bab ii tinjauan pustaka a. penyakit gangguan jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/116/3/bab ii...

28
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Gangguan Jiwa 1. Definisi Penyakit Gangguan Jiwa Gangguan jiwa (psikiatri) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa seseorang yang menunjukan sindrom dan atau perubahan perilaku yang berlebihan terjadi tanpa alasan masuk akal secara klinik bermakna dan dapat menimbulkan penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:13). Kelompok masyarakat yang berisiko menderita gangguan jiwa yaitu anak berusia 5 tahun sampai lansia yang berumur lebih dari 60 tahun (Andina Elga, 2013:26) Konsep gangguan jiwa terdapat butir-butir (Dr. Rusdi Maslim (Eds.) 1995:10. PPDGJ III): a. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: 1) Sindrom atau pola perilaku 2) Sindrom atau pola psikologi b. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” antara lain berupa rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, difungsi organ tubuh dan lain-lain. c. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” dalam aktifitas sehari-hari yang biasa diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup. 2. Klasifikasi Penyakit Gangguan Jiwa Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke III tahun 1995 struktur klasifikasi diagnosis gangguan jiwa adalah sebagai berikut: a. Gangguan mental organik 1. Gangguan mental organik termasuk gangguan mental simptomatik

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Penyakit Gangguan Jiwa

    1. Definisi Penyakit Gangguan Jiwa

    Gangguan jiwa (psikiatri) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa

    seseorang yang menunjukan sindrom dan atau perubahan perilaku yang

    berlebihan terjadi tanpa alasan masuk akal secara klinik bermakna dan dapat

    menimbulkan penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi yang

    penting dari manusia (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:13).

    Kelompok masyarakat yang berisiko menderita gangguan jiwa yaitu anak

    berusia 5 tahun sampai lansia yang berumur lebih dari 60 tahun (Andina Elga,

    2013:26)

    Konsep gangguan jiwa terdapat butir-butir (Dr. Rusdi Maslim (Eds.)

    1995:10. PPDGJ III):

    a. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:

    1) Sindrom atau pola perilaku

    2) Sindrom atau pola psikologi

    b. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” antara lain berupa

    rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, difungsi organ tubuh dan

    lain-lain.

    c. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” dalam aktifitas

    sehari-hari yang biasa diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan

    hidup.

    2. Klasifikasi Penyakit Gangguan Jiwa

    Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

    Indonesia, edisi ke III tahun 1995 struktur klasifikasi diagnosis gangguan jiwa

    adalah sebagai berikut:

    a. Gangguan mental organik

    1. Gangguan mental organik termasuk gangguan mental simptomatik

  • 7

    2. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol dan zat psikoaktif

    lainnya

    b. Gangguan mental psikotik

    1. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham

    2. Gangguan suasana perasaan

    c. Gangguan neurotik dan gangguan kepribadian

    1. Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait stress

    2. Gangguan perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor

    fisik

    3. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

    d. Gangguan masa kanak, remaja dan perkembangan

    1. Retardasi mental

    2. Gangguan perkembangan psikologis

    3. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan

    remaja

    Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) di

    Indonesia pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM

    (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder), tetapi pada PPDGJ

    III ini disusun berdasarkan ICD X (International Classification of Disease).

    Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III meliputi hal berikut (Yunus, Rizky,

    Hanik, 2015:12):

    a. F00 – F09: gangguan mental organik (termasuk gangguan mental

    simtomatik).

    b. F10 – F19: gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.

    c. F20 – F29: skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.

    d. F30 – F39: gangguan suasana perasaan (mood/afektif).

    e. F40 – F48: gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait

    stres.

    f. F50 – F59: sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis

    dan faktor fisik.

    g. F60 – F69: gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.

    h. F70 – F79: retardasi mental.

  • 8

    i. F80 – F89: gangguan perkembangan psikologis.

    j. F90 – F98: gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada

    anak dan remaja.

    d. Epidemiologi Penyakit Gangguan Jiwa

    Faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk

    di Indonesia merupakan faktor penyebab bertambahnya jumlah kasus

    gangguan jiwa (Depkes, 2016:9). Data menunjukkan prevalensi ganggunan

    mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan

    kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6%

    dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,

    seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per

    1.000 penduduk (Riskesdas, 2013:13).

    e. Diagnosis Gangguan Jiwa

    Konsep diagnosis gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah :

    a. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:

    1) Sindrom atau pola perilaku

    2) Sindrom atau pola psikologi

    b. Gejala klinis yang menimbulkan penderitaan berupa stres, rasa tidak

    nyaman dan terganggu.

    c. Gejala klisnis yang menimbulkan disabilitas berupa ketidakmampuan

    untuk merawat diri sendiri.

    f. Patogenesis Penyakit Gangguan Jiwa

    Rangsangan dari lingkungan atau impuls yang masuk ke suatu sel saraf

    (neuron) akan diterima oleh dendrit dan diteruskan ke badan sel. Rangsangan

    dari badan sel, impuls akan diteruskan oleh akson menuju sel neuron lainnya.

    Impuls akan sampai ke bagian sinapsis yang merupakan daerah

    pertemuan antara ujung akson dari neuron yang satu dengan dendrit dari

    neuron lainnya. Kemudian celah sinapsis akan dilemparkan senyawa kimia

    neurotransmiter yang berperan mengirimkan impuls ke neuron selanjutnya

    (Prameswari Virginia, 2016:136).

