bab ii tinjauan pustaka ii.1 kinerja · pdf file10 bab ii tinjauan pustaka ii.1 kinerja pabrik...
TRANSCRIPT
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kinerja Pabrik
Pabrik terdiri dari beberapa unit proses atau peralatan, seperti unit penyiapan
umpan, unit reaksi atau sintesis, serta unit pemisahan dan pemurnian produk yang
beroperasi pada kondisi tertentu. Analisis kinerja pabrik dilakukan dengan sasaran
untuk mendapatkan pemahaman operasi pabrik yang akurat yang dipakai untuk :
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, mengindentifikasi penurunan kinerja
alat, mengidentifikasi daerah kondisi operasi yang optimal untuk menaikkan
efisiensi operasi atau produk, serta mengidentifikasi model proses yang lebih baik
[Perry, 1999]. Tujuan akhir dilakukannya analisis kinerja pabrik adalah
keuntungan perusahaan yang lebih tinggi, pengendalian proses yang lebih baik,
pengoperasian pabrik yang lebih aman dan perancangan mengarah sempurna.
Kinerja pabrik sebagai unit bisnis diukur berdasarkan sasaran yang ditetapkan
untuk periode tertentu terhadap beberapa parameter seperti produksi, pemasaran
atau pencapaian finansial. Dari sisi teknik kinerja setiap pabrik diukur
berdasarkan parameter operasi kunci yaitu tingkat produksi, efisiensi, mutu
produk, keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan hidup.
II.1.1 Utilisasi Aset
Utilisasi aset adalah suatu alat untuk mengukur perbedaan antara kemampuan atau
kapasitas aset dalam menghasilkan produk dengan jumlah produk aktual yang
dihasilkan. Perbedaan tersebut yang dikenal sebagai opportunity gap. Utilisasi
aset merupakan konsep kritis dalam upaya pengurangan biaya produksi terkait
profitabilitas pabrik pada era pasar kompetitif global saat ini. Definisi utilisasi aset
yang umum digunakan oleh banyak perusahaan adalah rasio output aktual
terhadap output yang dapat dicapai jika pabrik berjalan pada kapasitas
maksimalnya selama 365 hari setahun dengan 100% kualitas produk terpenuhi
[Ellis, 1998].
11
Informasi yang diperoleh dari program utilisasi aset menjadi masukan bagi
manajemen pabrik dalam memantau kemampuan manufaktur pabrik secara
kontinyu untuk melihat peluang-peluang yang signifikan agar dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan. Dengan dijalankannya sistem utilisasi aset diharapkan
dapat terwujud sasaran pabrik sebagai aset perusahaan berjalan pada kapasitas
penuh dengan biaya rendah.
Program utilisasi aset dapat diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasi
dengan rincian data atau informasi sesuai kebutuhan pemakai. Tingkatan
organisasi tersebut mulai dari level industri, unit bisnis, divisi, pabrik, unit operasi
atau area proses, hingga ke unit sistem proses [Ellis,1998].
Pada level industri, model utilisasi aset dikembangkan berdasarkan segmen
industri yaitu agrikultur, kimia, bahan makanan, pertambangan, minyak dan gas,
kertas, farmasi, tenaga listrik serta tekstil. Dengan utilisasi aset dapat dilihat
bagaimana tiap segmen industri beroperasi dan mengkuantifikasikan peluang-
peluang yang signifikan pada masing-masing segmen industri.
Model utilisasi aset untuk level unit bisnis dijalankan pada tiap unit bisnis di
perusahaan. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan perminyakan yang
menerapkan ukuran utilisasi aset untuk unit-unit bisnisnya yaitu eksplorasi dan
produksi, produk perminyakan, dan bahan kimia.
Untuk level divisi atau site, utilisasi aset digunakan oleh suatu perusahaan yang
mengelompokkan operasi pabriknya berdasarkan lokasi geografis.
Pabrik merupakan tingkatan paling fundamental penerapan utilisasi aset dan
tingkatan dimana kebanyakan program utilisasi aset dimulai. Pada industri kimia
umumnya pabrik dinamakan berdasarkan produk yang dihasilkan seperti
ammonia, urea, etilen, benzena dan dapat juga disertai angka jika perusahaan
memiliki lebih dari satu pabrik yang menghasilkan produk yang sama misalnya
Urea-1 atau Ammonia-4.
12
Unit operasi atau area proses merupakan bagian dari pabrik seperti area furnace,
unit sintesis, atau unit pemurnian. Sedangkan unit sistem proses, area khusus
suatu unit proses seperti sistem uap, sistem udara pabrik, sistem nitrogen atau
sistem air pendingin.
Perhitungan yang dilakukan dalam program utilisasi aset didefinisikan sebagai
berikut [sumber: prosedur kerja utilisasi aset DSM]. Kehilangan produksi pada
periode pencatatan tertentu dihitung dengan persamaan berikut :
PLrec = MPC - AP jika AP < MPC
PLrec = 0 jika AP > MPC
dengan AP (Actual Production) adalah kuantitas produksi aktual yang dihasilkan
dan dicatat untuk periode tertentu (umumnya 24 jam untuk pabrik yang beroperasi
kontinyu) dan MPC (Maximum Proven Capacity) adalah kapasitas produksi
tertinggi pada periode tertentu yang pernah dicapai dan telah ditetapkan oleh
manajemen pabrik (untuk pabrik baru MPC adalah kapasitas desain pabrik).
