bab ii tinjauan pustaka dan hipotesis a. landasan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Landasan Penelitian Terdahulu
Landasan penelitian terdahulu merupakan landasan yang digunakan
untuk menguatkan hipotesis yang dibuat oleh peneliti saat ini. Selain itu juga
digunakan peneliti sekarang sebagai bahan referensi, karena ada sebagian
isinya memiliki keterkaitan dengan penelitian saat ini. Landasan penelitian
terdahulu pada penelitian saat ini diambil dari jurnal Tsiotsou (2005), Budiman
(2012), Nurtjahjanti (2012) dan skripsi Purba (2012).
Adapun persamaan penelitian terdahulu dan sekarang yaitu sama- sama
meneliti tentang produk berupa barang, utamanya berkaitan dengan produk
fashion; sama-sama meneliti tentang hal yang berhubungan dengan persepsi,
kualitas dan minat beli; variabel terikatnya sama-sama berupa minat beli (ada
tambahan variabel terikat selain minat beli pada sebagian penelitian terdahulu);
serta variabel bebasnya sama-sama persepsi kualitas (ada sebagian penelitian
terdahulu yang ditambah variabel lain selain persepsi kualitas). Perbedaan
penelitian terdahulu dan sekarang ialah pada metode analisis data (ada sebagian
yang sama) dan variabel bebasnya yang berbeda pada penelitian Budiman
(2012).
Landasan penelitian terdahulu pada penelitian ini dipilih sesuai dengan
penelitian sekarang. Gambaran lengkap landasan penelitian terdahulu pada
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 yang tersaji berikut.
9
Tabel 2.1 Landasan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Variabel Metode Analisis
Hasil
Rodoula Tsiotsou (2005)
Perceived Quality Levels and their Relation to Involvement, Satisfaction, and Purchase Intentions
The dependent variables: products involvement, overall satisfaction and purchase intention. The independent variable: perceived sports shoe quality
MANOVA (Multi -variate Analysis of Variance) ANOVA (Analysis of Variance) Pair-wise comparisons using the Tukey test
Consumers perceiving the quality of their sport shoes to be of high quality report higher involvement and satisfaction with them and higher intentions to buy them again The biggest difference was detected in satisfaction. Perceived quality explained 44% of the variance in satisfaction. The second biggest difference was detected in product involvement (explained variance 0.225) followed by purchase intentions (explained variance 0.157) Consumers perceiving the quality of their sport shoes being of medium or high do not differ significantly in their purchase intentions. This dinning indicates that a threshold might exist in perceived quality. When perceived quality passes this threshold, consumers will have the same (higher) intentions to buy a product regardless of their satisfaction and involvement level with it
Santi Budiman (2012)
Analysis of Consumer Attitudes to Purchase
The dependent variabel: purchase
SEM (The structural
These results show that intrinsic factors had positive influence on consumer attitudes towards pirated
10
Intentions of Counterfeiting Bag Product in Indonesia
intention Independent variables: attitudes towards counterfeit, lawfulness attitudes and consumption status
equation modeling)
handbags addition, a more positive attitude of consumers towards pirated bags will further strengthen the purchasing intentions and conversely the higher the status of a consumer's consumption will only further weaken the intention of purchasing the product bag pirated
Harlina Nurtjahjanti (2012)
Hubungan antara Persepsi terhadap Harga dan Kualitas Produk dengan Minat Membeli produk fashion online shop di Facebook pada mahasiswa Politeknik X Semarang
Variabel terikat: minat membeli produk fashion online-shop di Facebook Variabel bebas: persepsi terhadap Harga dan persepsi terhadap kualitas produk
Analisis regresi ganda Uji hipotesis dengan analisis regresi ganda pada SPSS 16.0 for Windows
Persepsi terhadap harga dan kualitas produk secara silmultan mampu menjelaskan perubahan minat membeli produk fashion online shop di Facebook sebesar 50.1%
Johanes Saktiawan Purba (2012)
Analisis Pengaruh Persepsi Nilai Konsumen terhadap Minat Beli Produk Private Label Hypermarket Carrefour di Kota Semarang
Variabel terikat: minat beli Variabel bebas: loyalitas merek, persepsi harga, dan persepsi kualitas
Analisis regresi linear berganda
