bab ii tinjauan pustaka ii.1 kebakaran ii.1.1 definisi...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kebakaran
II.1.1 Definisi Kebakaran
Untuk memperoleh gambaran mengenai Alat Pemadam Api Ringan maka
perlu dipahami definisi dari kabakaran itu sendiri, karena seperti yang sudah
dijelaskan bahwa APAR ini berfungsi untuk memadamkan kebakaran yang
masih kecil. Adapun definisi kebakaran antara lain:
• Menurut Perda DKI No.3 tahun 1992
Definisi kebakaran secara umum adalah suatu peristiwa atau
kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan
keselamatan jiwa maupun harta benda.
• Menurut NFPA
Secara umum kebakaran didefinisikan sebagai : suatu peristiwa
oksidasi yang melibatkan tiga unsur yang harus ada, yaitu ; bahan bakar
yang mudah terbakar, oksigen yang ada dalam udara, dan sumber energy
atau panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda, cidera
bahkan kematian.
• Menurut David A Cooling
Kebakaran adalah sebuah reaksi kimia dimana bahan bakar di
oksidasi sangat cepat dan menghasilkan panas
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan
dimana unsur-unsur yang membentuknya terdiri dari bahan bakar, oksigen dan
sumber panas yang membentuk suatu reaksi oksidasi dan menimbulkan kerugian
materiil dan moril.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
9
II.1.2 Unsur-Unsur Terjadinya Kebakaran
Berdasarkan definisi kebakaran diatas, maka suatu kebakaran terjadi
ketika material atau benda yang mudah terbakar dengan cukup oksigen atau bahan
yang mudah teroksidasi bertemu dengan sumber panas dan menghasilkan reaksi
kimia. Untuk membentuk suatu kebakaran maka diperlukan adanya unsur-unsur
yang satu sama lain saling mempengaruhi, tanpa adanya salah satu unsur
pembentuknya maka kebakaran tidak akan terjadi.
II.1.2.1 Panas
Panas adalah bentuk energi yang bisa digambarkan sebagai suatu kondisi
“zat dalam gerak” yang disebabkan oleh gerakan molekul. Setiap zat
mengandung beberapa panas, tanpa memperhatikan berapa rendah suhu, karena
molekul bergerak secara terus menerus. Bila badan suatu zat terpanasi, maka
kecepatan molekul tersebut bertambah dan dengan demikian suhu juga
bertambah. Segala sesuatu yang membentuk molekul dari suatu bahan dalam
gerakan yang lebih cepat menghasilkan panas dalam bahan tersebut. Lima
kategori umum energi panas adalah sebagai berikut : kimia, listrik, mekanik,
nuklir, surya.
II.1.2.2 Bahan Bakar
Bahan bakar adalah materi atau zat yang seluruhnya atau sebagian
mengalami perubahan kimia dan fisik apabila terbakar. Dapat berbentuk padat,
cair, atau gas.
Sifat-sifat benda yang terbakar sangat dipengaruhi oleh :
• Titik nyala (Flash Point) merupakan temperature minimum dari cairan
dimana dapat memberikan uap yang cukup dan bercampur dengan udara
dan membentuk campuran yang dapat terbakar dekat permukaan cairan
• dan akan menyala sekejap bila diberi sumber penyalaan karena tidak
cukup banyak uap yang dihasilkan.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
10
• Batas daerah terbakar (Flammability Limits) merupakan campuran uap
bahan bakar di udara hanya akan menyala dan terbakar dengan baik pada
derah konsentrasi tertentu
• Suhu penyalaan sendiri (Auto Ignition Temperature) merupakan suhu zat
dimana dapat menyala dengan sendirinya tanpa adanya panas dari luar
II.1.2.3 Oksigen
Udara adalah sumber utama oksigen. Unsur gas pembakaran yang
dapat menimbulkan nyala api dalam batas antara 13-21 %
II.1.3 Klasifikasi Kebakaran
II.1.3.1 Kategori Kebakaran
Kategori kebakaran adalah penggolongan kebakaran berdasarkan jenis
bahan yang terbakar. Dengan adanya kategori tersebut, akan lebih mudah dalam
pemilihan media pemadaman yang dipergunakan untuk memadamkan kebakaran.
• Kategori Kebakaran Berdasarkan Per-04/MEN/1980
1. Kelas A- Kebakaran bahan padat kecuali logam
2. Kelas B- Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar
3. Kelas C- Kebakaran instalasi listrik bertegangan
4. Kelas D- Kebakaran Logam
• Klasifikasi kebakaran menurut NFPA 1 dibagi dalam 4 kelas, yaitu :
1. Kelas A
yaitu kebakaran pada material yang mudah terbakar, misalnya
kebakaran kertas, kayu, plastic, karet, busa dan lain-lain
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
11
2. Kelas B
yaitu kebakaran bahan cair yang mudah menimbulkan nyala api
(flammable) dan cairan yang mudah terbakar (combustible) misal
kebakaran bensin, solven, cat, alcohol, aspal, gemuk, minyak, gas
LPG, dan gas yang mudah terbakar.
3. Kelas C
yaitu kebakaran listrik yang bertegangan
4. Kelas D
yaitu kebakaran logam, misalnya magnesium, titanium, sodium,
lithium, potassium, dll.
5. Kelas K
Kebakaran pada peralatan memasak dimana termasuk medianya
seperti minyak sayur-sayuran dan hewan, dan lemak.
Berdasarkan kategori-kategori tersebut maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kategori kebakaran:
1. Kelas A – Kebakaran yang terjadi pada bahan padat bukan logam
seperti kayu, kertas, plastik, dll
2. Kelas B – Kebakaran yang terjadi pada bahan cair dan gas seperti
bensin, minyak tanah, elpiji, solar dan lain-lain
3. Kelas C – Kebakaran pada peralatan listrik bertegangan
4. Kelas D – Kebakaran yang terjadi pada bahan logam.
II.1.3.2 Klasifikasi Tingkat Potensi Bahaya Kebakaran
Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran adalah pengelompokan atas
hunian untuk disesuaikan dengan fasilitas penanggulangan kebakaran yang
diperhitungkan
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
12
• Dalam SNI 03-3987-1995, klasifikasi bahaya kebakaran digolongkan
dalam 4 golongan, yaitu:
1. Bahaya Kebakaran Ringan
Bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat hanya sedikit
barang-barang jenis A yang dapat terbakar, termasuk perlengkapan,
dekorasi dan semua isinya. Tempat yang mengandung bahaya ini
meliputi bangunan perumahan (hunian), pendidikan (ruang kelas),
kebudayaan, kesehatan dan keagamaan.
Kebakaran berdasarkan perhitungan bahwa barang-barang
dalam ruangan bersifat tidak mudah terbakar, atau api tidak mudah
menjalar. Di sini juga termasuk barang-barang jenis B yang
ditempatkan pada ruang tertutup dan tersimpan aman.
2. Bahaya Kebakaran Menegah
Bahaya kebakaran pada tempat dimana terletak barang-barang
jenis A yang mudah terbakar dan jenis B yang dapat terbakar dalam
jumlah lebih banyak dari pada yang terdapat di tempat yang
mengandung bahaya kebakaran ringan. Tempat ini meliputi bangunan
perkantoran, rekreasi, umum, pendidikan (ruang praktikum).
3. Bahaya Kebakaran Tinggi
Bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat barang-barang
jenis A yang mudah terbakar dan jenis B yang dapat terbakar, yang
jumlahnya lebih banyak dari yang diperkirakan dari jumlah yang
terdapat pada bahaya kebakaran menengah. Tempat ini meliputi
bangunan transportasi (terminal), perniagaan (tempat pameran hasil
produksi, show room), pertokoan, pasar raya, gudang.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
13
• Sedangkan NFPA-10 menetapkan klasifikasi tingkat potensi bahaya
kebakaran terdiri dari:
1. Bahaya ringan
Bahaya ringan ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair
yang mudah terbakar memiliki jumlah sedikit. Contoh yang termasuk
bahaya ringan adalah kantor, kelas, tempat ibadah, tempat perakitan,
lobi hotel.
2. Bahaya sedang
Bahaya sedang ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair
yang mudah terbakar memiliki jumlah yang lebih dari klasifikasi
bahaya ringan. Contoh yang termasuk bahaya sedang adalah area
makan, gudang, pabrik lampu, pameran kendaraan, tempat parkir.
3. Bahaya tinggi
Bahaya tinggi ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair
yang mudah terbakar yang sedang digunakan, yang masih tersimpan,
dan/atau sisa prosuk melebihi kapasitas. Contoh yang termasuk bahaya
tinggi adalah bengkel, hangar, penggergajian kayu, pengecatan.
II.1.4 Pencegahan Kebakaran
Kebakaran dapat dilakukan pemadaman dengan menghilangkan unsur-
unsur yang dapat menyebabkan kebakaran terjadi. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa unsur-unsur tersebut adalah sumber panas, oksigen, dan
bahan bakar. Unsur-unsur tersebut akan bereaksi secara kimia dan dapat
menyebabkan kebakaran. Oleh karena itu, teori pemadaman api itu sendiri adalah
dengan menghilangkan unsur dan terjadilah pemutusan reaksi sehingga
kebakaran yang terjadi tidak semakin membesar. Dalam buku dasar-dasar
penanggulangan kebakaran dijelaskan bahwa teknik-teknik pemadaman antara
lain :
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
14
• Cooling/Pendinginan
Suatu kebakaran dapat dipadamkan dengan menghilangkan panas serta
mendinginkan permukaan dan bahan yang terbakar dengan bahan semprotan air
sampai menmencapai suhu dibawah titik nyalanya. Atau dengan kata lain
mengurangi/ menurunkan panas sampai benda yang terbakar mencapai suhu
dibawah titik nyalanya (flash point). Pendinginan permukaan yang terbakar
tersebut akan menghentikan proses terbentuknya uap.