Sedangkan PL (Production Loss) adalah kehilangan produksi pada periode waktu
tertentu.
Untuk periode pelaporan tertentu (umumnya setiap bulan), maka total kehilangan produksi adalah :
PL = ∑ PLrec
Kehilangan keuntungan yang diakibatkan oleh kehilangan kesempatan produksi
atau Production Opprtunity Gap (POG), dinyatakan dalam uang adalah :
POG = ∑ PLrec x GM dengan GM (Gross Margin) adalah keuntungan yang didapat untuk setiap satuan
produksi yang dapat dijual.
Production Asset Utilisation (PAU) didefinisikan sebagai rasio antara produksi
yang sesungguhnya terhadap produksi yang dapat dicapai jika pabrik berjalan
13
sesuai sasaran kapasitas maksimalnya (MPC). Jika produksi aktual selalu lebih
kecil atau sama dengan MPC dalam periode pelaporan, maka utilisasi aset
produksi dihitung dengan persamaan :
PAU = (∑ AP / ∑ MPC) x 100% = {(∑ MPC - ∑ PLrec) / ∑ MPC} x 100%
Sedangkan jika produksi aktual tidak selalu lebih kecil atau sama dengan MPC
dalam periode pelaporan, produksi lebih tinggi dari MPC diabaikan, utilisasi aset
produksi dihitung :
{(∑ MPC - ∑ PLrec) / ∑ MPC} x 100%
Biaya produksi atau mutu produk juga dapat dijadikan sebagai sasaran yang
ditetapkan untuk perhitungan utilisasi aset pabrik.
Program utilisasi aset tidak hanya mengidentifikasi opportunity gap, melainkan
juga mencatat sebab-sebab gap tersebut dan tidak tercapainya sasaran. Selanjutnya
sebab-sebab kehilangan produksi diidentifikasi secara rinci dan diklasifikasikan
sebagai masukan untuk program perbaikan.
II.1.2 Klasifikasi Persoalan Pabrik
Telah diuraikan di sebelumnya bahwa dari program utilisasi aset tercatat masalah-
masalah yang menyebabkan opportunity gap. Masalah-masalah beserta
penyebabnya perlu diidentifikasi dan diklasifikasikan secara terperinci
berdasarkan dua kriteria utama yaitu jenis kelompok penyebab dan tingkat besar
kecilnya penyimpangan yang ditimbulkannya terhadap sasaran. Dari kedua
kriteria tersebut akan memudahkan dalam mendefinisikan dan menganalisis
masalah, merekomendasikan tindakan perbaikan dan menentukan urutan prioritas
pekerjaan yang harus ditindaklanjuti.
14
Terdapat empat kategori utama kelompok fungsional dalam klasifikasi
permasalahan yang dihitung berdasarkan kontribusinya terhadap kehilangan
produksi berdasarkan konsep sistem Manufacturing Excellence yang diadopsi dari
perusahaan DSM Belanda, yaitu : operasi, pemeliharaan, bisnis dan eksternal.
Keempat kelompok fungsional di atas dengan subkategorinya seperti ditunjukkan
pada Tabel II.1.
Tabel II.1 Kelompok fungsional dan kategori penyebab masalah
Operasi Pemeliharaan Bisnis Eksternal
Prosedur & Pelatihan
Pengendalian Proses
Gangguan Proses
Teknologi Proses
Produk
Bahan Baku
Kegagalan Alat
Prosedur & Pelatihan
Shutdown terencana
Kapasitas Ekonomis
Bahan Baku
Permintaan
Utilitas
Keselamatan & Kesehatan Kerja Lingkungan Hidup
Bahan Baku
Lain-lain
Kategori operasi merupakan penyebab kehilangan kesempatan produksi yang
diakibatkan oleh masalah-masalah terkait proses operasi pabrik. Pada kategori ini
seperti terlihat dari Tabel II.1 termasuk masalah-masalah operasional seperti
personil operasi, pengendalian proses, gangguan proses, teknologi proses, produk
dan bahan baku. Sebagai contoh, kebuntuan pada pipa proses dan fouling yang
terjadi di alat penukar panas dan reboiler dimasukkan dalam kategori gangguan
proses. Masalah-masalah yang terjadi terkait perancangan proses atau
keterbatasan teknologi proses seperti tekanan keluaran pompa tidak mencukupi
karena impeller yang terlalu kecil, pendinginan yang kurang akibat alat penukar
panas dirancang terlalu kecil atau degradasi katalis karena umur sehingga
kapasitas pabrik menurun dimasukkan dalam kategori teknologi proses. Masalah
seperti kualitas bahan baku yang tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan masuk
kategori bahan baku.
15
Pada kategori kedua, masalah-masalah yang terkait fungsi peralatan pabrik
dikategorikan dalam kelompok pemeliharaan dengan subkategori kegagalan alat,
personil dan shutdown terencana yang terkait pemeliharaan peralatan pabrik.
Permasalahan berupa kerusakan atau kegagalan fungsi peralatan pabrik yang
mengakibatkan kehilangan produksi dimasukkan dalam kategori kegagalan alat.
Sebagai contoh adalah kerusakan mekanis pompa, kebocoran alat penukar panas,
kompresor trip, motor terbakar, atau kerusakan control valve.
Beberapa contoh penyebab kehilangan produksi atau produksi di bawah sasaran
kapasitas yang termasuk kategori bisnis adalah keterbatasan bahan baku, kapasitas
ekonomis optimum, variasi produk dan permintaan penjualan menurun.