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa loyalitas merek, persepsi harga, dan persepsi kualitas terbukti secara signifikan mempengaruhi minat beli. Loyalitas merek berpengaruh lebih tinggi terhadap minat beli daripada persepsi harga dan persepsi kualitas
Sumber: Data Diolah dari penelitian Tsiotsou (2005), Budiman (2012), Nurtjahjanti (2012) dan Purba (2012)
11
B. Landasan Teori
1. Perilaku Konsumen & Konsumen
American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen
sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan
kejadian di sekitar kita, dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam
hidup mereka. Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), perilaku konsumen
adalah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian akan
pembelian, penggunaan, pengevaluasian, dan penggantian produk dan jasa
yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Menurut Kotler & Armstrong (2001), konsumen didefinisikan sebagai
individu atau kelompok yang berusaha memenuhi atau mendapatkan barang
atau jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Menurut Undang-
Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), konsumen adalah setiap orang
pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
2. Persepsi dan Jenis Persepsi
Perception is defined as the process by which an individual selects,
organizes, and interpretsstimuli into a meaningful and coherent picture of
the world. It can be described as “how we see the world around us. “Two
individuals may be exposed to the same stimuli under the same apparent
conditions, but how each person recognizes, selects, organizes, and
interprets these stimuli is a highly individual process based on each
12
person’s own needs, values and expectation (Schiffman & Kanuk, 2010).
Solomon dalam Prasetijo & Ihalauw (2005) mendefinisikan persepsi sebagai
proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih,
kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan. Sensasi datang dan diterima
oleh manusia melalui panca indera yaitu mata, telinga, hidung, mulut, dan
kulit yang disebut juga sistem sensorik. Input sensorik atau sensasi yang
diterima oleh sistem sensorik manusia disebut juga dengan stimulus.
Solomon dalam Ferrinadewi (2008) menggambarkan proses persepsi pada
gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Proses Perseptual
(Solomon dalam Ferrinadewi, 2008)
Seperti gambar 2.1, stimulus eksternal dapat diterima oleh konsumen
melalui beberapa saluran. Melalui sensor penyerap, bahan mentah tersebut
akan memicu terjadinya proses internal. Konsumen akan teringat oleh
kenangan masa lalunya sesudah ia menginterpretasi atau memaknai stimulus
yang diterimanya. Konsumen dapat terdorong untuk membeli produk
tersebut. Proses persepsi terjadi secara cepat, otomatis, dan tidak disadari
Paparan Perhatian Interpretasi
Eksternal Stimuli
Mata Telinga Hidung Mulut/lidah Kulit
Panca Indera
Pandangan Bunyi Bau Rasa Raba
13
oleh konsumen. Oleh karena itu, pemasar dapat memanfaatkan peran sensor
penyerap ini dalam upaya memenangkan persaingan dengan menciptakan
diferensiasi.
Ferrinadewi (2008) mengemukakan bahwa persepsi berbeda dengan
sensasi. Sensasi merupakan proses awal penerimaan stimulus. Seperti
digambarkan pada gambar 2.2, sensasi adalah proses dimana berbagai
informasi yang dibawa oleh stimulus eksternal diterima oleh panca indera
konsumen. Informasi tersebut akan menjadi pengetahuan bagi konsumen
tentang dunia sekitarnya. Sensasi harus dibedakan dengan persepsi karena
dalam proses persepsi terlibat beberapa aktivitas kognisi yaitu perhatian dan
interpretasi. Pada sensasi proses yang lebih berkaitan dengan rasa
konsumen.
Sensasi Persepsi
Gambar 2.2 Persepsi dan Kognisi
(Ferrinadewi, 2008)
Ketika konsumen disajikan sebuah sampel produk tas, proses sensasi
terjadi ketika ia melihat desain menarik tas tersebut atau halusnya tekstur
Eksternal Stimuli
Panca Indera
Paparan Perhatian Interpretasi Mata Telinga Hidung Mulut/lidah Kulit
Pandangan Bunyi Bau Rasa Raba
14
bahan tas. Kemudian terjadi persepsi tentang baik buruknya tas tersebut
berdasarkan pengalamannya di masa lalu. Persepsi merupakan cara
bagaimana konsumen memberi makna pada rangkaian rangsangan tersebut
dan ini ialah proses kognisi. Beberapa ahli berpendapat bahwa dalam proses
kognisi juga terjadi penalaran yaitu aktivitas dimana seseorang
menghubungkan beberapa stimulus yang nampak. Kedua proses ini
berlangsung secara simultan dengan perasaan atau emosi.
