bab ii tinjauan pustaka a. penyakit gangguan jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/116/3/bab ii...
TRANSCRIPT
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Gangguan Jiwa
1. Definisi Penyakit Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa (psikiatri) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
seseorang yang menunjukan sindrom dan atau perubahan perilaku yang
berlebihan terjadi tanpa alasan masuk akal secara klinik bermakna dan dapat
menimbulkan penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:13).
Kelompok masyarakat yang berisiko menderita gangguan jiwa yaitu anak
berusia 5 tahun sampai lansia yang berumur lebih dari 60 tahun (Andina Elga,
2013:26)
Konsep gangguan jiwa terdapat butir-butir (Dr. Rusdi Maslim (Eds.)
1995:10. PPDGJ III):
a. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:
1) Sindrom atau pola perilaku
2) Sindrom atau pola psikologi
b. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” antara lain berupa
rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, difungsi organ tubuh dan
lain-lain.
c. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” dalam aktifitas
sehari-hari yang biasa diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan
hidup.
2. Klasifikasi Penyakit Gangguan Jiwa
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi ke III tahun 1995 struktur klasifikasi diagnosis gangguan jiwa
adalah sebagai berikut:
a. Gangguan mental organik
1. Gangguan mental organik termasuk gangguan mental simptomatik
-
7
2. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol dan zat psikoaktif
lainnya
b. Gangguan mental psikotik
1. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham
2. Gangguan suasana perasaan
c. Gangguan neurotik dan gangguan kepribadian
1. Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait stress
2. Gangguan perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor
fisik
3. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
d. Gangguan masa kanak, remaja dan perkembangan
1. Retardasi mental
2. Gangguan perkembangan psikologis
3. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan
remaja
Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) di
Indonesia pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder), tetapi pada PPDGJ
III ini disusun berdasarkan ICD X (International Classification of Disease).
Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III meliputi hal berikut (Yunus, Rizky,
Hanik, 2015:12):
a. F00 – F09: gangguan mental organik (termasuk gangguan mental
simtomatik).
b. F10 – F19: gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
c. F20 – F29: skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
d. F30 – F39: gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
e. F40 – F48: gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait
stres.
f. F50 – F59: sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis
dan faktor fisik.
g. F60 – F69: gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
h. F70 – F79: retardasi mental.
-
8
i. F80 – F89: gangguan perkembangan psikologis.
j. F90 – F98: gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
anak dan remaja.
d. Epidemiologi Penyakit Gangguan Jiwa
Faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk
di Indonesia merupakan faktor penyebab bertambahnya jumlah kasus
gangguan jiwa (Depkes, 2016:9). Data menunjukkan prevalensi ganggunan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6%
dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per
1.000 penduduk (Riskesdas, 2013:13).
e. Diagnosis Gangguan Jiwa
Konsep diagnosis gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah :
a. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:
1) Sindrom atau pola perilaku
2) Sindrom atau pola psikologi
b. Gejala klinis yang menimbulkan penderitaan berupa stres, rasa tidak
nyaman dan terganggu.
c. Gejala klisnis yang menimbulkan disabilitas berupa ketidakmampuan
untuk merawat diri sendiri.
f. Patogenesis Penyakit Gangguan Jiwa
Rangsangan dari lingkungan atau impuls yang masuk ke suatu sel saraf
(neuron) akan diterima oleh dendrit dan diteruskan ke badan sel. Rangsangan
dari badan sel, impuls akan diteruskan oleh akson menuju sel neuron lainnya.
Impuls akan sampai ke bagian sinapsis yang merupakan daerah
pertemuan antara ujung akson dari neuron yang satu dengan dendrit dari
neuron lainnya. Kemudian celah sinapsis akan dilemparkan senyawa kimia
neurotransmiter yang berperan mengirimkan impuls ke neuron selanjutnya
(Prameswari Virginia, 2016:136).
-
9
Neurotransmiter ini terbagi menjadi 2 sifat (Prameswari Virginia,
2016:136):
1) Eksitasi (excitation) yang sifatnya meningkatkan impuls. Contoh
senyawa kimia neutransmiter yang meningkatkan impuls yaitu asetilkolin,
adrenalin, dopamin, glutamat, dll.
2) Inhibisi (inhibition) yang sifatnya menghambat impuls. Contoh senyawa
kimia neutransmiter yang menghambat impuls yaitu GABA dan dopamin.
Gangguan otak yang menyebabkan gangguan jiwa adalah penurunan
kadar neurotransmiter norepinefrin otak, serotonin (5-HT), dan dopamin
(Wells Barbara G, 2015:712). Pasien dengan gangguan kecemasan dan
gangguan stres pascatrauma overaktif noradrenergik kronis menurunkan
regulasi adrenoreseptor α2 (Wells Barbara G, 2015:712).