  • 9

    Neurotransmiter ini terbagi menjadi 2 sifat (Prameswari Virginia,

    2016:136):

    1) Eksitasi (excitation) yang sifatnya meningkatkan impuls. Contoh

    senyawa kimia neutransmiter yang meningkatkan impuls yaitu asetilkolin,

    adrenalin, dopamin, glutamat, dll.

    2) Inhibisi (inhibition) yang sifatnya menghambat impuls. Contoh senyawa

    kimia neutransmiter yang menghambat impuls yaitu GABA dan dopamin.

    Gangguan otak yang menyebabkan gangguan jiwa adalah penurunan

    kadar neurotransmiter norepinefrin otak, serotonin (5-HT), dan dopamin

    (Wells Barbara G, 2015:712). Pasien dengan gangguan kecemasan dan

    gangguan stres pascatrauma overaktif noradrenergik kronis menurunkan

    regulasi adrenoreseptor α2 (Wells Barbara G, 2015:712).

    Gejala utama yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada

    unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya di badan (somatogenik), di

    lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik). Biasanya tidak

    terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus

    bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau jiwa. Biasanya gejala mulai

    timbul pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur pertengahan

    dengan melalui beberapa fase antara lain (Nissa Uchil, 2015:72):

    a. Fase Prodomal

    Fase prodomal berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun, gangguan

    dapat berupa self care gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan

    dan gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.

    b. Fase Aktif

    Fase aktif berlangsung kurang lebih 1 bulan. Gangguan dapat berupa

    gejala psikotik, halusinasi, elusi, disorganisasi, proses berfikir, gangguan

    bicara, gangguan perlaku, disertai kelainan neurokimiawi.

    c. Fase Residual

    Fase residual klien mengalami minimal 2 gejala yaitu gangguan afek dan

    gangguan peran, serangan biasanya berulang.

  • 10

    g. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa

    Terapi terhadap gangguan jiwa dapat dilaksanaan sebagai berikut

    (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:34):

    a. Terapi dengan obat obat psiko-farmaka

    Terapi dengan pengobatan menggunakan obat-obat psikotik yang bekerja

    secara selektif pada sistem syaraf pusat. Terapi mempunyai efek utama

    terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan

    psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.

    b. Psikoterapi suportif atau psikoterapi singkat

    Psikoterapi suportif adalah penanganan tindak lanjut kepada pasien

    dengan gangguan jiwa mempunyai tujuan agar gangguan jiwa yang diderita

    tidak menjadi progresif dan mencegah/menjarangkan kekambuhan.

    Dalam memberikan pelayanan tindak lanjut, perhatian ditunjukan

    kepada:

    1) Pasien

    a) Menilai kemajuan terapi dengan melihat intensitas/pengurangan gejala:

    i) Bila gejala berkurang dosis obat ditinjau kembali setelah 2-3 bulan.

    ii) Bila gejala meningkat menuju ke keadaan darurat rujuklah ke Rumah

    Sakit Jiwa atau Rumah Sakit Umum yang mempunyai unit Psikiatri.

    b) Perhatikan efek samping obat, jika ada atasi efek samping ini sesuai

    dengan keluhan pemeriksaan fisik dan kalau perlu pemeriksaan laboratorium.

    Apabila efek samping tidak dapat diatasi maka rujuklah ke Rumah Sakit Jiwa

    atau Rumah Sakit Umum yang mempunyai unit psikiatri

    c) Jelaskanlah perihal masalah mental emosional perlunya penggunaan obat

    dan kunjungan teratur ke poliklinik.

    2) Keluarga

    Sering dijumpai sikap keluarga yang bersifat menekan, penuh tuntutan

    dan tidak realistik yang dapat menyebabkan kekambuhan. Kepada keluarga

    perlu dijelaskan mengenai:

    a) Gangguan mental pasien dan kesulitan adaptasinya dalam suasana

    kehidupan yang sulit.

    b) Kebutuhan pasien akan dukungan sikap toleran dari keluarga

  • 11

    c) Perlunya kesabaran dalam menghadapi pasien. Petugas kesehatan agar

    dapat memahami keluhan keluarga dengan mendengarkan dan memberi

    dukungan semangat.

    3) Masyarakat

    Masyarakat perlu diberikan penyuluhan tentang:

    a) Keadaan gangguan jiwa yang dapat diobati dengan baik.

    b) Kesulitan pasien menghadapi perubahan situasi kehidupan.

    c) Ejekan akan memperburuk sakit pasien dan sebaliknya penerimaan akan

    membantu penyembuhan dan pemulihan kembali seperti semula.

    h. Terapi dengan Obat Psiko-farmaka

    a. Gangguan psikotik

    Pengobatan gangguan psikotik menggunakan psikofarmaka yang

    tergolong anti-psikosis atau neuroleptik (Direktur Jenderal Bina Upaya

    Kesehatan, 2010:34).

    Table 2.1 Pengobatan Gangguan Psikotik

    Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:34.

    Gangguan psikotik akut dengan keadaan gaduh-gelisah:

    1) Injeksi Chlorpromazine: 50-100 mg (IM)

    2) Injeksi Haloperidol 5 mg (IM)

    Pada keadaan kronis dapat diberikan injeksi /suntikan anti psikotik yang

    bersifat long-acting, seperti:

    Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari

    Chlorpromazine Tablet (mg) 150-600

    Thioridazine

    HCL

    Tablet (mg) 150-600

    Trifluoperazine Tabet (mg) 10-15

    Fluphenazine Tablet (mg), Injeksi long acting 2,5-10

    Haloperidol Tablet (mg), Tetes (Liq), Injeksi (im),

    Injeksi long acting (Ampul)

    5-15

    Clozapine Tablet (mg) 25-100

    Olanzapine Tablet (mg) 5-10

    Risperidone Tablet (mg) 2-6

    Quetineptine Tablet (mg) 300-700

  • 12

    1) Flufenazine dekanoat dengan dosis 25 mg IM diberikan 2-4 minggu

    sekali

    2) Haloperidol dekanoat dengan dosis 10 mg IM diberikan 2-4 minggu

    sekali

    Bila terdapat gejala di bawah ini:

    1) Gejala depresi

    Berikan tambahan anti-depresi

    2) Gejala anxietas

    Berikan tambahan obat anxietas

    3) Gejala mania akut dapat diberikan tambahan:

    a) Lithium carbonate dengan dosis 400 mg 2 kali sehari

    b) Carbamazepine dengan dosis 400-800 mg/hari

    c) Haloperidol dengan dosis 4,5 – 15 mg/hari

    Efek samping sindrom ekstra piramidal biasanya diakibatkan oleh

    neuroleptik tipikal yang high potensi. Gejala gejalanya seperti:

    3) Distonia akut: kekuatan otot leher, mulut, wajah, dan daerah lidah (bicara

    pelo)

    4) Akatisia: gerakan ekstrematis bahwa yang tidak terkendali serta perasaan

    gelisah

    5) Pseudoparkinson: gerakan kaku seperti robot, tremor, otot wajah seperti

    tertarik

    4) Tardive diskinesia: gerakan involunter seperti mengunyah, menyeringai,

    tic facial.

    Diberikan obat parkinson: trihexyphenidyl: 4-15 mg/hari

    b. Gangguan Mood Episode Depresi

    Pengobatan gangguan mood episode depresi menggunakan obat

    psikofarmaka yang tergolong anti-depresi (Direktur Jenderal Bina Upaya

    Kesehatan, 2010:36).

    Tabel 2.2 Pengobatan Gangguan Mood Episode Depresi

    Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari

    Fluoxetine Tablet (mg) 10-40

    Fluvoxamine Tablet (mg) 50-100

  • 13

    Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari

    Setraline Tablet (mg) 50-100

    Paroxetine Tablet (mg) 20-40

    Citalopram Tablet (mg) 20-40

    Mirtazapine Tablet (mg) 15-45

    Impramine Tablet (mg) 75-150

    Amitryptiline Tablet (mg) 75-150

    Clomipramine Tablet (mg) 75-150

    Maproptiline Tablet (mg) 75-150

    Moclobemide Tablet (mg) 300-600

    Amoxapine Tablet (mg) 200-300

    Trazodone Tablet (mg) 100-200

    Tianeptine Tablet (mg) 25-50

    Mianserin Tablet (mg) 30-60

    Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:36

  • 14

    Penatalaksanaan gangguan depresi dapat dilihat pada gambar dibawah ini

    Sumber: Wells Barbara G, 2015

    Gambar 2.1 Algoritma Gagguan Depresi

    Pasien rawat jalan yang sehat dan tidak rumit tanpa kontraindikasi untuk spesifik

    kelas antidepresan

    SSRI (pilihan tergantung pada banyak faktor)

    Uji coba gagal karena

    tidak meresponl atau

    membatasi efek yang

    berlawanan

    Respon sebagian

    (setelah

    memaksimalkan

    dosis)

    Respon / remisi

    Pertahankan

    setidaknya

    selama 4-9

    bulan untuk

    kelanjutan, dan,

    jika perlu,

    12–36 bulan

    untuk

    pemeliharaan

    Pertimbangkan proses penyaringan darah

    (antidepresan non-SSRI,

    litium, tiroid hormon,

    antipsikotik atipikal) atau

    Beralih ke agen alternatif

    (Antidepresan SSRI atau

    non-SSRI)

    Uji coba

    gagal

    Respon sebagian (setelah

    memaksimal-

    kan dosis

    Tanggapan atau

    remisi

    Beralih ke

    alternative

    agen (non-

    SSRI

    antidepresan

    )

    Pertimbangkan

    proses

    penyaringan

    darah

    (non-SSRI

    antidepresan,

    litium, hormon

    tiroid, antipsiko

    atipikal

    Pertahankan

    setidaknya untuk

    4-9 bulan untuk

    kelanjutan, dan

    jika perlu, 12–36

    bulan untuk

    pemeliharaan

    Pastikan kepatuhan pengobatan

    Beralih ke

    alternative

    agen (non-

    SSRI

    antidepresan)

    Uji

    coba

    gagal

    Respon

    sebagian

    (setelah

    memaksimal-

    kan dosis

    Tanggapan atau remisi

    Beralih ke alternative

    agen (non-

    SSRI

    antidepres-

    an)

    Pertimbangkan Augmentasi

    (non-SSRI

    antidepresan,

    litium, hormon

    tiroid, antipsiko

    atipikal

    Pertahankan setidaknya

    untuk 4-9

    bulan untuk

    kelanjutan,

    dan jika

    perlu, 12–36

    bulan untuk

    pemelihara-

    an

  • 15

    c. Gangguan Mood Episode Mania

    Pengobatan gangguan mood episode mania menggunakan obat

    psikofarmaka yang tergolong anti-mania (Direktur Jenderal Bina Upaya

    Kesehatan, 2010:37).

