bab ii tinjauan pustaka a. pengertian mengenai...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mengenai Perlindungan Hukum
Pengertian perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah
perbuatan (hal dan sebagainya) melindungi; pertolongan (penjagaan dan
sebagainya).1 Sedangkan pengertian hukum menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia adalah peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang
dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak.2
Menurut E. Utrecht, pengertian hukum adalah himpunan petunjuk-
petunjuk hidup tata tertib suatu masyarakat dan seharusnya ditati oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan.3 Memahami hukum sebagai norma berarti juga
memahami hukum sebagai sesuatu yang seharusnya (das Sollen). Memahami
hukum sebagai das Sollen berarti juga menginsyafi bahwa hukum merupakan
bagian dari kehidupan kita yang berfungsi sebagai pedoman yang harus diikuti
dengan maksud supaya kehidupan kita diatur sedemikian rupa sehingga hak-hak
dan kewajiban-kewajiban orang dibagi sebagaimana mestinya.4
Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan satu sama
lain. Berkaitan dengan itu, hukum harus mampu mengintegrasikannya sehingga
1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999,
hal. 600. 2 Ibid, hal 363. 3 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hal. 35. 4 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Gajahmada University Press,
2009, hal. 45.
1
benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan sekecil-kecilnya. Dimana
perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, dalam suatu lalu lintas
kepentingan, hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan pihak
lain. Untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang
mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan
hukum. Menurut pendapat Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta tentang fungsi
hukum untuk memberi perlindungan adalah bahwa hukum itu ditumbuhkan dan
dibutuhkan manusia justru berdasarkan produk penilaian manusia untuk
menciptakan kondisi yang melindungi dan memajukan martabat manusia serta
untuk memungkinkan manusia menjalani kehidupan yang wajar sesuai dengan
martabatnya.5
Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan
menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,
ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu
dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam
sebuah hak hukum.6 Menurut Roscoe Pound dalam teori mengenai kepentingan
(Theory of interest), terdapat 3 (tiga) penggolongan kepentingan yang harus
dilindungi oleh hukum, yaitu pertama; menyangkut kepentingan pribadi
(individual interest), kedua; yang menyangkut kepentingan masyarakat (sosial
interest), dan ketiga; menyangkut kepentingan umum (publik interest).7
5 Lili Rasjidi dan B Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 1994, hal. 64. 6 Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, Jakarta: Penerbit Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008. hal.373. 7 Marmi Emmy Mustafa, Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten di
Indonesia Dikatikan Dengan TRiPs-WTO, Bandung: PT. Alumni, 2007, hal. 58.
2
Kepentingan individu (individu interest) ini terdiri dari kepentingan pribadi,
sedangkan kepentingan kemasyarakatan (sosial interst) terdiri dari keamanan
sosial, keamanan atas lembaga-lembaga sosial, kesusilaan umum, perlindungan
atas sumber-sumber sosial dari kepunahan, perkembangan sosial, dan kehidupan
manusia. Adapun kepentingan publik (publik interst) berupa kepentingan negara
dalam bertindak sebagai representasi dari kepentingan masyarakat.8
Dalam penelitian ini, perlindungan hukum diberi batasan sebagai suatu
upaya yang dilakukan di bidang hukum dengan maksud dan tujuan memberikan
jaminan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual hasil karya cipta
khususnya di bidang folklore demi mewujudkan kepastian hukum. Terkait dengan
masalah perlindungan terhadap hasil karya seni termasuk kesenian tradisional,
hukum baik nasional maupun internasional telah memberikan perlindungan
melalui peraturan-peraturan atau hukum yang berlaku.
B. Pengertian Tentang Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual adalah padanan kata yang digunakan untuk
Intellectual Property Rights, yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang
menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya
HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas
intelektual. Objek yang diatur dalam Hak Kekayaan Intelektual adalah karya-
karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Hak untuk
menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual muncul dari
8 Ibid.
3
hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku Hak Kekayaan
Intelektual (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan
sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitasnya) dan agar orang lain terpacu
untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi.9
Hak Kekayaan Intelektual pada hakikatnya merupakan suatu hak dengan
karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara.
