bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal diatas 380C) yang disebebkan oleh proses
ektrakranium. Kejang demam merupakan kelainan nuerologis yang paling
sering dijumpai oleh anak,terutama pada golongan anak umur 6 sampai 4
tahun. Hampir 3% pada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Pada percobaan binatang, suhu yang paling
tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang (Ngastiyah, 2005).
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan (betz & Sowden, 2002).
Kejang demam (Febrile Convulsion) adalah kejang pada bayi atau
anak-anak yang terjadi akibat demam, tanpa adanya infeksi pada susunan
saraf pusat maupun kelainan saraf lainnya (Aden R, 2010).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara
usia 6 bulan sampai 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat
umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam (Aziz Alimul,
2008).
6
Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh
yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial
listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa
kejang yang biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun
B. Anatomi Otak & Fisiologi
1. Anatomi
7
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf
sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang
dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak adalah suatu alat tubuh
yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat
tubuh. Berat otak orang dewasa kira-kira 1400 gram (Setiadi, 2007).
Bagian-bagian otak :
a. Cerebral Hemisphere (cerebrum: otak besar)
Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang
mengisi lebih dari setengah masa otak. Permukaannya berasal dari
bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci).
Cerebrum dibagi dalam 4 lobur yaitu:
1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung
jawab untuk proses berpikir.
2) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang
merupakan sensasi perabaan, tekanan, dan sedikit menerima
perubahan temperature.
3) Lobus occipitalis, mengandung area visual yang menerima
sensasi dari mata.
4) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima
sensasi dari telinga.
8
Area khusus otak besar (cerebrum) adalah:
1) Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor
sensori tubuh
2) Primary motor area yang mengirim impuls ke otot sketetal
3) Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara.
b. Cerebelum (otak kecil)
Terletak dalam fosa cranial posterior, di bawah tentorium
celebrum bagian posterior dari pons varoli dan medulla oblongata.
Cerebrum mempunyai dua hemisfer yang dihubungakan oleh
fermis.berat cerebelum lebih kurang 150 gram (85-9%) dari berat
otak seluruhnya.
Fungsi cerebellum mengembalikan tonus otot diluar
kesadaran yang merupakan suatu mekanisme saraf yang
berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap:
1) Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh
2) Terjadinya kontraksi denagn lancar dan teratur pada
pergerakan dibawah pengendalian kemauan dan mempunyai
aspek keterampilan.
Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan
sejumlah otot. Otot anatagonis harus mengalami relaksasi secara
teratur dan otot sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan oleh bermacam pergerakan.
9
c. Ventrikel otak
Yaitu beberapa rongga yang saling berhubungan di dalam
otak dan berisi cairan serebrospinalis.
Fungsi dari cairan serebrospinalis adalah:
1) Sebagai buffer
2) Melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari goncangan
dan trauma
3) Menghantar makanan kesistem syaraf pusat.
Ada tiga jenis kelompok syaraf yang dibentuk oleh syaraf
cerebrospinalis yaitu:
1) Syaraf sensorik, (syaraf afferent), yaitu membawa impuls dari
otak dan medulla spinalis ke perifer.
2) Syaraf motorik (syaraf efferent), menghantarkan impuls dari
otak dan medulla spinalis ke perifer.
3) Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan
sensorik, sehingga dapat menghantar impuls dalam dua
jurusan.
d. Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang
terletak di bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus
interpundenkuler hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan
daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior thalamus berfungsi
mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja
dengan hipofisis untuk mempertahankan keeimbangan cairan,
10
mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan
vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah,
perilaku agresif dan seksual dan pusat respon emosional.
e. Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan
aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang
diterima semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian
ini.
f. Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi
yang berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian
ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus dan
kortek serebri.
g. Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena
sejumlah hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis
merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor
pada orang dewasa.
h. Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik
tersebut akan menghambat nafsu makan.
i. Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme
aferen yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah
diajukan, dan keempat hipotesis itu tidak ada hubunganya satu
dengan yang lain.
11
2. Fisiologi
Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh
dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.
a. Pirogen Endogen
Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin
disebabkan oleh pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus.
Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus menyebabkan
demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada
hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.
b. Pengaturan Suhu
Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi
makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam
metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi,
konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan kulit.
Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu
tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai
dengan suhu dank arena sistem enzim dalam tubuh memiliki
rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi
tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan (Price
Sylvia A : 1995).
12
C. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui.
Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi
dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam.
Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit.
Kejang demam cenderung ditemukan dalam satu keluarga,
sehingga diduga melibatkan faktor keturunan (faktor genetik). Kadang
kejang yang berhubungan dengan demam disebabkan oleh penyakit lain,
seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis.
Roseola atau infeksi oleh virus herpes manusia juga sering
menyebabkan kejang demam pada anak-anak. Disentri karena Shigella
juga sering menyebabkan demam tinggi dan kejang demam pada anak
(Aden R, 2010).