Gejala utama yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada
unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya di badan (somatogenik), di
lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus
bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau jiwa. Biasanya gejala mulai
timbul pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur pertengahan
dengan melalui beberapa fase antara lain (Nissa Uchil, 2015:72):
a. Fase Prodomal
Fase prodomal berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun, gangguan
dapat berupa self care gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan
dan gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
b. Fase Aktif
Fase aktif berlangsung kurang lebih 1 bulan. Gangguan dapat berupa
gejala psikotik, halusinasi, elusi, disorganisasi, proses berfikir, gangguan
bicara, gangguan perlaku, disertai kelainan neurokimiawi.
c. Fase Residual
Fase residual klien mengalami minimal 2 gejala yaitu gangguan afek dan
gangguan peran, serangan biasanya berulang.
-
10
g. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa
Terapi terhadap gangguan jiwa dapat dilaksanaan sebagai berikut
(Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:34):
a. Terapi dengan obat obat psiko-farmaka
Terapi dengan pengobatan menggunakan obat-obat psikotik yang bekerja
secara selektif pada sistem syaraf pusat. Terapi mempunyai efek utama
terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.
b. Psikoterapi suportif atau psikoterapi singkat
Psikoterapi suportif adalah penanganan tindak lanjut kepada pasien
dengan gangguan jiwa mempunyai tujuan agar gangguan jiwa yang diderita
tidak menjadi progresif dan mencegah/menjarangkan kekambuhan.
Dalam memberikan pelayanan tindak lanjut, perhatian ditunjukan
kepada:
1) Pasien
a) Menilai kemajuan terapi dengan melihat intensitas/pengurangan gejala:
i) Bila gejala berkurang dosis obat ditinjau kembali setelah 2-3 bulan.
ii) Bila gejala meningkat menuju ke keadaan darurat rujuklah ke Rumah
Sakit Jiwa atau Rumah Sakit Umum yang mempunyai unit Psikiatri.
b) Perhatikan efek samping obat, jika ada atasi efek samping ini sesuai
dengan keluhan pemeriksaan fisik dan kalau perlu pemeriksaan laboratorium.
Apabila efek samping tidak dapat diatasi maka rujuklah ke Rumah Sakit Jiwa
atau Rumah Sakit Umum yang mempunyai unit psikiatri
c) Jelaskanlah perihal masalah mental emosional perlunya penggunaan obat
dan kunjungan teratur ke poliklinik.
2) Keluarga
Sering dijumpai sikap keluarga yang bersifat menekan, penuh tuntutan
dan tidak realistik yang dapat menyebabkan kekambuhan. Kepada keluarga
perlu dijelaskan mengenai:
a) Gangguan mental pasien dan kesulitan adaptasinya dalam suasana
kehidupan yang sulit.
b) Kebutuhan pasien akan dukungan sikap toleran dari keluarga
-
11
c) Perlunya kesabaran dalam menghadapi pasien. Petugas kesehatan agar
dapat memahami keluhan keluarga dengan mendengarkan dan memberi
dukungan semangat.
3) Masyarakat
Masyarakat perlu diberikan penyuluhan tentang:
a) Keadaan gangguan jiwa yang dapat diobati dengan baik.
b) Kesulitan pasien menghadapi perubahan situasi kehidupan.
c) Ejekan akan memperburuk sakit pasien dan sebaliknya penerimaan akan
membantu penyembuhan dan pemulihan kembali seperti semula.
h. Terapi dengan Obat Psiko-farmaka
a. Gangguan psikotik
Pengobatan gangguan psikotik menggunakan psikofarmaka yang
tergolong anti-psikosis atau neuroleptik (Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, 2010:34).
Table 2.1 Pengobatan Gangguan Psikotik
Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:34.
Gangguan psikotik akut dengan keadaan gaduh-gelisah:
1) Injeksi Chlorpromazine: 50-100 mg (IM)
2) Injeksi Haloperidol 5 mg (IM)
Pada keadaan kronis dapat diberikan injeksi /suntikan anti psikotik yang
bersifat long-acting, seperti:
Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari
Chlorpromazine Tablet (mg) 150-600
Thioridazine
HCL
Tablet (mg) 150-600
Trifluoperazine Tabet (mg) 10-15
Fluphenazine Tablet (mg), Injeksi long acting 2,5-10
Haloperidol Tablet (mg), Tetes (Liq), Injeksi (im),
Injeksi long acting (Ampul)
5-15
Clozapine Tablet (mg) 25-100
Olanzapine Tablet (mg) 5-10
Risperidone Tablet (mg) 2-6
Quetineptine Tablet (mg) 300-700
-
12
1) Flufenazine dekanoat dengan dosis 25 mg IM diberikan 2-4 minggu
sekali
2) Haloperidol dekanoat dengan dosis 10 mg IM diberikan 2-4 minggu
sekali
Bila terdapat gejala di bawah ini:
1) Gejala depresi
Berikan tambahan anti-depresi
2) Gejala anxietas
Berikan tambahan obat anxietas
3) Gejala mania akut dapat diberikan tambahan:
a) Lithium carbonate dengan dosis 400 mg 2 kali sehari
b) Carbamazepine dengan dosis 400-800 mg/hari
c) Haloperidol dengan dosis 4,5 – 15 mg/hari
Efek samping sindrom ekstra piramidal biasanya diakibatkan oleh
neuroleptik tipikal yang high potensi. Gejala gejalanya seperti:
3) Distonia akut: kekuatan otot leher, mulut, wajah, dan daerah lidah (bicara
pelo)
4) Akatisia: gerakan ekstrematis bahwa yang tidak terkendali serta perasaan
gelisah
5) Pseudoparkinson: gerakan kaku seperti robot, tremor, otot wajah seperti
tertarik
4) Tardive diskinesia: gerakan involunter seperti mengunyah, menyeringai,
tic facial.