• Smothering/Penyelimutan
Kebakaran dapat juga dipadamkan dengan menghilangkan unsur oksigen
atau udara. Menyelimuti bagian yang terbakar dengan karbondioksida atau busa
akan menghentikan suplai udara. Biasa juga dikenal dengan sistem pemadaman
isolasi/lokalisasi yaitu memutuskan hubungan udara luar dengan benda yang
terbakar, agar perbandingan udara dengan bahan bakar tersebut berkurang.
• Memisahkan bahan yang terbakar (starvation)
Suatu bahan yang terbakar dapat dipisahkan dengan jalan menutup aliran
yang menuju ke tempat kebakaran atau menghentikan supplai bahan bakar yang
dapat terbakar. Yaitu mengurangi atau mengambil jumlah bahan-bahan yang
terbakar menutupi aliran bahan yang terbakar.
• Memutus Rantai Reaksi
Pemutusan rantai reaksi pembakaran dapat juga dilakukan secara fisik,
kimia atau kombinasi fisik-kimia. Secara fisik nyala api dapat dipadamkan
dengan peledakan bahan peledak ditengah-tengah kebakaran. Secara kimia
pemadaman nyala api dapat dilakukan dengan pemakaian bahan-bahan yang
dapat menyerap hidroksit (OH) dari rangkaian reaksi pembakaran. Bahan-bahan
tersebut dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :
- logam alkali berupa tepung kimia kering (dry chemical).
- Ammonia berupa tepung kimia kering
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
15
- Halogen yeng berupa gas dan cairan
II.2 Alat Pemadam Api Ringan
II.2.1 Definisi dan Bagian APAR
Adapun definisi Alat Pemadam Api Ringan adalah sebagai berikut :
• Menurut (PER.04/MEN/1980).
Alat pemadam api ringan adalah alat yang ringan serta mudah dilayani
oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadinya kebakaran
• Menurut SNI 03-3987-1995
APAR adalah pemadam api ringan yang ringan, mudah
dibawa/dipindahkan dan dilayani oleh satu orang dan alat tersebut hanya
digunakan untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran pada saat api
belum terlalu besar.
Berdasarkan definsi-definsi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Alat
Pemadam Api Ringan adalah salah satu alat pemadam api yang mudah
dibawa/dipendahkan dan dapat dioperasikan oleh satu orang untuk memadamkan
api pada mula terjadinya kebakaran dan sangat efektif digunakan pada kebakaran
yang baru mulai.
II.2.2 Cara Bekerja APAR
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kebakaran terjadi
dikarenakan adanya tiga unsur yaitu panas, udara dan bahan bakar dengan
terjadinya reaksi kimia. Oleh karena itu, untuk memadamkan kebakaran maka
harus dilakukan pemutusan reaksi tersebut. Pada APAR pemadaman api
tersebut juga prosesnya sama, yaitu menghilangkan salah satu unsur untuk
terjadinya kebakaran. Proses tersebut dapat dilakukan dengan menghilangkan
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
16
panas dari pembakaran bahan bakar, menghilangkan atau memindahkan oksigen
atau dengan memberhentikan reaksi kimia.
Mengingat kemampuan daya padam dari APAR sangat terbatas, maka
penggunaanya pada tahap awal saja, yaitu pada 5 menit pertama terjadinya
kebakaran. Namun demikian tindakan pemadaman pada tahap 5 menit pertama
sangatlah menentukan. Mengenai cara penggunaan APAR adalah dimulai dari
pangkal api yang paling tipis, yaitu dibelakang arah angin atau disamping
kiri/kanan api (dasar-dasar penanggulangan kebakaran). Adapun cara kerjanya
adalah ketika handle dari APAR ditekan, ada tekanan ke dalam tabung yang
memaksa agent (bahan pemadam) yang ada di dalam tabung melewat pipa
pemindah dan keluar melalui mulut pancar dan memadamkan api
(www.osha.gov).