Negara berdasarkan ketentuan Undang-undang, memberikan hak khusus tersebut
kepada yang berhak sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi.10
Hak kekayaan di sini menyangkut pengertian “pemilikan” (ownership)
yang menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya selalu terkait dengan
“pemilik” (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki (something owned). Secara
luas konsep “kepemilikan” dan “kekayaan” apabila dikaitkan dengan “hak”, maka
ditinjau dari segi hukum, dikenal hak yang menyangkut kepemilikan dan hak yang
menyangkut kebendaan. Pada dasarnya hak kebendaan meliputi juga hak
kepemilikan karena kepemilikan senantiasa berhubungan dengan benda tertentu
baik secara materiil maupun immaterial. Menurut W.R. Cornish, “hak milik
intelektual melindungi pemakaian idea dan informasi yang mempunyai nilai
komersiil atau nilai ekonomi”.11
Pemilikannya tidak berupa hasil kemampuan
intelektual manusianya yang baru berupa idea tertentu. Hak milik intelektual ini
baru ada, bila kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu yang
dapat dilihat, didengar, dibaca, maupun digunakan secara praktis.
9 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Op.cit, hal. 3. 10 Sentosa Sembiring, Op.cit, hal. 13. 11 W. R. Cornish, Intellectual Property dalam Etty Susilowati, Kontrak Alih Teknologi
pada Industri Manufaktur, Yogyakarta : Genta Press, 2007, hal. 106.
4
Hak dalam Hak Kekayaan Intelektual merupakan Hak Ekonomi (economic
rights). Hak Ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas
kekayaan intelektual. Dikatakan Hak Ekonomi karena Hak Kekayaan Intelektual
adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak Ekonomi tersebut berupa
keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain
berdasarkan lisensi. Hak Ekonomi itu diperhitungkan karena Hak Kekayaan
Intelektual dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian
atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan. Dengan kata lain, Hak
Kekayaan Intelektual adalah objek perdagangan.12
Konsep HKI meliputi:13
a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat
tetap dan eksklusif.
b. Hak yang diperoleh pihak lain atas ijin dari pemilik dan bersifat sementara.
Untuk mengetahui ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual maka harus
diketahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis benda. Terdapat tiga jenis benda
yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu:14
a. Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan
telekomunikasi dan informasi dan sebagainya.
b. Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko dan pabrik.
c. Benda tidak berwujud seperti paten, merek, dan hak cipta.
Hak Kekayaan Intelektual secara garis besar terdiri atas:15
12 Muhammad Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 23. 13 Ibid, hal. 1. 14 Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung: PT.
Citra Aditya Bhakti, 2000, hal. 77.
5
1. Hak Cipta (Copy Rights)
Hak Cipta menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima
hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ciptaan yang dilindungi dalam hak cipta adalah hasil setiap karya
pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,
seni, atau sastra. Ciptaan yang dilindungi diatur di dalam Pasal 12 Undang-
Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu:
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
15 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Op.cit, hal. 3.
6
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Right)
Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Right) terdiri atas:
a. Paten (Patent)
Paten menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
b. Desain Industri (Industrial Design)
Desain Industri menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi
atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
c. Rahasia Dagang (Trade Secret)
7
Definisi Rahasia Dagang menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.
30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak
diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai
nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
d. Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
Definisi Perlindungan Varietas Tanaman Perlindungan Varietas
Tanaman menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 29 Tahun 2000
tentang Perlindungan Varietas Tanaman adalah perlindungan khusus
yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan
pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman,
terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman
melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pemegang Hak Perlindungan
Varietas Tanaman memiliki hak untuk mengunakan dan memberikan
persetujuan lepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan
varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi.
Hak Pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman meliputi:
1. memproduksi atau memperbanyak benih;
2. menyiapkan untuk tujuan propagasi;
3. mengiklankan ;
4. menawarkan;
5. menjual atau memperdagangkan;
6. mengekspor;
8
7. mengimpor;
8. mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a
sampai dengan g (Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No. 29 Tahun
2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman).
e. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
Definisi Sirkuit Terpadu menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.
32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah suatu
produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat
berbagai eleven dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut
adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan
serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor
yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. Definisi
Desain Tata Letak menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 32
Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah kreasi
berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen,
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta
sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan
peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan
Sirkuit Terpadu.
f. Merek (Trademark)
Merek menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
9
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Merek sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek meliputi Merek
Dagang dan Merek Jasa. Merek Dagang adalah merek yang digunakan
pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dari barang-barang
sejenis lainnya. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan dari jasa-jasa sejenis
lainnya.