    Table 2.3 Tabel Pengobatan Gangguan Mood Episode Mania

    Nama Generik Dosis/mg/hari

    Lithium Carbonate 600-2400

    Carbamazepin 400-800

    Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:37

    Apabila pasien belum pernah mendapatkan obat depresi maka berikan

    amitryptiline (obat depresi standart) dengan dosis pagi 12,5 mg, siang 12,5

    mg, dan malam 25 mg, selama 1 minggu. Dosis dinaikkan menjadi 25 mg 3

    kali sehari pada minggu berikutya. Dosis dapat dinaikan sampai mencapai

    dosis optimal 50 mg 3 kali sehari.

    Lama terapi dianjurkan sebagai berikut:

    1) Untuk kasus baru: sampai 2 bulan bebas gejala.

    2) Untuk kasus lama: sampai 6 bulan bebas gejala.

    Penghentian terapi harus dilakukan dengan pengurangan secara bertahap/

    gradual (tapering off)

  • 16

    Table 2.4 Algoritma Gangguan Mood Episode Mania

    Hipomania Mania Episode depresi ringan

    ke sedang

    Episode depresi

    berat

    1. Optimalkan mood

    stabilizer atau

    memulai

    pengobatan dengan

    penstabil mood

    seperti litium,

    valproate,

    karbamazepin, atau

    SGA

    2. Pertimbangkan

    untuk

    menambahkan

    benzodiazepine

    (lorazepam atau

    clonazepam) untuk

    jangka pendek

    pengobatan

    tambahan agitasi

    atau insomnia jika

    diperlukan

    3. Pengobatan

    pengobatan

    alternative Pilihan

    yaitu

    oxcarbazepine

    1. Kombinasi dua

    atau tiga obat

    (lithium,

    valproate, atau

    SGA) dengan

    benzodiazepine

    (lorazepam atau

    clonazepam) dan /

    atau antipsikotik

    untuk pengobatan

    tambahan jangka

    pendek

    2. Jangan gabungkan

    antipsikotik

    3. Pilihan

    pengobatan

    alternative yaitu

    karbamazepine.

    4. jika pasien tidak

    merespon atau

    mentoleransi,

    pertimbangkan

    oxcarbazepine

    1. memulai dan atau

    mengoptimalkan

    obat penstabil

    suasana hati seperti

    lithium atau

    quetiapine

    2. Antikonvulsan

    alternative seperti

    lamotrigin,

    valproate,

    antipsikotik:

    kombinasi fluoxetine

    / olanzapine

    1.mengoptimalkan

    penstabil mood

    atau memulai obat

    penstabil mood

    seperti lithium

    atau quetiapine

    2. Alternative

    fluoxetine /

    olanzapine

    kombinasi

    3. Jika psikosis ada,

    mulailah sebuah

    antipsikotik dalam

    kombinasi dengan

    di atas

    4. Jangan gabungkan

    antipsikotik

    5. Antikonvulsan

    alternative seperti

    lamotrigin,

    valproat

    Sumber: Wells Barbara G, 2015

    d. Gangguan Neurotik

  • 17

    Pengobatan gangguan neurotik menggunakan obat psikofarmaka yang

    tergolong anti-anxietas (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:38).

    Tabel 2.5 Tabel Pengobatan Gangguan Neurotik

    Nama Generik Kemasan Dosis/mg/hari

    Chlordiazepoxide Tablet (mg) 15-20

    Clobazam Tablet (mg) 30-60

    Diazepam Amp 10 mg/2ml, Rectal

    tube 5 mg/2,5ml, 10 mg/5

    ml

    10-30

    Lorazepam Tablet (mg) 2-6

    Alprazolam Tablet (mg) 1-6

    Hydroxyzine Tablet (mg) 75-400

    Buspirone Tablet (mg) 15-30

    Sumber: Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010:38

    Gangguan panik

  • 18

    Sumber: Wells Barbara G, 2015

    Gambar 2.2 Algoritma Gangguan Panik

    e. Gangguan Penggunaan Zat

    Apakah perawatan mendesak untuk

    pasienberfungsi dan tidak ada riwayat

    zat penyalahgunaan?

    ya tidak

    SSRI (A) atau

    venlafaxine

    (A)

    Benzodiazepin jangka pendek (2-

    4 minggu)dan SSRI(A)atau

    venlafaxine(A)

    Respon yang adekuat

    tidak

    Ganti dengan SSRI lain atau Venlafaxine (C)

    Respon yang adekuat

    tidak

    Ganti dengan antideresan C lain 1. SSRI lain 2. Venlafaxin

    3. imipramin

    Respon yang adekuat

    tidak

    Tambahkan Benzodiazepin atau gabapentin atau antipsikotik atipikal

    untuk anti depresan (D)

    Respon yang adekuat

    ya

    ya

    ya

    ya

    Lanjutkan

    terapi untuk

    12-24 bulan

    (A)

  • 19

    Terapi gangguan penggunaan zat diberikan bilamana terjadi atau timbul

    gejala putus zat/obat, sesudah pasien menghentikan penggunaan zat/obat

    tersebut. Disamping obat simptomatik sesuai dengan gejala yang ada biasanya

    diberikan juga obat psikosis dengan dosis kecil, seperti:

    1) Haloperidol: dosis 0,5 mg 3 kali sehari atau

    2) Chlorpromazine: dosis 25 mg 3 kali sehari atau

    3) Trifluoperazine: dosis 1 mg 3 kali sehari

    i. Penggolongan Obat Psikotropik

    a. Antipsikosis

    Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik,

    termasuk skizofrenia, gangguan skizo-afektif, demensia, dengan gejala

    psikosis, psikosis akibat obat, maupun gangguan bipolar. Ciri terpenting obat

    psikosis ialah (Sulistia dan Gunawan 2016:162):

    1) Berefek antipsikosis, terhadap gejala positif (halusinansi, delusi, bicara

    kacau, dan agitasi), dan secara terbatas juga memperbaiki gejala negatif

    (apatis, miskin idea/motivasi atau avoliation, dan miskin kata kata atau

    alogia).