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain:
infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsillitis, otitis
media akut, bronkhitis (Sujono R,Sukarmin, 2009).
D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan
diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
13
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membran dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya :
1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 100C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
14
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
15
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.(Ngastiyah,
2005).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 380C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak
memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan
tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti
panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut
livingstone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan
manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 (tujuh) criteria lain antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
16
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang saja).
4. Kejang timbul setelah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan system persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelainan.
6. Pemeriksaan Elektro Enchepaloghrapy dalam kurun waktu satu
minggu atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan.
7. Frekwensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali (Sujono
R, Sukarmin, 2009).
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Sebagai upaya pencegahan, saat anak mengalami demam dapat
dilakukan:
a. Memberikan obat turun panas jika suhu badan > 38ºC
b. Memberikan kompres air hangat
c. Menggunakan pakaian tipis dan mudah menyerap keringat
d. Memberikan cairan (minum air putih semampu anak
meminumnya)
17
2. Perawatan
Jika Anak kejang demam, lakukan langkah-langkah berikut ini:
a. Baringkan anak secara miring di tempat yang aman (supaya tidak
terjatuh).
b. Temani, awasi dan tenangkan anak
c. Longgarkan pakaian
d. Jangan menahan gerakan anak
e. Jangan memasukkan apapun di mulut anak
3. Penatalaksanaan Medis
Saat kejang diberikan antikonvulsan/diazepam secara intravena
dengan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-
0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang
diberikan adalah 0,3 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal
10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak
boleh melebihi 50 mg persuntikan.
jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15
menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis
yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke-3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
18
G. Komplikasi
1. Kejang berulang
2. Aspirasi
3. Asfiksia
4. Kerusakan jaringan otak yang dapat mempengaruhi fungsi otak
5. Retardasi mental
6. Epilepsi
7. Injuri
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
19
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. GDA
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
I. Pengkajian
1. Pengkajian Fokus:
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau
orang terdekat atau pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter
atau kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal, hipertensi, peningkatan nadi, sianosis
Postiktal : tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan.
c. Eliminasi
Gejala : inkontinensia episodik
Tanda :
20
1) Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus
spingfer.
2) postiktal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan
inkontinensia ( baik urin atau Fekal ).
d. Makanan dan Cairan
Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang
berhubungan efektifitas kejang.
Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)
e. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal
Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot,
tingkah laku distraksi atau gelisah.
f. Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau
cepat peningkatan sekresi mukus.
g. keamanan
Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur
Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan
kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.
2. Tumbuh Kembang Anak:
1. Perkembangan Motorik Halus dan Kasar
a) Perkembangan Motorik Halus
21
Perkembangan motorik halus adalah keadaan anak
yang sadar mampu mengontrol dan mengendalikan diri serta
tubuhnya, sehingga memungkinkan untuk melakukan gerakan-
gerakan yang lebih halus dengan otot-otot yang kecil.
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat
melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti
objek dari sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda
ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memerhatikan
tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta
menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.
b) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan anak
menggerakan otot-otot besar untuk melakukan sebuah gerakan
“kasar”.
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai
dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap,
mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk
dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika
disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna,
mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dari
telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi,
dan berusaha merangkak.
22
2. Perkembangan Kognitif (Kecerdasan)
Dalam periode perkembangan otak ada istilah yang dikenal
sebagai fase cepat tumbuh otak, yaitu fase pada saat otak
berkembang sangat cepat. Pada fase ini otak harus mendapat
prioritas utama dalam hal pemenuhan zat gizi sebagai bahan-bahan
pembentuknya.
Kurangnya gizi pada fase cepat tumbuh otak anak dibawah
usia 18 bulan akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Artinya,
kecerdasan anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal
pada tahun-tahun kedepannya.
3. Perkembangan Sosial dan Emosi
Salah satu bagian perkembangan sosial dan emosi yang
terjadi pada anak usia 1-2 tahun adalah perubahan mood. Pada usia
tersebut, anak mulai belajar untuk merespon segala sesuatu yang
diterima atau keadaan yang dihadapi sesuai dengan perasaan
hatinya. Misalnya anak akan menggelengkan kepala sebagai tanda
tidak mau makan atau akan tersenyum gembira untuk menandakan
hatinya senang saat diajak bercanda dengan orang-orang
disekitarnya.
4. Perkembangan Berbahasa dan berbicara
Kemampuan ini akan senantiasa berkembang sehingga
memungkinkannya untuk memahami sekaligus menggunakan
23
bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang lain.
Umumnya, kemampuan ini akan muncul ketika anak sudah
berusia sekitar satu tahun. Pada usia ini, anak mulai belajar
berbicara dari kata-kata sederhana yang hanya terdiri dari satu dua
suku kata. Umumnya, kata pertama yang dapat diucapkan adalah
kata-kata yang sering kali didengar setiap hari dari orang-orang di
selitarnya. Misalnya adalah mama,papa, mamam, dan sebagainya
(Ali, 2008).