C. Tinjauan Mengenai Perlindungan Hukum Atas Hak Kekayaan
Intelektual
Prinsip utama dari Hak Kekayaan Intelektual adalah bahwa hasil kreasi
dari pekerjaan dengan memakai kemampuan intelektual maka individu yang
menghasilkannya memperoleh hak kepemilikkan berupa Hak Alamiah (natural
right). Dengan demikian berdasarkan prinsip ini terdapat sifat eksklusif bagi
pencipta. Namun, pada tingkatan paling tinggi dari hubungan kepemilikan, hukum
bertindak lebih jauh dan menjamin perlindungan bagi setiap manusia terhadap
penguasaan dan penikmatan eksklusif atas benda atau ciptaannya tersebut dengan
bantuan negara. Jaminan terpeliharanya kepentingan perorangan dan kepentingan
masyarakat tercermin dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual sebagai cara untuk
menyeimbangkan kepentingan antara peranan pribadi individu dengan
10
kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Kekayaan Intelektual didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:16
1. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)
Berdasarkan prinsip ini maka pencipta sebuah karya atau orang lain yang
bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya dianggap wajar
menerima imbalan.
2. Prinsip Ekonomi (the economic argument)
Dalam prinsip ini suatu kepemilikan adalah wajar karena sifat ekonomis
manusia yang menjadikan hal itu satu keharusan untuk menunjang
kehidupannya di dalam masyarakat.
3. Prinsip Kebudayaan (the culture argument)
Pada hakikatnya karya manusia bertujuan untuk memungkinkan hidup dan
selanjutnya dari karya itu akan timbul pula suatu gerak hidup yang harus
menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan demikian pertumbuhan dan
perkembangan karya manusia sangat besar artinya bagi peningkatan taraf
kehidupan, peradaban, dan martabat manusia.
4. Prinsip Sosial (the social argument)
Pemberian hak oleh hukum tidak boleh diberikan semata-mata untuk
memenuhi kepentingan perseorangan, akan tetapi harus memenuhi
kepentingan seluruh masyarakat.
Pasal 27 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menetapkan
bahwa:
16 Andriana Krisnawati dan Ghazalba Shaleh, Perlindungan Hukum Varietas Baru
Tanaman dalam Perspektif Hak Paten dan Hak Pemulia, Jakarta: Penerbit: Radja Grafindo
Persada, 2004, hal. 13-14.
11
“Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapat
perlindungan atas kepentingan-kepentingan moral dan material yang
merupakan hasil dari ciptaannya dibidang ilmu pengetahuan, sastra dan
seni”.17
Melalui pengakuan secara universal tersebut, maka sudah tidak diragukan
lagi bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan
mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan 3 (tiga) macam konsepsi, yang
menimbulkan kebutuhan adanya pembangunan hukum dalam Hak Kekayaan
Intelektual, yaitu:18
1. Konsepsi Kekayaan;
2. Konsepsi Hak;
3. Konsepsi Perlindungan Hukum.
Hak Kekayaan Intelektual senantiasa terkait dengan persoalan
perekonomian suatu negara. Pada negara-negara maju, kesadaran akan manfaat
Hak Kekayaan Intelektual dari sudut ekonomi telah tertanam dengan kuat.
Beberapa studi ekonomi yang dilakukan di negara-negara maju membuktikan
produk yang dilindungi dengan Hak Kekayaan Intelektual mampu meningkatkan
pendapatan nasional suatu negara serta menambah angka angkatan kerja
nasional.19
Manfaat ekonomi yang demikian besar dari Hak Kekayaan Intelektual
menjadikan suatu negara dapat peka terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum
Hak Kekayaan Intelektual oleh negara lain.20
Bahkan tidak mustahil akan timbul
17 Lihat Pasal 27 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. 18 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-
Undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 18. 19 Ibid, hal 2. 20 Ibid.
12
berbagai ketegangan dalam hubungan Internasional apabila terjadi pelanggaran-
pelanggaran semacam itu.
