bab ii tinjauan pustaka a. kajian tentang musyawara ...eprints.umm.ac.id/38920/3/bab...
TRANSCRIPT
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Tentang Musyawara Rencana Pembangunan (MUSRENBANG)
Musrenbang merupakan salah satu bagian yang sangat penting bagi
perencanaan pembangunan. Tinjauan umum Musrenbang menjadi lebih
bermakna karena menjadi media utama konsultasi publik bagi segenap pelaku
kepentingan untuk menyelaraskan prioritas pembangunan dan sasaran
pembangunan daerah. Mengklarifikasi usulan program dan kegiatan yang telah
disampaikan mayarakat pada setiap tahapan Musrenbang, mulai dari
Musrenbang Kelurahan/Desa, Musrenbang Kecamatan, Forum RKPD, dan
Musrenbang Daerah, serta mnyepakati prioritas pembangunan dan
program/kegiatan pada setiap tahapan Musrenbang.
Konsep yang digunakan untuk menyepakati program dan kegiatan prioritas
tersebut adalah musyawarah untuk mencapai mufakat melalui pendekatan
sistem top down menuju pengelolaan bottom up, sesuai dengan kewenangan
penyelenggaraan daerah.
Musrenbang bertujuan mencapai konsensus dan kesepakatan tentang draft
final RKPD. Dokumen berisikan (a) arah kebijakan pembangunan daerah; (b)
arah program kegiatan prioritas SKPD berikut perkiraan anggarannya atau
Rencana Kerja SKPD; (c) kerangka ekonomi makro dan keuangan; (d) prioritas
program dan kegiatan yang akan dibiayai oleh APBD, APBD Provinsi, dan
sumber-sumber biaya lainnya; (e) rekomendasi dukungan peraturan dari
Pemerintah Provinsi dan Pusat; (f) alokasi anggaran untuk ADD.
23
1. Pengertian Musrenbang
Pengertian musrenbang adalah forum dimana masyarakat dapat
menyampaikan aspirasi mereka, dalm proses pembangunan yang akan
dilaksanakan sebagaimana yang seharusnya dilakukan pemerintah serta
sebaliknya yang harus dilakukan masyarakat dalam pembangunan yang
akan dilaksanakan. Proses Musrenbang memajukan setiap daerah mulai
dari Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga
Pusat.16
Pengertian Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang),
yang terdiri atas sebagai berikut:
a) Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat
Desa/Kelurahan.
Musrenbang tingkat Desa adalah Masyarakat Desa mulai dari Ketua
RT/RW, Tokoh-Tokoh Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat,
Kelompok Tani, Kelompok Nelayan, Pemuda, Pengrajin, dan berbagai
lapisan masyarakat desa yang memiliki kebutuhan riil dapat
berpartisipasi dalam melakukan kebijakan pembangunan bersama
pemerintah desa.
b) Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat
Kecamatan.
Musrenbang tingkat kecamatan adalah musyawarah perencanaan
pembangunan yang bertujuan untuk menghimpun dan menyeleksi
16
Maya Rostanti, Nandang Suherman dkk, Mewujudkan Anggaran Pro Rakyat Miskin:
Manual Advokasi Masyarakat Sipil Dalam Siklus Anggaran Daerah. Tahun 2008. Hal:05
24
program pembangunan di berbagai desa yang ada di Kecamatan
tersebut. Delegasi dari setiap desa dapat mengajukan program yang
telah disepakati dari musyawarah pembangunan tingkat desa.
Pemerintah Kecamatan bertugas sebagai fasilitator dapat memberikan
arahan yang profesional kepada setiap delegasi dari pemerintah desa
dan perwakilan masyarakat desa. Program yang disepakati harus
berdasarkan atas analisis yang objektif sehingga keputusan diambil
sesuai dengan sasaran.
c) Musyawarah Perencanaan Pemabngunan (Musrenbang) Tingkat
Kabupaten.
Musrenbang tingkat Kabupaten adalah musyawarah pemabngunan
yang dilakukan dengan tujuan untuk menghimpun apa yang menjadi
hasil dari Musrenbang tingkat desa dan tingkat kecamatan. Pemerintah
daerah harus bisa memastikan keterwakilan yang lebih baik dari
seluruh pemangku kepentingan. Dan meningkatkan kualitas
pengembilan keputusan tentang alokasi sumber daya anggaran. Dalam
hal ini pemerintah daerah harus membentuk prosedur Musrenbang
dalam bentuk perda tentang partispasi dan transparansi dalam proses
penyususnan anggaran yang menekankan pada kewajiban
keterwakilan masyarakat dalam Musrenbang. Sehingga diharapkan
substansi dari RKPD, KUA, PPA, dan sehingga menjadi APBD yang
benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat.
25
2. Dasar Hukum Musrenbang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa Pemerintah
Daerah wajib menyususn Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang
berfungsi sebagai dokumen perencanaan daerah untuk 1 (satu) tahun.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dengan
memperhatikan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi. Untuk menyusun RKPD,
pemerintah daerah wajib menyelenggarakan Forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara berjenjang, mulai dari
tingkat desa/kelurahan, kecamatan sampai dengan kabupaten, termasuk
penyelnggaraan Forum SKPD dan/atau gabungan SKPD.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah merupaka kerangka dasar otonomi daerah yang salah
satunya mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari
bawah secara partisipatif.
Pendekatan partisipatif merupakan proses perencanaan atas bawah
(top-down) dan bawah atas (bottom-up) yang diselaraskan melalui
musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) di tingkat
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi serta nasional.
Musrenbang merupakan instrument proses perencanaan pemabngunan,
sehingga secara teknis berbagai keputusan dalam pelaksanaan
26
pembangunan dirumuskan setara bersama dan dilaksanakan sesuai dengan
jenjang pemerintahan.
Menurutu Peraturan Menterri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara, Penyususunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah pada Pasal 128 ayat (2)
Penyelesaian Rumusan Rancangan Akhir RKPD Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) paling lambat pada akhir
bulan Mei.
3. Mekanisme Musrenbang
Mekanisme Musrenbang berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun
2010 adalah sebagai berikut:
a) Ditingkat desa dimulai pada bulan Desember tahun berjalan dengan
menyelenggarakan Murenbang Desa/Kelurahan dengan peserta
perwakilan masyarakat di tingkat RT seluruh ketua RT dan RW serta
tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain.
b) Ditingkat Kecamatan dengan peserta gabungan delegasi desa dari
kelurahan yang ada di Kecamatan serta mengundang Muspika
(Musyawarah pimpinan kecamatan), hasil-hasil dari keputusan
sebagai kesepatan bersama dari Musrenbang Desa/Kelurahan dibawa
ketingkat Musrenbang Kecamatan demikian pula hasil-hasil
kesepakatan musyawarah di tingkat Kecamatan dibawa ke
Musrenbang tingkat Kabupaten dimana hasil keputusan/kesepakatan
27
Musrenbang Kabupaten akan menjadi salah satu dasar dan bahan
dalam perencanaan pembangunan daerah.
4. Mekanisme Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan diawali dengan adanya diskusi dan curah
pendapat antar peserta Musrenbang dengan aparatur pemerintah daerah,
dimana pemerintah daerah sebagai fasilitator yang mempertimbangkan
segala usulan yang berasal dari peserta Musrenbang dengan menselaraskan
program pembangunan yang telah tersusun dalam RPJMD, serta usulan
merupakan kebutuhan riil masyarakat dan bukan hanya merupakan
keinginan saja hal ini akan disepekati dalam berita acara hasil-hasil
Musrenbang yang disepakati.
5. Pelibatan Masyarakat/Peserta Dalam Musrenbang
Musrenbang dari awal dibentuk dengan harapan dapat melibatkan
seluruh komponen masyarakat agar pendapat dan usulan masyarakat
terhadap perencanaan program-program pembangunan yang ada di
daerahnya dapat difasilitasi di dukung dan diakomodir oleh pemerintah
daerah beserta masyarakat itu sendiri dan komponen yang lain. Dalam
Musrenbang Desa, Kepala Desa dan unsur-unsur Desa lainnya sebagai
pihak penyelenggaraan Musrenbang memberikan undangan kepada
peserta-peserta Musrenbang yang ada di Desa/Kelurahan tersebut.
Kemudian juga di level kecamatan, camat besrta unsur-unsur aparat
kecamatan sebagai pihak penyelenggara memberikan/menyebarkan
undangan kepada peserta-peserta Musrenbang Kecamatan.
28
6. Peranan dan Kedudukan Musrenbang
Musrenbang merupakan wahana publik yang pentinga untuk
membawa para pemangku kepentingan memahami isu-isu dan
pernasalahan pembangunan daerah mecapai kesepakatan atas prioritas
pembangunnan, dan consesnsus untuk pemcahan berbagai masalah
pembangunan daerah. Musrenbang lazimnya dilaksanakan setelah
selesainya tahap persiapan penyusunan rencana (analisisis situais dan
rancangan rencana) dari keseluruhan proses perencanaan partisipatif.
Musrenbang bertujuan untuk menstrukturkan permasalahan, mencapai
kesepakatan prioritas issu dan permasalahan daerah, serta mekanisme
penanganannya. Musrenbang merupakan wahana untuk mensinkronkan
dan merekonsiliasikan pendekatan “top-down” dengan “bottom-up”,
pendekatan penilaian kebutuhan masyarakat dengan penilaian yang
bersifat teknis serta resolusi konflik atas berbagai kepentingan pemerintah
daerah dan non government stakeholders untuk pembangunan daerah,
antara kebutuhan program pembangunan dengan kemampuan dan kendala
pendanaan, dan wahana untuk mensinergikan berbagai sumber pendanaan
pembangunan. Musrenbang disebut juga Musrenbang Daerah, untuk
Kabupaten/Kota disebut juga Musrenbang Kabupaten/Kota dan tingkat
Provinsi disebut juga Musrenbang Provinsi. Musrenbang Kabupaten/Kota
merupakan puncak kegiatan musyawarah pembangunan yang diawali dari
kegiatan Musrenbang Desa/Kelurahan, Musrenbang Kecamatan, dan
Forum SKPD, sedangkan Musrenbang Provinsi dilaksanakan setelah
pelaksanaan Musrenbang Kabupaten/Kota diwilayahnya.
29
B. Tinjauan Tentang Hak Atas Tanah
Tinjauan Pustaka yang dalam hal ini terdapat dalam BAB II akan dibahas
mengenai hasil dari mencari, membaca dan menelaah laporan-laporan
penelitian dan bahan pustaka yang memuat teori-teori atau dasar hukum yang
relevan dengan penelitian yang akan dilakukan dengan tujuan memberikan
pemantapan dan penegasan tentang penelitian yang akan dilakukan. Bab ini
akan membahas lebih detil tentang Pengertian Hak Atas Tanah, Fungsi Sosial
Hak Atas Tanah, dan lain-lain.
1. Pengertian Hak Atas Tanah
Pengertian hak atas tanah adalah hak-hak atas tanah yang sebagaimana
di tetapkan pada pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya Hak
atas Tanah Primer (Originair) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan
oleh Negara kepada Subyek Hak. 17
Hak- hak atas tanah, air, dan ruang angkasa diatur dalam UUPA, maupun
dalam peraturan-peraturan lain, antara lain :
a. Pasal 16 UUPA
Hak-hak atau tanah sebagai yang dimaksud pasal 4 ayat (1) adalah,
hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa,
hak membuka tanah, hak memungut hasil, hak-hak lain yang tidak
termasuk dalam hak-hak tersebut yang telah disebutkan sebelumnya
yang di tetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebut dalam pasal 53. Hak-hak atas air dan
17
H. Ali Achmad Chomzah. 2002, Hukum Pertanahan, Jakarta, hal. 1
30
ruang angkasa diatur dalam pasal 4 ayat (3) ialah, hak guna air, hak
pemeliharaan dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa.18
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977
Pasal 1 ayat (1) pada intinya berisi tentang Hak Pengelolaan berisi
wewenang untuk :
1. Merencanaka peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan
2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan
usahanya.
3. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak
ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan
pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan,
penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan
bahwa pemeberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Hak pengelolaan yang berasal dari pengkonversian hak penguasaan
berdasarkan Peraturan Mentri Agraria no. 9 tahun 1965 tentang
“Pelaksanaan konversi hak penguasaan tanah Negara dan ketentuan
tentang kebijaksanaan selanjutnya yang member wewenang sebagaimana
tersebut dalam ayat (1) di atas dan yang telah didaftarkan di Kantor Sub
Direktorat Agraria setempat sudah ada sertifkatnya.19
18
Soetomo. 1984. Pembebasan Pencabutan Permohonan Hak atas Tanah. Surabaya, hal 14 19
Ibid, hal 15
31
Dalam pengadaan tanah pada umumnya tanah yang dibebaskan ialah hak
milik, pengertian dan ketentuan dari hak milik dalam pasal 20 ayat (1) UUPA
adalah “Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6”. Kemudian dalam
ayat (2) berbunyi “ Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.”
Dalam pasal 20 ayat (1) tersebut ditegaskan bahwa hak milik merupakan
hak yang palingkuat yang dapat diperoleh oleh seseorang atas tanah, terkuat,
terpenuh ini berarti paling kuat dan paling penuh jika dibandingkan dengan
hak-hak lain seperti disebut dalam pasal 16 ayat (1) UUPA. Di dalam memori
penjelasan dikatakan bahwa kata-kata “terkuat dan terpenuhi” ini
dimaksudkan untuk meununjukkan perbedaannya dengan hak-hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak-hak lain. Hak milik pun adalah
hak yang turun temurun, jadi dapat diwarisi sebagaimana ayat (2) berbunyi
“Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.”20
2. Jenis-Jenis Hak Atas Tanah
Adapun jenis-jenis Hak Atas Tanah yang akan dibahas yakni, Hak
Milik, Hak Pakai, Gak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha. Berikut
adalah pengertian dari beberapa jenis Hak Atas Tanah Tersebut, antara
lain:21
20
Ibid, hal 16 21
Soedharyo Soimin. 2001. Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Jakarta. Hal 1-24
32
a. Hak Milik
Pengertian hak milik dapat diartikan hak yang dapat diwariskan secara
turun-temurun secara terus menerus dengan tidak harus memohon
haknya kembali apabila terjadi perpindahan hak. Dalam pasal 570
KUHPerdata, hak milik dirumuskan bahwa hak milik adalah hak
untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan
untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu, dengan kedaulatan
sepenuhnya asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain,
kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan
pencabutan hak demi kepentingan umum bedasar kepada ketentuan
undang-undang dan pembayaran ganti rugi. Kemudian dalam UUPA
pengertian hak milik dirumuskan di dalam pasal 20 ayat (1) UUPA,
hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi, yang dapat
dipunyai orang atas tanah. Hak milik adalah “hak terkuat dan
terpenuhi”. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak tersebut
merupakan hak “mutlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat
sebagai hak eigendom.
b. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang
lain yang memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan
33
dalam keputsan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA pasal 41 ayat (1).
Karenanya hak pakai atas tanah itu hanya dapat diberikan:
1) Selama jangka waktu yang tertentu dan selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan tertentu;
2) Dengan cuma-cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa
berupa apapun.
c. Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, yang
jangka waktunya paling lama adalah 30 tahun (pasal 35 UUPA). Dan
suatu pemilikan hak di atas tanah orang lain yang bukan untuk usaha
pertanian. Dalam kaitannya hak guna bangunan ini yang dapat
mempunyai atau siapa yang berhak mempunyai hak guna bangunan
ini adalah sebagai berikut:
1) Warga Negara Indonesia.
2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia (Pasal 36 ayat (1) UUPA).
d. Hak Guna Usaha
Menurut pasal 28 UUPA Hak Guna Usaha adalah hak khusus untuk
mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri atas tanah yang
34
dikuasai langsung oleh Negara untuk perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan. Bedanya dengan hak pakai adalah hak guna usaha
dapat diberikan untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan.
3. Hapusnya Hak Atas Tanah
Ada beberapa factor yang menyebabkan hapusnya Hak Atas Tanah
menurut Undang-Undang Pokok Agraria, yakni:22
a. Karena pencabutan Hak
Menurut ketentuan Pasal 18 UUPA bahwa untuk kepentingan umum
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama
dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-
undang. Ketentuan Pasal 18 UUPA ini selanjutnya dilaksanakan
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan
Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya.
b. Karena penyerahan dengan sukarela
Hapusnya hak atas tanah karena penyerahan dengan sukarela oleh
pemiliknya ini berhubungan dengan Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum (Kepres No. 55/1993), yang dilaksanakan
lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang
22
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria
35
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum (Permen No. 1/1994), penyerahan sukarela ini menurut Kepres
No. 55/1993 sengaja dibuat untuk kepentingan negara, yang dalam hal
ini dilaksanakan oleh pemerintah.
c. Karena ditelantarkan
Pengaturan mengenai tanah yang terlantar diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (PP No. 36/1998). Pasal 3 dan 4 PP
No. 36/1998 mengatur mengenai kriteria tanah terlantar yaitu; (i) tanah
yang tidak dimanfaatkan dan/atau dipelihara dengan baik. (ii) tanah
yang tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan, sifat atau tujuan dari
pemberian haknya tersebut.
d. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA
Pasal 21 ayat (3) UUPA mengatur bahwa orang asing yang memperoleh
hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta
perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai
hak milik dan setelah berlakunya UUPA ini kehilangan
kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya
kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak
milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan
tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak
lain yang membebaninya tetap berlangsung. Kemudian Pasal 26 ayat
36
(2) UUPA menyatakan bahwa setiap jual-beli, penukaran, penghibahan,
pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak
milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di
samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh
Pemerintah yaitu badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik
dan syarat-syaratnya, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh
kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah
diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
e. Tanahnya musnah
Sebagaimana pemberian, peralihan dan pembebanan Hak Milik yang
wajib di daftar dalam buku tanah, pendaftaran hapusnya hak
kepemilikan atas tanah juga wajib untuk dilakukan. Hal ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
C. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah
Pengertian mutlak dan tidak boleh diganggu gugat dalam pasal 20 ayat
(1) UUPA dihilangkan dengan adanya pasal 6 UUPA yang berbunyi “Semua
hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
37
Di Negara kita, dimana segala budang kehidupan didasari oleh nilai-nilai
Pancasila, maka hak kepemilikan tanah pun tidak dapat berlaku mutlak
seperti eigendom pada zaman penjajahan.23
Eigendom ialah hak kepemilikan mutlak atas tanah, pemiliknya dapat
melakukan mendayagunakan tanah atau tidak mendayagunakan tanah sesuai
dengan kehendaknya demi untuk kepuasan si pemilik yang bersangkutan.
Kepentingan individu lebih diutamakan daripada kepentingan masyarakat
banyak. Tidak jarang terjadi perlakuan-perlakuan / perbuatan-perbuatan
pemilik tanah yang menimbulkan kerugian pada tanah-tanah dan kehidupan
masyarakat, seperti misalnya:24
a. Tanah yang ditelantarkan bertahun-tahun, pengaruhnya yang negative
banyak terasa terhadap struktur tanah, tanah milik orang lain di
sekitarnya dan juga terhadap lingkungan;
b. Pemiliknya dapat melakukan penggalian-penggalian dengan bebas, tanpa
menghiraukan kestabilan struktur tanah milik orang lain;
c. Pemiliknya dapat melakukan pemboran air demi untuk kepentingan
dirinya, sehingga persediaan air dalam tanah tersedot sedemikian rupa
yang berakibat sulitnya diperoleh air kepentingan masyarakat
sekelilingnya;
d. Apabila pohon-pohonan milik orang lain condong ke atas tanah miliknya,
bagian yang condong itu seakan-akan miliknya sehingga ia seakan-akan
mempunyai hak untuk memetik hasilnya;
23
G. Kartasapoetra, dkk. 1985. Hukum Tanah Jaminan UUPA Keberhasilan Pendayagunaan
Tanah, Jakarta, hal 52 24
Ibid
38
e. Dengan eigendom, pemiliknya bebas untuk melakukan pemeliharaan-
pemeliharaan atas tanahnya atau tidak;
Setelah Indonesia merdeka, terutama dengan berlakunya Undang-Undang
nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) hak eigendom tersebut dihapuskan, demikian
pula hak-hak atas tanah lainnya yang diatur dalam KUH Perdata, karena tidak
sesuai dengan kepribadian/sosialisme
Indonesia yang berdsarkan gotong royong
yang dipateri dengan nilai-nilai pancasila.
“Tanah mempunyai funsi sosial” berarti harus ada keseimbangan antara
kepentingan individu (pemilik, penguasa, penyewa) dengan kepentingan
masyarakat dan Negara, dalam pendayagunaan tanah tersebut.
Hak-hak yang diperolehharus diimbangi dengan kewajiban-kewajiban,
dengan dipenuhinya kewajiban-kewajiban tersebut maka Pemerintah dapat
melakukan pembangunan-pembangunan dan rehabilitasi prasarana dan sarana
lainnya untuk lebih meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, dengan
demikian maka kepentingan individu akan diatur keseimbangannya dengan
kepentingan masyarakat. Ketentuan-ketentuan Pemerintah Republik
Indonesia, ketentuan-ketentuan hukum adat dan agama yang berhubungan
dengan masalah tanah, merupakan ketentuan-ketentuan untuk menegakkan
arti bahwa “Tanah mempunyai fungsi sosial”.
Para petani pemilik tanah di Negara kita umumnya dapat diklasifikasikan
dalam petani ekonomis lemah, yang artinya banyak menderita kekurangan-
kekurangan modal untuk menigkatkan hasil produksi tanamannya, justru
karena itulah pemerintah menyediakan kredit-kredit karena dengan
39
meningkatnya hasil produksi tanaman pangan dan tanaman perdagangan,
selain kepentingan petani itu dapat terpenuhi, kepentingan masyarakat
banyakpun dalam usaha mencukupi kebutuhan bahan pangan dan tanaman
perdagangan dapat terjamin dengan baik, keseimbangan supply dan demand
dapat terpupuk dengan subur, keadaan hasil bumi dipasaran stabil, kesemua
ini merupakan tunjangan besar bagi kestabilan ekonomi. Dalam uraian diatas
telah tercermin pula “tanah mempunyai fungsi sosial”, karena pemiliknya
berhasrat untuk meningkatkan hasil dan hasilnya dapat dinikmati pula ole
umum/para konsumen. Pada kenyataannya tiada sedikit tanah yang masi
dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya, tiada sedikit pula pekarangan-
pekarangan rumah yang dibiarkan tanpa ditanami, dalam usaha swasembada
pangan keadaan demikian sungguh merugikan. Karena tanah-tanah yang
dibiarkan, hanya ditumbuhi olehtanamanp-tanaman yang kurang bermanfaat,
pekarangan-pekarangan yang polos dari tanaman, kalau ditanami secara aktif,
maka hasilnya akan dapat dipetik, dapat menghemat pengeluaran-pengeluaran
pemiliknya, dapat menambah income dan menunjang usaha-usaha mencukup
kebutuhan masyarakat akan sayur-sayuran, buah-buahan, dan lain sebagainya.
“Tanah mempunyai fungsi sosial” dimaksudkan agar tanah benar-benar
didayagunakan sebagaimana mestinya, bermanfaat bagi pemiliknya dan
bermanfaat pula bagi masyarakat. Pemanfaatan tanah harus sesuia dengan
kepentingan masyarakat banyak, karena tanah mempunyai fungsi sosial.25
25
Ibid hal 55
40
Dari uraian diatas nampak jelas bagaimana seharusnya pemerintah
memanfaatkan tanah untuk masyarakat guna penumbuhan ekonomi yang
baik. Apabila seharusnya tanah tersebut akan dipergunakan untuk
kepentingan banyak orang atau dalam hal ini untuk sebuah kepentingan
umum maka asas penghormatan atas tanah yang tertuang dalam undang-
undang harus dilaksanakan dengan baik, mengingat tanah merupakan aset
yang dapat menumbuhkan kesejahteraan suatu orang atau masyarakat.
D. Tinjauan Pelepasan Hak Atas Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
1. Pengertian Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Beberapa pakar hukum berupaya memberikan definisi yang
mampu menjelaskan konsep kepentingan umum. Menurut Pound
kepentingan umum adalah kepentingan-kepentingan dari negara
sebagai badan hukum dan menjaga kepentingan-kepentingan
masyarakat (Adrian Sutedi, 2008:61). Sedangkan menurut Julius
Stone kepentingan umum adalah suatu keseimbangan antara
kepentingan individu, masyarakat, penguasa serta negara (Bernhard
Limbong, 2011:146). Menurut John Salindeho kepentingan umum
adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan
bersama rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik,
psikologis dan 40 hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan
nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan
nusantara (Bernhard Limbong, 2011:147).26
26
http://e-journal.uajy.ac.id/321/3/2MIH01716.pdf hal 39-40 diakses tanggal 12 Oktober
pukul 10.05 WIB
41
Istilah kepentingan umum munurut peraturan yang pernah dan
masih berlaku di Indonesia, antara lain:27
a. Sebagaimana diatur dalam UUPA Pasal 18 Kepentingan Umum
adalah kepentingan bersama dari rakyat, Negara dan bangsa.
b. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, Kepentingan
Umum adalah untuk kepentingan bangsa dan Negara, serta
kepentingan bersama dari rakyat, juga kepentingan pembangunan.
c. Menurut INPRES Nomor 9 Tahun 1973, Kepentingan Umum
adalah kepentingan pembangunan
d. Menurut PERMENDAGRI Nomor 15 Tahun 1975, Kepentingan
Umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
e. Menurut KEPRES Nomor 5 Tahun 1993, Kepentingan Umum
adalah kegiatan pemerintah untuk kepentingan segenap
masyarakat, tidak untuk mencari keuntungan.
f. Menurut PERPRES Nomor 36 Tahun 2005, Kepentingan Umum
adalah kepentingan sebagian besar masyarakat dan kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah, serta tidak untuk mencari
keuntungan.
g. PERPRES Nomor 65 Tahun 2006, Kepentingan Umum adalah
kegiatan pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak untuk
mencari keuntungan.
27
Farida Fitriyah.2016, Hukum Pengadaan Tanah Transmigrasi. Setara Press. Malang. Hal
40
42
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kepentingan Umum menurut
john salindheo “Kepentingan Umum adalah termasuk kepentingan
Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama rakyat, dengan
memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis, dan hankamnas
atas dasar asasasas pembangunan nasional denga menginsahkan
ketahanan nasional serta wawasan nusantara”28
Pengadaan tanah pada dasarnya dilakukan demi melakukan
pelakasanaa pembangunan, namun dalam melaksanakannya
dibutuhkan tanah, sehingga proses dalam penyediaan tanah dalam
rangka pembangunan ini yang disebut proses pengadaan tanah. Dalam
menjalani proses pengadaan tanah, terdapat peraturan-peraturan
sebagai berikut.29
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tantang Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA). Didalam undang-undang ini, pasal
yang terkait dengan pengadaan tanah ada didalam;
a. Pasal 14 ayat (1) dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 2
ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan (2),
Pemerintah membuat rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
28
Dikson Kristian, dkk, 2014, Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengadaan Tanah
Bagi PelaksanaanPembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jurnal IPI, diakses 12 Oktober 2017.
Pukul 10.36 WIB 29
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40079/Chapter%20II.pdf;jsessionid
=5D0FE51D81BA6FE05524B608012701B7?sequence=3 di akses 12 Oktober 2017 Pukul 11.06
WIB
43
1. Untuk keperluan negara;
2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan
suci lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha
Esa;
3. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat,
sosial, kebuadayaan dan lain-lain kesejahteraan;
4. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,
perternakan, dan perikanan serta sejalan dengan itu;
5. Untuk keperluan memperkembangakan industri,
transmigrasi dan peertambangan.
b. Pasal 18 menyatakan bahwa untuk kepentingan umum,
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan
bersama dari selurh rakyat. Hak-Hak Atas Tanah dapat
dicabut dengan memberikan ganti rugi kerugian yang layak
dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang,
Didalam pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
disebutkan ada 14 (empat belas) bidang kegiatan pengadaan hak atas
tanah untuk kepentingan umum, ialah:30
a. Jalan umum (termasuk jalan tol, rel kereta api), saluran
pembuangan air (termasuk saluran air minum/air bersih, dan
sanitasi);
30
Umar Said Sugiharto, Op.cit. hal 70-71
44
b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya teramasuk
irigasi;
c. Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
d. Pelabuhan atau Bandar udara (termasuk stasiun kereta api)
dan/atau terminal;
e. Peribadatan;
f. Pendidikan atau sekolah;
g. Pasar umum atau pasar INPRES;
h. Fasilitas pemakaman umu;
i. Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul
penanggulangan bahaya banjir,lahar dan lain-lain bencana;
j. Pos dan telekomunikasi;
k. Sarana olahraga;
l. Stasius penyiaran radio, televise beserta sarana pendukungnya;
m. Kantor Pemerintah (termasuk Pemerintah Daerah, Perwakilan Negara
Asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan/atau lembaga-lembaga
Internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa);
n. Fasilitas angkatan bersenjata Republik Indonesia (termasuk
kepolisian sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya);
Dalam pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
penambahan 7(tujuh) bidang, sehingga menjadi 21 (dua Puluh satu)
bidang kagiatan, meliputi:31
31
Ibid, hal 71-72
45
a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air
bersih, saluran pembuangan air dan irigasi;
b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan
lainnya
c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;
d. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
e. Peribadatan;
f. Pendidikan atau sekolah;
g. Pasar umum;
h. Fasilitas pemakaman umum;
i. Fasilitas keselamatan umum;
j. Pos dan telekomunikasi;
k. Sarana olahraga;
l. Stasiun penyiaran radio, televise dan sarana pendukungnya;
m. Kantor Pemerintah, Pemerintah Daerah, perwakilan Negara asing,
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan/atau lembaga-lembaga
Internasional dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
o. Lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan;
p. Rumah susun sederhana;
q. Tempat pembuangan sampah;
46
r. Cagar alam dan cagar budaya;
s. Pertamanan;
t. Panti sosial;
u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listirk;
Dalam pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
disebutkan hanya 7 (tujuh) bidang kegiatan, meliputi:32
a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (diatas tanah, di ruang
atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air
bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi.
b. Waduk bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan
lainnya;
c. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;
d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar dan lain-lain;
e. Tempat pembuangan sampah;
f. Cagar alam dan cagar budaya;
g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
2. Tata Cara atau Mekanisme Pelepasan Hak Atas Tanah
Dalam pengertiannya Pelepasan Hak Atas Tanah terjadi ketika
adanya perbuatan hukum melepaskan hubungan hukum antara subyek
hak atas tanah dengan tanah yang dimilikinya.33
32
Ibid hal 72 33
http://bem.law.ui.ac.id/fhuiguide/uploads/materi/agra-pembebasan-hak.pptdiakses tanggal
8 April 2018 pukul 14.20 WIB
47
Pada dasarnya, pelepasan hak atas tanah meliputi banyak aspek.
Seperti, pelepasan hak atas tanah dalam rangka pembaharuan hak atau
perubahan hak, pelepasan hak atas tanah dalam rangka pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, pelepasan hak
atas tanah untuk kepentingan swasta maupun pelepasan hak atas tanah
bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal.Adapun pelepasan
hak atas tanah dalam rangka perolehan tanah bagi orang maupun
badan hukum yang hendak mendapatkan tanah dilakukan dengan
pemberian ganti kerugian atas dasar musyawarah dengan orang yang
melepaskan hak tersebut. Namun, pelepasan hak tersebut tidak secara
otomatis menjadikan kedudukan si pemberi ganti kerugian kemudian
menjadi pemegang hak atas tanah. Tanah yang dilepaskan tersebut
akan menjadi tanah negara, dan kemudian diberikan kepada si
pemberi ganti kerugian tersebut.Dalam praktiknya, masing-masing
aspek pelepasan hak atas tanah sebagaimana diuraikan di atas
memiliki bentuk (form) Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah
(SPPHT) dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Misalnya,
apakah harus dibuat di hadapan dan disaksikan oleh Kepala Kantor
Pertanahan, atau dibuat dalam bentuk akta notaris atau juga disaksikan
oleh Camat setempat maupun disaksikan oleh saksi-saksi lain.34
Terkait dengan kasus yang akan dibahas di bab selanjutnya yang
dimana dalam pelepasan hak atas tanah tersebut tidak adanya surat-
34
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fae976f5aed2/surat-pernyataan-pelepasan-
hak-atas-tanah diakses tanggal 8 April 2018 pukul 14.22 WIB
48
surat yang menyatakan bahwa tanah pemilik tersebut dilepaskan
kemudian tanah tersebut dilepaskan melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan.
Berdasarkan Pasal 131 ayat (3) Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah (Permenag No. 3/1997), permohonan
pendaftaran hapusnya hak atas tanah tidak akan diterima, apabila tidak
memenuhi syarat sebagai berikut:
(3) “Pendaftaran hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun yang disebabkan oleh dilepaskannya hak tersebut
oleh pemegangnya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
berdasarkan permohonan dari pihak yang berkepentingan dengan
melampirkan:
a. Akta notaris yang menyatakan bahwa pemegang yang
bersangkutan melepaskan hak tersebut, atausurat keterangan
dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang bersangkutan
melepaskan hak tersebut yang dibuat di depan dan disaksikan
oleh Camat letak tanah yang bersangkutan, atausurat
keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang
bersangkutan melepaskan hak tersebut yang dibuat di depan
dan disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan.
49
b. Persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan apabila hak
tersebut dibebani Hak Tanggungan;
c. Sertifikat hak yang bersangkutan;”
3. Asas-Asas Pelepasan Hak Atas Tanah
Peraturan-peraturan pelepasan hak atas tanah terdapat pada
Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan tata cara pelaksanaannya
diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum (Perpres 36/2005).
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, menurut Pasal 1
angka 6 Perpres 36/2005, adalah kegiatan melepaskan hubungan
hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
Dimana aturan-aturan tersebut merupakan peraturan-peraturan
yang mengatur juga tentang pengadaan tanah, dengan demikian asas-
asas dari pelepasan hak atas tanah adalah sebagai berikut:35
a. Kemanusiaan
Yang dimaksud dengan Asas Kemanusiaan ini adalah Pengadaan
Tanah harus memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap
hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional.
35
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
50
b. Keadilan
Yang dimaksud dengan Asas Keadilan adalah memberikan jaminan
penggantian yang layak kepada Pihak yang Berhak dalam proses
Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat
melangsungkan kehidupan yang lebih baik.
c. Kemanfaatan
Yang dimaksud dengan Asas Kemanfaatan adalah hasil Pengadaan
Tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara.
d. Kepastian
Yang dimaksud dengan Asas Kepastian adalah memberikan
kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses Pengadaan Tanah
untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada Pihak yang
Berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian yang layak.
e. Keterbukaan
Yang dimaksud dengan Asas Keterbukaan adalah bahwa
Pengadaan Tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan
memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah.
f. Kesepakatan
Yang dimaksud dengan Asas Kesepakatan adalah bahwa proses
Pengadaan Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa
unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama.
51
g. Keikutsertaan
Yang dimaksud dengan Asas Keikutsertaan adalah dukungan
dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah melalui partisipasi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak
perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.
h. Kesejahteraan
Yang dimaksud dengan Asas Kesejahteraan adalah bahwa
Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai
tambah bagi kelangsungan kehidupan Pihak yang Berhak dan
masyarakat secara luas.
i. Keberlanjutan
Yang dimaksud dengan Asas Keberlanjutan adalah kegiatan
pembangunan dapat berlangsung secara terus-menerus,
berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
j. Keselarasan
Yang dimaksud dengan Asas Keselarasan adalah bahwa Pengadaan
Tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan
kepentingan masyarakat dan negara.