bab ii tinjauan pustaka - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/bab ii .pdf · 2.2.1...

51
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat dikategorikan dengan potensi sumber energi listrik yang dihasilkan, untuk PLTA sendiri dapat menghasilkan potensi energi listrik sebesar >5000 kW. PLTA merupakan pembangkit yang mengandalkan energi potensial dan kinetik dari aliran air yang kemudian diubah menjadi energi listrik, energi listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut dengan hidroelektrik. PLTA termasuk sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya. Salah satu keunggulan dari pembangkit ini adalah karena responnya yang sangat cepat sehingga sangat sesuai dalam kondisi pada beban puncak maupun saat terjadi gangguan pada jaringan. Secara teknologi, pembangkit listrik tenaga air merupakan aplikasi energi terbarukan yang terbesar dan paling matang yang dapat menghasilkan lebih dari 90% kebutuhan energi listriknya. Namun tidak semua tidak semua potensi energi air mampu dirubah menjadi energi listrik, karena sebagian potensinya dapat hilang akibat adanya gesekan, pemanasan, ataupun noise. Pembangunan PLTA membutuhkan biaya awal yang cukup besar dan tentunya bersaing dengan pembangkit listrik lainnya, sementara untuk biaya operasi dan perawatannya relative lebih kecil. Hal ini berbeda dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti batu bara dan diesel. Kapasitas daya keluaran yang dihasilkan oleh PLTA merupakan yang paling besar diantara pembangkit listrik lainnya. Jumlah daya listrik yang dapat dibangkitkan tergantung pada ketinggian (head) yang merupakan tinggi jatuh dari perbedaan ketinggian muka air kolam dengan muka air keluar. Air mengalir melalui kanal (penstock) melewati kincir air atau turbin dimana air akan menabrak sudut-sudut turbin yang menyebabkan putaran pada turbin, akibat dari perputaran turbin menyebabkan perputaran poros rotor pada generator. Dari generator akan dihasilkan energi listrik yang dibangkitkan yang dapat digunakan secara langsung, maupun disimpan untuk memperbaiki kualitas listrik pada jaringan

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat dikategorikan dengan potensi sumber

energi listrik yang dihasilkan, untuk PLTA sendiri dapat menghasilkan potensi energi

listrik sebesar >5000 kW. PLTA merupakan pembangkit yang mengandalkan energi

potensial dan kinetik dari aliran air yang kemudian diubah menjadi energi listrik, energi

listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut dengan hidroelektrik. PLTA termasuk sumber

energi terbarukan yang ramah lingkungan dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya.

Salah satu keunggulan dari pembangkit ini adalah karena responnya yang sangat cepat

sehingga sangat sesuai dalam kondisi pada beban puncak maupun saat terjadi gangguan

pada jaringan.

Secara teknologi, pembangkit listrik tenaga air merupakan aplikasi energi

terbarukan yang terbesar dan paling matang yang dapat menghasilkan lebih dari 90%

kebutuhan energi listriknya. Namun tidak semua tidak semua potensi energi air mampu

dirubah menjadi energi listrik, karena sebagian potensinya dapat hilang akibat adanya

gesekan, pemanasan, ataupun noise. Pembangunan PLTA membutuhkan biaya awal yang

cukup besar dan tentunya bersaing dengan pembangkit listrik lainnya, sementara untuk

biaya operasi dan perawatannya relative lebih kecil. Hal ini berbeda dengan pembangkit

listrik berbahan bakar fosil seperti batu bara dan diesel.

Kapasitas daya keluaran yang dihasilkan oleh PLTA merupakan yang paling besar

diantara pembangkit listrik lainnya. Jumlah daya listrik yang dapat dibangkitkan

tergantung pada ketinggian (head) yang merupakan tinggi jatuh dari perbedaan ketinggian

muka air kolam dengan muka air keluar. Air mengalir melalui kanal (penstock) melewati

kincir air atau turbin dimana air akan menabrak sudut-sudut turbin yang menyebabkan

putaran pada turbin, akibat dari perputaran turbin menyebabkan perputaran poros rotor

pada generator. Dari generator akan dihasilkan energi listrik yang dibangkitkan yang dapat

digunakan secara langsung, maupun disimpan untuk memperbaiki kualitas listrik pada

jaringan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

6

2.2. Klasifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dibangun secara besar-besaran dalam

berbagai jenis. Hampir setiap proyek tenaga air mempunyai hal yang menarik, yang

berbeda dengan proyek lainnya yang tipenya sama. Akan tetapi untuk memudahkan

pembahasannya perlu diadakan klasifikasi mengenai pembangkit dalam grup-grup yang

berbeda. Dengan demikian suatu klasifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara,

tergantung pada aspek istimewa yang ditinjau klasifikasinya. Jadi, pembangkit tenaga air

dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan, teknisnya, kapasitasnya, tinggi jatuhnya,

keadaan topografi dan ekonomi (Linsley, 1986:118).

2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), proyek tersebut

dipertimbangkan mempunyai tujuan bermacam-macam, misalnya mempunyai fungsi yang

berbeda-beda, untuk suplai air, irigasi, kontrol banjir dan lain sebagainya (Linsley,

1986:119).

2.2.2 Klasifikasi Secara Teknis Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dilihat secara teknis dapat dibagi atas

(Patty, 1995:34):

1. PLTA yang menggunakan air sungai atau air waduk (Pembangkit Listrik Tenaga

Air Konvensional)

2. PLTA yang menggunakan air yang telah dipompa ke suatu reservoir yang letaknya

lebih tinggi. PLTA ini belum terdapat di Indonesia, PLTA ini dikenal dengan

istilah “Pumped Storage” ini, adalah menyimpan kelebihan energi listrik yang

dihasilkan oleh suatu sentral dalam bentuk energi potensial air. Penyimpanan

listrik ini dilakukan pada waktu pemakaian listrik oleh konsumen berkurang

sedangkan energi potensial air digunakan pada waktu pemakaian listrik bertambah

3. PLTA yang menggunakan pasang surut air laut

4. PLTA yang menggunakan energi ombak.

Ditinjau dari cara membendung air, PLTA dapat dikategorikan menjadi dua

macam, yaitu:

a. PLTA run of river yaitu air sungai di hulu dibelokkan dengan menggunakan dam

yang dibangun memotong air sungai, air sungai kemudian diarahkan ke bangunan

PLTA kemudian dikembalikan ke aliran semula di hilir.

b. PLTA dengan Bendungan (DAM) yaitu aliran air sunga dibendung dengan

menggunakan bendungan yang besar agar diperoleh jumlah air yang sangat besar

dalam kolam tandon kemudian baru air dialirkan ke PLTA. Air di sini dapat diatur

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

7

pemanfaatannya misalnya mengenai debit air yang digunakan dalam pembangkitan

dapat diatur besarnya.

2.2.2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan Bendungan (DAM) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di waduk adalah PLTA yang mempunyai

tampungan air yang ukurannya cukup untuk memungkinkan penampungan air kelebihan

musim hujan guna musim kemarau yang dimaksud untuk mengatur pastinya aliran air yang

lebih dari pada aliran alamiah maksimum.

Dalam waduk, biasanya PLTA dibangun dengan dilengkapi pompa untuk

membangkitkan energi untuk beban puncak, tetapi pada waktu-waktu tertentu di luar itu

airnya dipompa dari kolam air buangan ke kolam hulu untuk pemanfaatan yang akan

datang. Pengembangan tenaga air pada umumnya meliputi sebuah bangunan sadap, suatu

pipa pesat (penstock) untuk mengaliri air ke turbin, turbin-turbin dengan mekanisme

pengaturnya, dan generator.

Gambar 2.1. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan waduk Sumber: http://hydropower-energy.blogspot.co.id/2012/04/hydropower- power-plant.html

2.2.3 Klasifikasi Dasar Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Klasifikasi dari Mosonyi atas dasar kapasitas PLTA adalah sebagai berikut:

(Dandekar, 1991:121).

1. Pembagian listrik yang paling kecil (mikro) sampai dengan 100 kW

2. Kapasitas PLTA yang terendah sampai dengan 1000 kW

3. Kapasitas menengah PLTA sampai dengan 10.000 kW

4. Kapasitas tertinggi di atas 10.000 kW.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

8

2.2.4 Klasifikasi Menurut Tinggi Jatuhnya Air 1. PLTA dengan tekanan rendah, H < 15 m

2. PLTA dengan tekanan sedang, H = 15 hingga 50 m

3. PLTA dengan tekanan tinggi, H > 50 m.

2.2.5 Klasifikasi Dasar Mengenai Topografi Pembagian ini adalah menutur letak PLTA yang bersangkutan yaitu di:

1. Daerah lembah

2. Daerah berbukit-bukit

3. Daerah bergunung-gunung.

Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat berlokasi di daerah

pegunungan atau daratan. Biasanya pembangkit listrik di daerah pegunungan bangunan

utamanya merupakan bendungan, sedangkan pembangkit listrik di daerah yang datar

bangunan utamanya berupa tanggul (Dandekar, 1991:121).

2.2.6 Klasifikasi Berdasarkan Ekonomi 1. PLTA yang bekerja sendiri. Jadi tidak dihubungkan dengan sentral-sentral listrik

yang lain

2. PLTA yang bekerja sama dengan sentral-sentral listrik yang lain dalam pemberian

listrik kepada para pemakai. Sehubungan dengan ini PLTA dapat dipakai untuk:

a. Beban dasar; PLTA bekerja terus

b. Beban maksimum; PLTA bekerja pada jam-jam tertentu.

2.3. Analisa Hidrologi Analisa hidrologi merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk menghitung

besarnya potensi air pada suatu daerah untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai

dengan kepentingan masyarakat pada daerah tersebut. Analisa hidrologi digunakan untuk

mendapatan besarnya debit banjir rancangan dan debit andalan.

2.3.1. Uji Konsistensi Data Uji konsistensi data dilakukan jika pada suatu DAS terdapat banyak stasiun hujan,

yang memungkinkan satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu sifatnya tidak

konsisten. Uji konsistensi data digunakan untuk mengetahui konsistensi terhadap suatu seri

data yang diperoleh. Penyebab tidak konsistennya data antara lain:

• Alat ukur yang diganti dengan spesifikasi yang berbeda atau alat yang sama tetapi

dipasang dengan patokan ukuran yang berbeda

• Alat ukur dipindahkan dari tempat semula akan tetapi secara administrasi nama

stasiun tersebut tdak dirubah.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

9

• Alat ukur sama, letaknya tidak dipindahkan, akan tetapi terjadinya perubahan

lingkungan.

Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghitung konsistensi data hujan adalah

dengan menggunakan analisis Kurva Massa Ganda (Double Mass Curve Analysis), yaitu

menguji konsistensi hasil pengukuran pada setiap stasiun dan membandingkan akumulasi

dari hujan yang bersamaan untuk suatu kumpulan stasiun yang mengelilinginya.

