bab ii tinjauan pustaka a. sejarah perkembangan hukum laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/bab...

23
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan batas-batas wilayah Negara yang berkaitan dengan laut, baik laut yang ada dalam suatu wilayah Negara atau laut yang berada di luar wilayah Negara ( Laut Lepas ), baik dari pemanfaatan sumber kekayaan laut nya maupun akibat negatif yang ditimbulkan dari pemanfaatan sumber daya kekayaan lautnya. Semenjak laut di manfaatkan sebagai kepentingan jalur pelayaran, perdagangan dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan, semenjak itulah para ahli hokum mulai mencurahkan perhatiaya pada hokum laut. Sebagai hukum laut yang paling dini pada abad ke-12 telah dikenal beberapa kompilasi peraturan-peraturan hokum yang dikenal di benua eropa yang mengatur kekuasaan bangsa-bangsa atas laut dan berbagai kegiatan yang berada di laut eropa. Di laut tengah Lex Rodhia atau hokum laut Rodhia sudah dikenal sejak abad ketujuh. 13 Sebelum Imperial Romawi kuno berada dalam masa puncak kejayaanya Phonecia dan Rodhes mengaitkan kekuasaan atas laut dengan kepemilikan atas laut. Pemikiran tersebut tidak terlalu besar pengaruhnya kecuali hukum laut Rhodes tentang perdagangan, akibat berlakunya hukum romawi pada abad pertengahan dimana pada abad itu tidak ada bangsa yang 13 . Chairul Anwar. 1989 Hukum Internasional Horizon Baru Hukum Laut Internasional . Jakarta. Penerbit. Djambatan, Hal 1.

Upload: others

Post on 12-Oct-2019

25 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

Hukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang

mengatur tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan batas-batas

wilayah Negara yang berkaitan dengan laut, baik laut yang ada dalam suatu

wilayah Negara atau laut yang berada di luar wilayah Negara ( Laut Lepas ),

baik dari pemanfaatan sumber kekayaan laut nya maupun akibat negatif yang

ditimbulkan dari pemanfaatan sumber daya kekayaan lautnya.

Semenjak laut di manfaatkan sebagai kepentingan jalur pelayaran,

perdagangan dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan,

semenjak itulah para ahli hokum mulai mencurahkan perhatiaya pada hokum

laut. Sebagai hukum laut yang paling dini pada abad ke-12 telah dikenal

beberapa kompilasi peraturan-peraturan hokum yang dikenal di benua eropa

yang mengatur kekuasaan bangsa-bangsa atas laut dan berbagai kegiatan yang

berada di laut eropa. Di laut tengah Lex Rodhia atau hokum laut Rodhia

sudah dikenal sejak abad ketujuh.13

Sebelum Imperial Romawi kuno berada dalam masa puncak

kejayaanya Phonecia dan Rodhes mengaitkan kekuasaan atas laut dengan

kepemilikan atas laut. Pemikiran tersebut tidak terlalu besar pengaruhnya

kecuali hukum laut Rhodes tentang perdagangan, akibat berlakunya hukum

romawi pada abad pertengahan dimana pada abad itu tidak ada bangsa yang

13. Chairul Anwar. 1989 Hukum Internasional Horizon Baru Hukum Laut Internasional.

Jakarta. Penerbit. Djambatan, Hal 1.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

15

menentang kekuasaan mutlak romawi pada laut tengah. Peraturan-peraturan

hokum laut Rhodes yang berasal dari abad ke-2 atau ke-3 SM sangat

berpengaruh didaerah laut tengah dikarenakan prinsip-prinsip dari Rhodes

sangat diterima dengan baik oleh orang-orang Yunani dan Romawi.

Sejarah pertumbuhan hukum laut internasional ditandai dengan

muculnya pertarungan antara dua konsepsi hokum laut :14

a. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik

bersama masyarakat dunia dan oleh karena itu tidak dapat diambil

atau dimiliki oleh siapapun.

b. Res Nulius, yang menyatakan laut itu tidak ada yang memiliki dan

oleh karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing

Negara.

Pertumbuhan dan perkembangan kedua doktrin tersebut diawali

dengan sejarah panjang mengenai penguasaan laut oleh Imperium Roma.

Kenyataan bahwa Imperium Roma menguasai tepi lautan tengah dan

karenanya menguasai seluruh lautan tengah secara mutlak.15

Dengan

demikian menimbulkan suatu keadaan di mana lautan tengah menjadi lautan

yang bebas dari gangguan-gangguan bajak laut, sehingga semua orang dapat

menggunakan lautan tengah dengan aman yang sejahtera yang dijamin oleh

pihak Imperium Roma pemikiran hokum bangsa romawi didasarkan atas

doktrin res communis omnium (hak bersama seluruh umat manusia), yang

memandang penggunaan laut bebas atau terbuka bagi setiap orang. Asas res

communis omnius di samping untuk kepentingan pelayaran, menjadi dasar

pula untuk kebebasan menangkap ikan.

14. Hasyim Djalal. 1979. Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum laut. Jakarta. Penerbit Bina

Cipta. Hal 11.

15

. Mochtar Kusumaatmadja. 1986. Hukum Laut Internasional. Jakarta. Penerbit Bina Cipta.