II.2.3 Sistem Penilaian APAR
APAR digolongkan menurut maksud penggunaannya dalam 4 kelas,
yaitu kelas api A, B, C, dan D. Sebagai tambahan pada bentuk penggolongan,
maka alat pemadam kelas A dan kelas B mendapatkan penilaian angka. System
penilaian angka didasarkan pada tes yang dilakkan oleh Underwriter’s
Laboratories dan Underwiter laboratories of Canada (ULC). Tes-tes tersebut
digunakan untuk menentukan potensi memadamkan untuk setiap ukuran dan
jenis alat pemadam. Alat pemadam api kelas C hanya mendapatkan penilaian
huruf, karena pada intinya api kelas C merupakan api kelas A dan kelas B yang
melibatkan peralatan tenaga listrik. Alat pemadam api kelas D juga tidak
mempunyai suatu penilaian angka. Penilaian huruf ganda atau angka huruf
digunakan pada alat pemadam kebakaran yang efektif digunakan pada lebih dari
1 kelas api.
Kemampuan pemadam APAR dinyatakan berdasarkan klasifikasi yang
dimiliki, dinyatakan dengan symbol “huruf”, dan rating yang dimiliki dinyatakan
dengan symbol “bilangan”.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
17
Contoh : 40-A
Angka 40 : Bilangan untuk menyatakan rating APAR
Huruf A : menyatakan klasifikasi APAR
II.2.3.1 Penilaian APAR kelas A
Rating kelas A bervariasi mulai dari 1-A APAR yang berisi air: 1.25 galon
dan mampu memadamkan kebakaran-kebakaran kelas A dengan ukuran tertentu.
APAR yang memiliki rating 2-A akan berisi media pemadam yang setara dengan
2.5 galon dan mampu memadamkan dua kali APAR rating 1-A kelas yang sama.
APAR kelas A dinilai mulai dari 1-A sampai dengan 40-A. untuk 1-A dibutuhkan
1 ¼ gallon (5liter) air.
II.2.3.2 Penilaian APAR kelas B
Alat pemadam yang cocok untuk digunakan pada api kelas B digolongkan
dengan penilaian angka berkisar mulai dari 1-B sampai dengan 640-B. Penilaian
didasarkan pada perkiraan meter persegi wilayah suatu kebakaran cairan yang
mudah terbakar yang dapat dipadamkan oleh operator tidak ahli.
II.2.3.3 Penilaian APAR kelas C dan D
Kelas C dan D belum mempunyai standart rating. Hanya media pemadam
harus diuji penghantaran listrik untuk kelas C dan cairan untuk kelas D, karena
jika kebakaran kelas D adalah metal jika dipakai sifat cairan maka akan terurai H2
san O2 sehingga dapat menimbulkan ledakan.
II.2.3.4 Penilaian APAR berganda
Alat-alat pemadam yang cocok digunakan lebih dari 1 kelas api harus
diberi tanda dengan simbol-simbol ganda A, B, dan atau C. ketiga kombinasi yang
paling umum adalah kelas A-B-C, kelas A-B dan kelas B-C. Tidak ada alat
pemadam dengan penilaian kelas A-C.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
18
II.2.4 Klasifikasi APAR
Berdasarkan fasenya media pemadaman dibagi menjadi 3 golongan besar
(dasar-dasar penanggulangan kebakaran), yaitu:
1. Media Pemadaman Jenis Padat
Misalnya Pasir, tanah atau lumpur; karung atau kain basah; selimut api
(Fire Blanket), tepung kimia (Dry Chemical Powder)
2. Media Pemadaman Jenis Cair
Misalnya air, busa, soda, cairan mudah menguap (Hallon)
3. Media Pemadaman Jenis Gas
Misalnya karbondioksida, nitrogen, argon
Berdasarkan OSHA CFR 1910.157(c)(3) dijelaskan bahwa media
pemadaman APAR tidak boleh berasal dari bahan Carbontetraklorida atau
chlorobromethana. Hal ini dikarenakan bahan tersebut bersifat toksik dan dapat
menyebabkan kanker.
• Air pressurized water extinguishers ( Jenis cairan )
Air merupakan bahan pemadam api yang umum digunakan, sifatnya
dalam memadamkan kebakaran adalah dengan menyedot kuantitas panas
yang besar (training penanggunlangan kebakaran). APAR yang berisikan air
ini sangat cocok digunakan untuk kebakaran-kebakaran tipe A, yaitu
kebakaran bahan padat bukan logam, contohnya kayu, kertas, karton/kardus,
kain, kulit, plastik. Sistem kerja dari APAR yang berisikan air ini adalah
dengan menghilangkan unsur panas dari segitiga api, yaitu mendinginkan
permukaan dari bahan bakar tersebut (www.osha.gov). APAR jenis ini tidak
boleh digunakan pada kebakaran pada cairan mudah terbakar dan juga
kebakaran pada elektrik, dikarenakan air merupakan penghasil panas yang
baik sehingga api akan semakin membesar.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
19
• CO2 (carbon dioxide) extinguisher
APAR ini berisikan bahan karbondioksida (CO2) yang merupakan gas
tidak mudah terbakar pada tekanan sangat rendah. Api dipadamkan dengan
menggantikan oksigen atau dengan kata lain mengisolasi oksigen yang
merupakan salah satu element dari segitiga api. CO2 mempunyai pengaruh
pendinginan yang efektif dan memadamkan api dengan mengurangi kadarnya
oksigen dari udara. (www.osha.gov)
APAR tipe ini sangat cocok digunakan untuk kebakaran tipe B dan C,
yaitu kebakaran bahan cair atau gas mudah terbakar dan kebakaran instalasi
listrik bertegangan. APAR ini jangan digunakan pada kebakaran tipe A
dikarenakan api semakin membesar jika karbon dioksida sudah habis. Selain
itu, jangan menggunakan APAR ini pada ruangan tertutup ketika masih ada
orang tanpa menggunakan alat pelindung pernafasan yang baik (dasar-dasar
penanggulangan kebakaran).