Gambar 2.2. Uji konsistensi data dengan kurva massa ganda Sumber: https://insinyurpengairan.wordpress.com/2011/03/11/analisis

kurva-massa-ganda-double-mass-curve-analysis/ Prosedur yang digunakan oleh U.S Eviromental Data Service untuk melakukan uji

konsistensi data adalah dengan menggunakan kurva massa ganda sebagai berikut:

1. Menghitung hujan tahunan untuk masing-masing stasiun

2. Menghitung rata-rata hujan tahunan untuk stasiun pembanding.

3. Menghitung komulatif hujan tahunan untuk stasiun yang akan diuji.

4. Menghitung komulatif hujan tahunan untuk stasiun pembanding.

5. Melakukan penggambaran dalam bentuk diagram pencar (scatter diagram) antara

stasiun yang akan diuji pada sumbu Y dan stasiun pembanding pada sumbu X.

6. Melakukan analisa terhadap konsistensi data hujan dengan cara membuat garis

lurus pada diagram pencar dan melakukan analisa apakah ada perubahan slope atau

tidak pada garis lurus yang dibuat pada diagram pencar. Jika terjadi perubahan

slope, maka titik setelah mengalami perubahan perlu adanya koreksi pada

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

10

pencatatan data hujan dengan cara mengalihkan dengan koefisien (K) yang

dihitung berdasarkan perbandingan slope setelah mengalami perubahan (S2) dan

slope sebelum mengalami perubahan (S1) atau K= S2/S1

Pengujian dengan metode ini akan menghasilkan hasil yang baik, karena dengan

jumlah stasiun yang banyak akan memberikan nilai rata-rata hujan tahunan sebagai

pembanding terhadap stasiun yang diuji dapat lebih mewakili secara baik. Uji konsistensi

data harus dilakukan dengan jumlah minimal 3 stasiun hujan pada suatu DAS. Apabila

hanya terdapat 2 stasiun hujan atau bahkan 1 stasiun hujan, maka tidak dapat dilakukan

pengujian konsistensi data karena dianggap bahwa data yang ada adalah konsisten.

2.3.2. Uji Homogenitas Data Uji Homogenitas merupakan uji perbedaan antara dua atau lebih populasi. Uji ini

dilakukan untuk mengetahui apakah nilai dari varians yang diukur pada kedua populasi

memiliki varians yang sama atau tidak, dengan maksud sama besar atau tidak. Apabila

nilai dai sampel uji tidak homogen maka sampel tidak dapat digunakan dan perlu

dilakukan evaluasi dan pengujian kembali. Oleh karena itu data hujan yang diperoleh harus

diuji tingkat homogenitasnya karena setiap data hujan mengandung ketidaktelitian dan

ketidakpastian.

Berdasarkan alasan tersebut di atas maka diperlukan melakukan uji homogenitas

data dengan menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjust Partial Sums). Metode ini

digunakan untuk menguji data satu stasiun dengan data dari stasiun tersebut dengan

mendeteksi nilai aman (mean), seperti pada persamaan berikut:

Q = maks |Sk**| untuk 0 ≤ k ≤ n (2-1)

R = maks Sk** - Sk (2-2)

Sk* = ( x – 𝑥) (2-3)

Dy2 = "#

$

% (2-4)

Dy = 𝐷'( (2-5)

Sk** = "#∗

*+ (2-6)

dengan:

Q = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, diperoleh dari perhitungan dengan

menggunakan rumus seperti pada Persamaan (2-1)

R = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, diperoleh dari perhitungan dengan

menggunakan rumus seperti pada Persamaan (2-2)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

11

Sk* = data hujan (X) – data hujan rata-rata (X)

Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan jumlah data

Sk** = nilai Sk* dibagi dengan Dy

n = jumlah data

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Data hujan yang diperoleh diurutkan berdasarkan tahun

2. Menghitung rata-rata hujan

3. Menghitung nilai Sk*, yaitu tiap data dikurangi data hujan rata-rata

4. Menghitung nilai absolut dari Sk*

5. Menghitung nilai Dy2, yaitu (Sk*)2 dibagi jumlah data

6. Menghitung jumlah komulatif Dy2

7. Menghitung Dy, yaitu akar dari Dy2

8. Menghitung nilai dari Sk**, yaitu Sk* dibagi Dy

9. Menghitung nilai absolut dari Sk**

10. Menentukan nilai Sk** maksimal

11. Menentukan Sk** minimal

12. Menghitung nilai Q/(n0,5)

13. Menghitung nilai R/(n0,5)

Dengan melihat data statistik di atas maka dapat dicari nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5).

Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5) tabel, syarat analisis

diterima (masih dalam batasan konsisten) jika nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5) hitung lebih kecil

dari nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5) tabel.

Tabel 2.1. Nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5)

N Q/n0,5 R/n0,5

90% 95% 99% 90% 95% 99% 10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38 20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,60 30 1,12 1,24 1,48 1,40 1,50 1,70 40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74 50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78 100 1,17 1,29 1,55 1,50 1,62 1,85

1,22 1,36 1,63 1,62 1,72 2,00 Sumber: Harto, 1993:60

2.2.3. Uji Abnormalitas Data Data yang telah konsisten tadi perlu diuji lagi dengan menggunakan uji

abnormalitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum

dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak. Uji yang digunakan ialah uji

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

12

inlier-outlier, dimana data yang menyimpang dari dua batas ambang, yaitu ambang bawah

(XL) dan ambang atas (XH) akan dihilangkan. Pada dasarnya uji abnormalitas dilakukan

untuk mencari perbandingan antara data yang ada dengan data berdistribusi normal yang

memiliki mean dan standar deviasi yang sama. Rumus untuk mencari ambang tersebut

adalah sebagai berikut:

XH = Exp. (Xrerata + Kn . S) (2-7)

XL = Exp. (Xrerata - Kn . S) (2-8)

dengan:

XH = nilai ambang atas

XL = nilai ambang bawah

Xrerata = nilai rata-rata

S = simpangan baku dari logaritma terhadap data

Kn = besaran yang tergantung pada jumlah sampel data (Tabel 2.2)

n = jumlah sampel data

Adapun langkah perhitungan sebagai berikut:

1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya

2. Mencari harga Log X

3. Mencari harga rerata dari Log X

4. Mencari nilai standar deviasi dari Log X

5. Mencari nilai Kn (Tabel 2.2)

6. Menghitung nilai ambang atas (XH)

7. Menghitung nilai ambang bawah (XL)

8. Menghilangkan data yang tidak layak digunakan

Tabel 2.2 Nilai Kn untuk Uji Inlier-Outlier

Sumber: Chow, 1988:404

Jumlah Jumlah Jumlah JumlahData Data Data Data10 2,036 24 2,467 38 2,661 60 2,83711 2,088 25 2,468 39 2,671 65 2,86612 2,134 26 2,502 40 2,682 70 2,89313 2,175 27 2,519 41 2,692 75 2,91714 2,213 28 2,534 42 2,7 80 2,9415 2,247 29 2,549 43 2,71 85 2,96116 2,279 30 2,563 44 2,719 90 2,98117 2,309 31 2,577 45 2,727 95 3,00018 2,335 32 2,591 46 2,736 100 3,01719 2,361 33 2,604 47 2,744 110 3,04920 2,385 34 2,616 48 2,753 120 3,07821 2,408 35 2,628 49 2,76 130 3,10422 2,429 36 2,639 50 2,768 140 3,12923 2,448 37 2,650 55 2,804

Kn Kn Kn Kn

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

13

2.4. Distribusi Hujan Data curah hujan yang diperlukan dalam menganalisa suatu perencanaan

pemanfaatan air ialah data curah hujan rata-rata pada setiap stasiun hujan pada daerah

tersebut, jadi tidak hanya mengandalkan satu titik tertentu. Curah hujan rerata ini disebut

sebagai curah hujan wilayah/daerah.

Dalam perhitungan curah hujan rerata suatu daerah ini harus diperkirakan dari

beberapa titik pengamatan curah hujan. Untuk menghitung curah hujan daerah dapat

dilakukan dengan beberapa metode antara lain:

1. Metode Rata-Rata Aljabar

2. Metode Thiessen

3. Metode Garis Isohiet

4. Metode Garis Potongan Antara (Intersection Line Method)

Dari keempat metode tersebut di atas dalam perencanaan PLTA di DAS Rokan

Hulu menggunakan metode Thiessen karena pada lokasi titik pengamatan curah hujan

tersebar tidak merata, maka perlu memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik

pengamatan. Persamaan yang digunakan sebagai berikut:

R = -./.0-(/(0⋯0-%/%-.0-(0⋯0-%

(2-9)

dengan:

R = curah hujan daerah

R1, R2,…, Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik

Pengamatan

A1, A2,…, An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan

Bagian-bagian daerah A1, A2,…, An ditentukan dengan cara sebagai berikut:

1. cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta DAS,

kemudian hubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah garis lurus maka

akan terlukis sebuah segitiga yang menutupi daerah.

2. Daerah yang bersangkutan dibagi dalam poligon-poligon yang didapat dengan

menggambar garis tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan

pada setiap poligon dianggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan tiap

poligon.

3. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau dengan cara lain

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

14

Gambar 2.3. Pembagian daerah dengan cara Thiessen Sumber: Sosrodarsono, 1980:28 2.5. Debit Andalan Debit andalah adalah besarnya debit yang tersedia guna memenuhi kebutuhan air

dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungan. Dalam perencanaan proyek-proyek

penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan dengan tujuan menemukan debit

perencanaan yang diharapkan dapat selalu tersedia di sungai (Soemarto,1987).

Tabel 2.3. Prosentase Debit dan Jenis Perencanaan No. Jenis Perencanaan Prosentase Debit 1 Penyediaan Air Minum 99% 2 Penyediaan Air Industri 95-98% 3 Penyediaan Air Irigasi

a. Daerah beriklim setengah lembab 70-85%

b. Daerah beriklim kering 80-95%

4 Pembangkit Listrik Tenaga Air 85-90% Sumber: Soemarto, 1987:214

Debit yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan desain bangunan dan

perencanaan kapasitas daya terpasang menggunakan debit andalan (dependable discharge).

Dalam perencanaan proyek-proyek Pusat Listrik Tenaga Air terlebih dahulu harus dicari

debit andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah menentukan debit

perencanaan yang diharapkan selalu tersedia.

Ada berbagai cara dalam menentukan debit andalan, masing-masing cara memiliki

ciri khas sendiri. Pemilihan metode yang sesuai umumnya didasarkan atas pertimbangan

data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman. Dalam perencanaan Pembangkit

Listrik Tenaga Air ini, menggunakan metode simulasi perimbangan air dari Dr. F.J. Mock

(1973) dan metode karakteristik aliran (Flow Characteristic). Karakteristik dalam hal ini

dihubungkan dengan kriteria sebagai berikut:

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

15

1. Tahun normal, jika debit rata-rata tahunnya sama dengan atau mendekati debit rata-

rata dari tahun ke tahun.

2. Tahun kering, jika debit rata-rata tahunnya di bawah debit rata-rata dari tahun ke

tahun.

3. Tahun basah, jika debit rata-rata tahunnya di atas debit rata-rata dari tahun ke

tahun.

Menurut Suyono Sosrodarsono (1980:204), terminology debit dinyatakan sebagai berikut:

1. Debit air cukup (affluent), yaitu debit yang dilampaui oleh debit sebanyak 95 hari

dalam setahun (peluang keandalan 26,02%).

