bab ii tinjauan pustaka a. interaksi sosial 1. pengertian interaksi...
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk mengadakan hubungan
dengan individu lain dalam kehidupannya, sejak ia membentuk pribadinya.
Karena itu individu tidak dapat hidup tanpa individu lain di tengah kehidupan
masyarakat. Hal itulah yang menyebabkan individu perlu berinteraksi dengan
individu lain. Individu melakukan interaksi sosial dengan individu lain didorong
oleh rasa kepedulian sosial.
Menurut Adler (Feist & Feist 2008:59) menitikberatkan pada pandangan
bahwa perilaku individu didorong oleh kepedulian sosial yaitu “sebuah sikap
keterhubungan dengan keremajaan atau pada suatu perasaan kesatuan dengan
remaja lainnya, sebuah empati bagi setiap anggota komunitas remaja”. Artinya
bahwa adanya kepedulian sosial inilah yang menjadikan remaja untuk berinteraksi
sosial dengan lainnya. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut
dalam kegiatan kerja sama, menepatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan
diri sendiri, dan mengembangkan gaya hidup yang mengutamakan pada sosial.
Dengan demikian jelas bahwa remaja tidak akan terlepas dari interaksi sosial. Hal
tersebut dijelaskan mendasar oleh Ridwan Effendi dan Elly Maliah (2011:32)
yang mengemukakan bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena
beberapa alasan, yaitu: (1) Manusia tunduk pada aturan, norma sosial, (2) Perilaku
manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain, (3) Manusia memiliki
kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain dan (4) Potensi manusia akan
berkembang bila ia hisup di tengah-tengah manusia.
Interaksi sosial terjadi karena remaja merupakan makhluk sosial yang
berinteraksi dengan remaja lainnya bukan hanya untuk mempertahankan hidupnya,
melainkan juga untuk melakukan kegiatan lainnya. Interaksi sosial pertama kali
10
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
terjadi di dalam keluarga, terutama dengan ibu. Lingkungan keluarga berperan
besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus
berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai
corak komunikasi antara orang tua dengan anak.
Seiring dengan perkembangan lingkungan sosial seseorang, interaksi tidak
saja terjadi dengan anggota keluarga, tetapi juga meliputi lingkup sosial yang lebih
luas seperti di sekolah, masyarakat dan dengan teman-teman, baik yang sesama
jenis maupun berbeda jenis kelamin. Kondisi tersebut dibuktikan dengan
fenomena yang ada bahwa remaja lebih banyak berada di luar rumah dengan
teman sebaya sehingga tidaklah heran jika sikap, pembicaraan, minat, penampilan
dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga. Misalnya,
jika remaja mengenakan model pakaian yang sama dengan pakaian anggota
kelompok yang populer maka kesempatan baginya untuk dapat diterima oleh
kelompok menjadi lebih besar. Intinya bahwa kebutuhan remaja untuk
berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarganya ternyata sangat
besar, terutama kebutuhan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.
Berbicara tentang interaksi sosial, banyak para ahli berpendapat salah
satunya menurut pendapat Bonner (Santosa 2004:11) mendefiniskan interaksi
sosial adalah “suatu hubungan antara dua atau lebih individu remaja ketika
kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki
kelakukan individu yang lain atau sebaliknya”. Sejalan dengan pendapat Ridwan
Effendi dan Elly Maliah (2011:34) yang mengemukakan bahwa “ Interaksi sosial
proses dimana orang-orang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam
pikiran dan tindakan. Sedangkan interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik
antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok , antara
individu dengan kelompok”. Pendapat lain yang senada diungkapkan oleh ahli
ilmu psikologi sosial dalam Sapriya (2008:80) bahwa “Interaksi sosial adalah
saling berhubungan antar dua manusia atau lebih, dimana manusia yang satu
terhadap manusia yang lain saling mempengaruhi”.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
Kemudian Basrowi (2005:138) mengemukakan “interaksi sosial tidak hanya
terjadi pada orang ke orang, melainkan terjadi pula pada orang ke kelompok, dan
kelompok ke kelompok”. Hubungan yang terjalin pada interaksi sosial bersifat
dinamis yakni mempertemukan antar satu pihak dengan pihak lain secara langsung
dan berkesinambungan. Kondisi tersebut senada dengan pendapat Sarwono
(2013:185) yang menerangkan bahwa “ interaksi sosial adalah hubungan antara
remaja dengan remaja lain atau hubungan dengan kelompok yang ditandai adanya
saling tergantung antar satu sama lain untuk mencapai hasil-hasil yang positif
yakni seperti terjalinnya persabahatan dan kerja sama”.
Selanjutnya Ahmadi (2002:49) juga mengungkapkan “Interaksi sosial adalah
suatu hubungan antara individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau
sebaliknya”.
Menurut H. Bonner (Gerungan 2010: 62) interaksi sosial adalah suatu
hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang
satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain,
atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan
timbal-baliknya interaksi sosial dua atau lebih manusia itu. Sementara itu, individu
yang satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain,
dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. individu yang satu dapat juga
menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu lain, dimana individu yang
lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama. Dengan demikian,
hubungan antara individu yang berinteraksi senantiasa merupakan hubungan
timbal-balik, saling pengaruh yang timbal balik. Individu yang memiliki
keterampilan dalam berinteraksi sosial akan lebih efektif dalam berhubungan
dengan orang lain karena ia mampu memilih dan melakukan perilaku yang tepat
sesuai dengan tuntutan lingkungan ( Sarwono 2013: 123). Sedangkan orang yang
memiliki keterampilan berinteraksi sosial adalah orang yang berani berbicara,
memberi pertimbangan yang mendalam, memberikan respon yang lebih cepat,
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
memberikan jawaban secara lengkap, mengutarakan bukti-bukti yang dapat
menyakinkan orang lain, tidak mudah menyerah, menuntut hubungan timbal
balik, serta lebih terbuka dalam mengekspresikan dirinya ( Sarwono 2013: 128).
Interaksi sosial merupakan tindakan atau kegiatan sosial yang menyangkut
hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok remaja, maupun
antara orang per orang dan kelompok remaja serta saling mempengaruhi antara
yang satu dengan yang lainnya baik secara langsung atau tidak untuk mencapai
hasil-hasil yang positif. Oleh sebab itu, Interaksi sosial merupakan Aspek utama
dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak mungkin ada peri
kehidupn bermasyarakat. Senada dengan pendapat Bungin (2006:25-26)
mengatakan bahwa “remaja juga diciptakan sebagai mahluk multidimensional,
memiliki akal pikiran dan mampu berinteraksi secara personal maupun sosial”.
Dikatakan pula bahwa interaksi sosial adalah “hubungan antara dua atau lebih
individu remaja dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah
dan memperbaiki individu yang lain”.
Interaksi sosial merupakan aspek utama dari semua kehidupan sosial karena
tanpa interaksi sosial, tidak mungkin ada peri kehidupan bermasyarakat. Kondisi
tersebut sejalan dengan pendapat Soerjono (2012:58) yang menegaskan bahwa
“Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa
interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama”.
Hasil penelitian yang dilakukan Nuraida Ai (2015: 121) menyatakan bahwa
interaksi sosial siswa remaja awal di Tasikmalaya berada pada katagori sedang dan
memiliki pengaruh terhadap aktivitas belajar. Remaja kota Tasikmalaya pada
umumnya menyukai kegiatan seperti kumpul-kumpul, makan bersama,
mengunjungi tempat rekreasi apalagi saat ini begitu maraknya dibangun tempat-
tempat hiburan seperti cafe yang saat ini sedang menjamur menjadi pusat atau titik
berinteraksinya para remaja. Disisi lain tempat-tempat pusat belanja (Mall), pasar
tradisional seperti kojengkang serta sarana olah raga (Dadaha Sport Centre) juga
menjadi salah satu alternatif yang sering dikunjungi remaja. Mobilitas yang tinggi
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
para remaja SMP juga diwarnai dengan aktivitas belajar diluar baik kegiatan ko-
kurikuler (tugas-tugas belajar di luar kelas) seperti di tempat-tempat bimbingan
belajar maupun kegiatan ekstrakurikuler. Itu semua mempengaruhi volume remaja
dalam berinteraksi sosial.
2. Karakteristik Interaksi Sosial
Karakteristik interaksi sosial menurut Gerungan ( 2010:61) menyatakan
bahwa interaksi sosial itu memiliki karakteristik yang dinamis dan tidak statis. Hal
ini berarti bahwa karakteritik interaksi sosial dapat ditinjau dari berbagai segi
sesuai dengan ciri interaksi yang dilakukan remaja. Artinya bahwa karakteritik
interkasi akan dapat dilihat secara detail pada model interaksi yang dilakukan oleh
remaja.
Secara umum model karakteristik interaksi sosial dapat diartikan sebagai
model interaksi sosial yang secara individu, secara kelompok serta kelompok
dengan kelompok. Untuk kejelasan karakteristik tersebut maka peneliti akan
menguraikan karakteristik interaksi sosial berdasarkan pendapat Gerungan (
2010:61) sebagai berikut:
a. Interaksi antara individu dengan individu
Interaksi ini terjadi karena hubungan masing-masing personil atau individu.
Perwujudan dari interaksi ini terlihat dalam bentuk komunikasi lisan atau gerak
tubuh, seperti berjabat tangan, saling menegur, bercakap-cakap, atau saling
bertengkar.
b. Interaksi Antara Individu dengan Kelompok
Bentuk interaksi ini terjadi antara individu dengan kelompok. Individu memiliki
kepentingan untuk berinteraksi dengan kelompok tersebut. Misalnya seorang guru
memiliki hubungan dengan individuatau remaja di sekolah. Bentuk interaksi
semacam ini juga menunjukkan bahwa kepentingan seseorang individu
berhadapan dengan kepentingan kelompok.
c. Interaksi Antara Kelompok dengan Kelompok
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
Jenis interaksi ini saling berhadapan dalam bentuk berkomunikasi, namun bisa
juga ada kepentingan individu di dalamnya atau kepentingan individu dalam
kelompok tersebut. Ini merupakan satu kesatuan yang berhubungan dengan
kepentingan individu dalam kelompok yang lain.
Para ahli membagi interkasi sosial ini secara khusus pula. Salah satunya
menurut Gerungan (2010: 61) bahwa secara karakteristik interaksi sosial terbagi
atas kelompok primer dan kelompok sekunder yang memiliki ciri interaksi
tersendiri. Adapun karakteristik tersebut diantaranya.
a. Interaksi sosial ini lebih erat dalam hubungannya antara anggota-anggota
kelompoknya. Dalam kelompok ini terbentuk hubungan yang benar-benar di
kenal dalam suatu hal. Maka kelompok primer ini sering disebut dalam bentuk
face to face group. Bentuk hubungan interaksi ini tampak hubungan antara
anggota-anggota dalam sebuah kumpulan keluarga maupun lembaga yang
anggotanya setiap hari secara rutin saling bertemu dalam melakukan hubungan
interaksi sosial.
b. Hubungan dalam kelompok primer ini bersifat irasional dan tidak didasarkan
atas bentuk pamrih. Di dalam kelompok primer ini merupakan suatu induvidu
yang selalu mengembangkan sifat sosialnya, yang dapat mengindahkan norma
yang melepaskan peribadi demi memenuhi kepentingan anggota kelompoknya.
Di samping pembagian interaksi secara primer, terdapat pula pembagian
interaksi secara sekunder. Ciri-ciri interaksi sesuai dengan kelompok sekunder
menurut pendapat Gerungan (2010: 62) akan diuraikan sebagai berikut:
a. Kelompok ini terbentuk atas dasar kesadaran dan kemauan dari anggota
kelompoknya. Interaksi sosial ini dalam kelompok sekunder terdiri atas dasar
saling berhubungan yang tidak langsung dalam bentuk jarak yang jauh yang
bersifat formal, yang artinya kurang bersifat kekeluargaan, hubungan tersebut
ini biasanya bersifat objektif
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
b. Peranan dan fungsi kelompok sekunder dalam kehidupan individu untuk dapat
mencapai salah satu tujuan tertentu dalam diri individu,yang secara objek dan
rasional.
c. Rasional,hubungan satu sama lain berdasarkan atas perhitungan untung rugi.
Akibatnya hubungan ini menjadi impersonal yang hanya menjadi alat pemuas
hidup saja.
Menurut Gerungan (2010:61) bahwa interaksi sosial itu memiliki
karakteristik yang dinamis dan tidak statis. Hal ini berarti bahwa karakteritik
interaksi sosial dapat ditinjau dari berbagai segi sesuai dengan ciri interaksi yang
dilakukan manusia. Artinya bahwa karakteritik interkasi akan dapat dilihat secara
detail pada model interaksi yang dilakukan oleh manusia.
3. Ciri-ciri Interaksi Sosial
Suatu hubungan dapat dikatakan interaksi sosial apabila mengandung ciri-
ciri sebagai berikut:
Menurut Santosa (2004:11) ciri-ciri interaksi sosial antara lain:
a. Adanya hubungan
Setiap interaksi sudah barang tentu terjadi karena adanya hubungan antara individu
dengan individu maupun antara individu dengan kelompok.
b. Ada Individu
Setiap interaksi sosial menurut tampilnya individu-individu yang melaksanakan
hubungan.
c. Ada Tujuan
Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti mempengaruhi individu
lain.
d. Adanya hubungan dengan struktur dan fungsi sosial.
Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok ini
terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok. Di samping
itu, tiap-tiap individu memiliki fungsi di dalam kelompoknya.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
Sedangkan Basrowi (2005:139) mengemukakan ciri-ciri interaksi sosial
sebagai berikut:
1) Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang;
2) Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol;
3) Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini dan masa mendatang) yang
menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung;
4) Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut
dengan perkiraan oleh pengamat.
Sementara itu Hurlock (2009: 96) lebih lanjut merumuskan ciri-ciri atau
indikator orang yang memiliki interaksi sosial yang tinggi adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri orang yang memiliki interaksi sosial yang tinggi adalah mampu
dan bersedia menerima tanggung jawab; berpartisipasi dalam kegiatan
yang sesuai dengan tiap tingkatan usia; segera menyelesaikam masalah
yang menuntut penyelesaian; senang menyelesaikan dan mengatasi
berbagai hambatan yang mengancam kebahagiaan; tetap pada pilihannya
sampai diyakini bahwa pilihan itu tepat; mengambil keputusan dengan
senang tanpa konflik dan tanpa banyak menerima nasihat; lebih baik
memperoleh kepuasan dan prestasi yang nyata ketimbang dari prestasi
yang imajiner; dapat menggunakan pikiran sebagai alat untuk
menciptakan suatu tindakan bukan sebagai akal untuk menunda atau
menghindari suatu tindakan; belajar dari kegagalan tidak mencari-cari
alasan untuk menjelaskan kegagalan; tidak membesar-besarkan
keberhasilan atau mengharapkan pada bidang yang tidak berkaitan;
mengetahui bekerja bila saatnya bekerja, dan mengetahui bermain bila
saatnya bermain; dapat mengatakan “tidak” dalam situasi yang
membahayakan kepentingan sendiri; dapat mengatakan “ya” dalam
situasi yang akhirnya menguntungkan; dapat menunjukkan amarah secara
langsung bila bersinggung atau bila haknya dilanggar; dapat
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
menunjukkan kasih sayang secara langsung dengan cara dan takaran yang
sesuai; dapat menahan sakit atau emosional bila perlu; dapat
berkompromi bila menghadapi kesulitan; dapat memusatkan energi pada
tujuan yang penting dan menerima kenyataan bahwa hidup adalah
perjuangan yang tak kunjung berakhir.
4. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi syarat-syarat
interaksi sosial. Sesuai dengan pendapat Dayakisni dan Hudaniah (2009:119) ada
dua syarat terjadinya interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial.
1) Kontak Sosial
Kontak sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan yang
lainnya baik secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder). Kontak
sosial langsung misalnya bertatap muka, berjabat tangan, dan melalukan
percakapan. Sedangkan kontak sosial tidak langsung seperti melakukan hubungan
melalui telepon. Kontak sosial dapat bernilai positif dan negatif. Kontak sosial
yang bernilai positif yakni kontak sosial yang terdapat adanya saling pengertian
dan saling menguntungkan sehingga dapat membuat hubungan tersebut
berlangsung lama. Sedangkan kontak sosial yang nilai negatif yakni kontak sosial
yang di dalamnya tidak terdapat rasa saling pengertian sehingga dan mungkin
dapat merugikan sehingga memungkinkan hubungan yang tidak akan bertahan
lama. Ada tiga bentuk kontak sosial yaitu sebagai berikut:
1. Antara orang-perorangan yaitu hubungan antara satu orang dengan orang lain
baik melalui percakapan ataupun tidak. Misalnya saling menegur, bercakap-
cakap, dan berjabat tangan.