• Dry chemical extinguishers ( Tepung kering )
APAR jenis ini dikenal dengan nama tepung kering. APAR ini
memadamkan api dengan menutup bahan bakar dengan lapisan dari bubuk
dari dry chemical tersebut, yaitu memisahkan bahan bakar dari oksigen.
Bubuk tersebut juga menghentikan reaksi kimia, dimana meningkatkan
keefektifan dari pemadaman api ini. (www.osha.gov)
Secara umum, cara kerja tepung kimia memadamkan api adalah
sebagai berikut (Buku dasar-dasar penanggulangan kebakaran) :
a. Secara Fisis
Yaitu memutuskan hubungan udara luar dengan benda yang terbakar
(Smothering) atau penyelimutan bahan bakar sehingga tidak terjadi
penyempurnaan antara oksigen dengan uap bahan bakar (isolasi)
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
20
b. Secara Kimiawi
Yaitu memutuskan rantai reaksi pembakaran, dimana partikel-partikel
tepung kimia tersebut akan menyerap radikal hidroksil dari api.
Berdasarkan klasifikasi kebakaran yang dapat dipadamkan dibagi
sebagai berikut (Buku dasar-dasar penanggulangan kebakaran) :
1. Tepung Kimia Regulur
Tepung ini sangat efisien untuk memadamkan api dari kelas
kebakaran B dan C. Adapun bahan dasarnya adalah :
o Sodium Bikarbonat?baking Soda (NaHCl3)
o Potasium bikarbonat (KHCO3)
o Potasium Karbonat
o Potasium Clorida
2. Tepung Kimia Multipurpose
Biasa digunakan dengan istilah tepung kimia serbaguna, dengan
kemampuannya dapat memadamkan api dari kelas kebakaran A, B dan
C. Adapun bahan dasarnya adalah
o Kalium Sulfat
o Monoammonium Fosfat
Tepung kimia multipurpose ini dipergunakan untuk pemadaman
karena mempunyai sifat-sifat : dapat menyerap panas sekaligus
mendinginkan, dapat menahan radiasi panas, bukan penghantar listrik,
mempunyai daya lekat yang baik dan menghalangi terjadinya oksidasi
pada bahan bakar.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
21
II.2.5 Pengelolaan APAR
II.2.5.1 Pemilihan APAR
Pemilihan APAR ditentukan oleh karakteristik bahaya kebakaran yang
akan diantisipasi. Oleh karena itu, untuk menentukan APAR yang akan
digunakan maka harus ditentukan terlebih dahulu klasifikasi bahaya kebakaran
yang mungkin terjadi. Berdasarkan NFPA 10 dijelaskan tipe APAR yang baik
digunakan berdasarkan klasifikasi bahaya kebakaran, yaitu :
Tipe APAR yang cocok digunakan untuk Kelas A
o Air
o Halon
o Multipurpose dry chemical
o Wet Chemical
APAR yang digunakan untuk kelas B
o Aqueous film-forming foam (AFFF)
o Film-forming fluoroprotein foam (FFFP)
o Carbon dioxide
o Dry chemical type
o Halogenated agent type
APAR yang digunakan untuk kelas C
Untuk kebakaran kelas C, maka lebih baik digunakan APAR berbahan Halon.
APAR yang digunakan untuk kelas D
Bahan pemadan untuk bahaya kebakaran kelas D seharusnya menggunakan
bahan pemadam spesifik untuk logam.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
22
II.2.5.2 Pemasangan APAR
Berdasarkan Permen 04/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan
pemeliharaan APAR dijelaskan bahwa :
1. Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada
posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta
dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan.
2. Tinggi pemberian tanda pemasangan adalah 125cm dari dasar lantai tepat
diatas satu atau kelompok alat pemadam bersangkutan
3. Pemasangan dan penempatan jenis APAR harus sesuai dengan jenis dan
penggolongan kebakaran.