2. Debit air normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari

dalam setahun (peluang keandalan 50,68%).

3. Debit air rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari

dalam setahun (peluang eandalan 75,34%).

4. Debit air kering, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 355 hari

dalam setahun (peluang keandalan 97,30%).

2.5.1. Metode F.J Mock Dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga air ketersediaan debit aliran sungai

jangka panjang pada lokasi bangunan pengambilan sangat diperlukan, namun apabila titik

yang ditinjau tidak tersedia debit jangka panjangnya maka perlu dilakukan simulasi hujan-

aliran untuk mendapatkan seri data tersebut (Hadisusanto, 2011:229). Analisa debit

berdasarkan curah hujan yang sering digunakan di Indonesia adalah model Dr. FJ Mock,

model ini sering digunakan terutama di daerah dengan curah hujan tinggi sampai sedang

seperti daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali.

Prinsip metode Mock menyatakan bahwa hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air,

sebagian akan hilang akibat evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi direct

runoff dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah atau terjadi infiltrasi. Infiltrasi ini

mula-mula akan menjenuhkan permukaan tanah, kemudian terjadi perkolasi ke air tanah

dan akan keluar sebagai. Hal ini terdapat keseimbangan antara air hujan yang jatuh dengan

evapotranspirasi, dan infiltrasi, dimana infiltrasi ini kemudian berupa soil moisture dan

ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di

permukaan tanah dan base flow (Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009:15). Adapun prosedur perhitungan

model FJ. Mock sebagai berikut:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

16

1. Evapotranspirasi Terbatas (Limited Evapotranspiration)

∆S = P – ETp (2-10)

E/ETp= (m/20) . (18 – n) (2-11)

E = Etp . (m/20) . (18-h) ETt (2-12)

ETa = ETp – E (2-13)

2. Keseimbangan Air (Water Balance)

WS = P – SS (∆S) (2-14)

SS = SMCn – SMCn–1 (2-15)

SMCn= SMCn-1 + P1 (2-16)

3. Neraca air di bawah permukaan

dVn = Vn – Vn-1 WS (2-17)

I = i . WS dVn (2-18)

Vn = 1/2 . (1 + k) . I + k . Vn-1 (2-19)

4. Aliran permukaan

Ro = BF + DRo (2-20)

BF = 1 – dVn (2-21)

DRo = WS – I (2-22)

dengan

∆S = Hujan netto (mm)

P = Hujan (mm)

ETp = Evapotranspirasi potensial (mm)

ETa = Evapotranspirai terbatas (mm)

WS = Kelebihan air (mm)

SS = Kandungan air tanah (mm)

SMC = Kelembaban tanah (mm)

dV = Perubahan kandungan air tanah (mm)

V = Kandungan air tanah (mm)

I = Laju infiltrasi (mm/dt)

I = Koefisien infiltrasi (<1)

k = Koefisien resesi aliran air tanah (<1)

DRo = Aliran langsung (mm)

BF = Aliran air tanah (mm)

Ro = Aliran permukaan (mm)

n = Jumlah hari kalender dalam 1 bulan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

17

m = Bobot lahan yang tidak tertutup vegetasi (0 < m < 50 %):

2.6. Sistem Operasi Waduk Tergantung dari kebutuhannya, maka lingkup waktu dari simulasi mencakup 1

tahun operasi atau lebih. Salah satu operasi dibagi-bagi menjadi sejumlah periode,

misalnya bulanan, 15 harian, 10 harian, mingguan, maupun harian. Persamaan umum

simulasi operasi waduk adalah Neraca Keseimbangan Air (water balance).

Aturan umum dalam simulasi waduk adalah:

1. Air waduk tidak boleh turun di bawah tampungan aktif. Dalam banyak keadaan,

maka batas bawah tampungan aktif ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet

waduk.

2. Air waduk tidak melebihi batas atas tampungan aktif. Dalam banyak keadaan maka

batas atas tampungan aktif ini ditentukan oleh puncak keadaan maka batas atas

tampungan aktif ini ditentukan oleh banyak spillway. Apabila terjadi kelebihan air,

maka kelebihan ini akan melimpah.

3. Ada beberapa waduk (waduk multiguna) yang memiliki batasan debit yang

dikeluarkan (outflow), baik debit maksimum atau debit minimum.

2.7. Lengkung Kapasitas Waduk Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu

kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume

(storage capacity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk

ini akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat

ditentukan keinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume

tampungan pada suatu elevasi tertentu, kurva ini juga dipergunakan untuk menentukan

besarnya kehilangan air akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka air pada elevasi

tertentu.

2.8. Simulasi Operasi Waduk untuk PLTA Pada prinsipnya pengoperasian waduk bertujuan untuk membuat keseimbangan

antara volume tampungan, debit masuk (inflow), dan debit keluaran (outflow). Metode

simulasi operasi waduk merupakan salah satu cara untuk meencanakan pemanfaatan

tampungan waduk. simulasi berarti proses peniruan sistem (analisa perilaku) yang meliputi

pengembangan suatu model matematik mulai dari karakteristk yang terkandung di

dalamnya sampai kemungkinan respon dari sistem tersebut.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

18

Dalam simulasi pola operasi waduk untuk PLTA digunakan konsep beban puncak

yaitu dengan mengalihkan debit dasar ke debit puncak dengan tujuan agar distribusi listrik

lebih efisien dan efektif. Operasi waduk pada PLTA dioperasikan untuk keadaan sebagai

berikut:

1. Operasi beban puncak dengan lama waktu operasi standard dalam satu hari selama

5 jam, mulai dari jam 17.00-22.00

2. Operasi beban dasar dengan lama waktu operasi standard dalam satu hari selama 19

jam, mulai dari jam 23.00 – 16.00, jika terdapat debit lebih dari pemakaian operasi

beban puncak.

Dalam analisa simulasi operasi waduk bertujuan umtuk mengetahui kegagalan dan

suksesnya pola operasi. Persamaan yang digunakan adalah kontinuitas massa aliran dalam

satu hari, dengan pendekatan simulasi analisa perilaku (behavior analysis). Persamaannya

adalah sebagai berikut:

St + I = St + Qt – Dt – Et – Lt (2-23)

Dengan kendala 0<=St + 1 <= C

dengan:

I : interval waktu yang digunakan

St : tampungan waduk pada awal interval waktu

St + I : tampungan waktu pada akhir interval waktu

Qt : aliran masuk selama interval waktu t

Dt : lepasan air selama interval waktu t

Et : evaporasi selama interval waktu t

Lt : kehilangan-kehilangan air lain dari waduk selama interval waktu t, mempunyai

harga yang kecil dan dapat diabaikan.

C : tampungan aktif (tampungan efektif)

2.9. Komponen Bangunan PLTA PLTA yang direncanakan pada DAS Rokan Hulu merupakan jenis PLTA dengan

kategori kolam tandon (reservoir). Komponen bangunan pembangkit listrik ini bertujuan

untuk membawa debit kebutuhan yang akan dibangkitkan oleh turbin. Komponen

bangunan ini dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori sesuai dengan fungsi dan

perletakannya.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

19

2.9.1. Bangunan Pengambilan (Intake) Pintu pengambilan merupakan pintu pada bangunan pembilas yang bagian

depannya terbuka dan berfungsi untuk mengatur jumlah air yang masuk ke

saluran/terowongan dan menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir. Besarnya

bukaan pintu tergantung pada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Desain pintu

pengambilan direncanakan berdasarkan atas kebutuhan air sesuai dengan perencanaan.

Standart kecepatan pada intake menurut Justin dan Creager:

V = 0,12 . 2𝑔𝐻 (2-24)

Dimana:

H = ketinggian dari dasar pintu ke tinggi air

Lokasi intake sebaiknya diletakkan sedekat mungkin dengan pembilas dan as

bendungan. Desain pintu pengambilan dihitung dengan persamaan sebagai berikut

(Anonim, 1986:55):

Aliran bebas (free flow)

Q = µ.b.a. 2𝑔𝐻. (2-25)

Aliran tenggelam (submerged flow)

Q = µ.b.a. 2𝑔 𝐻. − 𝐻( (2-26)

V = µ.b.a. 2𝑔𝐻 (2-27)

Dengan:

Q = debit (m3/dt)

µ = koefisien debit, untuk bukaan di bawah permukaan air dengan kehilangan tinggi

energi kecil, µ = 0,5 – 0.7

V = kecepatan air di intake (m/dt)

b = lebar bukaan (m)

a = tinggi bukaan (m)

H1 = tinggi muka air di hulu pintu (m)

H2 = tinggi muka air di hilir pintu (m)

Kedalaman Minimum Aliran Tenggelam pada Intake

Intake untuk pipa pesat harus direncanakan sedemikian rupa agar tidak mengalami

Vorticity. Vorticity erupakan keadaan dimana terjadi kekurangan tekanan pada pipa pesat

sehingga dapat menggu kinerja turbin. Menurut Gordon dalam Penche,2004 kedalaman

aliran tenggelam harus lebih besar dari nilai “s” dimana nilai s dihitung dengan persamaan

sebagai berikut:

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

20

Ht = s (2-28)

S = c.V. 𝐷

Dimana:

c = 0,7245 untuk inlet asimetris

0,5434 untuk inlet simetris

V = kecepatan masuk aliran (m/dt)

D = diameter inlet pipa pesat (m)

Penyaring (Trashtrack)

Penyering (trashtrack) diperlukan untuk menyaring aliran air agar tidak terjadi

penumpukan sedimen yang dapat menggangu kinerja turbin. Penyaring (trashtrack)

biasnaya diletakkan pada sisi intake dan hulu pipa pesat, dan biasanya menggunakan bahan

keras (solid) yang disusun secara sejajar.

Kecepatan pada penyaring (trashtrack) dihitung dengan persamaan sebagai berikut

(Mosonyi, 1963:537):

V = 1,5 – 2.V0 6077

(2-29)

Kehilangan tinggi pada penyaring dihitung dengan persamaan sebagai berikut

(Penche, 2004:23):

ht = Kt 67

8/: ;<(=

𝑠𝑡𝑛θ (2-30)

dimana:

V = kecepatan melalui penyaring (m/dt)

ht = kehilangan tinggi pada penyaring (m)

V0 = kecepatan dating (m/dt)

t = tebal jeruji (mm)

b = jarak antar jeruji (mm)

θ = sudut dasar jeruji (derajat)

Varshney menyarankan penyaring yang lebih rapat (screen) untuk inlet pipa pesat

atau inlet turbin dengan jarak antara 15 mm – 100 mm dan penyaring yang lebih lebar

(rack) untuk intake pengambilan dengan jarak 100 mm – 500 mm. kecepatan yang

diijinkan untuk melewati penyaring adalah sebagai berikut:

• 0,6 – 2,5 m/dt untuk tinggi jatuh rendah

• 1,25 – 2,0 m/dt untuk tinggi jatuh sedang

• 2,0 – 6,0 m/dt untuk tinggi jatuh besar

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

21

Gambar 2.4. Parameter fisik trashtrack Sumber: Penche, 2004:24

2.9.2. Saluran Pembawa Saluran pembawa merupakan bangunan yang berfungsi untuk mngantarkan air dari

bangunan pengambilan menuju ke rumah pembangkit. Dalam perencanaannya biasanya

peletakan waterway mengikuti kontur rencana perencanaan. Terdapat bermacam bentuk

dari bangunan pembawa tergantung dari system pembawaan air menuju rumah

pembangkit, bangunan pembawa antara lain:

2.9.2.1. Terowongan (Tunnels) Terowongan merupakan bangunan yang berada di bawah permukaan tanah. Fungsi

terowongan (tunnels) untuk membawa air dari intake menuju penstock dan akhirnya ke

turbin pembangkit. Aliran dalam terowongan diusahakan aliran tertutup, dikarenakan

untuk menjaga tekanan pada air. Macam-macam penampang terowongan menurut

Varshney, 1977:347 sebagai berikut:

• Penampang Lingkaran

Penampang jenis ini paling banyak digunakan dan sangat cocok dalam

mempertimbangkan hydraulic dan struktur dari terowongan. Namun, penampang

jenis ini tidak terlalu cocok digunakan pada jenis tanah dengan mayoritas batuan.

• Penampang berbentuk D

Penampang jenis ini biasanya digunakan di daerah pegunungan api dan pada jenis

tanah berbatu dan hasil dari sedimentasi.

• Penampang berbentuk tapal kuda

Penampang jenis ini merupakan gabungan dari penampang lingkaran dan

penampang D. Penampang jenis ini sangat kuat dalam menahan tekanan dari luar.

• Penampang berbentuk telur

Penampang ini digunakan pada batuan yang berlapis-lapis. Batuan yang jatuh

menyebabkan meningkatnya tekanan eksternal pada terowongan.

2.9.2.2. Perhitungan Kecepatan Debit yang melalui suatu saluran tenaga dihitung sebagai berikut:

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

22

Q = V x A (2-31)

Kecepatan diperoleh dengan formula Manning-Strickler:

(2-32)

dengan:

Q = debit (m3/det)

V = kecepatan rata-rata (m/det)

R = jari-jari hidrolik (m)

S = kemiringan data saluran

n = koefisien kekasaran

Tabel 2.4. Koefisien Manning No Bahan Saluran n 1 Plastik, kaca, karet halus 0,009 2 Logam halus 0,010 3 Kayu halus, pipa asbes 0,011

4 Besi tempa, baja las, kanvas 0,012

5 Beton biasa, besi tulang beraspal 0,013

6 Kayu kasar, lempung halus 0,014

7 Pipa besi tuang 0,015

8 Baja dikeling, batu bata 0,016

9 Pasangan batu 0,017

10 Tanah halus 0,018

11 Pipa logam bergelombang 0,022

12 Kerikil padat 0,023

13 Alur alamiah dalam keadaan baik 0,025

14 Alur alamiah berbatu dan bergulma 0,035

15 Alur alamiah yang sangan halus 0,060

Sumber: Linsley (1994:245)

Kecepatan minimum dari aliran ditetapkan pada saluran, sehingga lumpur yang

terbawa aliran dapat ditinggal di dasar saluran. Beberapa kecepatan rata-rata untuk

mencegah pendekatan (Dandekar, 1991:363).

V > 0,3 m/det

V < 0,3 – 0,5 mm/det dalam kasus air yang membawa pasir bagus

21

321 SxRx

nV =

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

23

2.9.3. Pipa Pesat (Penstock) Pipa pesat (penstock) merupakan pipa yang dipakai untuk mengalirkan air langsung

dari bangunan pengambilan air atau kolam menuju turbin. Untuk saat ini yang banyak

digunakan untuk suatu rencana ialah pipa pesat yang terbuat dari pipa baja karena

dianggap pipa baja bertekanan tinggi.

Pada bagian pipa pesat yang keluar dari bak penenang, dipasang air vent (pipa

udara) setinggi 1 m diatas permukaan air bak penenang. Pemasangan pipa udara ini

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya low pressure (tekanan rendah) apabila bagian

ujung pipa pesat tersumbat. Low pressure mengakibatkan pecahnya pipa pesat. Pipa udara

juga berfungsi untuk membantu mengeluarkan udara dari dalam pipa pesat pada saat

PLTA mulai dioperasikan. Diameter pipa udara biasanya ± ∅½ inch.

Pipa pesat biasanya dilengkapi dengan surge tank (tangki peredam) yang berfungsi

untuk menyerap pukulan air serta menyimpan air cadangan untuk mengatasi peningkatan

beban yang tiba-tiba. Namun untuk pipa pesat yang pendek biasanya lebih ekonomis bila

pengamanan tidak disandarkan pada tangki peredam, tetapi pada dinding pipa yang lebih

tebal serta pada katup yang penutupnya lebih lambat (Linsley, 1986:166).

Diameter Pipa Pesat

Dalam perencanaan pipa pesat untuk PLTA hal yang perlu diperhatikan adalah

diameter pipa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan diameter pipa

pesat antara lain, harga pipa pesat, kecepatan aliran dalam pipa, dan kehilangan tinggi

tekan pada pipa. Semakin besar diameter pipa, maka kecepatan aliran dalam pipa akan

menurun sehingga mengakibatkan kehilangan tinggi tekan menurun sehingga energi

meningkat, namun membutuhkan biaya yang mahal begitu pula sebaliknya, apabila

diameter semakin kecil , maka biayanya akan semakin murah namun akan menurunkan

daya dan energi.

Kecepatan ijin pada pipa pesat sangat bergantung pada jenis material bahan pipa

pesat, keceoatan ijin pada pipa pesat adalah sebagai berikut (Mosonyi 2A, 1963:91):

Pipa dari beton : 2 m/dt – 4 m/dt

Pipa dari baja : 2,5 m/dt – 7 m/dt

Sedangkan kecepatan potensial yang dicapai akibat dari tnggi jatuh dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

V = 2𝑔ℎ (2-33)

Dimana:

V = kecepatan jatuh potensial (m/dt)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

24

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

H = tinggi jatuh (m)

Diameter pipa pesat ditentukan dengan beberapa persamaan sebagai berikut:

• Persamaan Sarkaria’s

D = 3,55 . C$

(=D

<,(F (2-34)

• Persamaan ESHA

D = .<,:.%$.C$

HI

<,.JKF (2-35)

• Persamaan Dolands

D = 0,176. 𝑃/𝐻 <,8MM (2-36)

Dimana:

D = diameter penstock (m)

Q = debit pada penstock (m3/dt)

P = tenaga (HP)

H = tinggi jatuh (m)

n = koef kekasaran pipa

hf = kehilangan tinggi tekan total pada pipa (m)

Tebal Pipa Pesat

Tebal pipa pesat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan sebagai

berikut:

• Persamaan ASME (Mosonyi, 1963:270)

t = 2,5 D + 1,2 (2-37)

• Persamaan USBR (Varshney, 1971:412)

t = *0F<<8<<

(2-38)

• Persamaan PG&E

t = *(JJ

(2-39)

dimana:

t = tebal pipa pesat (m)

D = diameter pipa pesat (m)

Tekanan Maksimum akibat Pengaruh Pukulan Air (Water Hammer)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

25

Perhitungan tekanan hidrostatis pada pipa perlu memperhatikan pengaruh pukulan

air terhadap pipa, karena kenaikan air akibat pukulan air dapat merusak pipa. Rumus Water

Hammer adalah sebagai berikut (Caudhry, 2014):

α = N

O[.0 QR S]

(2-40)

P = U.;V(.=.DV

(2-41)

θ = U.W(.XV

(2-42)

n =�Y

untuk turbin Kaplan rumusnya adalah sebagai berikut: HVDV

= (<,KFY Y

+1,25)n (2-43)

dimana:

α = kecepatan gelombang

K = modulus air (N/m2)

ρ = tekanan hidrostatik akibat tinggi jatuh (kg/m3)

E = modulus elastis bahan (N/m2)

Ψ = konstanta fleksibilitas

P = konstanta Allievi pipeline

Vo = kecepatan aliran (m/dt)

g = percepatan gravitasi (m2/s)

Ho = Tinggi tekanan saat masuk dan keluar katup di turbin (m)

θ = konstanta waktu penutupan katup

T = waktu penutupan katup (detik)

Lo = Panjang saluran pipa (m)

ho = tinggi pukulan air terhadap katup (m)

2.9.4. Tangki Peredam (Surge Tank) Tangki peredam (surge tank) biasanya disediakan untuk PLTA besar yang

memiliki kondisi bendungan yang letak gedung sentralnya memiliki jarak yang cukup jauh

dengan tempat pemasukan air, sehingga diperlukannya pipa pesat (penstock) yang panjang

untuk menghubungkan keduanya. Fungsi dari tangki peredam (surge tank) sebagai berikut

(Arismunandar, 2004:82):

• Mengurangi tambahan tekanan pada pipa pesat akibat penutupan turbin

• Bila beban bertambah, maka tambahan debit selalu dapat dipenuhi dengan

mengambilnya dari tangki.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

26

Gambar 2.5. Surge tanks Sumber: Varshney, 1997:456

Tangki peredam (surge tank) dibutuhkan untuk melindungi pipa pesat dari bahaya

tekanan yang terlalu besar pada pipa pesat, menurut AHEC, 2009:50 pipa pesat

membutuhkan tangki gelombang bila:

L > 4H

dengan:

L = panjang total pipa pesat (m)

H = tinggi jatuh (m)

Berikut merupakan persamaan untuk menghitung luas surge tanks dengan rumus Thoma: Ast = -6.X6

(.=.Z.D (2-44)

Dst = -[6<,(F.\

(2-45)

Dengan :

Ast = Luas Surge Tanks (m2)

Dst = Diameter Surge Tanks (m)

Lt = panjang terowongan (m)

At = Luas penampang Terowongan (m2)

H = Gross Head (m)

g = percepatan gravitasi (m2/s)

c = koefisien thoma

Sedangkan rumus menghitung ketinggian air dalam Surge Tanks (Permakian):

Zst = v (X6-6=-[6

)0,5 (2-46)

Dengan :

Zst = Tinggi muka air didalam surge tanks (m)

v = kecepatan air didalam terowongan (m/s)

Lt = panjang terowongan (m)

At = Luas penampang Terowongan (m2)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

27

g = gravitasi (m2/s)

Ast = Luas Surge Tanks (m2)

2.9.5. Rumah Pembangkit (Power House) Rumah pembangkit merupakan bangunan tempat diletakkannya seluruh perangkat

konversi energi, mulai dari turbin air lengkap dengan governornya, sebagai pengatur

tekanan air, sistem transmisi mekanik (jika diperlukan), generator, perangkat pendukung

lain, seperti: panel control, panel distribusi daya, beban komplemen, dan sebagainya.

Bangunan inilah yang melindungi turbin, generator dan peralatan pembangkit lainnya.

2.9.6. Saluran Pembuang (Tailrace) Saluran pembuang (tailrace) merupakan saluran yang dilalui oleh air yang keluar

dari turbin air, kemudian kembali lagi ke sungai hingga ke laut. Saluran ini bersatu dengan

rumah pembangkit dan aliran sungai. Saluran pembuang (tailrace) memiliki berbagai

macam jenis, misalnya saluran terbuka, saluran tertutup, terowongan, dsb.