Diberikan obat parkinson: trihexyphenidyl: 4-15 mg/hari
b. Gangguan Mood Episode Depresi
Pengobatan gangguan mood episode depresi menggunakan obat
psikofarmaka yang tergolong anti-depresi (Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, 2010:36).
Tabel 2.2 Pengobatan Gangguan Mood Episode Depresi
Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari
Fluoxetine Tablet (mg) 10-40
Fluvoxamine Tablet (mg) 50-100
-
13
Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari
Setraline Tablet (mg) 50-100
Paroxetine Tablet (mg) 20-40
Citalopram Tablet (mg) 20-40
Mirtazapine Tablet (mg) 15-45
Impramine Tablet (mg) 75-150
Amitryptiline Tablet (mg) 75-150
Clomipramine Tablet (mg) 75-150
Maproptiline Tablet (mg) 75-150
Moclobemide Tablet (mg) 300-600
Amoxapine Tablet (mg) 200-300
Trazodone Tablet (mg) 100-200
Tianeptine Tablet (mg) 25-50
Mianserin Tablet (mg) 30-60
Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:36
-
14
Penatalaksanaan gangguan depresi dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Sumber: Wells Barbara G, 2015
Gambar 2.1 Algoritma Gagguan Depresi
Pasien rawat jalan yang sehat dan tidak rumit tanpa kontraindikasi untuk spesifik
kelas antidepresan
SSRI (pilihan tergantung pada banyak faktor)
Uji coba gagal karena
tidak meresponl atau
membatasi efek yang
berlawanan
Respon sebagian
(setelah
memaksimalkan
dosis)
Respon / remisi
Pertahankan
setidaknya
selama 4-9
bulan untuk
kelanjutan, dan,
jika perlu,
12–36 bulan
untuk
pemeliharaan
Pertimbangkan proses penyaringan darah
(antidepresan non-SSRI,
litium, tiroid hormon,
antipsikotik atipikal) atau
Beralih ke agen alternatif
(Antidepresan SSRI atau
non-SSRI)
Uji coba
gagal
Respon sebagian (setelah
memaksimal-
kan dosis
Tanggapan atau
remisi
Beralih ke
alternative
agen (non-
SSRI
antidepresan
)
Pertimbangkan
proses
penyaringan
darah
(non-SSRI
antidepresan,
litium, hormon
tiroid, antipsiko
atipikal
Pertahankan
setidaknya untuk
4-9 bulan untuk
kelanjutan, dan
jika perlu, 12–36
bulan untuk
pemeliharaan
Pastikan kepatuhan pengobatan
Beralih ke
alternative
agen (non-
SSRI
antidepresan)
Uji
coba
gagal
Respon
sebagian
(setelah
memaksimal-
kan dosis
Tanggapan atau remisi
Beralih ke alternative
agen (non-
SSRI
antidepres-
an)
Pertimbangkan Augmentasi
(non-SSRI
antidepresan,
litium, hormon
tiroid, antipsiko
atipikal
Pertahankan setidaknya
untuk 4-9
bulan untuk
kelanjutan,
dan jika
perlu, 12–36
bulan untuk
pemelihara-
an
-
15
c. Gangguan Mood Episode Mania
Pengobatan gangguan mood episode mania menggunakan obat
psikofarmaka yang tergolong anti-mania (Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, 2010:37).
Table 2.3 Tabel Pengobatan Gangguan Mood Episode Mania
Nama Generik Dosis/mg/hari
Lithium Carbonate 600-2400
Carbamazepin 400-800
Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:37
Apabila pasien belum pernah mendapatkan obat depresi maka berikan
amitryptiline (obat depresi standart) dengan dosis pagi 12,5 mg, siang 12,5
mg, dan malam 25 mg, selama 1 minggu. Dosis dinaikkan menjadi 25 mg 3
kali sehari pada minggu berikutya. Dosis dapat dinaikan sampai mencapai
dosis optimal 50 mg 3 kali sehari.
Lama terapi dianjurkan sebagai berikut:
1) Untuk kasus baru: sampai 2 bulan bebas gejala.
2) Untuk kasus lama: sampai 6 bulan bebas gejala.
Penghentian terapi harus dilakukan dengan pengurangan secara bertahap/
gradual (tapering off)
-
16
Table 2.4 Algoritma Gangguan Mood Episode Mania
Hipomania Mania Episode depresi ringan
ke sedang
Episode depresi
berat
1. Optimalkan mood
stabilizer atau
memulai
pengobatan dengan
penstabil mood
seperti litium,
valproate,
karbamazepin, atau
SGA
2. Pertimbangkan
untuk
menambahkan
benzodiazepine
(lorazepam atau
clonazepam) untuk
jangka pendek
pengobatan
tambahan agitasi
atau insomnia jika
diperlukan
3. Pengobatan
pengobatan
alternative Pilihan
yaitu
oxcarbazepine
1. Kombinasi dua
atau tiga obat
(lithium,
valproate, atau
SGA) dengan
benzodiazepine
(lorazepam atau
clonazepam) dan /
atau antipsikotik
untuk pengobatan
tambahan jangka
pendek
2. Jangan gabungkan
antipsikotik
3. Pilihan
pengobatan
alternative yaitu
karbamazepine.
4. jika pasien tidak
merespon atau
mentoleransi,
pertimbangkan
oxcarbazepine
1. memulai dan atau
mengoptimalkan
obat penstabil
suasana hati seperti
lithium atau
quetiapine
2. Antikonvulsan
alternative seperti
lamotrigin,
valproate,
antipsikotik:
kombinasi fluoxetine
/ olanzapine
1.mengoptimalkan
penstabil mood
atau memulai obat
penstabil mood
seperti lithium
atau quetiapine
2. Alternative
fluoxetine /
olanzapine
kombinasi
3. Jika psikosis ada,
mulailah sebuah
antipsikotik dalam
kombinasi dengan
di atas
4. Jangan gabungkan
antipsikotik
5. Antikonvulsan
alternative seperti
lamotrigin,
valproat
Sumber: Wells Barbara G, 2015
d. Gangguan Neurotik
-
17
Pengobatan gangguan neurotik menggunakan obat psikofarmaka yang
tergolong anti-anxietas (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:38).
Tabel 2.5 Tabel Pengobatan Gangguan Neurotik
Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari
Chlordiazepoxide Tablet (mg) 15-20
Clobazam Tablet (mg) 30-60
Diazepam Amp 10 mg/2ml, Rectal
tube 5 mg/2,5ml, 10 mg/5
ml
10-30
Lorazepam Tablet (mg) 2-6
Alprazolam Tablet (mg) 1-6
Hydroxyzine Tablet (mg) 75-400
Buspirone Tablet (mg) 15-30
Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:38
Gangguan panik
-
18
Sumber: Wells Barbara G, 2015
Gambar 2.2 Algoritma Gangguan Panik
e. Gangguan Penggunaan Zat
Apakah perawatan mendesak untuk
pasienberfungsi dan tidak ada riwayat
zat penyalahgunaan?
ya tidak
SSRI (A) atau
venlafaxine
(A)
Benzodiazepin jangka pendek (2-
4 minggu)dan SSRI(A)atau
venlafaxine(A)
Respon yang adekuat
tidak
Ganti dengan SSRI lain atau Venlafaxine (C)
Respon yang adekuat
tidak
Ganti dengan antideresan C lain 1. SSRI lain 2. Venlafaxin
3. imipramin
Respon yang adekuat
tidak
Tambahkan Benzodiazepin atau gabapentin atau antipsikotik atipikal
untuk anti depresan (D)
Respon yang adekuat
ya
ya
ya
ya
Lanjutkan
terapi untuk
12-24 bulan
(A)
-
19
Terapi gangguan penggunaan zat diberikan bilamana terjadi atau timbul
gejala putus zat/obat, sesudah pasien menghentikan penggunaan zat/obat
tersebut. Disamping obat simptomatik sesuai dengan gejala yang ada biasanya
diberikan juga obat psikosis dengan dosis kecil, seperti:
1) Haloperidol: dosis 0,5 mg 3 kali sehari atau
2) Chlorpromazine: dosis 25 mg 3 kali sehari atau
3) Trifluoperazine: dosis 1 mg 3 kali sehari
i. Penggolongan Obat Psikotropik
a. Antipsikosis
Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik,
termasuk skizofrenia, gangguan skizo-afektif, demensia, dengan gejala
psikosis, psikosis akibat obat, maupun gangguan bipolar. Ciri terpenting obat
psikosis ialah (Sulistia dan Gunawan 2016:162):
1) Berefek antipsikosis, terhadap gejala positif (halusinansi, delusi, bicara
kacau, dan agitasi), dan secara terbatas juga memperbaiki gejala negatif
(apatis, miskin idea/motivasi atau avoliation, dan miskin kata kata atau
alogia).
2) Batas keamanannya besar, dosis besar tidak menyebabkan koma yang
dalam maupun anestesinya.
3) Dapat menimbulkan menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang
reversible atau ireversibel.
Golongan obat psikosis antara lain:
i. Gologan Klorpromazin dan Derivat Fenotiazin
Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi
dalam menghambat reseptor dopamine 2, hal inilah yang diperkirakan
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Golongan antipsikosis tipikal
umumnya hanya berespons untuk gejala positif. Contoh obat golongan ini
yaitu klorpromazin, derivate fenotiazin, haloperidol, dibenzoksazepin (Sulistia
dan Gunawan 2016:162).
ii. Golongan Dibenzodiazepin
-
20
Obat golongan dibenzodiazepin ini hampir tidak menimbulkan efek
ekstrapiramidal. Contoh obat golongan ini yaitu klozapin, olanzapine,
ziprasidone, quetiapine, aripiprazole, dan paliperidon (Sulistia dan Gunawan
2016:166).
b. Antiansietas
Antiansietas berguna untuk pengobatan gangguan ansietas. Ansietas
didefinisikan sebagai perasaan khawatir atau ketakutan yang berlebihan
ditandai dengan gejala fisik seperti palpitasi, berkeringat dan tanda tanda
stress lainnya. Gejala psikis berupa ketakutan, kecemasan, sulit tidur, dan sulit
konsentrasi. Penggunaan antiansietas dosis tinggi dan jangka panjang dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis (Sulistia dan Gunawan
2016:169).
Berikut golongan antiansietas:
1) Golongan Benzodiazepin
Benzodiazepine yang dianjurkan sebagai antiansietas adalah
klordiazepoksid, diazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam, alprazolam, dan
halozepam (Sulistia dan Gunawan 2016:169).
2) Buspiron
Buspiron merupakan contoh dari golongan azaspirodekanedion yang
potensial berguna dalam pengobatan ansietas. Buspiron merupakan
antiansietas efektif yang efek sedatifnya relative ringan. Diduga risiko
timbulnya toleransi dan ketergantungan juga kecil. Obat ini tidak efektif pada
gangguan panik. Efek antiansietas baru timbul setelah 10-15 hari dan bukan
antiansietas untuk penggunaan akut. Tidak ada toleransi silang antara busporin
dengan benzodiazepine sehingga kedua obat tidak dapat saling menggantikan
(Sulistia dan Gunawan 2016:170).
c. Antidepresi
Antidepresi adalah obat untuk mengatasi depresi mental. Depresi
didefinisikan sebagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan
minat atau perasaan senang, adanya perasaan bersalah atau rendah diri,
gangguan tidur atau penurunan selera makan, sulit konsentrasi atau kelemahan
fisik. Gangguan ini dapat menjadi kronik atau kambuh dan mengganggu
-
21
aktivitas pasien. Pada keadaan terburuk dapat mencetuskan bunuh diri
(Sulistia dan Gunawan 2016:171).
Berikut golongan obat depresi:
1) Golongan Antidepresi Trisiklik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali
neurotransmitter diotak. Dari beraneka jenis antidepresi trisiklik terdapat
perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai
neurotransmiter. Ada yang sangat sensitif terhadap norepinefrin, ada yang
sensitive terhadap serotonin dan ada pula yang sensitif terhadap dopamine.
Tidak jelas hubungan antara mekanisme penghambatan ambilan kembali
katekolamin dengan efek antidepresinya. Contoh obat golongan ini adalah
imipramine, amitriptilin, desipramin, nortriptilin, klomipramin, doksepin,
opipramol, dan trimipramin (Sulistia dan Gunawan 2016:172).
2) Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
Golongan obat ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap kolinergik,
adrenergic atau histaminergik, sehingga efek sampingnya lebih ringan. Tidak
ada bukti kuat bahwa efektivitasnya lebih baik dari obat antidepresi terdahulu.
Toleransi lebih banyak terjadi dengan obat antidepresi baru (Sulistia dan
Gunawan 2016:173).
Masa kerjanya panjang antara 15-24 jam, fluoksetin paling panjang 24-
96 jam. Paroksetin dan fluoksetin dapat meningkatkan kadar antidepresi
trisiklik berdasarkan hambatan enzim CYP (Sulistia dan Gunawan 2016:173).