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang.
2. Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
4. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
(dehidrasi).
5. Risiko kurang nutrisi berhubungan dengan anoreksia.
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya
informasi.
24
K. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Risiko injuri berhubungan dengan kejang.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko injuri tidak
terjadi.
Kriteria hasil: Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan
pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan.
Intervensi :
a. Hindarkan anak dari benda-benda yang membahayakan.
R/ Tindakan ini dapat membantu menurunkan injuri.
b. Gunakan alat pengaman.
R/Dapat melindungi klien dari bahaya injuri.
c. Bila terjadi kejang, pasang sudip lidah.
R/ Agar lidah tidak tergigit atau lidah menutup jalan napas.
d. Kolaborasi pemberian obat anti kejang.
R/ Diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan dan juga
dengan memantau efek sampingsecara dini jika timbul efek
samping.
2. Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan sel otak, tidak terjadi komplikasi.
Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar,
suplai oksigen lancar, tidak ada tanda-tanda apneu.
Intervensi :
25
a. Bila terjadi kejang, tidurkan pasien ditempat yang rata, miringkan
kepala.
R/ Diharapkan sistem pernpasan tidak terjadi gangguan ataupun
sumbatan.
b. Pasang sudip lidah.
R/ Agar lidah tidak tergigit atau lidah menutup jalan napas.
c. Longgarkan pakaian yang mengikat.
R/ Proses inspirasi dan ekspirasi dapat maksimal dan dapat
memberikan rasa nyaman pada pasien.
d. Isap lendir sesuai indikasi.
R/ Melonggarkan pernapasan dan mencegah terjadinya aspirasi.
e. Berikan oksigen.
R/ Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan oksigen diseluruh
jaringan.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti kejang.
R/ Diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan dan juga
dengan memantau efek samping secara dini jika timbul efek
samping.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : Yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan hipertermi tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal ( 360C – 370C), klien bebas dari
demam.
26
Interverensi :
a. Beri kompres hangat.
R/ Dapat membantu mengurangi demam.
b. Beri dan anjurkan klien banyak minum.
R/ Semakin banyak minum akan dapat membantu menurunkan
demam.
c. anjurkan klien istirahat dengan tirah.
R/ Istirahat yang baik akan dapat sedikit membantu penyembuhan.
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap
keringat.
R/ Pakaian yang tipis akan memudahkan sirkulasi dalam dan luar
tubuh.
e. Ciptakan suasana yang nyaman (atur ventilasi).
R/ Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
f. Awasi suhu tubuh.
R/ Suhu tubuh 38,90C -41,1oC menunjukkan proses penyakit
infeksius akut, pada demam dapat membantu dalam diagnosis.
g. Kolaborasi pemberian obat anti mikroba, antipiretik dan pemberian
cairan perenteral.
R/Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam
27
membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan
autodestruksi dari sel –sel yang terinfeksi.
4. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
(dehidrasi).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit voleme cairan
tidak terjadi.
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital
dalam batas normal.
Interverensi :
a. Kaji perubahan tanda-tanda vital.
R/ peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatnya
laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi.
b. Kaji turgor kelembaban membran mukosa (bibir dan lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan
oksigen tambahan.
c. Catat laporan mual atau muntah.
R/ adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
d. Pantau masukan dan haluaran.
R/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan pengganti.
e. Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi
individual.
28
R/ pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko
dehidrasi.
5. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko kekurangan
nutrisi tidak terjadi.
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan nafsu makan,
mempertahankan atau meningkatkan berat badan.
Intervensi :
a. Identifikasi faktor penyebab anoreksia.
R/ Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
b. Auskultasi bunyi usus.
R/ Bunyi usus mungkin menurun atau tidak ada bila proses infeksi
berat atau memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat
menelan udara.
c. Pertahankan atau tingkatkan kebersihan oral.
R/ Kondisi mulut yang baik dapat meningkatkan nafsu makan.
d. Berikan porsi kecil tapi sering.
R/ tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
29
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya
informasi (Doenges,1999).
Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan, pengetahuan keluarga
meningkat.
Kriteria hasil :
a. Keluarga mengerti proses penyakit kejang demam.
b. Keluarga kooperatif.
c. Keluarga berperan serta dalam proses perawatan klien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pendidikan klien/keluarga.
R/ Mempengaruhi proses terhadap penerimaan materi pengetahuan.
b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga/klien.
R/ Menentukan pilihan intervensi yang tepat dalam penyampaian.
c. Lakukan pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada
keluarga klien.
R/ Memberikan informasi yang adekuat, meningkatkan peran serta
keluarga dalam perawatan klien.
d. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
R/ Mengetahui sejauh mana intervensi berhasil dilakukan.
e. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
R/ Masalah kesehatan kesehatan pada anak melibatkan peranan
orangtua mempersiapkan perawatan klien ketika dirumah.