Menurut Patty, 1995 dalam memilih bentuk saluran terbaik adalah saluran yang

berbentuk trapezium, karena secara matematis dapat dibuktikan bahwa profil hidrolik yang

paling baik terdapat pada kemiringan dinding saluran 60° dan menyinggung pada setengah

lingkaran, sedangkan kedalamab air h = jari-jari lingkaran. Kemiringan dinding talud

saluran dapat diambil sebesar:

a. saluran tanah; 1:1,5 hingga 1:2

b. saluran pasangan batu/beton; 1:1 hingga 1:1,5

Gambar 2.6. Penampang saluran yang paling baik Sumber: Patty, 1995:47

Pada tempat tertentu dari saluran dibuat pelimpah untuk mencegah kerusakan

akibat meluapnya air, seperti halnya pada bangunan PLTA debit air yang keluar dari turbin

dapat mengakibatkan perubahan tinggi air pada saluran. Untuk meminimalisir akibat yang

akan timbul, maka diperlukan penetapan ukuran saluran didasarkan atas rumus Manning –

Strickler (Patty, 1995:46):

Q = V x A (2-47)

V = .%𝑥 -

]

(: 𝑥𝑆. ( (2-48)

h

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

28

dengan:

Q = debit (m3/dt)

V = kecepatan rata-rata (m/dt)

R = jari-jari hidrolik (m)

P = keliling basah saluran (m)

A = luas penampang saluran (m2)

S = kemiringan dasar saluran

n = koefisien kekasaran manning

2.9.7. Kehilangan Tinggi Aliran Kehilangan tinggi aliran merupakan turunnya besarnya aliran yang disebabkan oleh

bebarapa factor, misalnya akibat gesekan maupun konstraksi yang terjadi selama proses

pengaliran. Dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga air, perhitungan kehilangan

tinggi ada beberapa macam seperti sebagai berikut:

a) Kehilangan tinggi pada tempat pemasukan:

Kehilangan tinggi akibat pemasukan (hp) tergantung dari pemasukannya.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus (Dake, 1985:77):

hp = K x ;$

(= (2-49)

dengan:

hp = kehilangan tinggi pada pemasukan (m)

K = koefisien kecepatan (0,95-1,00)

V = kecepatan aliran (m/dt)

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

b) Kehilangan tinggi pada saringan kasar (trashtrack):

hs = ϕ x sin α x 6�

8:x ;

_

(= (2-50)

dengan:

hs = kehilangan tinggi energi

V = kecepatan datang (m/dt)

G = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

ϕ = faktor bentuk profil kisi saringan

α = sudut kemiringan dari horizontal dalam derajat

t = tebal jeruji (m)

b = jarak bersih antar jeruji b (b > 50 mm) (m)

Besarnya ϕ, menurut profilnya adalah sebagai berikut:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

29

a b c d e f g

Gambar 2.7. Profil kisi aliran Sumber: Patty, 1995:40

Faktor bentuk profil seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.5 Profil Kisi Saringan Profil a b c d e f g

j 2,42 1,83 1,67 1,03 0,92 0,76 1,79 Sumber: Patty, 1995:40

c) Kehilangan tinggi akibat belokan

Kehilangan tinggi tekan akibat belokan terdiri dari 2 macam yaitu belokan

lengkung dan belokan patah, akan tetapi belokan lengkunglah yang banyak

digunakan. Untuk belokan lengkung dihitung dengan rumus sebagai berikut:

hb = Kb x ;$

(= (2-51)

dengan:

hb = kehilangan tinggi akibat belokan (m)

Kb = koefisien belokan

V = kecepatan aliran dalam pipa pesat (m/dt)

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

Tabel 2.6 Nilai K pada Belokan pada Pipa α 10° 20° 30° 40° 50° 60° 70° K 0,08 0,31 0,49 0,60 0,67 0,72 0,72

Sumber: Triatmojo, 2003:199

a) Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan

Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan meliputi gesekan sepanjang pipa

pesat. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

hg = f x X`a𝑥 ;

$

(= (2-52)

f = .(8,Fb%$

ac _

(2-53)

dengan:

hg = kehilangan tinggi akibat gesekan (m)

f = koefisien pada diameter pipa pesat

Lp = panjang pipa pesat (m)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

30

V = kecepatan aliran pada pipa pesat (m/dt)

d = diameter dalam pipa (m)

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

n = koefisien kekasaran (untuk weldeed steel n = 0,012; PVC = 0,009)

2.10. Tinggi Jatuh Efektif Tinggi jatuh efektif adalah selisih antara elevasi muka air pada bangunan

pengambilan atau waduk (EMAW) dengan tail water level (TWL) dikurangi dengan total

kehilangan tinggi tekan (Ramos, 2000:57). Persamaan untuk menghitung tinggi jatuh

efektif adalah sebagai berikut:

Heff = EMAW – TWL – hI (2-54)

dengan:

Heff : tinggi jatuh efektif (m)

EMAW : elevasi muka air waduk atau hulu bangunan pengambilan (m)

TWL : tail water level (m)

hI : total kehilangan tinggi tekan (m)

Tinggi jatuh efektif dapat diperoleh dengan mengurangi tinggi jatuh total (dari

permukaan air pada pengambilan sampai permukaan air saluran bawah) dengan kehilangan

tinggi pada saluran air. Tinggi jatuh penuh (Full head) adalah tinggi air yang bekerja

efektif pada turbin yang sedang berjalan. Bila deketahui permukaan air pada bangunan

pengambilan dan saluran bawah serta debit air, maka tinggi jatuh efektif kemudian dapat

ditentukan, dengan dasar pertimbangan ekonomis. Misalnya, bila kehilangan tinggi jatuh

air dapat dikurangi dengan memperbesar penampang saluran air atau memperkecil

kemiringannya, maka tinggi jatuh dapat digunakan dengan efektif (Arismunandar, 2004).

Gambar 2.8. Sketsa Tinggi Jatuh Efektif Sumber: Ramos, 2000:61

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

31

2.11. Turbin Air Turbin air merupakan bagian terpenting dalam komponen utama bangunan

pembangkit listrik tenaga air selain generator. Turbin air merupakan alat yang digunakan

untuk merubah energi air menjadi energi puntir yang kemudian akan diubah lagi menjadi

energi listrik oleh generator. Turbin air dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara

berdasarkan dengan cara turbin tersebut merubah energi air menjadi energi puntir. Macam-

macam turbin air yang dikenal sebagai berikut (Arismunandar, 2004:53):

a. Turbin Impuls

Turbin ini dibuat sedemikian sehingga rotor (runner) bekerja karena aliran air, di

sini beda tinggi diubah menjadi kecepatan karena perbedaan tinggi. Turbin jenis ini

meliputi crossflow, pelton, dan turgo.

b. Turbin Reaksi

Turbin jenis ini dibuat sedemikian sehingga rotor bekerja karena aliran air dengan

tinggi terjun karena tekanan. Yang termasuk jenis ini adalah turbin francis dan

kaplan/propeller.

2.11.1. Penentuan Tipe Turbin Dalam studi ini penentuan tipe turbin didasarkan pada kecepatan khusus Ns dan

tinggi jatuh. Untuk memudahkan pemakaian jenis turbin, maka turbin-turbin tersebut dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.7. Klasifikasi dan Kapasitas Turbin

turbin hidraulik H (m)

Q (m3/s)

P (kW)

n (r.p.m)

Reaksi:

bulb 2 -10 3 - 40 100 - 2500 200 - 450 kaplan dan baling - baling dengan aliran axial

2 -20 3 - 50 50 - 5000 250 - 700

francis dengan aliran diagonal 10 - 40 0,7 - 10 100 -5000 100 -250

francis dengan aliran radial 40 -200 1 - 20 500 - 15000 30 -100

impuls: pelton 60 – 1000 0,2 - 5 200 -15000 < 30 turgo 30 -200 100 - 6000 cross flow 2 - 50 0.01 – 0.12 2 -15 Sumber: Ramos, 2000:82

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

32

Gambar 2.9 Jenis turbin pembangkit tenaga air Sumber: Ramos, 2000:83

Gambar 2.10 Jenis turbin berdasarkan kecepatan spesifik dan tinggi jatuh Sumber: USBR, 1976:15

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

33

Gambar 2.11 Grafik pemilhan tipe turbin menurut ESHA Sumber: Penche, 2004

Dalam penentuan tipe turbin hal utama yang perlu diperhatikan adalah karakteristik

dari masing-masing tipe turbin. Turbin reaksi yang biasa digunakan untuk pembangkit

listrik dengan tinggi jatuh sedang – kecil, sedangkan turbin impuls digunakan untuk tinggi

jatuh besar. Adapun faktor lain yang perlu diperhatikan juga adalah mengenai putaran dan

kecepatan spesifik turbin.

2.11.2. Karakteristik Turbin Karakteristik turbin merupakan parameter yang mendasari perencanaan dan

pemilihan turbin hidrolik. Setiap turbin pasti memiliki karakteristik atau ciri khas masing-

masing yang meliputi kecepatan spesifik turbin (Ns), dan kecepatan putar turbin atau

kecepatan sinkron generator (n). Perencanaan karakteristik turbin dapat menggunakan

beberapa metode, seperti metode yang diterapkan oleh United State Bureau of Reclamation

(USBR) dan metode yang diterapkan oleh Europan Small Hydropower Association

(ESHA). Perhitungan perencanaan dan pemilihan karakteristik turbin berdasarkan masing-

masing metode adalah sebagai berikut:

a. Metode USBR (United State Bureau of Reclamation)

Persamaan untuk menghitung besarnya kecepatan spesifik turbin (USBR, 1976:14)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

34

NS = n efg/h

(2 -55)

Dengan:

Ns : kecepatan spesifik (m-kW)

P : daya semu/teoritis (Hp)

H : tinggi jatuh (m)

N : putaran dasar turbin (rpm)

Dari persamaan tersebut tidak bisa diketahui besarnya nilai putaran dasar

turbin (n), putaran turbin untuk tiap tipe turbin berbeda-beda. Maka putaran dasar

turbin coba-coba (n’) dihitung dengan persamaan trial rotational speed (n’) sebagai

berikut:

Turbin francis : n’ = (::8D

atau n’ = .FF:D

(2 -56)

Turbin propeller : n’ = (<JJD

atau n’ = (K<(D

(2 -57)

Dari putaran coba-coba (n’) maka harus dicek dengan kecepatan sinkron

generator jika akan menggunakan generator sinkron. Kecepatan sinkron generator

dihitung dengan persamaan sebagai berikut (USBR, 1976:14):

n = .(<I]

(2 – 58)

dimana:

n : kecepatan sinkron generator (rpm)

f : frekuensi generator (50 -60 Hz)

P : jumlah kutub generator (poles)

Setelah mendapatkan nilai putaran turbin (n) maka harus dihitung besarnya

nilai desain kecepatan spesifik turbin dengan persamaan (2 – 55), nilai batas

kecepatan spesifik untuk tiap turbin berbeda-beda, oleh karena itu USBR

merekomendasikan kisaran kecepatan spesifik untuk tiap jenis turbin adalah

sebagai berikut (USBR, 1976:9):

