bab ii tinjauan pustaka a. pajak - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/5815/3/pandu yunadi =...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (Anastasia Diana & Lilis Setiawati. 2010: 1).
Sedangkan Rochmat Soemitro, mendefinisikan pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum (R. Santoso Brotodiharjo. 2010: 2).
Adapun menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), Pasal 1 angka
(1) menegaskan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran
rakyat.
10
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
11
2. Fungsi Pajak
Menurut Thomas Sumarsan (2013:15) pajak mempunyai peranan
yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam
pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan
negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
a. Fungsi Penerimaan (budgetair)
Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas
negara, yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran - pengerluaran
pemerintah. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini
dapat diperoleh dari pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di
tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi.
Fungsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak,
paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar, tidak terjadi
pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan
sosial.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
12
3. Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat diartikan sebagai orang pribadi atau badan,
meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ( Mardiasmo. 2013: 23).
Subyek pajak pribadi dalam negeri menjadi Wajib pajak apabila
telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subyek pajak badan dalam negeri menjadi
Wajib Pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subyek pajak luar negeri baik pribadi maupun badan, menjadi Wajib Pajak
karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
(Mardiasmo. 2013: 157).
4. Pemungutan Pajak
Asas pengenaan pajak ini untuk mencari jawaban atas permasalahan
siapa, atau pemerintah negara mana yang berwenang memungut pajak
terhadap suatu sasaran pajak tertentu yang menyangkut yurisdiksi suatu
negara terhadap negara lain.
a. Asas Pemungutan Pajak
1) Asas Negara Tempat Tinggal
Asas ini sering disebut asas Domisili. Asas negara tempat
tinggal ini mengandung arti bahwa negara tempat tinggal seseorang
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
13
bertempat tinggal tanpa memandang kewarganegaraanya,
mempunyai hak yang tak terbatas untuk mengenakan pajak terhadap
orang orang itu atas semua pendapatan yang mereka peroleh tanpa
menghiraukan dimana pendapatan itu diperoleh.
2) Asas Negara Asal
Asas Negara Asal mendasarkan pemajakan pada tempat
tinggal dimana sumber itu berada, seperti adanya suatu perusahaan,
kekayaan atau tempat kegiatan di suatu negara. Negara dimana
sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak
atas hasil yang keluar dari sumber itu. Dalam hal ini, penghasilan
yang dapat dikenakan pajak oleh negara tempat penghasilan yang
diperoleh dari negara tersebut. Dengan demikian sasaran pengenaan
pajak menjadi sangat terbatas.
3) Asas Kebangsaan
Asas ini mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status
kewarganegaraanya. Jadi pemajakan dilakukan oleh negara asal
wajib pajak. Yang dikenakan pajak ialah semua orang yang
mempunyai kewarganegaraan negara tersebut, tanpa memandang
tempat tinggalnya. Apabila asas ini digunakan oleh suatu negara
maka sasaran pengenaan pajaknya adalah seluruh penghasilan dan
kekayaan dari mana pun asalnya (Y. Sri Pudyatmoko. 2009: 43-44).
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
14
b. Sistem Pemungutan Pajak
1) Official Assessment System adalah pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Sistem ini mempunyai
beberapa ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada
fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2) Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang. Sistem ini mempunyai ciri-ciri antara lain
sebagai berikut:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
uang terutang oleh Wajib Pajak. Sistem ini mempunyai ciri- ciri
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
15
yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada
pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak (Mardiasmo. 2013:
7-8).
B. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Resmi (2014: 75), definisi Pajak Penghasilan adalah pajak
yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
Sedangkan menurut Suandy (2011: 36), Pajak Penghasilan adalah
pajak yang dikenakan terhadap penghasilan, dapat dikenakan secara
berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu baik masa pajak
maupun tahun pajak.
2. Subyek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan, yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi, warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang menggantikan yang
berhak, badan, bentuk usaha tetap.
Subyek Pajak terdiri dari Subyek Pajak Dalam Negeri dan Subyek
Pajak Luar Negeri. Subyek Pajak Dalam Negeri menjadi Wajib Pajak
apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subyek Pajak Luar
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
16
Negeri sekaligus menajdi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan
yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia (Muhammad Rusjdi. 2007: 2-4).
Dalam Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan, dijelaskan bahwa Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah.
3) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
17
Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan, menjelaskan tentang Subyek Pajak Luar Negeri yaitu:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.
1) Subyek Pajak Penghasilan Badan
a) Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha. Yang termasuk sebagai badan adalah perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
18
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainya, lembaga, dan bentuk badan
lainya termasuk kontrak inventasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
b) Subyek pajak atas badan dapat berupa:
(1) Wajib Pajak dalam Negeri berupa Badan Usaha, Badan Usaha
tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
(2) Wajib Pajak Luar Negeri berupa Badan atau bentuk Usaha
Tetap (BUT), Badan tersebut tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia baik melalui
maupun tanpa melalui bentuk usaha tetap (Anastasia Diana &
Lilis Setiawati. 2010: 131).
2) Obyek Pajak Penghasilan
Dalam Pasal 4 yata (1) UU PPh, yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang, pensiun, atau
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
19
imbalan dalam bentuk lainya, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini.
b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
c) Laba usaha.
d) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu.
l) Keuntungan selisih mata uang asing.
m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktifa.
n) Premi Asuransi.
o) Iuran yang diterima perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
20
p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
q) Penghasilan dari usaha yang berbasis Syariah.
r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
s) Surplus Bank Indonesia.
C. Transfer Pricing (Penentuan Harga Transfer)
1. Pengertian Transfer Pricing
Berdasarkan Kamus Inggris Indonesia (John M. Echols dan Hassan
Shadily. 1998: 446, 600) kata transfer mempunyai beberapa makna, yaitu
pergantian, serah-terima, pemindahan, beralih. Sedangkan kata pricing
yang dengan kata dasar price mempunyai arti harga, dan hadiah. Menurut
Inayatun Na’mah, Dosen Bahasa Inggris Fakultas Sastra Inggris,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Transfer Pricing berasal dari
kata Transfer dan Price serta bentuk tambahan –ing yang dalam bahasa
Inggris disebut Gerund, dimana salah satu fungsi Gerund tersebut adalah
membentuk nomina atau kata benda dalam hal ini adalah kata price”, dan
tambahan –ing menjadi kata kerja. Bentuk penambahan –ing sendiri
mempunyai pemahaman fleksibel sehingga kata pricing tidak lantas berarti
“menghargai” namun menjadi “penentuan harga” karena dalam Bahasa
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
21
Inggris sudah ada kata tersendiri untuk menerangkan kata kata yang
diikutinya.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
32/PJ/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jendral Pajak
Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak
Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Transfer Pricing adalah penentuan
harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/ atau
Informasi Tambahan Yang Wajib Disimpan Oleh Wajib Pajak Yang
Melakukan Transaksi Dengan Para Pihak Yang Mempunyai Hubungan
Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaanya, Transfer Pricing adalah
penentuan harga dalam transaksi afiliasi, sedangkan pihak afiliasi tersebut
diartikan sebagai pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
Wajib Pajak.
Menurut Simamora (2000: 70) Transfer Pricing didefinisikan
sebagai nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar
divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan
biaya divisi pembeli (buying division). Organization for Economic
Corporation and Development (OECD) mendefinisikan Transfer Pricing
sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam
sebuah Perusahaan Multinasional dimana Transfer Pricing yang
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
22
ditentukan tersebut dapat menyimpang dari harga pasar wajar sepanjang
cocok bagi grupnya.
Mohammad Zain (2008: 294) mendefinisikan Transfer Pricing
sebagai harga yang diperhitungkan untuk mengendalikan manajemen atas
transfer barang dan jasa antar pusat pertanggungjawaban laba termasuk
determinasi harga barang, imbalan atas jasa, tingkat bunga pinjaman,
beban atas persewaan dan metode pembayaran serta pengiriman uang.
Ditinjau dari aspek perpajakan, Susan M. Lyons (1996: 312) dalam
International Tax Glossary, mendefinisikan Transfer Pricing yaitu
adjustment made by the tax authorities after making a determination that a
transfer price in a controlled transaction between associated enterprises is
incorrect or where an allocation of profits fails to conform to an arm’s
length principle.
Gunadi memberikan definisi Transfer Pricing dalam pengertian
netral sebagai penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan
penyerahan barang, jasa atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang
mempunyai Hubungan Istimewa. Sedangkan dalam pengertian
negatif, Transfer Pricing didefinisikan sebagai suatu rekayasa manipulasi
harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artificial,
membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu
negara. Berdasarkan tersebut, pada dasarnya Transfer Pricing merupakan
harga transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa
(Gunadi. 1994: 3).
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
23
2. Metode Transfer Pricing
In general, there are three methods of Transfer Pricing, namely :
a. Traditional transaction methods ( i.e. comparable uncontrolled price
method (CUP) , Cost plus method, resale price method).
b. Transactional profit methods (i.e. profit split method, and transactional
net margin method).
c. Other Methods that are non-transactional profit-based (i.e. formulary
apportionment, and global profit split method).
The latter method is not allowed under the OECD Guidelines
because they do not reflect arm’s length principle. According to the OECD
Guidelines, traditional transaction method is preferable to other method.
But, if it difficult to obtained comparable uncontrolled prices, it may
become necessary to address wheter and under what conditions other
methods may be used. On other word, the traditional transaction methods
should be applied unless these methods do not give a reliable measure of
the terms and conditions that independent enterprise would apply (John
Hutagaol, Darussalam, Dany Septriadi. 2006: 168).
Selain itu, beberapa metode Transfer Pricing yang sering digunakan
oleh Perusahaan Multinasional dan divisionalisasi/departementasi dalam
melakukan aktifitas keuangannya adalah:
a. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya,
menetapkan Transfer Pricing atas biaya variabel dan tetap, dapat
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
24
memilih 3 bentuk, yaitu biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah
mark-up (full cost plus markup) dan gabungan antara biaya variabel dan
tetap (variable cost plus fixed fee).
b. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)
Metode Transfer Pricing atas dasar harga pasar merupakan
ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang independen. Namun
keterbatasan informasi pasar terkadang menjadi kendala dalam
menggunakan transfer pricing berdasarkan harga pasar.
c. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices)
Beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam
perusahaan yang berkepentingan dengan Transfer Pricing untuk
menegosiasikan Transfer Pricing yang diinginkan. Transfer Pricing
hasil negosiasi ini mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang
inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi
yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung
jawab atas Transfer Pricing yang dinegosiasikan tadi (Harimurti. 2007:
53).
3. Motif dan Tujuan Transfer Pricing
Menurut Simamora tujuan penetapan Transfer Pricing adalah untuk
mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau
divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang
dan jasa satu sama lain. Selain itu, Transfer Pricing terkadang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
25
dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan
perusahaan secara keseluruhan (Ita Salsalina Lingga. 2012: 3).
Prinsip dari Transfer Pricing adalah membuat perencanaan pajak
bagi Perusahaan Multinasional. Terjadi perubahan sudut pandang
perencanaan pajak Perusahaan Multinasional di dunia, dari manajemen
pajak yang berdiri sendiri menjadi pengurangan pajak secara global
dan terintegrasi dari seluruh dunia, pengurangan pajak impor,
pengurangan pajak pemotongan dan pemungutan serta peningkatan kredit
pajak luar negeri (Eko Yunianto Prabowo. 2010: 15-16).
Dalam jurnal Transfer Pricing: Challenges and Solutions Within The
Asian Regime, disebutkan motif Perusahaan Multinasional melakukan
Transfer Pricing yaitu: First, the nature of MNEs is an integrated business
group which consist of associated affiliates in other countries, under
common con- trol, with common goals, and sharing a common pool of
resources.
Theoretically, MNEs are only subjected to domestic law of the
different states in which they operate in, but during transactions, MNEs
must comply with the different from country to country’s laws &
regulations and administrative requirements. Many foreign affiliates of
MNE are run as the profit centres, which the income of the top strata of
the MNEs depend on their affiliates’ profit. In this case, it is internally
driven that the setting of transfer price within the intra-group transactions
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
26
is to increase the overall efficiency within the firm and monitor the
performance of one’s entity within the MNEs group, especially on
determin- ing the profitability and income of entities involved in the
transactions. Externally, MNEs’ main purpose on conducting transfer
pricing is to optimize the tax arrangement and minimize the taxes paid. By
conducting transfer pricing, MNE as a whole, paid a lower tax rate due to
the profit shifting in the lower tax jurisdiction and consequently, having
the tax liability of the relevant company distorted in consequent. Also, the
profit gained by MNE is much higher as the transfer price is depending on
the price at which the intrafirm transaction takes place. However, still,
they are amounted to double taxation, in which they are obliged to pay
corporate income taxes for both domestic and foreign source income as
they conduct a transfer pricing on the cross-border transaction (Jane
Florence. 2016: 62-63).
D. Perusahaan Multinasional
1. Pengertian Perusahaan Multinasional
Terdapat beberapa definisi Perusahaan Multinasional atau
Transnasional. Para pakar Ekonomi Internasional lebih sering
menggunakan istilah Multinational Enterprise sebagaimana pernyataan
dalam pertemuan OECD, yaitu sebagai berikut:
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
27
“Multinational Enterprise usually corporise of companies or other
entities whose ownership is private, state, or mixed, established in
different countries and so linked that one or more of them may be able to
exercise of significant influence over the activities of other and in
particular, to share knowledge and resources with the others”
(Sumantoro. 1987: 35).
Menurut Robert L. Hulbroner, Perusahaan Multinasional adalah
perusahaan yang mempunyai cabang dan anak perusahaan yang terletak di
berbagai negara. Sedangkan menurut Sumantoro, Perusahaan
Multinasional pada dasarnya mengacu pada sifat-sifat melampaui batas-
batas negara baik dalam kepemilikan maupun dalam kegiatan usahanya.
(Juajir Sumardi. 2017: 10-11).
Dalam Kamus Ekonomi, Multinational Corporation (MNC) adalah
sebuah perusahaan yang wilayah operasionalnya meliputi sejumlah negara
dan memiliki fasilitas produksi dan service di luar negaranya sendiri.
(Winardi. 1998: 332).
2. Status Hukum Perusahaan Multinasional
Dengan banyaknya aturan perusahaan di berbagai negara dengan
perbedaan satu sama lainya, maka PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
merintis suatu prinsip umum yang bersifat universal melalui salah satu
badanya yang disebut ECOSOC (United Nations of Economic and Social
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
28
Council), aturan tersebut disebut “Code of Conduct on Transnational
Corporations”.
Menurut Mochtar Kusumaatmaja, Code of Conduct on
Transnational Corporations merupakan sumber hukum tambahan yang
akan mengikat sebagai hukum (legally binding) apabila digunakan oleh
hakim sebagai dasar hukum untuk memecahkan sengketa internasional
mengenai perusahaan Multinasional. Dalam hal ini aturan tersebut tidak
mengikat langsung membentuk unsur psikologis dalam hukum kebiasaan
internasional (Juajir Sumardi. 2017 : 12-13).
Dalam hukum nasional, Perusahaan Multinasional ini diatur dalam
UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dapat dilihat pada
ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, yang mengatur sebagai berikut:
a. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan
usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau
usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam
wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh
undang-undang.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
29
c. Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman
modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan:
1) Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan
terbatas.
2) Membeli saham.
3) Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan UU nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
kekuasaan tertinggi dalam suatu Perseroan Terbatas tetap berada pada
Rapat Umum Pemegang Saham, di mana Perseroan Terbatas yang
dibentuk oleh Perusahaan Transnasional umumnya saham terbesarnya
dimiliki oleh Perusahaan Transnasional yang berkedudukan di negara asal
mula dibentuknya Perusahaan Transnasional tersebut (Juajir Sumardi.
2004: 15-16).
3. Bentuk Badan Hukum Perusahaan Multinasional
Bentuk badan hukum Multinasional menurut Sumantoro (1987:
187) dapat dibedakkan menjadi 5, yaitu:
a. Perusahaan Cabang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
Perusahaan Multinasional induknya.
b. Perusahaan Subsidiary merupakan anak perusahaan yang berbadan
hukum sendiri. Saham sepenuhnya milik induknya.
c. Perusahaan Patungan merupakan perusahaan yang sahamnya dimiliki
dua atau lebih perusahaan sebagai partner.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
30
d. Perusahaan Go Public merupakan perusahaan yang berkedudukan lokal
dan sebagian sahamnya dipegang oleh masyarakat.
e. Perusahaan dengan bentuk lain pembentukannya berdasarkan
perundangan yang ada, seperti di bidang perbankan, pertambangan
minyak dan gas bumi, perdagangan ataupun jasa lainnya.
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, bentuk badan hukum
Multinasional dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Perusahaan Cabang merupakan bagian yang secara formal tidak
terpisahkan dari kantor atau pusatnya. Dengan demikian bukan
merupakan badan yang berdiri sendiri.
b. Subsidiary merupakan perseroan anak yang merupakan badan hukum
yang berdiri sendiri, terlepas dari perseroan induknya dan lazimnya
didirikan berdasarkan hukum yang berlaku (Panji Anarogo. 2004: 87-
88).
4. Tujuan Perusahaan Multinasional
John Dunning mengklasifikasikan beberapa dorongan utama
mengapa sebuah Multinational Corporation (MNC) terlibat aktivitas
bisnis di luar negara asalnya. Motivasi ini menentukan jenis investasi
asing (FDI) yang dilakukan oleh sebuah MNC, meskipun tidak
menutup kemungkinan bahwa sebuah MNC mempunyai lebih dari satu
motif dalam aktivitas internasionalnya.
Menurut Dunning ada empat alasan utama mengapa sebuah
perusahaan melakukan aktivitas produksi di luar negeri. Empat motif ini
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
31
yang mendorong perusahaan untuk melakukan kegiatan yang bersifat
produksi (mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi maupun
barang jadi) di luar negara asalnya. Sehingga kesamaan dari empat jenis
motif tersebut adalah sama-sama mendorong perusahaan untuk
berinvestasi dengan memiliki fasilitas produksi di luar negeri.
Motif-motif tersebut adalah:
a. Mencari Sumber Daya (Natural Resource Seekers)
Perusahaan Multinasional yang masuk kategori ini adalah mereka
yang melakukan investasi asing demi memperoleh sumberdaya tertentu
yang lebih bermutu maupun lebih murah dibanding yang ada di negara
asalnya. Tujuan mereka melakukan Foreign Direct Investment (FDI)
adalah memaksimalkan keuntungan dan daya saing di pasar yang mereka
layani. Semua atau bahkan sebagian besar output dari cabang Perusahaan
Multinasional yang beroperasi di negara tujuan investasi itu akan diekspor
ke negara industri maju. Ada tiga jenis Perusahaan Multinasional yang
melakukan FDI karena didorong oleh motif mencari sumber daya. Yang
pertama adalah Perusahaan Multinasional melakukan investasi asing
karena mencari fisik/sumber daya alam. Mereka biasanya terdiri dari para
produsen utama dan perusahaan-perusahaan manufaktur yang mencari
bahan baku di luar negara asalnya. Yang kedua adalah Perusahaan
Multinasional yang mencari sumberdaya manusia/karyawan yang murah.
Terdiri dari perusahaan-perusahaan manufaktur atau jasa yang berasal dari
negara dengan upah pegawai yang tinggi sehingga mereka melakukan
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
32
investasi ke negara dengan upah lebih rendah. Jenis yang ketiga yaitu
perusahaan yang melakukan FDI karena terdorong kebutuhan untuk
memperoleh kemampuan teknologi tinggi, maupun keahlian manajemen
atau marketing dan kecakapan organisasional.
b. Mencari/Memperluas Pasar (Market Seekers)
Multinational Corporation (MNC) bisa melakukan investasi asing
di negara atau region tertentu karena terdorong oleh keinginan untuk
menyediakan produk barang atau jasanya di kawasan tersebut. Investasi
dengan motif market-seeking ini bisa dilakukan demi melindungi pasar
yang sudah ada maupun untuk mengeksploitasi pasar yang baru.
Terlepas dari besarnya pasar dan potensi pertumbuhan pangsa pasar, ada
empat alasan sebuah Perusahaan Multinasional melakukan investasi yang
bersifat market-seeking. Yang pertama adalah karena suplier
ataupun konsumen utama mereka telah mendirikan fasilitas produksi
di luar negeri sehingga mereka harus mengikutinya supaya tetap bisa
mempertahankan bisnisnya. Yang kedua adalah karena seringnya suatu
produk atau jasa yang dihasilkan oleh Perusahaan Multinasional perlu
disesuaikan dengan kultur atau cita rasa lokal. Yang ketiga adalah alasan
untuk meminimalisasi biaya produksi dan transaksi. Dan alasan terakhir
yang tak kalah penting bagi sebuah MNC sebagai bagian dari strategi
produksi dan pemasaran global mereka adalah demi memperkuat
kehadiran mereka di pasar yang juga dilayani oleh pihak kompetitor.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
33
3. Melakukan Efisiensi (Efficiency Seekers)
Motivasi dari FDI yang bersifat effieciency-seeking adalah demi
merasionalisasi struktur dari investasi yang telah ada sebelumnya baik
yang bersifat resource-seeking maupun market-seeking sehingga
perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dari penguasaan bersama
atas aktivitas-aktivitas bisnis yang terpisah secara geografis. Investasi
yang bersifat mencari efisiensi ini manfaat utamanya adalah menekan
skala dan sekup ekonomi serta diversifikasi resiko perusahaan. Tujuan
dari Perusahaan Multinasional yang melakukan investasi yang
bersifat effieciency-seeking adalah untuk mengambil keuntungan dari
perbedaan faktor-faktor sumberdaya, budaya, susunan institusional,
pola permintaan, kebijakan ekonomi dan struktur pasar dengan cara
mengkonsentrasikan produksi di sejumlah lokasi terbatas untuk
memenuhi bermacam- macam pasar.
4. Mencari Aset Strategis (The Strategic Asset Seekers)
Motivasi keempat dari Perusahaan Multinasional dalam
melakukan FDI adalah demi mencapai tujuan-tujuan strategis jangka
panjang mereka utamanya mempertahankan atau meningkatkan daya
saing global mereka dengan cara memperoleh/mengakuisisi aset- aset
perusahaan asing di luar negara asalnya. Alasan investasi ini biasanya
tidak terlalu memfokuskan diri pada minimalisasi biaya produksi
melainkan lebih kepada mengeksploitasi aset dan kapabilitas yang
dimiliki perusahaan. Hampir sama seperti investasi yang bertujuan
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
34
mencari efisiensi, Perusahaan Multinasional yang berinvestasi dengan
mencari aset strategis berusaha memaksimalkan keuntungan dari
kepemilikan bersama atas aktivitas dan kapabilitas bisnis yang
bermacam-macam, maupun dari aktivitas dan kapabilitas bisnis yang
sama yang berada pada lingkungan ekonomi dan potensi yang
bermacam-macam (John H. Dunning dan Sarianna M. Lundan. 2008:
67-73).
E. Hubungan Istimewa
Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 7 tentang
Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan istimewa
mendefinisikan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa adalah
pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak
mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai
pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan
dan operasional.
Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 1984 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2010, Hubungan istimewa
dianggap ada apabila:
1. Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar
25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada Pengusaha lain, atau
hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan 25% (dua puluh lima
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
35
persen) atau lebih pada dua pengusaha atau lebih, demikian pula hubungan
antara dua Pengusaha atau lebih yang disebut terakhir.
2. Pengusaha menguasai pengusaha lainnya atau dua atau lebih pengusaha
berada di bawah penguasaan. Penguasaan yang sama baik langsung
maupun tidak langsung.
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat.
Pasal 9 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia
dengan mitra perjanjian menyatakan perusahaan-perusahaan yang memiliki
hubungan istimewa, apabila:
1. Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut
berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen,
pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan.
2. Terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung
maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu
perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam setiap kasus di atas,
terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan diantara kedua
perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan
keuangannya yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh
perusahaan-perusahaan yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba
yang karena kondisi- kondisi tersebut tidak diakui, dapat ditambahkan
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
36
pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak (L.Y Hari Sih
Advianto. 2011).
F. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty)
1. Pengertian Tax Treaty
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dikenal dengan
beberapa istilah yaitu Perjanjian Perpajakan (Tax treaty), Tax Convention,
Double Tax Agreement, atau Double Tax Treaty.
A “Treaty” is an international agreement concluded between
states in written form and governed by international law, wheter embodied
in a single instrument, or in two or nore related instruments and whatever
its particular designation (John Hutagaol, Darussalam, Dany Septriadi.
2006: 138).
Tax treaty is a colloquial term to denote an agreement two (or
more) countries for the avoidance of double taxation as result of
negotiation between respective countries and is ratified by each country
according to its domestic law (Lyons. 1996: 248).
Menurut Ottmar Buhler, terdapat pengertian Tax Treaty dalam arti
luas maupun dalam arti sempit. Pengertian dalam arti luas manakala suatu
tatbestasnd yang sama dan pada saat yang sama, oleh beberapa negara
yang dikenakan pajak yang sama atau yang sifatnya sama. Sementara itu
yang dimaksud sebagai Tax Treaty dalam arti sempit adalah apabila pajak
yang bersangkutan dikenakan pada subyek yang sama (Y. Sri
Pudyatmoko. 2009: 207).
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
37
2. Timbulnya Tax Treaty
Pajak Berganda terjadi karena adanya pertemuan dari kedua negara
yang menggunakan kedua azas yang berbeda. Selain menimbulkan double
tax, pertemuan kedua azas yang berbeda dari kedua negara tersebut juga
dapat menyebabkan adanya pembebasan berganda (double exemption).
Untuk mengatasai adanya double tax atau double exemption tersebut, maka
diperlukan adanya perjanijian penghindaran pajak berganda (Djoko
Muljono. 289: 2010).
Menurut Ottmar buhler dan Teichner, adanya pajak berganda
internasional dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:
a. Perbedaan Asas yang Dipakai (Kedaulatan Negara)
Perbedaan asas yang dipakai oleh masing-masing negara dapat
menimbulkan pajak ganda internasional. Asas domisli bertemu dengan
asas sumber, asas kebangsaan bertemu dengan asas sumber, dan
seterusnya.
b. Domisili Rangkap
Dalam asas domisili pengenaan pajak dikaitkan dari subyek
pajaknya. Dalam hal ini yang dikenai pajak adalah semua orang atau
badan yang berdomisili di negara tersebut dimanapun asalnya. Oleh
karena itu, kalau seseorang dianggap berdomisili di negara yang
bersangkutan oleh lebih dari satu negara, dapat mengakibatkan adanya
pajak berganda internasional.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
38
c. Kebangsaan Rangkap
Kebangsaan rangkap terjadi karena adanya perbedaan batasan
pengertian “warga negara” yang dipakai. Apabila penentuan
kewarganegaraan di suatu negara menggunakan dasar tempat kelahiran
(ius soli) sementara yang lain menggunakan dasar aliran darah/
keturunan (ius sunguisnis), maka hal tersebut dapat menyebabkan
kewarganegraan ganda (Y. Sri Pudyatmoko. 2009: 209-211).
3. Model Tax Treaty
Model Tax Treaty yang sering digunakan adalah United Nation
Model dan OECD Model. United Nation Model banyak digunakan oleh
negara-negara berkembang sebagai negara yang mempunyai sumber
penghasilan. Sedangkan, OECD Model banyak digunakan oleh negara
maju yang cenderung menganut azas domisili. Perbedaan kepentingan
antara kedua negara yang akan melaksanakan tax treaty, tidak
memungkinkan untuk secara mutlak menggunakan salah satu model
tersebut, sehingga dalam prakteknya kedua model tersebut akan diadopsi
untuk terjadinya perjanjian penghindaran pajak berganda (Djoko Muljono.