    2) Batas keamanannya besar, dosis besar tidak menyebabkan koma yang

    dalam maupun anestesinya.

    3) Dapat menimbulkan menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang

    reversible atau ireversibel.

    Golongan obat psikosis antara lain:

    i. Gologan Klorpromazin dan Derivat Fenotiazin

    Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi

    dalam menghambat reseptor dopamine 2, hal inilah yang diperkirakan

    menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Golongan antipsikosis tipikal

    umumnya hanya berespons untuk gejala positif. Contoh obat golongan ini

    yaitu klorpromazin, derivate fenotiazin, haloperidol, dibenzoksazepin (Sulistia

    dan Gunawan 2016:162).

    ii. Golongan Dibenzodiazepin

  • 20

    Obat golongan dibenzodiazepin ini hampir tidak menimbulkan efek

    ekstrapiramidal. Contoh obat golongan ini yaitu klozapin, olanzapine,

    ziprasidone, quetiapine, aripiprazole, dan paliperidon (Sulistia dan Gunawan

    2016:166).

    b. Antiansietas

    Antiansietas berguna untuk pengobatan gangguan ansietas. Ansietas

    didefinisikan sebagai perasaan khawatir atau ketakutan yang berlebihan

    ditandai dengan gejala fisik seperti palpitasi, berkeringat dan tanda tanda

    stress lainnya. Gejala psikis berupa ketakutan, kecemasan, sulit tidur, dan sulit

    konsentrasi. Penggunaan antiansietas dosis tinggi dan jangka panjang dapat

    menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis (Sulistia dan Gunawan

    2016:169).

    Berikut golongan antiansietas:

    1) Golongan Benzodiazepin

    Benzodiazepine yang dianjurkan sebagai antiansietas adalah

    klordiazepoksid, diazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam, alprazolam, dan

    halozepam (Sulistia dan Gunawan 2016:169).

    2) Buspiron

    Buspiron merupakan contoh dari golongan azaspirodekanedion yang

    potensial berguna dalam pengobatan ansietas. Buspiron merupakan

    antiansietas efektif yang efek sedatifnya relative ringan. Diduga risiko

    timbulnya toleransi dan ketergantungan juga kecil. Obat ini tidak efektif pada

    gangguan panik. Efek antiansietas baru timbul setelah 10-15 hari dan bukan

    antiansietas untuk penggunaan akut. Tidak ada toleransi silang antara busporin

    dengan benzodiazepine sehingga kedua obat tidak dapat saling menggantikan

    (Sulistia dan Gunawan 2016:170).

    c. Antidepresi

    Antidepresi adalah obat untuk mengatasi depresi mental. Depresi

    didefinisikan sebagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan

    minat atau perasaan senang, adanya perasaan bersalah atau rendah diri,

    gangguan tidur atau penurunan selera makan, sulit konsentrasi atau kelemahan

    fisik. Gangguan ini dapat menjadi kronik atau kambuh dan mengganggu

  • 21

    aktivitas pasien. Pada keadaan terburuk dapat mencetuskan bunuh diri

    (Sulistia dan Gunawan 2016:171).

    Berikut golongan obat depresi:

    1) Golongan Antidepresi Trisiklik

    Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali

    neurotransmitter diotak. Dari beraneka jenis antidepresi trisiklik terdapat

    perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai

    neurotransmiter. Ada yang sangat sensitif terhadap norepinefrin, ada yang

    sensitive terhadap serotonin dan ada pula yang sensitif terhadap dopamine.

    Tidak jelas hubungan antara mekanisme penghambatan ambilan kembali

    katekolamin dengan efek antidepresinya. Contoh obat golongan ini adalah

    imipramine, amitriptilin, desipramin, nortriptilin, klomipramin, doksepin,

    opipramol, dan trimipramin (Sulistia dan Gunawan 2016:172).

    2) Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

    Golongan obat ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap kolinergik,

    adrenergic atau histaminergik, sehingga efek sampingnya lebih ringan. Tidak

    ada bukti kuat bahwa efektivitasnya lebih baik dari obat antidepresi terdahulu.

    Toleransi lebih banyak terjadi dengan obat antidepresi baru (Sulistia dan

    Gunawan 2016:173).

    Masa kerjanya panjang antara 15-24 jam, fluoksetin paling panjang 24-

    96 jam. Paroksetin dan fluoksetin dapat meningkatkan kadar antidepresi

    trisiklik berdasarkan hambatan enzim CYP (Sulistia dan Gunawan 2016:173).