Turbin francis : 65 < Ns < 445

Turbin propeller : 300 < Ns < 1000

b. Metode ESHA (Europan Small Hydropower Association)

ESHA menggunakan standar internasional IEC 60193 dan 60041 untuk

menentukan besarnya nilai kecepatan spesifik turbin, Formula untuk menghitung

besarnya kecepatan spesifik adalah (Penche,2004:168):

NQE = n ij_/h

(2 -59)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

35

dengan:

NQE = kecepatan spesifik (tak berdimensi)

Q = debit desain (m3/dt)

E = enegi hidraulik spesifik didapat dari (E = H x g) (j/kg) (2-60)

n = Putaran dasar turbin (t/s)

Hubungan atau kesetaraan dari nilai NQEdengan nilai parameter turbin dengan

menggunakan metode lain seperti: kecepatan spesifik (Ns), faktor kecepatan (φ) dan

putaran satuan (NQ) adalah sebagai berikut (Penche,2004:168):

Ns = 995 NQE (2-61)

NQ = 333 NQE (2-62)

φ = 2,11 NQE (2-63)

Dalam perhitungan kecepatan spesifik turbin nilai putaran dasar turbin harus di

coba coba terlebih dahulu untuk memperkirakan besarnya putaran dasar turbin maka

digunakan persamaan empiris untuk mengetahui nilai kecepatan spesifik turbin (NQE’)

dengan persamaan berikut(Penche,2004:169):

Turbin Pelton NQE’= 0.0859 / H0.243 (2 - 64)

Turbin Francis NQE’ = 1.924 / H0.512 (2 - 65)

Turbin Kaplan NQE’= 2.294 / H0.486 (2 - 66)

Turbin Propeller NQE’= 2.716 / H0.5 (2 - 67)

Turbin Bulb NQE’= 1.528 / H0.2837 (2 – 68)

Setelah itu maka putaran dasar turbin (n) dan jumlah kutub generator (p) bisa

direncanakan berdasarkan kecepatan spesifik coba – coba (NQE’), ESHA memberikan

kisaran nilai kecepatan spesifik untuk tiap turbin adalah sebagai berikut

(Penche,2004:169):

turbin francis = 0,05 ≤ NQE ≤ 0,33 (2 - 69)

turbin propeller, Kaplan dan bulb = 0,19 ≤ NQE ≤ 1,55 (2 - 70)

turbin pelton = 0,005 ≤ NQE ≤ 0,025 (2 - 71)

turbin pelton dengan (n) nozzle = 0,005 n0,5 ≤ NQE ≤ 0,025n0,5 (2-99)

2.11.3. Kavitasi dan Titik Pusat Turbin Kavitasi adalah suatu kejadian yang timbul dalam aliran air dengan kecepatan yang

begitu besar, sehingga tekanan air menjadi lebih kecil daripada tekanan uap air maksimum

di temperatur itu. Proses ini menimbulkan gelembung-gelembung uap air yang dapat

menimbulkan erosi pada turbin (Patty, 1995:99). Kavitasi juga dapat mengakibatkan

terjadinya masalah yang serius pada turbin, diantaranya menurunnya efisiensi, timbulnya

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

36

getaran, terdengan berisik, dan lain-lain. Dalam turbin air bagia yang sering terjadi kavitasi

adalah bagian sudu rotor. Untuk menghindarkan bertambahnya kavitasi perlu dilakukan

beberapa hal antara lain (Arismunandar, 2004:70):

a. Memilih sudu rotor yang tepat bentuknya

b. Memasang rotor pada posisi yang rendah terhadap permukaan air sebelah

bawah (tail water)

c. Memilih kecepatan jenis kecil

d. Memberi udara dalam jumlah yang tepat pada bagian atas pipa lepas

e. Melapisi sudu rotor dengan bahan yang tahan terhadap kavitasi

Agar terhindar dari kavitasi, maka turbin diletakkan pada posisi yang aman yaitu

pada titik dari tinggi hisap (hs) sampai titik pusat turbin.

Gambar 2.12 Skema pemasangan turbin untuk analisa kavitasi Sumber: USBR, 1976:23

Penentuan titik berat turbin atau elevasi pusat turbin dapat dinyatakan dalam

persamaan berikut:

Z = TWL + Hs + b (2 - 72)

Dengan:

Z = titil pusat turbin (m)

TWL = elevasi tail water level (m)

Hs = Tinggi hisap turbin (m)

b = perbedaan tinggi antar pusat turbin dengan outlet runner

Untuk menghitung tinggi hisap (Hs) dapat dihitung dengan menggunakan metode

ESHA (Penche,2004:169):

Hs = eklmneopq

+ s$

(q− σH (2 - 73)

Dengan:

Hs = tinggi hisap (m)

Patm = tekanan atmosfer (Pa)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

37

Pv = tekanan uap air (Pa)

H = tinggi jatuh effektif (m)

σ = koef thoma

ρ = berat jenis air (kg/m3)

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

V = kecepatan aliran (m/dt) (Penche,2004: 178 menyarankan 2 m/dt sebagai

pendekatan awal)

Untuk mengontrol kavitasi digunakan koefisien thoma kritis (σc) dihitung dengan

menggunakan fungsi kecepatan spesifik dengan persamaan berikut (Penche,2004:169):

Turbin Kaplan σc =1,5241Nij.,8M +s$

(qf (2 - 74)

Turbin Francis σc =1,2715Nij.,8. +s$

(qf (2 - 75)

dimana:

σc = koefisien kritis thoma

Ns = kecepatan spesifik (m kW) (metode USBR)

NQE = kecepatan spesifik (metode ESHA)

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

38

Tabel 2.8 Nilai Tekanan Atmosfer

Sumber: http://www.engineeringtoolbox.com/air-altitude-pressure-d_462.html

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

39

Tabel 2.9 Nilai tekanan Uap Air

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Vapour_pressure_of_water

Kavitasi akan terjadi pada σ = σ crit. Besar kavitasi aktual dapat dihitung dengan

persamaan berikut (Patty, 1995:100):

σ = fknf{nf|f

(2-76)

dimana:

σ = kavitasi

Ha = tekanan atmosfir ( m )

Hw = tekanan uap air disebelah bawah sudu rotor atau pada bagian atas pipa lepas (m)

Hs = tinggi hisap atau draft head ( m )

Heff = tinggi jatuh air efektif ( m)

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

40

2.11.4. Dimensi Turbin

Dalam perencanaan dimensi turbin maka harus ditentukan terlebih dulu jenis turbin

yang akan digunakan apakah turbin impuls atau turbin reaksi, dalam perencanaan

pembangkit listrik tenaga air dengan tinggi jatuh maka jenis turbin yang digunakan adalah

turbin reaksi. Menurut Ramos (2000:94) turbin reaksi terdiri atas bagian sebagai berikut:

1. Rumah Siput (Spiral Case)

Rumah Siput berfungsi untuk mengubah energi tekanan menjadi energi kinetic aliran

air yang masuk menuju ruang turbin.

2. Wicket Gate atau Guide Vane

Wicket gate berfungsi untuk mengarahkan air menuju runner turbin dengan aliran

seragam.

3. Pemutar (Runner)

Runner berfungsi untuk mengubah energi kinetic menjadi energi mekanik untuk

ditransformasikan menjadi energi listrik oleh generator. Pemutar memiliki 2 jenis

yaitu runner axial dan runner radial, dengan atau tidak menggunakan movable blade.

4. Pipa pembuang (Draft tube)

Pipa pembuang yang berfungsi untuk menghantarkan aliran dari turbin menuju saluran

tailrace.

• Diameter Runner Diameter runner untuk turbin reaksi ditentukan atas besarnya kecepatan spesifik,

tinggi jatuh dan juga perbedaan kecepatan tangensial pada turbin. Runner turbin biasanya

didesain berdasarkan kecepatan spesifik turbin tersebut.

Gambar 2.13 Pemilihan Bentuk Runner Berdasarkan Kecepatan Spesifik Sumber: Penche, 2004:169.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

41

Untuk turbin francis dimensi runner dihitung dengan persamaan berikut

(Ramos,2000:97):

Gambar 2.14. Skema Runner Untuk Turbin Francis Sumber: Ramos, 2000:97

D3 = 84.5 Ku f}~

(2-77)

Ku = 0.31 + 2.5 x 10-3Ns (2-78)

D1 = D3 0.4 +�8.F�[

(2-79)

D2 = *_<.�M0<.<<<:J�[

(2-80)

H1 = D3 (0.094 + 0.00025Ns) (2-81)

H2 = D3 −0.05 +8(�[

(2-82)

Dengan:

D = diameter runner (m)

n = kecepatan dasar turbin (rpm)

Ns = kecepatan spesifik turbin (kW m)

Ku = perbedaan kecepatan tangensial

• Guide Vane

Karakteristik dimensiguide vane dihitung dengan persamaan:

Bg = (0.45 - 31.8/Ns) DM (2-83)

Hg = 0.2 DM (2-84)

Dengan:

Bg = tinggi guide vane (m)

Hg = lebar ruang whirl (m)

Ns = Kecepatan spesifik (mkW)

Dm = diameter runner turbine (m)

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

42

• Rumah Siput (Spiral Case)

Rumah siput digunakan untuk mengubah energi tekanan menjadi energi kinetik dan

sebagai pengarah aliran menuju ruang pemutar turbin. Dimensi rumah siput dinyatakan

sebagai berikut (Ramos,2000:98):

A = D3 (1,2 – 19.56 / Ns) (2-85)

B = D3 (1,1 + 54.8 / Ns) (2-86)

C = D3 (1,32 + 49.25 / Ns) (2-87)

D = D3 (1,5 + 48.8 / Ns) (2-88)

E = D3 (0.98 +63.6 / Ns) (2-89)

F = D3 (1+ 131.4 / Ns) (2-90)

G = D3 (0.89 +96.5 / Ns) (2-91)

H = D3 (0.79 + 81.75 / Ns) (2-92)

I = D3 (0,1 + 6.5 x 10-4 Ns) (2-93)

L = D3 (0,88 + 4,9 x 10-4 Ns) (2-94)

M = D3 (0,6 + 1.5 x 10-5 Ns) (2-95)

Kecepatan dalam rumas siput dihitung dengan persamaan:

V = 488/Ns0.44 (2-96)

Dimana:

Dm = diameter runner (m)

V = kecepatan (m/s)

Ns = kecepatan spesifik (mkW)

Gambar 2.15 Skema Rumah siput (Spiral Case) Sumber: Ramos,2000:99

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

43

• Pipa Pelepas (Draft tube)

Pipa pelepas adalah pipa yang meneruskan air dari turbin ke saluran pembuangan

Pipa ini mempunyai 2 tujuan yaitu (Patty, 1995:99) :

a. Menggunakan tinggi jatuhnya air dari tempat keluar turbin ke muka air saluran

pembuangan atau menggunakan tinggi statis.

b. Menggunakan energi kinetik air yang keluar dari turbin atau menggunakan tinggi

dinamis.

