bab ii tinjauan pustaka -...

25
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 0 C) yang disebebkan oleh proses ektrakranium. Kejang demam merupakan kelainan nuerologis yang paling sering dijumpai oleh anak,terutama pada golongan anak umur 6 sampai 4 tahun. Hampir 3% pada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Pada percobaan binatang, suhu yang paling tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang (Ngastiyah, 2005). Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (betz & Sowden, 2002). Kejang demam (Febrile Convulsion) adalah kejang pada bayi atau anak-anak yang terjadi akibat demam, tanpa adanya infeksi pada susunan saraf pusat maupun kelainan saraf lainnya (Aden R, 2010). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan sampai 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam (Aziz Alimul, 2008).

Upload: vananh

Post on 29-Mar-2018

220 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rectal diatas 380C) yang disebebkan oleh proses

ektrakranium. Kejang demam merupakan kelainan nuerologis yang paling

sering dijumpai oleh anak,terutama pada golongan anak umur 6 sampai 4

tahun. Hampir 3% pada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah

menderita kejang demam. Pada percobaan binatang, suhu yang paling

tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang (Ngastiyah, 2005).

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara

sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan

pelepasan listrik serebral yang berlebihan (betz & Sowden, 2002).

Kejang demam (Febrile Convulsion) adalah kejang pada bayi atau

anak-anak yang terjadi akibat demam, tanpa adanya infeksi pada susunan

saraf pusat maupun kelainan saraf lainnya (Aden R, 2010).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi karena

peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara

usia 6 bulan sampai 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat

umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam (Aziz Alimul,

2008).

6

Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh

yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial

listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa

kejang yang biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun

B. Anatomi Otak & Fisiologi

1. Anatomi

7

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena

merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf

sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang

dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak adalah suatu alat tubuh

yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat

tubuh. Berat otak orang dewasa kira-kira 1400 gram (Setiadi, 2007).

Bagian-bagian otak :

a. Cerebral Hemisphere (cerebrum: otak besar)

Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang

mengisi lebih dari setengah masa otak. Permukaannya berasal dari

bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci).

Cerebrum dibagi dalam 4 lobur yaitu:

1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung

jawab untuk proses berpikir.

2) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang

merupakan sensasi perabaan, tekanan, dan sedikit menerima

perubahan temperature.

3) Lobus occipitalis, mengandung area visual yang menerima

sensasi dari mata.

4) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima

sensasi dari telinga.

8

Area khusus otak besar (cerebrum) adalah:

1) Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor

sensori tubuh

2) Primary motor area yang mengirim impuls ke otot sketetal

3) Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara.

b. Cerebelum (otak kecil)

Terletak dalam fosa cranial posterior, di bawah tentorium

celebrum bagian posterior dari pons varoli dan medulla oblongata.

Cerebrum mempunyai dua hemisfer yang dihubungakan oleh

fermis.berat cerebelum lebih kurang 150 gram (85-9%) dari berat

otak seluruhnya.

Fungsi cerebellum mengembalikan tonus otot diluar

kesadaran yang merupakan suatu mekanisme saraf yang

berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap:

1) Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh

2) Terjadinya kontraksi denagn lancar dan teratur pada

pergerakan dibawah pengendalian kemauan dan mempunyai

aspek keterampilan.

Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan

sejumlah otot. Otot anatagonis harus mengalami relaksasi secara

teratur dan otot sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan

kebutuhan yang diperlukan oleh bermacam pergerakan.

9

c. Ventrikel otak

Yaitu beberapa rongga yang saling berhubungan di dalam

otak dan berisi cairan serebrospinalis.

Fungsi dari cairan serebrospinalis adalah:

1) Sebagai buffer

2) Melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari goncangan

dan trauma

3) Menghantar makanan kesistem syaraf pusat.

Ada tiga jenis kelompok syaraf yang dibentuk oleh syaraf

cerebrospinalis yaitu:

1) Syaraf sensorik, (syaraf afferent), yaitu membawa impuls dari

otak dan medulla spinalis ke perifer.

2) Syaraf motorik (syaraf efferent), menghantarkan impuls dari

otak dan medulla spinalis ke perifer.

3) Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan

sensorik, sehingga dapat menghantar impuls dalam dua

jurusan.

d. Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang

terletak di bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus

interpundenkuler hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan

daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior thalamus berfungsi

mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja

dengan hipofisis untuk mempertahankan keeimbangan cairan,

10

mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan

vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi

hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat lapar dan

mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah,

perilaku agresif dan seksual dan pusat respon emosional.

e. Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan

aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang

diterima semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian

ini.

f. Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi

yang berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian

ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus dan

kortek serebri.

g. Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena

sejumlah hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis

merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor

pada orang dewasa.

h. Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik

tersebut akan menghambat nafsu makan.

i. Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme

aferen yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah

diajukan, dan keempat hipotesis itu tidak ada hubunganya satu

dengan yang lain.

11

2. Fisiologi

Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh

dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

a. Pirogen Endogen

Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin

disebabkan oleh pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus.

Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus menyebabkan

demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada

hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.

b. Pengaturan Suhu

Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi

makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam

metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi,

konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan kulit.

Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu

tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai

dengan suhu dank arena sistem enzim dalam tubuh memiliki

rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi

tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan (Price

Sylvia A : 1995).

12

C. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui.

Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi

dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam.

Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit.

Kejang demam cenderung ditemukan dalam satu keluarga,

sehingga diduga melibatkan faktor keturunan (faktor genetik). Kadang

kejang yang berhubungan dengan demam disebabkan oleh penyakit lain,

seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis.

Roseola atau infeksi oleh virus herpes manusia juga sering

menyebabkan kejang demam pada anak-anak. Disentri karena Shigella

juga sering menyebabkan demam tinggi dan kejang demam pada anak

(Aden R, 2010).

Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain:

infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsillitis, otitis

media akut, bronkhitis (Sujono R,Sukarmin, 2009).

D. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak

diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah

oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan

diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak

13

adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan

sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali

ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan

sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di

luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membran dari sel

neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan

energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan

sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya :

1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi

atau aliran listrik dari sekitarnya.

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 100C akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan

meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi

14

perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke

membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang

kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang

seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C

sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru

terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang

yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada

tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak

berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang

berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan

oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang

tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya

aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya

15

kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor

terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia

sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial

lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama

dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat

menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.(Ngastiyah,

2005).

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:

1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 380C.

2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau

akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak

memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan

tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.

3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti

panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).

Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut

livingstone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan

manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 (tujuh) criteria lain antara lain:

1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.

16

2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot

rahang saja).

4. Kejang timbul setelah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan system persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada

kelainan.

6. Pemeriksaan Elektro Enchepaloghrapy dalam kurun waktu satu

minggu atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan.

7. Frekwensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali (Sujono

R, Sukarmin, 2009).

F. Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Sebagai upaya pencegahan, saat anak mengalami demam dapat

dilakukan:

a. Memberikan obat turun panas jika suhu badan > 38ºC

b. Memberikan kompres air hangat

c. Menggunakan pakaian tipis dan mudah menyerap keringat

d. Memberikan cairan (minum air putih semampu anak

meminumnya)

17

2. Perawatan

Jika Anak kejang demam, lakukan langkah-langkah berikut ini:

a. Baringkan anak secara miring di tempat yang aman (supaya tidak

terjatuh).

b. Temani, awasi dan tenangkan anak

c. Longgarkan pakaian

d. Jangan menahan gerakan anak

e. Jangan memasukkan apapun di mulut anak

3. Penatalaksanaan Medis

Saat kejang diberikan antikonvulsan/diazepam secara intravena

dengan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-

0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang

diberikan adalah 0,3 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal

10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak

boleh melebihi 50 mg persuntikan.

jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15

menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis

yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih

kejang diberikan suntikan ke-3 dengan dosis yang sama tetapi melalui

intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga

berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara

intravena.

18

G. Komplikasi

1. Kejang berulang

2. Aspirasi

3. Asfiksia

4. Kerusakan jaringan otak yang dapat mempengaruhi fungsi otak

5. Retardasi mental

6. Epilepsi

7. Injuri

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan

jenis dan fokus dari kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan

menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk

memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terliht bila

menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk

mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan

lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.