Kategori eksternal mencakup masalah-masalah yang biasanya di luar kendali unit
bisnis yang bersangkutan seperti kekurangan utilitas dan bahan baku atau
peraturan mengenai keselamatan, kesehatan lingkungan berpengaruh pada
kapasitas produksi yang bisa dicapai.
Sebagai ilustrasi, pada Gambar II.2 ditunjukkan data distribusi masalah yang
menyebabkan terjadinya shutdown di pabrik urea.
Urea K-1 Plant Downtime
18.2313.10
3.96 3.84 2.11 0.89 0.33
57.54
0
25
50
75
100
Gas
Sup
ply
Plann
ed sh
utdo
wn
NH3
Plant
Elec
trica
l
Mar
ketin
g
Rot
ating
Equ
ipmen
t
Sta
tic E
quipmen
t
Instru
men
tatio
n
% d
ownt
ime
Gambar II.1 Data distribusi penyebab downtime pabrik urea Kaltim-1
[ Data Bagian Operasi Urea Kaltim-1, 2003]
16
II.1.3 Reliabilitas
Konsep reliabilitas tidak terlepas dari ukuran kinerja pabrik. Tingginya kehilangan
produksi yang diakibatkan persoalan proses dan peralatan pabrik menunjukkan
reliabilitas yang rendah. Sebaliknya jika reliabilitas pabrik tinggi maka produksi
sesuai sasaran akan dapat dicapai. Informasi awal reliabilitas proses dan peralatan
pabrik diperoleh dari program utilisasi aset yang telah mengidentifikasi dan
mengkategorisasikan kehilangan produksi berdasarkan kelompok penyebab
seperti diuraikan sebelumnya.
Reliabilitas mengukur kemampuan peralatan atau suatu proses dalam beroperasi
tanpa kegagalan untuk interval waktu tertentu jika dioperasikan dengan benar
pada kondisi tertentu oleh personil yang terlatih [Barringer, 2006]. Reliabilitas
melibatkan pihak pemeliharaan dan proses. Ada perbedaan sudut pandang dalam
pendekatan terhadap reliabilitas dari kedua kelompok tersebut seperti
diilustrasikan pada Tabel II.2. Kolaborasi dan kerja sama bagian proses,
pemeliharaan dan reliabilitas diperlukan untuk mencapai kinerja pabrik yang
optimal.
Tabel II.2 Pendekatan reliabilitas dari sudut pandang proses dan pemeliharaan
[Birchfield, 2000]
Fase-fase pengembangan reliabilitas dalam sistem pemeliharaan terdiri dari lima
tahapan yaitu : tahap reaktif, preventif, prediktif, proaktif dan reliability-driven.
17
Hirarki pengembangan reliabilitas dalam tahapan-tahapan seperti ditunjukkan
pada Gambar II.2.
Gambar II.2 Hirarki pengembangan reliabilitas [Barringer, 1998]
Menurut konsep Manufacturing Excellence (DSM) prosedur kerja perbaikan
reliabilitas peralatan dikelompokkan dalam dua sistem kerja paralel yaitu
pencegahan (prevent) dan penyelesaian (solve). Sistem pencegahan persoalan
menggambarkan bagaimana program pemeliharaan preventif dan prediktif
dikembangkan, sedangkan sistem penyelesaian persoalan menggambarkan kapan
dan bagaimana persoalan-persoalan reliabilitas peralatan pabrik diselesaikan.
Dalam sistem pencegahan persoalan terintegrasi beberapa praktek terbaik seperti
inspeksi berbasis resiko, monitoring kondisi peralatan dan pemeliharaan berpusat
reliabilitas. Di sini harus jelas hubungan antara peralatan, kondisi proses, mode
kegagalan potensial dengan program pemeliharaan preventif/prediktif yang
dijalankan.
Sistem penyelesaian persoalan yang dilakukan adalah membuat prioritas
persoalan yang harus ditangani, melakukan analisis persoalan reliabilitas secara
terstruktur dengan teknik analisis akar penyebab persoalan (root cause analysis)
dan penanganan persoalan berdasarkan akar penyebabnya yang telah
18
teridentifikasi, serta analisis terhadap keefektifan tindakan koreksi yang
diimplementasikan.
II.1.4 Analisis Akar Penyebab Persoalan (Root Cause Analysis)
Analisis akar penyebab persoalan (root cause analysis/RCA) adalah sebuah
metode dalam penyelesaian persoalan yang bertujuan untuk mengidentifikasi
penyebab-penyebab utama dari suatu persoalan atau kejadian. Praktek RCA
didasarkan pada keyakinan bahwa persoalan akan dapat diselesaikan paling baik
adalah dengan cara mengoreksi atau menghilangkan penyebab utamanya.
Akar penyebab persoalan adalah penyebab yang jika dilakukan tindakan koreksi
akan mencegah terulangnya kejadian atau terjadinya persoalan yang serupa [DOE,
1992]. Pencegahan terjadinya pengulangan persoalan secara total tidak selalu
berhasil, sehingga RCA sering dipertimbangkan sebagai proses iteratif yang
digunakan sebagai alat perbaikan yang terus menerus.
RCA bukan sebuah metodologi yang terdefinisi tunggal. Berdasarkan area asalnya
RCA dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu basis-keselamatan,
basis-produksi, basis-proses dan basis-sistem [en.wikipedia.or].