Obat ini merupakan golongan obat yang secara spesifik menghambat
ambilan serotonin (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) obat yang
termasuk golongan ini adalah fluoksetin, paroksetin, sertraline, fluvoksamin,
sitalopram, dan S-sitalopram (Sulistia dan Gunawan 2016:173).
d. Antimania (Mood Stabilize)
Antimania atau mood stabilizer adalah obat yang kerjanya terutama
mencegah naik turunnya mood pada pasien gangguan bipolar (sindrom manik-
depresi) (Sulistia dan Gunawan 2016:177). Berikut golongan obat mania:
-
22
i. Golongan Litium
Litium karbonat dikenal sebagai antimania, atau sebagai mood stabilizer
karena kerjanya terutama mencegah naik turunya mood pada pasien dengan
gangguan bipolar (manik-depresi). Obat lain yang belakangan juga diketahui
efektif adalah karbamazepin, asam valproate dan antipsikosis atipikal
olanzapine yang ternyata juga efektif sebagai antimania dan mood stabilizer
(Sulistia dan Gunawan 2016:177).
ii. Asam Valproat dan Karbamazepin
Asam valproate ternyata menunjukan efek antimania. Efikasinya pada
minggu pertama pengobatan seperti litium, tetapi asam valproate ternyata
efektif untuk pasien yang gagal dengan terapi litium. Efek samping tersering
adalah mual.
Karbamazepin juga digunakan sebagai alternatif terapi gangguan bipolar
maupun untuk terapi profilaksis. Obat ini yang sering dikombinasi dengan
litium. Dosis yang digunakan sebagai mood stabilizer seperti dosis untuk
antikonvulsi.
e. Antimuskarinik
Cara kerja obat ini yaitu yaitu dengan cara mengurangi efek kolinergik
sentral yang berlebihan akibat adanya defisiensi dopamin. Obat antimuskarinik
bermanfaat pada parkinsonisme yang diinduksi oleh obat, namun tidak
digunakan pada parkinson yang idiopatik, karena obat ini kurang efektif
dibandingkan obat dopaminorgik dan dapat menyebabkan kerusakan kognitif
(Sulistia dan Gunawan 2016:188).
B. Kepatuhan Minum Obat
1. Pengertian Kepatuhan
Patuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti suka
menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan disiplin. Kepatuhan
menurut Kozier (2010:123) adalah perilaku individu misalnya minum obat,
mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup sesuai anjuran terapi
dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tidak mengindahkan
setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana.
-
23
Kepatuhan menurut Taylor (1991:49) adalah perilaku yang menunjukkan
sejauh mana individu mengikuti anjuran yang berhubungan dengan kesehatan
atau penyakit. Delameter (2006:71) mendefinisikan kepatuhan sebagai upaya
keterlibatan aktif, sadar dan kolaboratif dari pasien terhadap perilaku yang
mendukung kesembuhan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut (Kozier,
2010:132):
a. Motivasi klien untuk sembuh
b. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan
c. Persepsi keparahan masalah kesehatan
d. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit
e. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus
f. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi
g. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak
membantu
h. Kerumitan, efek samping yang diajukan
i. Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan
j. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan
layanan kesehatan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan
menjadi empat bagian (Neil, 2000:93):
a. Pemahaman Tentang Instruksi
b. Kualitas Interaksi
c. Isolasi Sosial dan Keluarga
d. Keyakinan, Sikap dan Keluarga
4. Cara-cara Mengurangi Ketidakpatuhan
Dinicola dan Dimatteo (dalam Neil, 2000:98) mengusulkan rencana
untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain:
a. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri
b. Perilaku sehat
-
24
c. Dukungan sosial
5. Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan
Strategi yang dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain
(Smet, 1994:195):
a. Segi Penderita
1) Meningkatkan kontrol diri
2) Meningkatkan efikasi diri
3) Mencari informasi tentang pengobatan
4) Meningkatkan monitoring diri
b. Segi Tenaga Medis
1) Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter
2) Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan
cara pengobatannya
3) Memberikan dukungan social
4) Pendekatan perilaku
c. Aspek-aspek Kepatuhan Pengobatan
Adapun aspek-aspek kepatuhan pengobatan sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Delameter (2006:61) adalah sebagai berikut:
1) Pilihan dan tujuan pengaturan.
2) Perencanaan pengobatan dan perawatan.
3) Pelaksanaan aturan hidup.
C. Rumah Sakit Jiwa
1. Pengertian Rumah Sakit
Pengertian Rumah Sakit menurut surat keputusan menteri kesehatan
Republik Indonesia No. 031/Birhub/1972 adalah Suatu komplek atau rumah
atau ruangan yang dipergunakan untuk menampung dan merawat orang sakit,
kamar-kamar orang sakit yang berada dalam suatu perumahan khusus, seperti
Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan
rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah
diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A, B, C, D dan E. Rumah sakit kelas E
merupakan rumah sakit khusus (Special Hospital) yang menyelenggaraan
-
25
hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E
yang didirikan pemerintah, misal Rumah Skait Jiwa, Rumah Sakit Kusta,
Rumah Sakit Paru-paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Ibu dan Anak.