Dalam UU Hak Kekayaan Intelektual, hanya UU Hak Cipta yang
menerapkan batasan pidana minimum dan maksimum sekaligus, baik pada pidana
penjara maupun denda. Sedangkan dalam UU Hak Kekayaan Intelektual yang lain
hanya dikenakan batas pidana maksimum pada pidana penjara maupun pidana
denda. Aspek-aspek pidana dalam UU Terkait Hak Kekayaan Intelektual dapat
dilihat dalam Tabel 1.
32
Tabel 1
Pidana Dalam UU Terkait Hak Kekayaan Intelektual
No Aspek
Pidana
UU Hak
Cipta
UU Perlindungan
Varietas
Tanaman
UU Rahasia
Dagang
UU Desain
Industri
UU Desain Tata
Letak Sirkuit
Terpadu
UU Paten UU Merek
1 Penyidikan BAB XII
Pasal 72
BAB X
Pasal 69
BAB VIII
Pasal 16
BAB X
Pasal 53
BAB VIII
Pasal 41
BAB XIV
Pasal 129
BAB XIII
Pasal 94
2 Ketentuan
Pidana
BAB XIII
Pasal 72
BAB XI
Pasal 70-Pasal 75
BAB IX
Pasal 17
BAB XI
Pasal 54
BAB IX
Pasal 42
BAB XV
Pasal 130-
Pasal135
BAB XIV
Pasal 90-Pasal
95
3 Batas
Minimum
Penjara
1 bulan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
4 Batas
Maksimal
Penjara
7 tahun 5 tahun 2 tahun 4 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun
5 Batas
Minimum
Denda
1 Milyar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
6 Batas
Maksimum
Denda
5 Milyar 1 Milyar 300 juta 300 juta 300 juta 500 juta 1 Milyar
Sumber: UU Terkait Hak Kekayaan Intelektual.
33
D. Tinjauan Mengenai Hak Cipta
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah “Hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.21
Di dalam
penjelasan umum Pasal 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta menyebutkan bahwa suatu karya cipta harus memiliki bentuk yang khas dan
menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan
kreatifitasnya yang bersifat pribadi.22
Dalam bentuk yang khas, artinya karya
tersebut harus telah selesai diwujudkan dalam bentuk yang nyata, sehingga dapat
dilihat, didengar, atau dibaca.
Sementara itu menurut Patricia Loughlan, Hak Cipta merupakan bentuk
kepemilikan yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi
penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi intelektual, sebagaimana kreasi yang
ditetapkan dalam kategori Hak Cipta, yaitu kesusastraan, drama, musik dan
pekerjaan seni serta rekaman suara, film, radio, dan siaran televisi, serta karya
tulis yang diperbanyak melalui penerbitan.23
Sedangkan menurut M. Anwar
Ibrahim, bahwa Hak Cipta adalah merupakan semua hasil ciptaan manusia dalam
bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan, maka hak milik tersebut sudah
21 Lihat Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. 22 Lihat Penjelasan Umum Pasal 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta. 23 Afrillyanna Purba, dkk, TRIP's-WTO dan Hukum HKI Indonesia (Kajian Perlindungan
Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia), Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2005, hal 1.
34
sewajarnya apabila negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam
ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikir.24
Berbeda dengan hak kekayaan perindustrian pada umumnya, dalam Hak
Cipta terkandung Hak Ekonomi (economic right) dan Hak Moral (moral right)
dari pemegang Hak Cipta. Ada 8 (delapan) jenis hak ekonomi yang melekat pada
Hak Cipta, yaitu:25
1. Hak Reproduksi (reproduction right), yaitu hak untuk menggandakan
ciptaan atau di dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
menggunakan istilah perbanyakan;
2. Hak Adaptasi (adaptation right), yaitu hak untuk mengadakan adaptasi
terhadap hak cipta yang sudah ada. Hak ini diatur dalam Bern Convention.
3. Hak Distribusi (distribution right), yaitu hak untuk menyebarkan kepada
masyarakat setiap hasil ciptaan dalam bentuk penjualan atau penyewaan.
Dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, hak ini
dimasukkan dalam kategori hak mengumumkan.
4. Hak Pertunjukan (performance right), yaitu hak untuk mengungkapkan
karya seni dalam bentuk pertunjukan atau penampilan oleh pemusik,
dramawan, seniman dan peragawati. Hak ini diatur dalam Bern
Convention.