Untuk perencanaan dimensi dari draft tube dapat menggunakan persamaan

(Ramos,2000:98) sebagai berikut:

N = D3 (1,54 + 203.5 / Ns) (2-97)

O = D3 (0.83 +140.7 / Ns) (2-98)

P = D3 (1,37 – 5,6 x 10-4 Ns) (2-99)

Q = D3 (0,58 + 22,6/ Ns) (2-100)

R = D3 (1,6 -0.0013 Ns) (2-101)

S = Ns/ (-9,28 + 0.25Ns) (2-102)

T = D3 (1.5 + 1,9 x 10-4 Ns) (2-103)

Z = D3 (2,63 + 33,8/ Ns) (2-104)

Kecepatan pada inlet draft tube dihitung dengan persamaan :

V = 8.74 + 2.48/Ns (2-105)

Dimana:

Dm = diameter runner (m)

V = kecepatan (m/s)

Ns = kecepatan spesifik (mkW)

Gambar 2.16 Dimensi Draft Tube Untuk Turbin Kaplan Sumber: Ramos, 2000:99

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

44

2.3.3.6.5. Efisiensi Turbin

Efisiensi turbin adalah perbandingan antara energi yang keluar dari turbin dan

energi yang masuk turbin yang diberikan aliran air. ( Patty, 1995:92) Turbin air moderen

dioperasikan pada efisiensi mekanis lebih dari 90% (tidak terpengaruh efisiensi

termodinamika), efisiensi turbin dinyatakan dalam persamaan (Ramos,2000:89):

η = PγQH0

(2-106)

dengan

η = efisiensi turbin

P = daya (watt)

γ = berat jenis fluida (kg/m3)

Q = debit (m3/dt)

H0 = tinggi jatuh (m)

Besaran efisiensi untuk tiap turbin berbeda beda, kisaran efisiensi diperlihatkan

dengan gambar berikut:

Gambar 2.17 Kisaran Nilai Efisiensi Untuk Tiap Jenis Turbin Sumber: Ramos, 2000:99 2.12. Peralatan dan Fasilitas Listrik Peralatan listrik merupakan komponen sistem pembangkit listrik yang berfungsi

untuk mengatur daya yang dibangkitkan oleh turbin untuk disalurkan melalui grid atau

jaringan distribusi listrik. Tujuan lain dari peralatan listrik adalah sebagai pengaman dari

sistem pengaturan dan pembangkitan energi listrik.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

45

2.12.1 Generator Generator diperlukan untuk mengubah energi mekanis turbin menjadi energi listrik.

Generator yang umum digunakan dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga air (PLTA)

adalah 3 phasa, dengan arus bolak-balik (Patty, 1995:109).

Menurut Penche, generator yang digunakan dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga

air adalah generator dengan 3 phasa yang dibedakan menjadi 2 jenis yaitu::

1 Generator Sinkron

Generator sinkron dilengkapi dengan listrik DC atau permanen magnet

eksitasisistem (berputar atau statis) terkait dengan regulatortegangan untuk

mengontrol tegangan output sebelum generator terhubung ke grid. Generator ini

menyediakan energi reaktif yang dibutuhkan oleh kekuatan sistem saat generator

terhubung ke grid. Generator sinkrond apat menjalankan sistem terisolasi dari grid

dan menghasilkan listrik karena eksitasi tidak tergantung grid.

2. Generator tak sinkron

Generator tak sinkron merupakan motor induksi sederhana tanpa kemungkinan

regulasi tegangan dan berjalan pada kecepatan berkaitan langsung dengan frekuensi

sistem. Menambahkan bank kapasitor dapat mengimbangi energi reaktif yang

diserap. Generator tak sinkron tidak dapat menghasilkan daya jika terputus dari

grid karena tidak mampu menyediakan eksistasi. Generator tak sinkron biasanya

digunakan pada pembangkit listrik tenaga air berskala kecil yang hanya

membutuhkan pasokan listrik tidak terlalu tinggi.

Sama halnya dengan turbin, generator juga memiliki nilai efisiensi. Efisiensi

generator dapat dibedakan berdasarkan keluaran energi yang dihasilkan

(Penche,2004:187).

Pg = ]6�=]I

(2-107)

Dengan:

Pg = rating keluaran generator (kVA)

Pt = rating keluaran turbin (kW)

ηg = effisiensi generator

Pf = faktor tenaga

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

46

Tabel 2.10. Hubungan Antara Daya Generator dengan Efisiensi

Rated Power (kW) Best efficiency 10 0,91 50 0,94 100 0,95 250 0,955 500 0,96 1000 0,97

Sumber: Penche, 2004:187

Tabel 2.11. Nilai Kecepatan Generator untuk Generator Sinkron

Jumlah Pole Frekuensi 50 Hz 60 Hz

2 3000 3600 4 1500 1800 6 1000 1200 8 750 900 10 600 720 12 500 600 14 428 540 16 375 450 18 333 400 20 300 360 22 272 327 24 250 300 26 231 277 28 214 257

Sumber: Penche, 2004:180

Untuk mengatur tegangan yang keluar dari generator supaya dapat distabilkan perlu

direncanakan pengatur tegangan (exciter). Pengatur tegangan (exciter) terdapat dua jenis

yang biasa digunakan untuk generator, yaitu (Penche, 2004:188):

• Static type exciter

• Brushless type exciter

• Rotating type exciter

2.12.2 Pengatur Kecepatan Pengatur kecepatan dibutuhkan untuk mengatur kecepatan pada turbin dengan

mengatur guide vane hingga mendapatkan kecepatan yang diijinkan turbin untuk

beroperasi. Pengatur kecepatan memiliki tiga jenis, antara lain: hidro-mekanik, mekanik-

elektrik, dan hidro-elektrik.

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

47

2.12.3 Peningkat Kecepatan (Speed Increasor)

Peningkat kecepatan dibutuhkan turbin yang memiliki tinggi jatuh rendah seperti

turbin Kaplan, Turbular dan Bulb. Peningkat kecepatan diperlukan agar kecepatan pada

turbin stabil dan berjalan maksimal.

Menurut Penche, 2004:184 peningkat kecepatan terdapat beberapa jenis antara lain:

• Parallel Shaft

• Bevel Gears

• Belt Speed Increasor

2.12.4 Transformer (Travo) Sebelum masuk ke jaringan transmisi arus listrik masuk melalui transformer untuk

menurunkan intensitas arus yang dihasilkan, dan meningkatkan voltase listrik yang

kemudian diatur sesuai dengan keperluan domestik.

2.12.5 Peralatan Pengatur (Switchgear) Peralatan pengatur (switchgear) merupakan kombiasi antara saklar pemutus, fase

dan pemutus aliran (circuit breaker). Switchgear berfungsi untuk melindungi generator dan

transformator utama dari bahaya overcapacity.

2.12.6 Aksesoris Kelengkapan (Auxiliary Equipment)

Aksesoris kelengkapan pada sistem pembangkit listrik adalah sebagai pelengkap

dan alat bantu untuk system pengoperasian dan perawatan sistem pembangkit tenaga

listrik.

2.13. Perhitungan Daya dan Energi Tenaga yang dihasilkan dari debit pembangkitan maksimum disebut dengan

kapasitas terpasang atau Installed Capacity. Tenaga yang dihasilkan berupa produksi

energi tahunan. Produksi energi tahunan dihitung berdasarkan tenaga andalan yang didapat

dari debit andalan yang tersedia untuk pembangkit listrik yang berupa debit outflow

dengan periode n harian.

E = 9,8 x H x Q x ηg x ηt x 24 x n (2-108)

dengan:

E = energi tiap satu periode (kWh)

ηt = efisiensi turbin

ηg = efisiensi generator

ρ = massa jenis air = 1000 (kg/m3)

Q = debit outflow (m3/dt)

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

48

Heff = tinggi jatuh efektif (m)

2.14. Analisa Kelayakan Ekonomi Analisa ekonomi dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu proyek dari segi

ekonomi. Dalam melakukan analisa ekonomi dibutuhkan utama yaitu, cozt (komponen

biaya) dan benefit (komponen manfaat).

2.14.1. Komponen Manfaat dan Biaya

Komponen Manfaat

Suyanto (2001:65) menyebutkan bahwa manfaat yang diperhitungkan dalam

analisa ekonomi dalah manfaat yang termasuk dalam kategori “direct and tangible benefit”

yaitu manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh penerima manfaat dan dapat dinilai

dengan uang. Dalam hal ini, manfaat yang diperoleh dari PLTA berupa uang hasil

penjualan listrik kepada konsumen didasarkan pada tenaga listrik yang dihasilkan tiap

tahun dengan tarif dasar listrik yang berlaku.

B = E x TDL (2-109)

Dimana:

B = benefit (Rp)

E = energi (kWh)

TDL = tariff dasar listrik (Rp/kWh)

Komponen Biaya Biaya modal (capital cost) adalah jumlah semua pengeluaran yang dibutuhkan

mulai dari pra studi sampai dengan proyek selesai dibangun. Semua pengeluaran yang

termasuk biaya modal dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya langsung dan biaya tak

langsung.

• Biaya Langsung

Biaya langsung merupakan biaya yang diperlukan dalam perencanaan

pembangunan atau konstruksi. Biaya konstruksi PLTA dinyatakan dalam rumus empiris

yang diperkirakan berdasarkan harga satuan dari proyek PLTA di Indonesia. Biaya

konstruksi PLTA sebagai fungsi cost yang diperhitungkan dengan menggunakan rumus

empiris untuk memperkirakan besarnya biaya adalah sebagai berikut (Anonim dalam

RETscreen, 2005:Appendix B):

1. Biaya Engineering (C1)

Biaya engineering merupakan biaya yang diperlukan untuk jasa konsultasi dan

jasa konstruksi, persamaan empirisnya adalah sebagai berikut:

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

49

C1 = 654,0

3,01,0 1037,0 ×⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛×

HgMWxExn (2-110)

Dimana:

C1 : estimasi biaya engineering ($ Canada)

n : jumlah turbin yang digunakan

E : engineering cost factor (0,67 jika ada bendungan/bendung eksisting dan 1

jika tidak ada bendungan / bendung eksisting)

MW: total kapasitas terpasang (MegaWatt)

Hg : tinggi jatuh (m)

2. Biaya peralatan hidromekanik (C2)

Biaya peralatan hidromekanik meliputi biaya generator, turbin, dan governor.

C2 = CG + CT (2-111)

Generator:

CG = 69,0

28,096,0 1082,0 ×⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛×

HgMWCgGn (2-112)

Turbin Kaplan

CT = 0,27𝑥𝑛<,�M𝑥𝐽6𝑥𝐾6𝑥𝑑.,8K𝑥 1,17𝑥𝐻𝑔<,.( + 2 𝑥10M (2-113)

Dimana:

C2 : estimasi biaya hidromekanik ($ Canada)

CG : biaya generator ($ Canada)

CT : biaya turbin ($ Canada)

G : faktor koreksi grid (0,9 untuk central grid)

Cg : faktor motor generator kecil (0,75 jika MW < 10, 1 jika MW > 10)

Jt : faktor peningkatan tinggi jatuh (1 jika H<25, 1,1 jika H>25)

Kt : faktor penurunan diameter kecil (0,9 jika d<1,8m , 1 jika d>1,8m)

d : diameter turbin

Mwu : kapasitas daya tiap turbin (Mega Watt)

3. Biaya instalasi peralatan hidromekanik (C3)

Biaya instalasi merupakan biaya pemasangan peralatan hidromekanik.