4. Jarak antara APAR satu dengan APAR yang laiinya tidak boleh melebihi 15
meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja
5. Dilarang memasang dan menggunakan APAR yang didapati sudah
berlubang-lubang atau cacat karena karat.
6. Setiap APAR harus ditempatkan (dipasang) menggantung pada dinding
dengan penguatan sengkang atau dengan konstruksi penguatan lainnya dan
ditempatkan pada lemari (box) yang tidak dikunci.
7. Pemasangan APAR dengan bagian paling atas berada pada ketinggian 1.2 m
dari lantai kecuali jenis CO2 dan tepung kering dapat ditempatkan lebih
rendah dengan syarat jarak antara dasar APAR tidak kurang 15 cm dari
permukaan lantai.
8. APAR tidak boleh dipasang pada ruangan atau tempat dimana suhu melebihi
49 C atau turun sampai minus 44 C kecuali APAR tersebut dibuat khusus
untuk suhu diluar batas tersebut.
9. Semua tabung APAR sebaiknya berwarna merah.
10.
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
23
Sedangkan berdasarkan NFPA 10 penempatan APAR yaitu :
1. Di tempat yang mudah dilihat
2. Bebas dari barang-barang atau peralatan yang disimpan
3. Dekat dengan jalan, pintu masuk dan keluar
4. Dapat dibaca dengan mudah
5. Bebas dari kemungkinan adanya kerusakan fisik
6. Dipasang dengan basis lantai per lantai
Tabel II.1 Pemempatan APAR untuk kelas A
Bahaya Ringan Bahaya Sedang
Bahaya Tinggi
Minimum Tipe pemadam
2-A 2-A 4-A
Maksimum luas area per unit APAR
278.7 m2 139.35 m2 92.9 m
Jarak antar APAR 22.7 m 22.7 m 22.7 m
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa penempatan APAR yang baik adalah sebagai berikut:
- APAR harus berada pada posisi yang mudah dilihat, mudah dicapai dan
dijangkau seperti misalnya jalan dekat dengan pintu keluar, dll.
- Penempatan APAR tidak boleh terhalangi oleh barang apapun atau
peralatan yang disimpan
- Setiap APAR harus diberi tanda pemasangan dengan ketentuan ukuran-
ukuran yang telah ditentukan berdasarkan PER.04/MEN/1980, yaitu
berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran 35 cmx 35 cm, dengan dasar
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
24
berwarna merah dan tulisan berwarna putih dengan tinggi huruf 3cm dan
tinggi tanda panah 7.5cm.
- Jarak antara satu APAR dengan APAR lainnya tergantung dari potensi
bahaya kebakaranya, biasanya jarak yang dipakai kurang lebih 15 meter.
- Setiap APAR harus digantung dengan menggunakan penguat sekang atau
dapat juga diletakan pada lemari box yang dengan syarat lemari tersebut
tidak terkunci, apabila terkunci maka setidaknya harus ada palu pemukul
kaca yang diletakan di samping APAR tersebut, dan tembus pandang
(kaca).
- Jarak antara lantai dengan bagian paling atas dari APAR tidak boleh
melebihi 1.5 m (untuk berat APAR kurang dari 20 kg) dan 1.2 m (untuk
berat APAR lebih dari 20 kg). (SNI 03-3987-1995)
II.2.5.3 Inspeksi APAR
Inspeksi adalah suatu pemeriksaan cepat dari APAR yang memastikan
bahwa APAR dapat beroperasi dengan baik. Hal ini dilakukan dengan memeriksa
bahwa APAR berada pada tempat yang telah ditentukan (yakinkan bahwa APAR
tidak dipindahkan) dan APAR tidak dalam kondisi cacat atau rusak. Inspeksi atau
pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa: pemadam berada ditempatnya,
segelnya belum dibuka, tidak ada kerusakan fisik yang tampak oleh mata, dan
tidak ada kondisi yang dapat merintangi jalannya operasi.
Berdasarkan NFPA-10, APAR sebaiknya dilakukan inspeksi dengan
interval sebulan sekali. Alat-alat pemadam api harus diperiksa secara teratur
untuk meyakinkan bahwa alat-alat tersebut bisa didapat dengan mudah dan
dioperasikan. NFPA 10 juga menjelaskan bahwa pelaksanaan inspeksi sebaikya
dilakukan pengecekan sebagai berikut:
APAR berada tepat pada lokasi yang sudah di tentukan
APAR yang telah ditempatkan tersebut tidak ada benda ataupun yang
menghalangi untuk dijangkau atau APAR tersebut mudah dilihat
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
25
Petunjuk penggunaan dapat dibaca dengan jelas serta menghadap ke luar
Pastikan kunci pengaman dan segel penyongkel tidak rusak
Periksa apakah ada kerusakan fisik, korosif, dan bocor.