5. Hak Penyiaran (broadcasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan
melalui transmisi dan transmisi ulang. Dalam Undang- Undang No. 19
Tahun 2002, hak ini dimasukkan dalam hak mengumumkan;
24 Ibid, hal 2. 25 Ibid, hal. 20.
35
6. Hak Program Kabel (cablecasting right), yaitu hak untuk menyiarkan
ciptaan melalui kabel. Hak ini hampir sama dengan hak penyiaran, tetapi
tidak melalui transmisi melainkan melalui kabel;
7. Droit de suit, yaitu hak tambahan pencipta yang bersifat kebendaan;
8. Hak Pinjaman Masyarakat (public lending right), yaitu hak pencipta atas
pembayaran ciptaan yang tersimpan di perpustakaan umum yang dipinjam
oleh masyarakat. Hak ini berlaku di Inggris dan diatur dalam Public
Lending Right Act 1979 dan The Public Lending Right Scheme 1982.
Sedangkan yang dimaksud dengan Hak Moral (moral right) adalah hak
yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus dengan alasan apapun, sekalipun dalam hal hak cipta atau hak terkait
telah dialihkan. Hak Moral melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta
yang menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan
integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta. Hak Moral tidak dapat dipisahkan
dari pencipta karena bersifat pribadi dan kekal, artinya bahwa hak moral melekat
pada pencipta selama hidupnya bahkan setelah meninggal dunia.26
Termasuk dalam Hak Moral adalah sebagai berikut:27
1. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta untuk tetap
mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan tanpa persetujuan
pencipta atau ahli warisnya;
26 Ibid, hal 21. 27 Ibid.
36
3. Hak pencipta untuk mengadakan perubahan pada ciptaan sesuai dengan
tuntutan perkembangan dan kepatutan masyarakat.
Di dalam Hak Cipta terkandung prinsip-prinsip sebagai berikut:28
1. Bahwa yang dilindungi oleh Hak Cipta adalah ide yang telah berwujud
atau bentuk ekspresi dari ide dan bersifat asli (orisinil). Dari prinsip ini
terkandung beberapa prinsip lainnya yaitu :
a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat
menikmati hak-hak yang diberikan oleh Undang-undang;
b. Suatu ciptaan mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan
diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain;
c. Hak Cipta adalah hak yang bersifat khusus, maka tidak ada orang lain
yang boleh menikmati hak tersebut kecuali dengan ijin dari pencipta.
2. Hak Cipta muncul secara otomatis atau muncul dengan sendirinya;
3. Suatu ciptaan tidak selalu perlu untuk diumumkan untuk memperoleh Hak
Cipta;
4. Hak Cipta atas suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui oleh
hukum (legal right) yang harus dipisahkan atau dibedakan dari
penguasaan secara fisik suatu ciptaan;
5. Hak Cipta bukan hak mutlak (absolut).
Dalam kaitannya dengan upaya memberikan perlindungan hukum
terhadap karya-karya atau ciptaan yang lahir dari intelektual manusia yang
termasuk di dalamnya folklore, maka sistem perundang-undangan hak cipta di
28 Ibid, hal 22.
37
semua negara mempunyai fungsi perlindungan terhadap hak cipta adalah yang
menjadi tujuan utama dengan meratifikasi berbagai perjanjian internasional yang
berkaitan dengan perlindungan hak cipta.
E. Tinjauan Mengenai Folklore
Pemakaian istilah folklore pada awalnya dipandang oleh sebagian orang
memiliki konotasi negatif, menggambarkan sesuatu kreasi yang rendah. Guna
menghilangkan citra negatif tersebut diperlukan suatu pengertian yang tepat.
Maka dari itu, dikembangkan suatu pengertian folklore yang baru sebagai hasil
elaborasi dan resultante dari beberapa pengertian yang berkembang sehingga
pengertiannya dapat diterima luas dan pantas sesuai dengan maksudnya serta
relevan dengan perjanjian internasional. Dengan harapan seperti itu maka folklore
mengandung pengertian tidak semata terfokus pada hal artistik kesusasteraan serta
seni pertunjukan, namun sangat luas cakupannya meliputi semua aspek
kebudayaan. Salah satu definisi yang dapat memenuhi harapan seperti itu,
sebagaimana tertuang dalam pengertian folklore di bawah ini:29
“Folklore (in the broader sense, traditional and popular folk culture) is a
group-oriented and tradition-based creation of groups or individuals
reflecting the expectations or the community as an adequate axpression of
its cultural and social identity; its standarts are transmitted orally, by
imitation or by other means. Its forms include, among others, language,
literature, music, dance, games, mythology, rituals customs handicrafts,
architecture, and other arts.”