2. Maksud Rumah Sakit Jiwa
Maksud Rumah Sakit Jiwa adalah memberikan pelayanan dibidang
kesehatan jiwa, bagi penderita gangguan jiwa, dengan berpegang pada prinsip
Tri Upaya Bina Jiwa, yang terdiri dari beberapa usaha sebagai berikut
(Departemen Kesehatan, 2014:14):
a) Usaha Preventif
Usaha preventif adalah usaha memberikan penyuluhan dan pencegahan
terjadinya gangguan jiwa.
b) Usaha Kuratif
Usaha kuratif adalah usaha perawatan dan penyembuhan pasien sakit
jiwa
c) Usaha Rehabilitasi
Usaha rehabilitasi adalah usaha memberi keterampilan untuk kembali
kemasyarakat, sehingga menjadi insan yang produktif.
3. Fungsi dan Tujuan Rumah Sakit Jiwa
Fungsi Rumah Sakit jiwa berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI
No.135/Menkes/SK/IV/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja rumah
sakit jiwa adalah:
a) Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pencegahan
b) Melaksanakan usaha kesehatan jiwa pemulihan
c) Melaksanakan usaha kesehatan jiwa rehabilitasi
d) Melaksanakan usaha kesehatan jiwa kemasyarakatan
e) Melaksanakan sistem rujukan (sistem Renefal)
Tujuan dari Rumah Sakit Jiwa:
a) Mencegah terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat (promosi prefentif)
b) Menyembuhkan penderita gangguan jiwa dengan usaha-usaha
penyembuhan optimal
c) Rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa
-
26
D. Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien. isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada
sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat (Kemenkes RI,
No.269/2008):
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Hasil anamnesis yang mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan/atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
9. Pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
10. Persetujuan tindakan bila diperlukan
Pemanfaatan rekam medis menurut Kemenkes RI, No.269 Tahun 2008
dapat dipakai sebagai:
1. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran, dan
kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.
3. Keperluan pendidikan dan penelitian.
4. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan
5. Data statistik kesehatan.
Pemanfaatan rekam medis pasien harus mendapat persetujuan secara
tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak
diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara
(Permenkes RI, No.269 Tahun 2008).
-
27
E. Kerangka Teori
Sumber: (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010)
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Gangguan jiwa
Penatalaksanaan
Terapi dengan obat psikofarmaka
Psikoterapi suportif atau psikoterapi singkat
Anti Psikosis
Anti Depresi
Anti Mania
Anti Anxietas
Kepatuhan Minum
Obat
Faktor sosio
demografi
- jenis kelamin
- usia - tingkat
pendidikan,
- status pernikahan
- penghasilan - pekerjaan
Faktor Klinis
- jenis penyakit
gangguan
jiwa - jumlah jenis
obat - golongan
obat - penyakit
penyerta
Golongan
klorpromazin
dan derivat
fenotiazin
Golongan
dibenzo-
diazepin
Golongan
trisiklik
Golongan SSRI
golongan
litium
Golongan
asam valproat
Golongan
benzo-
diazepin
Golongan
Buspiron
-
28
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Gambaran kepatuhan minum obat
pasien Gangguan Jiwa di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Lampung
1. Persentase karakteristik sosio demografi (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, status
pernikahan, penghasilan, dan
pekerjaan) pasien gangguan jiwa
2. Persentase karakteristik klinis (jenis penyakit gangguan jiwa,
jumlah item obat, golongan
obat dan penyakit penyerta) pasien gangguan jiwa
3. Persentase kepatuhan minum obat berdasarkan karakteristik
sosio demografi pasien
gangguan jiwa
4. Persentase kepatuhan minum obat berdasarkan karakteristik
klinis pasien gangguan jiwa
-
29
G. Definisi Operasional
Tabel 2.6 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Kepatuhan
Minum Obat
Menggambar-
kan
bagaimana
pasien
mengikuti
petunjuk dan
rekomendasi
terapi dari
perawat atau
dokter (Gajski
& Karlovic,
2008)
Mengisi
kolom
kepatuh-an
minum
obat pada
lembar
kuesioner
Mengisi
kolom
kepatuhan
minum
obat pada
lembar
kuesioner
1 = Patuh
2 = Tidak patuh
Nominal
2. Karakteristik
Sosio-
Demografi
a. Usia/umur
b. Jenis
kelamin