RCA berbasis keselamatan diturunkan dari investigasi kecelakaan pada bidang
keselamatan dan kesehatan kerja. Akar persoalan dalam bidang keselamatan
cenderung berupa gagal atau hilangnya safety barriers, resiko-resiko yang tidak
dikenali atau tidak mencukupinya rekayasa keselamatan.
RCA berbasis produksi berasal dari bidang pengendalian mutu pada industri
manufaktur. Akar persoalan berupa penyebab asal dari tidak terpenuhinya batasan
baku produk yang dihasilkan oleh lini produksi yang terdiri dari tahap-tahap
berurutan, dengan satu atau lebih kejadian malfungsi atau di luar toleransi.
RCA berbasis proses pada dasarnya mengikuti RCA berbasis produksi, tetapi
dengan cakupan yang diperluas meliputi proses bisnis di luar manufaktur.
Pandangan dasar sebuah akar persoalan adalah bahwa kesalahan proses individual
19
merupakan sumber persoalan. RCA kelompok ini terkait erat dengan praktek
perbaikan proses.
RCA berbasis sistem muncul berdasarkan ide-ide dalam bidang manajemen
perubahan, manajemen resiko, and sistem berpikir. Sebuah akar persoalan
menurut klasifikasi ini sering hadir pada level budaya organisasi dan manajemen
strategis.
Memusatkan tindakan korektif pada akar persoalan akan lebih efektif daripada
hanya menangani gejala-gejala dari persoalan yang terjadi. Agar efektif RCA
harus dijalankan secara sistematik dan pengambilan kesimpulan harus didukung
bukti-bukti. Biasanya persoalan memiliki lebih dari satu akar persoalan yang
mungkin.
Langkah-langkah umum dalam melakukan analisis akar persoalan adalah
mendefinisikan persoalan, mengumpulkan data/bukti, analisis hubungan sebab-
akibat, identifikasi akar penyebab, menentukan rekomendasi solusi dan
implementasi solusi beserta evaluasinya.
II.2 Manajemen Pengetahuan
Pengetahuan merupakan sesuatu yang tidak mudah diukur, maka suatu organisasi
harus mengelola pengetahuan sebagai aset secara efektif untuk mengambil
keuntungan sepenuhnya dari ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki juga
pengetahuan tersembunyi yang dimiliki karyawan dalam perusahaan. Rangkuman
dari beberapa studi mengenai definisi manajemen pengetahuan ditampilkan pada
Tabel II.3 [Kanagasabapathy , 2006].
Manajemen pengetahuan adalah aktifitas manajerial dalam mengembangkan,
memindahkan, mengirimkan, menyimpan dan mengaplikasikan pengetahuan,
serta menyediakan informasi bagi anggota organisasi untuk mengambil keputusan
dan tindakan yang tepat dalam mencapai tujuan organisasi.
20
Tabel II.3 Definisi Manajemen Pengetahuan Penulis Definisi Manajemen Pengetahuan
Ouintas dkk
(1997)
Manajemen pengetahuan adalah untuk menemukan,
mengembangkan, memanfaatkan, menyampaikan dan
menyerap pengetahuan di dalam dan di luar organisasi
melalui proses manajemen yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan saat ini dan mendatang.
Allee (1997),
Davenport
(1998),
Alavi dan
Leidner
(2001)
Manajemen pengetahuan adalah pengelolaan
pengetahuan perusahaan melalui proses spesifik yang
sistematik dan terorganisir untuk mengambil,
mengorganisasi, melestarikan, mengaplikasikan,
membagi dan memperbarui pengetahuan karyawan baik
tersembunyi maupun eksplisit untuk meningkatkan
performance organisasi dan menciptakan nilai.
Gupta dkk
(2000)
Manajemen pengetahuan adalah sebuah proses yang
membantu organisasi dalam menemukan, memilih,
mengorganisasi, diseminasi, dan memindahkan informasi
penting dan keahlian yang diperlukan untuk aktivitasnya.
Bhatt (2001) Manajemen pengetahuan adalah sebuah proses
menciptakan, validasi, presentasi, distrbusi dan aplikasi
pengetahuan.
Holm (2001) Manajemen pengetahuan adalah membawa informasi
yang tepat kepada orang yang tepat, membantu orang-
orang menciptakan pengetahuan serta berbagi dan
bertindak terhadap informasi.
Horwitch dan
Armacost
(2002)
Manajemen pengetahuan adalah kreasi, ekstraksi,
transformasi, serta penyimpanan pengetahuan dan
informasi yang tepat untuk merancang kebijakan yang
lebih baik, mengubah tindakan dan menyampaikan hasil.
21
Para praktisi manajemen pengetahuan menganggap bahwa pengetahuan adalah
sumber daya terpenting bagi organisasi modern, satu-satunya sumber daya yang
tidak dapat direplikasi oleh pesaing, dan oleh karena itu merupakan sumber
keuntungan yang khas dan kompetitif [Davenport dan Prusak, 1998]. Praktek-
praktek manajemen pengetahuan modern menitikberatkan pada penciptaan
pengetahuan baru dan aplikasi pengetahuan organisasi untuk memelihara
keuntungan strategis. Diasumsikan bahwa terdapat sistem dalam organisasi yang
mendukung kreasi pengetahuan dan bahwa pengetahuan yang relevan dari dalam
maupun luar telah tercatat sedemikian hingga dapat diambil kembali dan
digunakan. Organisasi harus siap untuk meninggalkan pengetahuan yang sudah
usang [Drucker, 1993]. Hubungan keterkaitan di antara faktor-faktor kunci dalam
manajemen pengetahuan disajikan pada Gambar II.3 .
Gambar II.3 Sumber-sumber pengetahuan, proses dan hasil dari
manajemen pengetahuan [Klobas, 1997]
Perekonomian dunia telah beralih dari industri manufaktur dan ekonomi yang
berorientasi produk ke ekonomi yang berbasiskan pengetahuan dan jasa dengan
komoditas utama adalah informasi atau pengetahuan. Manajemen kekayaan
intelektual yang efektif merupakan isu kritis dalam menghadapi ekonomi global
saat ini yang dikendalikan oleh informasi. Manajemen pengetahuan tidak semata-
22
mata tentang mengelola pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada mengelola
dan menciptakan budaya perusahaan yang memfasilitasi dan mendorong untuk
berbagi, pemanfaatan dan penciptaan pengetahuan yang mengarah pada
keuntungan kompetitif strategis perusahaan. Pencapaian budaya pengetahuan
mensyaratkan fokus manajerial pada tiga area yaitu penyiapan organisasi,
pengelolaan aset pengetahuan dan memanfaatkan pengetahuan untuk keuntungan
kompetitif [Abell dan Oxbrow, 1997].
Struktur hirarki manajemen pengetahuan tradisional seperti ditampilkan pada
Gambar II.4, memungkinkan alih pengetahuan secara vertikal melalui rantai
komando tipikal, tetapi menghambat alih pengetahuan secara horisontal yang
harus menyeberangi batasan fungsional organisasi. Kompetisi yang semakin ketat
dan lebih singkatnya laju perubahan teknologi membutuhkan alih pengetahuan
melewati batas-batas organisasi yang lebih baik [Gopalakrishnan and Santoro,
2004].
Pengembangan kelompok-kelompok pengetahuan yang tersusun dari para pekerja
pengetahuan dari area lintas-fungsi adalah langkah pertama menuju
pengembangan sistem alih pengetahuan yang terdistribusi sepenuhnya dalam
organisasi (vertikal dan horisontal). Anggota kelompok lintas fungsi memberikan
pembagian pengetahuan dari kelompok pengetahuannya kembali pada area
fungsional asal mereka. Contoh struktur organisasi berbasis kelompok
pengetahuan ditampilkan pada Gambar II.5. Organisasi pengetahuan pada Gambar
II.5 tersusun dari beberapa kelompok pengetahuan yang terdiri atas kelompok
pengetahuan yang dibentuk dari pekerja pengetahuan yang terpilih untuk
berpartisipasi pada kelompok pengetahuan karena pengetahuan dan ketrampilan
mereka. Idealnya pekerja pengetahuan dalam kelompok berasal dari latar
belakang organisasi dan pendidikan yang berbeda yang akan membawa
keragaman pengetahuan dan ketrampilan dalam kelompok.
23
Gambar II.4 Contoh hirarki manajemen organisasi tradisional [PT. Pupuk Kaltim, 2006]
24
Gambar II.5 Hirarki elemen-elemen organisasi pengetahuan
[Kanagasabapathy , 2006]
II.3 Basis Pengetahuan
II.3.1 Definisi
Basis pengetahuan adalah jenis basis data khusus yang ditujukan untuk
manajemen pengetahuan (knowledge management). Basis pengetahuan
menyediakan cara-cara mengumpulkan, mengorganisasi dan mengambil
pengetahuan dengan bantuan komputer. Basis pengetahuan yang lebih maju juga
memiliki kemampuan aplikasi dalam pengambilan keputusan. Pada kasus yang
sudah maju tersebut kandungannya adalah himpunan formula yang diasumsikan,
dengan setiap formula mempunyai muatan logika. Beberapa penulis memprediksi
bahwa basis data dapat menjadi basis pengetahuan selama sistem pengambilan
kembalinya mempunyai kemampuan mengambil kesimpulan
[en.wikipedia.org/wiki/Knowledge_base].
Basis pengetahuan secara umum dapat dikategorikan dalam dua kelompok utama,
yaitu basis pengetahuan yang dapat dibaca oleh mesin dan yang dapat dibaca oleh
25
manusia. Basis pengetahuan yang pertama menyimpan pengetahuan dalam format
yang terbaca oleh komputer, biasanya dengan aplikasi pengambilan keputusan
deduktif otomatis. Basis pengetahuan ini berisikan himpunan data, umumnya
berupa aturan-aturan yang menggambarkan pengetahuan dalam bentuk logika-
logika yang konsisten. Deduksi dapat dipakai sebagai dasar pengambilan
keputusan tentang pengetahuan di dalam suatu basis pengetahuan.
Basis pengetahuan kedua dirancang agar memungkinkan pemakai mengambil dan
menggunakan isi pengetahuan, misalnya untuk kebutuhan pelatihan. Basis
pengetahuan ini umumnya digunakan untuk menangkap pengetahuan eksplisit,
termasuk troubleshooting, artikel, dokumen, panduan pemakai dan lain-lain.
Keuntungan utama adalah menyediakan cara menemukan solusi dari suatu
persoalan yang telah diketahui solusi sebelumnya dan dapat diaplikasikan oleh
pihak lain yang kurang pengalaman pada persoalan terkait.
Beberapa basis pengetahuan mempunyai komponen kecerdasan tiruan. Jenis basis
pengetahuan seperti ini dapat memberikan saran solusi dari suatu persoalan
berdasarkan umpan-balik yang diberikan oleh pemakai dan memiliki kemampuan
belajar dari pengalaman. Representasi pengetahuan, pengambilan keputusan dan
argumentasi otomatis merupakan area penelitian yang berkembang pada bidang
kecerdasan tiruan.
Motivasi utama dalam pengembangan basis pengetahuan adalah menyediakan
arena untuk menangkap pengetahuan atau pengalaman. Secara tradisional, sistem
seperti itu dapat dilihat memberikan peran advisor dan keefektifannya dapat
dievaluasi dengan membandingkan rekomendasi dari pakar dengan keluaran dari
basis pengetahuan.
Basis pengetahuan merupakan inti dari suatu sistem pakar yang berupa
representasi pengetahuan dari pakar. Basis pengetahuan tersusun atas fakta dan
kaidah. Fakta adalah informasi tentang obyek, peristiwa, atau situasi. Kaidah
26
adalah cara untuk membangkitkan suatu fakta baru dari fakta yang sudah
diketahui. Menurut Gondran (1986) dalam Utami (2002), basis pengetahuan
merupakan representasi dari seorang pakar, yang kemudian dapat dimasukkan ke
dalam bahasa pemrograman khusus untuk kecerdasan buatan seperti PROLOG
dan LISP atau expert system shell (misalnya G2, CLIPS, EXSYS, dan lain-lain).
II.3.2 Representasi Pengetahuan
Representasi pengetahuan berkaitan dengan bagaimana menyimpan dan
memanipulasi informasi pengetahuan dalam sebuah sistem informasi dengan cara
formal sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
[en.wikipedia.org/wiki/Knowledge_representation]. Sistem yang dibuat mampu
melakukan penalaran atau menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta, sehingga
menirukan kecerdasan manusia.
Beberapa bentuk representasi pengetahuan yang dikenal adalah : logika, struktur
pohon, jaringan semantik, frame, naskah (script) dan sistem produksi (rules)
[Kusumadewi, 2003].
Logika merupakan bentuk representasi pengetahuan yang berupa proses menarik
kesimpulan berdasarkan fakta yang telah ada. Masukan dari proses logika berupa
premis atau fakta yang telah diakui kebenarannya sehingga dengan melakukan
penalaran pada proses logika dapat ditarik kesimpulan yang benar pula.
Struktur pohon menunjukkan hubungan antar obyek secara hirarkis. Sedangkan
jaringan semantik merupakan gambaran pengetahuan grafis yang menunjukkan
hubungan antar berbagai obyek dan informasi tentang obyek tersebut.
Frame adalah kumpulan pengetahuan tentang suatu obyek tertentu, memiliki slot
yang menggambarkan rincian dan karakteristik obyek tersebut.
Script merupakan skema representasi pengetahuan yang sama dengan frame yaitu
merepresentasikan pengetahuan berdasarkan karakteristik yang sudah dikenal.
27
Perbedaannya frame menggambarkan obyek, sedangkan script menggambarkan
urutan peristiwa.
Sistem produksi (IF-THEN rules) merupakan bentuk representasi pengetahuan
yang sangat banyak digunakan, berupa aturan yang terdiri dari premis dan
kesimpulan.
II.3.3 Metode Pengembangan Basis Pengetahuan
Metode pengembangan sistem basis pengetahuan klasik secara iteratif seperti
ditunjukkan pada Tabel II.4.
Tabel II.4 Tahapan-tahapan pengembangan basis pengetahuan [Chatterjea, 2000]
Followed By
Dalam lingkungan pengembangan basis pengetahuan tradisional, insinyur
pengetahuan diharapkan untuk sangat familiar dengan ranah pengetahuan ketika
membangun basis pengetahuan untuk ranah terkait. Proses pengembangan basis
28
pengetahuan seperti itu memakan waktu dan dapat menjadi suatu pekerjaan yang
menantang bagi seorang ahli yang menguasai permsalahan untuk sekaligus
bertindak sebagai insinyur pengetahuan.
Selain harus familiar dengan domain pengetahuan, tugas-tugas seperti berikut
pada berbagai tahap pengembangan harus dipahami oleh insinyur pengetahuan
[Musen, 1999] :
− Mengkarakterisasi tugas pengambilan keputusan yang diperlukan untuk
memecahkan masalah
− Mengidentifikasi konsep ranah utama permasalahan
− Mengkategorisasikan tipe pengetahuan yang diperlukan untuk
memecahkan masalah
− Mengidentifikasi strategi pengambilan keputusan yang dipakai pakar
− Mendefinisikan struktur inferensi untuk aplikasi yang dihasilkan
− Memformalisasikan hasil di atas secara generik dan dapat dipakai kembali
Tanggung jawab insinyur pengetahuan terlihat dominan dalam metodologi
pengembangan basis pengetahuan secara tradisional. Di sisi lain, peran pakar
menjadi lebih pasif mengikuti metode ini karena hanya bersifat mendukung
dengan menjelaskan ranah pengetahuan kepada insinyur pengetahuan.
Proses pengembangan basis pengetahuan berbeda dari siklus pengembangan
rekayasa perangkat lunak baku dan mengikuti model linier [Giaratno dan Riley,
1998] seperti ditunjukkan pada Gambar II.6 berikut :
29
Gambar II.6 Siklus pengembangan sistem basis pengetahuan [Giaratno dan Riley, 1998]
II.4 Basis Pengetahuan Pada Industri Proses
II.4.1 Pengetahuan Proses
Pengetahuan yang terdapat di pabrik proses sangat kompleks, bersifat hibrida dan
dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu : pengetahuan proses
spesifik dan pengetahuan proses umum, shallow knowledge dan deep knowledge,
serta pengetahuan struktural dan perilaku [Pramanik, 1989]. Sementara itu
klasifikasi lainnya mengelompokkan pengetahuan proses berdasarkan empat
kelompok utama yaitu pengetahuan struktur, perilaku, fungsi dan mode
[Chandrasekaran, 1993]. Struktur menggambarkan apa-apa yang ada secara fisik;
fungsi, apa yang dikerjakan; perilaku, bagaimana dikerjakannya dan mode, kapan
dikerjakan.
Pengetahuan proses spesifik merupakan pengetahuan yang mencakup informasi-
informasi yang terkait dengan proses tertentu. Informasi tersebut meliputi
spesifikasi pabrik yang mencakup deskripsi dan interkoneksi dari alat-alat proses,
30
serta informasi perancangan yang spesifik pada proses tersebut. Tercakup juga
pengetahuan berdasarkan kumpulan pengalaman mengenai proses tersebut dan
pengetahuan perilaku proses mengenai interaksi sebab-akibat diantara variabel-
variabel proses.
Pengetahuan proses umum merupakan pengetahuan yang mencakup informasi-
informasi yang tidak terikat pada proses tertentu. Terdiri dari model standar untuk
alat-alat proses yang umum di pabrik seperti katup, reaktor, penukar panas, dan
lain-lain, yang berlaku pada berbagai konfigurasi pabrik.
Shallow knowledge merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
pengalaman berulang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan pada
proses tertentu, tanpa memahami secara mendalam bagaimana hubungan sebab
akibat pada permasalahan tersebut. Sedangkan deep knowledge mencakup
pengetahuan structural dan perilaku mengenai hubungan sebab-akibat yang dapat
menjelaskan bagaimana sebuah permasalahan proses dapat terjadi [Pramanik,
1989].
Pengetahuan struktural adalah pengetahuan mengenai alat-alat proses dan lokasi
fisik relatifnya sesuai topologi pabrik. Item-item peralatan seperti valve, pompa
atau penukar panas adalah alat-alat dasar. Peralatan dapat pula berupa unit, sistem
dan sub-sistem yang berupa kumpulan alat. Sebagai contoh adalah sistem kendali,
furnace dan sistem pemroses umpan. Sumber utama informasi pengetahuan
struktural proses adalah dari diagram alir proses.
Pengetahuan fungsional adalah pengetahuan mengenai fungsi-fungsi atau peran
dari setiap alat dalam proses apakah beroperasi sesuai yang dikehendaki atau
tidak. Dalam hal ini fungsi dapat dikategorikan baik pada operasi normal maupun
pada situasi malfungsi. Untuk alat-alat elementer, fungsi cenderung independen
terhadap proses dan terkait pada alat, sementara untuk alat-alat yang kompleks
atau kumpulan alat, fungsi adalah spesifik terhadap proses.
31
Pengetahuan perilaku proses menggambarkan hubungan sebab-akibat dari
berbagai variabel proses, yang dapat dinyatakan lewat persamaan, aturan dan
prosedur yang menghubungkan input, output dan kondisi dari suatu proses. Pada
proses di pabrik pengetahuan perilaku proses terutama dibuat dalam bentuk model
fisik berdasarkan termodinamika, serta neraca massa, panas dan momentum.
Mode mengacu pada perilaku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu
alat dan biasanya berdasarkan kehendak dari perancang proses. Mode dapat
diklasifikasikan failure, fault dan normal. Normal mengacu pada perilaku di mana
variabel proses berada dalam batasan normal. Failure mengacu pada perilaku
abnormal saat terjadi malfungsi internal suatu alat. Sedangkan fault mengacu pada
perilaku abnormal yang dihasilkan dari masukan yang abnormal. Untuk alat
dalam kondisi fault, kondisi normal dapat dipulihkan dengan mengembalikan
masukan yang menyimpang ke arah normal.
II.4.2 Representasi Pengetahuan Proses
Sistem pendukung keputusan yang tergantung pada pengetahuan yang
direpresentasikan secara eksplisit, dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu berpusat
pada proses dan berpusat pada struktur [Elsas, 2001]. Sistem yang berpusat pada
proses difokuskan pada aliran bahan dan model fenomena fisika dan kimia yang
terjadi pada proses. Sistem berpusat pada struktur mengacu pada representasi dari
model peralatan dan komponen, serta menghubungkan perilaku proses yang
terjadi dengan mempertimbangkan struktur alat-alat yang menyusun proses.
Pada pengetahuan perilaku proses, hubungan interaksi sebab-akibat dari berbagai
variabel proses dapat direpresentasikan secara kualitatif dalam bentuk signed-
digraph (SDG) [Pramanik, 1989]. Sebagai contoh hubungan antara tekanan,
volume, dan suhu gas yang dinyatakan dengan persamaan PV=RT dapat
digambarkan dalam SDG seperti pada Gambar II.7.
32
Gambar II.7 Diagram SDG untuk persamaan gas [Pramanik, 1989]
Pada basis pengetahuan hubungan sebab-akibat yang digambarkan lewat SDG
dapat dituliskan dalam bentukpernyataan aturan IF-THEN .
Pengetahuan struktural yang menggambarkan informasi mengenai konektifitas
dari berbagai peralatan proses dapat direpresentasikan dengan frame. Sebagai
contoh representasi pengetahuan struktural dengan frame ditunjukkan pada
Gambar II.9 yang merepresentasikan reaktor dari diagram alir proses pada
Gambar II.8.
Gambar II.8 Contoh bagian diagram alir proses di pabrik [Pramanik, 1989]
Model representasi pengetahuan lain berbasis struktural yang dikembangkan
adalah representasi fungsional (FR) yang menguraikan pengetahuan proses
berdasarkan struktur fisik, mode operasi, fungsi dan perilaku proses [Elsas, 2001].
Model representasi fungsional ini ditujukan sebagai basis pengetahuan tunggal
yang dapat diaplikasikan pada berbagai aplikasi terkait situasi abnormal proses
seperti monitoring, diagnosis atau analisis resiko bahaya pada proses.
V
P T +
+ -
33
Gambar II.9 Contoh representasi frame untuk reaktor [Pramanik, 1989]
II.4.3 Aplikasi Sistem Berbasis Pengetahuan Proses
Sistem berbasis pengetahuan dapat dimanfaatkan pada banyak aplikasi yang
bersifat mendukung keputusan pada berbagai aktifitas di pabrik proses. Pada
pabrik ammonia sistem pakar berpotensi diaplikasikan pada berbagai area proses
seperti : pengoperasian reformer, troubleshooting proses pemisahan CO2,
pengoperasian sistem kukus, troubleshooting unjuk kerja kompresor/turbin,
manajemen alarm proses, serta pengoperasian pabrik yang efisien [Madhavan,
1990]. Secara garis besar aplikasi sistem berbasis pengetahuan pada pabrik proses
meliputi diagnosis kesalahan dan troubleshooting proses, pengendalian proses,
pelatihan, analisis resiko dan keselamatan, serta pemeliharaan dan reliabilitas.
Aplikasi troubleshooting dan diagnosis proses mencakup identifikasi
penyimpangan yang terjadi pada variable proses atau komponen peralatan proses
yang mengakibatkan ketidaknormalan operasi proses. Penyimpangan yang terjadi
dapat disebabkan oleh penyimpangan parameter proses, kegagalan alat atau
kesalahan instrumentasi. Dengan bantuan sistem berbasis pengetahuan proses
yang bertindak seolah-olah sebagai ahli, penyimpangan proses yang terjadi dapat
dideteksi dan rekomendasi tindakan perbaikan yang dikeluarkan sistem menjadi
panduan dalam menyelesaikan masalah.
34
Aplikasi sistem berbasis pengetahuan untuk pengendalian proses menunjang
sistem pengendalian proses di pabrik seperti distributed control system (DCS),
sehingga dapat meningkatkan kehandalan pengendalian proses dengan
mengembangkan basis pengetahuan sebagai mesin penalaran. Basis pengetahuan
untuk pengendalian proses dapat berupa shallow knowledge dengan basis aturan
(IF-THEN) atau deep knowledge berdasarkan model dinamik proses. Teknik
pengendalian proses dengan sistem pakar dapat dilakukan dengan cara close loop
dimana sistem pakar berdasarkan hasil analisis akan mengatur nilai setting pada
DCS atau dengan cara open loop dimana sistem pakar hanya mendiagnosis proses
dan memberikan rekomendasi kepada operator.
Kegiatan pelatihan operator proses dengan bantuan computer juga dapat menjadi
aplikasi sistem berbasis pengetahuan proses. Proyek simulasi untuk pelatihan
operator yang sedang dikembangkan oleh Pupuk Kaltim merupakan contoh
aplikasi sistem pakar untuk pelatihan. Sebuah contoh populer adalah sistem pakar
STEAMER yang dibuat untuk aplikasi pelatihan pengoperasian pembangkit listrik
tenaga uap. Simulator proses dinamik dapat dintegrasikan dengan sistem pakar,
dengan simulator sebagai model pabrik yang akan dioperasikan. Sistem pakar
dapat memonitor semua variabel proses dan tindakan yang dilakukan operator,
kemudian dapat pula memberikan instruksi kepada operator dan menjelaskan
kesalahan-kesalahan yang dibuat dalam pengoperasian proses lewat simulasi.
Analisis resiko dan keselamatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi potensi-
potensi resiko bahaya yang mungkin terjadi pada sebuah pabrik proses dapat
mengaplikasikan sistem berbasis pengetahuan. Beberapa teknik analisis semacam
ini adalah HAZOP, What-If Analysis, Fault Tree Analysis dan Failure Mode and
Effect Analysis. Metode-metode analisis tersebut pada umumnya menggunakan
skenario penalaran forward-chaining atau backward-chaining terhadap
kemungkinan-kemungkinan hubungan sebab-akibat kejadian resiko bahaya pada
proses di pabrik.
35
Aplikasi potensial sistem berbasis pengetahuan lainnya adalah pada unit
pemeliharaan peralatan proses untuk monitoring kondisi dan pemeliharaan
prediktif. Dengan basis pengetahuan, dapat diketahui kondisi dan kecenderungan
masalah yang mungkin terjadi pada peralatan proses. Informasi kerusakan dan
frekuensi penggantian alat beserta pengetahuan dan pengalaman mengenai alat
dapat dikembangkan menjadi basis pengetahuan sebagai sebuah sistem pakar yang
dapat digunakan untuk program pemeliharaan. Selain itu sistem pakar untuk
aplikasi pemeliharaan berpusat pada reliabilitas telah dikembangkan dan
implementasikan pada industri kimia [Fonseca, 2000].