Hal 3.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

16

Bertitik tolak dari perkembangan doktrin res communis omnium

tersebut di atas, tampak bahwa embrio kebebasan di laut lepas sebagai prinsip

kebebasan di laut lepas telah diletakan jauh sejak lahirnya masyarakat

bangsa-bangsa. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa doktrin ini dalam sejarah

hokum laut internasional merupakan tonggak bagi perkembangan hokum laut

internasioanal pada masa-masa berikutnya.

Di sisi lain, dalam melaksanakan kekuasaanya di laut, banyak tanda-

tanda yang menunjukan bahwa dalam pandangan orang romawi laut itu dapat

dimiliki, dimana dalam zaman itu hak penduduk pantai untuk menangkap

ikan di perairan dekat pantainya telah diakui.16

Pemilikan suatu kerajaan dan

Negara atas laut yang berdekatan dengan pantainya didasarkan atas konsepsi

res nullius.

Menurut konsepsi res nullius, laut bisa dimiliki apabila yang berhasrat

memilikinya bisa menguasai dengan mendudukinya. Pendudukan ini dalam

hukum perdata romawi dikenal sebagai konsepsi okupasi (occupation).

Keadaan yang dilukiskan diatas berakhir dengan runtuhnya Imperium

Romawi dan munculnya berbagai kerajaan dan Negara di sekitar lautan

tengah yang masing-masing merdeka dan berdiri sendiri yang satu lepas dari

yang lain. Walaupun penguasaan mutlak lautan tengah oleh Imperium

Romawi sendiri telah berakhir, akan tetapi pemilikan lautan oleh Negara-

negara dan kerajaan tetap menggunakan asas-asas hokum Romawi.17

Berdasarkan uraian diatas, jelas kiranya bahwa bagi siapapun yang

mengikuti perkembangan teori hokum internasional, asas-asas hokum

16. Hasyim Djalal. Op.Cit. Hal 12.

17

. Mochtar Kusumaatmadja. Op.Cit. Hal 4

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

17

Romawi yang disebut diatas mengilhami lahirnya pemikiran hokum laut

internasional yang berkembang di kemudian hari.

B. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terluas di dunia, sebagai

negara dengan kepulauan dan garis pantai terpanjang didunia, ini menjadi

salah satu keuntungan bagi negara indonesia, sektor maritim dan laut

indonesia sangat strategis baik dari faktor pariwisata, perdagangan, dan juga

menjadi jalur lintas nasional maupun internasional. Konsep negara kepulauan

Indonesia ini sendiri di dapat pada tahun 1957 melalui Deklarasi Juanda. pada

saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada

dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di

dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Di masa lampau, perairan Indonesia diatur oleh Teritoriaal Zee En

Marietieme Kringen Ordonnantie Tahun 1939, tercantum dalam staatsblad

1939 No. 442 dan yang mulai berlaku tanggal 25 September 1939. Mengenai

laut wilayah, pasal 1 Ordonasi tersebut antara lain menyatakan bahwa :18

“Lebar laut Indonesia adalah 3 mil laut, diukur dari garis air rendah

dari pulau-pulau yang termasuk dalam daerah Indonesia.”

Ketentuan yang dilahirkan di zaman penjajahan ini masih tetap kita

pakai sampai tahun 1957, walaupun lama sebelumnya sudah terasa bahwa

ketentuan tersebut tidak sesuai lagi dengan kepentingan-kepentingan pokok

Indonesia, baik dibidang ekonomi, politik maupun dibidang keamanan.

18. Boer Mauna. 2005. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global. Jakarta. Penerbit P.T Alumni. Hal. 378.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

18

Penentuan batas laut yang demikian ini sudah tidak cocok lagi dengan

perkembangan zaman, tidak sesuai dengan kepentingan rakyat banyak

kaarena sifat khusus Indonesia yang merupakan Negara kepulauan serta

letaknya yang strategis. Kalau kita teruskan menganut dan melaksanakan

ketentuan-ketentuan lama ini akibatnya akan sangat merugikan kepentingan-

kepentingan nasional kita. Bila cara pengukuran yang lama tetap dipakai yaitu

lebar laut wilayah yang di ukur dari garis pangkal air rendah maka sebagian

besar dari pulau-pulau kita akan mempunyai laut wilayahnya sendiri-sendiri

dan sebagai akibatnya di antara laut-laut wilayah tersebut terdapat pula

bagian-bagian laut lepas. Walaupun diantara ribuan pulau-pulau tersebut

masih banyak terdapat pulau-pulau yang jaraknya satu sama lain kurang dari

6 mil, jadi hanya akan merupakan kelompok pulau-pulau atau pulau-pulau

yang mempunyai laut wilayahnya sendiri-sendiri karena jaraknya satu sama

lain lebih dari 6 mil dan demikian mempunyai kantong-kantong laut lepas.19

Dari pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa banyaknya laut-laut

wilayah dengan kantong-kantong laut lepas dalam kepulauan Indonesia akan

menimbulkan banyak persoalan dan bahkan dapat membahayakan keutuhan

wilayah nasional. Dari segi keamanan, bentuk laut yang demikian akan

menimbulkan banyak kesulitan dalam melakukan pengawasan. Kita dapat

bayangkan betapa berat dan rumitnya tugas kapal-kapal perang atau kapal-kapal

pengawas pantai untuk menjaga perairan kita terhadap usaha-usaha penyelundupan,

kegiatan-kegiatan subversive asing dan usaha-usaha pelanggaran hukum lainya,

karena banyak dan berbelit-belitnya susunan kepulauan yang harus diawasi. Tugas

19. Ibid. Hal. 378-379

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

19

yang sudah berat ini di persulit lagi dengan adanya kantong-kantong laut lepas di

sana sini. Setiap waktu kapal-kapal pengawas harus menentukan posisinya apakah

berada di laut wilayah atau laut lepas karena pada saat itu peraturan hukum tentang

bagian-bagian laut tersebut berbeda satu sama lain.