    Obat ini merupakan golongan obat yang secara spesifik menghambat

    ambilan serotonin (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) obat yang

    termasuk golongan ini adalah fluoksetin, paroksetin, sertraline, fluvoksamin,

    sitalopram, dan S-sitalopram (Sulistia dan Gunawan 2016:173).

    d. Antimania (Mood Stabilize)

    Antimania atau mood stabilizer adalah obat yang kerjanya terutama

    mencegah naik turunnya mood pada pasien gangguan bipolar (sindrom manik-

    depresi) (Sulistia dan Gunawan 2016:177). Berikut golongan obat mania:

  • 22

    i. Golongan Litium

    Litium karbonat dikenal sebagai antimania, atau sebagai mood stabilizer

    karena kerjanya terutama mencegah naik turunya mood pada pasien dengan

    gangguan bipolar (manik-depresi). Obat lain yang belakangan juga diketahui

    efektif adalah karbamazepin, asam valproate dan antipsikosis atipikal

    olanzapine yang ternyata juga efektif sebagai antimania dan mood stabilizer

    (Sulistia dan Gunawan 2016:177).

    ii. Asam Valproat dan Karbamazepin

    Asam valproate ternyata menunjukan efek antimania. Efikasinya pada

    minggu pertama pengobatan seperti litium, tetapi asam valproate ternyata

    efektif untuk pasien yang gagal dengan terapi litium. Efek samping tersering

    adalah mual.

    Karbamazepin juga digunakan sebagai alternatif terapi gangguan bipolar

    maupun untuk terapi profilaksis. Obat ini yang sering dikombinasi dengan

    litium. Dosis yang digunakan sebagai mood stabilizer seperti dosis untuk

    antikonvulsi.

    e. Antimuskarinik

    Cara kerja obat ini yaitu yaitu dengan cara mengurangi efek kolinergik

    sentral yang berlebihan akibat adanya defisiensi dopamin. Obat antimuskarinik

    bermanfaat pada parkinsonisme yang diinduksi oleh obat, namun tidak

    digunakan pada parkinson yang idiopatik, karena obat ini kurang efektif

    dibandingkan obat dopaminorgik dan dapat menyebabkan kerusakan kognitif

    (Sulistia dan Gunawan 2016:188).

    B. Kepatuhan Minum Obat

    1. Pengertian Kepatuhan

    Patuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti suka

    menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan disiplin. Kepatuhan

    menurut Kozier (2010:123) adalah perilaku individu misalnya minum obat,

    mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup sesuai anjuran terapi

    dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tidak mengindahkan

    setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana.

  • 23

    Kepatuhan menurut Taylor (1991:49) adalah perilaku yang menunjukkan

    sejauh mana individu mengikuti anjuran yang berhubungan dengan kesehatan

    atau penyakit. Delameter (2006:71) mendefinisikan kepatuhan sebagai upaya

    keterlibatan aktif, sadar dan kolaboratif dari pasien terhadap perilaku yang

    mendukung kesembuhan.

    2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

    faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut (Kozier,

    2010:132):

    a. Motivasi klien untuk sembuh

    b. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

    c. Persepsi keparahan masalah kesehatan

    d. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit

    e. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus

    f. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi

    g. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak

    membantu

    h. Kerumitan, efek samping yang diajukan

    i. Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan

    j. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan

    layanan kesehatan.

    3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

    Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan

    menjadi empat bagian (Neil, 2000:93):

    a. Pemahaman Tentang Instruksi

    b. Kualitas Interaksi

    c. Isolasi Sosial dan Keluarga

    d. Keyakinan, Sikap dan Keluarga

    4. Cara-cara Mengurangi Ketidakpatuhan

    Dinicola dan Dimatteo (dalam Neil, 2000:98) mengusulkan rencana

    untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain:

    a. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri

    b. Perilaku sehat

  • 24

    c. Dukungan sosial

    5. Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan

    Strategi yang dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain

    (Smet, 1994:195):

    a. Segi Penderita

    1) Meningkatkan kontrol diri

    2) Meningkatkan efikasi diri

    3) Mencari informasi tentang pengobatan

    4) Meningkatkan monitoring diri

    b. Segi Tenaga Medis

    1) Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter

    2) Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan

    cara pengobatannya

    3) Memberikan dukungan social

    4) Pendekatan perilaku

    c. Aspek-aspek Kepatuhan Pengobatan

    Adapun aspek-aspek kepatuhan pengobatan sebagaimana yang telah

    dikemukakan oleh Delameter (2006:61) adalah sebagai berikut:

    1) Pilihan dan tujuan pengaturan.

    2) Perencanaan pengobatan dan perawatan.

    3) Pelaksanaan aturan hidup.

    C. Rumah Sakit Jiwa

    1. Pengertian Rumah Sakit

    Pengertian Rumah Sakit menurut surat keputusan menteri kesehatan

    Republik Indonesia No. 031/Birhub/1972 adalah Suatu komplek atau rumah

    atau ruangan yang dipergunakan untuk menampung dan merawat orang sakit,

    kamar-kamar orang sakit yang berada dalam suatu perumahan khusus, seperti

    Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus.

    Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan

    rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah

    diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A, B, C, D dan E. Rumah sakit kelas E

    merupakan rumah sakit khusus (Special Hospital) yang menyelenggaraan

  • 25

    hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E

    yang didirikan pemerintah, misal Rumah Skait Jiwa, Rumah Sakit Kusta,

    Rumah Sakit Paru-paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Ibu dan Anak.

