bab ii tinjauan pustaka a. kualitas pelayanan 1. …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/748/4/bab...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Pelayanan
1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Goetsch dan Davis (2000) mengungkapkan bahwa kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Ahli lain, Kotler (1997)
mendefinisikan kualitas sebagai keseluruhan ciri dan karaktreristik produk atau
jasa yang mendukung kemampuan untuk memuaskan kebutuhan.
Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan
lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang
melayani dan yang dilayani (Sugiarto, 1999). Menurut Juran (1995) pelayanan
atau jasa adalah pekerjaan yang dilakukan untuk orang lain atau industri yang
didirikan untuk memberikan pelayanan. pekerjaan untuk orang lain mencakup
orang didalam perusahaan (pelanggan internal), maupun orang diluar perusahaan
(pelanggan eksternal).
Menurut Utaminigtyas (2001), Kualitas pelayanan adalah tindakan
seseorang atau satu pihak kepada orang lain atau pihak lain melalui penyajian
produk atau jasa sesuai dengan ukuran yang berlaku pada produk jasa tersebut
untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan orang yang dilayani. Ahli
lain, Mathis dan Jackson (2011) menyatakan bahwa kualitas layanan merupakan
salah satu elemen dari kinerja (performance) yang dapat mengukur pekerjaan
15
tersebut, seperti pekerjaan seorang dosen perguruan tinggi mungkin meliputi
kriteria pekerjaan mengajar, riset dan pelayanan.
Tsai et al. (2008), karyawan akan memberikan layanan berkualitas ketika
karyawan bersedia untuk menerima dan mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan. Kualitas layanan memberikan suatu dorongan kepada pelanggan atau
dalam hal ini pengunjung untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan
lembaga atau instansi pemberi pelayanan jasa. Ikatan hubungan yang baik ini akan
memungkinkan lembaga pelayanan jasa untuk memahami dengan seksama
harapan pelanggan atau pengunjung serta kebutuhan pelanggan. Dengan demikian
penyedia layanan jasa harus dapat meningkatkan kepuasan pengunjung dengan
memaksimalkan pengalaman pengunjung yang menyenangkan dan
meminimumkan pengalaman pengunjung yang kurang menyenangkan. Apabila
layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan, maka
kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal, tetapi sebaliknya jika
layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan maka
kualitas layanan dipersepsikan rendah.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat dinyatakan bahwa kualitas layanan
merupakan keseluruhan tampilan dan karakteristik yang ditawarkan oleh suatu
produk baik itu barang maupun jasa yang mampu memberikan nilai lebih dari
harapan yang dicari.
2. Aspek-aspek Kualitas Pelayanan
Konsep kualitas termasuk kualitas pelayanan sering ditinjau dari perspektif
yang berbeda-beda. Konsep kualitas layanan sangat relatif, meskipun demikian
16
dalam manajemen kualitas konsep kualitias diperlukan sebab menurut Crosby,
Deming dan Juran (dalam Martin dan Kettner, 1996) kualitas merupakan akar
bisnis yang menjadi pertimbangan bagi pelanggan.
Moeljono (2002) mengemukakan ada 5 aspek dalam kualitas pelayanan,
diantaranya yaitu :
a. Etos kerja, yang mengandung arti kesepakatan dan penerapan sikap melayani
sebagai bagian dari acuan bekerja dan berorganisasi. Indikator ini
mencerminkan bagaimana suatu organisasi bekerja dan berinteraksi dalam
melayani pelanggannya.
b. Keselarasan dengan pelanggan, diartikan sebagai perlunya orientasi perusahaan
yang selalu memperhatikan keperluan dan harapan pelanggan. Inidikator ini
memperlihatkan apakah kebijaksanaan perusahaan berdasarkan keperluan dan
harapan pelanggan atau tidak.
c. Kemampuan menangani masalah pelanggan. Indikator ini memperlihatkan
bahwa perusahaan mampu melayani pelanggannya dengan baik.
d. Karyawan yang berkualitas dan mampu diberdayakan, sebagai aset utama
perusahaan, karyawan yang berkualitas diberikan kemampuan, wewenang dan
peluang untuk menjalankan peran dan tanggungjawabnya. Indikator ini
menunjukan bahwa perusahaan mempersiapkan dan memberikan kesempatan
pada karyawan untuk mampu memenuhi keperluan dan harapan pelanggan.
e. Peningkatan kualitas dan proses, yang mampu mengikuti kebutuhan pelanggan
dibutuhkan kesiapan perkembangan terus-menerus untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan diri dengan berorientasi kepada kualitas pelayanan
17
dan proses. Indikator ini menunjukan apakah yang dirasakan ada upaya
berkesinambungan untuk terus menerus memperbaiki dan meningkatkan diri.
Russel dan Taylor (2000) menyebutkan kualitas layanan ditunjukkan oleh
hal - hal sebagai berikut :
a. Time and timeliness, menunjukkan berapa lama pelanggan harus menunggu
pelayanan dan diselesaikan pada waktunya.
b. Completeness, menunjukkan apakah yang diminta pelanggan disediakan.
c. Courtesy, menunjukkan bagaimana pelanggan dilayani oleh pekerja.
d. Accessibility and convenience, menunjukkan tentang seberapa mudah
pelanggan mendapatkan pelayanan.
e. Accuracy, menunjukkan apakah pelayanan berjalan setiap saat.
f. Responsiveness, menunjukkan seberapa baik perusahaan bereaksi terhadap
situasi yang tidak seperti biasanya.
Parasuraman (2003) menyatakan ada lima aspek yang dapat mengukur
kualitas layanan jasa, diantaranya :
a. Bukti langsung (tangibles) merupakan segala sesuatu yang dapat dilihat dan
berwujud, seperti fasilitasitas fisik, perlengkapan, karyawan dan sarana
komunikasi.
b. Keandalan (reliability) merupakan kemampuan dalam hal memberikan
pelayanan dengan segera dan memuaskan.
c. Daya tanggap (responsivensess) merupakan kesediaan atau keinginan para
karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang
cepat tanggap.
18
d. Jaminan (assurances) yaitu mencakup kesopanan, kemampuan, sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para karyawan, bebas dari bahaya, risiko, atau
keraguan.
e. Empati (empathy) merupakan rasa memahami dan kepedulian meliputi
kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami
kebutuhan para pelanggan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis mengukur kualitas
pelayanan menggunakan aspek-aspek kualitas layanan yang dikemukakan oleh
Parasuraman (2003) sebagai acuan dalam pembuatan alat ukur (skala). Aspek-
aspek dari Parasuraman dianggap cukup sesuai dengan kondisi penelitian yang
dilakukan oleh peneliti.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Abdullah dan
Rozario (2009) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan dipengaruhi oleh
harapan, kualitas proses dan kualitas hasil. Faktor lain yang juga mempengaruhi
kualitas layanan adalah kualitas fungsional dan kualitas teknikal (Javadein,
Khanlari, dan Estiri, 2008).
Sureshchandar, Rajendran, dan Anantharaman (2002) mengidentifikasikan
lima faktor kualitas pelayanan yang sangat penting dari sudut pandang pelanggan
yaitu:
a. Inti pelayanan atau produk pelayanan (isi pelayanan).
b. Elemen manusia dalam pemberian pelayanan, seperti kehandalan, daya
tanggap, jaminan, empati, dan perbaikan pelayanan.
19
c. Sistematis dalam pemberian pelayanan – elemen bukan manusia, seperti
proses, prosedur, sistem, dan teknologi yang membuat pelayanan tanpa cela.
d. Bukti fisik pelayanan. Seperti perlengkapan, tanda, penampilan karyawan, dan
lingkungan fisik yang dibuat manusia di sekitar pelayanan.
e. Tanggung jawab sosial, tingkah laku etis dari penyedia pelayanan.
Organisasi memerlukan komitmen dari karyawan dan dukungan dari
semua level manajemen untuk dapat mencapai kualitas layanan yang baik. Oleh
karena itu pihak perusahaan atau organisasi harus memperhatikan semua elemen-
elemen yang penting dalam penerapan atau pencapaian kualitas. Menurut Ariani
(2003), kualitas layanan yang baik dapat dicapai apabila delapan unsur telah
terpenuhi, yaitu :
a. Fokus pada pelanggan dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan sesuai
dengan harapan.
b. Komitmen jangka panjang, agar seluruh karyawan mau melaksanakan hal yang
sama dengan terlibat secara penuh dalam proses yang ada.
c. Kepemimpinan dan dukungan manajemen puncak, dengan memberikan
dukungan tenaga, pikiran, perencanaan strategik, gaya serta perbaikan secara
berkesinambungan.
d. Pemberdayaan seluruh personil dan kerja tim dengan mendorong partisipasi
seluruh karyawan untuk mencapai sasaran kualitas, termasuk perbaikan dan
penyelesaian masalah.
e. Komunikasi efektif dengan mengadakan hubungan komunikasi baik secara
formal maupun informal dan komunikasi vertikal maupun horizontal.
20
f. Kepercayaan dan analisis proses secara statistik, yang memungkinkan
organisasi melakukan tindakan perbaikan, menetapkan prioritas dan
mengevaluasi kemajuan yang dicapai.
g. Komitmen terhadap perbaikan dengan membangun kesadaran untuk
mengadakan perbaikan melalui pendidikan dan pelatihan karyawan.
h. Mendukung pemberian penghargaan yang bukan hanya berupa upah atau gaji,
melainkan penghargaan berupa pujian, dukungan saran maupun kritik
membangun.
Bagi peneliti, hotel sebagai salah satu usaha yang bergerak di bidang jasa
memiliki keharusan untuk menjamin kualitas layanan yang secara langsung
maupun tidak langsung berdampak kepada konsumen. Faktor sumber daya
manusia penyedia jasa merupakan faktor paling penting dalam menentukan
tingkat kepuasan konsumen karena berhubungan langsung dengan konsumen serta
dapat mempengaruhi penilaian akhir konsumen terhadap tingkat kepuasan
maupun tingkat ketidakpuasannya (Stahton, 1994). Jhons (1992) konsumen mau
tidak mau, sadar atau tidak sadar akan memiliki suatu persepsi terhadap pemberi
jasa pelayanan. Apabila sumber daya manusia yang melayani dipersepsikan
positif dan sesuai dengan harapan, maka konsumen akan merasa puas dan
demikian sebaliknya.
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa kualitas pelayanan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas pelayanan dipengaruhi oleh faktor
kepemimpinan, komitmen organisasi, komunikasi efektif, dan sumber daya
manusinya (SDM). Dalam penelitian ini peneliti berfokus terhadap sumber daya
21
manusia penyedia jasa yang peneliti anggap sesuai dengan permasalahan yang
ditemukan dilapangan pada saat peneliti melakukan Praktek Kerja Profesi
Psikolog (PKPP), peneliti menemukan bahwa faktor penyebab permasalahan
belum maksimalnya kualitas layanan pada beberapa divisi hotel S disebabkan
rendahnya komitmen organisasi karyawan hotel S dalam mewujudkan visi dan
misi Hotel S. Rendahnya komitmen organisasi dalam diri karyawan membuat
karyawan hotel S kurang bersungguh-sungguh dalam bekerja, tingkat kehadiran
yang kurang, seringnya karyawan meninggalkan lokasi kerja karena bekerja diluar
dari organisasi demi kepentingan pribadinya sehingga tidak ada lagi prioritas
dalam bekerja mengakibatkan pembagian tugas dan waktu kerja belum optimal.
Kinerja yang diperlihatkan oleh karyawan merupakan faktor paling
penting dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, terutama yang langsung
berhubungan dengan konsumen, sehingga dengan adanya pelatihan komitmen
organisasi diharapkan peserta lebih bisa memacu komitmen kerja sehingga
menghasilkan kompetensi dari karyawan yang memungkinkan akan timbul
keberhasilan. Jadi pelatihan komitmen organisasi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pada karyawan hotel S cukup diperlukan.
B. Pelatihan Komitmen Organisasi
1. Pengertian pelatihan
Pelatihan adalah metode pembelajaran yang mempunyai tujuan mengubah
aspek kognitif, afektif, dan keterampilan atau keahlian (Kikpatrick dalam Salas
dkk, 2001). Pelatihan merupakan sarana individu mempunyai pemahaman
(knowledge), keterampilan (skill), atau perilaku (behavior) tertentu sehingga
22
mampu menerapkan hal tersebut dalam aktivitas sehari-hari (Eitington, 1996).
Pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan
dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini (Mathis &
Jackson 2006).
Pelatihan berkaitan erat dengan masalah belajar, artinya belajar merupakan
suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya (perubahan yang relatif
tetap) sebagai akibat dari pengalaman karena adanya interaksi dengan lingkungan.
Metode pembelajaran yang efektif bagi individu adalah experienced learning
dimana individu belajar melalui pengalaman yang dialaminya langsung. Dalam
pelatihan akan terjadi suatu proses pembelajaran. Ancok (2002) menyatakan
bahwa ada beberapa tahapan yang harus dilalui agar terjadi suatu proses
pembelajaran yang efektif, yaitu :
a. Pembentukan pengalaman
Pada tahapan ini, peserta dilibatkan dalam suatu kegiatan atau permainan
bersama orang lain. kegiatan atau permainan ini adalah salah satu bentuk
pemberian pengalaman secara langsung kepada peserta, yang akan menjadi
wahana untuk menimbulkan pengalaman intelektual, pengalaman emosional, dan
pengalaman yang bersifat fisikal. Melalui pengalaman tersebut setiap peserta siap
untuk memasuki tahapan kegiatan berikutnya, yaitu tahapan pencarian makna
(debriefing) melalui kegiatan perenungan.
b. Perenungan pengalaman
Tahap ini bertujuan untuk memproses pengalaman yang telah diperoleh
peserta dari kegiatan yang telah dilakukan. Pada tahap ini setiap peserta
23
melakukan refleksi tentang pengalaman pribadi yang dirasakan saat kegiatan
berlangsung, baik yang dilakukan secara intelektual, emosional maupun fisikal.
c. Pembentukan konsep
Tahap ketiga ini bertujuan untuk mencari makna dari pengalaman
intelektual, pengalaman emosional dan pengalaman fisikal yang diperoleh dari
keterlibatannya dalam kegiatan yang dilakukan sebelumnya. Tahapan ini
merupakan kelanjutan tahapan refleksi dengan menanyakan kepada peserta
tentang hubungan antara kegiatan yang dilakukan dan perilaku sesungguhnya
dalam kehidupan sehari-hari.
d. Pengujian konsep
Tahap terakhir ini bertujuan untuk merenungkan dan mendiskusikan
sejauh mana konsep yang telah terbentuk didalam tahapan ketiga dapat diterapkan
dalam kehiduan sehari-hari, baik dalam kehidupan bersama keluarga, teman
maupun masyarakat (transfer of learning). Peserta melihat relevansi pengalaman
yang telah dialami, kemudian direfleksikan, dan dikonsep dengan kehidupan
sehari-hari.
Pelatihan dalam penelitian ini adalah suatu metode pembelajaran
sistematis untuk mempelajari suatu keterampilan atau perilaku tertentu melalui
metode terstruktur dan terencana untuk mengembangkan potensi individu baik
secara pribadi maupun secara kelompok. Bentuk pelatihan dan pembelajaran yang
diberikan diharapkan efektif dalam membentuk dan melahirkan individu-individu
yang mampu menyelessaikan masalah sesuai dengan tujuan pelatihan sehingga
24
pada akhirnya terbentuklah suatu keterampilan dan kemampuan tertentu yang
relatif permanen.
2. Pengertian Komitmen Organisasi
Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi
(organizational commitment) merupakan suatu keadaan karyawan memihak
terhadap tujuan-tujuan organisasi serta memiliki keinginan untuk
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Ahli lain, komitmen
merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai terhadap organisasi, yaitu
adanya perasaan ikut terlibat secara emosional dengan organisasinya (Herriette,
Heinsz, & Kevin, 1995).
Allen dan Meyer (1996) mengemukakan bahwa komitmen organisasi
merupakan suatu keterikatan psikologis antara karyawan dengan organisasi yang
membuat karyawan tersebut tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan
organisasinya. Kreitner dan Kinicki (2004) mengemukakan bahwa komitmen
menunjukkan seberapa jauh keterlibatan individu pada pekerjaannya. Individu
yang berkomitmen memiliki pendirian kuat dan tidak mudah putus asa meski
berada dibawah tekanan.
Pengertian komitmen organisasi menurut Luthans (2005) adalah (1)
keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, (2) keinginan kuat
untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan (3) keyakinan tertentu, dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap
yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan
25
dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan
keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Menurut Baron (1996) dan Greenberg (1993), definisi komitmen
organisasi adalah keinginan orang untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya
dalam organisasinya serta tidak ada keinginan untuk meninggalkan organisasi
tersebut. Definisi yang hampir sama disampaikan oleh Kreitner dan Kinicki
(2007), yaitu keinginan individu untuk mengidentifikasi dirinya dalam organisasi
beserta tujuan yang ingin dicapai.
Karyawan yang berkomitmen menerima dengan tulus tujuan individu dan
organisasinya (Gibson, Ivancevich, & Donelly, 1997). Ini menunjukkan bahwa
komitmen mereka terhadap organisasi meliputi sikap rela berkorban demi
pencapaian tujuan organisasi, bertanggung jawab dalam menjalankan misi
organisasi dan mengutamakan kepentingan organisasi dalam setiap pengambilan
keputusan. Rashid, Sambasivan, dan Johari (2003) berpendapat bahwa komitmen
organisasi merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara
pegawai dengan organisasi, sehingga dapat menentukan kelangsungan hubungan
pegawai dengan organisasinya. Hal ini berarti bahwa komitmen organisasi
dipandang sebagai sikap kerja dari pegawai terkait dengan keikutsertaan atau
keterlibatannya dalam aktivitas-aktivitas di dalam organisasi, antara lain
penyusunan rencana kerja atau dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
komitmen organisasi merupakan suatu sikap kerja yang ditunjukkan oleh pegawai
yang memiliki hubungan atau keterikatan psikologis dengan organisasi karena
26
merasa adanya kesamaan nilai dan tujuan dengan organisasi. Adanya keterikatan
psikologis membuat pegawai tersebut rela berkorban demi pencapaian tujuan
organisasi dan tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan organisasinya.
a. Aspek-aspek Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi meliputi tiga aspek, yaitu (1) keinginan untuk
mengidentifikasi tujuan organisasi, (2) keterlibatan dengan tugas, dan (3)
kesetiaan terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich, & Donelly, 1997). Lebih lanjut
Meyer dan Allen (1996) merumuskan tiga aspek komitmen dalam berorganisasi,
yaitu, affective commitment, continuance commitment dan normative
commitment:
1) Affective commitment adalah kekuatan hasrat karyawan untuk bekerja pada
organisasi karena setuju dengan tujuan dengan nilai-nilai organisasi. Affective
commitment mengacu pada kelekatan emosional dan identifikasi karyawan
dengan organisasi. Karyawan dengan affective commitment yang tinggi tetap
ingin berada dalam organisasi karena mendukung tujuan organisasi dan ingin
membantu misi tersebut (Greenberg & Baron, 2000). Karyawan berada dalam
organisasi karena keinginannya sendiri, karyawan mengidentifikasikan diri
pada organisasi, menginternalisasi nilai dan sikap organisasi, dan tunduk
dengan tuntutan organisasi (Schultz & Schultz, 1998).
Karyawan dengan bentuk komitmen afektif memiliki kelekatan emosional yang
lebih terhadap organisasi. Karyawan dengan bentuk komitmen ini biasanya
lebih menunjukan sikap yang lebih baik dibandingkan dengan karyawan
dengan bentuk komitmen berkelanjutan. Hal ini disebabkan oleh kelekatan
27
emosional yang dimiliki karyawan tersebut. Sikap yang dimaksud seperti,
karyawan ingin tetap berada dalam organisasi karena keinginan sendiri, bukan
kerena fasilitas yang ditawarkan perusahaan, karyawan merasa senang berada
dalam perusahaan dan karyawan perduli terhadap kelangsungan perusahaan.
2) Continuancecommitment adalah keinginan hasrat untuk terus bekerja pada
organisasi karena membutuhkan pekerjaan tersebut dan tidak dapat berbuat hal
yang lain (Greenberg dan Baron, (2000). Karyawan terikat dengan organisasi
hanya karena faktor seperti rencana pensiun dan senioritas, yang tidak dapat
berlanjut apabila berhenti kerja. Karyawan tidak memiliki identifikasi pribadi
dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi (Schultz dan Schultz, 1998).
Continuancecommitment atau komitmen berkelanjutanini dapat disebabkan
karena karyawan tidak memiliki pilihan lain selain bertahan dalam perusahaan
dan akan mendapatkan kerugian apabila meninggalkan perusahaan. Kerugian
ini seperti kehilangan fasilitas yang ditawarkan perusahaan, tunjangan pensiun.
Selain itu apabila karyawan telah lama bekerja dalam perusahaan dan telah
merasa senior, rasa senioritas ini juga dapat menimbulkan komitmen
berkelanjutan. Selain itu, karyawan dengan tipe komitmen ini juga tidak
memiliki identifikasi pribadi dengan nilai-nilai perusahaan.
3) Normative commitment adalah kekuatan hasrat karyawan untuk terus bekerja
pada organisasi karena merasa wajib untuk tetap tinggal dalam organisasi, hal
ini karena tekanan dari orang lain (Greenberg & Baron, 2000). Normative
commitment menyangkut pada merasa berkewajiban untuk tetap bekerja pada
pimpinannya. Perasaan ini timbul karena telah mendapat keuntungan dari
28
pemimpin, seperti pembayaran kuliah atau pelatihan keterampilan khusus
(Schultz & Schultz, 1998).
Karyawan dengan bentuk komitmen normatif, akan selalu memikirkan apa
yang dipikirkan oleh orang lain apabila karyawan tersebut meninggalkan
perusahaan. Hal ini disebabkan karena, perusahaan telah memberikan fasilitas
terhadap dirinya, sehingga menjadi suatu kewajiban apabila karyawan tersebut
harus tetap berada dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan beberapa aspek di atas maka komitmen organisasi mencakup
keinginan, kebutuhan dan kewajiban dari pegawai untuk tetap berada dalam
organisasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek-aspek komitmen
organisasi berdasarkan pada aspek-aspek yang diungkapkan oleh Meyer & Allen
(1996) yang terdiri dari: (a) komitmen afektif (b), komitmen kontinuans, dan (c)
komitmen normatif.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Menurut John dan Taylor (1999), faktor–faktor yang mempengaruhi
komitmen organisasional antara lain :
1) Karakteristik pribadi yang berkaitan dengan usia dan masa kerja, tingkat
pendidikan, status perkawinan, dan jenis kelamin. Sebagai contoh, karyawan
yang lebih berumur dan lebih berpengalaman pada pekerjaannya cenderung
untuk lebih berkomitmen dari pada karyawan dengan pengalaman kerja yang
masih sedikit. Yang menarik adalah, selama bertahun-tahun telah ditemukan
bahwa wanita cenderung mempunyai komitmen yang lebih rendah dari pada
pria. Hal ini karena biasanya wanita mempunyai pekerjaan dengan karakteristik
29
sedikit melibatkan mereka, dan level pekerjaan yang rendah, dimana hal
tersebut bukan merupakan trigger yang bagus untuk tetap menyukai pekerjaan
mereka. Namun saat ini, wanita telah terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan
dengan level yang tinggi dan lebih menantang, sehingga perbedaan jender
dalam komitmen organisasi saat ini telah hilang (Greenberg, 1996).
2) Karakteristik pekerjaan yang berkaitan dengan peran, self employment,
otonomi, jam kerja, tantangan dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan dalam
pekerjaan. Hasil dari penelitian-penelitian menunjukan bahwa komitmen
organisasi dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan. Misal, sudah diteliti bahwa
komitmen organisasi cenderung lebih tinggi saat karyawan mempunyai tingkat
tanggung jawab yang tinggi melebihi pekerjaan yang harus mereka lakukan,
dan rendah pada saat karyawan menerima kesempatan promosi yang sedikit.
Komitmen organisasi juga cenderung lebih tinggi pada karyawan yang
menganggap bahwa pekerjaan mereka mempunyai karakteristik yang
mendukung (enriched) tingkat motivasi yang tinggi. Pekerjaan yang
mempunyai karakteristik ini biasanya memperkuat perasaan kelekatan
karyawan.
3) Pengalaman kerja atau masa kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosialisasi
utama yang mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan ikatan
psikologis dengan organisasi. Mayer dkk (2002) menyebutkan bahwa masa
kerja merupakan anteseden bagi komitmen organisasi. Hal senada disampaikan
oleh Cohen (1993), bahwa masa kerja merupakan determinan bagi komitmen
organisasi.
30
4) Karakteristik struktural yang meliputi kemajuan karier dan peluang promosi,
besar atau kecilnya organisasi, dan tingkat pengendalian yang dilakukan
organisasi terhadap karyawan. Semakin besar kesempatan untuk mencari
pekerjaan lain, akan semakin rendah kecenderungan komitmen individu
(terutama komitmen kontinuans) (Greenberg, 1996).
Steers dan Porter (1991) menyimpulkan ada tiga faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: faktor personal, faktor
organisasi, dan faktor Non-organizational.
1) Faktor personal yang meliputi job satisfaction, psychological contract, job
choice factors, karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan membentuk
komitmen awal.
2) Faktor organisasi, meliputi initial works experiences, job scope, supervision,
goal consistency organizational. Semua faktor ini akan membentuk atau
memunculkan tanggung jawab.
3) Non-organizational factors, yang meliputi availability of alternative jos. Faktor
yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif
pekerjaan lain.
Ketiga komponen diatas dapat menumbuhkan komitmen karyawan pada
organisasi dan dapat memberi hasil yang positif pada perusahaan seperti,
peningkatan kehadiran, kebetahan kerja, keterlibatan pada pekerjaan dan
peningkatan usaha karyawan pada organisasi. Menurut Ramli (2009) komitmen
karyawan dapat ditumbuhkan melalui pelatihan.
31
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
komitmen kerja karyawan terhadap organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap
organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai dan tujuan
organisasi. Disamping itu komitmen kerja karyawan terhadap organisasi
merupakan suatu hubungan antara individu karyawan dengan organisasi kerja,
dimana karyawan mempunyai keyakinan dan kepercayaan terhadap nilai-nilai dan
tujuan organisasi kerja, adanya kerelaan untuk menggunakan usahanya secara
sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi kerja serta mempunyai keinginan
yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi kerja. Dalam hal ini individu
mengidentifikasikan dirinya pada suatu organisasi tertentu tempat individu
bekerja dan berharap untuk menjadi anggota organisasi kerja guna turut
merealisasikan tujuan-tujuan organisasi kerja.
3. Pengertian Pelatihan Komitmen Organisasi
Pelatihan komitmen organisasi adalah memberikan suatu jenis
keterampilan pengelolaan diri yang dilakukan secara terencana dan bertujuan
untuk dapat meningkatkan identifikasi, keterlibatan dan loyalitas individu pada
pekerjaannya. Hal ini senada dengan pernyataan Robbins dan Judge (2008)
menyatakan bahwa komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan
suatu keadaan karyawan memihak terhadap tujuan-tujuan organisasi serta
memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi
tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan
komitmen organisasi yaitu pemberian suatu jenis keterampilan pengelolaan diri
32
sendiri yang bertujuan agar karyawan dapat mengidentifikasi perannya,
keterlibatan dalam pekerjaannya, dan mempertahankan keanggotaannya dalam
organisasi guna mencapai tujuan-tujuan organisasi.
4. Sesi-sesi Pelatihan Komitmen Organisasi
Materi Pelatihan Komitmen Organisasi disusun berdasarkan aspek-aspek
komitmen organisasi milik (Allen dan Meyer. 1996) yang meliputi tiga aspek
yaitu affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment.
Pelatihan komitmen organisasi sebelum dilakukan try out terbagi dalam 6 (Enam)
sesi yaitu pembukaan, menetapkan kesadaran peran, sesi menetapkan prioritas,
sesi kewajiban untuk tinggal, sesi makna pekerjaan, dan sesi penutup.
Sesi pertama pelatihan adalah Pembukaan dan Perkenalan, ice breaking.
Pelatihan dimulai dengan Registrasi, pemberian name tag dan toolkit dan Coffee
Snack. Pada saat registrasi peserta diminta untuk menandatangani daftar hadir
yang telah dipersiapkan, untuk mengetahui jumlah peserta yang akan mengikuti
pelatihan. Name tag dan toolkit diberikan kepada masing-masing peserta yang
hadir agar mempermudah trainer untuk melihat nama dari masing-masing peserta.
Pembukaan oleh pemandu acara pelatihan dengan membaca Basmallah.
Selanjutnya acara perkenalan, diawali oleh Trainer beserta assisten dan observer
untuk memperkenalkan diri secara lengkap serta menjelaskan perannya masing-
masing di dalam pelatihan.
Trainer menyampaikan maksud dan tujuan dari pelatihan agar seluruh
peserta dapat memahami dan mengerti tentang pelatihan yang akan diberikan.
Kontrak belajar dilakukan agar peserta dapat mengikuti pelatihan secara tertib
33
sampai selesai. Trainer memberikan ice breaking (Gajah dan semut), tujuan untuk
membangkitkan semangat subjek dan melatih daya konsentrasi dalam menangkap
instruksi. Setelah dianggap selesai, maka fasilitator menggali pengalaman yang
dirasakan dari permainan tersebut yaitu untuk mengetahui daya konsentrasi dalam
menangkap instruksi. Contoh “apa yang teman-teman rasakan dari permainan
ini?”. Waktu yang diperlukan pada sesi ini adalah 15 menit.
Sesi kedua Menetapkan Kesadaran Peran. Sesi ini tujuannya untuk
mengingatkan peserta bahwa setiap anggota memiliki peran penting dalam
pencapaian tujuan organisasi. Fasilitator akan mengajak peserta untuk mengisi
lembar kerja peran dan tanggung jawab dalam organisasi, hal ini bertujuan agar
peserta mampu mengidentifikasi peran dan tugasnya dalam organisasi. Pada
proses ini diharapkan timbul ikatan emosional yang kuat pada organisasi dan
pekerjaan yang dilakukan. Serta kemungkinan besar peserta akan
mengidentifikasikan dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi, serta benar-benar
ingin berada dalam organisasi karena setuju terhadap visi dan misi organisasi
bukan karena hal lainnya. Jika kita menikmati pekerjaan, merasa nyaman dan puas
dengan pekerjaan kita. Pada gilirannya, hal ini meningkatkan kepuasan kerja serta
kemungkinan akan menimbulkan keberhasilan yang lebih baik.
Pada sesi ini juga peserta diberikan game yang berbentuk “soft” karena
lebih banyak berpikir. Peserta diberikan contoh kasus problem solving,
dilanjutkan dengan diskusi kelompok atas jawaban mereka. Walau ini permainan,
namun dari sini dapat diketahui tentang komitmen seseorang, permainan ini juga
diharapkan dapat menimbulkan sikap tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
34
tugasnya dalam melakukan pelayanan terhadap pelanggan. Waktu yang
diperlukan pada sesi ini adalah 60 menit.
Sesi ketiga Menetapkan Prioritas. Trainer memberikan pengantar materi,
dan setelah itu peserta akan mengerjakan daftar tugas sehari-hari. Fasilitator akan
memfasilitasi diskusi mengenai pentingnya komitmen dalam proses kerja. Proses
ini mengajarkan pada karyawan agar lebih memahami kebutuhan pelanggan,
menentukan pilihan dalam menjalankan tugas dan mengutamakan kebutuhan
pelanggan dari pada kepentingan pribadi karyawan.
Peserta diberikan gambaran untuk menimbang-nimbang antara pro dan
kontra untuk meninggalkan organisasi. Kita mungkin merasa untuk tetap di
perusahaan, karena merasa akan kehilangan lebih besar dengan
meninggalkannya dari pada manfaat yang mungkin didapatkan di perusahaan
baru. Kerugian yang akan dirasakan, bisa berupa moneter (kehilangan gaji dan
tunjangan), profesionalisme (kehilangan senioritas atau keterampilan yang telah
menghabiskan bertahun-tahun untuk diperoleh), atau sosial (kehilangan
persahabatan atau koleaga). Tingkat dari “kerugian” seiring meningkat dengan
usia dan pengalaman. Waktu yang diperlukan pada sesi ini adalah 60 menit.
Sesi selanjutnya adalah Kewajiban Untuk Tinggal. Sesi ini peserta
diberikan game 16 kotak dan ceramah. Tujuannya untuk mengidentifikasi tujuan
hidup dan alasan peserta berada di dalam organisasi. Peserta merasa ada
kewajiban untuk organisasi, bahkan jika tidak bahagia dalam peran itu, atau
bahkan saat ingin mengejar kesempatan yang lebih baik. Peserta merasa harus
tinggal dengan organisasi, karena itu adalah hal yang wajib dan benar untuk
35
dilakukan. Rasa kewajiban ini dapat berasal dari beberapa faktor. Kita mungkin
merasa harus tetap dengan organisasi karena telah menginvestasikan uang atau
waktu dalam pekerjaan. Atau mungkin perusahaan telah memberikan “hadiah di
muka”, seperti membayar biaya kuliah kita.Kewajiban ini juga mungkin hasil dari
pendidikan. Misalnya, mengingat keluarga yang mungkin menekankan bahwa kita
harus tetap setia kepada organisasi.
Proses ini diharapkan karyawan mampu menumbuhkan sikap perduli
terhadap pelanggan, melayani pelanggan sepenuh hati dan mengerti akan
kebutuhan pelanggan. Karyawan tetap berada di organisasi tidaklah hanya sebatas
pekerjaan, namun karyawan harus meyakini bahwa tujuan organisasi merupakan
tujuan hidup yang harus dicapai secara bersama-sasma.
Sesi Kelima Makna Pekerjaan, tujuannya mengidentifikasi aneka
manfaat/makna yang bisa diperoleh dari bekerja. Pada sesi ini karyawan kembali
diingatkan bahwa pentingnya ketercapaian tugas dalam kelompok, tanpa adanya
kerjasama, komunikasi dan tanggung jawab, maka pekerjaan itu menjadi sia-sia,
peserta pelatihan diajak untuk lebih merenungi tujuan dalam bekerja, efek dari
meninggalkan tugas dan akibat-akibat bagi organisasi ketika karyawannya tidak
memberikan yang terbaik. Waktu yang dibutuhkan 45 menit. Metode : Gugus
tugas, peserta disuruh menuliskan makna pekerjaan bagi dirinya. Alat pendukung
: kertas ukuran A3 dan spidol. Prosedur : Fasilitator menyiapkan kertas ukuran A3
dan spidol. Fasilitator kemudian membagikan lembar kerja peran dan tangung
jawabku dalam organisasi kepada masing-masing peserta. Setelah itu semua
36
peserta disuruh menuliskan “kata kunci” mengenai makna pekerjaan yang mereka
jalani.
Sesi keenam tentang Review, Evaluasi dan Penutup. Pada sesi ini kegiatan
yang dilakukan adalah review materi sebelumnya, evaluasi dan penutupan. Tujuan
dari evaluasi reaksi untuk menilai apakah peserta merasa senang dan puas
terhadap metode pelatihan, materi dan fasilitas serta fasilitator pelatihan. Evaluasi
pengetahuan untuk melihat pada saat fasilitator selesai menyampaikan materi dan
kemudian menanyakan kepada peserta akan kejelasan dari materi yang
disampaikan. Evaluasi perilaku diharapkan ketika peserta kembali ketempat kerja
ada perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Apabila ada perubahan, maka
pelatihan yang telah diberikan sangat berdampak positif terhadap perubahan
perilaku kerja yang diharapkan dikemudian hari metode pelatihan dapat menjadi
metode yang tepat bagi perusahaan dalam upaya menciptakan kondisi kerja yang
kondusif dan produktif.
C. Pengaruh Pelatihan Komitmen Organisasi terhadap Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan adalah tindakan seseorang atau satu pihak kepada
orang lain atau pihak lain melalui penyajian produk atau jasa sesuai dengan
ukuran yang berlaku pada produk jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan,
keinginan, dan harapan orang yang dilayani, Utaminigtyas (2001). Pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor
dalam mengukur sejauhmana keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di
37
bidang jasa dalam dengan mengutamakan respon pelayanan yang luar biasa
terhadap kebutuhan dan permintaan konsumen, Puthpongsiripon & Quang (2005).
Kualitas layanan diukur dengan tampilan, keandalan, daya tanggap
jaminan dan empati karyawan dalam melayani konsumen. Salah satu pelatihan
yang diasumsikan dapat meningkatkan kualitas pelayanan perusahaan bidang jasa
yaitu dengan pelatihan komitmen organisasi. Melalui pelatihan organisasi peserta
dapat meningkatkan ikatan dirinya dan mengidentifikasi perannya dalam
organisasi sehingga timbul sikap kesediaan untuk memberikan perhatian saat
melayani konsumen, keandalan dalam memberikan informasi serta tampilan fisik
karyawan yang mampu membuat konsumen merasa puas. Melalui pelatihan
komitmen organisasi pula peserta dapat mengidentifikasi tujuan dan harapan
dirinya dan merumuskan rencana yang ingin diraih sehingga karyawan mampu
memenuhi tuntutan berbagai ketentuan yang harus ditaati dengan menjalankan
standar-standar organisasional, khususnya dalam hal kualitas pelayanan, pada
akhirnya komitmen yang terjaga membawa pegawai secara suka rela dan
bersungguh-sungguh memberikan kemampuan terbaiknya dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya.
Fenomena yang sering muncul sekarang ini kurang tercapainya
keefektivitasan perusahaan disebabkan oleh tingkat turnover karyawan pada
perusahaan yang tinggi, mengindikasikan rendahnya tingkat komitmen organisasi
yang dimiliki karyawan. Karyawan dengan komitmen organisasional yang tinggi
memiliki perbedaan sikap dibandingkan yang berkomitmen rendah. Komitmen
38
kerja yang tinggi menghasilkan kualitas layanan yang baik, rendahnya tingkat
absen dan rendahnya tingkat keluar masuk (turnover) karyawan (Luthans, 2002).
Komitmen organisasional mendorong karyawan untuk mempertahankan
pekerjaannya dan menunjukan hasil yang seharusnya (Greenberg, 1996).
Komitmen karyawan berkontribusi terhadap kesuksesan perusahaan yang
bergerak di bidang pariwisata melalui sikap mereka terhadap pekerjaan dan
kualitas pelayanan sehingga berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
Sebaliknya, komitmen karyawan yang rendah memiliki dampak negatif terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan. Setiap organisasi akan mengalami kesulitan
jika komitmen karyawannya rendah. Karyawan dengan komitmen rendah tidak
akan memberikan yang terbaik kepada organisasi dan dengan mudahnya keluar
organisasi (Riady, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Shore, Barksdale dan Shore (1995)
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara komitmen afektif dan
kinerja. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Somers dan Birnbanm (1998)
juga menyatakan bahwa hubungan karyawan dengan pekerjaannya tergantung
pada komitmen yang dimiliki, komitmen yang dimiliki ini juga berpengaruh
terhadap kualitas pekerjaan atau kualitas layanan yang ditampilkan karyawan pada
organisasinya.
Melalui metode pelatihan peneliti berasumsi mampu meningkatkan
kualitas pelayanan di hotel S. Pelatihan adalah metode pembelajaran yang
mempunyai tujuan mengubah aspek kognitif, afektif, dan keterampilan atau
keahlian (Kikpatrick dalam Salas dkk, 2001). Pelatihan merupakan sarana
39
individu mempunyai pemahaman (knowledge), keterampilan (skill), atau perilaku
(behavior) tertentu sehingga mampu menerapkan hal tersebut dalam aktivitas
sehari-hari (Eitington, 1996). Pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan
keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam
pekerjaan mereka saat ini (Mathis & Jackson 2006). Metode pembelajaran yang
efektif bagi individu adalah experienced learning dimana individu belajar melalui
pengalaman yang dialaminya langsung.
Pelatihan komitmen organisasi digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
hasil diagnosis level kelompok (Cummings & Worley; 2005) pada saat peneliti
melakukan Praktek Kerja Profesi Psikologi di Hotel S. Peneliti menemukan
bahwa rendahnya kualitas pelayanan hotel S dipengaruhi oleh kurangnya
keterlibatan kerja karyawan, rendahnya tingkat kehadiran, tidak adanya prioritas
dalam bekerja dan lambatnya tindakan dari karyawan hotel S dalam merespon jika
terjadi keluhan dari pelanggan.
Pelatihan komitmen organisasi disertai dengan mengadakan evaluasi dan
usaha untuk meningkatkan kerjasama dan kedisiplinan setiap karyawan sehingga
performansi karyawan dalam melayani pelanggan hotel menjadi lebih baik, dalam
hal ini pelayanan pelanggan yang lebih professional, efektif, efisien, tepat waktu,
responsif dan adaptif. Pelatihan komitmen organisasi ini bertujuan agar setiap
karyawan dapat mengidentifikasikan keterlibatan dirinya terhadap organisasi
dengan harapan pelatihan komitmen organisasi akan berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan hotel S.
40
D. Landasan Teori
Hotel merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang jasa dan
sasaran utamanya adalah kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen akan terwujud
apabila perusahaan mampu memberikan kualitas pelayanan yang optimal.
Kualitas pelayanan adalah tindakan seseorang atau satu pihak kepada orang lain
atau pihak lain melalui penyajian produk atau jasa sesuai dengan ukuran yang
berlaku pada produk jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan orang yang dilayani, Utaminigtyas (2001).
Kualitas layanan perusahaan jasa dapat diukur melalui lima aspek yang
dikemukakan oleh, Parasuraman (2003) diantaranya; bukti langsung (tangibles),
keandalan (reliability), daya tanggap (responsivensess), jaminan (assurances), dan
empati (empathy). Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas layanan adalah
komitmen karyawan dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan. Puspitawati,
(2013) Kualitas layanan dipengaruhi oleh komitmen organisasional yang berarti
bahwa apabila karyawan memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap setia pada
perusahaan maka mereka akan menunjukkan kinerja yang baik dengan
memberikan layanan yang berkualitas.
Allen dan Meyer (1996) mengemukakan bahwa komitmen organisasi
merupakan suatu keterikatan psikologis antara karyawan dengan organisasi yang
membuat karyawan tersebut tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan
organisasinya. Ahli lain, Mowday, Porter & Steers (1982) mendefinisikan
komitmen karyawan pada organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari
individu dalam melakukan identifikasi dan melibatkan diri dengan organisasi,
41
yang dicirikan oleh penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan
kesediaan untuk bekerja keras dan keinginan yang kuat untuk bertahan dalam
organisasi.
Berdasarkan teori, studi empirik dan observasi awal, beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan oleh karyawan Hotel S salah
satunya adalah komitmen organisasi pada diri karyawan. Komitmen organisasi
meliputi tiga aspek (Meyer dan Allen, 1996) yaitu, affective commitment,
continuance commitment dan normative commitment. Anggota yang memiliki
komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan dan melakukan yang
terbaik untuk organisasi. Perusahaan yang dapat menciptakan komitmen kerja
yang tinggi pada karyawan mereka akan berdampak dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya.
42
Keterangan : : Menyebabkan
: diberi Intervensi
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian
Kualitas Pelayanan
Rendah
PELATIHAN KOMITMEN
ORGANISASI
SESI 1. Menetapkan kesadaran peran
1. Peserta dapat mengidentifikasi perannya
dalam organisasi
2. Peserta dapat meningkatkan ikatan
dirinya dengan organisasi
SESI 2. Menetapkan prioritas
1. Identifikasi tujuan dan harapan peserta
dalam organisasi
2. Merumuskan rencana yang ingin diraih
dalam sisa waktu hidupnya
SESI 3. Kewajiban untuk tinggal
1. Karyawan merasa rugi apabila
meninggalkan perusahaan
2. Karyawan akan mendapatkan kesulitan
dalam hidup jika meninggalkan
perusahaan
SESI 4. Makna pekerjaan
1. Karyawan merasa memiliki kewajiban
untuk setia pada perusahaan
2. Karyawan telah terikat kontrak kerja
dengan perusahaan sehingga harus
menyelesaikan kontraknya tersebut
Kualitas pelayanan tinggi
- Kelengkapan peralatan
pelayanan yang tersedia - Penampilan karyawan yang
bersih - Pelayanan yang berjalan setiap
saat - Pelayanan tepat waktu - Pengetahuan karyawan dalam
memberikan rasa kepercayaan
kepada konsumen - Pengertian karyawan tentang
kebutuhan konsumen
43
E. HipotesisPenelitian
Kualitas pelayanan karyawan Hotel S yang mendapatkan pelatihan
komitmen organisasi lebih tinggi daripada kualitas pelayanan karyawan hotel S
yang tidak mendapatkan pelatihan komitmen organisasi.