2. Antara orang-perorangan dalam suatu kelompok atau sebaliknya yaitu
hubungan antara satu orang dengan orang lain dalam suatu kelompok tertentu
baik secara langsung maupun tidak. Misalnya seorang guru yang memiliki
hubungan dengan remaja di sekolah.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
3. Antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya yakni hubungan yang
dilakukan antara kelompok satu dengan kelompok lain. Biasanya mengarah
pada terjadinya kerja sama antar kelompok-kelompok tersebut. Misalnya
PMR yang bekerja sama dengan Pramuka.
Dari penjelasan di atas terlihat ada tiga komponen pokok dalam kontak sosial,
yaitu: (1) percakapan (2) saling pengertian (3) bekerjasama antara komunikator
dan komunikan.
2) Komunikasi Sosial
Komunikasi sosial adalah suatu proses saling memberikan tafsiran kepada
pihak lain dalam hubungan sosial. Melalui tafsiran tersebutlah seseorang dapat
mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud yang ingin disampaikan
oleh pihak lain. Komunikasi dapat berupa verbal dan non verbal. Komunikasi yang
berupa verbal diwujudkan dengan kata-kata dalam pembicaraan. Sedangkan
komunikasi yang berupa non verbal diwujudkan dengan gerak gerik fisik ataupun
perasaan.
Pada komunikasi terdapat proses aksi dan reaksi. Proses aksi dan reaksi
terjadi ketika komunikator memberikan informasi baik verbal maupun non verbal
yang kemudian diterima oleh komunikan (aksi). Informasi yang diterima oleh
komunikan kemudian dipahami hingga timbullah sikap atau suatu perasaan dari
komunikan terhadap informasi tersebut yang diberikan kepada komunikatot
(reaksi). Sikap atau perasaan tersebut dapat berupa senang, ragu-ragu, takut,
menolak, bersahabat atau sebagainya.
Komunikasi hampir sama dengan kontak sosial. Namun, adanya kontak
sosial belum tentu berarti komunikasi sosial telah terjadi. Karena kontak sosial
dapat terjadi pada siapa saja misalnya dengan cara berjabat tangan dan berbicara.
Namun sebaliknya dalam komunikasi sosial dituntut adanya pemahaman makna
atas suatu pesan dan tujuan bersama-sama antar masing-masing pihak. Dari
penjelasan di atas terlihat ada lima komponen dasar dalam komunikasi sosial.
Sesuai menurut pendapat De Vito (Sugiyono 2005:4) yang menyatakan bahwa “
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
ciri-ciri komunikasi meliputi lima ciri yaitu: keterbukaan, empati, dukungan , rasa
positif dan kesamaan”.
5. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Floyd Allport (Gerungan 2010: 62) mengemukakan bahwa perilaku dalam
interaksi sosial ditentukan oleh banyak aspek termasuk manusia lain yang ada
disekitarnya dengan prilakunya yang spesifik. Aspek-aspek yang mendasari
berlangsungnya interaksi sosial, baik secara tunggal maupun secara bergabung
ialah:
1. Aspek Imitasi
Gabriel Tarde (Gerungan 2010: 63) yang beranggapan bahwa seluruh
kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan aspek imitasi saja. Walaupun
pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu
tidak kecil. Sebelum orang mengimitasi suatu hal, terlebih dahulu haruslah
terpenuhi syarat, yaitu :
a. Minat perhatian yang cukup besar akan hal tersebut
b. Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi dan
berikut dapat pula suatu syarat lainnya, yaitu bahwa
c. Orang-orang juga dapat mengimitasi suatu pandangan atau tingkah laku
karena hal itu mempunyai penghargaan sosial yang tinggi, jadi seseorang
mungkin mengimitasi sesuatu karena ia ingin memperoleh penghargaan
sosial di dalam lingkungannya
Peranan Aspek imitasi dalam interaksi sosial mempunyai segi-segi positif dan
negatif. Segi negatif apabila hal-hal yang diimitasi mungkinlah salah ataupun
secara moral dan yuridis harus ditolak (Gerungan 2010: 64).
2. Aspek Sugesti
Bahwa dalam sugesti itu seseorang memberikan pandangan atau sikap
dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluar sana. Memang benar pula
peranan sugesti itu dalam pembentukan norma-norma kelompok, prasangka-
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
prasangka sosial, norma-norma susila, norma politik dan lain-lainnya. Sebab,
pada orang kebanyakan. Diantara pedoman-pedoman tingkah lakunya itu
banyak dari adat kebiasaan yang diambil alih begitu saja, tanpa
mempertimbangkan lebih lanjut dari orang tuanya, pendidik ataupun kawan di
lingkungannya. Syarat-syarat yang memudahkan sugesti dijelaskan oleh
Gerungan (2010:65) yaitu :
a. Sugesti karena hambatan berfikir
b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)
c. Sugesti karena otoritas
d. Sugesti karena mayoritas
e. Sugesti karena “will to believe”
3. Aspek Identifikasi
Identifikasi adalah suatu istilah yang dikemukakan oleh Sigmund Freud
seorang tokoh psikologi dalam Gerungan (2010: 72) yang menyatakan bahwa
identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang
lain. identifikasi dilakukan orang kepada orang lain yang dianggapnya ideal
dalam suatu segi, untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang
dianggapnya ideal dan yang masih merupakan kekurangan pada dirinya.
Sebagaimana diungkapkan, proses ini terjadi secara otomatis, bawah sadar, dan
objek identifikasi itu tidak dipilih secara rasional, tetapi berdasarkan penilaian
subyektif, berperasaan. Identifikasi dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu :
a. Anak mempelajari dan menerima norma-norma sosial itu karena orang tua
dengan sengaja mendidiknya
b. Anak mengidentifikasi diri pada orang tua, Karena orang tua sangat
penting sebagai tempat identifikasi dari anak-anaknya
4. Aspek Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang
terhadap orang lain (Gerungan 2010: 74). Timbulnya simpati itu merupakan
sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
menghubungkan seseorang dengan orang lain, sebaliknya perasaan antipati
cenderung menghambat atau menghilangkan sama sekali pergaulan antar
orang.
Adam Smith membedakan 2 bentuk dasar daripada simpati :
a. Yang menimbulkan respon yang cepat hamper seperti reflek
b. Yang sifatnya lebih intelektuil kita dapat bersimpati terhadap seseorang,
meskipun kita tak merasakan sebagai yang ia rasakan
Aspek lain yang dikemukakan oleh Santosa (2004:12) menyatakan
bahwa beberapa aspek yang dapat mempengaruhi interaksi sosial yaitu
sebagai berikut:
1) The nature of the social situation
Situasi sosial itu bagaimanapun memberi bentuk tingkah laku terhadap
individu yang berasa dalam situasi tertentu.
2) The norms prevailing in any given social group
Kekuasaan norma-norma kelompok sangat berpengaruh terhadap terjadinya
interaksi sosial antar individu.
3) Their own personality trends
Masing-masing individu mempunyai tujuan kepribadian sehingga
berpengaruh terhadap tingkah lakunya.
4) A person’s transitory tendencies
Setiap individu berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya yang
bersifat sementara.
5) The process of perceiving and interpreting a situation
Setiap situasi mengandung bagi setiap individu sehingga hal ini memengaruhi
individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut.
Selain aspek tersebut, konsep diri pun ikut berpengaruh terhadap
interaksi sosial. Sebagaimana pendapat Adler (Feist & Feist 2008:66)
menyatakan bahwa “interaksi sosial adalah salah satu cara individu untuk
memelihara tingkah lakunya yang mana dipengaruhi oleh konsep diri
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
individu”. artinya jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang
inferior dibandingkan dengan orang lain maka tingkah laku yang
ditampilkannya pun akan berhubungan dengan kekurangan yang
dipersepsikannya.
Kemudian Festinger (Sarwono 2013:170) berpendapat bahwa “proses
saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam berinteraksi sosial
ditimbulkan karena adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri dan
kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain”.
Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain.
Dengan kata lain bahwa konsep diri seseorang akan menentukan
berlangsungnya interaksi sosial yang dilakukaknnya.
Individu melakukan interaksi sosial dengan individu lain tidak hanya
dikarenakan individu sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
melainkan interaksi sosial merupakan salah satu kebutuhan dasar. Menurut
Schutz (Sarwono 2013: 116) yang menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap
orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan cara tertentu dan
cara ini merupakan aspek utama yang mempengaruhi perilakunya dalam
hubungan dengan orang lain.
Selain itu, teori Schutz (Sarwono 2013: 147) juga menjelaskan bahwa
untuk memenuhi kebutuhan sosialnya individu harus dapat memenuhi ke tiga
kebutuhan dasar yang dapat mempengaruhi individu pada saat berinteraksi
sosial yang terdiri dari tiga aspek yaitu;
a. Inklusi, yaitu kebutuhan untuk terlibat dan termasuk dalam kelompok.
b. Kontrol, yaitu arahan dan pedoman dalam berperilaku
c. Afeksi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian dalam kelompok.
Inklusi merupakan kebutuhan individu untuk terlibat dan masuk dalam
kelompok. Maksud individu terlibat dalam kelompok adalah dalam tahap ini,
individu mulai berpartisipasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Remaja yang dalam pemenuhan kebutuhan inklusinya terpenuhi akan mudah
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
untuk menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan dan kondisi dimana
ia berada dan individu mampu bekerja sama dengan orang lain. Namun
individu yang tidak terpenuhi kebutuhan inklusinya maka individu cenderung
berperilaku malu,menarik diri, sulit menyesuiakan diri dan sulit bekerja sama
dengan orang lain .
Kontrol merupakan arahan dan pedoman dalam berperilaku. Tidak
semua individu memiliki kemandirian dalam menyelesaikan setiap persoalan
yang dihadapinya karena itu individu juga masih membutuhkan dorongan dan
arahan dari orang lain. Dengan adanya arahan dan dorongan orang lain dapat
dijadikan sebagai pertimbangan individu dalam memutuskan suatu persoalan.
Afeksi merupakan kebutuhan dasar yang bermula dari kondisi kanak-
kanak, anak diterima atau ditolak oleh orang tuanya. Kondisi ini yang
kemudian akan menjadi pengalihan ketika anak menjadi remaja. Kebutuhan
afeksi merupakan kebutuhan dimana seseorang mendapatkan kasih sayang
dan perhatian dari orang lain agar dapat diterima di dalam kelompok. Pada
remaja kebutuhan afeksi ini tercermin dengan timbulnya perasaan suka atau
tidak suka dengan orang lain.
Adapun pendapat lain yaitu menurut Monk dkk (2012: 72) ada beberapa
aspek yang cenderung menimbulkan munculnya interaksi sosial pada remaja,
yaitu:
a. Umur, konformitas semakin besar dengan bertambahnya usia, terutama
terjadi pada usia 15 tahun atau belasan tahun.
b. Keadaan sekeliling, kepekaan pengaruh dari teman sebaya lebih besar dari
pada perempuan.
c. Kepribadian ekstrovet, anak-anak yang tergolong ekstrovet lebih
cenderung mempunyai konformitas dari pada anak introvet.
d. Jenis kelamin, kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman
lebih besar dari pada anak perempuan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
e. Besarnya kelompok, pengaruh kelompok menjadi semakin besar bila
besarnya kelompok bertambah.
f. Keinginan untuk mempunyai status, adanya suatu dorongan untuk
memiliki status, kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya in teraksi
diantara sebayanya. Individu akan menemukan kekuatan dalam
mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat dari dunia orang
dewasa.
g. Interaksi orang tua, suasana rumah yang tidak menyenangkan dan adanya
tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi
dengan teman sebayanya.
h. Pendidikan, pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam
interaksi teman sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi
mempunyai wawasan dan pengetahuan luas yang akan mendukung dalam
pergaulannya.
6. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Berikut bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Merton Deuttah, Park dan
Burgess, serta Krout (Santosa 2004:22-27) sebagai berikut:
1) Kerja sama merupakan suatu bentuk interaksi sosial ketika tujuan anggota
kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota yang lain. Kerja sama
ini timbul apabila individu menyadari bahwa mereka mempunyai tujuan yang
sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
2) Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial ketika seorang individu dapat
mencapai tujuan sehingga individu lain akan terpengaruh dalam mencapai
tujuan.
Sedangkan interaksi sosial menurut Park dan Burgess (Santosa 2004:22-27)
yaitu membaginya menjadi empat yaitu:
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
1) Persaingan adalah suatu proses sosial ketika individu/kelompok saling
berusaha dan berebut untuk mencapai keuntungan dalam waktu yang
bersamaan.
2) Pertentangan adalah suatu proses sosial ketika individu atau kelompok
individu berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan.
3) Persesuaian adalah suatu proses ketika individu atau kelompok saling
menyesuaikan diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
4) Asimilasi adalah suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara
individu atau kelompok.
Sementara itu, Krout (Santosa 2004:22-27) membagi interaksi sosial ke dalam
komensalisme, parasialisme, mutualisme, dan sociality.
1) Komensalisme adalah salah satu interaksi sosial yang dilaksanakan tanpa
adanya perjanjian terlebih dahulu.
2) Parasialisme adalah suatu interaksi sosial yang hanya menguntungan salah
satu pihak saja.
3) Mutualisme adalah suatu interaksi sosial yang hanya menguntungan kedua
pihak.
4) Sociality adalah suatu interaksi sosial yang bersifat kemasyarakatan.
Menurut pendapat Soerjono (2012:65-95) menggolongkan proses-proses
interaksi sosial dibagi menjadi dua yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif.
1) Proses yang asosiatif, meliputi:
a) Kerja sama yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh orang perorang atau
kelompok remaja untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama.
Kerja sama adalah apabila individu menyadari bahwa mereka harus bisa
melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan individu lain,
mempunyai tujuan yang sama, dan saling membantu dengan yang
lainnya. Ada lima bentuk kerja sama yaitu: kerukunan, bargaining,
kooptasi, koalisi, dan join veture.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
b) Akomodasi atau persesuaian yaitu suatu keadaan yang terdapat suatu
keseimbangan dalam interaksi antara orang perorang dan kelompok-
kelompok guna mengurangi pertentangan yang terjadi. Akomodasi ini
dapat terwujud dengan cara seperti tidak memaksa kehendak antar pihak
dan memberikan toleransi kepada pihak lain. Bentuk-bentuk akomodasi
mencakup coercion, compromise, arbitration, mediation, conciliation,
toleransi, statemate, dan adjuction.
c) Asimilasi yaitu suatu proses yang berkelanjutan dimana antar individu satu
dengan yang lainnya saling mengadakan penyesuaian diri untuk
mengurangi perbedaan-perbedaan dan menjunjung tinggi
kesatuan/kesamaan bersama. Asimilasi dapat terwujud dengan cara tidak
membeda-bedakan antar pihak dan selalu menghargai pihak lain yang
memiliki perbedaan.
2) Proses yang disosiatif, meliputi:
a) Persaingan yaitu suatu proses sosial dimana orang perorang atau kelompok
yang bersaing untuk mencari keuntungan tanpa mempergunakan ancaman
dan kekerasan. Persaingan mempunyai dua tipe yaitu bersifat pribadi dan
tidak pribadi. Hasil dari suatu persaingan adalah perubahan kepribadian
seseorang, kemajuan, solidaritas kelompok, dan disorganisasi.
b) Contravention yaitu suatu proses sosial yang berada antara persaingan
dengan pertentangan, ditandai dengan adanya ketidakpastian mengenai
diri seseorang, kebencian dan keragu-raguan terhadap kepribadian
seseorang.
c) Pertentangan atau pertikaian yaitu proses ketika individu atau kelompok
individu berusaha menemuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak
lawan dengan ancaman dan kekerasan. Kontraversi ini mencakup
perbuatan-perbuatan seperti penolakan, perlawanan, menyangkal,
menghasut, mengkhianati, dan membingungkan pihak lain.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
7. Manfaat Interaksi Sosial
Manfaat interaksi sosial yang diharapkan adalah hubungan timbal balik
yang terjadi akan berjalan dengan wajar diantaranya manusia dapat menjalin
dan mempererat hubungan khusus bersama individu lain, manusia dapat meniru
suatu kebudayaan baru yang positif dan berguna untuk dapat lebih maju,
manusia dapat menjalin suatu kerja sama dengan baik, manusia
dapat persahabatan serta hubungan kekeluargaan yang erat dan manusia dapat
menghindari konflik, pertengkaran, atau pertikaian yaitu dengan cara mencari
solusi dari masalah tersebut secara bersama-sama. Di samping interaksi sosial
dapat berguna bagi remaja dalam mengembangkan pemikiran sosial, yang
berkenaan dengan pengetahuan dan keyakinan mereka tentang masalah
hubungan dan keterampilan sosial Sumantri (2008:48). Lebih lanjut
Sumaatmadja (2002:93) menjelaskan bahwa” interaksi sosial merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan bimbingan bagi remaja, karena tergolong
dalam kompetensi aspek apektif yaitu salah satu sikap yang diharapkan pada
remaja setelah berinteraksi. Pengembangan interaksi sosial bagi remaja sangat
penting sebagai bekal dan persiapan bagi remaja dalam kehidupan
bermasyarakat.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Khasanah Tika (2016: 106) diperoleh hasil
yang menunjukkan bahwa gambaran interaksi sosial remaja SMP tergolong
kriteria kurang yakni 48% sehingga berdampak pada rendahnya tingkat
kedisiplinan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari kontak sosial, komunikasi,
tujuan, dan dimensi waktu yang kurang baik dalam interaksi sosial yang
terjalin. Kesimpulan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kemampuan
interaksi sosial berpengaruh terhadap tingkat kedisiplinan remaja.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Zulaikah Siti (2014:172) dalam hasil
penelitiannya diperoleh gambaran kemampuan interaksi sosial remaja rendah
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
dan masuk dalam kategori kurang dengan skor rata-rata 40% sehingga
berdampak pada kepercayaan diri remaja. Kesimpulan dari penelitian tersebut
bahwa untuk meningkatkan kepercayaan diri remaja perlu dikuatkan
kemampuan interaksi sosial remaja salah satunya melalui layanan bimbingan
kelompok.
3. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sari Dwi Wulan (2015:134) diperoleh hasil
yang menunjukkan bahwa pada variabel interaksi sosial subjek paling banyak
memiliki skor pada kelas interval 121-128 yaitu pada aspek imitasi dan simpati
masing-masing sebesar 67% dan 66% selebihnya adalah aspek identifikasi dan
sugesti. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja
SMP program akselerasi memiliki tingkat interaksi sosial yang cukup tinggi
pada aspek imitasi dan simpati, namun rendah pada aspek identifikasi dan
sugesti dan berpengaruh terhadap motivasi belajar dan prestasi belajarnya.
4. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurfitriyanti Suci (2017: 128). Diperoleh
hasil yang menunjukkan adanya siswa yang masih bersikap tidak sopan saat
berbicara baik kepada teman sebaya maupun guru, bersikap acuh terhadap
teman sebaya, terdapat sebagian siswa yang masih terlihat dominan diantara
teman sebayanya, serta masih terlihat adanya siswa yang membentuk suatu
kelompok kecil yang hanya diikuti sesuai dengan latar belakangnya.
Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
interaksi sosial siswa SMA Angkasa Husein Sastranegara Bandung ini masih
tergolong rendah.
5. Penelitian lain yang dilakukan oleh Golvia Shinta (2016: 142). Kesimpulan
dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: 1) Profil interaksi sosial
peserta didik berprestasi dilihat dari belajar dengan kategori baik, 2) Profil
interaksi sosial peserta didik berprestasi dilihat dari sekolah dengan kategori
sangat baik, 3) Profil interaksi sosial peserta didik berprestasi dilihat dari rumah
dengan kategoti baik.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
6. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pratiwi Propiati (2017: 135). Kesimpulan
dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan
bahwa interaksi sosial yang terjadi di IPM SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta
telah mencapai efektifitas dalam berinteraksi di lingkungan sekolah seperti
adanya komunikasi yang terjalin cukup baik antara warga sekolah, adanya
kerjasama antara para pengurus IPM dan juga saling merangkul antara sesama
para pengurus IPM. Dalam pengambilan keputusanpun semua para pengurus
IPM ikut terlibat serta ada pula keterlibatan guru sebagai pihak penengah
pengambilan keputusan.
7. Penelitian lain yang dilakukan Nuraida Ai (2015: 121). Kesimpulan dari hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa interaksi sosial siswa tingkat remaja
awal dengan rentang usia 12 sampai dengan 16 tahun di Tasikmalaya berada
pada katagori sedang dan memiliki pengaruh terhadap aktivitas belajar.
C. Kerangka Berpikir
Sebagai pembelajar, remaja tidak hanya berinteraksi dengan bahan ajar akan
tetapi secara langsung berinteraksi pula dengan warga pembelajar lainnya. Oleh
karena itu remaja mengambil bagian atau peranan dalam proses kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan untuk itu remaja harus mempunyai kemampuan interaksi
sosial sehingga dengan mempunyai interaksi sosial yang kuat, remaja akan lebih
mudah dalam berhubungan dengan lingkungan sekitar khususnya dalam proses
pembelajaran yang diikutinya. Kemampuan interaksi sosial remaja diduga
dipengaruhi aspek-sspek yang menjadi penentu tinggi rendahnya kemampuan
interaksi sosial remaja. Aspek-sspek tersebut meliputi imitasi, simpati, identifikasi
dan sugesti.
1. Hubungan antara Aspek Imitasi dengan Interaksi Sosial Remaja.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
Proses imitasi bisa terjadi di lingkungan teman dan dapat terus berkembang
sampai ke lingkungan tetangga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.
Mengingat dampaknya, imitasi bisa berakibat positif maupun negatif, tergantung
pada individu yang ditirunya. Implikasi proses imitasi dalam interaksi sosial dapat
terjadi melalui meniru sikap, perilaku atau tindakan seseorang, mengagumi seorang
tokoh/idola dan minat atau perhatian terhadap sesuatu. Remaja cenderung meniru
sikap, tindakan dan perilaku orang lain, ingin menjadi seperti orang lain yang
ditirunya dan bercita-cita menjadi seperti sosok idolanya. Mengagumi seseorang
merupakan suatu kondisi dimana individu mempunyai ketertarikan kepada sosok
idola yang menjadi panutan dalam hidupnya. serta tertarik untuk melakukan aktifitas
dan fokus dalam mengembangkan kemampuan dirinya. Remaja yang mempunyai
aspek imitasi yang kuat mempunyai kecenderungan memiliki kemampuan interaksi
sosial yang tinggi. Atas dasar tersebut, maka dapat diduga kuat ada hubungan positif
antara aspek imitasi dengan interaksi sosial remaja.
2. Hubungan antara Aspek Simpati dengan Interaksi Sosial Remaja.
Simpati memiliki kaitan yang erat terhadap perasaan seseorang. Dalam proses
simpati, perasaan merupakan suatu aspek yang paling penting seperti adanya perasaan
senang, sedih, susah, dan perasaan lainnya. Secara umum, simpati merupakan suatu
proses kejiwaan yang berkaitan dengan ketertarikan seseorang terhadap orang lain
maupun terhadap suatu kelompok. Perasaan atau kejiwaan yang muncul tersebut bisa
didasarkan pada beberapa hal seperti sikap, penampilan, kondisi pribadi, kejadian
yang dialami, dan lain sebagainya. Selain itu, didalam proses simpati juga terdapat
aspek pendorong lainnya, seperti adanya keinginan untuk memahami maupun
menolong dan bekerja sama dengan pihak lain. Simpati mempunyai tujuan yakni
agar tercipta kerja sama dan saling pengertian diantara yang satu dengan yang lain
pada saat proses interaksi sosial terjadi. Remaja yang mempunyai aspek simpati yang
kuat mempunyai kecenderungan memiliki kemampuan interaksi sosial yang tinggi. Atas
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
dasar tersebut, maka dapat diduga kuat ada hubungan positif antara aspek simpati
dengan interaksi sosial remaja.
3. Hubungan antara Aspek Identifikasi dengan Interaksi Sosial Remaja.
Proses identifikasi dalam kehidupan sehari hari bisa kita temui manakala ada
seseorang yang mengidolakan suatu individu. Perilaku, sikap, keyakinan, dan pola
hidup yang menjadi idola akan melembaga bahkan menjiwai para pelaku identifikasi
sehingga sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan
kepribadiannya. Proses identifikasi dapat terjadi diantara teman sebaya sekalipun
misalnya, seorang remaja sangat menganggumi temannya karena ramah dan sopan,
hal itu lah yang membuat banyak orang yang senang berteman sama dia maka remaja
berusaha untuk menjadi sama dengan temannya tersebut. Bahkan proses identifikasi
dapat berkembang dalam kehidupan sehari hari dalam interaksi sosial bermasyarakat.
Atas dasar tersebut, maka dapat diduga kuat ada hubungan positif antara aspek
identifikasi dengan interaksi sosial remaja.
4. Hubungan antara Aspek Sugesti dengan Interaksi Sosial Remaja.
Proses sugesti adalah proses pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak
kepada pihak lain. Pihak yang dipengaruhi akan tergerak mengikuti pengaruh atau
pandangan itu dan akan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa berpikir
panjang. Sugesti biasanya diperoleh dari orang-orang yang memiliki pengaruh besar
di lingkungan sosialnya. Cepat atau lambatnya proses sugesti ini sangat tergantung
pada usia, kepribadian, kemampuan intelektual, dan keadaan fisik seseorang. Remaja
yang mempunyai aspek sugesti yang kuat mempunyai kecenderungan memiliki
kemampuan interaksi sosial yang tinggi. Atas dasar tersebut, maka dapat diduga kuat ada
hubungan positif antara aspek sugesti dengan interaksi sosial remaja.
Kerangka berpikir dalam penelitian in dapat dilihat pada gambar 1.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id
-
Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian
Interaksi
Sosial
Aspek
imitasi
Aspek
sugesti
Aspek
Identifika
si
1.Meniru orang lain 2.Mengagumi
Seseorang
(Tokoh/idola)
3. Minat atau
perhatian terhadap
sesuatu
1. Mentaati suatu
perintah dari orang
lain
2. Menerima
bujukan/ajakan
orang lain
3. Adanya motivasi
dalam diri
4. Kemauan untuk
5. Beraktivitas
6. Mempengaruhi orang lain
1. Menggangap semua orang
mempunyai
kedudukan yang
sama
2. Merasa diri sama
dengan orang lain
Variabel
1. Simpati
terhadap orang lain
2. Peka terhadap yang
dialami orang lain
3. Menempatkan diri
pada situasi yang
dialami orang lain
Aspek
Simpati
Pengumpulan
Data
Menganalisis data
Menginterpetasi
data
Kesimpulan
Menyusun
laporan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--
--
www.lib.umtas.ac.id