Menurut Thoha (2006) dilihat dari segi individu setelah melakukan
interaksi dengan obyek yang dipersepsikannya maka hasil persepsi itu dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Persepsi Positif (Tepat)
Persepsi positif adalah persepsi yang menggambarkan segala
pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang
diteruskan oleh pemanfaatannya. Hal itu akan diteruskan dengan
keaktifan atau menerima dan mendukung terhadap obyek yang
dipersepsikan.
b. Persepsi Negatif (Tidak Tepat)
Persepsi negatif adalah persepsi yang menggambarkan segala
pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang
tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi. Hal itu akan diteruskan
dengan kepasifan atau menolak dan menentang terhadap obyek yang
dipersepsikan.
15
3. Kualitas Produk dan Dimensi-Dimensinya
Produk memiliki arti penting bagi perusahaan karena tanpa adanya
produk, perusahaan tidak akan dapat melakukan apapun dari usahanya.
Pembeli akan membeli produk kalau merasa cocok, karena itu produk harus
disesuaikan dengan keinginan ataupun kebutuhan pembeli agar pemasaran
produk berhasil. Pembuatan produk lebih baik diorientasikan pada
keinginan pasar atau selera konsumen. Menurut Kotler dan Amstrong
(2001), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar
untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang
dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Mc Charty dan Perrefault
(2003) mengemukakan bahwa produk merupakan hasil dari produksi yang
akan dilempar kepada konsumen untuk didistribusikan dan dimanfaatkan
konsumen untuk memenuhi kebutuhannya.
International Organization for Standardization atau ISO dalam Suardi
(2003), mendefinisikan kualitas sebagai derajat atau tingkat karakteristik
yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan.
Deming dalam Yamit (2004) mendefinisikan kualitas adalah apapun yang
menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Drucker dalam Kotler (2004)
melihat kualitas datangnya dari pelanggan dimana kualitas dalam jasa dan
produk bukanlah apa yang Anda masukkan ke dalamnya, tetapi apa yang
diperoleh klien atau pelanggan Anda. Welch dari GE dalam Kotler (2004)
menyimpulkan betapa pentingnya kualitas itu, dimana kualitas merupakan
garansi terbaik yang kita miliki atas dukungan dari para pelanggan,
16
pertahanan kita yang terkuat dari persaingan asing dan jalan satu-satunya
menuju pertumbuhan dan pendapatan yang berkesinambungan.
Garvin (1994) dalam Yamit (2004) mengidentifikasi lima pendekatan
perspektif kualitas yang salah satunya user-based approach. Kualitas dalam
pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang memandangnya dan produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk
yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan
konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda
pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang
dapat dirasakannya.
Menurut Kotler (2005) kualitas produk adalah keseluruhan ciri dari
suatu produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
yang dinyatakan atau tersirat. Menurut Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa
konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk yang mereka gunakan berkualitas. Karakteristik kualitas dari suatu
produk sangat multidimensional, karena produk dapat memberikan
kepuasan dan nilai kepada pelanggan dalam banyak cara. Karakteristik
beberapa produk secara kuantitatif mudah ditentukan, seperti berat, panjang
dan waktu penggunaan. Beberapa karakteristik yang lain, seperti daya tarik
produk ialah bersifat kualitatif. Martinich dalam Yamit (2004)
mengemukakan spesifikasi dari dimensi kualitas produk yang relevan
dengan pelanggan dapat dikelompokkan dalam enam dimensi, yaitu:
17
a. Performance (Kinerja Produk)
Karakteristik operasi dasar dari suatu produk yang menjadi fungsi dasar
suatu produk.