Selanjutnya kantong-kantong laut lepas yang terdapat di antara pulau-

pulau dan kelompok pulau-pulau tersebut akan menyebabkan terdapatnya

pula kantong-kantong udara bebas di wilayah udara kita yang akan

menimbulkan pula persoalan-persoalan dari segi penerbangan. Adanya

kantong-kantong laut lepas menyebabkan wilayah udara kita tidak homogen

dan hal ini akan merupakan ancaman terhadap keamanan nasional.

Demikian demi untuk mengamankan kepentingan-kepentingan pokok

Indonesia, baik dari segi ekonomi, pelayaran, politik maupun dari segi

hankamnas pemerintah merasa perlu merombak ketentuan-ketentuan lama

dan mengumumkan ketentuan-ketentuan baru di bidang perairan nasional.

Ketentuan-ketentuan baru ini pada mulanya dikeluarkan dalam bentuk

pengumuman pemerintah tanggal 13 Desember 1957, yang kemudian dikenal

dengan nama Deklarasi Djuanda yang isinya sebagai berikut :20

Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan

pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik

Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian

yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan

demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada dibawah

kedaulatan mutlak dari Negara Republik Indonesia.

Lalu lintas damai di perairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin

selama dan sekedar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan

Negara Indonesia. Penentuan batas laut territorial yang lebarnya 12 mil yang

di ukur dari garis-garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-

pulau Negara Republik Indonesia akan di tentukan dengan undang-undang.

20. Ibid. Hal. 381

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

20

Menurut pendapat penulis disini bahwa, lebar laut Indonesia menjadi

12 mil yang diukur dari garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar

dari pulau-pulau Indonesia terluar. Selanjutnya, wilayah Republik Indonesia

merupakan paduan tunggal yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara daratan

dan lautan serta udara diatasnya. Konsepsi baru ini kemudian diperkokoh

dengan undang-undang No. 4 Prp. Tahun 1960.

Jadi dengan ketentuan hukum yang baru ini, seluruh kepulauan dan

perairan Indonesia adalah suatu satu kesatuan dimana dasar laut, lapisan tanah

dibawahnya, udara diatasnya, serta seluruh kekayaan alamnya berada di

bawah kedaulatan Indonesia.

Berikut adalah ketentuan-ketentuan baru yang mengatur perairan

Indonesia sesuai Undang-undang No. 4 Prp. Tahun 1960 yang antara lain :21

1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan

pedalaman Indonesia.

2. Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar 12 mil laut yang garis

luarnya di ukur tegak lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada

garis air rendah dari pada pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang

terluar dalam wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat

yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak

merupakan satu-satunya Negara tepi, garis batas laut wilayah Indonesia

ditarik pada tengah selat.

3. Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada

sisi dalam dari garis dasar.

4. Lalu lintas laut damai dalam perairan pedalaman Indonesia terbuka bagi

kendaraan asing.

Juga diterimanya dan berlakunya konsepsi hukum laut territorial 12 mil

adalah pada konsepsi hukum laut internasional I ( UNCLOS ) pada tahun 1958,

bahwa laut territorial di tetapkan 12 mil dari garis pangkal surut air pantai.22

21. Ibid. Hal. 382

22

. T.May Rudi. 2009. Hukum Internasional 2. Bandung. Penerbit Refika Aditama. Hal. 8

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

21

C. Kedaulatan Negara

Kedaulatan Negara adalah kekuasaan mutlak atau kekuasaaan

tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta isinya yang dipunyai oleh

suatu sistem negara nasional yang berdaulat. Kedaulatan Negara dalam Arti

kenegaraan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu negara

untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah

negara lain.23

Indonesia sebagai negara yang akan menjadi poros maritim

dunia melalui salah satu Nawacita yang rancangnya. Negara Indonesia

memang kaya akan hasil lautnya, sehingga banyak orang atau negara lain

yang selalu ingin memiliki dan memburu kekayaan hayati yang ada di pulau-

pulau Indonesia, contohnya saja kekayaan jenis ikan yang ada di Laut

Indonesia.

James J Sheehan24

mengemukakan pandangan yang sangat kritis,

tentang konsep permasalahan kedaulatan ( Sovereignty ) adalah tentang

definisi, kedaulatan adalah suatu konsep politik, namun demikian tidak

seperti halnya konsep tentang demokrasi atau monarki kedaulatan bukanlah

seperti tempat itu berada. Kedaulatan tidak sama halnya dengan parlemen

atau birokrasi, karena kedaulatan tidak menggambarkan institusi-institusi

yang menjalankan kekuasaan, kedaulatan juga tidak dapat disamakan dengan

tertib hokum maupun keadilan, karena kedaulatan tidak menggambarkan dari

tujuan pelaksanaan kekusaan, akan tetapi kedaulatan meliputi suatu hal dan

banyak hal.

Konsep kedaulatan adalah suatu hal yang berkaitan dengan hubungan

antara kekuasaan politik dan bentuk-bentuk otoritas lainya.25

kedaulatan dapat

dipahami dengan mencermati beberapa hal seperti ; Pertama kekuasaan

politik adalah berbeda dengan kerangka organisasi atau otoritas lain didalam

masyrakat seperti religious, kekeluargaan, dan ekonomi; Kedua kedaulatan

menegaskan bahwa otoritas public semacam ini bersifat otonom dan sangat

luas sehingga lebih tinggi dari institusi yang ada dalam masyrakat yang

bersangkutan dan independent atau bebas dari pihak luar.

23. Kilatina, Kedaulatan Negara, www.dictio.id, Akses 6 November 2018.

24

. Ibid.

25

. Sigit Riyanto. 2012. Kedaulatan Negara Dalam Kerangka Hukum Internasional.

Yogyakarta. Yustisia Jurnal Hukum. Vol. 1 No. 3. Fakultas Hukum. UGM. Hal 7.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

22

Menurut penulis disini bahwa Kedaulatan, merupakan kekuasaan

mutlak atau kekuasaaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta

isinya yang dipunyai oleh suatu sistem negara nasional yang berdaulat.

Kembali pada kedaulatan Negara, berbicara tentang kedaulatan

Negara tentu tidak bisa dilepaskan dari dua orang penganut ajaran kedaulatan

neagara yaitu Jean Bodin dan George Jellinek. Keduanya memaparkan

tentang apa itu kedaulatan Negara :

Jean Bodin merupakan salah satu pelatak dasar ajaran kedaulatan,

menurut Jean Bodin kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi terhadap para

warga Negara dan rakyat, tanpa ada suatu pembatasan apapun dari sebuah

undang-undang, kedaulatan juga merupakan kekuasaan tertinggi untuk

menentukan hukum dalam suatu Negara. Jean Bodin juga mengatakan tidak

ada kedaulatan yang bersifat mutlak, yang ada hanyalah kedaulatan terbatas

baik di luar maupun di dalam negaranya, tetapi kedaulatan merupakan

kekuasaan tertinggi dari suatu Negara.26

Sedangkan Teori Kedaulatan Negara yang dikemukakan oleh Georg

Jellinek, Pada pokoknya Jellinek mengatakan bahwa hukum itu adalah

merupakan penjelmaan daripada kehendak atau kemauan Negara. Jadi

negaralah yang menciptakan hukum, maka Negara dianggap satu-satunya

sumber hukum, dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau

kedaulatan, diluar Negara tidak ada satu orangpun yang berwenang

menetapkan hukum.27

Dari pemaparan diatas disini penulis mengambil kesimpulan bahwa

pada intinya yang diungkapkan oleh para ahli adalah bawah kedaulatan

negara adalah hak yang dimiliki oleh suatu neagara, atas negaranya, guna

menerapkan aturan-aturan hukum untuk menjaga keamanan dan kedamaian

dalam suatu Negara dan harga diri suatu bangsa.

26. Usep Ranawidjaja. 1983. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta. Penerbit Ghalla

Indonesia. Hal. 182.

27

. Soehino. 1998. Ilmu Negara. Yogyakarta. Penerbit Liberty. Hal. 155

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

23

D. Perbatasan Wilayah Negara

Kawasan perbatasan merupakan manifestasi utama dari pada

kedaulatan wilayah suatu Negara, kawasan suatu Negara mempunyai peranan

yang sangat penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan

sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan suatu wilayah Negara.

Menurut Pakar Perbatasan Guo, Perbatasan adalah garis khayalan yang

memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yuridiksi seperti negara, negara

bagian atau wilayah subtansional. Dibeberapa wilayah indonesia. Perbatasan

ditandai dengan tapal batas berupa tugu atau batu yang berukuran besar atau

kecil. Oleh karena itu wilayah perbatasan sebenarnya tidak hanya terbatas pada

dua atau lebih negara yang berbeda, namun dapat pula ditemui dalam suatu

negara, seperti kota atau desa yang berada di bawah dua yurisdiksi yang berbeda,

intinya, wilayah perbatasan merupakan area (baik kota atau wiilayah) yang

membatasi antara dua kepentingan yurisdiksi yang berbeda.28

E. Penarikan Garis Pangkal Kepulauan Indonesia

Penarikan garis pangkal kepulauan Indonesia diatur dalam undang-

undang No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia, Peraturan Pemerintah

No. 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Kordinat Geografis Titik-titik Garis

Pangkal Kepulauan Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2008

Tentang Perubahan Atas Pemerintah No. 38 Tahun 2002 Tentang Daftar

Kordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

28. J.G. Strake. 2007 Pengantar Hukum Internasional. Jakarta. Penerbit PT. Sinar Grafika. Hal

58.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

24

Garis pangkal diatur lebih lanjut oleh Pasal 3 Peraturan Pemerintah

No. 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Kordinat Geografis Titik-titik Garis

Pangkal Kepulauan Indonesia. Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No 38

Tahun 2002 menyatakan bahwa Pemerintah menarik garis pangkal kepulauan

untuk menetapkan lebar laut territorial. Dalam Ayat 2 ditetapkan bahwa

penarikan garis pangkal kepulauan tersebut dilakukan dengan menggunakan :

a. Garis pangkal lurus kepulauan; b. Garis pangkal biasa; c. Garis pangkal

lurus; d. garis penutup teluk; e. Garis penutup muara sungai, terusan dan

kuala; dan f. Garis penutup pada pelabuhan.

Dari berbagai cara penarikan garis pangkal kepulauan diatas dapat

dikemukakan di sini bahwa :29

Pertama, Ketentuan mengenai garis pangkal lurus kepulauan terdapat

dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002. Dalam Pasal 3 Ayat

1 dikemukakan bahwa garis pangkal lurus kepulauan merupakan garis

pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut territorial, diantara pulau-

pulau terluar, dan karang kering terluar kepulauan Indonesia. Garis pangkal

lurus kepulauan tersebut, menurut Ayat 2 merupakan garis lurus yang

menghubungkan tititk-titik terluar pada garis air rendah pada titik terluar

pulau terluar, karang kering terluar yang lainya yang berdampingan. Dalam

Ayat 6 ditegaskan bahwa perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal

lurus kepulauan tersebut di atas adalah perairan kepulauan dan perairan yang

terletak pada sisi luar garis pangkal lurus kepulauan adalah laaut territorial.

29. Didik Mohamad Sodik. 2011. Hukum Laut Internasional dan Pengaturanya di Indonesia.

Bandung. Penerbit PT. Refika Aditama. Hal. 51-60

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

25

Kedua, Pasal 4 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002

Tentang penarikan garis pangkal biasa menyatakan bahwa garis pangkal biasa

digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial dalam hal bentuk geografis

pantai suatu pulau terluar menunjukan bentuk yang normal pengecualian

terhadap ketentuan ini diatur dalam Pasal 5,6,7, dan 8, menurut Ayat 2, garis

pangkal biasa tersebut adalah garis rendah sepanjang pantai yang ditetapkan

berdasarkan Hidrografis yang berlaku.

Ketiga, Pasal 5 peraturan Pemerintah No, 38 Tahun 2002 mengatur

cara penarikan garis pangkal lurus, Pasal 5 Ayat 1 Menetapkan bahwa garis

pangkal lurus digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial pada pantai di

mana terdapat lekukan pantai yang tajam. Garis pangkal lurus tersebut,

menurut Ayat 2 adalah garis lurus yang ditarik antara titik-titik terluar pada

garis air rendah yang menonjol dan bersebrangan di mulut lekukan pantai

tersebut.

Sementara itu cara-cara lain dalam penarikan garis pangkal kepulauan

juga terdapat dalam pasal 6 yang mengatur garis penutup teluk, pasal 7

tentang garis penutup muara sungai, terusan, dan kuala, dam Pasal 8 yang

menetapkan garis penutup pelabuhan.

F. Laut Teritorial

Konsep laut teritorial ini ada dikarenakan kebutuhan untuk menumpas

pembajakan juga sebagai jalur pelayaran dan perdagangan antar Negara.

Prinsip ini mengijinkan bahwa setiap Negara berhak memperluas

yuridiksinya melebihi batas wilayah pantainya untuk alasan keamanan.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

26

Secara konseptual, laut teritorial merupakan perluasan dari wilayah territorial

daratnya. Sejak konferensi Den Haag 1930 kemudian konvensi hokum laut

internasional tahun 1958, Negara-negara pantai mendukung rencana untuk

konsep laut teritorial ditetapkan dalam doktrin hokum laut. Kemudian

ketentuan laut territorial dikondifikasikan dalam konvensi hokum laut

internasional tahun 1982 (UNCLOS), UNCLOS mengijinkan negara pantai

untuk menikmati yuridiksi ekslusif atas tanah dan lapisan tanah dibawahnya

sejauh 12 mil diukur dari garis pangkal sepanjang pantai yang mengelilingi

Negara tersebut.30

Menurut konvensi baru ini, kedaulatan negara menyambung keluar

dari wilayah daratan dan perairan pedalamanya atau perairan kepulauanya ke

kawasan laut yang disebut laut teritorial. Kedaulatan ini menyambung ke

ruang udara di atas laut teritorial, demikian pula ke dasar lautan dan tanah

dibawahnya, serta negara-negara akan melaksanakan kedaulatanya atas laut

teritorial dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan konvensi Hukum Laut

Internasional 1982, dan aturan lain dari hukum internasional.31

Dari pemaparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa batas laut

Teritorial ini ditentukan bahwa setiap negara berhak menetapkan lebar dari

laut teritorialnya sampai ke batas 12 mil laut dari garis pangkal pantai.

G. Zona Tambahan

Menurut J.G Starke, zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang

berdekatan dengan batas maritim atau teritorial, tidak termasuk kedaulatan

30. Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit. Hal 173.

31

. Chairul Anwar, Op.Cit. Hal 20.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

27

Negara pantai , tetapi dalam zona tersebut Negara pantai dapat melaksanakan

hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah pelanggaran peraturan

perundang-undangan, bea cukai, fiscal, dan ke imigrasian di wilayah laut

teritorialnya. Sepanjang 12 mill atau tidak melebihi 24 mill dari garis

pangkal.

Zona tambahan di dalam pasal 24 (1) UNCLOS III dinyatakan bahwa

suatu zona didalam laut lepas yang bersambungan dengan laut territorial

Negara pantai tersebut dapat melakukan pengawasan atau dapat menindak

pelanggaran di zona tersebut ;

1. Mencegah pelanggaran-pelanggaran perundang-undangan, yang berkenaan

dengan masalah bea cukai, fiscal dan keimigrasian;

2. Menghukum pelanggaran-pelanggaran atau peraturan perundang-undangan

seperti disebut di atas.