    2. Maksud Rumah Sakit Jiwa

    Maksud Rumah Sakit Jiwa adalah memberikan pelayanan dibidang

    kesehatan jiwa, bagi penderita gangguan jiwa, dengan berpegang pada prinsip

    Tri Upaya Bina Jiwa, yang terdiri dari beberapa usaha sebagai berikut

    (Departemen Kesehatan, 2014:14):

    a) Usaha Preventif

    Usaha preventif adalah usaha memberikan penyuluhan dan pencegahan

    terjadinya gangguan jiwa.

    b) Usaha Kuratif

    Usaha kuratif adalah usaha perawatan dan penyembuhan pasien sakit

    jiwa

    c) Usaha Rehabilitasi

    Usaha rehabilitasi adalah usaha memberi keterampilan untuk kembali

    kemasyarakat, sehingga menjadi insan yang produktif.

    3. Fungsi dan Tujuan Rumah Sakit Jiwa

    Fungsi Rumah Sakit jiwa berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI

    No.135/Menkes/SK/IV/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja rumah

    sakit jiwa adalah:

    a) Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pencegahan

    b) Melaksanakan usaha kesehatan jiwa pemulihan

    c) Melaksanakan usaha kesehatan jiwa rehabilitasi

    d) Melaksanakan usaha kesehatan jiwa kemasyarakatan

    e) Melaksanakan sistem rujukan (sistem Renefal)

    Tujuan dari Rumah Sakit Jiwa:

    a) Mencegah terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat (promosi prefentif)

    b) Menyembuhkan penderita gangguan jiwa dengan usaha-usaha

    penyembuhan optimal

    c) Rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa

  • 26

    D. Rekam Medis

    Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

    identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang

    telah diberikan kepada pasien. isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada

    sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat (Kemenkes RI,

    No.269/2008):

    1. Identitas pasien

    2. Tanggal dan waktu

    3. Hasil anamnesis yang mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan

    riwayat penyakit

    4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik

    5. Diagnosis

    6. Rencana penatalaksanaan

    7. Pengobatan dan/atau tindakan

    8. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

    9. Pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik

    10. Persetujuan tindakan bila diperlukan

    Pemanfaatan rekam medis menurut Kemenkes RI, No.269 Tahun 2008

    dapat dipakai sebagai:

    1. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien

    2. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran, dan

    kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.

    3. Keperluan pendidikan dan penelitian.

    4. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan

    5. Data statistik kesehatan.

    Pemanfaatan rekam medis pasien harus mendapat persetujuan secara

    tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.

    Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak

    diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara

    (Permenkes RI, No.269 Tahun 2008).

  • 27

    E. Kerangka Teori

    Sumber: (Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2010)

    Gambar 2.3 Kerangka Teori

    Gangguan jiwa

    Penatalaksanaan

    Terapi dengan obat psikofarmaka

    Psikoterapi suportif atau psikoterapi singkat

    Anti Psikosis

    Anti Depresi

    Anti Mania

    Anti Anxietas

    Kepatuhan Minum

    Obat

    Faktor sosio

    demografi

    - jenis kelamin

    - usia - tingkat

    pendidikan,

    - status pernikahan

    - penghasilan - pekerjaan

    Faktor Klinis

    - jenis penyakit

    gangguan

    jiwa - jumlah jenis

    obat - golongan

    obat - penyakit

    penyerta

    Golongan

    klorpromazin

    dan derivat

    fenotiazin

    Golongan

    dibenzo-

    diazepin

    Golongan

    trisiklik

    Golongan SSRI

    golongan

    litium

    Golongan

    asam valproat

    Golongan

    benzo-

    diazepin

    Golongan

    Buspiron

  • 28

    F. Kerangka Konsep

    Gambar 2.4 Kerangka Konsep

    Gambaran kepatuhan minum obat

    pasien Gangguan Jiwa di Rumah

    Sakit Jiwa Provinsi Lampung

    1. Persentase karakteristik sosio demografi (jenis kelamin, usia,

    tingkat pendidikan, status

    pernikahan, penghasilan, dan

    pekerjaan) pasien gangguan jiwa

    2. Persentase karakteristik klinis (jenis penyakit gangguan jiwa,

    jumlah item obat, golongan

    obat dan penyakit penyerta) pasien gangguan jiwa

    3. Persentase kepatuhan minum obat berdasarkan karakteristik

    sosio demografi pasien

    gangguan jiwa

    4. Persentase kepatuhan minum obat berdasarkan karakteristik

    klinis pasien gangguan jiwa

  • 29

    G. Definisi Operasional

    Tabel 2.6 Definisi Operasional

    No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

    Ukur

    1. Kepatuhan

    Minum Obat

    Menggambar-

    kan

    bagaimana

    pasien

    mengikuti

    petunjuk dan

    rekomendasi

    terapi dari

    perawat atau

    dokter (Gajski

    & Karlovic,

    2008)

    Mengisi

    kolom

    kepatuh-an

    minum

    obat pada

    lembar

    kuesioner

    Mengisi

    kolom

    kepatuhan

    minum

    obat pada

    lembar

    kuesioner

    1 = Patuh

    2 = Tidak patuh

    Nominal

    2. Karakteristik

    Sosio-

    Demografi

    a. Usia/umur

    b. Jenis

    kelamin

    c. Tingkat

    pendidikan

    Umur

    responden

    yang dihitung

    dari tahun saat

    penelitian

    dikurangi

    tahun lahir

    responden

    (Kementrian

    Kesehatan,

    2018)

    Sifat jasmani

    atau rohani

    yang

    membedakan

    dua makhluk

    sebagai betina

    dan jantan

    atau wanita

    dan pria

    (KBBI)

    Jenjang yang

    ditempuh

    responden

    sampai dengan

    mendapatkan

    ijazah

    (Kementrian

    Kesehatan,

    2018)