b. Range and Type of Features (Kemampuan atau Keistimewaan yang
Dimiliki Produk)
Selain fungsi utama dari suatu produk, pelanggan sering kali tertarik
pada kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk.
c. Reliability and Durability (Kehandalan dan Daya Tahan Produk)
Kehandalan produk dalam penggunaan secara normal dan berapa lama
produk dapat digunakan hingga perbaikan diperlukan.
d. Maintainability and Serviceability (Kemudahan Pengoperasian dan
Perbaikan Produk)
Kemudahan untuk pengoperasian produk dan kemudahan perbaikan
maupun ketersediaan komponen pengganti.
e. Sensory Characteristics (Penampilan, Daya Tarik dan Corak Produk)
Penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau, selera dan beberapa faktor
lainnya yang mungkin menjadi aspek penting dalam kualitas.
f. Ethical Profile and Image (Etik, Profil dan Citra Produk)
Profil kualitas, citra produk dan citra merek di mata konsumen.
4. Persepsi/ Kesan Kualitas terhadap Produk
Kualitas merupakan bagian terbesar dari kesan pelanggan terhadap
produk. Pengertian kesan kualitas menurut David A.Aaker dalam Rangkuti
18
(2004) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang
diharapkan. Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti
dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.3 DiagramNilai dari Kesan Kualitas
(Freddy Rangkuti, 2004)
Terdapat lima keuntungan kesan kualitas sebagai berikut.
a. Alasan membeli
Kesan kualitas sebuah produk memberikan alasan yang penting untuk
membeli. Hal ini mempengaruhi produk-produk mana yang harus
dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi produk dan merek yang
akan dipilih.
b. Diferensiasi/posisi
Diferensiasi mempunyai arti merupakan suatu karakteristik penting dari
produk untuk memposisikannya dalam dimensi kesan kualitas produk.
Kesan Kualitas
Alasan untuk membeli
Perluasan brand
Minat saluran distribusi
Harga optimum
Diferensiasi/posisi
19
c. Harga optimum
Keuntungan ini memberikan pilihan-pilihan didalam menetapkan harga
optimum.
d. Minat Saluran distribusi
Keuntungan ini yaitu meningkatkan minat para distributor dikarenakan
adanya suatu arti penting bagi para distributor, pengecer serta berbagai
saluran distribusi lainnya sehingga kejadian ini akan membantu
perusahaan dalam perluasan distribusi.
e. Perluasan Brand
Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai
perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk
kedalam kategori produk baru.
5. Minat Beli
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), minat adalah
kecenderungan hati, gairah atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menunjukkan adanya suatu ketertarikan terhadap sesuatu. Crow and
Row dalam Djaali (2007) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan
gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan
dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan
itu sendiri. Minat ini dapat ditunjukkan dengan lebih menyukai sesuatu hal
daripada yang lainnya ataupun dapat ditunjukkan dengan melakukan suatu
aktivitas yang disenanginya.
20
Menurut Ajzen (2005), minat dapat dijelaskan melalui teori perilaku
terencana (Theory of Planned Behavior) yang merupakan pengembangan
dari teori tindakan beralasan (Theory of Reasoned Action) oleh Fishbein dan
Ajzen (2005). Teori perilaku terencana didasarkan pada asumsi bahwa
individu dapat berperilaku secara bijaksana, sehingga mereka
memperhitungkan semua informasi yang ada baik secara implisit maupun
eksplisit dan mempertimbangkan akibat dari perilaku mereka. Minat
merefleksikan kesediaan individu untuk mencoba melakukan suatu perilaku
tertentu. Minat memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena
itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005).
Teori perilaku terencana ini mengatakan bahwa minat seseorang untuk
menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku merupakan faktor
yang paling menentukan apakah suatu perilaku terjadi atau tidak.
Berdasarkan teori ini pula, Ajzen (2005) mengemukakan bahwa minat
terdiri dari tiga aspek sebagai berikut.
a. Attitude toward the behavior (Sikap terhadap perilaku)
Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap
benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu.
Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh
dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku
tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap
perilaku).
21
Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan
hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian
yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan perkataan lain,
seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan
outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang
positif, begitu juga sebaliknya.
b. Subjective norm (Norma subyektif)
Ajzen (2005) mengasumsikan bahwa norma subyektif ditentukan
oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk
mengikuti (motivation tocomply). Keyakinan normatif berkenaan dengan
harapan-harapan yang berasal dari referen atau orang dan kelompok yang
berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua,
pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada
perilaku yang terlibat.
Norma subyektif tidak hanya ditentukan oleh referen, tetapi juga
ditentukan oleh motivation to comply. Secara umum, individu yang yakin
bahwa kebanyakan referen akan menyetujui dirinya menampilkan
perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu,
akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya,
individu yang yakin bahwa kebanyakan referen akan tidak menyetujui
dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi untuk
mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini akan menyebabkan dirinya
22
memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk
menghindari melakukan perilaku tersebut.
c. Perceived behavior control (Kontrol perilaku yang dirasakan)
Kontrol perilaku menggambarkan tentang perasaan self efficacy
atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Ajzen
(2005)menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan
oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa
ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu.
Dalam beberapa situasi, satu atau dua faktor saja dapat digunakan untuk
menjelaskan intensi, dan kebanyakan ketiga faktor ini masing-masing
berperan dalam menjelaskan intensi.
Tiap individu memiliki perbedaan bobot dari antara ketiga faktor
tersebut mana yang paling mempengaruhi individu tersebut dalam
berperilaku. Sehingga kesimpulannya seseorang akan melakukan suatu
perilaku tertentu jika orang tersebut mengevaluasi perilaku tersebut
secara positif, ditambah individu tersebut mendapatkan tekanan dari
sosial untuk melakukan perilaku tersebut, serta individu tersebut percaya
bisa dan memiliki kesempatan untuk melakukan perilaku tersebut.
Menurut Ajzen (2005), minat memiliki korelasi yang tinggi dengan
perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Hal
ini dapat juga berlaku pada perilaku membeli. Pengukuran terhadap minat
membeli individu dapat meramalkan bahwa individu tersebut akan
23
melakukan perilaku membeli. Terdapat 3 aspek minat membeli yang berasal
dari aspek-aspek minat berperilaku dari Ajzen (2005), yaitu sebagai berikut.
a. Sikap konsumen terhadap perilaku membeli
Seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat
menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan
memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila
individu yakin perilaku membeli yang dia lakukan akan menghasilkan
outcome yang positif, maka individu tersebut memiliki sikap yang positif
terhadap perilaku membeli, begitu pun sebaliknya.
b. Norma subjektif terhadap perilaku membeli
Aspek ini berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari
referen atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu
(significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja
atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Sehingga individu
yang yakin bahwa kebanyakan referen akan menyetujui dirinya
menampilkan perilaku membeli, dan adanya motivasi untuk melakukan
perilaku membeli pada suatu produk, maka hal ini akan menyebabkan
individu tersebut memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan
pada dirinya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk.
c. Kontrol perilaku terhadap perilaku membeli
Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya
faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk
melakukan suatu perilaku. Dalam hal ini, contoh dari faktor-faktor yang
24
memfasilitasi misalnya adanya uang yang dapat digunakan individu
untuk membeli suatu produk. Contoh lainnya ialah adanya transportasi
dan waktu yang memungkinkan individu untuk membeli suatu produk.
Sedangkan contoh faktor-faktor yang menghalangi individu untuk
membeli suatu produk ialah tidak adanya dana, waktu dan habisnya suatu
produk yang ingin dibeli seseorang.
Menurut Mc. Carthy (2003), pengertian minat beli konsumen
merupakan dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk membeli
barang dan jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Menurut Durianto,
dkk (2001), niat untuk membeli merupakan sesuatu yang berhubungan
dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa
banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Niat beli
merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana
pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Pengetahuan akan niat
beli sangat diperlukan para pemasar untuk mengetahui niat konsumen
terhadap suatu produk maupun untuk memprediksikan perilaku konsumen
pada masa yang akan datang. Minat membeli terbentuk dari sikap konsumen
terhadap produk dari keyakinan konsumen terhadap kualitas produk.
Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan
menyebabkan menurunnya minat beli konsumen.
25
6. Indikator Minat Beli
Minat beli ialah sesuatu diperoleh dari proses belajar dan proses
pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat beli ini menciptakan
suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu
keinginan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen
harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada di
dalam benaknya itu. Efek hierarki minat beli digunakan untuk
menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan (beliefs) (Mowen
dalam Oliver, 2006). Ferdinand (2006), mengidentifikasi minat beli melalui
indikator-indikator sebagai berikut.
a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk.
b. Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain.
c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini
hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
d. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
7. Persepsi Dimensi-Dimensi Kualitas terhadap Minat Beli
Ketika kualitas merupakan konsep multidimensi yang tidak dapat
dengan mudah didefinisikan atau diukur, sebuah pembeda bisa dibuat antara
26
kualitas obyektif dan persepsi kualitas. Kualitas obyektif mengacu pada
keunggulan teknis sebenarnya dari produk yang dapat diverifikasi dan diukur
(Monroe & Krishman dalam Tsiotsou, 2005). Sebaliknya, persepsi kualitas
adalah penilaian konsumen tentang keunggulan produk secara keseluruhan
atau superioritas (Zeithaml dalam Tsiotsou, 2005). Persepsi Kualitas produk
yang dirasakan merupakan penilaian global mulai dari "buruk" sampai "baik",
ditandai dengan tingkat abstraksi yang tinggi dan mengacu pada pola
konsumsi tertentu (Tsiotsou, 2005).
Pentingnya persepsi dimensi-dimensi kualitas berasal dari dampak
menguntungkan pada minat pembelian, meskipun temuan penelitian
bertentangan telah dilaporkan dalam literatur. Beberapa sarjana mendukung
efek langsung yang positif dari pengaruh persepsi kualitas pada minat
pembelian (Carman; Boulding, Staelin & Zeithaml; Parasuraman et al. dalam
Tsiotsou, 2005), yang lain hanya melaporkan efek tidak langsung melalui
kepuasan (Cronin & Taylor; Sweeney, Soutar, & Johnson dalam Tsiotsou,
2005), dan yang lain lagi berpendapat bahwa keduanya mempunyai hubungan
(Tsiotsou 2004 dalam Tsiotsou, 2005). Perlu dicatat, bahwa efek ganda
(langsung dan tidak langsung) dari kualitas produk yang dirasakan pada minat
pembelian telah ditemukan pada produk barang, sementara efek tunggal
(langsung) telah dilaporkan dari studi yang berfokus pada layanan.
Meskipun persepsi kualitas umumnya diperlakukan sebagai konstruk
pasca pembelian (Holbrook & Corfman; Roest & Pieters dalam Tsiotsou,
2005), beberapa sarjana (Rust & Oliver dalam Tsiotsou, 2005) mendukung
27
gagasan bahwa kualitas yang dirasakan dibangun baik pada pra- dan pasca-
pembelian, karena mereka berpendapat bahwa sebelumnya pengalaman
produk tidak diperlukan untuk menilai kualitas.
C. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir atau juga disebut sebagai kerangka konseptual
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting
(Sekaran dalam Widayat, 2004). Variabel dari faktor persepsi dimensi-dimensi
kualitas produk pada penelitian ini diadopsi dari Martinich dalam Yamit
(2004) yaitu performance, range and type of features, reliability and
durability, maintainability and serviceability, sensory characteristics dan
ethical profile and image. Persepsi positif pada konsumen mengenai kualitas
produk dimungkinkan akan menimbulkan minat beli. Indikator minat beli di
sini diadopsi dari Ferdinand (2006) yang terdiri dari minat transaksional, minat
refrensial, minat preferensial dan atau minat eksploratif. Gambaran kerangka
pikir pada penelitian ini disajikan pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.4 Kerangka Pikir Hubungan Persepsi Kualitas terhadap Minat Beli
Persepsi Dimensi-Dimensi
Kualitas Produk
Minat Beli
Konsumen
28
D. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian, penelitian terdahulu, kajian
teoritis, dan kerangka pikir sebagai kaitan keseluruhan, maka dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut: Persepsi dimensi-dimensi kualitas
berpengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen tas wanita di gerai
Elizabeth Malang.