Didalam ayat (2) ditegaskan tentang lebar maksimum tentang zona

tambahan tidak boleh melebihi dari 12 mil laut di ukur dari garis pangkal, hal

ini berarti bahwa zona tambahan itu hanya memiliki arti bagi Negara-negara

yang mempunyai lebar laut teritorial kurang dari 12 mil ( ini menurut

konvensi laut jenewa 1958 ), dan tidak berlaku lagi setelah adanya ketentuan

baru dalam konvensi hukum laut internasional tahun 1982, menurut Pasal 33

ayat (2) konvensi hukum laut internasional 1982, zona tambahan itu tidak

boleh melebihi 24 mil dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial itu di

ukur.

Dari uraian diatas dapat dikemukakan beberapa hal untuk

memperjelas posisi zona tambahan :32

1. Pertama, tentang tempat atau garis darimana zona tambahan itu di ukur,

yaitu dari garis pangkal menuju ke laut.

2. Kedua, tentang lebar dari zona tambahan, yaitu tidak boleh melebihi 24

mil laut di ukur dari garis pangkal.

32. Etty R. Agoes. 2008. Analisis dan Evaluasi Hokum Tentang Zona Tambahan. Jakarta.

Penerbit Pengayoman. Hal. 9.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

28

3. Ketiga, oleh karena bagian laut dengan lebar maksimum 12 mil laut

diukur dari garis pangkal sudah ditetapkan sebagai laut territorial, maka

secara praktis bagian laut yang merupakan zona tambahan itu

tergantung dari lebar laut territorial yang dianut oleh masing-masing

Negara, kearah laut sampai batas 24 mil laut.

4. Keempat, pada zona tambahan Negara pantai hanya memiliki

kewenangan yang terbatas seperti yang ditegaskan pada ayat (1),

berbeda dengan di laut territorial dimana Negara pantai memiliki

kedaulatan yang dibatasi oleh kewajiban untuk mengakomodasikan hak

lintas damai bagi kapal-kapal asing.

Guna mencegah Negara pantai tidak menyamakan zona tambahan

dengan laut territorial, Brownlie mengemukakan pandangan Sir Gerald

Fitmaurice tentang pasal 24 Ayat 1 dari konvensi laut teritorial dan zona

tambahan 1958, mengenai kekuasaan pengawasan Negara pantai dimana

dikatakan bahwa yang dilaksanakan Negara pantai ialah suatu pengawasan

dan bukan suatu yuridiksi untuk :

a. Mencegah pelanggaran peraturan fiscal, imigrasi, dan kesehatan di

didalam laut territorial Negara tersebut.

b. Menghukum pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut diatas

yang dilakukan pada laut territorial Negara tersebut.33

Menurut penulis disini Dalam melaksanakan kekuasaan pengawasan

prosedur yang harus dilakukan negara pantai untuk melakukan pengawasan

adalah dengan pemeriksaan dilakukan pada waktu kapal masih berada di zona

tambahan. Batasan tersebut diperlukan untuk mencegah Negara pantai tidak

menyamakan zona tambahan dengan laut territorial.

33. Chairul Anwar, Op.Cit. Hal. 41.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

29

H. Zona Ekonomi Eksklusif

Zona Ekonomi Eksklusif diartikan sebagai suatu daerah di luar laut

teritorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis

pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial.34

Berikut adalah hak-hak dari negara pantai pada Zona Ekonomi

Eksklusif ialah :

a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan

pengelolaan segala sumber kekayaan alam di dasar laut dan tanah

dibawahnya serta pada perairan diatasnya. Demikian pula terhadap semua

kegiatan yang ditujukan untuk tujuan eksploitasi secara ekonomis dari

zona tersebut ( seperti produksi energi dari air, arus dan angin).

b. Yuridiksi, sebagimana yang ditetapkan dalam konvensi hukum laut

internasional, atas pendirian dan penggunaan pulau-pulau buatan, riset

ilmiah kelautan serta perlindungan lingkungan laut.35

Menurut hemat penulis perlu dicatat bahwa, berlainan dengan laut

teritorial, zona ekonomi eksklusif tidak tunduk kepada kedaulatan penuh

negara pantai. Negara pantai hanya menikmati hak-hak berdaulat dan bukan

kedaulatan, di zona ekonomi eksklusif semua negara dapat menikmati

kebebasan berlayar dan terbang diatasnya serta kebebasan untuk meletakan

pipa dan kabel bawah laut, dan juga untuk penggunaan sah lainya yang

berkenaan dengan kebebasan tersebut.

Adapun hak-hak dan kewajiban negara lain pada Zona Ekonomi

Eksklusif ialah :36

34. Albert W. Koers. 1994. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut.

Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal 8.

35

. Ibid.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

30

a. Kebebasan pelayaran dan penerbangan

b. Kebebasan meletakan kabel-kabel dibawah laut dan pipa-pipa dan

pemakaian laut lainya yang dibenarkan secara internasional dalam kaitan

dengan hal-hal tersebut di atas, seperti hal-hal yang bertalian dengan

operasi kapal, pesawat terbang, kabel-kabel laut, dan pipa-pipa.

I. Landas Kontinen

Landas kontinen merupakan istilah geologi yang kemudian menjadi

bagian dalam istilah hukum. Secara sederhana landas kontinen dapat

dijelaskan sebagai daerah pantai yang tanahnya menurun ke dalam laut

sampai akhirnya di suatu tempat tanah tersebut jatuh curam ke dalam laut dan

pada umumnya tidak terlalu dalam, agar sumber daya alam dari landas

kontinen dapat di manfaatkan dengan teknologi yang ada.

Berdasarkan Pasal 76 ayat (1) UNCLOS 1982,37

dikatakan bahwa

landas kontinen Negara pantai terdiri dari dasar laut dan kekayaan alam yang

terdapat dibawahnya dari area laut yang merupakan penambahan dari laut

teritorialnya, yang mencakup keseluruhan perpanjangan alami dari wilayah

territorial daratnya ke bagian luar yang memagari garis continental, atau

sejauh 200 mil dari garis pangkal dimana garis teritorial di ukur jika bagian

luar yang memagari garis continental tidak bisa diperpanjang sampai pada

jarak tersebut.

Penjelasan pada Pasal 76 UNCLOS merupakan pencerminan dari

kompromi antara Negara-negara pantai yang memiliki landas kontinen yang

36. Chairul Anwar, Op.Cit. Hal 47

37

. Pasal 76 ayat (1) UNCLOS 1982 Tentang Landas Kontinen

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

31

luas seperti kanada yang mendasarkan kriteria eksploitasibilitas sebagaimana

yang termuat dalam UNCLOS 1958 karena penjelasan pada UNCLOS 1958

tentang landas kontinen sangat berbeda dengan pengertian Pasal 76 UNCLOS

1982, sehingga Negara-negara pantai dengan landas kontinen yang luas tetap

mempertahankan posisi bahwa mereka memiliki hak diseluruh landas

kontinenya dengan Negara-negara yang menginginkan kawasan internasional

seluas mungkin.

Kemudian terkait dengan hak dan penggunaan landas kontinen sebuah

Negara pantai, hal tersebut diatur dalam Pasal 79 UNCLOS 1982. Negara

pantai yang bersangkutan hanya bisa menentukan jalur kabel atau pipa yang

akan di tanam akan tetapi tidak dapat melarang atau mengharuskan ketentuan

penanaman kabel atau pipa tersebut.

J. Macam-Macam Hak Lintas Kapal Asing Dalam Perairan Suatu Negara

UNCLOS 1982 telah membuat sebuah peraturan yang mengatur hak

lintas kapal asing di dalam perairan suatu Negara. Dalam peraturan ini

setidaknya dibuat 3 (tiga) jenis hak lintas, yaitu hak lintas damai, hak lintas

transit, hak lintas alur laut kepulauan.

1. Hak Lintas Damai ( The Right Of Innocent Passage)

Zaman dahulu laut dipandang sebagai entitas yang tidak dimiliki oleh

Negara manapun (res nullius), dan oleh karena itu setiap negara bebas

memanfaatkanya untuk apapun, seperti berlayar atau mencari sumber daya

alam, barulah ketika status hukum laut dipersoalkan, akhirnya melahirkan

pranata hokum laut, yakni laut territorial dan laut lepas. Laut territorial

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

32

merupakan kedaulautan dari suatu Negara sehingga membatasi kebebasan

berlayar dan ekplorasi sumber daya alam bagi kapal asing. sedangkan laut

lepas adalah bukan kedaulatan suatu negara masih diakui adanya

kebebasan sehingga kapal asing masih bebas berlayar (freeom of

navigation). Namun hal ini lah yang menjadi masalah, sebab ketiadaan

kebebasan berlayar pada suatu laut teritorial terutama untuk tujuan

perdagangan dan lalu lintas orang, mengakibatkan mengalami kendala

yang pada akhirnya merugikan negara-negara itu sendiri. Dan untuk

mengatasi masalah itu ditempuhlah jalan tengah, yakni laut teritorial tetap

merupakan kedaulatan dan wilayah negara pantai, tetapi bagi kapal-kapal

asing diberikan hak untuk tetap bisa berlayar, hak inilah yang kemudian

disebut sebagai hak lintas damai. Hak ini kemudian diakui, dihormati dan

diterima lalu dipraktekan secara luas serta dirasakan sebagai kaidah

hukum di semua Negara, dengan kata lain hak lintas damai sudah menjadi

kebiasaan hukum internasional dalam bidang hukum laut.

Pengaturan Hak Lintas Damai pada UNCLOS 1982 dapat dilihat

dalam bagian 3 (Pasal 17-26) yang terbagi kedalam tiga sub bagian, yakni

peraturan yang berlaku bagi semua kapal, peraturan yang berlaku bagi

kapal dagang dan pemerintah untuk tujuan komersial dan peraturan

berlaku bagi kapal perang dan kapal pemerintah lainya untuk tujuan non

komersial. Selanjutnya pasal 19 UNCLOS 1982 memberikan pengertian

mengenai hak lintas damai. Lintas adalah damai selagi tidak merugikan

bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan bagi Negara pantai. Mengenai

hak lintas damai sendiri Indonesia telah mengundangkan Undang-undang

nomor 6 tahun 1962 tentang Perairan Indonesia dan Perarturan Pemerintah

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

33

nomor 36 tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam

melaksanakan hak lintaas damai di perairan Indonesia.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia. Komponen lintas damai hanya ada 2 (dua), Pertama adalah

kapal yang melintas laut (Perairan Kepulauan atau Laut Teritorial) tanpa

melintasi perairan pedalaman atau menghubungi pelabuhan atau fasilitas

pelabuhan diluar perairan pedalaman. Kedua kapal yang melanjutkan ke

atau dari perairan pedalaman atau singgah di pelabuhan tersebut atau

fasilitas pelabuhan.38

Selama dalam pelayaran kapal asing itu harus terus

menerus, langsung, serta dalam tempo yang secepat mungkin, meskipun

demikian, berhenti atau membuang jangkar dapat dibenarkan sepanjang

ada alas an yang lazim berlaku dalam dunia pelayaran.