    Mengisi

    kolom usia

    pada

    lembar

    kuesioner

    Mengisi

    kolom

    jenis

    kelamin

    pada

    lembar

    kuesioner

    Mengisi

    kolom

    tingkat

    pendidik-

    an pada

    lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    1=5-25 tahun

    2=26-45 tahun

    3= 46-65 tahun

    4= >65

    1= Laki-laki

    2=Perempuan

    1= Tidak sekolah

    2= SD

    3= SMP

    4= SMA

    5= Sarjana

    Skala

    Nominal

    Ordinal

  • 30

    d. Pekerjaan

    e. Status

    pernikahan

    f. Penghasil-an/

    pendapat-

    an

    Cara mencari

    nafkah untuk

    memenuhi

    kebutuhan

    dirinya dan

    keluarganya

    (Kementrian

    Kesehatan,

    2018)

    Ikatan lahir

    batin antara

    seseorang pria

    dan seseorang

    wanita sebagai

    suami isteri

    dengan tujuan

    membentuk

    keluarga

    (rumah

    tangga) yang

    bahagia dan

    kekal

    berdasarkan

    ketuhanan

    yang maha esa

    (UU

    Pernikahan

    1974)

    Uang yang

    diterima oleh

    seseorang

    dalam bentuk

    gaji, upah,

    sewa, bunga,

    dan laba

    termasuk juga

    beragam

    tunjangan,

    seperti

    kesehatan dan

    pesion

    (Reksoprayitn

    o, 2009)

    Mengisi

    kolom

    pekerjaan

    pada

    lembar

    kuesioner

    Mengisi

    kolom

    Mengisi

    kolom

    status

    pernikah-

    an pada

    lembar

    kuesioner

    Mengisi

    kolom

    penghasil-

    an pada

    lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    Lembar

    Kuisioner

    1= Tidak

    bekerja

    2= Bekerja

    1=Belum menikah

    2=Sudah Menikah

    1= tidak memiliki

    penghasilan

    2= < 2,5 juta per

    bulan

    3 = 2,5juta - 5 juta

    per bulan

    4 = >5 juta per bulan

    Nominal

    Nominal

    Skala

  • 31

    3

    . Karakteristik

    Klinis

    a. Jenis

    penyakit

    gangguan

    jiwa

    b. Penyakit

    penyerta

    c.Jumlah item

    obat

    d. Golongan Obat

    Penggolongan

    -penyakit

    berdasarkan

    ciri yang khas

    dari perilaku

    dan diagnosa

    pasien

    Penyakit lain

    selain

    gangguan jiwa

    yang dialami

    pasien

    gangguan jiwa

    Jumlah obat

    yang harus

    diminum

    pasien untuk

    jangka waktu

    yang

    ditentukan

    dokter

    Penggolonga

    obat gangguan

    jiwa

    berdasarkan

    mekanisme

    kerja yang

    digunakan

    pasien

    gangguan jiwa

    Observasi

    dokumen

    rekam

    medik

    Observasi

    dokumen

    rekam

    medik

    Observasi

    dokumen

    rekam

    medik

    Observasi

    dokumen

    rekam

    medik

    Lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    Lembar

    kuesioner

    1= Gangguan

    Mental

    Organik

    2= Depresi

    3= Skizofrenia

    4= Retardasi

    Mental

    1= Ada

    2= Tidak ada

    1= ≤5

    2= >5

    1= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    dibenzodiazepin,

    antimuskarinik

    2=kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin, SSRI,

    asam valproate,

    antimuskarinik

    3= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    dibenzodiazepin,

    asam valproate

    4= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin, vitamin

    5= dibenzodiazepin,

    SSRI,

    antimuskarinik

    6= dibenzodiazepin,

    vitamin,

    Nominal

    Nominal

    Nominal

    Nominal

  • 32

    antimuskarinik

    7= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    benzodiazepin,

    antimuskarinik

    8= dibenzodiazepin,

    benzodiazepin,

    antimuskarinik

    9= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    dibenzodiazepin,

    SSRI,

    antimuskarinik

    10= dibenzodiazepin,

    asam valproate,

    antimuskarinik

    11= dibenzodiazepin,

    benzodiazepin,

    SSRI, vitamin,

    antimuskarinik

    12= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    dibenzodiazepin,

    vitamin,

    antimuskarinik

    13= dibenzodiazepin,

    benzodiazepin,

    asam valproate,

    antimuskarinik

    14= SSRI,

    antimuskarinik

    15= dibenzodiazepin,

    antimuskarinik

    16= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    antimuskarinik

    17= dibenzodiazepin,

    SSRI

    18= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin, SSRI,

    antimuskarinik

    19= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    trisiklik, SSRI,

    antimuskarinik

  • 33

    20= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,

    dibenzodiazepin,

    asam valproate,

    antimuskarinik

    21= benzodiazepin,

    trisiklik, vitamin

    22= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin, asam

    valproate,

    antimuskarinik

    23=benzodiazepin,

    SSRI,

    antiuskarinik

    24= SSRI; 25=

    dibenzodiazepin,

    lithium, asam

    valproate

    26= kombinasi

    klorpromazine dan

    derivate

    fenotiazin,dibenzo

    diazepin, SSRI,

    asam valproate,

    antimuskarinik

    27= benzodiazepin,

    SSRI

    28= dibenzodiazepin,

    SSRI, vitamin,

    antimuskarinik

    29= SSRI, vitamin,

    antimuskarinik.