C3 = C2 x 0,15 (2-114)

Dimana:

C3 : estimasi biaya instalasi hidromekanik ($ Canada)

C2 : biaya peralatan hidromekanik ($ Canada)

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

50

4. Biata instalasi jaringan transmisi (C4)

Merupakan biaya pembangunan jaringan transmisi listrik.

C4 = 0,0011 x D x P x Lt0,96 V x 106 (2-115)

Dimana:

C4 : estimasi biaya instalasi jaringan transmisi ($ Canada)

D : koefisien tingkat kesulitan wilayah (terrain) (1 – 2)

V : voltase jaringan transmisi (kV)

P : faktor biaya tiang listrik (0,85 jika V<69, 1 jika V>69)

Lt : panjang jaringan (km)

5. Biaya substansi dan travo (C5)

Merupakan biaya untuk substansi dan transformer (travo)

C5 = ( ) 63,09,0

95,0 1095,0

1002,00025,0 ×⎟⎟

⎜⎜

⎛×⎟

⎞⎜⎝

⎛×+×× VMWnn (2-116)

Dimana:

C5 : estimasi biaya travo dan substansi ($ Canada)

6. Biaya pemasangan substansi dan travo (C6)

Merupakan biaya untuk pemasangan substansi dan travo

C6 = C5 x 0,15 (2-117)

Dimana:

C6 : estimasi biaya pemasangan substansi dan travo

C5 : biaya substansi dan travo

7. Biaya pekerjaan sipil (C7)

C7 = ( ) 682,0

3,004,0 10005,0101,0154,3 x

HgLdl

HgMWRxCn b ⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛+×+×⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛××× −

Dimana:

C7 : estimasi biaya pekerjaan sipil ($ Canada)

C : koefisien pekerjaan sipil (0,44 jika ada bendungan/bendung

. eksisting, 1 jika tidak ada bendungan/bendung eksisting)

R : faktor batuan (1 jika terdapat batuan, 1,05 jika tidak terdapat

. batuan)

Lb : jarak menuju borrow area (m)

Ld : panjang crest dam (m)

Hg : tinggi jatuh

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

51

8. Biaya pekerjaan pipa pesat (C8)

Merupakan biaya untuk oembangunan pipa pesat.

C8 = 20 x np0,95 x W0,88 (2-118)

W = (24,7 dp lp tave) (2-119)

dp = ���`

},h_

D=},ch (2-120)

tt = dp1,3 + 6 (2-121)

tb = 0,0375 dp Hg (2-122)

tave = 0,5 (tt + tb) (jika tb > tt) (2-123)

tave = tt (jika tb < tt) (2-124)

dimana:

C8 : estimasi biaya pipa pesat ($ canada)

np : jumlah pipa pesat

W : berat pipa pesat (kg)

Qd : debit desain (m3/dt)

dp : diameter pipa pesat (m)

lp : panjang pipa pesat (m)

tave : tebal pipa pesat rata rata (mm)

tt : tebal pipa pesat pada intake (mm)

tb : tebal pipa pesat pada turbin (mm)

9. Biaya pemasangan pipa pesat (C9)

Merupakan biaya untuk eksavasi dan pemasangan pipa pesat.

C9 = 5 W0,88 (2-125)

Dimana:

C9 : estimasi biaya pemasangan pipa pesat ($ Canada)

10. Biayapekerjaan terowongan (C10)

Merupakan biaya untuk pembuatan terowongan, termasuk bahan untuk

pasangan.

C10 = 400 x Rv0,88 + 4000 x Cv0,88 (2-126)

Dimana:

C10 : estimasi biaya pekerjaan saluran ($ Canada)

Rv : volume galian tanah (m3)

Cv : volume beton (m3)

Lt : panjang saluran transmisi (km)

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

52

Qd : debit desain (m3/dt)

k : koefisien keuangan daerah

Hg : tinggi jatuh (m)

Tc : rasio kekuatan tanah

11. Biaya pekerjaan lain-lain (C11)

Merupakan kelompok bangunan lain yang tidak tergolong utama, dengan kata

lain bangunan pelengkap.

C11 = 1011,01011,125,0 35,0 CtoCCtoCQi d ∑+∑××× (2-127)

Dimana:

C11 : estimasi biaya pekerjaan lain-lain ($ Canada)

i : suku bunga yang berlaku

Hasil estimasi biaya langsung (cost) dinyatakan dalam satuan mata uang dolar

Kanada dengan nilai konversi ke mata uang Rupiah sebesar Rp. 10.109,71 per 25

November 2016. Sehingga biaya langsung merupakan penjumlahan dari keseluruhan

estimasi biaya pekerjaan yang tercantum di atas.

• Biaya Tak Langsung

Biaya ini dibagi menjadi tiga komponen, yaitu:

1. Kemungkinan/hal yang tidak diduga (contingencies) dari biaya langsung.

Kemungkinan/hal yang tidak pasti ini bila dikelompokkan dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu:

a. Biaya/pengeluaran yang mungkin timbul, tetapi tidak pasti

b. Biaya yang mungkin timbul, namun belum terlihat

c. Biaya yang mungkin timbul, akibat tidak tetapnya padu waktu yang akan

datang (misal adanya kenaikan harga) atau eskalasi. Biasanya biaya untuk

ini merupakan suatu angka prosentase dari biaya langsung. Misalnya 5%,

10%, 15%. Hal ini sangat tergantung pada pihak pemilik dan perencana.

Semakin berpengalaman pemilik atau perencana maka besarnya prosentase

ini akan semakin kecil.

2. Biaya teknik/engineeringcost mencakup biaya untuk kegiatan yang terkait

dengan aspek engineering yaitu biaya survei lapangan, studi kelayakan

(feasibility study), jasa konsultan, desain dan biaya supervisi.

3. Bunga (interest), periode waktu dari ide sampai pelaksanaan fisik, bunga

berpengaruh terhadap biaya langsung, biaya kemungkinan, dan biaya teknik.

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

53

Suyanto, 2001 menjelaskan bahwa selama konstruksi dimaksudkan untuk

membayar bunga uang yang harus disediakan. Pajak terkadang ditambahkan

atau tidak diperhitungkan.

• Biaya Tahunan

Biaya tahunan merupakan biaya yang masih diperlukan sepanjang umur proyek.

Biaya tahunan (A) terdiri dari 3 komponen, yaitu (Kodoatie, 1995:74):

a. Bunga, biaya ini menyebabkan terjadinya perubahan biaya modal karena adanya

tingkat suku bunga selama umur proyek. Biasanya bisa berbeda dengan bunga

selama waktu dari ide sampai pelaksanaan fisik selesai. Bunga ini merupakan

komponen terbesar yang diperhitungkan terhadap biaya modal.

b. Depresiasi atau Amortisasi, dua istilah ini hampir sama tetapi berbeda fungsi.

Menurut Kuiper (1971), depresiasi adalah turunnya/penyusutan suatu harga/nilai

dari sebuah benda karena pemakaian dan kerusakan dalam suatu periode tertentu

(tahunan misalnya) sehingga hutang yang ada akan terbayar lunas pada akhir

periode tersebut.

c. Biaya operasi pemeliharaan, untuk dapat memenuhi umur proyek sesuai yang

direncanakan pada detail desain, maka diperlukan biaya untuk operasi dan

pemeliharaan proyek tersebut yang harus dikeluarkan setiap tahunnya. Besarnya

biaya O&P diperkirakan dari prosentase biaya modal. Prosentase tersebut berbeda-

beda tergantung jenis bangunannya.

2.14.2. Indikator Kelayakan Ekonomi Suatu proyek dikatakan layak secara ekonomi apabila memenuhi indikator-

indikator kelayakan ekonomi. Menurut Suyanto, 2001:39, indikator yang umum digunakan

dalam analisa ekonomi adalah sebagai berikut:

• Perbandingan manfaat dan biaya (BCR)

• Selisih manfaat dan biaya (Net Present Value)

• Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return)

• Payback period

BCR (Benefit Cost Ratio) Benefit Cost Ratio (BCR) adalah perbandingan antara nilai sekarang (present

value) dari manfaat (benefit) dengan nilai sekarang (present value) dari biaya (cost). Secara

umum rumus untuk perhitungan BCR adalah sebagai berikut (Suyanto, 2001:39):

(2-128)

biaya dari manfaat dari

PVPVBCR =

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

54

dengan :

PV = Present value

BCR = Benefit Cost Ratio

Sebagai ukuran dari penilaian suatu kelayakan proyek dengan metode BCR ini

adalah jika BCR > 1 maka proyek dikatakan layak dikerjakan dan sebaliknya jika nilai

BCR < 1 proyek tersebut secara ekonomi tidak layak untuk dibangun.

NPV (Net Present Value) Komponen cost dan benefit dihitung present valuenya berdasarkan discount

rate/interest rate yang telah ditentukan. Harga Net Present Value diperoleh dari

pengurangan Present Value komponen benefit dengan Present Value komponen cost

(Suyanto, 2001:39).

NPV = PV komponen Benefit – PV komponen Cost (2-129)

dengan :

PV = Present value

NPV = Net Present Value

Suatu proyek dikatakan ekonomis dan layak dibangun apabila NPV bernilai positif

(+) atau NPV > 0.

IRR (Internal Rate of Return) IRR merupakan nilai suku bunga yang diperoleh jika BCR bernilai sama dengan 1,

atau nilai suku bunga jika NPV bernilai sama dengan 0. IRR dihitung atas dasar

penerimaan bersih dan total nilai untuk keperluan investasi. Nilai IRR sangat penting

diketahui untuk melihat nilai suku bunga pinjaman yang berlaku. Perhitungan nilai IRR

dapat diperoleh dengan cara coba-coba pada tingkat suku bunga tertentu maka didapat

BCR = 1 ataupun dengan rumus sebagai berikut (Kodoatie, 1995:112):

(2-130)

dengan:

I’ = suku bunga memberikan nilai NPV positif

I” = suku bunga memberikan nilai NPV negatif

NPV = selisih antara present value dari manfaat dari present value dari biaya

NPV’ = NPV positif

NPV” = NPV negatif

( )'""'

'' IINPVNPV

NPVIIRR −−

+=

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2554/3/BAB II .pdf · 2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Dalam suatu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

55

Payback Period Payback Period merupakan jangka waktu periode yang diperlukan untuk

membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam

investasi suatu proyek. Payback Period ini akan dipilih yang paling cepat dapat

mengembalikan biaya investasi, makin cepat pengembaliannya makin baik dan

kemungkinan besar akan dipilih.

Kelemahan-kelemahan metode Payback (Pujawan, 2004:113):

1. Diabaikannya nilai waktu uang

2. Diabaikannya aliran kas setelah periode Payback

bAIriodePayback Pe = (2-131)

dengan, I : Besarnya biaya investasi yang diperlukan

Ab : Benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahun.