bab ii tinjauan pustaka - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/bab ii .pdf · 2.2.1...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat dikategorikan dengan potensi sumber
energi listrik yang dihasilkan, untuk PLTA sendiri dapat menghasilkan potensi energi
listrik sebesar >5000 kW. PLTA merupakan pembangkit yang mengandalkan energi
potensial dan kinetik dari aliran air yang kemudian diubah menjadi energi listrik, energi
listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut dengan hidroelektrik. PLTA termasuk sumber
energi terbarukan yang ramah lingkungan dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya.
Salah satu keunggulan dari pembangkit ini adalah karena responnya yang sangat cepat
sehingga sangat sesuai dalam kondisi pada beban puncak maupun saat terjadi gangguan
pada jaringan.
Secara teknologi, pembangkit listrik tenaga air merupakan aplikasi energi
terbarukan yang terbesar dan paling matang yang dapat menghasilkan lebih dari 90%
kebutuhan energi listriknya. Namun tidak semua tidak semua potensi energi air mampu
dirubah menjadi energi listrik, karena sebagian potensinya dapat hilang akibat adanya
gesekan, pemanasan, ataupun noise. Pembangunan PLTA membutuhkan biaya awal yang
cukup besar dan tentunya bersaing dengan pembangkit listrik lainnya, sementara untuk
biaya operasi dan perawatannya relative lebih kecil. Hal ini berbeda dengan pembangkit
listrik berbahan bakar fosil seperti batu bara dan diesel.
Kapasitas daya keluaran yang dihasilkan oleh PLTA merupakan yang paling besar
diantara pembangkit listrik lainnya. Jumlah daya listrik yang dapat dibangkitkan
tergantung pada ketinggian (head) yang merupakan tinggi jatuh dari perbedaan ketinggian
muka air kolam dengan muka air keluar. Air mengalir melalui kanal (penstock) melewati
kincir air atau turbin dimana air akan menabrak sudut-sudut turbin yang menyebabkan
putaran pada turbin, akibat dari perputaran turbin menyebabkan perputaran poros rotor
pada generator. Dari generator akan dihasilkan energi listrik yang dibangkitkan yang dapat
digunakan secara langsung, maupun disimpan untuk memperbaiki kualitas listrik pada
jaringan
6
2.2. Klasifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dibangun secara besar-besaran dalam
berbagai jenis. Hampir setiap proyek tenaga air mempunyai hal yang menarik, yang
berbeda dengan proyek lainnya yang tipenya sama. Akan tetapi untuk memudahkan
pembahasannya perlu diadakan klasifikasi mengenai pembangkit dalam grup-grup yang
berbeda. Dengan demikian suatu klasifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
tergantung pada aspek istimewa yang ditinjau klasifikasinya. Jadi, pembangkit tenaga air
dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan, teknisnya, kapasitasnya, tinggi jatuhnya,
keadaan topografi dan ekonomi (Linsley, 1986:118).
2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), proyek tersebut
dipertimbangkan mempunyai tujuan bermacam-macam, misalnya mempunyai fungsi yang
berbeda-beda, untuk suplai air, irigasi, kontrol banjir dan lain sebagainya (Linsley,
1986:119).
2.2.2 Klasifikasi Secara Teknis Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dilihat secara teknis dapat dibagi atas
(Patty, 1995:34):
1. PLTA yang menggunakan air sungai atau air waduk (Pembangkit Listrik Tenaga
Air Konvensional)
2. PLTA yang menggunakan air yang telah dipompa ke suatu reservoir yang letaknya
lebih tinggi. PLTA ini belum terdapat di Indonesia, PLTA ini dikenal dengan
istilah “Pumped Storage” ini, adalah menyimpan kelebihan energi listrik yang
dihasilkan oleh suatu sentral dalam bentuk energi potensial air. Penyimpanan
listrik ini dilakukan pada waktu pemakaian listrik oleh konsumen berkurang
sedangkan energi potensial air digunakan pada waktu pemakaian listrik bertambah
3. PLTA yang menggunakan pasang surut air laut
4. PLTA yang menggunakan energi ombak.
Ditinjau dari cara membendung air, PLTA dapat dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu:
a. PLTA run of river yaitu air sungai di hulu dibelokkan dengan menggunakan dam
yang dibangun memotong air sungai, air sungai kemudian diarahkan ke bangunan
PLTA kemudian dikembalikan ke aliran semula di hilir.
b. PLTA dengan Bendungan (DAM) yaitu aliran air sunga dibendung dengan
menggunakan bendungan yang besar agar diperoleh jumlah air yang sangat besar
dalam kolam tandon kemudian baru air dialirkan ke PLTA. Air di sini dapat diatur
7
pemanfaatannya misalnya mengenai debit air yang digunakan dalam pembangkitan
dapat diatur besarnya.
2.2.2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan Bendungan (DAM) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di waduk adalah PLTA yang mempunyai
tampungan air yang ukurannya cukup untuk memungkinkan penampungan air kelebihan
musim hujan guna musim kemarau yang dimaksud untuk mengatur pastinya aliran air yang
lebih dari pada aliran alamiah maksimum.
Dalam waduk, biasanya PLTA dibangun dengan dilengkapi pompa untuk
membangkitkan energi untuk beban puncak, tetapi pada waktu-waktu tertentu di luar itu
airnya dipompa dari kolam air buangan ke kolam hulu untuk pemanfaatan yang akan
datang. Pengembangan tenaga air pada umumnya meliputi sebuah bangunan sadap, suatu
pipa pesat (penstock) untuk mengaliri air ke turbin, turbin-turbin dengan mekanisme
pengaturnya, dan generator.
Gambar 2.1. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan waduk Sumber: http://hydropower-energy.blogspot.co.id/2012/04/hydropower- power-plant.html
2.2.3 Klasifikasi Dasar Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Klasifikasi dari Mosonyi atas dasar kapasitas PLTA adalah sebagai berikut:
(Dandekar, 1991:121).
1. Pembagian listrik yang paling kecil (mikro) sampai dengan 100 kW
2. Kapasitas PLTA yang terendah sampai dengan 1000 kW
3. Kapasitas menengah PLTA sampai dengan 10.000 kW
4. Kapasitas tertinggi di atas 10.000 kW.
8
2.2.4 Klasifikasi Menurut Tinggi Jatuhnya Air 1. PLTA dengan tekanan rendah, H < 15 m
2. PLTA dengan tekanan sedang, H = 15 hingga 50 m
3. PLTA dengan tekanan tinggi, H > 50 m.
2.2.5 Klasifikasi Dasar Mengenai Topografi Pembagian ini adalah menutur letak PLTA yang bersangkutan yaitu di:
1. Daerah lembah
2. Daerah berbukit-bukit
3. Daerah bergunung-gunung.
Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat berlokasi di daerah
pegunungan atau daratan. Biasanya pembangkit listrik di daerah pegunungan bangunan
utamanya merupakan bendungan, sedangkan pembangkit listrik di daerah yang datar
bangunan utamanya berupa tanggul (Dandekar, 1991:121).
2.2.6 Klasifikasi Berdasarkan Ekonomi 1. PLTA yang bekerja sendiri. Jadi tidak dihubungkan dengan sentral-sentral listrik
yang lain
2. PLTA yang bekerja sama dengan sentral-sentral listrik yang lain dalam pemberian
listrik kepada para pemakai. Sehubungan dengan ini PLTA dapat dipakai untuk:
a. Beban dasar; PLTA bekerja terus
b. Beban maksimum; PLTA bekerja pada jam-jam tertentu.
2.3. Analisa Hidrologi Analisa hidrologi merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk menghitung
besarnya potensi air pada suatu daerah untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai
dengan kepentingan masyarakat pada daerah tersebut. Analisa hidrologi digunakan untuk
mendapatan besarnya debit banjir rancangan dan debit andalan.
2.3.1. Uji Konsistensi Data Uji konsistensi data dilakukan jika pada suatu DAS terdapat banyak stasiun hujan,
yang memungkinkan satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu sifatnya tidak
konsisten. Uji konsistensi data digunakan untuk mengetahui konsistensi terhadap suatu seri
data yang diperoleh. Penyebab tidak konsistennya data antara lain:
• Alat ukur yang diganti dengan spesifikasi yang berbeda atau alat yang sama tetapi
dipasang dengan patokan ukuran yang berbeda
• Alat ukur dipindahkan dari tempat semula akan tetapi secara administrasi nama
stasiun tersebut tdak dirubah.
9
• Alat ukur sama, letaknya tidak dipindahkan, akan tetapi terjadinya perubahan
lingkungan.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghitung konsistensi data hujan adalah
dengan menggunakan analisis Kurva Massa Ganda (Double Mass Curve Analysis), yaitu
menguji konsistensi hasil pengukuran pada setiap stasiun dan membandingkan akumulasi
dari hujan yang bersamaan untuk suatu kumpulan stasiun yang mengelilinginya.
Gambar 2.2. Uji konsistensi data dengan kurva massa ganda Sumber: https://insinyurpengairan.wordpress.com/2011/03/11/analisis
kurva-massa-ganda-double-mass-curve-analysis/ Prosedur yang digunakan oleh U.S Eviromental Data Service untuk melakukan uji
konsistensi data adalah dengan menggunakan kurva massa ganda sebagai berikut:
1. Menghitung hujan tahunan untuk masing-masing stasiun
2. Menghitung rata-rata hujan tahunan untuk stasiun pembanding.
3. Menghitung komulatif hujan tahunan untuk stasiun yang akan diuji.
4. Menghitung komulatif hujan tahunan untuk stasiun pembanding.
5. Melakukan penggambaran dalam bentuk diagram pencar (scatter diagram) antara
stasiun yang akan diuji pada sumbu Y dan stasiun pembanding pada sumbu X.
6. Melakukan analisa terhadap konsistensi data hujan dengan cara membuat garis
lurus pada diagram pencar dan melakukan analisa apakah ada perubahan slope atau
tidak pada garis lurus yang dibuat pada diagram pencar. Jika terjadi perubahan
slope, maka titik setelah mengalami perubahan perlu adanya koreksi pada
10
pencatatan data hujan dengan cara mengalihkan dengan koefisien (K) yang
dihitung berdasarkan perbandingan slope setelah mengalami perubahan (S2) dan
slope sebelum mengalami perubahan (S1) atau K= S2/S1
Pengujian dengan metode ini akan menghasilkan hasil yang baik, karena dengan
jumlah stasiun yang banyak akan memberikan nilai rata-rata hujan tahunan sebagai
pembanding terhadap stasiun yang diuji dapat lebih mewakili secara baik. Uji konsistensi
data harus dilakukan dengan jumlah minimal 3 stasiun hujan pada suatu DAS. Apabila
hanya terdapat 2 stasiun hujan atau bahkan 1 stasiun hujan, maka tidak dapat dilakukan
pengujian konsistensi data karena dianggap bahwa data yang ada adalah konsisten.
2.3.2. Uji Homogenitas Data Uji Homogenitas merupakan uji perbedaan antara dua atau lebih populasi. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah nilai dari varians yang diukur pada kedua populasi
memiliki varians yang sama atau tidak, dengan maksud sama besar atau tidak. Apabila
nilai dai sampel uji tidak homogen maka sampel tidak dapat digunakan dan perlu
dilakukan evaluasi dan pengujian kembali. Oleh karena itu data hujan yang diperoleh harus
diuji tingkat homogenitasnya karena setiap data hujan mengandung ketidaktelitian dan
ketidakpastian.
Berdasarkan alasan tersebut di atas maka diperlukan melakukan uji homogenitas
data dengan menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjust Partial Sums). Metode ini
digunakan untuk menguji data satu stasiun dengan data dari stasiun tersebut dengan
mendeteksi nilai aman (mean), seperti pada persamaan berikut:
Q = maks |Sk**| untuk 0 ≤ k ≤ n (2-1)
R = maks Sk** - Sk (2-2)
Sk* = ( x – 𝑥) (2-3)
Dy2 = "#
$
% (2-4)
Dy = 𝐷'( (2-5)
Sk** = "#∗
*+ (2-6)
dengan:
Q = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, diperoleh dari perhitungan dengan
menggunakan rumus seperti pada Persamaan (2-1)
R = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, diperoleh dari perhitungan dengan
menggunakan rumus seperti pada Persamaan (2-2)
11
Sk* = data hujan (X) – data hujan rata-rata (X)
Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan jumlah data
Sk** = nilai Sk* dibagi dengan Dy
n = jumlah data
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Data hujan yang diperoleh diurutkan berdasarkan tahun
2. Menghitung rata-rata hujan
3. Menghitung nilai Sk*, yaitu tiap data dikurangi data hujan rata-rata
4. Menghitung nilai absolut dari Sk*
5. Menghitung nilai Dy2, yaitu (Sk*)2 dibagi jumlah data
6. Menghitung jumlah komulatif Dy2
7. Menghitung Dy, yaitu akar dari Dy2
8. Menghitung nilai dari Sk**, yaitu Sk* dibagi Dy
9. Menghitung nilai absolut dari Sk**
10. Menentukan nilai Sk** maksimal
11. Menentukan Sk** minimal
12. Menghitung nilai Q/(n0,5)
13. Menghitung nilai R/(n0,5)
Dengan melihat data statistik di atas maka dapat dicari nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5).
Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5) tabel, syarat analisis
diterima (masih dalam batasan konsisten) jika nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5) hitung lebih kecil
dari nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5) tabel.
Tabel 2.1. Nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5)
N Q/n0,5 R/n0,5
90% 95% 99% 90% 95% 99% 10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38 20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,60 30 1,12 1,24 1,48 1,40 1,50 1,70 40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74 50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78 100 1,17 1,29 1,55 1,50 1,62 1,85
1,22 1,36 1,63 1,62 1,72 2,00 Sumber: Harto, 1993:60
2.2.3. Uji Abnormalitas Data Data yang telah konsisten tadi perlu diuji lagi dengan menggunakan uji
abnormalitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum
dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak. Uji yang digunakan ialah uji
12
inlier-outlier, dimana data yang menyimpang dari dua batas ambang, yaitu ambang bawah
(XL) dan ambang atas (XH) akan dihilangkan. Pada dasarnya uji abnormalitas dilakukan
untuk mencari perbandingan antara data yang ada dengan data berdistribusi normal yang
memiliki mean dan standar deviasi yang sama. Rumus untuk mencari ambang tersebut
adalah sebagai berikut:
XH = Exp. (Xrerata + Kn . S) (2-7)
XL = Exp. (Xrerata - Kn . S) (2-8)
dengan:
XH = nilai ambang atas
XL = nilai ambang bawah
Xrerata = nilai rata-rata
S = simpangan baku dari logaritma terhadap data
Kn = besaran yang tergantung pada jumlah sampel data (Tabel 2.2)
n = jumlah sampel data
Adapun langkah perhitungan sebagai berikut:
1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya
2. Mencari harga Log X
3. Mencari harga rerata dari Log X
4. Mencari nilai standar deviasi dari Log X
5. Mencari nilai Kn (Tabel 2.2)
6. Menghitung nilai ambang atas (XH)
7. Menghitung nilai ambang bawah (XL)
8. Menghilangkan data yang tidak layak digunakan
Tabel 2.2 Nilai Kn untuk Uji Inlier-Outlier
Sumber: Chow, 1988:404
Jumlah Jumlah Jumlah JumlahData Data Data Data10 2,036 24 2,467 38 2,661 60 2,83711 2,088 25 2,468 39 2,671 65 2,86612 2,134 26 2,502 40 2,682 70 2,89313 2,175 27 2,519 41 2,692 75 2,91714 2,213 28 2,534 42 2,7 80 2,9415 2,247 29 2,549 43 2,71 85 2,96116 2,279 30 2,563 44 2,719 90 2,98117 2,309 31 2,577 45 2,727 95 3,00018 2,335 32 2,591 46 2,736 100 3,01719 2,361 33 2,604 47 2,744 110 3,04920 2,385 34 2,616 48 2,753 120 3,07821 2,408 35 2,628 49 2,76 130 3,10422 2,429 36 2,639 50 2,768 140 3,12923 2,448 37 2,650 55 2,804
Kn Kn Kn Kn
13
2.4. Distribusi Hujan Data curah hujan yang diperlukan dalam menganalisa suatu perencanaan
pemanfaatan air ialah data curah hujan rata-rata pada setiap stasiun hujan pada daerah
tersebut, jadi tidak hanya mengandalkan satu titik tertentu. Curah hujan rerata ini disebut
sebagai curah hujan wilayah/daerah.
Dalam perhitungan curah hujan rerata suatu daerah ini harus diperkirakan dari
beberapa titik pengamatan curah hujan. Untuk menghitung curah hujan daerah dapat
dilakukan dengan beberapa metode antara lain:
1. Metode Rata-Rata Aljabar
2. Metode Thiessen
3. Metode Garis Isohiet
4. Metode Garis Potongan Antara (Intersection Line Method)
Dari keempat metode tersebut di atas dalam perencanaan PLTA di DAS Rokan
Hulu menggunakan metode Thiessen karena pada lokasi titik pengamatan curah hujan
tersebar tidak merata, maka perlu memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik
pengamatan. Persamaan yang digunakan sebagai berikut:
R = -./.0-(/(0⋯0-%/%-.0-(0⋯0-%
(2-9)
dengan:
R = curah hujan daerah
R1, R2,…, Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik
Pengamatan
A1, A2,…, An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
Bagian-bagian daerah A1, A2,…, An ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1. cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta DAS,
kemudian hubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah garis lurus maka
akan terlukis sebuah segitiga yang menutupi daerah.
2. Daerah yang bersangkutan dibagi dalam poligon-poligon yang didapat dengan
menggambar garis tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan
pada setiap poligon dianggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan tiap
poligon.
3. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau dengan cara lain
14
Gambar 2.3. Pembagian daerah dengan cara Thiessen Sumber: Sosrodarsono, 1980:28 2.5. Debit Andalan Debit andalah adalah besarnya debit yang tersedia guna memenuhi kebutuhan air
dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungan. Dalam perencanaan proyek-proyek
penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan dengan tujuan menemukan debit
perencanaan yang diharapkan dapat selalu tersedia di sungai (Soemarto,1987).
Tabel 2.3. Prosentase Debit dan Jenis Perencanaan No. Jenis Perencanaan Prosentase Debit 1 Penyediaan Air Minum 99% 2 Penyediaan Air Industri 95-98% 3 Penyediaan Air Irigasi
a. Daerah beriklim setengah lembab 70-85%
b. Daerah beriklim kering 80-95%
4 Pembangkit Listrik Tenaga Air 85-90% Sumber: Soemarto, 1987:214
Debit yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan desain bangunan dan
perencanaan kapasitas daya terpasang menggunakan debit andalan (dependable discharge).
Dalam perencanaan proyek-proyek Pusat Listrik Tenaga Air terlebih dahulu harus dicari
debit andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah menentukan debit
perencanaan yang diharapkan selalu tersedia.
Ada berbagai cara dalam menentukan debit andalan, masing-masing cara memiliki
ciri khas sendiri. Pemilihan metode yang sesuai umumnya didasarkan atas pertimbangan
data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman. Dalam perencanaan Pembangkit
Listrik Tenaga Air ini, menggunakan metode simulasi perimbangan air dari Dr. F.J. Mock
(1973) dan metode karakteristik aliran (Flow Characteristic). Karakteristik dalam hal ini
dihubungkan dengan kriteria sebagai berikut:
15
1. Tahun normal, jika debit rata-rata tahunnya sama dengan atau mendekati debit rata-
rata dari tahun ke tahun.
2. Tahun kering, jika debit rata-rata tahunnya di bawah debit rata-rata dari tahun ke
tahun.
3. Tahun basah, jika debit rata-rata tahunnya di atas debit rata-rata dari tahun ke
tahun.
Menurut Suyono Sosrodarsono (1980:204), terminology debit dinyatakan sebagai berikut:
1. Debit air cukup (affluent), yaitu debit yang dilampaui oleh debit sebanyak 95 hari
dalam setahun (peluang keandalan 26,02%).
2. Debit air normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari
dalam setahun (peluang keandalan 50,68%).
3. Debit air rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari
dalam setahun (peluang eandalan 75,34%).
4. Debit air kering, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 355 hari
dalam setahun (peluang keandalan 97,30%).
2.5.1. Metode F.J Mock Dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga air ketersediaan debit aliran sungai
jangka panjang pada lokasi bangunan pengambilan sangat diperlukan, namun apabila titik
yang ditinjau tidak tersedia debit jangka panjangnya maka perlu dilakukan simulasi hujan-
aliran untuk mendapatkan seri data tersebut (Hadisusanto, 2011:229). Analisa debit
berdasarkan curah hujan yang sering digunakan di Indonesia adalah model Dr. FJ Mock,
model ini sering digunakan terutama di daerah dengan curah hujan tinggi sampai sedang
seperti daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali.
Prinsip metode Mock menyatakan bahwa hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air,
sebagian akan hilang akibat evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi direct
runoff dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah atau terjadi infiltrasi. Infiltrasi ini
mula-mula akan menjenuhkan permukaan tanah, kemudian terjadi perkolasi ke air tanah
dan akan keluar sebagai. Hal ini terdapat keseimbangan antara air hujan yang jatuh dengan
evapotranspirasi, dan infiltrasi, dimana infiltrasi ini kemudian berupa soil moisture dan
ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di
permukaan tanah dan base flow (Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009:15). Adapun prosedur perhitungan
model FJ. Mock sebagai berikut:
16
1. Evapotranspirasi Terbatas (Limited Evapotranspiration)
∆S = P – ETp (2-10)
E/ETp= (m/20) . (18 – n) (2-11)
E = Etp . (m/20) . (18-h) ETt (2-12)
ETa = ETp – E (2-13)
2. Keseimbangan Air (Water Balance)
WS = P – SS (∆S) (2-14)
SS = SMCn – SMCn–1 (2-15)
SMCn= SMCn-1 + P1 (2-16)
3. Neraca air di bawah permukaan
dVn = Vn – Vn-1 WS (2-17)
I = i . WS dVn (2-18)
Vn = 1/2 . (1 + k) . I + k . Vn-1 (2-19)
4. Aliran permukaan
Ro = BF + DRo (2-20)
BF = 1 – dVn (2-21)
DRo = WS – I (2-22)
dengan
∆S = Hujan netto (mm)
P = Hujan (mm)
ETp = Evapotranspirasi potensial (mm)
ETa = Evapotranspirai terbatas (mm)
WS = Kelebihan air (mm)
SS = Kandungan air tanah (mm)
SMC = Kelembaban tanah (mm)
dV = Perubahan kandungan air tanah (mm)
V = Kandungan air tanah (mm)
I = Laju infiltrasi (mm/dt)
I = Koefisien infiltrasi (<1)
k = Koefisien resesi aliran air tanah (<1)
DRo = Aliran langsung (mm)
BF = Aliran air tanah (mm)
Ro = Aliran permukaan (mm)
n = Jumlah hari kalender dalam 1 bulan
17
m = Bobot lahan yang tidak tertutup vegetasi (0 < m < 50 %):
2.6. Sistem Operasi Waduk Tergantung dari kebutuhannya, maka lingkup waktu dari simulasi mencakup 1
tahun operasi atau lebih. Salah satu operasi dibagi-bagi menjadi sejumlah periode,
misalnya bulanan, 15 harian, 10 harian, mingguan, maupun harian. Persamaan umum
simulasi operasi waduk adalah Neraca Keseimbangan Air (water balance).
Aturan umum dalam simulasi waduk adalah:
1. Air waduk tidak boleh turun di bawah tampungan aktif. Dalam banyak keadaan,
maka batas bawah tampungan aktif ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet
waduk.
2. Air waduk tidak melebihi batas atas tampungan aktif. Dalam banyak keadaan maka
batas atas tampungan aktif ini ditentukan oleh puncak keadaan maka batas atas
tampungan aktif ini ditentukan oleh banyak spillway. Apabila terjadi kelebihan air,
maka kelebihan ini akan melimpah.
3. Ada beberapa waduk (waduk multiguna) yang memiliki batasan debit yang
dikeluarkan (outflow), baik debit maksimum atau debit minimum.
2.7. Lengkung Kapasitas Waduk Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu
kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume
(storage capacity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk
ini akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat
ditentukan keinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume
tampungan pada suatu elevasi tertentu, kurva ini juga dipergunakan untuk menentukan
besarnya kehilangan air akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka air pada elevasi
tertentu.
2.8. Simulasi Operasi Waduk untuk PLTA Pada prinsipnya pengoperasian waduk bertujuan untuk membuat keseimbangan
antara volume tampungan, debit masuk (inflow), dan debit keluaran (outflow). Metode
simulasi operasi waduk merupakan salah satu cara untuk meencanakan pemanfaatan
tampungan waduk. simulasi berarti proses peniruan sistem (analisa perilaku) yang meliputi
pengembangan suatu model matematik mulai dari karakteristk yang terkandung di
dalamnya sampai kemungkinan respon dari sistem tersebut.
18
Dalam simulasi pola operasi waduk untuk PLTA digunakan konsep beban puncak
yaitu dengan mengalihkan debit dasar ke debit puncak dengan tujuan agar distribusi listrik
lebih efisien dan efektif. Operasi waduk pada PLTA dioperasikan untuk keadaan sebagai
berikut:
1. Operasi beban puncak dengan lama waktu operasi standard dalam satu hari selama
5 jam, mulai dari jam 17.00-22.00
2. Operasi beban dasar dengan lama waktu operasi standard dalam satu hari selama 19
jam, mulai dari jam 23.00 – 16.00, jika terdapat debit lebih dari pemakaian operasi
beban puncak.
Dalam analisa simulasi operasi waduk bertujuan umtuk mengetahui kegagalan dan
suksesnya pola operasi. Persamaan yang digunakan adalah kontinuitas massa aliran dalam
satu hari, dengan pendekatan simulasi analisa perilaku (behavior analysis). Persamaannya
adalah sebagai berikut:
St + I = St + Qt – Dt – Et – Lt (2-23)
Dengan kendala 0<=St + 1 <= C
dengan:
I : interval waktu yang digunakan
St : tampungan waduk pada awal interval waktu
St + I : tampungan waktu pada akhir interval waktu
Qt : aliran masuk selama interval waktu t
Dt : lepasan air selama interval waktu t
Et : evaporasi selama interval waktu t
Lt : kehilangan-kehilangan air lain dari waduk selama interval waktu t, mempunyai
harga yang kecil dan dapat diabaikan.
C : tampungan aktif (tampungan efektif)
2.9. Komponen Bangunan PLTA PLTA yang direncanakan pada DAS Rokan Hulu merupakan jenis PLTA dengan
kategori kolam tandon (reservoir). Komponen bangunan pembangkit listrik ini bertujuan
untuk membawa debit kebutuhan yang akan dibangkitkan oleh turbin. Komponen
bangunan ini dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori sesuai dengan fungsi dan
perletakannya.
19
2.9.1. Bangunan Pengambilan (Intake) Pintu pengambilan merupakan pintu pada bangunan pembilas yang bagian
depannya terbuka dan berfungsi untuk mengatur jumlah air yang masuk ke
saluran/terowongan dan menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir. Besarnya
bukaan pintu tergantung pada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Desain pintu
pengambilan direncanakan berdasarkan atas kebutuhan air sesuai dengan perencanaan.
Standart kecepatan pada intake menurut Justin dan Creager:
V = 0,12 . 2𝑔𝐻 (2-24)
Dimana:
H = ketinggian dari dasar pintu ke tinggi air
Lokasi intake sebaiknya diletakkan sedekat mungkin dengan pembilas dan as
bendungan. Desain pintu pengambilan dihitung dengan persamaan sebagai berikut
(Anonim, 1986:55):
Aliran bebas (free flow)
Q = µ.b.a. 2𝑔𝐻. (2-25)
Aliran tenggelam (submerged flow)
Q = µ.b.a. 2𝑔 𝐻. − 𝐻( (2-26)
V = µ.b.a. 2𝑔𝐻 (2-27)
Dengan:
Q = debit (m3/dt)
µ = koefisien debit, untuk bukaan di bawah permukaan air dengan kehilangan tinggi
energi kecil, µ = 0,5 – 0.7
V = kecepatan air di intake (m/dt)
b = lebar bukaan (m)
a = tinggi bukaan (m)
H1 = tinggi muka air di hulu pintu (m)
H2 = tinggi muka air di hilir pintu (m)
Kedalaman Minimum Aliran Tenggelam pada Intake
Intake untuk pipa pesat harus direncanakan sedemikian rupa agar tidak mengalami
Vorticity. Vorticity erupakan keadaan dimana terjadi kekurangan tekanan pada pipa pesat
sehingga dapat menggu kinerja turbin. Menurut Gordon dalam Penche,2004 kedalaman
aliran tenggelam harus lebih besar dari nilai “s” dimana nilai s dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
20
Ht = s (2-28)
S = c.V. 𝐷
Dimana:
c = 0,7245 untuk inlet asimetris
0,5434 untuk inlet simetris
V = kecepatan masuk aliran (m/dt)
D = diameter inlet pipa pesat (m)
Penyaring (Trashtrack)
Penyering (trashtrack) diperlukan untuk menyaring aliran air agar tidak terjadi
penumpukan sedimen yang dapat menggangu kinerja turbin. Penyaring (trashtrack)
biasnaya diletakkan pada sisi intake dan hulu pipa pesat, dan biasanya menggunakan bahan
keras (solid) yang disusun secara sejajar.
Kecepatan pada penyaring (trashtrack) dihitung dengan persamaan sebagai berikut
(Mosonyi, 1963:537):
V = 1,5 – 2.V0 6077
(2-29)
Kehilangan tinggi pada penyaring dihitung dengan persamaan sebagai berikut
(Penche, 2004:23):
ht = Kt 67
8/: ;<(=
𝑠𝑡𝑛θ (2-30)
dimana:
V = kecepatan melalui penyaring (m/dt)
ht = kehilangan tinggi pada penyaring (m)
V0 = kecepatan dating (m/dt)
t = tebal jeruji (mm)
b = jarak antar jeruji (mm)
θ = sudut dasar jeruji (derajat)
Varshney menyarankan penyaring yang lebih rapat (screen) untuk inlet pipa pesat
atau inlet turbin dengan jarak antara 15 mm – 100 mm dan penyaring yang lebih lebar
(rack) untuk intake pengambilan dengan jarak 100 mm – 500 mm. kecepatan yang
diijinkan untuk melewati penyaring adalah sebagai berikut:
• 0,6 – 2,5 m/dt untuk tinggi jatuh rendah
• 1,25 – 2,0 m/dt untuk tinggi jatuh sedang
• 2,0 – 6,0 m/dt untuk tinggi jatuh besar
21
Gambar 2.4. Parameter fisik trashtrack Sumber: Penche, 2004:24
2.9.2. Saluran Pembawa Saluran pembawa merupakan bangunan yang berfungsi untuk mngantarkan air dari
bangunan pengambilan menuju ke rumah pembangkit. Dalam perencanaannya biasanya
peletakan waterway mengikuti kontur rencana perencanaan. Terdapat bermacam bentuk
dari bangunan pembawa tergantung dari system pembawaan air menuju rumah
pembangkit, bangunan pembawa antara lain:
2.9.2.1. Terowongan (Tunnels) Terowongan merupakan bangunan yang berada di bawah permukaan tanah. Fungsi
terowongan (tunnels) untuk membawa air dari intake menuju penstock dan akhirnya ke
turbin pembangkit. Aliran dalam terowongan diusahakan aliran tertutup, dikarenakan
untuk menjaga tekanan pada air. Macam-macam penampang terowongan menurut
Varshney, 1977:347 sebagai berikut:
• Penampang Lingkaran
Penampang jenis ini paling banyak digunakan dan sangat cocok dalam
mempertimbangkan hydraulic dan struktur dari terowongan. Namun, penampang
jenis ini tidak terlalu cocok digunakan pada jenis tanah dengan mayoritas batuan.
• Penampang berbentuk D
Penampang jenis ini biasanya digunakan di daerah pegunungan api dan pada jenis
tanah berbatu dan hasil dari sedimentasi.
• Penampang berbentuk tapal kuda
Penampang jenis ini merupakan gabungan dari penampang lingkaran dan
penampang D. Penampang jenis ini sangat kuat dalam menahan tekanan dari luar.
• Penampang berbentuk telur
Penampang ini digunakan pada batuan yang berlapis-lapis. Batuan yang jatuh
menyebabkan meningkatnya tekanan eksternal pada terowongan.
2.9.2.2. Perhitungan Kecepatan Debit yang melalui suatu saluran tenaga dihitung sebagai berikut:
22
Q = V x A (2-31)
Kecepatan diperoleh dengan formula Manning-Strickler:
(2-32)
dengan:
Q = debit (m3/det)
V = kecepatan rata-rata (m/det)
R = jari-jari hidrolik (m)
S = kemiringan data saluran
n = koefisien kekasaran
Tabel 2.4. Koefisien Manning No Bahan Saluran n 1 Plastik, kaca, karet halus 0,009 2 Logam halus 0,010 3 Kayu halus, pipa asbes 0,011
4 Besi tempa, baja las, kanvas 0,012
5 Beton biasa, besi tulang beraspal 0,013
6 Kayu kasar, lempung halus 0,014
7 Pipa besi tuang 0,015
8 Baja dikeling, batu bata 0,016
9 Pasangan batu 0,017
10 Tanah halus 0,018
11 Pipa logam bergelombang 0,022
12 Kerikil padat 0,023
13 Alur alamiah dalam keadaan baik 0,025
14 Alur alamiah berbatu dan bergulma 0,035
15 Alur alamiah yang sangan halus 0,060
Sumber: Linsley (1994:245)
Kecepatan minimum dari aliran ditetapkan pada saluran, sehingga lumpur yang
terbawa aliran dapat ditinggal di dasar saluran. Beberapa kecepatan rata-rata untuk
mencegah pendekatan (Dandekar, 1991:363).
V > 0,3 m/det
V < 0,3 – 0,5 mm/det dalam kasus air yang membawa pasir bagus
21
321 SxRx
nV =
23
2.9.3. Pipa Pesat (Penstock) Pipa pesat (penstock) merupakan pipa yang dipakai untuk mengalirkan air langsung
dari bangunan pengambilan air atau kolam menuju turbin. Untuk saat ini yang banyak
digunakan untuk suatu rencana ialah pipa pesat yang terbuat dari pipa baja karena
dianggap pipa baja bertekanan tinggi.
Pada bagian pipa pesat yang keluar dari bak penenang, dipasang air vent (pipa
udara) setinggi 1 m diatas permukaan air bak penenang. Pemasangan pipa udara ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya low pressure (tekanan rendah) apabila bagian
ujung pipa pesat tersumbat. Low pressure mengakibatkan pecahnya pipa pesat. Pipa udara
juga berfungsi untuk membantu mengeluarkan udara dari dalam pipa pesat pada saat
PLTA mulai dioperasikan. Diameter pipa udara biasanya ± ∅½ inch.
Pipa pesat biasanya dilengkapi dengan surge tank (tangki peredam) yang berfungsi
untuk menyerap pukulan air serta menyimpan air cadangan untuk mengatasi peningkatan
beban yang tiba-tiba. Namun untuk pipa pesat yang pendek biasanya lebih ekonomis bila
pengamanan tidak disandarkan pada tangki peredam, tetapi pada dinding pipa yang lebih
tebal serta pada katup yang penutupnya lebih lambat (Linsley, 1986:166).
Diameter Pipa Pesat
Dalam perencanaan pipa pesat untuk PLTA hal yang perlu diperhatikan adalah
diameter pipa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan diameter pipa
pesat antara lain, harga pipa pesat, kecepatan aliran dalam pipa, dan kehilangan tinggi
tekan pada pipa. Semakin besar diameter pipa, maka kecepatan aliran dalam pipa akan
menurun sehingga mengakibatkan kehilangan tinggi tekan menurun sehingga energi
meningkat, namun membutuhkan biaya yang mahal begitu pula sebaliknya, apabila
diameter semakin kecil , maka biayanya akan semakin murah namun akan menurunkan
daya dan energi.
Kecepatan ijin pada pipa pesat sangat bergantung pada jenis material bahan pipa
pesat, keceoatan ijin pada pipa pesat adalah sebagai berikut (Mosonyi 2A, 1963:91):
Pipa dari beton : 2 m/dt – 4 m/dt
Pipa dari baja : 2,5 m/dt – 7 m/dt
Sedangkan kecepatan potensial yang dicapai akibat dari tnggi jatuh dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
V = 2𝑔ℎ (2-33)
Dimana:
V = kecepatan jatuh potensial (m/dt)
24
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
H = tinggi jatuh (m)
Diameter pipa pesat ditentukan dengan beberapa persamaan sebagai berikut:
• Persamaan Sarkaria’s
D = 3,55 . C$
(=D
<,(F (2-34)
• Persamaan ESHA
D = .<,:.%$.C$
HI
<,.JKF (2-35)
• Persamaan Dolands
D = 0,176. 𝑃/𝐻 <,8MM (2-36)
Dimana:
D = diameter penstock (m)
Q = debit pada penstock (m3/dt)
P = tenaga (HP)
H = tinggi jatuh (m)
n = koef kekasaran pipa
hf = kehilangan tinggi tekan total pada pipa (m)
Tebal Pipa Pesat
Tebal pipa pesat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan sebagai
berikut:
• Persamaan ASME (Mosonyi, 1963:270)
t = 2,5 D + 1,2 (2-37)
• Persamaan USBR (Varshney, 1971:412)
t = *0F<<8<<
(2-38)
• Persamaan PG&E
t = *(JJ
(2-39)
dimana:
t = tebal pipa pesat (m)
D = diameter pipa pesat (m)
Tekanan Maksimum akibat Pengaruh Pukulan Air (Water Hammer)
25
Perhitungan tekanan hidrostatis pada pipa perlu memperhatikan pengaruh pukulan
air terhadap pipa, karena kenaikan air akibat pukulan air dapat merusak pipa. Rumus Water
Hammer adalah sebagai berikut (Caudhry, 2014):
α = N
O[.0 QR S]
(2-40)
P = U.;V(.=.DV
(2-41)
θ = U.W(.XV
(2-42)
n =�Y
untuk turbin Kaplan rumusnya adalah sebagai berikut: HVDV
= (<,KFY Y
+1,25)n (2-43)
dimana:
α = kecepatan gelombang
K = modulus air (N/m2)
ρ = tekanan hidrostatik akibat tinggi jatuh (kg/m3)
E = modulus elastis bahan (N/m2)
Ψ = konstanta fleksibilitas
P = konstanta Allievi pipeline
Vo = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan gravitasi (m2/s)
Ho = Tinggi tekanan saat masuk dan keluar katup di turbin (m)
θ = konstanta waktu penutupan katup
T = waktu penutupan katup (detik)
Lo = Panjang saluran pipa (m)
ho = tinggi pukulan air terhadap katup (m)
2.9.4. Tangki Peredam (Surge Tank) Tangki peredam (surge tank) biasanya disediakan untuk PLTA besar yang
memiliki kondisi bendungan yang letak gedung sentralnya memiliki jarak yang cukup jauh
dengan tempat pemasukan air, sehingga diperlukannya pipa pesat (penstock) yang panjang
untuk menghubungkan keduanya. Fungsi dari tangki peredam (surge tank) sebagai berikut
(Arismunandar, 2004:82):
• Mengurangi tambahan tekanan pada pipa pesat akibat penutupan turbin
• Bila beban bertambah, maka tambahan debit selalu dapat dipenuhi dengan
mengambilnya dari tangki.
26
Gambar 2.5. Surge tanks Sumber: Varshney, 1997:456
Tangki peredam (surge tank) dibutuhkan untuk melindungi pipa pesat dari bahaya
tekanan yang terlalu besar pada pipa pesat, menurut AHEC, 2009:50 pipa pesat
membutuhkan tangki gelombang bila:
L > 4H
dengan:
L = panjang total pipa pesat (m)
H = tinggi jatuh (m)
Berikut merupakan persamaan untuk menghitung luas surge tanks dengan rumus Thoma: Ast = -6.X6
(.=.Z.D (2-44)
Dst = -[6<,(F.\
(2-45)
Dengan :
Ast = Luas Surge Tanks (m2)
Dst = Diameter Surge Tanks (m)
Lt = panjang terowongan (m)
At = Luas penampang Terowongan (m2)
H = Gross Head (m)
g = percepatan gravitasi (m2/s)
c = koefisien thoma
Sedangkan rumus menghitung ketinggian air dalam Surge Tanks (Permakian):
Zst = v (X6-6=-[6
)0,5 (2-46)
Dengan :
Zst = Tinggi muka air didalam surge tanks (m)
v = kecepatan air didalam terowongan (m/s)
Lt = panjang terowongan (m)
At = Luas penampang Terowongan (m2)
27
g = gravitasi (m2/s)
Ast = Luas Surge Tanks (m2)
2.9.5. Rumah Pembangkit (Power House) Rumah pembangkit merupakan bangunan tempat diletakkannya seluruh perangkat
konversi energi, mulai dari turbin air lengkap dengan governornya, sebagai pengatur
tekanan air, sistem transmisi mekanik (jika diperlukan), generator, perangkat pendukung
lain, seperti: panel control, panel distribusi daya, beban komplemen, dan sebagainya.
Bangunan inilah yang melindungi turbin, generator dan peralatan pembangkit lainnya.
2.9.6. Saluran Pembuang (Tailrace) Saluran pembuang (tailrace) merupakan saluran yang dilalui oleh air yang keluar
dari turbin air, kemudian kembali lagi ke sungai hingga ke laut. Saluran ini bersatu dengan
rumah pembangkit dan aliran sungai. Saluran pembuang (tailrace) memiliki berbagai
macam jenis, misalnya saluran terbuka, saluran tertutup, terowongan, dsb.
Menurut Patty, 1995 dalam memilih bentuk saluran terbaik adalah saluran yang
berbentuk trapezium, karena secara matematis dapat dibuktikan bahwa profil hidrolik yang
paling baik terdapat pada kemiringan dinding saluran 60° dan menyinggung pada setengah
lingkaran, sedangkan kedalamab air h = jari-jari lingkaran. Kemiringan dinding talud
saluran dapat diambil sebesar:
a. saluran tanah; 1:1,5 hingga 1:2
b. saluran pasangan batu/beton; 1:1 hingga 1:1,5
Gambar 2.6. Penampang saluran yang paling baik Sumber: Patty, 1995:47
Pada tempat tertentu dari saluran dibuat pelimpah untuk mencegah kerusakan
akibat meluapnya air, seperti halnya pada bangunan PLTA debit air yang keluar dari turbin
dapat mengakibatkan perubahan tinggi air pada saluran. Untuk meminimalisir akibat yang
akan timbul, maka diperlukan penetapan ukuran saluran didasarkan atas rumus Manning –
Strickler (Patty, 1995:46):
Q = V x A (2-47)
V = .%𝑥 -
]
(: 𝑥𝑆. ( (2-48)
h
28
dengan:
Q = debit (m3/dt)
V = kecepatan rata-rata (m/dt)
R = jari-jari hidrolik (m)
P = keliling basah saluran (m)
A = luas penampang saluran (m2)
S = kemiringan dasar saluran
n = koefisien kekasaran manning
2.9.7. Kehilangan Tinggi Aliran Kehilangan tinggi aliran merupakan turunnya besarnya aliran yang disebabkan oleh
bebarapa factor, misalnya akibat gesekan maupun konstraksi yang terjadi selama proses
pengaliran. Dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga air, perhitungan kehilangan
tinggi ada beberapa macam seperti sebagai berikut:
a) Kehilangan tinggi pada tempat pemasukan:
Kehilangan tinggi akibat pemasukan (hp) tergantung dari pemasukannya.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus (Dake, 1985:77):
hp = K x ;$
(= (2-49)
dengan:
hp = kehilangan tinggi pada pemasukan (m)
K = koefisien kecepatan (0,95-1,00)
V = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
b) Kehilangan tinggi pada saringan kasar (trashtrack):
hs = ϕ x sin α x 6�
8:x ;
_
(= (2-50)
dengan:
hs = kehilangan tinggi energi
V = kecepatan datang (m/dt)
G = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
ϕ = faktor bentuk profil kisi saringan
α = sudut kemiringan dari horizontal dalam derajat
t = tebal jeruji (m)
b = jarak bersih antar jeruji b (b > 50 mm) (m)
Besarnya ϕ, menurut profilnya adalah sebagai berikut:
29
a b c d e f g
Gambar 2.7. Profil kisi aliran Sumber: Patty, 1995:40
Faktor bentuk profil seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.5 Profil Kisi Saringan Profil a b c d e f g
j 2,42 1,83 1,67 1,03 0,92 0,76 1,79 Sumber: Patty, 1995:40
c) Kehilangan tinggi akibat belokan
Kehilangan tinggi tekan akibat belokan terdiri dari 2 macam yaitu belokan
lengkung dan belokan patah, akan tetapi belokan lengkunglah yang banyak
digunakan. Untuk belokan lengkung dihitung dengan rumus sebagai berikut:
hb = Kb x ;$
(= (2-51)
dengan:
hb = kehilangan tinggi akibat belokan (m)
Kb = koefisien belokan
V = kecepatan aliran dalam pipa pesat (m/dt)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Tabel 2.6 Nilai K pada Belokan pada Pipa α 10° 20° 30° 40° 50° 60° 70° K 0,08 0,31 0,49 0,60 0,67 0,72 0,72
Sumber: Triatmojo, 2003:199
a) Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan
Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan meliputi gesekan sepanjang pipa
pesat. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
hg = f x X`a𝑥 ;
$
(= (2-52)
f = .(8,Fb%$
ac _
(2-53)
dengan:
hg = kehilangan tinggi akibat gesekan (m)
f = koefisien pada diameter pipa pesat
Lp = panjang pipa pesat (m)
30
V = kecepatan aliran pada pipa pesat (m/dt)
d = diameter dalam pipa (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
n = koefisien kekasaran (untuk weldeed steel n = 0,012; PVC = 0,009)
2.10. Tinggi Jatuh Efektif Tinggi jatuh efektif adalah selisih antara elevasi muka air pada bangunan
pengambilan atau waduk (EMAW) dengan tail water level (TWL) dikurangi dengan total
kehilangan tinggi tekan (Ramos, 2000:57). Persamaan untuk menghitung tinggi jatuh
efektif adalah sebagai berikut:
Heff = EMAW – TWL – hI (2-54)
dengan:
Heff : tinggi jatuh efektif (m)
EMAW : elevasi muka air waduk atau hulu bangunan pengambilan (m)
TWL : tail water level (m)
hI : total kehilangan tinggi tekan (m)
Tinggi jatuh efektif dapat diperoleh dengan mengurangi tinggi jatuh total (dari
permukaan air pada pengambilan sampai permukaan air saluran bawah) dengan kehilangan
tinggi pada saluran air. Tinggi jatuh penuh (Full head) adalah tinggi air yang bekerja
efektif pada turbin yang sedang berjalan. Bila deketahui permukaan air pada bangunan
pengambilan dan saluran bawah serta debit air, maka tinggi jatuh efektif kemudian dapat
ditentukan, dengan dasar pertimbangan ekonomis. Misalnya, bila kehilangan tinggi jatuh
air dapat dikurangi dengan memperbesar penampang saluran air atau memperkecil
kemiringannya, maka tinggi jatuh dapat digunakan dengan efektif (Arismunandar, 2004).
Gambar 2.8. Sketsa Tinggi Jatuh Efektif Sumber: Ramos, 2000:61
31
2.11. Turbin Air Turbin air merupakan bagian terpenting dalam komponen utama bangunan
pembangkit listrik tenaga air selain generator. Turbin air merupakan alat yang digunakan
untuk merubah energi air menjadi energi puntir yang kemudian akan diubah lagi menjadi
energi listrik oleh generator. Turbin air dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara
berdasarkan dengan cara turbin tersebut merubah energi air menjadi energi puntir. Macam-
macam turbin air yang dikenal sebagai berikut (Arismunandar, 2004:53):
a. Turbin Impuls
Turbin ini dibuat sedemikian sehingga rotor (runner) bekerja karena aliran air, di
sini beda tinggi diubah menjadi kecepatan karena perbedaan tinggi. Turbin jenis ini
meliputi crossflow, pelton, dan turgo.
b. Turbin Reaksi
Turbin jenis ini dibuat sedemikian sehingga rotor bekerja karena aliran air dengan
tinggi terjun karena tekanan. Yang termasuk jenis ini adalah turbin francis dan
kaplan/propeller.
2.11.1. Penentuan Tipe Turbin Dalam studi ini penentuan tipe turbin didasarkan pada kecepatan khusus Ns dan
tinggi jatuh. Untuk memudahkan pemakaian jenis turbin, maka turbin-turbin tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.7. Klasifikasi dan Kapasitas Turbin
turbin hidraulik H (m)
Q (m3/s)
P (kW)
n (r.p.m)
Reaksi:
bulb 2 -10 3 - 40 100 - 2500 200 - 450 kaplan dan baling - baling dengan aliran axial
2 -20 3 - 50 50 - 5000 250 - 700
francis dengan aliran diagonal 10 - 40 0,7 - 10 100 -5000 100 -250
francis dengan aliran radial 40 -200 1 - 20 500 - 15000 30 -100
impuls: pelton 60 – 1000 0,2 - 5 200 -15000 < 30 turgo 30 -200 100 - 6000 cross flow 2 - 50 0.01 – 0.12 2 -15 Sumber: Ramos, 2000:82
32
Gambar 2.9 Jenis turbin pembangkit tenaga air Sumber: Ramos, 2000:83
Gambar 2.10 Jenis turbin berdasarkan kecepatan spesifik dan tinggi jatuh Sumber: USBR, 1976:15
33
Gambar 2.11 Grafik pemilhan tipe turbin menurut ESHA Sumber: Penche, 2004
Dalam penentuan tipe turbin hal utama yang perlu diperhatikan adalah karakteristik
dari masing-masing tipe turbin. Turbin reaksi yang biasa digunakan untuk pembangkit
listrik dengan tinggi jatuh sedang – kecil, sedangkan turbin impuls digunakan untuk tinggi
jatuh besar. Adapun faktor lain yang perlu diperhatikan juga adalah mengenai putaran dan
kecepatan spesifik turbin.
2.11.2. Karakteristik Turbin Karakteristik turbin merupakan parameter yang mendasari perencanaan dan
pemilihan turbin hidrolik. Setiap turbin pasti memiliki karakteristik atau ciri khas masing-
masing yang meliputi kecepatan spesifik turbin (Ns), dan kecepatan putar turbin atau
kecepatan sinkron generator (n). Perencanaan karakteristik turbin dapat menggunakan
beberapa metode, seperti metode yang diterapkan oleh United State Bureau of Reclamation
(USBR) dan metode yang diterapkan oleh Europan Small Hydropower Association
(ESHA). Perhitungan perencanaan dan pemilihan karakteristik turbin berdasarkan masing-
masing metode adalah sebagai berikut:
a. Metode USBR (United State Bureau of Reclamation)
Persamaan untuk menghitung besarnya kecepatan spesifik turbin (USBR, 1976:14)
34
NS = n efg/h
(2 -55)
Dengan:
Ns : kecepatan spesifik (m-kW)
P : daya semu/teoritis (Hp)
H : tinggi jatuh (m)
N : putaran dasar turbin (rpm)
Dari persamaan tersebut tidak bisa diketahui besarnya nilai putaran dasar
turbin (n), putaran turbin untuk tiap tipe turbin berbeda-beda. Maka putaran dasar
turbin coba-coba (n’) dihitung dengan persamaan trial rotational speed (n’) sebagai
berikut:
Turbin francis : n’ = (::8D
atau n’ = .FF:D
(2 -56)
Turbin propeller : n’ = (<JJD
atau n’ = (K<(D
(2 -57)
Dari putaran coba-coba (n’) maka harus dicek dengan kecepatan sinkron
generator jika akan menggunakan generator sinkron. Kecepatan sinkron generator
dihitung dengan persamaan sebagai berikut (USBR, 1976:14):
n = .(<I]
(2 – 58)
dimana:
n : kecepatan sinkron generator (rpm)
f : frekuensi generator (50 -60 Hz)
P : jumlah kutub generator (poles)
Setelah mendapatkan nilai putaran turbin (n) maka harus dihitung besarnya
nilai desain kecepatan spesifik turbin dengan persamaan (2 – 55), nilai batas
kecepatan spesifik untuk tiap turbin berbeda-beda, oleh karena itu USBR
merekomendasikan kisaran kecepatan spesifik untuk tiap jenis turbin adalah
sebagai berikut (USBR, 1976:9):
Turbin francis : 65 < Ns < 445
Turbin propeller : 300 < Ns < 1000
b. Metode ESHA (Europan Small Hydropower Association)
ESHA menggunakan standar internasional IEC 60193 dan 60041 untuk
menentukan besarnya nilai kecepatan spesifik turbin, Formula untuk menghitung
besarnya kecepatan spesifik adalah (Penche,2004:168):
NQE = n ij_/h
(2 -59)
35
dengan:
NQE = kecepatan spesifik (tak berdimensi)
Q = debit desain (m3/dt)
E = enegi hidraulik spesifik didapat dari (E = H x g) (j/kg) (2-60)
n = Putaran dasar turbin (t/s)
Hubungan atau kesetaraan dari nilai NQEdengan nilai parameter turbin dengan
menggunakan metode lain seperti: kecepatan spesifik (Ns), faktor kecepatan (φ) dan
putaran satuan (NQ) adalah sebagai berikut (Penche,2004:168):
Ns = 995 NQE (2-61)
NQ = 333 NQE (2-62)
φ = 2,11 NQE (2-63)
Dalam perhitungan kecepatan spesifik turbin nilai putaran dasar turbin harus di
coba coba terlebih dahulu untuk memperkirakan besarnya putaran dasar turbin maka
digunakan persamaan empiris untuk mengetahui nilai kecepatan spesifik turbin (NQE’)
dengan persamaan berikut(Penche,2004:169):
Turbin Pelton NQE’= 0.0859 / H0.243 (2 - 64)
Turbin Francis NQE’ = 1.924 / H0.512 (2 - 65)
Turbin Kaplan NQE’= 2.294 / H0.486 (2 - 66)
Turbin Propeller NQE’= 2.716 / H0.5 (2 - 67)
Turbin Bulb NQE’= 1.528 / H0.2837 (2 – 68)
Setelah itu maka putaran dasar turbin (n) dan jumlah kutub generator (p) bisa
direncanakan berdasarkan kecepatan spesifik coba – coba (NQE’), ESHA memberikan
kisaran nilai kecepatan spesifik untuk tiap turbin adalah sebagai berikut
(Penche,2004:169):
turbin francis = 0,05 ≤ NQE ≤ 0,33 (2 - 69)
turbin propeller, Kaplan dan bulb = 0,19 ≤ NQE ≤ 1,55 (2 - 70)
turbin pelton = 0,005 ≤ NQE ≤ 0,025 (2 - 71)
turbin pelton dengan (n) nozzle = 0,005 n0,5 ≤ NQE ≤ 0,025n0,5 (2-99)
2.11.3. Kavitasi dan Titik Pusat Turbin Kavitasi adalah suatu kejadian yang timbul dalam aliran air dengan kecepatan yang
begitu besar, sehingga tekanan air menjadi lebih kecil daripada tekanan uap air maksimum
di temperatur itu. Proses ini menimbulkan gelembung-gelembung uap air yang dapat
menimbulkan erosi pada turbin (Patty, 1995:99). Kavitasi juga dapat mengakibatkan
terjadinya masalah yang serius pada turbin, diantaranya menurunnya efisiensi, timbulnya
36
getaran, terdengan berisik, dan lain-lain. Dalam turbin air bagia yang sering terjadi kavitasi
adalah bagian sudu rotor. Untuk menghindarkan bertambahnya kavitasi perlu dilakukan
beberapa hal antara lain (Arismunandar, 2004:70):
a. Memilih sudu rotor yang tepat bentuknya
b. Memasang rotor pada posisi yang rendah terhadap permukaan air sebelah
bawah (tail water)
c. Memilih kecepatan jenis kecil
d. Memberi udara dalam jumlah yang tepat pada bagian atas pipa lepas
e. Melapisi sudu rotor dengan bahan yang tahan terhadap kavitasi
Agar terhindar dari kavitasi, maka turbin diletakkan pada posisi yang aman yaitu
pada titik dari tinggi hisap (hs) sampai titik pusat turbin.
Gambar 2.12 Skema pemasangan turbin untuk analisa kavitasi Sumber: USBR, 1976:23
Penentuan titik berat turbin atau elevasi pusat turbin dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut:
Z = TWL + Hs + b (2 - 72)
Dengan:
Z = titil pusat turbin (m)
TWL = elevasi tail water level (m)
Hs = Tinggi hisap turbin (m)
b = perbedaan tinggi antar pusat turbin dengan outlet runner
Untuk menghitung tinggi hisap (Hs) dapat dihitung dengan menggunakan metode
ESHA (Penche,2004:169):
Hs = eklmneopq
+ s$
(q− σH (2 - 73)
Dengan:
Hs = tinggi hisap (m)
Patm = tekanan atmosfer (Pa)
37
Pv = tekanan uap air (Pa)
H = tinggi jatuh effektif (m)
σ = koef thoma
ρ = berat jenis air (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
V = kecepatan aliran (m/dt) (Penche,2004: 178 menyarankan 2 m/dt sebagai
pendekatan awal)
Untuk mengontrol kavitasi digunakan koefisien thoma kritis (σc) dihitung dengan
menggunakan fungsi kecepatan spesifik dengan persamaan berikut (Penche,2004:169):
Turbin Kaplan σc =1,5241Nij.,8M +s$
(qf (2 - 74)
Turbin Francis σc =1,2715Nij.,8. +s$
(qf (2 - 75)
dimana:
σc = koefisien kritis thoma
Ns = kecepatan spesifik (m kW) (metode USBR)
NQE = kecepatan spesifik (metode ESHA)
38
Tabel 2.8 Nilai Tekanan Atmosfer
Sumber: http://www.engineeringtoolbox.com/air-altitude-pressure-d_462.html
39
Tabel 2.9 Nilai tekanan Uap Air
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Vapour_pressure_of_water
Kavitasi akan terjadi pada σ = σ crit. Besar kavitasi aktual dapat dihitung dengan
persamaan berikut (Patty, 1995:100):
σ = fknf{nf|f
(2-76)
dimana:
σ = kavitasi
Ha = tekanan atmosfir ( m )
Hw = tekanan uap air disebelah bawah sudu rotor atau pada bagian atas pipa lepas (m)
Hs = tinggi hisap atau draft head ( m )
Heff = tinggi jatuh air efektif ( m)
40
2.11.4. Dimensi Turbin
Dalam perencanaan dimensi turbin maka harus ditentukan terlebih dulu jenis turbin
yang akan digunakan apakah turbin impuls atau turbin reaksi, dalam perencanaan
pembangkit listrik tenaga air dengan tinggi jatuh maka jenis turbin yang digunakan adalah
turbin reaksi. Menurut Ramos (2000:94) turbin reaksi terdiri atas bagian sebagai berikut:
1. Rumah Siput (Spiral Case)
Rumah Siput berfungsi untuk mengubah energi tekanan menjadi energi kinetic aliran
air yang masuk menuju ruang turbin.
2. Wicket Gate atau Guide Vane
Wicket gate berfungsi untuk mengarahkan air menuju runner turbin dengan aliran
seragam.
3. Pemutar (Runner)
Runner berfungsi untuk mengubah energi kinetic menjadi energi mekanik untuk
ditransformasikan menjadi energi listrik oleh generator. Pemutar memiliki 2 jenis
yaitu runner axial dan runner radial, dengan atau tidak menggunakan movable blade.
4. Pipa pembuang (Draft tube)
Pipa pembuang yang berfungsi untuk menghantarkan aliran dari turbin menuju saluran
tailrace.
• Diameter Runner Diameter runner untuk turbin reaksi ditentukan atas besarnya kecepatan spesifik,
tinggi jatuh dan juga perbedaan kecepatan tangensial pada turbin. Runner turbin biasanya
didesain berdasarkan kecepatan spesifik turbin tersebut.
Gambar 2.13 Pemilihan Bentuk Runner Berdasarkan Kecepatan Spesifik Sumber: Penche, 2004:169.
41
Untuk turbin francis dimensi runner dihitung dengan persamaan berikut
(Ramos,2000:97):
Gambar 2.14. Skema Runner Untuk Turbin Francis Sumber: Ramos, 2000:97
D3 = 84.5 Ku f}~
(2-77)
Ku = 0.31 + 2.5 x 10-3Ns (2-78)
D1 = D3 0.4 +�8.F�[
(2-79)
D2 = *_<.�M0<.<<<:J�[
(2-80)
H1 = D3 (0.094 + 0.00025Ns) (2-81)
H2 = D3 −0.05 +8(�[
(2-82)
Dengan:
D = diameter runner (m)
n = kecepatan dasar turbin (rpm)
Ns = kecepatan spesifik turbin (kW m)
Ku = perbedaan kecepatan tangensial
• Guide Vane
Karakteristik dimensiguide vane dihitung dengan persamaan:
Bg = (0.45 - 31.8/Ns) DM (2-83)
Hg = 0.2 DM (2-84)
Dengan:
Bg = tinggi guide vane (m)
Hg = lebar ruang whirl (m)
Ns = Kecepatan spesifik (mkW)
Dm = diameter runner turbine (m)
42
• Rumah Siput (Spiral Case)
Rumah siput digunakan untuk mengubah energi tekanan menjadi energi kinetik dan
sebagai pengarah aliran menuju ruang pemutar turbin. Dimensi rumah siput dinyatakan
sebagai berikut (Ramos,2000:98):
A = D3 (1,2 – 19.56 / Ns) (2-85)
B = D3 (1,1 + 54.8 / Ns) (2-86)
C = D3 (1,32 + 49.25 / Ns) (2-87)
D = D3 (1,5 + 48.8 / Ns) (2-88)
E = D3 (0.98 +63.6 / Ns) (2-89)
F = D3 (1+ 131.4 / Ns) (2-90)
G = D3 (0.89 +96.5 / Ns) (2-91)
H = D3 (0.79 + 81.75 / Ns) (2-92)
I = D3 (0,1 + 6.5 x 10-4 Ns) (2-93)
L = D3 (0,88 + 4,9 x 10-4 Ns) (2-94)
M = D3 (0,6 + 1.5 x 10-5 Ns) (2-95)
Kecepatan dalam rumas siput dihitung dengan persamaan:
V = 488/Ns0.44 (2-96)
Dimana:
Dm = diameter runner (m)
V = kecepatan (m/s)
Ns = kecepatan spesifik (mkW)
Gambar 2.15 Skema Rumah siput (Spiral Case) Sumber: Ramos,2000:99
43
• Pipa Pelepas (Draft tube)
Pipa pelepas adalah pipa yang meneruskan air dari turbin ke saluran pembuangan
Pipa ini mempunyai 2 tujuan yaitu (Patty, 1995:99) :
a. Menggunakan tinggi jatuhnya air dari tempat keluar turbin ke muka air saluran
pembuangan atau menggunakan tinggi statis.
b. Menggunakan energi kinetik air yang keluar dari turbin atau menggunakan tinggi
dinamis.
Untuk perencanaan dimensi dari draft tube dapat menggunakan persamaan
(Ramos,2000:98) sebagai berikut:
N = D3 (1,54 + 203.5 / Ns) (2-97)
O = D3 (0.83 +140.7 / Ns) (2-98)
P = D3 (1,37 – 5,6 x 10-4 Ns) (2-99)
Q = D3 (0,58 + 22,6/ Ns) (2-100)
R = D3 (1,6 -0.0013 Ns) (2-101)
S = Ns/ (-9,28 + 0.25Ns) (2-102)
T = D3 (1.5 + 1,9 x 10-4 Ns) (2-103)
Z = D3 (2,63 + 33,8/ Ns) (2-104)
Kecepatan pada inlet draft tube dihitung dengan persamaan :
V = 8.74 + 2.48/Ns (2-105)
Dimana:
Dm = diameter runner (m)
V = kecepatan (m/s)
Ns = kecepatan spesifik (mkW)
Gambar 2.16 Dimensi Draft Tube Untuk Turbin Kaplan Sumber: Ramos, 2000:99
44
2.3.3.6.5. Efisiensi Turbin
Efisiensi turbin adalah perbandingan antara energi yang keluar dari turbin dan
energi yang masuk turbin yang diberikan aliran air. ( Patty, 1995:92) Turbin air moderen
dioperasikan pada efisiensi mekanis lebih dari 90% (tidak terpengaruh efisiensi
termodinamika), efisiensi turbin dinyatakan dalam persamaan (Ramos,2000:89):
η = PγQH0
(2-106)
dengan
η = efisiensi turbin
P = daya (watt)
γ = berat jenis fluida (kg/m3)
Q = debit (m3/dt)
H0 = tinggi jatuh (m)
Besaran efisiensi untuk tiap turbin berbeda beda, kisaran efisiensi diperlihatkan
dengan gambar berikut:
Gambar 2.17 Kisaran Nilai Efisiensi Untuk Tiap Jenis Turbin Sumber: Ramos, 2000:99 2.12. Peralatan dan Fasilitas Listrik Peralatan listrik merupakan komponen sistem pembangkit listrik yang berfungsi
untuk mengatur daya yang dibangkitkan oleh turbin untuk disalurkan melalui grid atau
jaringan distribusi listrik. Tujuan lain dari peralatan listrik adalah sebagai pengaman dari
sistem pengaturan dan pembangkitan energi listrik.
45
2.12.1 Generator Generator diperlukan untuk mengubah energi mekanis turbin menjadi energi listrik.
Generator yang umum digunakan dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
adalah 3 phasa, dengan arus bolak-balik (Patty, 1995:109).
Menurut Penche, generator yang digunakan dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga
air adalah generator dengan 3 phasa yang dibedakan menjadi 2 jenis yaitu::
1 Generator Sinkron
Generator sinkron dilengkapi dengan listrik DC atau permanen magnet
eksitasisistem (berputar atau statis) terkait dengan regulatortegangan untuk
mengontrol tegangan output sebelum generator terhubung ke grid. Generator ini
menyediakan energi reaktif yang dibutuhkan oleh kekuatan sistem saat generator
terhubung ke grid. Generator sinkrond apat menjalankan sistem terisolasi dari grid
dan menghasilkan listrik karena eksitasi tidak tergantung grid.
2. Generator tak sinkron
Generator tak sinkron merupakan motor induksi sederhana tanpa kemungkinan
regulasi tegangan dan berjalan pada kecepatan berkaitan langsung dengan frekuensi
sistem. Menambahkan bank kapasitor dapat mengimbangi energi reaktif yang
diserap. Generator tak sinkron tidak dapat menghasilkan daya jika terputus dari
grid karena tidak mampu menyediakan eksistasi. Generator tak sinkron biasanya
digunakan pada pembangkit listrik tenaga air berskala kecil yang hanya
membutuhkan pasokan listrik tidak terlalu tinggi.
Sama halnya dengan turbin, generator juga memiliki nilai efisiensi. Efisiensi
generator dapat dibedakan berdasarkan keluaran energi yang dihasilkan
(Penche,2004:187).
Pg = ]6�=]I
(2-107)
Dengan:
Pg = rating keluaran generator (kVA)
Pt = rating keluaran turbin (kW)
ηg = effisiensi generator
Pf = faktor tenaga
46
Tabel 2.10. Hubungan Antara Daya Generator dengan Efisiensi
Rated Power (kW) Best efficiency 10 0,91 50 0,94 100 0,95 250 0,955 500 0,96 1000 0,97
Sumber: Penche, 2004:187
Tabel 2.11. Nilai Kecepatan Generator untuk Generator Sinkron
Jumlah Pole Frekuensi 50 Hz 60 Hz
2 3000 3600 4 1500 1800 6 1000 1200 8 750 900 10 600 720 12 500 600 14 428 540 16 375 450 18 333 400 20 300 360 22 272 327 24 250 300 26 231 277 28 214 257
Sumber: Penche, 2004:180
Untuk mengatur tegangan yang keluar dari generator supaya dapat distabilkan perlu
direncanakan pengatur tegangan (exciter). Pengatur tegangan (exciter) terdapat dua jenis
yang biasa digunakan untuk generator, yaitu (Penche, 2004:188):
• Static type exciter
• Brushless type exciter
• Rotating type exciter
2.12.2 Pengatur Kecepatan Pengatur kecepatan dibutuhkan untuk mengatur kecepatan pada turbin dengan
mengatur guide vane hingga mendapatkan kecepatan yang diijinkan turbin untuk
beroperasi. Pengatur kecepatan memiliki tiga jenis, antara lain: hidro-mekanik, mekanik-
elektrik, dan hidro-elektrik.
47
2.12.3 Peningkat Kecepatan (Speed Increasor)
Peningkat kecepatan dibutuhkan turbin yang memiliki tinggi jatuh rendah seperti
turbin Kaplan, Turbular dan Bulb. Peningkat kecepatan diperlukan agar kecepatan pada
turbin stabil dan berjalan maksimal.
Menurut Penche, 2004:184 peningkat kecepatan terdapat beberapa jenis antara lain:
• Parallel Shaft
• Bevel Gears
• Belt Speed Increasor
2.12.4 Transformer (Travo) Sebelum masuk ke jaringan transmisi arus listrik masuk melalui transformer untuk
menurunkan intensitas arus yang dihasilkan, dan meningkatkan voltase listrik yang
kemudian diatur sesuai dengan keperluan domestik.
2.12.5 Peralatan Pengatur (Switchgear) Peralatan pengatur (switchgear) merupakan kombiasi antara saklar pemutus, fase
dan pemutus aliran (circuit breaker). Switchgear berfungsi untuk melindungi generator dan
transformator utama dari bahaya overcapacity.
2.12.6 Aksesoris Kelengkapan (Auxiliary Equipment)
Aksesoris kelengkapan pada sistem pembangkit listrik adalah sebagai pelengkap
dan alat bantu untuk system pengoperasian dan perawatan sistem pembangkit tenaga
listrik.
2.13. Perhitungan Daya dan Energi Tenaga yang dihasilkan dari debit pembangkitan maksimum disebut dengan
kapasitas terpasang atau Installed Capacity. Tenaga yang dihasilkan berupa produksi
energi tahunan. Produksi energi tahunan dihitung berdasarkan tenaga andalan yang didapat
dari debit andalan yang tersedia untuk pembangkit listrik yang berupa debit outflow
dengan periode n harian.
E = 9,8 x H x Q x ηg x ηt x 24 x n (2-108)
dengan:
E = energi tiap satu periode (kWh)
ηt = efisiensi turbin
ηg = efisiensi generator
ρ = massa jenis air = 1000 (kg/m3)
Q = debit outflow (m3/dt)
48
Heff = tinggi jatuh efektif (m)
2.14. Analisa Kelayakan Ekonomi Analisa ekonomi dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu proyek dari segi
ekonomi. Dalam melakukan analisa ekonomi dibutuhkan utama yaitu, cozt (komponen
biaya) dan benefit (komponen manfaat).
2.14.1. Komponen Manfaat dan Biaya
Komponen Manfaat
Suyanto (2001:65) menyebutkan bahwa manfaat yang diperhitungkan dalam
analisa ekonomi dalah manfaat yang termasuk dalam kategori “direct and tangible benefit”
yaitu manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh penerima manfaat dan dapat dinilai
dengan uang. Dalam hal ini, manfaat yang diperoleh dari PLTA berupa uang hasil
penjualan listrik kepada konsumen didasarkan pada tenaga listrik yang dihasilkan tiap
tahun dengan tarif dasar listrik yang berlaku.
B = E x TDL (2-109)
Dimana:
B = benefit (Rp)
E = energi (kWh)
TDL = tariff dasar listrik (Rp/kWh)
Komponen Biaya Biaya modal (capital cost) adalah jumlah semua pengeluaran yang dibutuhkan
mulai dari pra studi sampai dengan proyek selesai dibangun. Semua pengeluaran yang
termasuk biaya modal dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya langsung dan biaya tak
langsung.
• Biaya Langsung
Biaya langsung merupakan biaya yang diperlukan dalam perencanaan
pembangunan atau konstruksi. Biaya konstruksi PLTA dinyatakan dalam rumus empiris
yang diperkirakan berdasarkan harga satuan dari proyek PLTA di Indonesia. Biaya
konstruksi PLTA sebagai fungsi cost yang diperhitungkan dengan menggunakan rumus
empiris untuk memperkirakan besarnya biaya adalah sebagai berikut (Anonim dalam
RETscreen, 2005:Appendix B):
1. Biaya Engineering (C1)
Biaya engineering merupakan biaya yang diperlukan untuk jasa konsultasi dan
jasa konstruksi, persamaan empirisnya adalah sebagai berikut:
49
C1 = 654,0
3,01,0 1037,0 ×⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛×
HgMWxExn (2-110)
Dimana:
C1 : estimasi biaya engineering ($ Canada)
n : jumlah turbin yang digunakan
E : engineering cost factor (0,67 jika ada bendungan/bendung eksisting dan 1
jika tidak ada bendungan / bendung eksisting)
MW: total kapasitas terpasang (MegaWatt)
Hg : tinggi jatuh (m)
2. Biaya peralatan hidromekanik (C2)
Biaya peralatan hidromekanik meliputi biaya generator, turbin, dan governor.
C2 = CG + CT (2-111)
Generator:
CG = 69,0
28,096,0 1082,0 ×⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛×
HgMWCgGn (2-112)
Turbin Kaplan
CT = 0,27𝑥𝑛<,�M𝑥𝐽6𝑥𝐾6𝑥𝑑.,8K𝑥 1,17𝑥𝐻𝑔<,.( + 2 𝑥10M (2-113)
Dimana:
C2 : estimasi biaya hidromekanik ($ Canada)
CG : biaya generator ($ Canada)
CT : biaya turbin ($ Canada)
G : faktor koreksi grid (0,9 untuk central grid)
Cg : faktor motor generator kecil (0,75 jika MW < 10, 1 jika MW > 10)
Jt : faktor peningkatan tinggi jatuh (1 jika H<25, 1,1 jika H>25)
Kt : faktor penurunan diameter kecil (0,9 jika d<1,8m , 1 jika d>1,8m)
d : diameter turbin
Mwu : kapasitas daya tiap turbin (Mega Watt)
3. Biaya instalasi peralatan hidromekanik (C3)
Biaya instalasi merupakan biaya pemasangan peralatan hidromekanik.
C3 = C2 x 0,15 (2-114)
Dimana:
C3 : estimasi biaya instalasi hidromekanik ($ Canada)
C2 : biaya peralatan hidromekanik ($ Canada)
50
4. Biata instalasi jaringan transmisi (C4)
Merupakan biaya pembangunan jaringan transmisi listrik.
C4 = 0,0011 x D x P x Lt0,96 V x 106 (2-115)
Dimana:
C4 : estimasi biaya instalasi jaringan transmisi ($ Canada)
D : koefisien tingkat kesulitan wilayah (terrain) (1 – 2)
V : voltase jaringan transmisi (kV)
P : faktor biaya tiang listrik (0,85 jika V<69, 1 jika V>69)
Lt : panjang jaringan (km)
5. Biaya substansi dan travo (C5)
Merupakan biaya untuk substansi dan transformer (travo)
C5 = ( ) 63,09,0
95,0 1095,0
1002,00025,0 ×⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛×⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛×+×× VMWnn (2-116)
Dimana:
C5 : estimasi biaya travo dan substansi ($ Canada)
6. Biaya pemasangan substansi dan travo (C6)
Merupakan biaya untuk pemasangan substansi dan travo
C6 = C5 x 0,15 (2-117)
Dimana:
C6 : estimasi biaya pemasangan substansi dan travo
C5 : biaya substansi dan travo
7. Biaya pekerjaan sipil (C7)
C7 = ( ) 682,0
3,004,0 10005,0101,0154,3 x
HgLdl
HgMWRxCn b ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+×+×⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛××× −
Dimana:
C7 : estimasi biaya pekerjaan sipil ($ Canada)
C : koefisien pekerjaan sipil (0,44 jika ada bendungan/bendung
. eksisting, 1 jika tidak ada bendungan/bendung eksisting)
R : faktor batuan (1 jika terdapat batuan, 1,05 jika tidak terdapat
. batuan)
Lb : jarak menuju borrow area (m)
Ld : panjang crest dam (m)
Hg : tinggi jatuh
51
8. Biaya pekerjaan pipa pesat (C8)
Merupakan biaya untuk oembangunan pipa pesat.
C8 = 20 x np0,95 x W0,88 (2-118)
W = (24,7 dp lp tave) (2-119)
dp = ���`
},h_
D=},ch (2-120)
tt = dp1,3 + 6 (2-121)
tb = 0,0375 dp Hg (2-122)
tave = 0,5 (tt + tb) (jika tb > tt) (2-123)
tave = tt (jika tb < tt) (2-124)
dimana:
C8 : estimasi biaya pipa pesat ($ canada)
np : jumlah pipa pesat
W : berat pipa pesat (kg)
Qd : debit desain (m3/dt)
dp : diameter pipa pesat (m)
lp : panjang pipa pesat (m)
tave : tebal pipa pesat rata rata (mm)
tt : tebal pipa pesat pada intake (mm)
tb : tebal pipa pesat pada turbin (mm)
9. Biaya pemasangan pipa pesat (C9)
Merupakan biaya untuk eksavasi dan pemasangan pipa pesat.
C9 = 5 W0,88 (2-125)
Dimana:
C9 : estimasi biaya pemasangan pipa pesat ($ Canada)
10. Biayapekerjaan terowongan (C10)
Merupakan biaya untuk pembuatan terowongan, termasuk bahan untuk
pasangan.
C10 = 400 x Rv0,88 + 4000 x Cv0,88 (2-126)
Dimana:
C10 : estimasi biaya pekerjaan saluran ($ Canada)
Rv : volume galian tanah (m3)
Cv : volume beton (m3)
Lt : panjang saluran transmisi (km)
52
Qd : debit desain (m3/dt)
k : koefisien keuangan daerah
Hg : tinggi jatuh (m)
Tc : rasio kekuatan tanah
11. Biaya pekerjaan lain-lain (C11)
Merupakan kelompok bangunan lain yang tidak tergolong utama, dengan kata
lain bangunan pelengkap.
C11 = 1011,01011,125,0 35,0 CtoCCtoCQi d ∑+∑××× (2-127)
Dimana:
C11 : estimasi biaya pekerjaan lain-lain ($ Canada)
i : suku bunga yang berlaku
Hasil estimasi biaya langsung (cost) dinyatakan dalam satuan mata uang dolar
Kanada dengan nilai konversi ke mata uang Rupiah sebesar Rp. 10.109,71 per 25
November 2016. Sehingga biaya langsung merupakan penjumlahan dari keseluruhan
estimasi biaya pekerjaan yang tercantum di atas.
• Biaya Tak Langsung
Biaya ini dibagi menjadi tiga komponen, yaitu:
1. Kemungkinan/hal yang tidak diduga (contingencies) dari biaya langsung.
Kemungkinan/hal yang tidak pasti ini bila dikelompokkan dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu:
a. Biaya/pengeluaran yang mungkin timbul, tetapi tidak pasti
b. Biaya yang mungkin timbul, namun belum terlihat
c. Biaya yang mungkin timbul, akibat tidak tetapnya padu waktu yang akan
datang (misal adanya kenaikan harga) atau eskalasi. Biasanya biaya untuk
ini merupakan suatu angka prosentase dari biaya langsung. Misalnya 5%,
10%, 15%. Hal ini sangat tergantung pada pihak pemilik dan perencana.
Semakin berpengalaman pemilik atau perencana maka besarnya prosentase
ini akan semakin kecil.
2. Biaya teknik/engineeringcost mencakup biaya untuk kegiatan yang terkait
dengan aspek engineering yaitu biaya survei lapangan, studi kelayakan
(feasibility study), jasa konsultan, desain dan biaya supervisi.
3. Bunga (interest), periode waktu dari ide sampai pelaksanaan fisik, bunga
berpengaruh terhadap biaya langsung, biaya kemungkinan, dan biaya teknik.
53
Suyanto, 2001 menjelaskan bahwa selama konstruksi dimaksudkan untuk
membayar bunga uang yang harus disediakan. Pajak terkadang ditambahkan
atau tidak diperhitungkan.
• Biaya Tahunan
Biaya tahunan merupakan biaya yang masih diperlukan sepanjang umur proyek.
Biaya tahunan (A) terdiri dari 3 komponen, yaitu (Kodoatie, 1995:74):
a. Bunga, biaya ini menyebabkan terjadinya perubahan biaya modal karena adanya
tingkat suku bunga selama umur proyek. Biasanya bisa berbeda dengan bunga
selama waktu dari ide sampai pelaksanaan fisik selesai. Bunga ini merupakan
komponen terbesar yang diperhitungkan terhadap biaya modal.
b. Depresiasi atau Amortisasi, dua istilah ini hampir sama tetapi berbeda fungsi.
Menurut Kuiper (1971), depresiasi adalah turunnya/penyusutan suatu harga/nilai
dari sebuah benda karena pemakaian dan kerusakan dalam suatu periode tertentu
(tahunan misalnya) sehingga hutang yang ada akan terbayar lunas pada akhir
periode tersebut.
c. Biaya operasi pemeliharaan, untuk dapat memenuhi umur proyek sesuai yang
direncanakan pada detail desain, maka diperlukan biaya untuk operasi dan
pemeliharaan proyek tersebut yang harus dikeluarkan setiap tahunnya. Besarnya
biaya O&P diperkirakan dari prosentase biaya modal. Prosentase tersebut berbeda-
beda tergantung jenis bangunannya.
2.14.2. Indikator Kelayakan Ekonomi Suatu proyek dikatakan layak secara ekonomi apabila memenuhi indikator-
indikator kelayakan ekonomi. Menurut Suyanto, 2001:39, indikator yang umum digunakan
dalam analisa ekonomi adalah sebagai berikut:
• Perbandingan manfaat dan biaya (BCR)
• Selisih manfaat dan biaya (Net Present Value)
• Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return)
• Payback period
BCR (Benefit Cost Ratio) Benefit Cost Ratio (BCR) adalah perbandingan antara nilai sekarang (present
value) dari manfaat (benefit) dengan nilai sekarang (present value) dari biaya (cost). Secara
umum rumus untuk perhitungan BCR adalah sebagai berikut (Suyanto, 2001:39):
(2-128)
biaya dari manfaat dari
PVPVBCR =
54
dengan :
PV = Present value
BCR = Benefit Cost Ratio
Sebagai ukuran dari penilaian suatu kelayakan proyek dengan metode BCR ini
adalah jika BCR > 1 maka proyek dikatakan layak dikerjakan dan sebaliknya jika nilai
BCR < 1 proyek tersebut secara ekonomi tidak layak untuk dibangun.
NPV (Net Present Value) Komponen cost dan benefit dihitung present valuenya berdasarkan discount
rate/interest rate yang telah ditentukan. Harga Net Present Value diperoleh dari
pengurangan Present Value komponen benefit dengan Present Value komponen cost
(Suyanto, 2001:39).
NPV = PV komponen Benefit – PV komponen Cost (2-129)
dengan :
PV = Present value
NPV = Net Present Value
Suatu proyek dikatakan ekonomis dan layak dibangun apabila NPV bernilai positif
(+) atau NPV > 0.
IRR (Internal Rate of Return) IRR merupakan nilai suku bunga yang diperoleh jika BCR bernilai sama dengan 1,
atau nilai suku bunga jika NPV bernilai sama dengan 0. IRR dihitung atas dasar
penerimaan bersih dan total nilai untuk keperluan investasi. Nilai IRR sangat penting
diketahui untuk melihat nilai suku bunga pinjaman yang berlaku. Perhitungan nilai IRR
dapat diperoleh dengan cara coba-coba pada tingkat suku bunga tertentu maka didapat
BCR = 1 ataupun dengan rumus sebagai berikut (Kodoatie, 1995:112):
(2-130)
dengan:
I’ = suku bunga memberikan nilai NPV positif
I” = suku bunga memberikan nilai NPV negatif
NPV = selisih antara present value dari manfaat dari present value dari biaya
NPV’ = NPV positif
NPV” = NPV negatif
( )'""'
'' IINPVNPV
NPVIIRR −−
+=
55
Payback Period Payback Period merupakan jangka waktu periode yang diperlukan untuk
membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam
investasi suatu proyek. Payback Period ini akan dipilih yang paling cepat dapat
mengembalikan biaya investasi, makin cepat pengembaliannya makin baik dan
kemungkinan besar akan dipilih.
Kelemahan-kelemahan metode Payback (Pujawan, 2004:113):
1. Diabaikannya nilai waktu uang
2. Diabaikannya aliran kas setelah periode Payback
bAIriodePayback Pe = (2-131)
dengan, I : Besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab : Benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahun.