bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/60268/3/bab ii.pdf · 13 pihak...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat menjadi referensi dan acuan bagi peneliti
untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam membuat penelitian.
Peneliti menemukan 4 penelitian terdahulu yang dapat mendukung
penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah
melakukan merger dan akuisisi. Berikut adalah hasil penelitian terdahulu
yang menjadi referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian :
Penelitian yang dilakukan oleh Kadek Hendra G. dan I Made
Sukartha tahun 2013 dengan variabel penelitiannya Harga Saham, Current
Ratio, Return On Equity Ratio, Total Asset To Total Debt Ratio. Alat
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paired Sampel T-test,
Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil penelitian ini adalah Kinerja pasar
perusahaan mengalami kenaikan yang signifikan setelah melakukan merger
dan akuisisi, sedangkan kinerja keuangan perusahaan tidak mengalami
kenaikan melainkan penurunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ira A., Hj. Rina T. DP, H. Aspahani
tahun 2013 dengan variabel penelitiannya ROI, ROE, DER, TATO, CR dan
EPS. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wilcoxon
Signed Rank Test dan Manova. Hasil penelitian ini adalah Kinerja Keuangan
yang dihitung dengan ROI, ROE, DER, TATO, CR dan EPS tidak
menunjukkan peningkatan sesudah akuisisi.
11
Penelitian yang dilakukan oleh Munawir Nasir dan Tiara Morina
tahun 2008 dengan variabel penelitiannya CR, ROA dan DER. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paired Sampel T-test. Hasil
penelitian ini adalah CR, ROA dan DER menunjukkan adanya perbedaan
nilai sebelum dan sesudah perusahaan melakukan merger dan akuisisi.
Penelitian yang dilakukan oleh Yan Rathih Kumala Sari Dewi pada
tahun 2018 dengan variabel penelitiannya CR, DR, TATO, ROI dan EPS.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paired Sampel T-
test, Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil penelitian ini adalah CR dan DR
menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah merger
dan akuisisi, sedangkan TATO, ROI dan EPS menunjukkan adanya
perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-
sama menganalisis kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah
melakukan merger dan akuisisi, selain itu alat analisis yang digunakan pun
ada yang sama. Perbedaannya adalah variabel yang digunakan dalam
penelitian ini dengan penelitian terdahulu berbeda, serta sampel perusahaan
yang diteliti dan tahunnya pun berbeda.
B. Tinjauan Teori
1. Merger dan Akuisisi
Merger berasal dari bahasa latin “mergere” yang artinya (1)
bergabung bersama, menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan
hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu. Istilah merger
12
digunakan untuk menggambarkan penggabungan suatu objek. Merger
adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya
ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara
yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar (Abdul Moin,
2003:5). Merger dapat terjadi apabila ada perusahaan yang ingin
mengembangkan usahanya tanpa harus memulai dari awal.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun
1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas menyebut merger sebagai penggabungan, akuisisi sebagai
pengambilalihan dan konsolidasi sebagai peleburan. Merger adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih utnuk
menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan
selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar, PPRI
No. 27 Tahun 1998 (Moin, 2003:5).
Merger adalah salah satu bentuk absorbsi atau penyerapan
yang dilakukan oleh satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Apabila
ada dua perusahaan yaitu perusahaan X dan perusahaan Y yang akan
melakukan proses merger, maka hanya ada satu perusahaan yang tetap
bertahan yaitu perusahaan X atau perusahaan Y saja. Perusahaan yang
bertahan biasanya perusahaan yang lebih besar dan lebih kuat,
sedangkan perusahaan yang demerger atau yang lebih kecil akan
menghentikan segala aktivitas perusahaannya atau akan dibubarkan.
13
Pihak yang masih bertahan dalam proses merger disebut
sebagai surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing
firm). Perusahaan yang berhenti atau bubar akibat dari proses merger
disebut merged firm. Surviving firm memiliki ukuiran yang semakin
besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merged firm diambilalih.
Perusahaan yang dimerger akan meninggalkan status hukumnya sebagai
entitas terpisah dan statusnya berubah menjadi bagian surviving firm.
Akuisisi berasal dari bahasa latin “acquistio” dan bahasa
inggris “acquisition” yang bermakna membeli atau mendapatkan
sesuatu atau objek untuk ditambahlan pada sesuatu atau objek yang telah
dimiliki sebelumnya. Akuisisi dalam terminologi bisnis diartikan
sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham
atau aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa ini
baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis
sebagai badan hukum yang terpisah.
Akuisisi adalah pembuatan hukum yang dilakukan oleh
badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik
seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut, menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan
perusahaan oleh pihak pengakuisisi (acquirer) sehingga akan
14
mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih
(acquiree) tersebut. Biasanya pihak pengakuisisi memiliki ukuran yang
lebih besar dibanding dengan pihak yang diakuisisi. Maksud dari
pengendalian adalah kekuatan yang berupa kekuasaan (Moin,2003:8).
Adanya pengendalian membuat pihak pengakuisisi mendapatkan
manfaat dari perusahaan yang diakuisisi. Akuisisi berbeda dengan
merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai
entitas hukum. Perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis
masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen.
Beralihnya kedali artinya pengakuisisi memiliki mayoritas
saham-saham berhak suara (voting stock) yang biasanya ditunjukkan
atas kepemilikan lebih dari 50% saham berhak suara tersebut. Jika
memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi bisa dinyatakan
pemilik suara mayoritas apabila anggaran dasar menyebutkan lain, bisa
juga pemilik lebih dari 51% tidak atau belum dinyatakan sebagai
pemilik suara mayoritas. Selanjutnya akuisisi memunculkan hubungan
antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (yang
diakuisisi) kemudian keduanya memiliki hubungan afiliasi.
Secara umum merger dan akuisisi sedikit berbeda, tetapi
tetap memiliki kesamaan. Merger merupakan proses penggabungan dua
perusahaan atau lebih menjadi satu, dimana hanya ada satu perusahaan
yang tetap bertahan atau hidup sedangkan yang lainnya berhenti atau
bubar. Akuisisi merupakan proses pembelian atau mengambil alih
15
sebuah perusahaan yang nantinya dijadikan sebagai bagian dari
perusahaannya, dengan kata lain perusahaan yang diambil alih tetap ada
atau hidup.
2. Klasifikasi Merger dan Akuisisi
Merger dan akuisisi diklasifikasikan menjadi lima tipe
berdasarkan aktivitas ekonomi yaitu (Moin, 2003:22):
a. Merger dan Akuisisi Horisontal
Merger dan akuisisi horizontal adalah merger antara dua atau
lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum
terjadi merger dan akuisisi perusahaan-perusahaan saling bersaing
satu sama lain dalam pasar atau industri yang sama. Tujuan utama
merger dan akuisisi horisontal adalah untuk mengurangi persaingan
atau meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas
produksi, pemasaran, distribusi, riset, pengembangan dan fasilitas
administrasi.
Efek dari merger dan akuisisi horisontal ini adalah semakin
terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut. Apabila
terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar bisa mengarah
pada bentuk oligopoli bahkan jika para oligopolis melakukan merger
dan akuisisi struktur pasar bisa menjadi monopoli.
b. Merger dan Akuisisi Vertikal
Merger dan akuisisi Vertikal adalah integrasi yang
melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-
16
tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini
dilakukan apabila perusahaan pada industri hulu memasuki industri
hilir atau sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal yang dilakukan
perusahaan bermaksud mengintregasikan usahanya kepada pemasok
atau pengguna produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan
pengguna.
Tidak semua usaha memiliki bidang usaha yang lengkap
mulai dari penyediaan input sampai output. Sebagai contoh
perusahaan minyak goreng tidak memiliki perkebunan kelapa sawit.
Supaya pasokan input tetap berjalan dengan lancar maka perusahaan
akan mengakuisisi atau merger dengan pemasok. Dapat dikatakan
merger dan akuisisi vertikal ini sebagai hubungan antara perusahaan
dengan pemasok, contoh perusahaan rokok dengan perusahaan
kertas.
c. Merger dan Akuisisi Konglomerat
Merger dan akuisisi konglomerat adalah merger dan akuisisi
dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam
industri yang berbeda atau tidak terkait. Merger dan akuisisi
konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha
mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis
yang berbeda sekali dengan bidang bisnis semula. Apabila
perusahaan melakukan merger dan akuisisi konglomerat ini
17
dilakukan secara terus menerus, maka akan terbentuk sebuah
konglomerasi.
Konglomerasi memiliki bidang bisnis yang beragam dalam
industri yang berbeda-beda, seperti manufaktur, perbankan,
pertambangan, otomotif, perhotelan, ritel, asuransi, kontruksi,
agroindustri, penyiaran tv, dan sebagainya. Contoh merger dan
akuisisi konglomerat adalah perusahaan makan yang melakukan
merger dan akuisisi terhadap perusahaan mobil.
d. Merger dan Akuisisi Ekstensi Pasar
Merger dan akuisisi ekstensi pasar adalah merger dan
akuisisi yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara
bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan dari merger dan
akuisisi ini adalah untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi
masing-masing produk perusahaan. Merger dan akuisisi ini biasanya
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lintas Negara dalam rangka
melakukan ekspansi penetrasi pasar.
Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri
dengan cepat tanpa membangun perusahaan baru dari awal di
Negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ini dilakukan untuk
mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan
fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar negeri.
Sebagai contoh adalah perusahaan otomotif daimier benz (jerman)
dengan perusahaan otomotif crysler (amerika).
18
e. Merger dan Akuisisi Ekstensi Produk
Merger dan akusisi ekstensi produk adalah merger dan
akuisisi yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk
memperluas lini produk masing-masing perusahaan. Setelah merger
dan akuisisi terjadi perusahaan akan menawarkan lebih banyak jenis
dan lini produk sehingga akan menjangkau konsumen lebih banyak
lagi. Merger perusahaan farmasi Upjohn (Amerika Serikat) dengan
Pharmacia (Swedia) adalah salah satu contoh merger dan akuisisi
ini. Inovasi produk baru yang membutuhkan biaya mahal dan waktu
yang lama menjadi alasan kedua perusahaan bergabung. Tujuannya
untuk menciptakan produk baru yang unggul untuk masing-masing
perusahaan.
3. Motif Merger dan Akuisisi
Motif merupakan alasan dasar yang melatar belakangi
sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi. Ada dua motif yang
melatarbelakangi perusahaan melakukan merger dan akuisisi yaitu
motif ekonomi dan motif non-ekonomi. Motif ekonomi bertujuan untuk
meningkatkan nilai perusahaan serta menjaga kemakmuran para
pemegang saham. Motif non-ekonomi bertujuan untuk meningkatkan
keinginan subyektif, ambisi pemilik, dan manajemen perusahaan.
Berikut adalah motirf perusahaan melakukan merger dan akuisisi
menurut (Moin, 2003) adalah:
a. Motif Ekonomi
19
Tujuan perusahaan dalam manajemen keuangan adalah
seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value
creation) bagi perusahaan dan para pemegang saham. Merger dan
akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya
adalah mencapai peningkatan nilai bagi perusahaan, maka seluruh
kegiatan perusahaan dan keputusan yang diambil diarahkan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Perusahaan wajib melakukan implementasi program melalui
langkah-langkah kongkrit seperti efisiensi produksi, peningkatan
penjualan, pemberdayaan dan peningkatatan produktivitas
sumberdaya manusia.
b. Motif Sinergi
Sinergi berasal dari bahasa latin “synergos” yang berarti
bekerja sama. Sinergi merupakan nilai keseluruhan yang dimiliki
perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi. Merger dan
akuisisi dapat dikatakan sukses apabila nilai sinergi lebih besar
setelah perusahaan melakukan merger dan akuisisi Perusahaan yang
dapat membangun sinergi yang baik akan menguntungkan bagi
kedua perusahaan tersebut dimasa yang akan datang.
c. Motif Diversifikasi
Diversifikasi merupakan strategi pemberagaman bisnis yang
dapat dilakukan melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi bertujuan
untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan agar
20
posisi bersaing tetap aman. Apabila perusahaan melakukan
diversifikasi terlalu dari industri semula, maka perusahaan tidak lagi
berada pada jalur yang mendukung kompetensi inti. Diversifikasi
selain memberikan manfaat seperti transfer teknologi dan
pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa kerugian yaitu
subsidi silang.
d. Motif Non-Ekonomi
Ada saatnya merger dan akuisisi tidak didasarkan pada
pertimbangan ekonomi saja, tetapi juga didasarkan pada
pertimbangan lain seperti prestis dan ambisi. Motif non-ekonomi ini
berasal dari kepentingan personal baik dari pihak manajemen
perusahaan atau dari pemilik perusahaan itu sendiri.
4. Kinerja Keuangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kinerja
adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan
kerja (tentang peralatan). Berdasarkan pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi menajemen dalam
mencapai tujuan perusahaan yaitu keuntungan dan meningkatkan nilai
perusahaan. Analisis kinerja keuangan dalam penelitian ini memiliki
tujuan untuk menilai implementasi strategi perusahaan dalam kegiatan
merger dan akuisisi.
Kinerja merupakan analisis data dan pengendalian bagi
perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan digunakan untuk
21
melakukan perbaikan kegiatan operasional dan pembiayaan perusahaan
agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Informasi tentang kinerja
keuangan perusahaan bagi investor dapat digunakan untuk melihat
kondisi perusahaan, sehingga investor beranggapan bahwa mereka
masih dapat menginvestasikan dananya di perusahaan tersebut. Kinerja
keuangan juga digunakan untuk menunjukkan kreditabilitas perusahaan
yang baik kepada penanam modal, konsumen dan masyarakat.
5. Pengukuran Kinerja Keuangan dengan Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan kejadian dimasa lalu
yang akan mempengaruhi posisi keuangan perusahaan dimasa yang
akan datang. Seorang analisis keuangan diharapkan dapat memberi hasil
analisis yang tepat dan baik, karena hasil analisis tersebut akan
digunakan perusahaan dalam mengambil keputusan dan menetapkan
kebijakan manajemen perusahaan untuk masa yang akan datang.
Kondisi keuangan perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan, tetapi diperlukan pemilihan dalam penggunaan
rasio keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan
tujuan analisis keuangan.
Menurut Brigham dan Houston (2001), kinerja keuangan
perusahaan dapat diukur dengan analisis rasio keuangan utuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan perusahaan. Rasio keuangan
yang biasa digunakan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan.
22
Rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengitung kinerja
keuangan tersediri dari lima rasio yaitu :
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan kemampuan
persahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara
tepat waktu. Rasio likuiditas dibagi menjadi dua rasio yaitu (Fahmi
I, 2016) :
1) Rasio Lancar (current ratio)
Rasio lancar (current ratio) merupakan ukuran yang
digunakan perusahaan atas kewajiban jangka pendeknya atau
kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan utang pada saat
jatuh tempo. Menurut Subramanyam dan John J. Wild
digunakannya rasio lancar sebagai ukuran likuiditas, karena
likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan untuk
memenuhi kewajiban lancar, penyangga kerugian dan cadangan
dana lancar. Adapun Rumus dari current ratio :
CR =Ativa Lancar
Utang Lancar
2) Rasio Cepat (quick ratio)
Rasio cepat (quick ratio) merupakan ukuran uji kemampuan
jangka pendek yang lebih teliti dari pada rasio lancar karena
pembilangnya mengeliminasi persediaan yang dianggap aktiva
lancar yang sedikit tidak likuid dan kemungkinan menjadi
sumber kerugian. Apabila menggunakan rasio cepat untuk
23
menentukan tingkat likuiditas maka secara umum dapat
dikatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio cepat
kurang dari 1:1 atau 100% akan dianggap kurang baik tingkat
likuiditasnya.
b. Rasio Leverage
Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh hutang.
Penggunaan utang yang tertalu besar dapat membahayakan
perusahaan karena perusahaan dapat masuk dalam kategori extreme
leverage (utang ekstrim) yaitu, perusahaan akan terjebak dalam
tingkat utang yang tinggi dan akan kesulitan untuk lepas dari beban
utang itu. Sebaiknya perusahaan dapat menyeimbangkan berapa
utang yang layak diambil dan sumber yang digunakan untuk
membayar utang tersebut. Rasio leverage terbagi menjadi delapan
rasio yaitu (Fahmi I, 2016:72) :
1) Debt Ratio
Rasio ini disebut juga sebagai rasio yang melihat
perbandingan utang perusahaan, yaitu diperoleh dengan melihat
perbandingan total utang yang dibagi dengan total aset. Adapun
Rumus dari rasio ini yaitu :
DR =Total Utang
Total Aset
2) Debt to Equity Ratio
24
Menurut Joel G. Siegel dan Jae K. Shim debt to equity ratio
merupakan ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan
keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia
untuk kreditor. Rumus dari rasio ini yaitu :
DER =Total Kewajiban
Total Ekuitas
3) Timed Interest Earned
Timed interest earned disebut juga sebagai rasio kelipatan.
Rasio ini dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan
pajak dengan beban bunga. Beban bunga (interest expense)
merupakan biaya dana pinjaman pada periode berjalan yang
menunjukan pengeluaran uang dalam laporan rugi laba. Rasio
ini menjelaskan semakin tinggi TIE maka pembayar bunga
semakin baik menurut Lyn M. Fraser dan Aileen Ormiston.
4) Cash Flow Coverage
Cash flow coverage atau penyusutan merupakan penurunan
nilai secara berangsur-angsur. Penurunan ini terjadi pada
berbagai jenis barang seperti gedung, peralatan, kendaraan dan
inventaris lainnya. Bagi sebuah perusahaan penurunan nilai
barang ini dapat diperlambat dengan melakukan perawatan
secara berkala. Perawatan secara berkala ini menimbulkan
adanya biaya perawatan. Biaya perawatan biasanya juga disebut
dengan biaya tetap seperti pada mesin yang ada biaya ganti
olinya.
25
5) Long-Term Debt to Total Capitalization
Long-Term Debt to Total Capitalization biasa disebut juga
sebagai utang jangka panjang atau total kapitalisasi. Long term
debt merupakan sumber dana pinjaman yang bersumber dari
utang jangka panjang seperti obligasi dan sejenisnya.
6) Fixed Charge Coverage
Fixed Charge Coverage disebut juga dengan rasio yang
menutup beban tetap. Rasio menutup beban tetap merupakan
ukuran yang lebih luas dari kemampuan perusahan untuk
menutup beban tetap dibandingkan dengan rasio kelipatan
pembayaran bunga karena termasuk pembayaran beban bunga
tetap yang berkenaan dengan sewa guna usaha.
7) Cash Flow Adequacy
Cash flow adequacy atau biasa disebut dengan rasio
kecukupan arus kas. Rasio kecukupan arus kas digunakan
perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan menutup
pengeluaran modal, utang jangka panjang dan pembayaran
dividen setiap tahun. Perusahaan yang baik adalah yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menghasilkan arus kas,
dimana perusahaan mampu memberikan arus kas yang sesuai
dengan yang diharapkan. Apabila arus kas yang diharapkan
tidak sesuai maka perusahaan mungkin akan mengalami
26
masalah dalam mencari dana yang akan digunakan untuk
membayar kewajibannya.
c. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan yang menggambarkan sejauh
mana perusahaan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya
untuk menunjang aktivitas perusahaan. Penggunaan rasio
aktivitas ini dilakukan secara sangat maksimal dengan maksud
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Rasio aktivitas juga
biasa disebut dengan rasio pengelolaan aset (asset management
ratio). Rasio aktivitas ini dibagi menjadi empat rasio yaitu
sebagai berikut (Fahmi I, 2016) :
1) Inventory Turnover
Rasio inventory turnover ini digunakan untuk
melihat sejauh mana tingkat perputaran persediaan yang
dimiliki oleh suatu perusahaan. Menurut James C. Van
Horne M. Wachowicz mengatakan biaya produk atau
biaya inventori yang menjadi beban dalam suatu periode
hanya pada saat produk dijual, sama saja dengan
persediaan awal ditambah dengan biaya barang yang
dibeli dikurangi dengan persediaan akhir.
2) Day Sales Outstanding
Rasio Day Sales Outstanding disebut juga dengan
rata-rata periode pengumpulan piutang. Rasio ini
27
menjelaskan tentang bagaimana suatu perusahaan
melihat periode pengumpulan piutang yang akan terlihat.
Rasio ini dapat dihitung dengan membagi piutang
dengan penjualan kredit.
3) Fixed Assets Turnover
Rasio Fixed Assets Turnover disebut juga dengan
perputaran aktiva tetap. Rasio ini melihat sejauh mana
aktiva tetap yang dimiliki perusahaan mempunyai
tingkat perputaran secara efektif dan memberikan
dampak pada keuangan perusahaan.
4) Total Assets Turnover
Rasio total assets turnover biasa disebut dengan rasio
perputaran total aset. Rasio ini digunakan oleh
perusahaan untuk melihat sejauh mana keseluruhan aset
yang dimiliki oleh perusahaan terjadi perputaran total
aset tetap secara efektif. Rumus dari rasio ini adalah :
TATO =Penjualan
Total Aktiva
d. Rasio Profitabilitas
Rasio probabilitas ini mengukur efektivitas manajemen
sebuah perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan dengan
besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan
dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi. Semakin
baik tingkat rasio profitabilitas ini maka semakin baik pula
28
kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam memperoleh
keuntungan. Rasio profitabilitas ini dibagi menjadi empat rasio
yaitu sebagai berikut (Fahmi I, 2016:80) :
1) Gross Profit Margin
Rasio gross profit margin merupakan margin laba
kotor. Gross profit margin merupakan margin laba kotor
yang menunjukkan hubungan antara penjualan dan
beban pokok penjualan, mengukur kemampuan
perusahaan untuk mengendalikan biaya persediaan atau
biaya operasi barang atau meneruskan kenaikan harga
melalui penjualan.
2) Net Profit Margin
Rasio net profit margin atau biasa disebut dengan
rasio pendapatan terhadap penjualan. Net profit margin
merupakan margin laba bersih sama dengan laba bersih
dibagi dengan penjualan bersih, hal ini menunjukkan
kestabilan kesatuan untuk menghasilkan perolehan pada
tingkat penjualan khusus. Memeriksa margin laba dan
norma industri sebuah perushaan pada tahun sebelumnya
dapat menilai efisiensi operasi dan strategi penetapan
harga status persaingan perusahaan. Margin laba kotor
sama dengan laba kotor dibagi laba bersih, margin laba
yang tinggi menunjukkan perusahaan dapat memperoleh
29
hasil yang lebih baik diatas harga pokok penjualan.