29 Michael Blakeney, Intellectual Property in the Dreamtime-Protecting the Cultural
Creativity of Indigenous Peoples, London: Queen Mary Intellectual Property Research Institute,
Quenn Mary and Westfield College, 1999, hal. 1, http://www.oiprc.ox.ac.uk/EJWP1199.html,
diakses pada tanggal 7April 2012.
38
Terminologi folklore sendiri juga dipisahkan dari tradisional knowledge
oleh WIPO dan UNESCO, yaitu sebagai berikut:
“… expression of folklore means productions consisting of characteristic
elements of the traditional artistic heritage developed and maintain by a
community of (a country) or by individuals reflecting the traditional
artistic expectations of such a community, in particular: verbal
expressions, such as folk tales, folk poetry and riddles; musical
expressions, such as folk songs and instrumental music; expressions by
action, such asfolk dances, plays and artistic forms or rituals; whether or
not reduced to material form; and tangible expressions, such as:
productions of folk art, in particular, drawings, paintings carvings,
sculptures, pottery, terracotta, mosaic, woodwork, metalware, jewellery,
basket weaving, needlework, textiles, carpets, costumes; musical
instruments; architectural forms”.30
WIPO juga berpandangan bahwa untuk dapat digolongkan sebagai
folklore, maka suatu produk budaya harus memenuhi 6 (enam) kriteria :31
1. Produk tersebut diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi lain, baik melalui cara lisan maupun melalui peniruan.
2. Produk tersebut merefleksikan identitas sosial dan budaya dari suatu
masyarakat.
3. Produk tersebut memiliki unsur yang mencirikannya sebagai Pusaka Budaya
dari suatu masyarakat.
4. Produk tersebut dibuat oleh orang yang sudah tidak diketahui lagi
identitasnya dan/atau oleh masyarakat dan/atau oleh para individu yang
secara komunal telah diakui sebagai pihak yang memiliki hak,
tanggungjawab, atau izin untuk melakukannya.
30 Tim Lindsey, dkk, Op.cit, hal. 276. 31 Ibid.
39
5. Produk tersebut seringkali tidak dibuat dengan tujuan komersial, tetapi
sebagai sarana untuk ekspresi budaya dan keagamaan.
6. Produk tersebut secara konstan mengalami evolusi, berkembang, dan
diciptakan ulang di dalam masyarakat tersebut.
Jadi dalam hal ini Folklore Indonesia dimaksudkan sebagai ekspresi
kebudayaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan
dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan
standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun termasuk
sebagai berikut:32
a. Cerita rakyat, puisi rakyat;
b. Lagu-lagu rakyat dan musik intrumen tradisional;
c. Tari-tarian rakyat, permainan tradisional;
d. Hasil seni antara lain berupa lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan,
mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik, dan tenun
tradisional.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlindungan hukum terhadap
Folklore masuk dalam ranah perlindungan hukum atas hak cipta. Menurut L. J.
Taylor yang dilindungi hak cipta adalah ekspresi dari sebuah ide, jadi bukan
melindungi idenya itu sendiri.33
Dengan demikian yang dilindungi dari folklore
adalah bentuk nyata dari sebuah ciptaan dan bukan yang masih merupakan sebuah
32 Lihat Penjelasan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. 33
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hal 56.
40
gagasan atau ide. Bentuk nyata ciptaan tersebut bisa berwujud khas dalam bidang
kesusastraan, seni maupun ilmu pengetahuan.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta juga selain
mengatur perlindungan kekayaan intelektual juga menjelaskan posisi negara
dalam kepemilikian folklore melalui Pasal 10 ayat 2, yaitu:
“Negara memegang Hak Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat
yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda,
babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian kaligrafi, dan karya seni
lainnya”.34
34 Lihat Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.