5. Uji laboratorium

a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

19

b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. GDA

f. Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah

h. Kadar magnesium darah

I. Pengkajian

1. Pengkajian Fokus:

a. Aktifitas dan istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam

beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau

orang terdekat atau pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter

atau kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. Sirkulasi

Gejala : Iktal, hipertensi, peningkatan nadi, sianosis

Postiktal : tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan

nadi dan pernafasan.

c. Eliminasi

Gejala : inkontinensia episodik

Tanda :

20

1) Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus

spingfer.

2) postiktal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan

inkontinensia ( baik urin atau Fekal ).

d. Makanan dan Cairan

Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang

berhubungan efektifitas kejang.

Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)

e. Nyeri atau kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal

Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot,

tingkah laku distraksi atau gelisah.

f. Pernafasan

Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau

cepat peningkatan sekresi mukus.

g. keamanan

Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur

Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan

kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.

2. Tumbuh Kembang Anak:

1. Perkembangan Motorik Halus dan Kasar

a) Perkembangan Motorik Halus

21

Perkembangan motorik halus adalah keadaan anak

yang sadar mampu mengontrol dan mengendalikan diri serta

tubuhnya, sehingga memungkinkan untuk melakukan gerakan-

gerakan yang lebih halus dengan otot-otot yang kecil.

Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat

melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti

objek dari sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda

ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memerhatikan

tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta

menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.

b) Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan anak

menggerakan otot-otot besar untuk melakukan sebuah gerakan

“kasar”.

Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai

dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap,

mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk

dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika

disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna,

mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dari

telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi,

dan berusaha merangkak.

22

2. Perkembangan Kognitif (Kecerdasan)

Dalam periode perkembangan otak ada istilah yang dikenal

sebagai fase cepat tumbuh otak, yaitu fase pada saat otak

berkembang sangat cepat. Pada fase ini otak harus mendapat

prioritas utama dalam hal pemenuhan zat gizi sebagai bahan-bahan

pembentuknya.

Kurangnya gizi pada fase cepat tumbuh otak anak dibawah

usia 18 bulan akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Artinya,

kecerdasan anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal

pada tahun-tahun kedepannya.

3. Perkembangan Sosial dan Emosi

Salah satu bagian perkembangan sosial dan emosi yang

terjadi pada anak usia 1-2 tahun adalah perubahan mood. Pada usia

tersebut, anak mulai belajar untuk merespon segala sesuatu yang

diterima atau keadaan yang dihadapi sesuai dengan perasaan

hatinya. Misalnya anak akan menggelengkan kepala sebagai tanda

tidak mau makan atau akan tersenyum gembira untuk menandakan

hatinya senang saat diajak bercanda dengan orang-orang

disekitarnya.

4. Perkembangan Berbahasa dan berbicara

Kemampuan ini akan senantiasa berkembang sehingga

memungkinkannya untuk memahami sekaligus menggunakan

23

bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan

orang lain.

Umumnya, kemampuan ini akan muncul ketika anak sudah

berusia sekitar satu tahun. Pada usia ini, anak mulai belajar

berbicara dari kata-kata sederhana yang hanya terdiri dari satu dua

suku kata. Umumnya, kata pertama yang dapat diucapkan adalah

kata-kata yang sering kali didengar setiap hari dari orang-orang di

selitarnya. Misalnya adalah mama,papa, mamam, dan sebagainya

(Ali, 2008).

J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang.

2. Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.

4. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan

(dehidrasi).

5. Risiko kurang nutrisi berhubungan dengan anoreksia.

6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya

informasi.

24

K. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Risiko injuri berhubungan dengan kejang.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko injuri tidak

terjadi.

Kriteria hasil: Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan

pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan.

Intervensi :

a. Hindarkan anak dari benda-benda yang membahayakan.

R/ Tindakan ini dapat membantu menurunkan injuri.

b. Gunakan alat pengaman.

R/Dapat melindungi klien dari bahaya injuri.

c. Bila terjadi kejang, pasang sudip lidah.

R/ Agar lidah tidak tergigit atau lidah menutup jalan napas.

d. Kolaborasi pemberian obat anti kejang.

R/ Diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan dan juga

dengan memantau efek sampingsecara dini jika timbul efek

samping.

2. Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

kerusakan sel otak, tidak terjadi komplikasi.

Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar,

suplai oksigen lancar, tidak ada tanda-tanda apneu.

Intervensi :

25

a. Bila terjadi kejang, tidurkan pasien ditempat yang rata, miringkan

kepala.

R/ Diharapkan sistem pernpasan tidak terjadi gangguan ataupun

sumbatan.

b. Pasang sudip lidah.

R/ Agar lidah tidak tergigit atau lidah menutup jalan napas.

c. Longgarkan pakaian yang mengikat.

R/ Proses inspirasi dan ekspirasi dapat maksimal dan dapat

memberikan rasa nyaman pada pasien.

d. Isap lendir sesuai indikasi.

R/ Melonggarkan pernapasan dan mencegah terjadinya aspirasi.

e. Berikan oksigen.

R/ Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan oksigen diseluruh

jaringan.

f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti kejang.

R/ Diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan dan juga

dengan memantau efek samping secara dini jika timbul efek

samping.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.

Tujuan : Yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan hipertermi tidak terjadi.

Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal ( 360C – 370C), klien bebas dari

demam.

26

Interverensi :

a. Beri kompres hangat.

R/ Dapat membantu mengurangi demam.

b. Beri dan anjurkan klien banyak minum.

R/ Semakin banyak minum akan dapat membantu menurunkan

demam.

c. anjurkan klien istirahat dengan tirah.

R/ Istirahat yang baik akan dapat sedikit membantu penyembuhan.

d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap

keringat.

R/ Pakaian yang tipis akan memudahkan sirkulasi dalam dan luar

tubuh.

e. Ciptakan suasana yang nyaman (atur ventilasi).

R/ Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu

mendekati normal.

f. Awasi suhu tubuh.

R/ Suhu tubuh 38,90C -41,1oC menunjukkan proses penyakit

infeksius akut, pada demam dapat membantu dalam diagnosis.

g. Kolaborasi pemberian obat anti mikroba, antipiretik dan pemberian

cairan perenteral.

R/Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya

pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam

27

membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan

autodestruksi dari sel –sel yang terinfeksi.

4. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan

(dehidrasi).

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit voleme cairan

tidak terjadi.

Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital

dalam batas normal.

Interverensi :

a. Kaji perubahan tanda-tanda vital.

R/ peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatnya

laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi.

b. Kaji turgor kelembaban membran mukosa (bibir dan lidah).

R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun

membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan

oksigen tambahan.

c. Catat laporan mual atau muntah.

R/ adanya gejala ini menurunkan masukan oral.

d. Pantau masukan dan haluaran.

R/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan

kebutuhan pengganti.

e. Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi

individual.

28

R/ pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko

dehidrasi.

5. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko kekurangan

nutrisi tidak terjadi.

Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan nafsu makan,

mempertahankan atau meningkatkan berat badan.

Intervensi :

a. Identifikasi faktor penyebab anoreksia.

R/ Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.

b. Auskultasi bunyi usus.

R/ Bunyi usus mungkin menurun atau tidak ada bila proses infeksi

berat atau memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat

menelan udara.

c. Pertahankan atau tingkatkan kebersihan oral.

R/ Kondisi mulut yang baik dapat meningkatkan nafsu makan.

d. Berikan porsi kecil tapi sering.

R/ tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu

makan mungkin lambat untuk kembali.

29

6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya

informasi (Doenges,1999).

Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan, pengetahuan keluarga

meningkat.

Kriteria hasil :

a. Keluarga mengerti proses penyakit kejang demam.

b. Keluarga kooperatif.

c. Keluarga berperan serta dalam proses perawatan klien.

Intervensi :

a. Kaji tingkat pendidikan klien/keluarga.

R/ Mempengaruhi proses terhadap penerimaan materi pengetahuan.

b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga/klien.

R/ Menentukan pilihan intervensi yang tepat dalam penyampaian.

c. Lakukan pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada

keluarga klien.

R/ Memberikan informasi yang adekuat, meningkatkan peran serta

keluarga dalam perawatan klien.

d. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.

R/ Mengetahui sejauh mana intervensi berhasil dilakukan.

e. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

R/ Masalah kesehatan kesehatan pada anak melibatkan peranan

orangtua mempersiapkan perawatan klien ketika dirumah.