Rumus dari rasio ini adalah :
NPM =Laba Bersih Setelah Pajak
Penjualan
3) Return On Invesment
Rasio return on investment atau biasa disebut dengan
rasio pengembalian investasi. Rasio ini melihat seberapa
jauh investasi yang sudah ditanamkan oleh perusahaan
mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai
dengan yang diharapkan. Investasi tersebut sama dengan
aset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan
diperusahaan. Rasio ini memiliki rubus yaitu :
ROI =Laba Bersih
Total Aset
4) Return On Equity
Rasio return on equity biasa disebut dengan rasio
laba atas ekuitas. Rasio ini menilai sejauh mana
perusahaan mampu menggunakan sumber daya yang
dimilikinya untuk memberikan laba atas ekuitas terhadap
perusahaan. Rumus dari rasio ini yaitu :
ROE =Laba Bersih
Modal
e. Rasio Nilai Pasar
Rasio nilai pasar merupakan rasio yang menggambarkan
kondisi yang terjadi di pasar. Rasio ini dapat memberikan
30
pemahaman mengenai kondisi di pasar kepada pihak
manajemen perusahaan, serta dapat memberikan penjelasan
mengenai kondisi yang dapat diterapkan dan dilaksanakan oleh
perusahaan begitu juga dampak yang akan timbul pada masa
yang akan datang. Ada dua rasio dalam rasio nilai pasar yaitu
sebagai berikut (Fahmi I, 2016:82) :
1) Earning Per Share
Earning per share atau biasa dikenal dengan
pendapatan perlembar saham merupakan bentuk
pemberian keuntungan yang diberikan perusahaan
kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham
yang dimiliki. Rasio ini memiliki rumus sebagai berikut
:
EPS =Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Saham yang Beredar
2) Price Earning Ratio
Price earning ratio (rasio harga laba) merupakan
perbandingan antara market price pershare (harga pasar
perlembar saham) dengan earning pershare (laba
perlembar saham). Price earning ratio (rasio harga
terhadap laba) bagi para investor apabila nilainya
semakin tinggi maka pertumbuhan laba yang diharapkan
juga mengalami kenaikan. Rumus dari rasio ini adalah :
31
PER =Harga Pasar Per Lembar
Harga Per Lembar
C. Kerangka Konsep Pemikiran
Merger dan akuisisi merupakansalah satu strategi perusahaan untuk
mengembangkan usahanya. Merger dan akuisisi yang dilakukan perusahaan
dapat berjalan dengan baik atau berhasil apabila perusahaan melihat kinerja
keuangan perusahaan yang akan dibeli atau diambil alih. Kinerja keuangan
tersebut dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan seperti
rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio
pasar. Perusahaan dapat membandingkan hasil dari rasio-rasio keuangan
tersebut untuk melihat nilai perusahaan sebelum dan sesudah melakukan
merger dan akuisisi meningkat atau menurun.
Analisis kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah
melakukan merger dan akuisisi dapat diukur atau dihitung menggunakan
sembilan rasio keuangan. Rasio keuangan yang dapat digunakan mengukur
kinerja keuangan perusahaan adalah Rasio Likuiditas dengan Current Ratio
(CR), Rasio Leverage dengan Debt Ratio (DR) dan Debt to Equity Ratio
(DER),Rasio Profitabilitas dengan Net Profit Margin (NPM), Return On
Invesment (ROI) dan Return On Equity (ROE), Rasio Aktivitas dengan
Total Asset Turn Over (TATO), Rasio Nilai Pasar dengan Price Earning
32
Ratio (PER), , dan Earning Per Share (EPS). Adapun kerangka konsep
penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Konsep Pemikiran
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari sebuah rumusan
masalah, maka dari itu rumusan masalah berupa pertanyaan. Hipotesis
dikatakan jawaban sementara karena jawaban hanya didasari teori belum
berupa fakta dari sebuah data, maka dapat diambil hipotesis yaitu ada
perbedaan pada CR, DR, DER, PER, NPM, ROI, ROE, TATO dan EPS
sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi.
Laporan Keuangan
Analisis Kinerja Keuangan
Uji Beda Kinerja Keuangan
CR, DR, DER, PER, NPM,
ROI, ROE, TATO DAN EPS
Sesudah Merger dan Akuisisi
CR, DR, DER, PER, NPM, ROI,
ROE, TATO DAN EPS Sebelum
Merger dan Akuisisi