2. Hak Lintas Transit (The Right Of Transit Passage)

Masalah Hak Lintas Transit ini muncul setelah adanya perluasan

yuridiksi negara atas laut dalam bentuk perluasan laut teritorial dari 3

(tiga) mill laut menjadi 12 (dua belas) mill laut, sebagai akibatnya selat-

selat strategis yang tadinya merupakan bagian dari laut bebas, kini menjadi

bagian teritorial dari suatu negara. Rezim baru ini disampaikan oleh

delegasi inggris pada pada tahun 1974 sebagai perumusan jalan tengah

atau kompromi antara rezim lintas damai dan proposal kebebasan

pelayaran yang diajukan oleh kelompok yang disebut sebagai Negara

kelompok selat di satu sisi dan Amerika Serikat serta Uni Soviet di sisi

lainya.39

Istilah transit terletak diantara kebebasan pelayaran.

38. Pasal 11Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

39

. Kresno Buntoro. 2014. Lintas Navigasi di Nusantara Indonesia. Jakarta. Penerbit Raja

Grafindo Persada. Hal 126.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

34

Hak lintas Transit bagi kapal asing dapat dilakukan diselat yang

digunakan untuk pelayaran international (Strait Used For International

Navigation). Bab III UNCLOS 1982 menyebutkan penggunaan selat bagi

pelayaran international, tetapi tidak memberikan kriteria khusus untuk

menentukan selat yang digunakan sebagai pelayaran internasional,

konvensi hanya menjelaskan tentang hak dan kewajiban kapal dan pesawat

udara serta negara yang berbatasan dengan selat. Pasal 38 UNCLOS 1982

memberikan definisi lintas transit yang pelintasan terdiri dari tiga jenis

yaitu, 1. Lintas transit adalah penggunaan kebebasan pelayaran dan

penerbangan; 2. Pelintasanya hanya harus untuk tujuan transit tanpa

berhenti, langsung dan cepat; 3. Pelaksanaanya harus sesuai dengan aturan

UNCLOS 1982 yang membahas tentang selat sebagai pelayaran

internasioanal. Lintas transit adalah hak untuk semua kapal dan pesawat

untuk melewati selat yang digunakan sebagai pelayaran internasional.

Tidak ada batasan dan jenis kapal atau pesawat serta kebangsaan kapal dan

pesawat, mereka memiliki kebebasan pelintasan yang sama.

3. Hak Lintas Alur Laut Kepulauan (The Right Of Archipelagic Sea Lane

Passage)

Hak Lintas Alur Laut Kepulauan di definisikan dalam Pasal 53 ayat 3

UNCLOS 1982 sebagai berikut :

“Hak pelayaran dan penerbangan secara normal yang hanya dapat digunakan

untuk transit yang terus menerus, langsung dan tidak terhalang dari satu

bagian laut bebas atau ZEE dan bagian laut lepas atau ZEE lainya”.40

40. Pasal 53 Ayat 3 UNCLOS 1982 tentang Hak Lintas Alur Laut Kepulauan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

35

Berdasarkan ketentuan tersebut, alur laut kepulauan seperti bentuk hak

lintas lainya (lintas damai dan lintas transit) merupakan hak dari kapal dan

pesawat asing untuk melintas dengan cara normal (normal mode) secara

terus menerus dan tidak terhalang dari satu bagian laut bebas atau ZEE dan

bagian laut lepas atau ZEE lainya. Apabila Negara kepulauan tidak

menetapkan alur laut kepulauan, maka hak alur laut kepulauan dapat

dinikmati oleh kapal dan pesawat asing di rute yang digunakan sebagai

alur pelayaran internasional.

Indonesia telah menetapkan lintas alur laut kepulauan, penetapan ini

telah diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan Indonesia

antara lain Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban

Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur

Laut Kepulauan Melalui Rute Yang Telah Ditetapkan, Peraturan

Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian dan Petunjuk

Pelaksanaan Panglima TNI tentang Pengamanan Alur Laut Kepulauan

Indonesia.

Alur laut kepulauan Indonesia terdiri dari 3 (tiga) alur Utara-Selatan

yang disebut dengan: Alur Laut Kepulauan Indonesia I , Alur Laut

Kepulauan Indonesia II, Alur Laut Kepulauan Indonesia III. Alur laut

kepulauan Indonesia I mempunyai dua cabang yaitu I dan IA yang

menghubungkan dari/ke laut china selatan dan selat singapura dan ke

samudra hindia melalui selat sunda dan selat karimata. Alur laut Indonesia

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut ...eprints.umm.ac.id/50222/3/BAB II.pdfHukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai

36

II ditujukan untuk memfasilitasi pelayaran/penerbangan dari laut Sulawesi,

perairan Filipina dan samudra pasifik dari/ke samudra hindia dengan

melewati selat makasar dan selat Lombok. Alur laut kepulauan Indonesia

III mempunyai beberapa cabang sebagai alur pelayaran/penerbangan dari

laut timur dan laut arafuru ke samudra pasifik melalui laut sawu, laut

banda, laut seram dan laut Maluku.