c. Tingkat
pendidikan
Umur
responden
yang dihitung
dari tahun saat
penelitian
dikurangi
tahun lahir
responden
(Kementrian
Kesehatan,
2018)
Sifat jasmani
atau rohani
yang
membedakan
dua makhluk
sebagai betina
dan jantan
atau wanita
dan pria
(KBBI)
Jenjang yang
ditempuh
responden
sampai dengan
mendapatkan
ijazah
(Kementrian
Kesehatan,
2018)
Mengisi
kolom usia
pada
lembar
kuesioner
Mengisi
kolom
jenis
kelamin
pada
lembar
kuesioner
Mengisi
kolom
tingkat
pendidik-
an pada
lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
1=5-25 tahun
2=26-45 tahun
3= 46-65 tahun
4= >65
1= Laki-laki
2=Perempuan
1= Tidak sekolah
2= SD
3= SMP
4= SMA
5= Sarjana
Skala
Nominal
Ordinal
-
30
d. Pekerjaan
e. Status
pernikahan
f. Penghasil-an/
pendapat-
an
Cara mencari
nafkah untuk
memenuhi
kebutuhan
dirinya dan
keluarganya
(Kementrian
Kesehatan,
2018)
Ikatan lahir
batin antara
seseorang pria
dan seseorang
wanita sebagai
suami isteri
dengan tujuan
membentuk
keluarga
(rumah
tangga) yang
bahagia dan
kekal
berdasarkan
ketuhanan
yang maha esa
(UU
Pernikahan
1974)
Uang yang
diterima oleh
seseorang
dalam bentuk
gaji, upah,
sewa, bunga,
dan laba
termasuk juga
beragam
tunjangan,
seperti
kesehatan dan
pesion
(Reksoprayitn
o, 2009)
Mengisi
kolom
pekerjaan
pada
lembar
kuesioner
Mengisi
kolom
Mengisi
kolom
status
pernikah-
an pada
lembar
kuesioner
Mengisi
kolom
penghasil-
an pada
lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
Lembar
Kuisioner
1= Tidak
bekerja
2= Bekerja
1=Belum menikah
2=Sudah Menikah
1= tidak memiliki
penghasilan
2= < 2,5 juta per
bulan
3 = 2,5juta - 5 juta
per bulan
4 = >5 juta per bulan
Nominal
Nominal
Skala
-
31
3
. Karakteristik
Klinis
a. Jenis
penyakit
gangguan
jiwa
b. Penyakit
penyerta
c.Jumlah item
obat
d. Golongan Obat
Penggolongan
-penyakit
berdasarkan
ciri yang khas
dari perilaku
dan diagnosa
pasien
Penyakit lain
selain
gangguan jiwa
yang dialami
pasien
gangguan jiwa
Jumlah obat
yang harus
diminum
pasien untuk
jangka waktu
yang
ditentukan
dokter
Penggolonga
obat gangguan
jiwa
berdasarkan
mekanisme
kerja yang
digunakan
pasien
gangguan jiwa
Observasi
dokumen
rekam
medik
Observasi
dokumen
rekam
medik
Observasi
dokumen
rekam
medik
Observasi
dokumen
rekam
medik
Lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
Lembar
kuesioner
1= Gangguan
Mental
Organik
2= Depresi
3= Skizofrenia
4= Retardasi
Mental
1= Ada
2= Tidak ada
1= ≤5
2= >5
1= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
dibenzodiazepin,
antimuskarinik
2=kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin, SSRI,
asam valproate,
antimuskarinik
3= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
dibenzodiazepin,
asam valproate
4= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin, vitamin
5= dibenzodiazepin,
SSRI,
antimuskarinik
6= dibenzodiazepin,
vitamin,
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
-
32
antimuskarinik
7= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
benzodiazepin,
antimuskarinik
8= dibenzodiazepin,
benzodiazepin,
antimuskarinik
9= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
dibenzodiazepin,
SSRI,
antimuskarinik
10= dibenzodiazepin,
asam valproate,
antimuskarinik
11= dibenzodiazepin,
benzodiazepin,
SSRI, vitamin,
antimuskarinik
12= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
dibenzodiazepin,
vitamin,
antimuskarinik
13= dibenzodiazepin,
benzodiazepin,
asam valproate,
antimuskarinik
14= SSRI,
antimuskarinik
15= dibenzodiazepin,
antimuskarinik
16= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
antimuskarinik
17= dibenzodiazepin,
SSRI
18= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin, SSRI,
antimuskarinik
19= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
trisiklik, SSRI,
antimuskarinik
-
33
20= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,
dibenzodiazepin,
asam valproate,
antimuskarinik
21= benzodiazepin,
trisiklik, vitamin
22= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin, asam
valproate,
antimuskarinik
23=benzodiazepin,
SSRI,
antiuskarinik
24= SSRI; 25=
dibenzodiazepin,
lithium, asam
valproate
26= kombinasi
klorpromazine dan
derivate
fenotiazin,dibenzo
diazepin, SSRI,
asam valproate,
antimuskarinik
27= benzodiazepin,
SSRI
28= dibenzodiazepin,
SSRI, vitamin,
antimuskarinik
29= SSRI, vitamin,
antimuskarinik.