290: 2010).
G. BEPS (Based Erosion and Profit Shifting)
1. Definisi BEPS
Base erosion and profit shifting (BEPS) merupakan istilah yang
digunakan oleh negara- negara anggota G-20 dan OECD untuk menjelaskan
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
39
praktik usaha yang dilakukan oleh banyak Perusahaan Multinasional (MNCs)
untuk memindahkan keuntungan usahanya melalui skema Transfer Pricing ke
negara yang menerapkan tarif pajak rendah/nol. Secara umum, selain melalui
Transfer Pricing, praktik BEPS juga dapat terjadi karena adanya praktek
hybrid mismatches yaitu pemberlakuan transaksi yang berbeda oleh setiap
negara untuk menghindari pajak dan pemberian special purpose entities
(SPE) yang telah memberi keleluasaan kepada Perusahaan Multinasional
untuk mengalihkan keuntungan usahanya ke negara lain (Wells dan Lowell.
2013: 3).
2. Penyebab Isu BEPS
a. Praktik Profit Shifting yang dilakukan oleh Perusahaan Multinasional
untuk meminimalkan pembayaran pajak mereka dan memaksimalkan
profit mereka merupakan penyebab utama BEPS.
b. Regulasi perpajakan global konvensional (yang disusun 80 tahun lalu)
sudah tidak dapat mengatur perkembangan dunia usaha yang semakin
kompleks.
c. Sistem perpajakan yang berlaku saat ini (konvensional) memudahkan
dan mendorong Perusahaan Multinasional untuk melakukan praktek
pengurangan kewajiban pajaknya.
d. Penyalahgunaan penghindaran pajak oleh Perusahaan Multinasional
telah memberikan keunggulan kompetitif bagi mereka, meskipun hal
ini mendorong munculnya masalah keadilan dan kepatuhan pajak.
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
40
e. Saat ini telah berkembang praktek di mana Perusahaan Multinasional
tidak membayar kewajiban pajaknya di negara di mana mereka
beroperasi dan mendapatkan keuntungan usaha.
f. Penyelesaian secara sepihak dan parsial tidak akan berhasil
mengatasi masalah BEPS. Hanya dengan pendekatan yang
komprehensif dan multilateral, dengan melibatkan semua negara dapat
menyelesaikan masalah ini.
3. Dampak yang ditimbulkan oleh BEPS:
a. Menyebabkan risiko serius bagi penerimaan pajak suatu negara,
kedaulatan dan keadilan perpajakan baik bagi negara maju maupun negara
berkembang, khususnya bagi negara-negara yang menerapkan tarif pajak
normal/tinggi.
b. Mendorong berkembangnya praktek profit shifting ke negara low-tax
jurisdiction oleh Perusahaan Multinasional. Perbedaan tarif pajak
menimbulkan kesempatan melakukan tax arbitrage, yang pada umumnya
dimanfaatkan oleh Perusahaan Multinasional dalam tax planning-nya.
c. Mendorong meningkatnya praktek tax dispute dan tax arbritage
apabila tidak diselesaikan secara tepat dan cepat. Apabila wajib pajak
dalam negeri memandang bahwa Perusahaan Multinasional dapat dengan
mudah menghindari kewajiban pajaknya, maka hal ini akan mengganggu
kepatuhan wajib pajak lainnya (Nanang Zainal Arifin. 2014:2-3).
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017
41
4. Produk BEPS
Perlu diketahui produk BEPS yang dikeluarkan OECD adalah berupa:
a. Laporan kesimpulan sementara yang menandakan permulaan
perdebatan atas isi laporan BEPS.
b. Rekomendasi bagi ketentuan domestik, seperti ketentuan CFC.
c Rekomendasi untuk Model Convention, seperti ketentuan Permanent
Establishment.
d. Rekomendasi ketentuan Transfer Pricing, seperti intangibles.
e. Proposal Mutual Agreement Procedure (MAP)
(Deborah. 2014: 107).
KAJIAN HUKUM TRANSFER ...,PANDU YUNADI, ILMU HUKUM, UMP 2017