Pastikan berat APAR, Yakinkan bahwa alat pemadam berisi penuh
pengantar dan/ atau diberikan tekanan penuh dengan memeriksa meteran
tekanan, menimbang alat pemadam tersebut. Bila ternyata alat pemadam
beratnya berkurang 10 %, maka alat tersebut harus disingkirkan atau diganti.
Periksa pipa semprot atau tojolan penghalang, periksa retakan-retakan dan
kotoran atau tumpukan lemak,
Periksa apakah instruksi pengoperasian pada alat pemadam mudah dibaca
Perbaikan
Bila hasil pemeriksaan menunjukan adanya kelainan atau bila
pemadamanya rusak, tekanannya lemah, bocor, isinya terlalu banyak atau sedikit,
atau tampak berkarat, APAR harus menjalani pemeliharaan (perbaikan)
Pencatatan
o Setiap petugas yang melakukan inspeksi harus mencatat semua APAR yang
telah diinspeksi, termasuk penemuan-penemuan yang tidak sesuai untuk
dilakukan tindakan perbaikan.
o Minimal setiap bulan, tanggal inspeksi yang telah dilakukan dan pekerja yang
melakukan inspeksi tersebut dicatat.
o Pencatatan seharusnya di letakan pada APAR, dan selain itu harus dicatat
secara permanen dalam suatu file atau sistem elektronik
II.2.5.4 Penggunaan APAR
Dalam buku encyclopaedia of occupational health and safety menjelaskan
bahwa penghuni bangunan seharusnya tidak menggunakan Alat Pemadam Api
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
26
Ringan kecuali jika mereka telah dilatih dalam menggunakannya. Dalam
menggunakan APAR, yang perlu diperhatikan adalah PASS
- PULL Buka pin pengaman
- AIM Arahkan selang ke arah api
- SQUEEZE Tekan handle
- SWEEP kibas-kibaskan ke arah api
II.3 Event Tree Analysis
Event Tree Analysis merupakan suatu prosedur deduktif yang
menggambarkan semua kemungkinan konsekuensi atau dampak yang dihasilkan
dari accidental event (suatu penyimpangan signifikan yang mengawali
konsekuensi yang tidak diinginkan). Event tree ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kemungkinan dampak dari kegagalan sistem, karena dapat
mengurutkan peristiwa termasuk sukses atau gagalnya komponen sistem.
(Rausand, 2005).
Event Tree Anlysis ini digunakan untuk menganalis skenario dari
pengendalian, sistem atau prosedur yang telah dilakukan untuk merespon
initializing event. Event trees dapat digunakan untuk mengetahui konsekuensi
yang dapat ditimbulkan dan dari hasil penilaiannya maka dapat ditentukan
pengendalian yang harus dilakukan. (Green, 1999).
Event Tree Analysis secara khusus digunakan untuk menganalisis
berfungsinya suatu peralatan untuk pencegahan (Protective devices), system
emergency response. ETA ini digunakan untuk mengevaluasi operating
procedure, keputusan managemen. ETA ini biasanya digunakan pada tahap
design maupun pada tahap pengoperasian bahkan dapat juga digunakan
mengevaluasi atau mengetes suatu system proteksi. (Clemens, 1998)
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
27
Jadi dapat dikatakan bahwa Event Tree Analysis merupakan salah satu
Safety System risk management yang dapat digunakan untuk mengetahui
konsekuensi atau dampak yang akan ditimbulkan apabila suatu system
pencegahan atau keselamatan mengalami kegagalan. Dari hasil tersebut maka
dapat diketahui pengendalian yang harus dilakukan berdasarkan nilai dari setiap
komponen-komponen tersebut yang mengalami kegagalan.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam menggunakan metode event tree
analysis (Rausand, 2005) antara lain:
1. Identifikasi peristiwa accident yang mungkin terjadi yang dapat
menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan
2. Identifikasi barrier (pengendalian) yang didesign
3. Buat pohon kejadian
4. Tentukan dampak yang mungkin terjadi dari urutan kejadian
5. Tentukan frekuensi accidental event dan probabilitas dari setiap
cabang yang diidentifikasi
6. Hitung probabilitas dari masing-masing cabang untuk mengetahui
skenario konsekuensi.
