peneliti melakukan penelitian dengan

cara menggunakan aplikasi pengolahan citra yang sudah ada, sehingga masih

sangat sedikit penelitian yang langsung membuat rancang bangun aplikasi

perbandingan antara penggunaan metode Threshold dan metode K-Nearest

Neighbour dalam menghitung luas tutupan vegetasi berbasis desktop. Penelitian

dalam Tugas Akhir ini melakukan penelitian dan merancang aplikasi

perbandingan luas tutupan vegetasi pada lereng Gunung Agung menggunakan

metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour berbasis desktop.

Penelitian I Putu Wawan Sanjaya Putra (2015) dengan judul “Aplikasi

Deteksi Luas Tutupan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai”.

Tujuan penelitian tersebut yaitu mendapatkan dan menampilkan perubahan luas

tutupan hutan mangrove dari penggunaan citra satelit Landsat 8 dengan tahun

yang berbeda. Hasil yang diperoleh yaitu dari luas hutan mangrove menggunakan

citra satelit Landsat 8 Tahun 2003 menghasilkan luas area vegetasi mangrove

sebesar 1.008.63 Hektar, dan Tahun 2015 menghasilkan luas area vegetasi

mangrove sebesar 1.379,34 Hektar. Perubahan luas area vegetasi mangrove dari

Tahun 2003 - 2015 yaitu mencapai 370.71 Hektar.

Penelitian erristhya darmawan dengan judul “Perbandingan Metode

Supervised (Terbimbing) Dan Unsupervised (Tak Terbimbing) Melalui Google

Citra Satelit Dalam Analisis Pengguaan Lahan”. Penelitian yang dilakukan yaitu

membandingkan hasil klasifikasi citra google satelit dengan menggunakan dua

metode seperti Supervised (terbimbing) dan Unsupervised (tak terbimbing)

dengan melakukan perbandingan tersebut terlihat hasil citra yang akurat dan tidak

akurat. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan metode Supervised

(terbimbing) memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode

Unsupervised (tak terbimbing).

Penelitian Suwarsono dan Rokhis Khomarudin (2015) dengan judul

“Deteksi Wilayah Pemukiman pada Bentuk Lahan Vulkanik Menggunakan Citra

Satelit Landsat-8 OLI Berdasarkan Parameter Normalized Difference Build-Up

Index (NDBI)”. Penelitian yang dilakukan yaitu mengambil lokasi diwilayah

bentuk lahan vulkanik gunung api Sinabung, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera

Utara. Data yang dipergunakan adalah Landsat-8 OLI. Koreksi radiometrik

dilakukan untuk menghitung nilai reflektansi. Dilineasi bentuk lahan vulkanik

dilakukan secara visual dengan teknik digitasi layar. Nilai NDBI dihitung dengan

mengadopsi metode perhitungannya (Zha et al., 2003). Nilai NDBI tersebut

kemudian dipergunakan untuk memisahkan kelas-kelas permukiman dengan

metode pengambangan (Thresholding) dan metode Supervised Maximum

Likehood Classification.

Penelitian Ketut Wikantika, Yorda Prita Utama dan Akhmad Riqqi (2005)

dengan judul “Deteksi Perubahan Vegetasi dengan Metode Spectral Mixture

Analysis (SMA) dari Citra Satelit Multitemporal Landsat TM dan ETM”.

Penelitian yang dilakukan yaitu pemantauan perubahan tutupan vegetasi di Daerah

Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan menggunakan metode Spectral Mixture

Analysis (SMA) dengan menggunakan pemisahan linier (linier unmixing) yang

memungkinkan untuk melakukan identifikasi serta penentuan proporsi spasialnya.

Hasil yang diperoleh yaitu citra fraksi dari edmember vegetasi beserta proporsi

spasialnya antara tahun 1991, 1994 dan 2001, dimana tahun 1994 dan 2001

dideteksi terjadinya perubahan luas areal vegetasi seluas ± 1.245 hektar.

Penelitian Yennie Marini, Emiyati, dan Maryani Hartutidan (2014) dengan

judul “Perbandingan Metode Klasifikasi Supervised Maximum Likelihood dengan

Klasifikasi Berbasis Objek untuk Inventarisasi Lahan Tambak di Kabupaten

Maros”. Penelitian yang dilakukan yaitu menginventarisasi lahan tambak di

Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan citra SPOT -4 secara

digital menggunakan metode klasifikasi digital Supervised Maximum

Likelihood dan metode klasifikasi digital berbasis objek atau segmentasi dan

membandingkan hasil keduanya. Hasil perhitungan luasan tambak di

Kabupaten Maros menggunakan metode klasifikasi Supervised Maximum

Likelihood adalah 9693,58 hektar sedangkan hasil berdasarkan metode

segmentasi adalah 11348,84 hektar. Perbedaan dari perhitungan kedua metode

yaitu sebesar 1655,26 hektar, hal ini disebabkan oleh perbedaan interpretasi

dalam pengambilan training sampel antara kedua metode tersebut, dimana pada

metode Maximum Likelihood training sampel dilakukan oleh user secara manual

sedangkan pada segmentasi dilakukan secara digital.

2.2 Citra

Citra dapat diartikan sebagai suatu fungsi intensitas cahaya dua dimensi

yang dinyatakan oleh f(x,y), dimana nilai atau amplitudo dari f pada koordinat

spasial (x,y) menyatakan intensitas (kecerahan) citra pada titik tersebut.

Menurut kamus Webster, citra adalah representasi, kemiripan atau imitasi dari

suatu objek atau benda. Citra dinyatakan sebagai suatu fungsi kontinyu dari

intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Citra yang terlihat merupakan cahaya

yang direfleksikan dari sebuah objek. Sumber cahaya menerangi objek, objek

memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pantulan cahaya

ditangkap oleh alat optik, misalnya: mata manusia, kamera, scanner, sensor

satelit.

Citra digital merupakan citra f(x,y) yang telah dilakukan digitalisasi baik

area koordinat maupun level brightness. Nilai f dikoordinat (x,y) menunjukkan

level brightness atau grayness dari citra pada titik tersebut. Citra digital

adalah citra yang telah disimpan atau dikonversi ke dalam format digital.

Gambar 2.1Contoh Citra Dalam Bentuk Piksel

(Sumber: yusronrijal.wordpress.com)

2.2.1 Resolusi Citra

Empat macam resolusi yang digunakan dalam penginderaan jauh yaitu

resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal

(Jaya, 2002) masing-masing resolusi tersebut yaitu:

1. Resolusi spasial yaitu ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)

permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di

sekitarnya atau yang ukurannya bisa diukur, misalnya data citra yang

diambil dari Landsat memiliki resolusi spasial 30 m x 30 m.

2. Resolusi spektral diartikan sebagai dimensi dan jumlah daerah panjang

gelombang yang sensitif terhadap sensor, misalnya citra Landsat TM

memiliki resolusi spektral sebesar 7 sampai 11 band, dimana masing-

masing band memiliki rentang panjang gelombangnya masing-masing.

3. Resolusi radiometrik yaitu ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan

aliran radiasi (radian flux) yang dipantulkan dari suatu objek permukaan

bumi, misalnya radian pada panjang gelombang 0.6 – 0.7 µm direkam

oleh detector MSS band 5 dalam bentuk voltage.

4. Resolusi temporal yaitu frekuensi dari suatu sistem sensor merekam suatu

areal yang sama, misalnya Landsat TM mempunyai ulangan overpass 16

hari.

2.2.2 Interpretasi Citra

Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra

dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek

tersebut (Este dan Simonett, 1975). Interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan

berupaya mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu:

1. Deteksi

Pengenalan objek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya

suatu objek, berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya

untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar dengan menggunakan alat

penginderan (sensor). Pendeteksian benda dan gejala disekitar, penginderaannya

tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil

rekaman dari foto udara atau satelit.

2. Identifikasi

Tiga ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang

terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:

a. Spektoral merupakan ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga

elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna.

b. Spatial merupakan ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk,

ukuran, bayangan, pola, tekstur situs dan asosiasi.

c. Temporal merupakan ciri yang terkait dengan umum benda atau saat

perekaman.

3. Analisis

Penilaian atas fungsi objek dan kaitan antar objek dengan cara

menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang

menuju kearah teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian

tersebut. Tahapan interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada

bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsiran citra.

2.2.3 Unsur Interpretasi Citra

Pengenalan objek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra.

Foto udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur

interpretasi yang paling lengkap dibandingkan unsur interpretasi pada citra

lainnya (Sutanto, 1994:121). Unsur interpretasi citra terdiri:

a. Rona dan Warna

Rona merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada

citra, sedangkan warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan

menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.

Gambar 2.2 Contoh Citra Pankromatik

(Sumber: Digital Globe Image, 2009)

b. Bentuk

Bentuk merupakan variable kuantitatif yang memberikan konfigurasi atau

kerangka suatu objek (Lo, 1976). Bentuk dapat dikatakan sebagai atribut yang

jelas sehingga dengan bentuknya saja dapat dikenali oleh objek, misalnya gunung

berapi berbentuk kerucut.

Gambar 2.3 Contoh Bentuk Kerucut Gunung Berapi

(Sumber: Digital Globe Image, 2009)

c. Ukuran

Ukuran merupakan objek berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume.

Ukuran objek pada citra berupa skala. Contoh lapangan olahraga sepak bola di

cirikan oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80-100 m).

Gambar 2.4 Contoh Citra Ukuran

(Sumber: Digital Globe, 2009)

d. Tekstur

Tekstur merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand

and Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil

untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan halus,

sedang, kasar dan lain-lain.

Gambar 2.5 Contoh Citra Tekstur

(Sumber: Digital Globe, 2009)

e. Pola

Pola merupakan susunan keruangan yang dapat menandai bahwa suatu

objek adalah bentukan oleh manusia atau bentukan alamiah.

Gambar 2.6 Contoh Citra Pola Jalan dan Pola Sungai

(Sumber: Digital Globe, 2009)

f. Bayangan

Bayangan adalah sifat yang menyembunyikan detail atau objek yang

berada di daerah gelap. Objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada

umumnya tidak tampak sama sekali atau tampak samar, namun bayangan sering

disebut sebagai kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru

lebih tampak dari bayangannya.

g. Asosiasi

Asosiasi merupakan keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang

lainnya. Kereta api sebagai contoh dengan rel kereta api maka terlihat suatu objek

pada citra yang sering merupakan petunjuk bagi adanya objek lain.

2.3 Spektrum Elektromagnetik

Spektrum Elektromagnetik memiliki kaitan yang erat dengan ilmu

penginderaan jarak jauh (Remote Sensing). Kebanyakan data penginderaan jarak

jauh (Remote Sensing) berasal dari hasil pantulan spektrum elektromagnetik.

Spektrum elektromagnetik berarti rentang semua radiasi elektromagnetik yang

mungkin, sehingga dapat dijelaskan dalam panjang gelombang, frekuensi atau

tenaga perfoton.

Jenis-jenis spektrum gelombang elektromagnetik ada 7 jenis, jenis tersebut

dikategorikan berdasarkan besar frekuensi gelombangnya.

Gambar 2.7 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

(Sumber: www.kelasbelajarku.com)

1. Gelombang Radio

Gelombang radio memiliki panjang sekitar 10-3 meter dengan frekuensi

sekitar 104 Hertz. Sumber gelombang ini berasal dari rangkaian Oscillator

Elektronik yang bergetar. Rangkaian oscillator tersebut terdiri dari komponen

Resistor (R), Indikator (L) dan Kapasitor (C). Spektrum Elektromagnetik Radio

dimanfaatkan manusia untuk teknologi radio, siaran televisi dan jaringan telepon.

2. Gelombang Inframerah

Gelombang inframerah memiliki panjang 10-2 meter dengan frekuensi

sekitar 108 Hertz. Gelombang inframerah dihasilkan ketika elektron bergetar

karena panas, contohnya tubuh manusia dan bara api. Manfaat kegunaan lain yaitu

untuk pengamatan objek dalam gelap, remote TV dan transfer data di ponsel.

3. Gelombang Mikro

Gelombang mikro merupakan gelombang yang memiliki panjang sekitar

10-2 meter dengan frekuensi sekitar 108 Hertz. Gelombang mikro dihasilkan oleh

tabung Klystron, kegunaannya sebagai penghantar energi panas. Salah satu contoh

penggunaan gelombang mikro yaitu pada oven dan panci yang berupa efek panas

untuk memasak. Gelombang mikro dapat mudah diserap oleh suatu benda dan

juga menimbulkan efek pemanasan pada benda.

4. Gelombang Cahaya Tampak

Gelombang cahaya tampak merupakan cahaya yang dapat ditangkap

langsung oleh mata manusia. Gelombang cahaya tampak memiliki panjang

0.5x10-6 meter dengan frekuensi 1015 Hertz. Gelombang cahaya tampak terdiri

dari 7 macam yang disebut warna. Jika diurutkan dari yang paling besar

frekuensinya adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.

5. Gelombang Ultra Violet

Gelombang UV memiliki panjang 10-8 meter dengan frekuensi 1016 Hertz.

Gelombang ini berasal dari matahari dan juga dapat dihasilkan oleh transisi

elektron dalam orbit atom, busur karbon dan lampu mercury. Fungsi UV dapat

bermanfaat dan dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu contoh fungsi sinar UV

adalah sebagai detector untuk membedakan uang asli dan uang palsu.

6. Gelombang Sinar X

Gelombang sinar X memiliki panjang 10-10 meter dan memiliki frekuensi

1018 Hertz. Gelombang sinar X sering disebut juga dengan sinar rontgen, karena

gelombang sinar X banyak dimanfaatkan untuk kegiatan rontgen di rumah sakit

dalam melakukan dan memeriksa organ bagian dalam tubuh, seperti tulang yang

retak dibagian dalam tubuh dapat terlihat menggunakan sinar X.

7. Gelombang Sinar Gamma

Gelombang sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang

memiliki frekuensi yang paling besar. Sinar gamma dihasilkan melalui proses di

dalam inti atom (nuklir).

Sinar gamma membentuk spektrum elektromagnetik energi

tertinggi. Sinar gamma seringkali didefinisikan bermulai dari energi 10 keV/ 2.42

EHz/ 124 pm, meskipun radiasi elektromagnetik dari sekitar 10 keV sampai

beberapa ratus keV juga dapat menunjuk kepada sinar X keras. Gamma dibedakan

dengan sinar X. Sinar gamma adalah istilah untuk radiasi elektromagnetik energi

tinggi yang diproduksi oleh transisi energi karena percepatan elektron. Transisi

elektron memungkinkan untuk memiliki energi lebih tinggi dari beberapa transisi

nuklir.

2.4 Indeks Vegetasi

Cambell (2011) menjelaskan, Indeks vegetasi atau VI (vegetation index),

dianalisa berdasarkan nilai-nilai kecerahan digital. Indeks vegetasi terbentuk

dari kombinasi dari beberapa nilai spectral dengan menambahkan, dibagi atau

dikalikan dengan cara yang dirancang untuk menghasilkan nilai tunggal yang

menunjukan jumlah atau kekuatan vegetasi dalam pixel.

Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari

pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data

sensor satelit. Pemantauan dilakukan dengan proses perbandingan antara tingkat

kecerahan kanal cahaya merah vegetasi (red) dan kanal cahaya inframerah dekat

(near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan

pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada

daun membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal tersebut

jauh berbeda. Daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan,

pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi

vegetasi yang rusak, tidak menunjukan nilai rasio yang tinggi (minimum).

Sebaliknya wilayah bervegetasi sangat rapat dengan kondisi sehat, perbandingan

kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum) (Suniana, 2008).

Gambar 2.8 Pola Spektral Vegetasi dan Air

(Sumber: Muhammad Hanif, Program Studi Geografi UNP )

2.5 Komposit Citra

Komposit citra adalah citra baru hasil dari penggabungan 3 saluran yang

mampu menampilkan keunggulan dari saluran-saluran penyusunnya (Sigit, 2011).

Penggunaan komposit citra dikarenakan keterbatasan mata manusia yang kurang

mampu dalam membedakan gradasi warna dan lebih mudah memahami dengan

pemberian warna.

Citra multispektral yang terdiri dari banyak saluran, apabila hanya

menampilkan satu saluran, maka citra yang dihasilkan merupakan gradasi rona.

Mata manusia hanya bisa membedakan objek yang terlihat pada suatu saluran,

Oleh sebab itu pada citra komposit hasilnya lebih mudah untuk mengidentifikasi

suatu objek pada citra. Dasar dari pembuatan komposit citra adalah berdasarkan:

1. Tujuan penelitian yaitu keunggulan di setiap saluran. Contoh, apabila

dalam penelitian lebih memfokuskan pada objek air, maka saluran atau

band yang digunakan adalah band 1, band 2 dan band 3, selain dari band

tersebut air memiliki nilai 0 dalam pemantulannya. Kesimpulannya

komposit citra yang bisa dibuat adalah citra komposit 1,2,3, sehingga air

akan berwarna merah.

2. OIF (Optimum Index Factor) yaitu kemampuan citra untuk menampilkan

suatu objek. OIF semakin tinggi maka semakin banyak objek berbeda

yang dapat ditampilkan pada citra komposit tersebut. OIF digunakan

apabila ingin menonjolkan penggunaan lahan dari suatu daerah jika

diidentifikasi dari citra.

Suatu pembentukan komposit citra dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai

berikut:

a. Komposit warna asli yaitu gabungan dari warna merah, hijau dan biru.

Citra yang dapat menghasilkan komposit warna asli yaitu Landsat, ALOS

dll.

b. Komposit warna tidak asli terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1) Standar yaitu gabungan dari inframerah, merah, dan hijau. Dianggap

standar karena awalnya penginderaan jauh lebih banyak digunakan

dalam bidang kehutanan jadi komposit warna tersebut dianggap

standar karena citra kompositnya lebih menonjolkan objek vegetasi.

2) Tidak standar yaitu dapat dilakukan penggabungan dengan bebas.

2.6 NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan perhitungan

citra yang digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan yang sangat baik

sebagai awal dari pembagian daerah vegetasi. NDVI dapat menunjukan parameter

yang berhubungan dengan parameter, antara lain: biomassa dedaunan hijau,

daerah dedaunan hijau yang merupakan nilai yang dapat diperkirakan untuk

pembagian vegetasi.

Pilihan 2 Band tentunya dilakukan dengan berbagai pertimbangan, yaitu

pemantulan cahaya oleh objek (Reflectance), penyerapan cahaya oleh objek

(Absorptance) dan pelolosan cahaya oleh objek (Transmittance). Pemantulan

maksimum pada vegetasi terjadi pada panjang gelombang Near Infrared.

Pemantulan maksimum disebabkan oleh struktur daun (mesophyll) yang dapat

meningkatkan pemantulan gelombang Near Infrared. Penyerapan maksimum

terjadi pada panjang gelombang Visible Red. Penyerapan disebabkan oleh zat

hijau daun (Chlorophyll) (Assyakur, 2009).

Persamaan NDVI merupakan hasil dari pengurangan antara Near Infrared

dikurangi dengan Visible Red dibagi dengan penjumlahan Near Infrared ditambah

dengan Visible Red, sebelum melakukan persamaan tersebut terlebih dahulu input-

an band harus dikoreksi secara radiometrik.

(2.1)

Gambar 2.9 Ilustrasi Pantulan Gelombang Elektromagnetik

(Sumber: http://www.laserfocusworld.com)

Gambar 2.9 merupakan ilustrasi bagaimana nilai indeks vegetasi

didapatkan. Vegetasi sehat (sebelah kiri) dan vegetasi tidak sehat (sebelah kanan).

Secara umum vegetasi sehat memantulkan gelombang inframerah dekat dengan

presentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan vegetasi yang tidak sehat,

sebaliknya gelombang visible dipantulkan lebih tinggi pada vegetasi tidak sehat

dan lebih rendah pada vegetasi yang sehat. Rumus NDVI yaitu Inframerah

dikurang visible dibagi dengan inframerah ditambah visible. Kesimpulan dari

ilustrasi tersebut yaitu nilai perhitungan NDVI yang semakin dekat dengan +1

dideteksi sebagai vegetasi sehat sedangkan perhitungan yang menghasilkan nilai

yang kurang dari +1 atau jauh dari +1 dideteksi sebagai vegetasi tidak sehat,

karena nilai dari suatu indeks vegetasi berupa +1 sebagai vegetasi dan -1 sebagai

non-vegetasi.

Analisis citra digital dengan NDVI lebih efektif untuk objek kajian yang

mempunyai wilayah persebaran yang luas (Arnanto, 2013) seperti Gunung. Proses

NDVI menghasilkan sebuah citra baru dengan piksel berkisaran -1 sampai dengan

+1. Nilai piksel positif menandakan suatu vegetasi, sedangkan nilai piksel negatif

menandakan suatu objek non-vegetasi. Klasifikasi objek berdasarkan nilai NDVI

yaitu sebagai berikut (Benny, 2008).

Tabel 2.1 Pembagian Objek Berdasarkan Nilai NDVI (Benny, 2008)

Daerah Pembagian Nilai NDVI

Awan es, awan air, salju < 0

Batuan dan lahan kosong 0 – 0.1

Padang rumput dan semak belukar 0.2 – 0.3

Hutan daerah hangat dan hutan hujan

tropis

0.4 – 0.8

Rentang suatu nilai NDVI antara -0.1 hingga +0.1. Nilai yang lebih besar

dari 0.1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari

vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0.1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan

dan lahan kosong, dan nilai yang kurang 0 kemungkinan mengidentifikasi awan

es, awan uap air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0.1

untuk lahan savanna hingga 0.8 untuk daerah hutan hujan tropis.

2.7 NDVI Threshold

NDVI Threshold adalah proses memberikan batasan rentang pada nilai

piksel NDVI. Hutan pada gunung berapi umumnya memiliki NDVI Threshold

dengan rentang nilai piksel NDVI berkisaran antara 0.4 – 0.8 yang mengacu pada

Tabel 2.1. Proses perhitungan luas tutupan vegetasi pada lereng gunung berapi

dilakukan dengan menjumlahkan piksel NDVI yang masuk ke dalam rentang

NDVI Threshold. Jumlah piksel tersebut kemudian dikalikan dengan nilai resolusi

spasial citra Landsat yaitu 30 x 30 (m2) (Wawan Sanjaya Putra, 2015).

Tabel 2.2 Klasifikasi NDVI Threshold

(Sumber: Nontji Anugrah, Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta, 2005 )

Tingkat Kerapatan NDVI Threshold

Sangat Jarang 0.4 < NDVI ≤ 0.45

Jarang 0.45 < NDVI ≤ 0.5

Sedang 0.5 < NDVI ≤ 0.55

Padat 0.55 < NDVI ≤ 0.8

Gambar 2.10 menunjukan citra NDVI Threshold dengan ukuran matriks

5x5 yang memperoleh nilai baru. Ilustrasi transformasi NDVI terdapat 25 piksel

yang mempunyai nilai yaitu 14 piksel merupakan nilai yang layak sebagai

vegetasi dan 11 piksel merupakan nilai yang tidak layak sebagai vegetasi atau

non-vegetasi. Titik piksel yang layak adalah 1 sesuai dengan NDVI ambang

bawah pertimbangan bahwa nilai NDVI hutan berkisaran dari 0.4 dan ≤ 0.8. Nilai

NDVI Threshold yang layak adalah 1 dan nilai NDVI Threshold yang tidak layak

adalah 0 sebagai vegetasi hutan di lereng gunung (Wawan Sanjaya Putra, 2015).

Gambar 2.10 Transformasi NDVI

Gambar 2.11 NDVI Threshold

Proses identifikasi daerah berdasarkan pada klasifikasi cakupan vegetasi

lereng gunung dapat dikelola dengan mengelompokan nilai NDVI Threshold

menjadi beberapa segmen. Nilai dari NDVI Threshold dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa rentang nilai, jika tidak melampaui minimum dan batas

maksimum dari nilai NDVI lereng gunung. Rentang nilai tersebut dapat dibagi

menjadi 4 bagian. Cakupan klasifikasi lereng gunung dapat ditunjukan pada Tabel

2.2.

2.8 Satelit Landsat

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit yang digunakan untuk

mengamati permukaan bumi. Satelit yang biasa dikenal sebagai satelit sumber

daya alam karena fungsinya adalah untuk memetakan potensi sumber daya alam

dan memantau kondisi lingkungan. Instrumen satelit Landsat telah menghasilkan

jutaan citra. Citra tersebut diarsipkan di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun

penerima Landsat diseluruh dunia yang memiliki sumber daya untuk riset

perubahan global dan aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan,

perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Sensor TM mempunyai

resolusi sampai 30m x 30m dan bekerja mengumpulkan data permukaan bumi dan

luas sapuan 185km x 185km. Penggunaan citra Landsat untuk pemetaan

penggunaan lahan khususnya telah populer di negara-negara berkembang untuk

mempercepat perolehan data yang diperlukan atau untuk meng-update data lama.

2.8.1 Keunggulan Satelit Landsat

Landsat 8 merupakan kelanjutan dari Landsat yang pertama kali menjadi

satelit pengamat bumi sejak 1972. Landsat 8 memiliki karakteristik yang mirip

seperti Landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi,

ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Tambahan yang

menjadi titik penyempurnaan dari Landsat 7 yaitu seperti jumlah band, rentang

spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta

nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. Warna objek pada

citra tersusun atas 3 warna dasar, Red, Green, dan Blue (RGB). Total dari

keseluruhan band sebagai penyusun RGB komposit, sehingga warna-warna objek

menjadi lebih bervariasi.

Kelebihan lainnya tentu dalam akses data yang gratis tanpa berbayar.

Resolusi yang dimiliki tidak setinggi citra berbayar seperti Ikonos, Geo, Eye dan

Quick Bird, namun resolusi 30m x 30m dan pixel 16 bit akan memberikan begitu

banyak informasi berharga bagi para pengguna atau pembuatan aplikasi mengenai

penginderaan jarak jauh (Remote Sensing).

2.8.2 Band pada Landsat 8

Landsat 8 memiliki sensor dengan rentang yang berbeda masing-masing

memiliki karakteristik yang ditentukan oleh frekuensi spektrum elektromagnetik.

Setiap rentang tersebut dikenal dengan istilah band. Secara keseluruhan Landsat 8

memiliki 11 band. Tabel 2.3 merupakan karakteristik band pada satelit Landsat 8.

Tabel 2.3 Karakteristik Band pada Satelit Landsat 8

(sumber : www.terra-image/band-landsat/)

Nomor Band Panjang

Gelombang (µm)

Resolusi

Spasial Manfaat

1 (Ultra Blue) 0.43 – 0.45 30 m Studi pesisir dan aerosol

2 (Blue) 0.45 – 0.51 30 m Pemetaan batimetri dan

membedakan tanah.

3 (Green) 0.53 – 0.59 30 m Menekankan vegetasi

puncak, yang berguna

untuk menilai kekuatan

tanaman.

4 (Red) 0.64 – 0.67 30 m Mendiskriminasikan

lereng vegetasi.

5 (NIR) 0.85 – 0.88 30 m Menekankan konten

biomassa dan garis

pantai.

6 (SWIR 1) 1.57 – 1.65 30 m Mendiskriminasikan

kadar air tanah dan

vegetasi, menembus awan

tipis.

7 (SWIR 2) 2.11 – 2.29 30 m Peningkatan kadar air

tanah dan vegetasi,

penetrasi awan tipis.

8(Panchromatic) 0.50 – 0.68 15 m Resolusi 15 meter, definisi

gambar yang lebih tajam.

9 (Cirrus) 1.36 – 1.38 30 m Peningkatan deteksi

kontaminasi awan cirrus.

10 (TIR) 10.6 – 11.19 100 m Resolusi 100 meter,

pemetaan termal dan

perkiraan kelembaban

tanah.

11 (TIR) 11.5 - 12.51 100 m Resolusi 100 meter,

peningkatan pemetaan

termal dan perkiraan

kelembaban tanah.

Tabel 2.4 Penggunaan Kombinasi Band untuk Aplikasi atau Penelitian. (Sumber: www.blogs.esri.com)

Aplikasi Kombinasi Band

Natural Color (True Color) 4, 3, 2

False color (Urban) 7, 6, 4

Color Infrared (Vegetation) 5, 4, 3

Pertanian 6, 5, 2

Penetrasi Atmosfer 7, 6, 5

Vegetasi Sehat 5, 6, 2

Tanah/Air 5, 6, 4

Natural With Amospheric Removal 7, 5, 3

Shortwave Infrared 7, 5, 4

Analisis Vegetasi 6, 5, 4

2.8.3 Digital Number (DN)

Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling

kecil pada citra satelit. Angka numeric (1 byte) dari pixel disebut Digital Number

(DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisaran antara putih dan

hitam (grayscale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun

dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra.

Citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk grayscale yang

merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang

bervariasi. Penginderaan jauh, skala yang dipakai adalah 256 shade grayscale,

dimana nilai 0 menggambarkan hitam dan nilai putih 255. Gambar 2.12

menunjukan derajat keabuan dari hubungan antara DN dan derajat keabuan yang

menyusun sebuah citra.

Gambar 2.12 Hubungan DN dengan Derajat Keabuan

(Sumber: http://hosting.soonet.ca/eliris/remotesensing/bl130lec10.html)

Citra multispectral mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band

yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7 mempunyai pixel 7 DN dari 7

band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam

bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut

komposit warna (color composites).

2.8.4 Resolusi Spasial Citra

Resolusi spasial citra merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk

permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya,

atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Citra Landsat memungkinkan

pengguna untuk menentukan luas suatu objek dipermukaan bumi berdasarkan

resolusi spasial yang terdapat pada spesifikasi setiap band. Kemampuan tersebut

memungkinkan pengguna untuk melakukan analisa dan identifikasi luas objek

tertentu dipermukaan bumi.

Gambar 2.13 Resolusi Spasial Band 5 (Near Infrared)

Setiap band memiliki resolusi spasial yang berbeda, sebagai contoh band 5

(Near Infrared) pada satelit Landsat 8 OLI/TIRS memiliki resolusi spasial 30m x

30m, jadi, citra tersebut memiliki luas bidang sebesar 900 m2 untuk setiap piksel

atau kotaknya. Gambar 2.13 menunjukan resolusi spasial band 5 (Near Infrared).

2.8.5 Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan citra akibat kesalahan

radiometrik atau cacat radiometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk

memperbaiki nilai piksel agar sesuai dengan nilai atau warna asli. Efek dari

atmosfer menyebabkan nilai pantulan objek dipermukaan bumi yang terekam oleh

sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar, karena

adanya hamburan atau lebih kecil dalam proses serapan. Metode yang sering

digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran

histogram (histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan

(Projo Danoedoro, 1996).

Standar Landsat 8 yang disediakan oleh USGS terdiri dari bilangan yang

terkuantisasi dan terkalibrasi secara Digital Number (DN). Digtal Number

mewakili data gambar multispektral yang diperoleh dari kedua buah sensor (OLI

dan TIRS). Digital Number ditampilkan ke dalam format 16 bit unsigned integer

dan dapat dikalibrasi kembali ke nilai koreksi radiometrik Top Of Atmosphere

(TOA) menggunakan koefisien rescaling radiometrik yang disediakan dalam file

metadata (file MTL).

Persamaan koreksi radiometrik dengan memanfaatkan koefisien rescaling

reflektan yaitu sebagai berikut (landsat.usgs.gov):

ρλ' = MρQcal + Aρ (2.2)

Dimana:

ρλ' = Koreksi Reflektan TOA (Tanpa Elevasi Matahari).

Mp = Multiplicative Rescaling Factor Band.

(REFLECTANCE_MULTI_BAND_X)

Aρ = Additive Rescaling Factor Band

(REFLECTANCE_ADD_BAND_X)

Qcal = Standard Product Pixel Values atau Digital Number (DN).

Persamaan koreksi radiometrik dengan memanfaatkan koefisien rescaling

reflektan dan sudut matahari adalah sebagai berikut (landsat.usgs.gov):

(2.3)

Dimana:

ρλ' = Koreksi Reflektan TOA (Dengan Koreksi Sudut Matahari)

= Sun Elevation (SUN_ELEVATION)

2.9 Metode K-Nearest Neighbour

Metode K-Nearest Neighbour adalah sebuah metode untuk melakukan

klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling

dekat dengan objek tersebut.

Tujuan dari algoritma adalah mengklasifikasikan objek baru berdasarkan

atribut dan training sampel. Metode K-Nearest Neighbour sangatlah sederhana,

bekerja berdasarkan jarak terpendek dari query instance ke training sampel untuk

menentukan K-NN. Training sampel diproyeksikan ke ruang berdimensi banyak,

dimana masing-masing dimensi merepresentasikan fitur dari data. Ruang dapat

dibagi menjadi bagian-bagian berdasarkan klasifikasi training sampel. Sebuah

titik pada ruang ditandai kelas c jika kelas c merupakan klasifikasi yang paling

banyak ditemui pada k buah tetangga terdekat dari titik tersebut. Dekat atau

jauhnya tetangga biasanya dihitung berdasarkan Euclidean Distance yang

direpresentasikan sebagai berikut (A. J. Arriawati et al 2011; M. I. Sikki, 2009).

(2.4)

(2.5)

Keterangan:

a = Data sampel

b = Data uji / Training

ᵢ = Variabel data

d = Jarak

2.9.1 Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour

Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour berguna untuk mengetahui

tahapan-tahapan yang berada pada proses metode K-Nearest Neighbour.

Klasifikasi berguna untuk menentukan kelas dari suatu citra yang diteliti. Metode

klasifikasi yang digunakan dalam pembuatan aplikasi perbandingan yaitu Metode

K-Nearest Neighbour berdasarkan jumlah tetangga terdekat untuk penentuan

kelasnya.

Klasifikasi K-Nearest Neighbour terdiri dari beberapa tahapan antara lain

sebagai berikut:

1. Menentukan nilai k.

2. Menghitung jarak antara citra uji dengan seluruh citra dalam data yang

menggunakan rumus jarak Euclidean dan menentukan citra terdekat

dengan citra uji berdasarkan nilai k.

3. Menentukan hasil klasifikasi berdasarkan kelas yang memiliki anggota

terbanyak.

Gambar 2.14 Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour

2.10 Pemodelan Sistem

Pemodelan sistem merupakan salah satu bagian terpenting dalam

perancangan aplikasi Deteksi Luas Tutupan Vegetasi Gunung Agung Bali

Indonesia. Pemodelan sistem adalah langkah untuk menggambarkan secara umum

aplikasi yan dibangun. Bentuk gambaran umum digambarkan dengan use case

diagram dan activity diagram.

2.10.1 Use Case Diagram Use case diagram merupakan diagram yang menggambarkan kebutuhan

sistem dari sudut pandang user yang memperlihatkan hubungan-hubungan yang

terjadi antara actors dengan use case dalam sistem. Use Case Diagram

menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah sistem. Use Case

Diagram lebih mementingkan apa yang diperbuat sistem dan bukan bagaimana.

Simbol dari Use Case Diagram antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.5

berikut:

Tabel 2.5 Simbol pada Use Case Diagram

Simbol Nama Keterangan

Actor

Seseorang atau sesuatu yang

berinteraksi dengan sistem.

Use Case

Menggambarkan bagaimana

seseorang akan menggunakan

atau memanfaatkan sistem.

Relationship

Hubungan antara actor dan use

case. Terdapat dua hubungan:

1. <<include>> : Kelakuan

yang harus terpenuhi agar

sebuah event dapat terjadi.

2. <<extends>> :

Kelakukan yang hanya

berjalan di bawah kondisi

tertentu.

2.10.2 Activity Diagram

Activity Diagram merupakan salah satu cara untuk memodelkan segala

event yang terjadi dalam suatu use case. Activity Diagram secara sepintas mirip

dengan diagram alir (flowchart) yang memperlihatkan aliran kendali dari suatu

activity ke activity lainnya.

Simbol dari activity diagram antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.6

berikut:

Tabel 2.6 Simbol pada Activity Diagram

Simbol Nama Keterangan

Initial State Titik awal dimulai

activity

Final State Finish (akhir activity)

State Initial activity

Action State Activity

Decision Pilihan untuk

mengambil keputusan

Line Connector

Digunakan untuk

menghubungkan satu

symbol dengan symbol

lainnya.