Keuntungan menggunakan metode Event Tree Analysis (NIOSH
instructional module):
1. Mampu menilai kegagalan sistem yang ada
2. Dapat mengetahui fungsi gagal atau suksesnya secara bersama-sama
3. Kegagalan dari suatu sistem dapat diketahui dan diantisipasi
4. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui skenario konsekuensi yang
mungkin timbul
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
28
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
III.1 Kerangka Konsep
Pemilihan dan Pemasangan APAR
- Jenis dan Kapasitas APAR
- Penempatan APAR
- Jarak jangkau APAR
- Tanda Pemasangan
Penggunaan APAR
‐ Cara Penggunaan
‐ Pengetahuan Penggunaan
Inspeksi dan Pemeliharaan APAR
- Frekuensi
- Prosedur pelaksanaan
- Pencatatan
Analisis Kegagalan Sistem APAR menggunakan Event Tree Analysis
EVALUASI
Kegagalan Sistem APAR
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
29
III.2 Definisi Operasional
Variabel Sub variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Pengukuran Pemilihan dan Pemasangan APAR
APAR yang digunakan serta cara – cara pemasangan yang telah dilakukan
Persentase kesesuaian dari masing-masing subvariabel
Jenis dan Kapasitas APAR
APAR yang tersedia yang dapat dilihat dari APAR yang terisi dengan baik, bahan tidak menggunakan Carbontetraklorida atau chlorobromethana, sesuai dengan tipe kebakaran, dan kapasitas yang sesuai dengan pengklasifikasian kebakaran
‐ Observasi ‐ Sesuai ‐ Tidak Sesuai
Penempatan APAR Peletakan APAR yang mudah dilihat, mudah terjangkau, diletakan jauh dari kemungkinan adanya cidera fisik, dan terpasang meggantung dengan penguat sengkang atau dalam kotak box yang tidak terkunci dan tertutup dengan kaca transparan.
‐ Observasi ‐ Wawancara
‐ Sesuai ‐ Tidak Sesuai
Jarak jangkau APAR
Jarak penempatan APAR yang dapat terjangkau dalam setiap ukuran yang telah ditentukan diantaranya adalah jarak antar APAR, ukuran puncak
‐ Observasi ‐ Wawancara‐ Pita ukur
‐ Sesuai ‐ Tidak Sesuai
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
30
APAR ke permukaan lantai, serta jumlah APAR yang dihitung berdasarkan luas..
Tanda Pemasangan Tanda untuk menyatakan alat pemadam api ringan yang dipasang pada dinding, yang dilihat dari cara pemasangan, bentuk dan ukurannya.
‐ Observasi ‐ Pita Ukur
‐ Sesuai ‐ Tidak sesuai
Inpeksi dan Pemeriksaan APAR
Suatu pemeriksaan cepat dari APAR yang memastikan bahwa APAR dapat beroperasi dengan baik dan dilakukan erbaikan secara langsung
Persentase kesesuaian dari masing-masing subvariabel
Frekuensi Seberapa sering pelaksanaan inspeksi APAR dilakukan
‐ Wawancara ‐ Sesuai : Bila Inspeksi dilakukan secara rutin sebulan sekali
‐ Tidak Sesuai : Bila inspeksi dilakukan lebih dari sebulan sekali
Prosedur Tata cara pelaksanaan inspeksi yang dilakukan, dengan cara meneliti bahwa alat-alat pemadam tersebut berada pada
‐ Wawancara ‐ Sesuai : Bila prosedur yang dilakukan telah
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
31
tempat yang ditentukan, tidak pernah digerakkan atau dirusakan dan tidak ditemukan kerusakan fisik atau kondisi yang dapat menghalangi pengoperasian.
memenuhi 75% dari peraturan yang ada
‐ Tidak Sesuai : Bila prosedur belum memenuhi 25% dari peraturan yang ada
Pencatatan
Pencatatan yang dilakukan pada saat melakukan inspeksi dan pengisian kembali yang terdiri dari tanggal inspeksi, orang yang melakukan inspeksi, penyimpanan dan tindakan perbaikan yang dilakukan bila ditemukan kejanggalan
‐ Wawancara ‐ Sesuai ‐ Tidak Sesuai
Penggunaan APAR Seberapa besar pekerja dapat menggunakan APAR pada saat terjadinya kebakaran
Persentase kesesuaian dari masing-masing subvariabel
Petunjuk
penggunaan APAR Petunjuk penggunaan APAR yang tertera pada APAR yang mudah dibaca mudah dimengerti, dan tidak terdapat hal-hal yang dapat merusak petunjuk penggunaan tersebut
‐ Observasi ‐ Sesuai ‐ Tidak sesuai
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009
32
Pengetahuan
penggunaan APAR Pengetahuan mengenai penggunaan APAR yang terdiri dari penah atau tidak dilakukan pelatihan, arah angin, jarak penyemprotan, arah penyemprotan, indikator APAR dan langkah-langkah dalam menggunakan APAR.
‐ Wawancara ‐ Sesuai ‐ Tidak Sesuai :
Evaluasi dan..., Windy Noermala Prawira, FKM UI, 2009